06.02.2015 Views

kecenderungan perilaku avoidance pada anak yang mengalami ...

kecenderungan perilaku avoidance pada anak yang mengalami ...

kecenderungan perilaku avoidance pada anak yang mengalami ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

dekat atau intim, mereka akan sulit dan<br />

segan untuk berinteraksi. Orang-orang<br />

<strong>yang</strong> ber<strong>perilaku</strong> <strong>avoidance</strong> akan kelihatan<br />

takut, malu-malu, menarik diri,<br />

bahkan terasa sangat dingin dan aneh<br />

ketika melakukan kontak atau berinteraksi<br />

dengan orang-orang di sekelilingnya.<br />

Menurut mereka <strong>yang</strong> memiliki<br />

hubungan dekat dengan orang-orang<br />

<strong>yang</strong> ber<strong>perilaku</strong> <strong>avoidance</strong> ini mengakui<br />

kesensitifan, susahnya menaruh<br />

kepercayaan <strong>pada</strong> orang lain serta usahausaha<br />

pengelakan <strong>pada</strong> diri mereka.<br />

Pada umumnya cara bicara mereka<br />

sangat pelan dan dengan konsentrasi<br />

<strong>yang</strong> tinggi (Millon dan Everly, 1985).<br />

Pada kasus subjek, setelah <strong>mengalami</strong><br />

berbagai tindak kekerasan baik itu<br />

kekerasan verbal maupun kekerasan fisik,<br />

subjek akan lebih cenderung menjadi<br />

malu bertemu orang lain, subjek<br />

akan bersembunyi sendiri di kamar, dan<br />

subjek lebih memilih untuk sendiri.<br />

Aktivitas interpersonal <strong>pada</strong> individu<br />

<strong>yang</strong> ber<strong>perilaku</strong> <strong>avoidance</strong> akan<br />

berubah dari keengganan menjadi lebih<br />

menarik diri. Individu <strong>yang</strong> <strong>mengalami</strong><br />

<strong>avoidance</strong> dalam berinteraksi dengan<br />

orang lain, akan memilih untuk menjauh<br />

atau mengasingkan diri dari sekitarnya.<br />

Seorang <strong>yang</strong> ber<strong>perilaku</strong> <strong>avoidance</strong><br />

akan merasa sangat tidak nyaman berada<br />

di antara orang-orang lain, kalaupun<br />

ingin berteman dengan orang lain mereka<br />

akan lebih berhati-hati apakah<br />

orang-orang <strong>yang</strong> ada di sekitarnya itu<br />

baik untuk mereka atau apakah mereka<br />

bisa untuk dijadikan teman dekat<br />

(Millon dan Everly, 1985). Pada kasus<br />

subjek, merasa malu untuk bertemu<br />

orang lain dan bermain bersama temantemannya<br />

karena tidak mau diejek,<br />

subjek juga diam ketika bersama orang<br />

lain karena tidak tahu apakah orang itu<br />

baik atau tidak <strong>pada</strong> subjek. Subjek juga<br />

jadi malu dan tidak betah ketika bertemu<br />

dengan orang lain.<br />

Pada umumnya, individu <strong>yang</strong><br />

ber<strong>perilaku</strong> <strong>avoidance</strong> akan memisahkan<br />

diri sebagai orang-orang, merasa malu<br />

dan terasingkan sehingga akhirnya mereka<br />

merasa benar-benar tidak diterima.<br />

Individu tersebut cenderung memiliki<br />

perasaan introspeksi <strong>yang</strong> tinggi dan<br />

sadar diri. Perasaan menyendiri dan<br />

tidak dikenali serta terisolasi, <strong>pada</strong><br />

umumnya pula mereka ketakutan dan<br />

merasa tidak dapat dipercaya dari orangorang<br />

sekitar, dan cenderung jadi tidak<br />

yakin akan identitas dan harga dirinya.<br />

Selain itu juga adanya perasaan kekurangan<br />

penghargaan dirinya secara<br />

keseluruhan dan akan merasa bahwa<br />

dirinya terisolasi, tidak puas, dan kosong<br />

(Millon dan Everly, 1985). Pada kasus<br />

subjek, merasa dan menganggap dirinya<br />

sebagai <strong>anak</strong> nakal sehingga subjek<br />

tidak disukai dan disa<strong>yang</strong> lagi oleh<br />

keluarganya. Subjek juga merasa telah<br />

menjadi seorang penakut dan pemalu.<br />

Ekspresi afektif individu <strong>yang</strong> ber<strong>perilaku</strong><br />

<strong>avoidance</strong> terlihat sangat sedih<br />

sampai menjadi lebih tegang atau gelisah.<br />

Ekspresinya menyampaikan ketidakharmonisan<br />

emosi dan perasaan<br />

kekosongan <strong>yang</strong> biasanya kerena<br />

pengaruh dari <strong>perilaku</strong> menghindar atau<br />

<strong>avoidance</strong> itu sendiri tidak bisa ditampilkan<br />

sepenuhnya. Biasanya individu<br />

lebih melepaskan ekspresinya melalui<br />

fantasi dan imajinasi. Individu <strong>yang</strong><br />

<strong>mengalami</strong> kesedihan <strong>yang</strong> mendalam<br />

akan menemukan dirinya “terdorong”<br />

untuk ditertawakan dan merasakan<br />

penurunan harga diri dari <strong>yang</strong> lainnya<br />

(Millon dan Everly, 1985). Pada kasus<br />

subjek, ia akan merasa tidak betah ketika<br />

harus bersama dengan orang lain bahkan<br />

orangtuanya sekalipun. Subjek juga menambahkan<br />

bahwa merasa gelisah ketika<br />

harus bersama dengan orang lain.<br />

Model kognitif merupakan proses<br />

kognitif dimana pikiran <strong>yang</strong> kacau<br />

balau atau bingung menjadi membingungkan.<br />

Tidak hanya hipersensitif<br />

dan memiliki hubungan <strong>yang</strong> menyimpang<br />

dengan lingkungannya tetapi juga<br />

merasakan ketidakharmonisan emosi.<br />

90<br />

Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!