NL Februari - Al-Azhar Peduli Ummat
NL Februari - Al-Azhar Peduli Ummat
NL Februari - Al-Azhar Peduli Ummat
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Tafsir<br />
Dr. H. Shobahussurur, M.A<br />
Ketua Takmir<br />
Masjid Agung <strong>Al</strong> <strong>Azhar</strong><br />
Masakin, foto oleh: jw<br />
T<br />
Sedekah Sepanjang Hayat<br />
ujuan seorang mukmin dalam berpuasa<br />
adalah mendapatkan derajat taqwa, seperti<br />
yang disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah/2:<br />
183. Derajat taqwa adalah derajat yang tertinggi,<br />
kualitas terbaik yang dapat diraih oleh setiap<br />
muslim.<br />
Derajat itu hanya dapat diraih ketika<br />
seseorang dapat melaksanakan ibadah secara<br />
berkelanjutan, terus menerus, dan konsisten.<br />
Dalam bahasa al-Quran mampu berlaku istiqâmah<br />
dalam setiap tindakan setelah keimanan ditanamkan<br />
di dalam jiwa.<br />
Istiqamah menumbuhkan ketegaran,<br />
keberanian, dan keteguhan. Kepada orang-orang<br />
yang selalu istiqamah <strong>Al</strong>lah akan memberikan<br />
ketegaran hidup, tiada rasa takut, dan balasan<br />
surga.<br />
Disebutkan di dalam al-Quran: “Sesungguhnya<br />
orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah<br />
<strong>Al</strong>lah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak<br />
ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada<br />
(pula) berduka cita”. Q.S. al-Ahqâf/46: 13.<br />
Juga: “Sesungguhnya orangorang<br />
yang mengatakan: “Tuhan<br />
kami ialah <strong>Al</strong>lah”, kemudian<br />
mereka tetap istiqâmah, maka<br />
malaikat akan turun kepada mereka<br />
(dengan mengatakan): “Janganlah<br />
kamu merasa takut dan janganlan<br />
kamu merasa sedih; dan bergembiralah<br />
kamu dengan (memperoleh)<br />
surga yang telah dijanjikan <strong>Al</strong>lah<br />
kepadamu”. Q.S. Fushshilat/41:<br />
30.<br />
Di bulan Ramadhan kita<br />
berpuasa, mengendalikan mulut<br />
dan syahwat kita dari melakukan<br />
aktifitasnya berupa makan,<br />
minum, atau berhubungan seks<br />
dalam beberapa jam setiap hari.<br />
Hal itu dimaksudkan agar nafsu mulut dan nafsu<br />
syahwat menjadi terlatih dalam melaksanakan<br />
kegiatannya dan tidak menurutkan segala kemauan<br />
hawa nafsu.<br />
Mulut yang mungil, lunak, dan tidak<br />
bertulang itu bila menurutkan hawa nafsunya akan<br />
sanggup memakan dan meminum apa saja; yang<br />
lunak atau yang keras, yang kecil atau yang besar,<br />
yang baik atau yang jelek, yang halal atau haram.<br />
Bila mampu berpuasa mengendalikan<br />
keinginan hawa nafsu mulut dan syahwat di bulan<br />
Ramadhan, tentu pengendalian itu tidak dibatasi<br />
dengan berakhirnya Ramadhan. Seharusnya<br />
pengendalian itu tetap dilakukan di luar<br />
Ramadhan.<br />
Yang harus dikendalikan pun bukan<br />
sekadar nafsu mulut dan syahwat, tapi seluruh<br />
nafsu yang ada dalam diri kita: nafsu tangan<br />
untuk mengambil apa saja, nafsu kaki untuk<br />
melangkah ke mana saja dan menendang apa<br />
saja, nafsu mata untuk melihat apa saja, nafsu<br />
telinga, hidung, dan semua anggota tubuh.<br />
Semua nafsu yang secara kodrati melekat<br />
pada diri manusia itu harus juga dipuasakan<br />
agar menjadi nafsu yang terkendali dan tenang.<br />
<strong>Al</strong>-Quran menyebut nafsu tenang terkendali itu<br />
sebagai al-nafs al-muthmainnah (nafsu yang<br />
tenang terkendali). Itulah nafsu pribadi<br />
muttaqin karena sukses dalam melaksanakan<br />
puasa.<br />
Nafsu itulah yang akan dimasukkan dalam<br />
kelompok hamba <strong>Al</strong>lah yang dimuliakan dengan<br />
pahala surga penuh kenikmatan. “Wahai nafsu<br />
yang tenang terkendali, kembalilah kepada Tuhanmu<br />
dengan penuh rela dan diridhai-Nya. Maka<br />
masuklah ke dalam kelompok hamba-hamba-Ku, dan<br />
masuklah ke dalam surga-Ku”. (Q.S. al-Fajr: 27-<br />
30). Kita harus mampu, walaupun Ramadhan<br />
telah berakhir, untuk selalu istiqamah mengendalikan<br />
hawa nafsu.<br />
Demikian pula halnya dengan berbagai<br />
macam amal shaleh yang selalu kita lakukan<br />
sepanjang Ramadhan, mestinya tidak berhenti<br />
dengan berakhirnya Ramadhan.<br />
Sedekah yang kita keluarkan mestinya<br />
tidak berakhir ketika Ramadhan berlalu. Selesai<br />
Ramadhan tidak berarti selesai berbuat baik.<br />
Shalat tidak boleh berhenti, zikir tidak boleh<br />
berhenti, menolong orang, menyantuni anak<br />
yatim, memberi makan fakir miskin,<br />
menyekolahkan anak-anak miskin, mendirikan<br />
sekolah yang rusak, membangun masjid,<br />
pesantren dan lain sebagainya, tidak boleh<br />
berhenti karena Ramadhan telah berakhir.<br />
Pencapaian taqwa justru diwujudkan<br />
dalam amalan nyata pasca Ramadhan dengan<br />
kesediaan beramal saleh kapan saja dan dalam<br />
kondisi suka atau duka (fi al-sarrâ’ wa al-dharrâ’,<br />
Q.S. <strong>Al</strong>i Imrâ/3:134).<br />
Demikian juga kualitas amal justru dinilai<br />
setelah Ramadhan. Bila lebih baik amalnya,<br />
berarti ia lulus trainning Ramadhan. Tapi bila<br />
setelah Ramadhan tidak ada perubahan, apalagi<br />
amal salihnya berkurang, ia gagal.<br />
Mari tetap bersedekah sampai akhir hanyat<br />
nanti. [A]<br />
18<br />
Bukan Halte Terakhir