Metode Al Masyhadi, 30 Jam Kuasai Kitab Kuning - Kliping Berita
Metode Al Masyhadi, 30 Jam Kuasai Kitab Kuning - Kliping Berita
Metode Al Masyhadi, 30 Jam Kuasai Kitab Kuning - Kliping Berita
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
08 Juli 2012<br />
<strong>Metode</strong> <strong>Al</strong> <strong>Masyhadi</strong>, <strong>30</strong> <strong>Jam</strong> <strong>Kuasai</strong> <strong>Kitab</strong><br />
<strong>Kuning</strong><br />
KEMAMPUAN membaca kitab klasik tanpa harakat yang biasa disebut kitab kuning adalah salah<br />
satu kemampuan yang wajib dimiliki oleh para santri usai belajar di pondok pesantren (Ponpes).<br />
Dalam mempelajari kitab kuning tersebut biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk<br />
menguasainya. Namun dengan metode ''<strong>Al</strong> <strong>Masyhadi</strong>'' yang ditemukan oleh KH Abdullah Zain (45),<br />
kemampuan membaca kitab kuning bisa dipelajari hanya dalam tempo <strong>30</strong> jam.<br />
''<strong>Metode</strong> itu saya temukan<br />
Abdullah adalah salah satu putera dari ulama karismatik Pekalongan KH Imron <strong>Masyhadi</strong><br />
(almarhum). Awalnya dia mengaku ingin kuliah di Perguruan Tinggi Umum. ''Saya diiizinkan oleh<br />
Abah (ayah-red) tapi syaratnya harus pintar baca kitab kuning dulu,'' ujarnya.<br />
Pintar baca kuning adalah salah satu indikator bagi mereka yang lulus belajar di ponpes. Dia<br />
kemudian pertama kali belajar di Ponpes <strong>Al</strong> Islah, Mayong, Jepara pimpinan KH Akhsan Sholeh.<br />
''Saat saya tanya di sana, ternyata untuk bisa baca kitab kuning butuh waktu tiga empat tahun,<br />
kalau begitu lama, kapan saya bisa kuliah,'' ujar kiai muda kelahiran Pekalongan, 5 September<br />
1967 itu.<br />
Abdullah yang mengaku senang mempelajari logika bahasa itu kemudian bertekad menemukan<br />
metode cepat baca kitab kuning agar dia bisa cepat kuliah. ''Setelah beberapa bulan mempelajari<br />
logika bahasa atau struktur gramatikal (bahasa-red) kitab kuning akhirnya dia mengning,''<br />
tuturnya.<br />
Intinya dari bahasa kata, adalah struktur dalam sebuah kalimat yaitu subjek, predikat dan objek.<br />
''Saya berhasil menemukan inti dari struktur bahasa kitab kuning dan saya bisa membaca kitab<br />
kuning hanya dalam waktu 150 hari,'' ujarnya.<br />
Belum puas dengan 150 hari yang menurutnya masih lama, dia kemudian kembali menekuni<br />
lembaran kitab klasik dan akhirnya tahun 1987 berhasil memangkas lagi menjadi <strong>30</strong> jam untuk<br />
menguasai kitab kuning. ''<strong>Metode</strong> itu kemudian saya namakan <strong>Al</strong> <strong>Masyhadi</strong>,'' ujarnya.<br />
Setelah berhasil menemukan metode itu, dia pindah ke pesantren <strong>Al</strong> Anwar, Rembang pimpinan<br />
KH Maimun Zubair. Berhasil mempraktikkan metodenya di sana, dia pindah lagi ke Ponpes <strong>Al</strong><br />
Munawir di Krapyak, Yogyakarta pimpinan KH <strong>Al</strong>i Maksum bersamaan dengan diterimanya dia di<br />
Fakultas Hubungan Internasional, Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 1991.<br />
Berkeliling<br />
0 0
Meski awalnya bersikeras ingin kuliah, dalam perjalanannya dia lebih tertarik untuk mendalami<br />
dan menyebarkan metode ''<strong>Al</strong> <strong>Masyhadi</strong>'' dengan maksud agar lebih banyak lagi orang yang bisa<br />
baca kitab kuning.<br />
<strong>Metode</strong> temuannya kata dia, pernah menarik perhatian para akademisi di sebuah universitas<br />
terkenal di Yogyakarta. ''Tanpa setahu saya, metode itu kemudian dijadikan buku dan disebarkan<br />
ke perguruan tinggi Islam dan Ponpes di berbagai pelosok nusantara,'' jelasnya.<br />
Meski awalnya kecewa, Abdullah mengaku tak akan mempersoalkan itu. ''Ada kunci dari metode<br />
itu yang masih tetap saya simpan dan belum diketahui mereka,'' ujarnya.<br />
Kegemarannya untuk menelusuri bahasa juga membuatnya memilih untuk menyempurnakan<br />
metodenya itu dan keliling mempraktikkan metodenya dari satu tempat ke tempat lainnya<br />
dibandingkan mengasuh Ponpes <strong>Al</strong> <strong>Masyhadi</strong>, di Sampangan, Pekalongan, yang juga peninggalan<br />
ayahnya. (Muhammad Burhan-90)