10.07.2015 Views

Perkawinan Antar Anggota Keluarga _Studi Kasus Di ... - idb4

Perkawinan Antar Anggota Keluarga _Studi Kasus Di ... - idb4

Perkawinan Antar Anggota Keluarga _Studi Kasus Di ... - idb4

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Perkawinan</strong> <strong>Antar</strong> <strong>Anggota</strong> <strong>Keluarga</strong> (<strong>Studi</strong> <strong>Kasus</strong> <strong>Di</strong>Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus)Skripsi<strong>Di</strong>susun Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat GunaMemperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1) dalam Ilmu Syari'ahOleh:Azza Nur Laila2101031JURUSAN AHWAL AL-SYAHSIYAHFAKULTAS SYARI'AHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGOSEMARANG2007


PERSETUJUAN PEMBIMBINGLamp. : 4 (empat) eks.Hal : Naskah SkripsiAn. Sdr. Azza Nur LailaNIM: 2101031Assalamu’alaikum Wr. WbSetelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama inisaya kirim naskah skripsi Saudara:Nama: Azza Nur LailaNomor Induk : 2101031Judul: <strong>Perkawinan</strong> <strong>Antar</strong> <strong>Anggota</strong> <strong>Keluarga</strong>(<strong>Studi</strong> <strong>Kasus</strong> <strong>Di</strong> Kecamatan Kaliwungu KabupatenKudus)Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segeradimunaqasahkan.Demikian harap menjadi maklum.Wassalamu’alaikum Wr. WbPembimbing IPembimbing IIAchmad Arif budiman M.AgAhmad Izzuddin, M.AgNIP. 150 274 615 NIP. 150 290 920ii


MOTTOومن آياته أ َن ْ خل َق ل َك ُم من أ َنف ُسِك ُم أ َزواجا ً ل ِّتسك ُنوا إ ِل َيها وجعل َ بينك ُم مود ًةورحمة ً إ ِن َّ في ذ َلك ل َآيات ل ِّق َوم ٍ يتف َك َّرو َنDan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah <strong>Di</strong>a menciptakan untukmu isteri-isteri darijenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNyadiantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapattanda-tanda bagi orang yang berfikir. (Qs. Ar-Rum : 21)iv


DeklarasiDengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakanbahwaskripsi ini tidak berisi materi yangtelah pernah ditulis oleh orang lainatau diterbitkan. Demikian jugaskripsi ini tidak berisi satu punpikiran-pikiran orang lain, kecualiinformasi yang terdapat dalamreferensi yang dijadikan bahanrujukan.Semarang, 10 Oktober 2006Deklarator,Azza Nur Lailav


KATA PENGANTARAssalamu’alaikum Wr. WbAlhamdulillah wa syukurillah, senantiasa kami panjatkan ke hadirat GustiRabbul Izzati, Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepadasemua hamba-Nya, sehingga sampai saat ini kita masih mendapat ketetapan imandan Islam.Sholawat dan salam semoga tetap tercurah ke pangkuan baginda NabiAgung Muhammad SAW pembawa rahmat bagi makhluk sekalian alam, keluarga,sahabat dan para tabi’in serta kepada kita umatnya, semoga kita mendapatpertolongan (syafa’at al’udzma) di hari akhir (kiamat) nanti. Amien.Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “PERKAWINAN ANTARANGGOTA KELUARGA (<strong>Studi</strong> <strong>Kasus</strong> <strong>Di</strong> Kecamatan Kaliwungu KabupatenKudus)” tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itupenulis mengucapkan terima kasih kepada:1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M.A., selaku Rektor IAIN WalisongoSemarang.2. Bapak. H. Muhyiddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAINWalisongo Semarang.3. Bapak A. Arif Budiman selaku pembimbing I dan Bpk Ahmad Izzuddin M.Agselaku pembimbing II.4. Bapak Drs. Eman Sulaeman, M. Hum., selaku ketua jurusan Al-AkhwalusSyakhsiyah.5. Segenap Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Kaliwungu KabupatenKudus yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan informasidan pendapatnya.6. Bapak puji eling susilohadi, S. Sos. Selaku Camat Kaliwungu, Bapak EkoTachwoyo, SH. MM selaku Kepala Seksi Pemerintahan yang telah banyakvi


membantu penulis dalam memperoleh informasi di Kecamatan KaliwunguKabupaten Kudus.7. Ayah dan Ibu, yang dengan segala ketabahan dan kesabarannya memberikanpendidikan pada penulis dengan segala pengorbanan baik materiil maupunimmaterial demi kesuksesan penulis tentunya.Semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasanyang lebih dari yang mereka berikan.Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh darikesempurnaan baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya, sehingga kritik dansaran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kitasemua. Amin Ya Robbal Alamin.Semarang, 10 Oktober 2006PenulisAzza Nur Laila2 1 0 1 0 3 1vii


PERSEMBAHANDengan segala kerendahan dan kebanggaan hatiKupersembahkan dan kuhadiahkan skripsi ini kepada orang-orang yang telah memberiarti dalam perjalanan hidupku:- Fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberi banyakpelajaran dan ilmu.- Ayah dan Ibuku tercinta (Bapak Ahmad Musyafa’ dan Ibu Istiqomah) yang telahmendidik dan membesarkan aku dengan ikhlas,sabar,dan kasih sayang yang tiadadapat aku membalasnya kecuali dengan baktiku padamu .dan selalumengutamakan kepentingan dan kebutuhan anaknya daripada kepentingansendiri.dari beliau aku tau akan arti kehidupan,dari beliau pula aku selalumendapatkan semangat dan jiwa agar tidak mudah putus asa dan pantangmenyerah dalam kehidupan maupun dalam menggapai cita-cita.Semua takkankami balas selama hidup kami,kecuali do’a yang selalu terucap dalambibirku”Ampunilah semua dosa mereka berdua,terimalah semua amalbaiknya,berilah umur panjang agar selalu dijalanmMU,rizki yang halal danbarokah serta lindungilah mereka selalu didunia dan akhirat.Amin.- Adikku tercinta, Izzudin dan Nailus Sa’adah yang selalu memberi aku motifasidan semangat untuk keberhasilanku dalam menggapai cita-cita dan juga kasihsayang yang takkan kulupa walau mungkin kadang kita bertangkar karena bedapendapat menunjukkan bahwa Dunia memang penuh warna,, Semoga kamu selaludalam lindungan Allah dan bahagia dunia akhirat,tercapai apg yang kamu citacitakan.Dan tak lupa adik sekaligus keponakan kecilku yang selalu mengisi hariharikudirumah dengan tangisan dan tawamu (Nadine Asfia Mardatillah )Semoga kamu selalu panjang umur, dilindungi Allah,tambah pintar.- Tak lupa keluarga pak De Mat di Kudus, keponakan-keponakanku yang akusayangi,Om Adi sekeluarga yang telah menjadi orang tuaku selama diSemarang,dan keluarga besarku diPati yang tak bisa aku sebutkan satu persatu.- Yang telah memberi aku motifasi dan semangat, inspirasi, temanku saat suka danduka i-one, mbak idha semua keluarga di Kudus,terimakasih banyak telah adadalam hari-hariku.- <strong>Keluarga</strong> besar UKM Musik dan PSM Walisongo, Indonesian Moslem Choir,Samsul, Tomy, mbak Mala, Kek Jarot sekalian,Mas Ipank, Kek Dul sek, CakIwan Buana fr, PSM Jogja, Jakarta, cah-cah angkatan 2001, Kos ilham bintangdan kawan-kawanku yang tak bisa aku sebutkan satu persatu,tank’S UNTUKMOTIFASI,PENGALAMAN DAN SEMANGATNYA,Tanpamu hidup takkanindah Ini adalah sebagian perjuangan dan cita-cita.Dan pada akhirnya ……Kupersembahkan karya sederhana ini Untuk segala ketulusan kalian semuaSemoga apa yang telah menjadi harapan kan jadi kenyataanAmien ……viii


DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ......................................................................................... iHALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iiPERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................... iiiHALAMAN MOTTO ........................................................................................ ivHALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vDEKLARASI ..................................................................................................... viKATA PENGANTAR ....................................................................................... viiDAFTAR ISI...................................................................................................... ixBAB I: PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah............................................................. 1B. Rumusan Permasalahan ............................................................. 7C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 7D. Telaah Pustaka ........................................................................... 8E. Metode Penelitian ...................................................................... 12F. Sistematika Penulisan ................................................................ 15BAB II : PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT DAN HUKUMISLAMA. <strong>Perkawinan</strong> menurut hukum adat1. Pengertian perkawinan adat ................................................ 172. Syarat perkawinan adat ........................................................ 213. Bentuk-bentuk perkawinan adat .......................................... 224. Perempuan yang boleh dinikahi menurut adat..................... 285. Macam-macam sistem perkawinan adat .............................. 29B. <strong>Perkawinan</strong> menurut hukum Islam1. Pengertian perkawinan menurut Islam ................................ 302. Dasar hukum perkawinan .................................................... 373. Syarat dan rukun perkawinan............................................... 424. Perempuan yang boleh dinikahi menurut Islam................... 44ix


BAB III : PERKAWINAN ANTAR ANGGOTA KELUARGA DIKECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KUDUSA. Latar geografis Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus...... 50B. Latar sosial, ekonomi budaya dan keagamaan KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus .................................................. 51C. Praktek perkawinan antar anggota keluarga di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus .................................................. 57BAB IV : ANALISIS PRAKTEK PERKAWINAN ANTAR ANGGOTAKELUARGA DI KECAMATAN KALIWUNGUKABUPATEN KUDUSA. Analisis praktek perkawinan antar anggota keluarga diKecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus .............................. 65B. Kajian hukum Islam tentang praktek perkawinan antaranggota keluarga di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus 68BAB V : PENUTUPA. Kesimpulan ............................................................................. 79B. Saran ........................................................................................ 80C. Penutup .................................................................................... 81x


BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang PermasalahanPernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin.Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: “<strong>Perkawinan</strong>ialah ikatan lahir batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suamiisteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dankekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.” 1Sedang dalam KompilasiHukum Islam “perkawinan yang sah menurut hukum Islam merupakanpernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaatiperintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.” 2Dari pengertian di atas, pernikahan memiliki tujuan membentukkeluarga yang bahagia dan kekal. Sehingga baik suami maupun isteri harussaling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannyamembantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. 3 Hal ini sejalandengan firman Allah:ومن آياته أ َن ْ خل َق ل َك ُم من أ َنف ُسِك ُم أ َزواجا ً ل ِّتسك ُنوا إ ِل َيها وجعل َ بينك ُم مود ًةورحمة ً إ ِن َّ في ذ َلك ل َآيات ل ِّق َوم ٍ يتف َك َّرو َن1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1.2 Departemen Agama RI, Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islamdi Indonesia, <strong>Di</strong>rektorat Pembinaan Badan Peradilan Agama <strong>Di</strong>rektorat Jenderal PembinaanKelembagaan Agama Islam, 2000, hlm. 14.3 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet, I,1995, hlm. 56.1


Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah <strong>Di</strong>a menciptakanuntukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung danmerasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasihsayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapattanda-tanda bagi orang kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam Islam perkawinandimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan seksual seseorang secara halal sertauntuk melangsungkan keturunannya dalam suasana saling mencintai(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) antara suami isteri. Jadi, padadasarnya perkawinan merupakan cara penghalalan terhadap hubungan antarkedua lawan jenis, yang semula diharamkan, seperti memegang, memeluk,mencium dan hubungan intim. <strong>Perkawinan</strong> juga merupakan cara untukmelangsungkan kehidupan umat manusia di muka bumi, karena tanpa adanyaregenerasi, populasi manusia di bumi ini akan punah. Dan perkawinanmemiliki dimensi psikologis yang sangat dalam, karena dengan perkawinanini kedua insan, suami dan isteri, yang semula merupakan orang lain kemudianmenjadi satu. Mereka saling memiliki, saling menjaga, saling membutuhkan,dan tentu saja saling mencintai dan saling menyayangi, sehingga terwujudkeluarga yang harmonis (sakinah). 4Begitu jelas Islam menjelaskan tentang hakekat dan arti pentingperkawinan, bahkan dalam beberapa undang-undang masalah perkawinandiatur secara khusus. Seperti, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentangperkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975dan lain-lain.4 Masykuri Abdillah, “<strong>Di</strong>storsi Sakralitas <strong>Perkawinan</strong> Pada Masa Kini”, dalam MimbarHukum No. 36 Tahun IX 1998, hlm. 74.2


Dalam hukum perkawinan Islam dikenal sebuah asas yang disebutselektivitas. Artinya bahwa, seseorang ketika hendak melangsungkanpernikahan terlebih dahulu harus menyeleksi dengan siapa ia boleh menikahdan dengan siapa ia terlarang untuk menikah. 5 Hal ini untuk menjaga agarpernikahan yang dilangsungkan tidak melanggar aturan-aturan yang ada.Terutama bila perempuan yang hendak dinikah ternyata terlarang untukdinikahi, yang dalam Islam dikenal dengan istilah mahram (orang yang haramdinikahi).Dalam hal larangan perkawinan, al-Qur’an memberikan aturan yangtegas dan terperinci. Dalam surat an-Nisa ayat 22-23 Allah SWT dengan tegasmenjelaskan siapa saja perempuan yang haram untuk dinikahi. Perempuan ituadalah Ibu tiri, Ibu Kandung, Anak Kandung, Saudara Kandung, seayah atauseibu, bibi dari ayah, bibi dari ibu, keponakan dari saudara laki-laki,keponakan dari saudara perempuan, ibu yang menyusui, saudara sesusuan,mertua, anak tiri dari isteri yang sudah diajak berhubungan intim, menantu,ipar (untuk dimadu) dan perempuan yang bersuami. 6Berdasarkan ayat ini, dapat dipahami bahwa ada tiga kategoriperempuan yang haram untuk dinikahi. Pertama, karena ada hubungan darah(pertalian nasab), baik hubungan nasab (keturunan) maupun karena hubunganpersusuan. Kedua, karena ada hubungan pernikahan, baik yang dilakukan oleh5 Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (<strong>Studi</strong> Kritis Perkembangan HukumIslam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI), Jakarta: Prenada Media, cet. II, 2004, hlm. 144.6 Badriyah Fayumi, “Incest dan Perlindungan Perempuan”, dalam Swara Rahima, No. 8Tahun III Agustus 2003, hlm. 15. Lihat juga, Muhammad Bagiq al-Habsyi, Fiqh Praktis Menurutal-Qur’an, as-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama (Buku Kedua), Bandung: Mizan Media Utama,cet. I, 2002, hlm. 12-13.3


ayah, diri sendiri atau anak. Dan ketiga, karena status perempuan yang sudahmenikah. 7 Sementara dalam kompilasi hukum Islam, masalah laranganperkawinan diatur dalam pasal 39-44.Pasal 39 menyebutkan bahwa:“<strong>Di</strong>larang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorangwanita disebabkan:1. Karena pertalian nasab:a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannyaatau keturunannya.b. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu.c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.2. Karena pertalian kerabat semenda:a. Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya.b. Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya.c. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas istrinya, kecualiputusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qabla aldukhul.d. Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.3. Karena pertalian sesusuan:a. Dengan wanita yang sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus keatas;b. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis luruske bawah;c. Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan kebawah;d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;e. Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.Tampaknya berkenaan dengan larangan perkawinan, baik yangtermuat dalam fiqh, undang-undang maupun kompilasi hukum Islam, tidakmenunjukkan adanya pergeseran konseptual dari fiqh, undang-undang maupunKHI. Hal ini disebabkan karena masalah perkawinan ini adalah masalahnormatif yang bisa dikatakan sebagai sesuatu yang taken for granted.7 Ibid.4


<strong>Di</strong> dalam hukum adat dikenal juga adanya larangan perkawinan,bahkan lebih spesifik dari apa yang diatur oleh agama dan perundangundangan.Bila calon jodoh (isteri) berasal dari kelompok saudara ipar, orangJawa menyebutnya dengan istilah kerambil sejanjang. Menurut anggapan,perkawinan bentuk ini merupakan pantangan atau larangan. Apabilapantangan itu dilanggar akan mengakibatkan salah satu diantara merekameninggal. <strong>Perkawinan</strong> antar saudara kandung juga dilarang. Bahkan bilacalon jodoh itu tidak sesuai dengan hari kelahirannya, orang Jawamenyebutnya dengan istilah neptune ora cocok, ini juga dilarang. Selain ituapabila calon isteri adalah anak saudara laki-laki ayah. Orang Jawamenyebutnya dengan istilah sedulur pancer wali atau pancer lanang.<strong>Perkawinan</strong> jenis ini harus dihindari. 8Dalam adat masyarakat Batak, yang bersifat patrilineal dan bersendi“dalihan natolu (tungku tiga) berlaku larangan perkawinan semarga, pria danwanita dari satu keturunan (marga) yang sama dilarang melangsungkanperkawinan. Jika pria Batak akan kawin harus mencari wanita lain dari margayang lain pula, begitu juga wanitanya. Sifat perkawinan demikian disebutasymetris comnubium di mana ada marga pemberi bibit wanita (marga hulahula),ada marga dengan sabutuha (marga sendiri yang satu turunan) dan adamarga penerima wanita (marga boru). <strong>Antar</strong>a ketiga tungku marga ini tidakboleh melakukan perkawinan tukar menukar (ambil beri). 98 Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 156.9 Amiur Nuruddin, op. cit., hlm. 144-145.5


Sementara di dalam masyarakat Minang, berlaku eksogami suku danendogamy kampung. Ini berarti bahwa orang yang sesuku di dalam satu negaritidak boleh kawin, demikian pula orang yang sekampung tidak dapat kawin didalam kampung sendiri, walaupun sukunya berlainan. <strong>Perkawinan</strong> sesukudianggap tidak baik karena itu berarti kawin seketurunan dan merupakankejahatan daerah atau incest. 10Dalam masyarakat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus,terdapat suatu perkawinan antar anggota keluarga. <strong>Perkawinan</strong> antaranggota keluarga terjadi, berdasarkan keterangan sementara darimasyarakat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus, adalah karena alasanharta, dan ijbar atau perjodohan. Mereka takut apabila kawin dengan oranglain (tidak satu nasab), harta mereka akan dikuasai oleh orang lain.Mengenai alasan ijbar, mereka berpendapat untuk mempererat talisilaturrahmi dan melanggengkan keturunan (biasanya keturunan priyayiatau bangsawan).Fenomena tersebut menarik perhatian penulis, untuk meneliti lebihjauh. Karena baik dalam hukum Islam, undang-undang maupun KompilasiHukum Islam, perkawinan bentuk ini tidak diatur secara detail. <strong>Di</strong> dalam adatmasyarakat Jawa, perkawinan antar anggota keluarga disebut perkawinancorss causin atau perkawinan antara anak saudara sekandung laki-laki dengananak saudara sekandung perempuan. 11 <strong>Perkawinan</strong> cross causin menunjukkanadanya prinsip keturunan yang disebut bilineal, yang menghitungkan10 Ibid.11 Purwadi, op. cit., hlm. 156.6


kekerabatan melalui orang laki-laki saja untuk sejumlah hak kewajibantertentu dan melalui garis wanita untuk sejumlah hak dan kewajiban yang lain.Fenomena perkawinan antar anggota keluarga, sebenarnya banyakterjadi di masyarakat, karena mereka menganggap dari pada menikah denganorang lain, yang berbeda marga/keturunan, lebih baik dengan keluarga sendiri.Berkaitan dengan hal tersebut, penulis merasa ada yang perlu dikaji lebihmendalam tentang perkawinan bentuk ini terutama dari perspektif adat.Karena ada sebagian yang menyatakan bahwa perkawinan ini boleh dilakukan,ada juga yang mengatakan tidak boleh dilakukan. Dalam penelitian ini penulismemberi judul: “<strong>Perkawinan</strong> <strong>Antar</strong> <strong>Anggota</strong> <strong>Keluarga</strong> (<strong>Studi</strong> <strong>Kasus</strong> diKecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus).”B. Rumusan MasalahDari latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang akandibahas dalam skripsi ini antara lain:1. Bagaimana praktek perkawinan antar anggota keluarga di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus?2. Bagaimana kajian Hukum Islam tentang praktek perkawinan antar anggotakeluarga yang terjadi di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus?C. Tujuan PenelitianAdapun tujuan dalam penelitian ini adalah:7


1. Untuk mengetahui praktek terjadinya perkawinan antar anggota keluarga diKecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.2. Untuk mengetahui bagaimana kajian Hukum Islam tentang praktekperkawinan antar anggota keluarga yang terjadi di Kecamatan KaliwunguKabupaten Kudus.D. Telaah PustakaPenelitian tentang prinsip perkawinan antar anggota keluarga belumbanyak dilakukan. Penelitian tentang perkawinan yang penulis temukanadalah:Musriyanto, dalam skripsinya meneliti tentang “Analisis HukumIslam terhadap Pelaksanaan Nikah di Bulan Muharram Menurut Adat Jawa(<strong>Studi</strong> di Desa Banbagkerep Kecamatan Ngaliyan)”. Dalam skripsi inimenjelaskan tentang kebolehan melaksanakan perkawinan pada bulanMuharram. Hal ini menjawab mitos masyarakat bahwa melaksanakanperkawinan pada bulan Muharram akan mengakibatkan celaka, dan setelahdilakukan penelitian ternyata tidak terbukti. 12Skripsi Widyawati Khoiriyah yang berjudul “Kontribusi Hukum<strong>Perkawinan</strong> Islam dalam Hukum <strong>Perkawinan</strong> Nasional” membahas tentangtransformasi nilai-nilai Islam yang aplikatif di Indonesia berlangsung melaluisosialisasi dan perkembangan nilai-nilai Islam. Pelembagaan ini menunjukkanbahwa nilai dan fitrah umat Islam dalam bidang keluarga dengan kewajiban12 Musriyanto, Analisis Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Nikah di Bulan MuharramMenurut Adat Jawa (<strong>Studi</strong> di Desa Banbagkerep Kecamatan Ngaliyan), Skripsi Fakultas Syari’ah,IAIN Walisongo Semarang, Tahun 2004.8


ertakhkim kepada syari’at Islam secara sosiologis dan cultural tidak pernahraib dan selalu hadir dalam kehidupan umat dan dalam sistem politikmanapun. 13Dalam skripsi ini juga dijelaskan bagaimana Undang-Undang<strong>Perkawinan</strong> diwujudkan, terutama dalam kaitannya dengan Hukum<strong>Perkawinan</strong> Nasional. Karena Undang-Undang <strong>Perkawinan</strong> merupakan wujudhukum baru, yang menambah khazanah Hukum Islam ke dalam Hukum<strong>Perkawinan</strong> Nasional.Siti Munawaroh, mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN WalisongoSemarang dalam skripsinya membahas tentang “Analisis terhadap NikahMassal bagi Masyarakat Kumpul Kebo (<strong>Studi</strong> di KUA Semarang Utara).Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya praktekkumpul kebo. Dari penelusuran Munawaroh, ada 4 faktor yang menyebabkanterjadinya kumpul kebo, yaitu: (1) Ekonomi, cukup untuk memenuhi hidupsehari-hari saja; (2) Buta hukum, masyarakat tidak mengenal Undang-Undang<strong>Perkawinan</strong>; (3) Perasaan terlanjur cinta yang mengakibatkan perempuanhamil lebih dahulu sebelum melangsungkan akad nikah; (4) Faktorlingkungan, yaitu terdapatnya prostitusi. 14Menurut Siti, nikah massal yang terjadi di Semarang Utara sangatdiperlukan, karena kumpul kebo adalah perbuatan yang diharamkan olehIslam. Dengan demikian, nikah yang sah akan memperbaiki status sosial13 Widyawati, Kontribusi Hukum <strong>Perkawinan</strong> Islam dalam Hukum <strong>Perkawinan</strong> Nasional,Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, tahun 2000.14 Siti Munawaroh, Analisis Terhadap Nikah Massal bagi Masyarakat Kumpul Kebo (<strong>Studi</strong>di KUA Semarang Utara), Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, tahun 2002.9


mereka dalam masyarakat dan perubahan status mereka melalui nikah massalmenjadikan mereka sebagai warga negara yang utuh. Dari segi hukum, nikahmassal wajib dilaksanakan oleh pemerintah bagi masyarakat yang rata-ratatidak mengetahui hukum dan undang-undang yang harus mentaati sebabbertujuan untuk kemaslahatan ummat. 15Karya ilmiah lain yang membahas tentang perkawinan adalah skripsiEndang Suprapti dengan judul “Kafa’ah dalam <strong>Perkawinan</strong> Pada MasyarakatKeturunan Arab Sayyid di Kampung Geni Kelurahan Dadapsari kecamatanSemarang Utara (Tinjauan Sosial Hukum Islam). Skripsi ini membahastentang perkawinan yang terjadi antara Sayyid dengan calon mempelaiperempuan. 16Dalam literatur-literatur fiqh klasik hampir seluruhnya membahastentang konsep mahram atau wanita yang haram untuk dinikahi. <strong>Di</strong> antaranya:Imam Syafi’i dalam karyanya al-Umm, Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya,Muhammad Jawad Mughniyah dalam Fiqh Lima Madzhab, Ibnu Rusyd dalamBidayatul Mujtahid dan masih banyak lagi karya-karya fiqh lain yangmembahas tentang larangan pernikahan.Selain literatur-literatur di atas, ada beberapa karya tentang laranganperkawinan di antaranya: Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf dalamkaryanya al-Tanbih fii Fiqhi asy-Syafi’i, Syeikh Mahmud Syaltut dalam al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, al-Fatawa, Imam al-Ghazali dalam karyanya15 Ibid.16 Endang Suprapti,10


Adab an-Nikah, Ahmad Rofiq dalam bukunya Hukum Islam di Indonesia, jugamembahas tentang larangan dalam pernikahan.Dalam bentuk undang-undang aturan-aturan tentang laranganperkawinan juga diatur. <strong>Di</strong> antaranya adalah Kompilasi Hukum Islam,Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kitab Undang-undangHukumPerdata.Dari semua karya yang telah disebutkan di atas, pembahasan tentanglarangan pernikahan (konsep mahram), bersumber dari al-Qur’an surat an-Nisa ayat 22-23 yang menjelaskan tentang siapa saja perempuan yang haramuntuk dinikahi, yaitu Ibu tiri, Ibu Kandung, Anak Kandung, Saudara Kandung,seayah atau seibu, bibi dari ayah, bibi dari ibu, keponakan dari saudara lakilaki,keponakan dari saudara perempuan, ibu yang menyusui, saudarasesusuan, mertua, anak tiri dari isteri yang sudah diajak berhubungan intim,menantu, ipar (untuk dimadu) dan perempuan yang bersuami.Tampaknya dari semua pembahasan tentang larangan perkawinanyang termuat di dalam fiqh, undang-undang maupun Kompilasi Hukum Islam,tidak menunjukkan adanya pergeseran konseptual dari fiqh, undang-undangperkawinan dan KHI. Hal ini disebabkan karena masalah larangan perkawinanini adalah masalah normatif yang bisa dikatakan sebagai sesuatu yang takenfor granted.Prinsip <strong>Perkawinan</strong> antar anggota keluarga yang terjadi dimasyarakat, ternyata tidak mendapat perhatian khusus dalam hukum Islam,11


maupun undang-undang, seperti perkawinan yang terjadi di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus.Dengan demikian, penelitian yang penulis lakukan ini belum pernahdilakukan, sehingga memerlukan kajian yang lebih komprehensif untuk dapatmengetahui bagaimana hukum Islam memandang perkawinan antar anggotakeluarga yang terjadi di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus danbagaimana prakteknya.E. Metode PenelitianPenelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (fieldresearch). Oleh karena itu, data-data yang dikumpulkan berasal dari datalapangan sebagai obyek penelitian. Untuk memperoleh validitas data, makateknik pengumpulan data yang relevan menjadi satu hal yang sangat penting.Dalam penelitian hukum, penelitian ini termasuk dalam penelitianhukum sosiologis atau studi law in action. Karena mempelajari dan menelitihubungan timbal balik antara hukum dengan lembaga-lembaga sosial yanglain, studi terhadap hukum sebagai law in action merupakan studi ilmu sosialyang non-doktrinal dan bersifat empiris.1. Metode Pengumpulan DataPengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari masyarakatKecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus. Adapun metode pengumpulandata yang penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode inipenulis gunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikanmetode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan12


ganda, kedua, metode ini menyajikan langsung hakikat hubungan antarapeneliti dan responden. ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapatmenyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama danterhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 17Dalam metode ini, penulismenggunakan beberapa metode, antara lain:a. Metode Observasi atau pengamatanMerupakan kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objekdengan menggunakan seluruh alat indra. 18Observasi yang penulislakukan adalah jenis observasi sistematis. Artinya penulis mengamatiobjek penelitian dengan menggunakan instrumen. Pengamatandilakukan dengan mengamati atau mencermati perilaku masyarakatKecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.b. Metode WawancaraWawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanyalangsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatuproses interaksi dan komunikasi. 19 Sedangkan jenis wawancara yangpenulis gunakan adalah wawancara terarah dan terfokus. Wawancaradilakukan kepada masyarakat yang melakukan perkawinan antaranggota keluarga dan tokoh masyarakat di Kecamatan KaliwunguKabupaten Kudus.17 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya, 2002, hlm. 5.18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,Yogyakarta: Rineka Cipta, cet. XI, 1998, hlm. 146.19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: GhaliaIndonesia, cet.V, 1994, hlm. 57.13


2. Sumber DataSumber data dalam penelitian berasal dari sumber data primer dansumber data sekunder. Sumber data primer berasal dari observasi langsungdi lapangan, yaitu di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus danwawancara dengan masyarakat yang melakukan perkawinan antar anggotakeluarga, serta tokoh masyarakat setempat yang berada di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus. Sedangkan sumber sekunder diperoleh daristudi kepustakaan atau dokumentasi tentang hal-hal yang relevan denganpenelitian yaitu, yang berhubungan dengan perkawinan antar anggotakeluarga.3. Metode Analisis DataSetelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisisdata. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa data kualitatif,dengan metode deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang bertujuan untukmenggambarkan keadaan atau fenomena melalui sudut pandang sosial. 20Dalam hal ini penulis ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan denganperkawinan antar anggota keluarga, bagaimana masyarakat KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus memandang hal tersebut.Dalam mendeskripsikan data-data yang telah diperoleh, penulismenggunakan pola berfikir induktif, yaitu berangkat dari premis-premisminor atau fakta - fakta khusus/empiris, kemudian fakta - fakta khusus20 Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 245.14


tersebut digeneralisasikan ke dalam premis umum ataudituangkan dalam sebuah teori baru. Dalam studi sosial, hukum tidakdikonsepsikan sebagai suatu gejala normatif yang mandiri (otonom), tetapisebagai suatu institusi sosial yang dikaitkan secara riil dengan variabelvariabelsosial yang lain.Hukum yang secara empiris merupakan gejala masyarakat, di satupihak dapat dipelajari sebagai suatu variabel penyebab yang menimbulkanakibat-akibat pada berbagai segi kehidupan sosial. Dalam hal ini, penulismengamati fenomena perkawinan antar anggota keluarga, yang terjadipada masyarakat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.F. Sistematika Penulisan SkripsiDalam penulisan skripsi akan disusun dalam lima bab. Tiap-tiap babterdiri atas beberapa sub-bab sesuai dengan keperluan kajian yang akanpenulis lakukan.Bab Pertama : Menjelaskan latar belakang permasalahan, rumusanpermasalahan. Sebagai landasan untuk menemukan faktor perkawinan antaranggota keluarga. Dalam bab ini juga terdapat tujuan penelitian, telah pustaka,metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi, sehingga penulisan karyailmiah ini dalam kajian hukum Islam akan diketahui secara jelas.Bab Dua : Membahas perkawinan menurut hukum adat dan hukumIslam, yang meliputi pengertian perkawinan, dasar hukum perkawinan, syaratdan rukun perkawinan, macam-macam sistem perkawinan,kriteria perempuanyang boleh dinikahi.15


Bab Tiga : Mengungkap tentang perkawinan antar anggota keluargadi Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus. Dalam bab ini juga dibahas latargeografis atau monografi Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus, latarsosial budaya dan keagamaan masyarakat Kecamatan Kaliwungu KabupatenKudus. Dan untuk memperjelas pokok bahasan dalam penelitian ini dibahastentang perkawinan antar anggota keluarga yang terjadi di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus.Bab Empat : Merupakan kajian analisis atau jawaban dari rumusanpermasalahan dalam penelitian ini. <strong>Di</strong> dalamnya menganalisis tentang latarsosial, budaya dan keagamaan masyarakat Kecamatan Kaliwungu KabupatenKudus, dan yang menjadi pokok pembahasan yaitu analisis perkawinan antaranggota keluarga di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.Bab Lima : Adalah bagian terakhir dari skripsi ini yang berisikesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dan diperbincangkan dalamkeseluruhan penelitian. Dalam bab ini juga berisi tentang saran-saran danpenutup.BAB IIPERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAMA. <strong>Perkawinan</strong> Menurut Hukum Adat1. Pengertian <strong>Perkawinan</strong> Adat<strong>Perkawinan</strong> merupakan salah satu peristiwa yang sangat pentingdalam kehidupan masyarakat kita. Sebab perkawinan itu tidak hanya16


menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tuakedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga merekamasing-masing.Dalam hukum Adat perkawinan itu bukan hanya merupakanperistiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi perkawinanjuga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta sepenuhnya mendapatperhatian dan diikuti oleh arwah-arwah para leluhur kedua belah pihak.Dengan demikian, perkawinan menurut hukum Adat merupakan suatuhubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan, yang membawahubungan lebih luas, yaitu antara kelompok kerabat laki-laki danperempuan, bahkan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yanglain. Hubungan yang terjadi ini ditentukan dan diawasi oleh sistem normanormayang berlaku di dalam masyarakat itu. 21<strong>Perkawinan</strong> ideal ialah suatu bentuk perkawinan yang terjadi dandikehendaki oleh masyarakat. Suatu bentuk perkawinan yang terjadiberdasarkan suatu pertimbangan tertentu, tidak menyimpang dariketentuan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakatsetempat. 22A. Van Gennep, seorang ahli sosiologi Perancis menamakansemua upacara-upacara perkawinan itu sebagai “rites de passage”(upacara-upacara peralihan). Upacara-upacara peralihan yang21 Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 154.22 Ibid, hlm. 155.17


melambangkan peralihan atau perubahan status dari mempelai berdua;yang asalnya hidup terpisah, setelah melaksanakan upacara perkawinanmenjadi hidup bersatu dalam suatu kehidupan bersama sebagai suamiisteri. Semula mereka merupakan warga keluarga orang tua merekamasing-masing, setelah perkawinan mereka berdua merupakan keluargasendiri, suatu keluarga baru yang berdiri sendiri dan mereka pimpinsendiri. 23 Hubungan mereka setelah menjadi suami isteri bukanlahmerupakan suatu hubungan perikatan yang berdasarkan perjanjian ataukontrak, tetapi merupakan suatu paguyuban atau organisasi. 24 Paguyubanhidup yang menjadi pokok ajang hidup suami-isteri selanjutnya besertaanak-anaknya. Paguyuban hidup tersebut lazimnya disebut somah (istilahJawa yang artinya keluarga) dan dalam somah itu hubungan antara suamidan isteri itu adalah sedemikian rupa rapatnya, sehingga dalam pandanganorang Jawa mereka berdua itu merupakan ketunggalan. 25<strong>Perkawinan</strong> merupakan sesuatu yang sakral, agung, danmonumental bagi setiap pasangan hidup. Karena itu, perkawinan bukanhanya sekedar mengikuti agama dan meneruskan naluri para leluhur untukmembentuk sebuah keluarga. Ikatan hubungan yang sah antara pria danwanita, namun juga memiliki arti yang sangat mendalam dan luas bagi23 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta: Gunung Agung,cet. VII, 1984, hlm. 123.24 Paguyuban atau organisasi yang dimaksud di sini adalah organisasi kecil yang dipimpinoleh suami atau ayah sebagai kepala keluarga.25 Soerojo Wignjodipoero, op. cit., hlm. 124.18


kehidupan manusia dalam menuju bahtera kehidupan seperti yang dicitacitakannya.<strong>Perkawinan</strong> biasanya diartikan sebagai ikatan lahir batin antarapria dan wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk suatukeluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Daripasangan demi pasangan itulah selanjutnya terlahir bayi-bayi pelanjutketurunan yang pada akhirnya mengisi dan mengubah warna kehidupan didunia ini. Oleh karena itu, bagi masyarakat Jawa khususnya, maknasebuah perkawinan menjadi sangat penting. Selain harus jelas bibit, bebet,dan bobot bagi si calon pasangan, berbagai perhitungan ritual lain haruspula diperhitungkan agar perkawinan itu bisa lestari, bahagia dandimurahkan rejekinya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan pada akhirnyamelahirkan anak-anak yang cerdas, patuh kepada kedua orangtuanya, sertataat beribadah. 26Bagi masyarakat Jawa perkawinan bukan hanya merupakanpembentukan rumah tangga yang baru, tetapi juga membentuk ikatan duakeluarga besar yang bisa jadi berbeda dalam segala hal, baik sosial,ekonomi, budaya dan sebagainya. Ibarat anak sekolah, perkawinanmerupakan sebuah wisuda bagi pasangan muda-mudi untuk nantinyamenggapai ujian “pendidikan” kehidupan yang lebih tinggi dan berat. 2726 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta <strong>Perkawinan</strong> Adat Jawa (GayaSurakarta dan Yogyakarta), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm. X.27 Ibid, hlm. 1.19


Adapun tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yangbersifat kekerabatan, adalah untuk mempertahankan dan meneruskanketurunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan,untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperolehnilai-nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk mempertahankankewarasan. Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antara sukubangsa Indonesia yang satu dan lain berbeda-beda, termasuk lingkunganhidup dan agama yang dianut berbeda-beda, maka tujuan perkawinan adatbagi masyarakat adat juga berbeda antara suku bangsa yang satu dandaerah yang lain, begitu juga dengan akibat hukum dan upacaraperkawinannya. 28Dalam masyarakat patrilinial, perkawinan bertujuan untukmempertahankan garis keturunan bapak, sehingga anak lelaki (tertua)harus melaksanakan bentuk perkawinan ambil isteri (dengan pembayaranuang jujur), di mana setelah terjadinya perkawinan isteri ikut (masuk)dalam kekerabatan suami dan melepaskan kedudukan adatnya dalamsusunan kekerabatan bapaknya. Sebaliknya dalam masyarakat matrilineal,perkawinan bertujuan untuk mempertahankan garis keturunan ibu,sehingga anak perempuan (tertua) harus melaksanakan bentuk perkawinanambil suami (semanda) di mana setelah terjadinya perkawinan suami ikut28 Hilman Hadikusuma, Hukum <strong>Perkawinan</strong> Indonesia, Menurut Perundangan, HukumAdat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990, hlm. 23.20


(masuk) dalam kekerabatan isteri dan melepaskan kedudukan adatnyadalam susunan kekerabatan orang tuanya. 292. Syarat-syarat <strong>Perkawinan</strong> AdatDalam hukum adat (terutama Jawa), rukun dan syarat perkawinansama dengan yang terdapat dalam hukum Islam, yaitu adanya calonmempelai laki-laki, calon mempelai wanita, wali nikah, adanya saksi dandilaksanakan melalui ijab qabul.Sedangkan yang dimaksud dengan syarat-syarat perkawinan disini, adalah syarat-syarat demi kelangsungan perkawinan tersebut.Menurut hukum adat, pada dasarnya syarat-syarat perkawinan dapatdiklasifikasikan ke dalam hal-hal sebagai berikut:a. Mas kawin (bride-price)Mas kawin sebenarnya merupakan pemberian sejumlah harta benda daripihak laki-laki kepada pihak perempuan, dengan variasi sebagai berikut:• harta benda tersebut diberikan kepada kerabat wanita, denganselanjutnya menyerahkan pembagiannya kepada mereka.• secara tegas menyerahkannya kepada perempuan yangbersangkutan.• menyerahkan sebagian kepada perempuan dan sebagian kepadakaum kerabatnya. 30b. Pembalasan jasa berupa tenaga kerja (bride-service)hlm. 34.29 Ibid.30 Soerjono Soekanto, Intisari Hukum <strong>Keluarga</strong>, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992,21


Bride-service biasanya merupakan syarat di dalam keadaan darurat,misalnya, apabila suatu keluarga yang berpegang pada prinsippatrilineal tidak mempunyai putra, akan tetapi hanya mempunyai anakperempuan saja. Mungkin saja dalam keadaan demikian, akan diambilseorang menantu yang kurang mampu untuk memenuhi persyaratanmas kawin, dengan syarat bahwa pemuda tersebut harus bekerja padaorang tua istrinya (mertua). 31c. Pertukaran gadis (bride-exchange)Pada bride-exchange, biasanya laki-laki yang melamar seorang gadisuntuk dinikahi, maka baginya diharuskan mengusahakan seorangperempuan lain atau gadis lain dari kerabat gadis yang dilamarnya agarbersedia menikah dengan laki-laki kerabat calon isterinya. 323. Bentuk-bentuk <strong>Perkawinan</strong> AdatSecara sederhana dapat dikatakan, bahwa di Indonesia dapatdijumpai tiga bentuk perkawinan, antara lain:a. Bentuk perkawinan jujur (bridge-gift marriage)b. Bentuk perkawinan semendo (suitor service marriage)c. Bentuk perkawinan bebas (exchange marriage) 33Kawin jujur merupakan bentuk perkawinan di mana pihak lakilakimemberikan jujur kepada pihak perempuan. Benda yang dapatdijadikan sebagai jujur biasanya benda-benda yang memiliki kekuatan31 Ibid¸ hlm. 35.32 Ibid.33 Ibid, hlm. 23.22


magis. Pemberian jujur diwajibkan, adalah untuk mengembalikankeseimbangan magis yang semula menjadi goyah, oleh karena terjadinyakekosongan pada keluarga perempuan yang telah pergi karena menikahtersebut. <strong>Perkawinan</strong> jujur dapat dijumpai pada masyarakat patrilineal,baik yang murni maupun yang beralih-alih. Ciri-ciri umum perkawinanjujur adalah patrilokal, artinya, isteri wajib bertempat tinggal di kediamansuami atau keluarga suami. 34 Akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa semuaperkawinan yang patrilokal adalah kawin jujur, oleh karena adakalanyapada perkawinan lainnya isteri juga wajib tinggal di tempat kediamansuami. <strong>Di</strong> samping itu, perkawinan jenis ini bersifat exogam, yaitu suatularangan menikah dengan warga yang se clan atau se marga. Masyarakatyang masih konsekwen menjalankan perkawinan jujur adalah kalanganTapanuli, dengan menambah ciri lagi yaitu a simetri konubium yangmerupakan larangan perkawinan timbal balik antara dua keluargawalaupun berlainan marga, apabila antara kedua keluarga tersebut telahada perkawinan. 35<strong>Perkawinan</strong> semendo pada hakekatnya bersifat matrilokal danexogami; matrilokal berarti bahwa isteri tidak berkewajiban untukbertempat tinggal di kediaman suami. Dalam perkawinan ini, biasanyajuga dijumpai dalam keadaan darurat, di mana perempuan sulit untukmendapatkan jodoh atau karena laki-laki tidak mampu untuk memberikan34 Soerojo Wignjodipoero, op. cit., hlm. 128.35 Ibid, hlm. 24.23


jujur. Kedudukan suami dan isteri juga tidak sederajat. 36Bentukperkawinan ini, dijumpai di kalangan orang-orang Minangkabau danmerupakan bentuk perkawinan yang umum di Indonesia, oleh karena itudapat dijumpai pada setiap bentuk masyarakat.Sedangkan bentuk kawin bebas tidak menentukan secara tegas dimana suami atau isteri harus tinggal, hal ini tergantung pada keinginanmasing-masing pihak, yang pada akhirnya ditentukan oleh konsensusantara pihak-pihak tersebut. Pada umumnya bentuk kawin bebas bersifatendogamy, artinya suatu anjuran untuk kawin dengan warga kelompokkerabat sendiri, bentuk ini banyak dijumpai di Jawa, Kalimantan, dansebagainya. 37Sebagaimana disebutkan dalam undang-undang perkawinan,bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masingagama dan kepercayaannya dan bahwa setiap perkawinan dicatat menurutperaturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, bentuk-bentukperkawinan tersebut di atas, sebanyak mungkin harus disesuaikan denganaturan hukum positif tertulis tersebut (pasal 2 Undang-undang No. 1Tahun 1974).Baik perkawinan jujur maupun perkawinan semendo, keduanyamemiliki akibat-akibat yang harus dijalani oleh suami dan isteri. Akibatdari perkawinan jujur adalah:36 Ibid, hlm. 28.37 Ibid, hlm. 25.24


a) Isteri keluar dari hak dan kewajiban serta tanggung jawab darikeluarganya dan masuk pada hak dan kewajiban serta tanggung jawabpada keluarga suami yang telah menjujurnya.b) Anak-anak yang dilahirkan menarik garis keturunan ke atas melaluiayahnya dan mewaris dari ayahnya.c) Kedudukan suami dan isteri sederajat.d) Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan masuk clan ayahnya.Sementara perkawinan semendo berakibat pada:a) Anak-anak tetap menarik garis keturunan ke atas melalui ayahnya danmasuk clan ayahnya,b) Kedudukan suami dan isteri tidak sederajat.c) Pada kawin semendo sederajat, anak-anak tetap menarik garisketurunan ke atas melalui ayahnya, akan tetapi mereka dapat mewarisdari ayah maupun ibunya. Anak laki-laki dan anak perempuan yangtidak kawin jujur dapat menjadi ahli waris. 38Berbeda dengan perkawinan jujur dan semendo, perkawinanbebas dapat dijumpai dalam masyarakat parental. Setelah terjadiperkawinan bebas, suami dan isteri tidak lagi memiliki satu keluarga tetapidua keluarga sekaligus, yaitu kerabat suami di satu pihak dan kerabat isteridi pihak lain. Dan begitu seterusnya sampai anak-anak keturunananya. 39Selain tiga perkawinan di atas, ada bentuk perkawinan adat lainyaitu perkawinan campuran dan perkawinan lari. <strong>Perkawinan</strong> campuran38 Ibid, hlm. 29.39 Soerojo Wignjodipoero, op. cit., hlm. 130.25


dalam arti hukum adat adalah perkawinan yang terjadi di antara suami danisteri yang berbeda suku bangsa, adat budaya dan atau berbeda agamayang dianut. Undang-undang <strong>Perkawinan</strong> Nasional tidak mengatur haldemikian, yang hanya diatur adalah perkawinan antara suami dan isteriyang berbeda kewarganegaraan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 57Undang-undang <strong>Perkawinan</strong> No. 1 Tahun 1974. 40Dalam perkawinan campuran terjadi perpaduan adat yangberbeda. <strong>Di</strong> Lampung, sebelum perkawinan dilangsungkan jika laki-lakiberasal dari luar daerah, maka ia terlebih dahulu dijadikan warga adat daripihak keluarga “kelama” (kerabat pria saudara-saudara ibu) atau bolehjuga dimasukkan ke dalam warga adat “kenubi” (bersaudara ibu). Jadiperempuan yang berasal dari luar, maka harus diangkat dan dimasukkanlebih dulu ke dalam keluarga “menulung” (anak kemenakan dari saudarabapak yang perempuan) atau diangkat dan dimasukkan ke dalam keluarga“kenubi”. Sehingga perkawinan yang berlaku itu disebut ngakuk menulung(mengambil keluarga menulung) atau kawin kenubi (perkawinan dengankeluarga kenubi, bersaudara ibu). 41Dalam hal perbedaan agama antara calon suami dan calon isteri,agar perkawinan itu sah maka salah satu harus mengalah memasuki agamasuami atau agama isteri. Menurut agama Islam perkawinan campuran antaragama di mana calon suami isteri tidak bersedia meninggalkan agama40 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar Maju,1992, hlm. 188.41 Ibid, hlm. 189.26


yang dianutnya, maka Islam hanya membolehkan laki-laki Islam kawindengan perempuan beragama lain. Jika sebaliknya suami beragama laindari Islam sedangkan isteri beragama Islam dilarang. 42Sedangkan perkawinan lari dapat terjadi di suatu lingkunganmasyarakat adat, tetapi yang terbanyak berlaku adalah di kalanganmasyarakat Batak, Lampung Bali, Bugis/Makassar, Maluku. <strong>Di</strong> daerahdaerahtersebut walaupun kawin lari itu merupakan pelanggaran adat,namun terdapat tata-cara menyelesaikannya. Sesungguhnya perkawinanlari bukanlah bentuk perkawinan melainkan merupakan sistem pelamaran,oleh karena dari kejadian perkawinan lari itu dapat berlaku bentukperkawinan jujur, semenda atau bebas/mandiri, tergantung pada keadaandan perundangan kedua pihak. 434. Perempuan Yang Boleh <strong>Di</strong>nikahi Menurut AdatDari rukun dan syarat perkawinan menurut hukum adat, bagimasyarakat yang hendak melangsungkan perkawinan, harus mengetahuilebih dahulu siapa pasangan yang akan dinikahinya. Hal ini dimaksudkanagar nantinya setelah menjalani kehidupan rumah tangga tidak terjadi halhalyang tidak diinginkan. Dengan mengetahui siapa pasangan kita, makaakan terjaga dan terpelihara status perkawinannya.Adapun perempuan yang boleh dinikahi menurut hukum adat :42 Ibid.43 Ibid, hlm. 189.27


1. Dalam sistem patrilineal, yang ada dikalangan orang batak, perempuanyang boleh dinikahi adalah perempuan yang bukan senarga,perempuan yang tidak melakukan perkawinan dengan laki-laki daritulang, perempuan yang tidak menikah dengan laki-laki tulang dari ibusi wanita, perempuan yang tidak melakukan perkawinan dengan lakilakidari saudara perempuan wanita tersebut, dan perempuan yangtidak mempunyai penyakit turun temurun.2. Prinsip matrilineal pada orang minagkabau membolehkan perempuanuntuk dinikahi, asalkan perempuan tersebut tidak sesuku.3. Pada orang jawa yang bilateral, perempuan yang boleh dinikahidiantaranya perempuan yang bukan saudara sepupu ayahnya,perempuan yang bukan saudara ayah atau ibunya, dan perempuan yangbukan kakak dari isteri kakak kandungnya (yang lebih tua). 445. Macam-macam Sistem <strong>Perkawinan</strong> AdatMenurut hukum adat, sistem perkawinan ada 3 macam yaitu: 45a. Sistem EndogamiDalam sistem ini orang hanya diperbolehkan kawin denganseorang dari suku keluarganya sendiri. Sistem perkawinan ini kinijarang terjadi di Indonesia. Menurut Van Vollenhoven hanya ada satudaerah saja yang secara praktis mengenal sistem endogamy ini, yaitu38-3944 Soerjono Soekanto, Intisari Hukum <strong>Keluarga</strong>, Bandung, Sitra Aditya Bakti, 1992, hlm45 Ibid, hlm. 131.28


daerah Toraja. Tetapi sekarang, di daerah ini pun sistem ini kan lenyapdengan sendirinya kalau hubungan daerah itu dengan daerah lainnyaakan menjadi lebih mudah, erat dan meluas. Sebab sistem tersebut didaerah ini hanya terdapat secara praktis saja; lagi pula endogamysebetulnya tidak sesuai dengan sifat susunan kekeluargaan yang ada didaerah itu, yaitu parental. 46b. Sistem ExogamiDalam sistem ini, orang diharuskan menikah dengan sukulain. Menikah dengan suku sendiri merupakan larangan. Namundemikian, seiring berjalannya waktu, dan berputarnya zaman lambatlaun mengalami proses perlunakan sedemikian rupa, sehingga laranganperkawinan itu diperlakukan hanya pada lingkungan kekeluargaanyang sangat kecil saja. Sistem ini dapat dijumpai di daerah Gayo, Alas,Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru dan Seram. 47c. Sistem EleutherogamiSistem eleutherogami berbeda dengan kedua sistem di atas,yang memiliki larangan-larangan dan keharusan-keharusan.Eleutherogami tidak mengenal larangan-larangan maupun keharusankeharusantersebut. Larangan-larangan yang terdapat dalam sistem iniadalah larangan yang berhubungan dengan ikatan kekeluargaan yangmenyangkut nasab (keturunan), seperti kawin dengan ibu, nenek, anakkandung, cucu, juga dengan saudara kandung, saudara bapak atau ibu.46 Ibid, hlm. 132.47 Ibid.29


Atau larangan kawin dengan musyahrah (per-iparan), seperti kawindengan ibu tiri, mertua, menantu, anak tiri. 48 Sistem ini dapat dijumpaihampir di seluruh masyarakat Indonesia, termasuk Jawa.B. <strong>Perkawinan</strong> Menurut Hukum Islam1. Pengertian <strong>Perkawinan</strong> Menurut Hukum Islam<strong>Perkawinan</strong> merupakan sunnatullah pada hamba-hamba-Nya, danberlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan ataupuntumbuh-tumbuhan. Dengan perkawinan itu khususnya bagi manusia (lakilakidan perempuan) Allah SWT menghendaki agar merekamengemudikan bahtera kehidupan rumah tangganya. 49Allah SWT berfirman:ومن ك ُل ِّ شيءٍ‏ خل َق ْنا زوجين ِ ل َعل َّك ُم ت َذك َّرو َن {49}Artinya: “Dan segala sesuatu itu Kami (Allah) jadikan berpasangpasangan,agar kamu semua mau berfikir.” (QS. Ad-Dzariyat:49)Allah SWT juga berfirman dalam surat Yaa Siin ayat 36سبحان َ ال َّذي خل َق ال ْأ َزواج ك ُل َّها مما تن ِبت ال ْأ َرض ومن أ َنف ُسِه ِم ومما ل َا يعل َمو َنArtinya: “Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasangpasangan,baik (pada) tumbuh-tumbuhan maupun diri merekasendiri (manusia) dan lain-lain yang tidak mereka ketahui.” (QS.Yaa Siin: 36)48 Ibid, hlm. 132-133.49 Mahtuf Ahnan dan Maria Ulfa, Risalah Fiqh Wanita, Pedoman Ibadah Kaum WanitaMuslimah dengan Berbagai Permasalahannya, Surabaya: Terbit Terang, t.th., hlm. 270.30


Dalam Islam perkawinan dimaksudkan untuk memenuhikebutuhan seksual seseorang secara halal serta untuk melangsungkanketurunannya dalam suasana saling mencintai (mawaddah) dan kasihsayang (rahmah) antara suami isteri. 50 Hal ini sesuai dengan firman Allah:ومن آياته أ َن ْ خل َق ل َك ُم من أ َنف ُسِك ُم أ َزواجا ً ل ِّتسك ُنوا إ ِل َيها وجعل َ بينك ُم مود ًةور حمة ً إ ِن َّ في ذ َلك ل َآيات ل ِّق َوم ٍ يتف َك َّرو َن {21}Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah <strong>Di</strong>a menciptakanuntukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamucenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yangdemikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar-Rum: 21)Dalam al-Qur’an, perkawinan disebut dengan nikah, yang disebutsampai 19 kali. Namun, kata nikah tersebut memiliki beberapa makna.Pertama, kata nikah dapat berarti aqd (akad), sebagaimana disebutkandalam surat an-Nisa’ ayat: 32:وأ َنكحوا ال ْأ َيامى منك ُم والصالحين من عبادك ُم وإ ِمائك ُم إ ِن يك ُونوا ف ُق َراءيغن ِه ِم الل َّه من ف َضله والل َّه واسع {32}علي مArtinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hambasahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yangperempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukanmereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”50 Masykuri Abdillah, “<strong>Di</strong>storsi Sakralitas <strong>Perkawinan</strong> Pada Masa Kini”, dalam MimbarHukum No. 36 Tahun IX, 1998, hlm. 75.31


Ayat di atas, merupakan perintah “mengakadkan” karenamungkin seorang lajang meskipun laki-laki perlu diakadkan karena secarapsikologis ia tidak ingin atau tidak berani menikah 51 , demikian juga al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 221 di bawah ini:ولا َ تنكحوا ْ ال ْمشر ِك َات حتى يؤمن ولأَمة ٌ مؤمنة ٌ خير من مشر ِك َة ول َ وأ َعجبتك ُم ولا َ تنكحوا ْ ال ْمشر ِكين حتى يؤمنوا ْ ول َعبد مؤمن خير من مشر ِك ول َ وأ َعجبك ُ م ...Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelummereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukminlebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (denganwanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman …” (QS. Al-Baqarah: 221)Ayat di atas memperlihatkan bahwa laki-laki dilarangmelangsungkan akad nikah dengan perempuan musyrik. Kedua, kata nikahdapat bermakna الوطء (hubungan kelamin), karena pada dasarnyahubungan laki-laki dan perempuan itu adalah terlarang, kecuali ada hal-halyang membolehkannya secara hukum syara’. <strong>Di</strong> antara hal yangmembolehkan hubungan kelamin itu adalah adanya akad nikah di antarakeduanya. Dengan demikian, akad itu adalah suatu usaha untukmembolehkan sesuatu yang asalnya tidak boleh menjadi boleh.51 Abdul Hadi, Fiqh Munakahat dan Peraturan Perundang-undangan, <strong>Di</strong>ktat Kuliah,Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang, 2002, hlm. 2.32


Ketiga, kata nikah juga dapat berarti حلم atau الرشد yang berartiumur baligh (usia dewasa) 52 , sebagaimana firman Allah:وابتل ُوا ْ ال ْيتامى حتى إ ِذ َا بل َغوا ْ النك َاح ف َإ ِن ْ آنستم منهم رشدا ً ف َادف َعوا ْ إ ِل َيه ِمأ َموال َه مArtinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untukkawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada merekaharta-hartanya …” (QS. An-Nisa’: 6)Menurut Imam Syafi'i, yang dimaksud umur dewasa adalah 15tahun. Nikah juga dapat bermakna akad dan semua akibatnya, yaitu biayahidup dalam rumah tangga, atau paling tidak biaya akad nikah.Dalam al-Qur'an perkawinan juga disebut dengan تزوج . Kata initidak banyak disebutkan di dalam al-Qur'an sebagai suatu perintah harfiah,secara aktif terhadap perkawinan, melainkan sebagai “kata benda” yangpasif. Sehingga kata زوج ‏(زوجا-يزوج)-‏ berarti jodoh atau kawan, sepertitersirat dalam surat ar-Rum ayat 21.Kata tersebut di atas cukup banyak disebutkan dalam al-Qur'andengan konotasi yang paling dominan adalah jodoh. Jumlah ayatnya tidakkurang dari 78 ayat yang tersebar di banyak surat. Bahkan jodoh itudigunakan sebagai fenomena umum baik makhluk manusia maupunlainnya sebagaimana dalam firman-Nya dalam surat Yaa Siin ayat 36seperti disebutkan di atas.52 Ibid, hlm. 3.33


Kata nikah dan tazawwaj, dalam ilmu fiqh disebut dengan katasharih (denotatif), atau kata yang lazim dipakai oleh masyarakat muslim. 53Dari segi bahasa nikah memiliki beberapa arti, sedangkanmenurut istilah para ahli fiqh (fuqaha), nikah didefinisikan sebagai akadyang disiarkan yang berdasarkan rukun-rukun dan syarat-syarat. 54Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunnah, mendefinisikan nikah sebagaiakad yang menjadikan halalnya menggapai kenikmatan bagi masingmasingsuami isteri atas dasar ketentuan yang disyari’atkan Allah SWT. 55Dalam Kompilasi Hukum Islam, perkawinan merupakan akadyang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah danmerupakan ibadah bagi yang melaksanakannya. 56Dan bertujuan untukmewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah danrahmah. 57 Dari pengertian di atas, dapat diambil pengertian bahwa: pertama,perkawinan merupakan cara penghalalan terhadap hubungan antar kedualawan jenis, yang semula diharamkan, seperti memegang, memeluk,mencium dan hubungan intim. Kedua, perkawinan juga merupakan carauntuk melangsungkan kehidupan umat manusia di muka bumi, karenahlm. 36.53 Ibid, hlm. 5.54 Imam Taqiyuddin al-<strong>Di</strong>masyqi, Kifayat al-Akhyar, Juz 2, Bandung: PT. al-Ma’arif, t.th.,55 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., hlm. 7.56 Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam. Lebih lengkap lihat Departemen Agama RI, KompilasiHukum Islam di Indonesia, <strong>Di</strong>rektorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, <strong>Di</strong>rektorat JenderalPembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000, hlm. 14.57 Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam.34


tanpa adanya regenerasi, populasi manusia di bumi ini akan punah. Danketiga, perkawinan memiliki dimensi psikologis yang sangat dalam,karena dengan perkawinan ini kedua insan, suami dan isteri, yang semulamerupakan orang lain kemudian menjadi bersatu. Mereka saling memiliki,saling menjaga, saling membutuhkan, dan tentu saja saling mencintai dansaling menyayangi, sehingga terwujud keluarga yang harmonis(sakinah). 58<strong>Perkawinan</strong> dalam undang-undang diatur secara khusus, yaituundang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974. <strong>Di</strong> dalam undang-undangini, diatur bagaimana perkawinan dapat berlangsung, dan semua hal yangberhubungan dengan perkawinan.Dalam pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 disebutkanbahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria denganseorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga,rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa. 59Dalam KUH Perdata dikatakan undang-undang memandang soalperkawinan hanya dalam hubungan perdata dan dalam pasal 81 KUHPerdata dikatakan bahwa tidak ada upacara keagamaan yang bolehdiselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat58 Masykuri Abdillah, op. cit., hlm. 75.59 Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Lihat juga Hilman Hadikusuma, Hukum<strong>Perkawinan</strong> Indonesia, Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: MandarMaju, 1990, hlm. 7.35


agama mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai pencatat sipil telahberlangsung.60Berkaitan dengan takrif atau definisi nikah (perkawinan) di atas,ada beberapa hal penting yang berlaku umum di seluruh dunia Islam,yaitu: pertama, perkawinan merupakan perbuatan hukum yangdilangsungkan dalam bentuk akad atau kontrak. Dawoud el Alami danDoreen Hinchliffe, menyatakan bahwa perkawinan dalam hukum Islamadalah sebuah kontrak, dan seperti halnya semua kontrak-kontrak yanglain, perkawinan disimpulkan melalui pembinaan suatu penawaran (ijab)oleh satu pihak dan pemberian suatu penerimaan (qabul) oleh pihak yanglain. Bukan bentuk kata-katanya itu sendiri yang menjadi wajib, sepanjangmaksudnya dapat disimpulkan (dipahami), maka suatu akad perkawinanadalah jelas (sah).61Kedua, Dunia Islam hanya mengakui perkawinan yang dilakukanoleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Dalam undang-undangperkawinan Indonesia (No. 1 Tahun 1974) disebutkan dalam anak kalimat“antara seorang pria dengan seorang wanita” atau “aqdun bayn ar-rajul waal-mar’ah” dalam undang-undang perkawinan lain.62Ketiga, tujuan utama perkawinan adalah untuk memperolehketurunan dalam rangka membentuk keluarga (rumah tangga) yang60 Ibid.61 Muhammad Amin Summa, Hukum <strong>Keluarga</strong> Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, hlm. 50-51.62 Ibid.36


ahagia atau sakinah, sebagaimana disebutkan dalam undang-undang No.1 Tahun 1974 “dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)bahagia dan kekal” atau “to establish a bond a shared life and forprocreation,” “with the object of the faming of a family and producingchildren,” dalam undang-undang perkawinan dunia Islam.63<strong>Perkawinan</strong> merupakan anjuran sebagai umat beragama, makahendaknya dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dankepercayaannya, sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) UndangundangNo. 1 Tahun 974: “<strong>Perkawinan</strong> adalah sah, apabila dilakukanmenurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”64<strong>Perkawinan</strong> merupakan salah satu peristiwa yang sangat pentingdalam kehidupan masyarakat kita. Sebab perkawinan itu tidak hanyamenyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tuakedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga merekamasing-masing.2. Dasar Hukum <strong>Perkawinan</strong><strong>Perkawinan</strong> merupakan suatu perbuatan yang diperintah olehAllah SWT dan juga oleh Nabi SAW. Banyak perintah-perintah Allahdalam al-Qur'an untuk melaksanakan perkawinan. Dan perintah NabiSAW dalam sebuah hadits yang juga menganjurkan perkawinan. <strong>Di</strong> antarafirman Allah SWT yang memerintahkan perkawinan adalah:63 Ibid, hlm. 54.64 Lihat Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974.37


وإ ِن ْ خف ْتم أ َلا َّ تق ْسِط ُوا ْ في ال ْيتامى ف َانكحوا ْ ما ط َاب ل َك ُم من النساء مث ْنىوث ُلا َث َ ورباع ف َإ ِن ْ خف ْتم أ َلا َّ تعدل ُوا ْ ف َواحدة ً أ َو ما مل َك َت أ َيمانك ُم ذ َلك أ َدنىأ َلا َّ تعول ُو ْا {3}Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hakhak)perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua,tiga, empat. Kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil,maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidakberbuat aniaya.” (QS. An-Nisa’: 3)ومن آياته أ َن ْ خل َق ل َك ُم من أ َنف ُسِك ُم أ َزواجا ً ل ِّتسك ُنوا إ ِل َيها وجعل َ بينك ُم مود ًةورحمة ً إ ِن َّ في ذ َلك ل َآيات ل ِّق َوم ٍ يتف َك َّرو َن {21}Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah <strong>Di</strong>a menciptakanuntukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamucenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yangdemikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar-Rum: 21)sebagai berikut:Adapun sumber-sumber naqly yang berasal dari Rasulullah SAWلاتناكحوا تناسلواتكثروا فإنى مباه بكم لامم يوم القيامةArtinya: “Menikahlah dengan wanita yang penuh cinta dan yang banyakmelahirkan keturunan. Karena sesungguhnya aku merasa banggakarena banyak kaumku di hari kiamat kelak.” (HR. Ahmad danIbnu Hibban)Dari begitu banyaknya perintah Allah dan Nabi untukmelaksanakan perkawinan itu, maka perkawinan itu adalah perbuatan yang38


lebih disenangi Allah dan Nabi untuk dilakukan. Namun perintah Allahdan Rasul untuk melangsungkan perkawinan itu tidaklah berlaku secaramutlak tanpa persyaratan. 65 Persyaratan untuk melangsungkan perkawinanitu terdapat dalam hadits Nabi dari Abdullah bin Mas’ud: 66عن عبد االله بن مسئود قال:‏قال رسول االله ص.م.‏يامعشر الشباب مناستطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحفظ للفرج ومن لم يستطعفعليه بالصوم فإنه له وجاء‏(متفق عليه)‏Artinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu sekalian yangmampu kawin, kawinilah: maka sesungguhnya kawin itu lebihmemejamkan mata (menenangkan pandangan) dan lebihmemelihara parji. Barangsiapa yang belum kuat kawin(sedangkan sudah menginginkannya), berpuasalah! Karena puasaitu dapat melemahkan syahwat.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).Kata-kata al-baat mengandung arti kemampuan melakukanhubungan kelamin dan kemampuan dalam biaya hidup perkawinan. Keduahal merupakan persyaratan suatu perkawinan. Pembicaraan tentang hukumasal dari suatu perkawinan yang diperbincangkan di kalangan ulamaberkaitan dengan telah dipenuhinya persyaratan tersebut. 67تناكحوا تناسلوا تكثروا فإني مباه بكم الأمم يوم القيامة حتى بالسقط‏(رواه البيهقي)‏65 Amir Syarifuddin, Hukum <strong>Perkawinan</strong> Islam di Indonesia, <strong>Antar</strong>a Fiqh Munakahat danUndang-undang <strong>Perkawinan</strong>, Jakarta: 2006, hlm. 44.66 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Islamil ibn Ibrahim bin Maghirah bin Barabah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih Bukhari, Beirut: Darul Kutub al-Abuniyah, 1992, hlm. 437.67 Ibid, hlm. 44.39


Artinya: “Kawinlah kamu sekalian! Berketurunanlah kamu sekalian;berkembangbiaklah kamu sekalian! Maka sesungguhnya akumerasa bangga dengan banyaknya jumlah kamu terhadap paraNabi di hari kiamat.” (HR. Baihaqi)اذا تزوج العبد فقد استكمل نصف الدين فليتق االله في النصف الباقي‏(رواهالطبرانى)‏Artinya: “Bila seorang hamba Allah telah kawin, sungguh telahmenyempurnakan setengah agamanya, maka bertakwalah kepadaAllah pada setengah lagi sisanya.” (HR. Tabrani)Berdasarkan dalil-dalil yang menjadi dasar disyariatkannyaperkawinan di atas, maka dapat dipahami bahwa hukum asal perkawinanadalah mubah (boleh). Menurut jumhur ulama hukum menikah adalahsunnah, sedangkan menurut golongan dzahiri, menikah hukumnya wajib. 68Terlepas dari perbedaan pendapat para imam mazhab, makahukum perkawinan itu dapat berubah-ubah berdasarkan ‘illat 69 hukum.Dengan demikian ada lima tingkatan hukum yaitu: 701. Wajib<strong>Perkawinan</strong> hukumnya wajib bagi orang yang memilikikemampuan untuk melaksanakannya, dan ada kekhawatiran apabilatidak kawin akan terjerumus dalam perbuatan zina. Hal ini disebabkankarena menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib bagi seseorang,68 Ibn Rusyd al-Qurtuby al-Andalusi, Bidayah al-Mujtahid, juz II, Beirut, Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t., hlm. 196.69 ‘Illat adalah suatu sifat yang terdapat pada ashal (pokok) yang menjadi dasar untukmenetapkan hukum pada ashal dan untuk mengetahui hukum pada cabang yang hendak dicarihukumnya. Lihat Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchurrahman, Dasar-dasarPembinaan Hukum Fiqh Islami, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1996, cet. I, hlm. 83.70 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, juz 2, Beirut, Libanon: Dar al-Fikr, 1992, hlm. 12-14.40


sedangkan penjagaan diri itu hanya akan terjamin dengan jalanperkawinan, maka bagi orang tersebut wajib hukumnya melaksanakanperkawinan.2. Sunnah<strong>Perkawinan</strong> hukumnya sunnah bagi orang yang berkeinginankuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan. Untukmelaksanakan dan memikul kewajiban dalam perkawinan, tetapiapabila tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina.Melakukan perkawinan lebih baik daripada hidup menyendiri denganhanya beribadah. Oleh sebab itu para pendeta yang sibuk denganibadah mereka dan tidak mau menikah itu tidak termasuk ajaran Islam.3. MubahSebagaimana dijelaskan di atas, bahwa hukum asal pernikahanadalah mubah atau boleh. Artinya, perkawinan boleh dilaksanakanbagi orang yang mempunyai harta benda, tetapi apabila tidak kawintidak akan berbuat zina dan andaikata kawin tidak akan menyianyiakankewajibannya terhadap isteri. <strong>Perkawinan</strong> ini dilakukansekedar memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan membinakeluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama.4. Makruh<strong>Perkawinan</strong> menjadi makruh bagi seseorang yang mampu darisegi material, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hinggatidak akan khawatir terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai41


kekhawatiran memenuhi kewajibannya terhadap isteri, meskipun tidakakan berakibat menyusahkan pihak isteri, misalnya pihakisteritergolong orang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginanuntuk menikah.5. Haram<strong>Perkawinan</strong> menjadi haram apabila seseorang belum siap untukmelaksanakan perkawinan, sehingga apabila kawin akan menyusahkanisterinya dan tidak mampu memberi nafkah. Dengan demikian,perkawinan merupakan jembatan baginya untuk berbuat dzalim.Dalam Kompilasi HukumIslam dasar-dasar perkawinandisebutkan dalam pasal 2-10. Pasal 5 KHI menyebutkan bahwaperkawinan dapat dijamin kesahannya dan demi tertibnya perkawinanbagi masyarakat Islam, maka setiap perkawinan harus dicatat.Pencatatan yang dimaksud, dilaksanakan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dengan demikian setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapandan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Tanpapengawasan Pegawai Pencatat Nikah, maka perkawinannya tidakmemiliki kekuatan hukum (pasal 6).Begitu juga dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974, bahwaperkawinan bisa dikatakan sah apabila dicatat, sebagaimana undangundangyang berlaku. 713. Syarat dan Rukun <strong>Perkawinan</strong>71 Lihat pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 1 Tahun 1974.42


Suatu perkawinan dapat dikatakan sah, apabila telah memenuhirukun dan syarat dalam perkawinan. Apabila salah satu dari rukun maupunsyarat tidak dipenuhi, maka perkawinannya tidak sah. Abdurrahman al-Jaziry mengemukakan bahwa nikah yang tidak memenuhi syarat, makastatus nikahnya menjadi fasid (rusak), sedangkan nikah yang tidakmemenuhi rukun maka nikahnya menjadi bathil (batal). 72 Adapun syaratsyaratperkawinan mengikuti rukun-rukunnya, yaitu: 734. Calon mempelai pria, dengan syarat:a. Beragama Islamb. Laki-lakic. Jelas orangnyad. Dapat memberikan persetujuane. Tidak dapat halangan perkawinan5. Calon mempelai wanita, dengan syarat:a. Beragama Islamb. Perempuanc. Jelas orangnyad. Dapat dimintai persetujuannyae. Tidak terdapat halangan perkawinan6. Wali nikah, dengan syarat:a. Laki-laki72 Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Maktabahal-Tijariyah Kubra, Juz IV, t.th., hlm. 118.73 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. Ke-4,2000, hlm. 71-72.43


. Dewasac. Mempunyai hak perwaliand. Tidak terdapat halangan perwaliannya7. Saksi nikah, dengan syarat:a. Minimal dua orang laki-lakib. Hadir dalam ijab qabulc. Dapat mengerti maksud akadd. Islame. Dewasa8. Ijab Qabul, dengan syarat:a. Adanya pernyataan mengawinkan dari walib. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai priac. Memakai kata-kata nikah, tazwij, atau terjemahan dari kata nikahatau tazwijd. <strong>Antar</strong>a ijab dan qabul bersambungane. <strong>Antar</strong>a ijab dan qabul jelas maksudnyaf. Orang yang berkait dengan ijab qabul tidak sedang dalam ihramhaji/umrahg. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang,yaitu: calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelaiwanita atau wakilnya, dan dua orang saksi.4. Perempuan yang Boleh <strong>Di</strong>nikahi Menurut Islam44


Setelah mengetahui rukun dan syarat perkawinan, bagi seorangmuslim yang hendak melangsungkan perkawinan, harus mengetahui lebihdahulu siapa pasangan yang akan mendampingi nantinya. Hal ini pentinguntuk diperhatikan, agar nantinya setelah menjalani kehidupan rumahtangga tidak terjadi hal-hal yang tidak kita rencanakan. Denganmengetahui siapa pasangan kita, maka akan terjaga dan terpelihara statusperkawinan kita.Dalam sebuah hadits Nabi dijelaskan bahwa:عن أ َب ِى هريرة َ رضى االله عنه عن ِ النب ِى صلى االله عليه وسلم ق َا َل »تنك َحال ْمرأ َة ُ لأَربع ٍ لمالها ولحسب ِها وجمالها ولدين ِها ، ف َاظ ْف َر ب ِذ َات الدين ِ تر ِب تيدا ك «‏(رواه البخارى)‏Artinya: Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda: “<strong>Di</strong>kawiniperempuan karena 4 perkara: karena hartanya, keturunannya,kecantikannya, dan agamnya, maka pilihlah karena agamanyamaka akan selamatlah engkau.” (HR. Bukhari). 74Hadits di atas menjelaskan anjuran bagi seorang muslim apabilahendak mencari pasangannya. Ada 4 perkara yang harus diperhatikandalam memilih pasangan yaitu karena hartanya, karena keturunannya,kecantikannya dan karena agamanya.1. Karena Hartanya74 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Islamil ibn Ibrahim bin Maghirah bin Barabah al-Bukhari al-Ja’fi, op. cit., hlm. 445.p45


Laki-laki baik dahulu maupun sekarang, menginginkan kawindengan perempuan yang kaya. Padahal hal ini belum tentu berdampakpositif. Karena orang yang mementingkan perkawinan karenamengharapkan harta kekayaannya semata dapat menjatuhkan hargadirinya. Lebih-lebih hal ini timbul dari pihak laki-laki, sebab akanmenjatuhkan dirinya di bawah pengaruh perempuan darikekayaannya. 75Firman Allah SWT:الرجال ُ ق َوامون َ عل َى النساء ب ِما ف َضل َ الل ّه بعضهم عل َى بعض ٍ وب ِما أ َنف َق ُو ْامن أ َمواله ِ م …{34}Artinya: “Laki-laki adalah pemimpin atas perempuan-perempuankarena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)atas sebagian yang lain (perempuan) dan dengan sebabsesuatu yang telah mereka (laki-laki) nafkahkan dari hartahartanya.”(QS. An-Nisa’: 34)Mengharapkan isteri yang kaya, hanya karena semata-mataingin mengharap kekayaan, sungguh merupakan suatu pertimbanganyang jauh dari tuntunan baginda Rasul. 762. Karena keturunan atau kebangsawanannyaPandangan ini sungguh merupakan pandangan yang kurangmulia. Sebab dalam ajaran Islam, kemuliaan tidak terletak padaketurunan atau kebangsawanan. Kemuliaan seseorang di sisi Allahhlm. 39.75 Warno Hamid, Merajut <strong>Perkawinan</strong> Harmonis, Surabaya: Insan Cendekia, cet. I, 1999,76 Ibid.46


adalah orang yang paling bertaqwa kepada-Nya 77 , sebagaimanadinyatakan dalam firman Allah:يا أ َيها الناس إ ِنا خل َق ْناك ُم من ذ َك َر ٍ وأ ُنث َى وجعل ْناك ُم شعوبا ً وق َبائل َ لتعارف ُواإ ِن َّ أ َك ْرمك ُم عند الل َّه أ َتق َاك ُم إ ِن َّ الل َّه عليم خب ِ ير {13}Artinya: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakankamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, danKami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-sukusupaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-muliakamu di sisi Allah ialah yang lebih taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha teliti.”(QS. Al-Hujurat: 13).Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa barangsiapamengawini seorang perempuan karena kebansawanannya, niscayatidak akan bertambah kebangsawanannya kecuali mendapat hinaan.Memilih calon isteri karena mengharap atau menginginkankebangsawanannya semata adalah suatu larangan. Karenakebangsawanan seseorang (suami-isteri) tidak mungkin berpindahkepada orang lain.Dalam Islam dianjurkan agar kita memilih perempuan darigolongan keluarga yang baik-baik, yang kokoh dalam mengamalkanajaran-ajaran agama. Dengan demikian, kelak dia akan dapat mendidikanak-anaknya secara baik sesuai tuntunan Rasulullah. Sebaliknya, jikamemilih calon isteri yang tidak baik agamanya, sedangkan dia tidak77 Ibid, hlm. 40.47


shalat, tidak puasa, tidak suka membaca al-Qur’an, tidak maumembayar zakat dan ibadah-ibadah lainnya, maka dikhawatirkandidikan yang diberikan kepada anak-anaknya tidak baik pula. 783. Karena kecantikannyaSeorang laki-laki apabila hendak menikah, dianjurkan untukmemilih calon isteri yang cantik. Hal ini penting, karena dapatmenyenangkan suami yang akhirnya bermuara pada kepuasan rohani(seksual).Dengan kecantikan biasanya dapat menyebabkan timbulnyakeserasian dan kerukunan hidup suami isteri. Keduanya salingmencintai dan menyayangi. Sadar akan hal tersebut, nabi MuhammadSAW, mengajarkan kaum laki-laki yang akan menikah, hendaklahterlebih dahulu dilihat perempuan yang akan dinikahinya. 79Nabi SAW bersabda, yang artinya “janganlah kamumengawini perempuan itu karena ingin melihat kecantikannya,mungkin kedantikannya itu akan membawa kerusakan bagi merekasendiri, dan janganlah kamu mengawini mereka karena mengharapharta mereka, mungkin hartanya itu akan menyebabkan merekasombong. Tetapi nikahilah mereka dengan dasar agama. Dansesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik asal iaberagama.” 8078 Ibid, hlm. 41.79 Ibid.80 Ibid, hlm. 42.48


4. Karena agamanyaPandangan ini merupakanpandangan yang paling tepat.Seseorang yang akan menentukan pilihan jodohnya bukan hanyakarena harta kekayaannya, keturunan atau kebangsawanannya,kecantikannya. Tapi unsur yang paling penting adalah memilih istriyang beragama Islam serta mengamalkannya dalam kehidupan seharihari.Dengan demikian dia dapat melaksanakan kewajibannya dalamrumah tangga. 81فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ االله“Maka perempuan yang baik ialah yang taat kepada suami, sertamemelihara diri di balik belakang suaminya sebagaimana Allah telahmemeliharakan dirinya.” (QS. 4: 34)Pengertian memelihara diri yang dimaksud dalam firman Allahitu adalah memelihara kehormatannya maupun kehormatan suaminya sertarahasia suami dan keluarganya, rahasia rumah tangganya dengan cara yangdiwajibkan Allah.Dalam perkawinan antar anggota keluarga yang mendasariterjadinya perkawinan ini adalah untuk menyambung tali silaturrahimantar kedua keluarga dan juga untuk menjaga kewibawaan dari keduakeluarga.81 Ibid, hlm. 43.49


BAB IIIPRAKTEK PERKAWINAN ANTAR ANGGOTA KELUARGA DIKECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KUDUSC. Latar Geografis Kecamatan Kaliwungu Kabupaten KudusKecamatan Kaliwungu terletak dalam ketinggian 17 m di ataspermukaan laut. Adapun secara geografis letak Kecamatan Kaliwungu adalahsebagai berikut : Letak/batas wilayah Kecamatan Kaliwungu dibatasi oleh:Sebelah Utara : Kecamatan Gebog, Sebelah Timur : Kecamatan Kota danKecamatan Jati, Sebelah Selatan : Kecamatan Karanganyar, Demak danSebelah Barat : Kecamatan Mayong, Jepara 82 . Adapun luas daerah KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus adalah 3.271.275 Ha.Dalam struktur pemerintahan, Kecamatan Kaliwungu dipimpin olehkepala kecamatan dan dibantu oleh pejabat-pejabat kecamatan lainnya, diantaranya sekretaris, bendahara dan beberapa seksi; seksi pemerintahan, PolPP, Kesbanglinmas, Ekbang dan Kesmas.Kecamatan Kaliwungu terdiri dari 15 desa dengan jumlah penduduksebesar 82.183 yang terbagi dalam 40.471 laki-laki dan 41.712 perempuan.Adapun rincian luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan pendudukadalah sebagai berikut: 8382 Sumber Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus Propinsi Jawa Tengah dalamAngka 2005, hlm. 1.83 Ibid.50


Tabel 1Jumlah Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan PendudukKecamatan Kaliwungu Kabupaten KudusNoDesaLuasWilayahJumlah PendudukLaki-lakiPerempuanKepadatanPenduduk(Jiwa/Ha)1 Blimbing Kidul 125.110 2.257 2.363 36.9282 Banget 180.692 1.975 1.964 21.8003 Setrkolangan 187.863 1.007 1.066 11.0354 Garung Kidul 261.166 1.430 1.511 11.2615 Kedungdowo 308.227 4.505 4.477 29.1416 Gamong 205.994 1.467 1.516 14.4817 Sidorekso 289.504 2.853 2.834 19.6448 Papringan 245.924 2.258 2.243 18.3029 Kaliwungu 303.658 2.714 2.815 18.20810 Mijen 235.538 4.437 4.631 38.49911 Karangampel 174.120 2.482 2.593 29.14712 Garung Lor 178.292 3.267 3.488 37.88713 Prambatan Lor 256.316 4.086 4.239 32.47914 Prambatan Kidul 180.886 2.907 3.096 33.18715 Bakalan Krapyak 137.985 2.826 2.876 41.323Jumlah 3.271.275 40.471 41.712 25.123D. Latar Sosial Ekonomi, Budaya dan Keagamaan Kecamatan KaliwunguKabupaten KudusKeadaan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Kaliwungu sebagianbesar memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta. Banyaknya industriindustriyang terdapat di Kecamatan Kaliwungu, mulai dari pabrik rokok,51


industri rumah tangga (home industry) seperti usaha bordir, pembuatankrupuk, dan industri kecil lainnya menunjukkan bahwa masyarakatKecamatan Kaliwungu lebih suka berwiraswasta.Selain berwiraswasta, masyarakat Kecamatan Kaliwungu juga adayang bermatapencaharian sebagai tani dan buruh tani. Sebagian besar tanahsawah mereka ditanami padi, ada juga yang diselingi dengan membuat batubata. Masyarakat kudus mempunyai julukan atau kebiasaan antara lain jikadipercaya memangku tugas dengan penuh tanggung jawab mereka akanmelaksanakan, tapi sekali dikhianati maka kepercayaannya akan hilang samasekali. Adapun ciri lain adalah kental penghayatan agamanya, menghormatiulama’, gemar berwiraswasta, lebih mementingkan materi dari pada karirkepangkatan. Menjadi pegawai negeri di kudus dipandang rendah dalam stratasosial masyarakat.Ciri yang paling menonjol pada masyarakat kudus dan sangatterkenal adalah sikap sangant hemat bahkan dikatakan pelit untuk urusan yangtidak prinsip seperti menjamu tamu, mentraktir teman, mengeluarkan uanguntuk kepantasan dalam pergaulan. Tapi untuk membangun masjid,mendirikan madrasah, mereka tidak tanggung-tanggung dalam mengeluarkanbiaya besar. Kikir atau pelit sebagai tipe orang kudus adalah tidak benar (kataKepala dinas Pariwisata Kabupaten Kudus, Bpk Djoko Rahardjo, BA).Dari segi budaya masyarakat kudus mempunyai tradisi-tradisi,diantaranya, ziarah ke tajug, tidak menyembelih sapi, dandangan, bulusanyang dinasabkan dengan kehidupan sunan kudus. Sedangkan tradisi ziarah ke52


gunung muria, tidak mengusik hutan jati masin, dinasabkan kepada sunanmuria. Sedangkan tradisi buka luwur dinasabkan kepada keduanya.Tradisi ini memberi pesan kepada masyarakat agar orang berpegangkepada syariat Islam secara menyeluruh, baik dalam hal ibadah (dalam hal inidiwakili dalam pesan sholat, puasa dan shodaqoh atau zakat) dalammu’amalah (diwakili pada pesan perkawinan) dan dalam akhlaq (diwakilidalam pesan agar menjaga kelamin). 84<strong>Di</strong>samping itu penulis juga menemukan praktek perkawinan adatmasyarakat kecamatan kaliwungu Kabupaten kudus yaitu pada tahap awalpasangan yang ingin mencari jodoh terlebih dahulu mengamati (nontoni)calon pasangannya. Setelah ada ketertarikan pihak keluarga pria datangketempat wanita untuk “nakokke” atau menanyakan bahwa gadis yang dipilihsudah ada yang punya atau belum. Bila sudah ada kecocokan dankesepahaman baru dilakukan proses “lamaran” yang mana disitu dibawakanhantaran berupa pakaian lengkap, alat kosmetik, buah-buahan, gemblong,jenang, wajik, beras, perhiasan, jajan pasar untuk dibagi-bagikan kepada paratetangga, disamping itu juga ada pisang raja, daun sirih, dan gambir yangmaksudnya bahwa jika mereka menikah akan menjumpai pahit getirkehidupan yang harus ditanggung bersama, dua buah batang tebu wulungyang biasa disebut dengan “jondang” yang melambangkan anteping kalbu(ketetapan hati), sepasang ayam yang dimaksudkan agar hubungannya84 Drs. H Mundiri, Upacara Tradisional Masyarakat Kudus, Jurnal Penelitian IAINWalisongo Semarang, edisi 10, 1998, hlm.1753


langgeng sampai anak cucu. Adapun banyaknya bingkisan yang dibawa padaprosesi lamaran tergantung kemampuan masing-masing.Dalam prosesi lamaran akan ditentukan hari dan tanggal pelaksanaanperkawinan disamping itu dalam prosesi ini antar kedua keluarga dipertemukan dan saling berkenalan. Setelah disepakati hari dan tanggalkemudian dilakukan prosesi perkawinan. Untuk pelaksanaan ijab qabulbiasanya dilakukan ditempat calon mempelai wanita. Dan setelah selesaidilaksanakan ijab qabul mempelai wanita diboyong menuju kerumahmempelai pria, kemudian mempelai wanita diserah terimakan kepada keluargamempelai pria, biasanya pada saat itu sekalian dilakukan walimahan atausering disebut dengan resepsi, namun hal itu dilakukan sesuai dengankesepakatan dan kemampuan kedua belah pihak keluarga.Setelah selesai rangkaian prosesi pernikahan masih ada prosesi yangharus dilaksanakan istilah jawanya nyepasar yaitu mengantarkan keduamempelai ke rumah mempelai wanita hal ini dilakukan setelah 7 hari setelahdilakukan prosesi perkawinan. 85Dalam bidang keagamaan, masyarakat Kecamatan Kaliwungumayoritas memeluk agama Islam, dan terdiri dari berbagai organisasikeagamaan. Nuansa Islami di Kecamatan Kaliwungu dapat dilihat dariaktivitas-aktivitas keagamaan yang diselenggarakan, baik di masjid-masjid,200785 Wawancara dengan Masrukin (Pembantu Penghulu Desa Prambatan Kidul) 3 Januari54


mushola-mushola, madrasah-madrasah dan beberapa kegiatan ritualkeagamaan yang sebagian diselenggarakan di rumah penduduk.Organisasi keagamaan yang cukup besar di Kecamatan Kaliwunguadalah NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyyah. Hampir 90% pendudukKaliwungu tercatat sebagai warga Nahdlatul Ulama, sisanya tersebar diberbagai organisasi keagamaan yang lain. 86 Baik NU maupun Muhammadiyyahmemiliki kegiatan keislaman sendiri-sendiri. Dalam mengembangkanorganisasinya mereka juga mendirikan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar(MI/SD) sampai tingkat menengah (SMA, SMK, STM).Beberapa kegiatan keislaman lainnya yang diselenggarakan diKecamatan Kaliwungu, adalah didirikannya madrasah-madrasah dan pondokpesantren. Yang tujuannya tidak lain adalah mengajarkan ilmu agama Islamterhadap warga Kaliwungu khususnya dan umat Islam umumnya. <strong>Di</strong> antarailmu yang diajarkan antara lain, baca tulis al-Qur’an, fiqh, ushul fiqh, nahwu,sharaf, balaghah, mantiq, ilmu falaq dan lain sebagainya.Meskipun terbagi ke dalam berbagai organisasi keagamaan, namundapat dikatakan bahwa mereka hidup berdampingan secara rukun dandamai serta tidak adanya fanatik yang berlebihan dari organisasi masingmasing,sehingga kehidupan beragama mereka dapat berjalan dengansangat harmonis. Kerukunan agama di Kecamatan Kaliwungu betul-betulterpelihara, toleransi antar umat beragama juga sangat tinggi.86 Wawancara dengan Muhammad Achid Arifudin al-Faqih, tanggal 04 September 2006.55


Sedangkan untuk umat beragama yang lain, jumlah mereka sangatsedikit atau boleh dibilang minoritas, karena jumlah keseluruhan darimereka sekitar 4% dari keseluruhan warga Kecamatan Kaliwungu. Adapunrinciannya adalah sebagai berikut:Tabel 2Jumlah Pemeluk Agama Menurut Desa di Kecamatan Kaliwungu 87Desa Islam Protestan Katholik Hindu Budha JumlahBlimbing Kidul 4.559 61 0 0 0 4.620Banget 3.939 0 0 0 0 3.939Setrokalangan 2.073 0 0 0 0 2.073Garung Kidul 2.941 0 0 0 0 2.941Kedungdowo 8.927 44 11 0 0 8.982Gamong 2.983 0 0 0 0 2.983Sidorekso 5.662 25 0 0 0 5.687Papringan 4.501 0 0 0 0 4.501Kaliwungu 5.525 0 4 0 0 5.529Mijen 8.975 89 4 0 0 9.068Karangampel 5.075 0 0 0 0 5.075Garung Lor 6.603 66 67 0 19 6.755Prambatan Lor 8.273 46 4 0 2 8.325Prambatan Kidul 5.954 41 8 0 0 6.003BakalanKrapyak5.579 111 12 0 0 5.703Jumlah 81.569 483 110 0 21 82.18387 Sumber Data dari Badan Pusat Statistik, op. cit. hlm. 32.56


Tabel 3Jumlah Tempat Ibadah Menurut Desa<strong>Di</strong> Kecamatan Kaliwungu Pada Akhir 2005 88Desa Masjid Langgar Gereja Pura Wihara JumlahBlimbing Kidul 1 2 0 0 0 3Banget 2 6 0 0 0 8Setrokalangan 3 1 0 0 0 4Garung Kidul 2 7 0 0 0 9Kedungdowo 5 13 1 0 0 19Gamong 1 3 0 0 0 4Sidorekso 3 7 0 0 0 10Papringan 5 3 0 0 0 8Kaliwungu 7 13 0 0 0 20Mijen 6 13 0 0 0 19Karangampel 5 14 0 0 0 19Garung Lor 4 5 0 0 0 9Prambatan Lor 4 8 0 0 0 12Prambatan Kidul 3 7 0 0 0 10BakalanKrapyak8 7 1 0 0 16Jumlah 59 109 2 0 0 170E. Praktek <strong>Perkawinan</strong> <strong>Antar</strong> <strong>Anggota</strong> <strong>Keluarga</strong> di Kecamatan KaliwunguKabupaten KudusSetelah mengetahui latar geografis, sosial budaya dan keagamaanKecamatan Kaliwungu, dalam subbab ini akan dikemukakan tentang dinamika88 Ibid, hlm. 34.57


perkawinan antar anggota keluarga yang terjadi di Kecamatan Kaliwungu,yang merupakan inti pembahasan dari skripsi ini.<strong>Perkawinan</strong> antar anggota keluarga yang terjadi di Kecamatan Kudusmenarik perhatian penulis, karena dalam masyarakat Kaliwungu perkawinansemacam ini termasuk perkawinan yang “aneh” 89 .Sebagai contoh kasus dari perkawinan ini adalah perkawinan yangdilaksanakan oleh Zakariya Ahmad dengan Umi Hanik, salah satu wargaKecamatan Kaliwungu. Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh,keduanya mengatakan bahwa pada awalnya memang perkawinan inidilatarbelakangi oleh perjodohan oleh kedua orang tua mereka. <strong>Di</strong>mana orangtua mereka beralasan bahwa dari pada mencari orang yang belum tahu bibit,bobot, dan bebet, lebih baik yang sudah tahu sifat dan wataknya.Awalnya Bapak Budiono menceritakan bahwa perjodohan itu sudahdinginkan oleh kedua keluarga, karena keluarganya menetap diluar jawa danjarang ketemu dengan anggota keluarga yang berada di Kudus, maka selainuntuk menyambung tali silaturrahmi yang sudah lama putus, kedua orang tuamereka berharap agar hubungan keluarga bisa kembali dekat.Walaupun pada awalnya mereka sempat berfikir bahwa perkawinanmereka akan menjadi gunjingan banyak orang, tapi sebelum merekamelakukan perkawinan sudah berkonsultasi dulu dengan ulama’ setempat danmengatakan tidak ada masalah yang penting tidak melanggar agama.89 Tanda petik dari penulis. Aneh yang dimaksud adalah berbeda dengan kebiasaan umummasyarakat. Istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Kaliwungu adalah koyo ora ono wongwedo liyo (seperti tidak ada orang perempuan lain).58


Bapak Budiono juga menceritakan bahwa Umi Hanik adalah anakkedua dari dua bersaudara, dan dia adalah anak perempuan satu-satunya yangbelum menikah, mereka khawatir nantinya anaknya akan menjadi perawantua, dan pada saat itu Zakariya baru sakit hati karena ditinggal kekasihnya,maka diputuskan untuk segera menikahkan mereka yang pada saat itu UmiHanik berumur 21 tahun dan Zakariya berumur 25 tahun. 90Walaupun berawal dari perjodohan pada akhirnya mereka juga bisamenerima dan saling mencintai. Umi Hanik mengungkapkan bahwa kalaudengan orang lain, harus mengetahui lebih dulu dan beradaptasi siapapasangan yang cocok buat kita, sedangkan kalau dengan saudara sendiri kitasudah tahu bibit, bebet dan bobot-nya dan yang lebih penting kita sudah tahusifat dari pasangan kita 91 .Dapat penulis gambarkan bahwa antara Zakariya dan Umi Hanikmasih memiliki hubungan keluarga dekat, diantara mereka masih adahubungan darah karena masih satu kakek. Untuk lebih jelasnya penulismencoba menggambarkan garis keturunan keluarga Umi Hanik dan keluargaZakariya Ahmad seperti tabel dibawah ini.Tabel 4Garis Keturunan <strong>Perkawinan</strong> <strong>Antar</strong> <strong>Anggota</strong> <strong>Keluarga</strong> 9290 Waancara dengan Bapak Budiono, orang tua Umi Hanik91 Wawancara dengan Zakariya Ahmad dan Umi Hanik, tanggal 25 Agustus 2006.92 Ibid59


Subhan + SumarniNurhan + WahyuniRukayah + ShomadAhmad + Mulyani Istiyani + HarnoSriyani + Udin Jamilah + BudionoAgus Jaelani Zakariya Ahmad Indarti Anisah Umi Hanik<strong>Di</strong> samping itu penulis juga menjumpai perkawinan antar anggotakeluarga antara Khaidar Ali dengan Nurus Sa’adah yang keduanya juga masihada hubungan saudara dekat, hanya saja mereka menikah tidak didasarkanatas perjodohan, melainkan karena suka sama suka. 93Awal mula pertemuan Khaidar dan Nurus Sa’adah biasa saja dantidak ada perasaan suka, perasaan itu tumbuh saat Nurus Sa’adah mengikutilomba rebana tingkat Kabupaten yang diadakan di Kecamatan Bae. Haidarmengatakan bahwa saat dia melihat perlombaan yang diikuti oleh NurusSa’adah yang pada saat itu sebagi vocalis dengan suara indahnya, saat itulahKhaidar mulai tertarik dengan Nurus Sa’adah dan mencoba mendekatinya.Ternyata setelah melalui proses pacaran, mereka sempat khawatirkarena dia tahu bahwa diantara mereka berdua masih ada hubungan saudarasepupu. Dengan keyakinan yang besar maka Khaidar memberanikan diri93 Wawancara dengan Nurussa’adah, tanggal 25 Agustus 2006.60


untuk menemui pamannya. Pada awalnya orang tua Nurus Sa’adah sempatterkejut dan tidak menyangka kalau diantara Khaidar dan Nurus Sa’adah telahpacaran, namun sebagai orang tua yang ingin anaknya bahagia akhirnyamereka mendapat restu dari kedua orang tuanya.Bapak Sofwan ayah kandung dari Nurus Sa’adah membenarkanbahwa diantar mereka masih ada hubungan saudara sepupu. Namun denganpertimbangan bahwa beliau sudah tua dan menginginkan seorang menantuyang bisa meneruskan bisnisnya berdagang di pasar kliwon dan juga beliaubersukur kalu menantunya adalah keponakannya sendiri sehingga hartakekayaannya tidak akan jatuh ketangan orang lain. 94Sebelum melangsungkan pernikahan mereka berdua sempatmendapatkan tantangan dari masyarat, karena menurut anggapan masyarakatbahwa mereka masih saudara dekat dan itu tidak boleh di nikahkan. Namunsetelah mereka berdua meminta pendapat kepada KUA ternyata merekadiperbolehkan untuk menikah, karena agama tidak melarang orang yangmenikahi saudara sepupu. Dapat penulis gambarkan skema garis keturunankeduanya sebagai berikut :Muslih + SupartiSofwan + LastriUmi Kulsum + Ali MarwanAhmad MuzaihanNurus Sa’adahKhaidar AliMusthofa94 Wawancara dengan bapak Sofwan, orang tua Nurus Sa’adah.61


Menurut Bapak Faqih, ulama masyarakat Kecamatan Kaliwunguyang sekaligus mantan Hakim Pengadilan Agama Kudus mengemukakanbahwa perkawinan antar anggota keluarga biasanya diistilahkan denganmisanan atau tunggal mbah (satu kakek), seperti anak Pak De dengan anakpaman atau bibi. Ia juga mengistilahkan perkawinan ini dengan “donyo orangkeliyo, ngumpulke balung pisah (dari pada harta keluarga pindah ke tanganorang lain, lebih baik dengan saudara sendiri)”.Menurut beliau perkawinan antar anggota keluarga ada yang berbauijbar atau perjodohan. Dalam Islam, perkawinan ijbar dari ayah atau kakekdiperbolehkan. Karena tidak selamanya ijbar itu jelek. Akan tetapi apakahijbar masih cocok apabila diaplikasikan di zaman modern seperti sekarang ini?Perjodohan bagi anak-anak muda sekarang sudah tidak cocok lagi diterapkan,mereka sudah bisa memilih pasangannya masing-masing dengan alasan inibukan zamannya Siti Nurbaya lagi.<strong>Perkawinan</strong> antar anggota keluarga memiliki dampak positif dannegatif. Dampak positif dari perkawinan ini adalah apabila perkawinandilaksanakan oleh mereka yang memiliki golongan darah biru(bangsawan/priyayi), keturunan mereka justru memiliki otak yang brilian ataubisa disebut dengan “bibit unggul”. Jadi, tidak benar bahwa perkawinan antaranggota keluarga itu akan mengakibatkan cacat fisik terhadap keturunanmereka.Sedangkan dampak negatifnya kita bisa melihat apabila dalamkeluarga tersebut terjadi broken home, yang mengakibatkan perceraian, maka62


secara otomatis kedua keluarga hubungannya akan putus. Sementara menurutorang Jawa perkawinan itu bukan hanya membentuk keluarga yang bahagia,sakinah, mawaddah, warrahmah tetapi lebih dari itu, menyatukan duakeluarga yang berbeda. 95Bapak Eko, salah satu pegawai Kecamatan Kaliwungu,mengungkapkan bahwa perkawinan antar anggota keluarga itu boleh-bolehsaja dilaksanakan, selama itu diperbolehkan oleh hukum Islam dan tidakmelanggar nash. <strong>Perkawinan</strong> ini biasanya banyak terjadi di pedesaan, merekaberanggapan bahwa kawin dengan saudara sendiri termasuk saudara sepupuitu lebih baik daripada dengan orang lain, karena kita sudah tahu bibit, bebet,bobot-nya. 96Sebagaimana yang dikemukakan Bapak Faqih, Bapak Eko jugamengatakan bahwa kebanyakan perkawinan saudara sepupu adalah bentukdari perjodohan. Orang tua menjodohkan anaknya dengan saudara sendiridengan menawari si anak, dan menggambarkan bagaimana ciri-ciri pasanganyang akan dijodohkan tersebut. Apabila si anak setuju, maka dilaksanakanlahperkawinan tersebut.Menurut Bapak Eko, perkawinan antar anggota keluarga jugamemiliki dampak positif dan negatif. Sebagai dampak positif dari perkawinanini adalah terjalinnya tali silaturrahim yang begitu kuat dan erat. Sedangdampak negatifnya adalah apabila terjadi perceraian, maka keluarga akanputus, tali silaturrahim hancur meskipun itu dengan saudara sendiri.95 Wawancara dengan Bapak Muhammad Faqih, tanggal 28 Agustus 2006.96 Wawancara dengan Bapak Eko Tachwoyo, tanggal 28 Agustus 2006.63


Sementara itu, opini yang berkembang di masyarakat KecamatanKaliwungu, perkawinan ini dilatarbelakangi karena harta dan perjodohanorang tua. Menurut mereka bahwa agar harta yang kita miliki tidak jatuh ketangan orang lain, maka perkawinan antar anggota keluarga itu lebih baik, daripada dengan orang lain. Namun demikian, perkawinan ini justru dapatmendatangkan malapetaka, karena apabila sampai terjadi perceraian, maka talisilaturrahmi akan putus dan apabila sang suami menang, maka orang tuadilupakan. Hal ini, yang dilarang oleh hukum Islam.Berdasarkan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa sebagianbesar warga Kecamatan Kaliwungu tidak setuju prinsip perkawinan antaranggota keluarga dilaksanakan. Karena meskipun memiliki dampak positif,tetapi dampak negatif atau akibat buruk yang timbul dari perkawinan ini lebihbesar.BAB IVANALISIS PERKAWINAN ANTAR ANGGOTA KELUARGA DIKECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KUDUSA. Analisis Praktek <strong>Perkawinan</strong> <strong>Antar</strong> <strong>Anggota</strong> <strong>Keluarga</strong> <strong>Di</strong> KecamatanKaliwungu Kabupaten KudusMasyarakat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus padaumumnya masih berpola sosial masyarakat desa. Hal tersebut tampak jelasdengan sikap keterbukaan, ramah, tanpa banyak basa-basi, sekalipun terhadap64


orang yang baru kali pertama berjumpa, termasuk dengan penulis yang sedangmengadakan penelitian di kecamatan ini.Fenomena sosial tersebut ternyata cukup banyak membantu penulisdalam melaksanakan tugas penelitian. Sikap keterbukaan inilah yangmemudahkan proses komunikasi penulis, sehingga dari sejumlah respondenyang diwawancarai, tampak tidak merasa terganggu dengan kegiatanpenelitian ini. Kondisi responden yang banyak mempunyai waktu luang, tidakmempunyai kesibukan yang padat inilah yang mungkin membuat merekamerasa tidak terganggu. Pada akhirnya penelitian dapat berjalan denganlancar, meskipun ada sedikit hambatan itu bukan dari responden, tetapi justrudari penulis sendiri.Masyarakat Kecamatan Kaliwungu, seperti dijelaskan pada bab sebelumnyatermasuk dalam kategori masyarakat yang masih melestarikan budaya nenekmoyang, baik dalam tindakan-tindakan sosial maupun dalam persoalan agama.Terbukti, sejumlah ritual yang telah menjadi adat kebiasaan sampai sekarangjuga masih dilaksanakan dan dilestarikan.Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa hukum Islam diperuntukkan bagimanusia, dan perubahan suatu hukum bergantung pada perubahan situasi dankondisi. Hasil dari proses tersebut, yang terjadi dalam rentang waktu berabadabad,berkembang menjadi berbagai pranata sosial yang bercorak keIslaman.Beberapa kegiatan ritual yang pada mulanya berasal dari adat kebiasaanmasyarakat, kemudian dikombinasikan dengan budaya dan ajaran Islam.65


Pada dasarnya pranata sosial dapat dilihat dari aktualisasi hukum Islam yangtertumpu pada interaksi sosial yang mempola setelah mengalami pergumulandengan kaidah-kaidah lokal yang dianut oleh masyarakat yang majemuk.Dalam pergumulan itu terjadi adaptasi dan modifikasi antara hukum Islamdengan kaidah lokal. Dengan kata lain, proses sosialisasi dan institusionalisasihukum Islam terjadi dalam hubungan timbal balik dengan kaidah-kaidah lokalyang dianut. 97Sehingga prinsip perkawinan antar anggota keluarga yangdipertentangkan oleh masyarakat nantinya akan beradaptasi dengan hukumIslam karena sebetulnya tidak ada larangan dalam agama.Demikian, yang terjadi di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.Kelestarian budaya dan pranata-pranata sosial, betul-betul dijaga. Terlebihdalam hal agama, masyarakat Kecamatan Kaliwungu termasuk taat beribadah.Pola keberagamaan masyarakat Kaliwungu, mampu mengkombinasikanantara budaya lokal dan budaya Islam. Ritual-ritual keagamaan, sepertipengajian, yasinan, tahlilan dan lain-lain yang sebelumnya telah menjadikebiasaan nenek moyang mereka hingga sekarang masih dilestarikan.Pranata semacam ini, berdampak pada sikap mereka yang begitu perhatianterhadap hukum yang apabila diaplikasikan dalam masyarakat tersebut tidakbertentangan dengan hukum Islam, termasuk dalam hal praktek perkawinanantar anggota keluarga. Meskipun secara hukum Islam tidak melarangperkawinan seperti ini, tetapi karena dikhawatirkan justru menimbulkan97 Cik Hasan Bisri, “<strong>Di</strong>mensi-dimensi Hukum Islam dan Pranata Sosial di Indonesia”,dalam Mimbar Hukum, Nomor 39 tahun IX, 1998, hlm. 70.66


kehancuran keluarga, maka masyarakat Kecamatan Kaliwungu cenderungtidak sepakat dengan perkawinan tersebut. Apalagi yang dijadikan alasan olehmereka, adalah karena harta.Sebagaimana dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwa, perkawinan antaranggota keluarga yang terjadi di Kecamatan Kaliwungu tidak lain adalahbentuk pranata sosial masyarakat ketika berinteraksi dengan hukum Islam.Sehingga kepedulian masyarakat Kecamatan Kaliwungu terhadap hukumbegitu kuat dan mengakar. Bentuk pranata tersebut juga terjadi dalamperkawinan antar anggota keluarga Zakariya dengan Umi Hanik dan KhaidarAli dengan Nurus Sa’adah.Apabila kita cermati, prinsip perkawinan antar anggota keluarga yang terjadidi Kaliwungu disebabkan oleh beberapa faktor, contoh saja faktor ijbar atauperjodohan. <strong>Perkawinan</strong> antara Zakariya dengan Umi Hanik yang mulanyamereka tidak ada keinginan untuk saling menikah, namun karena paksaan dariorang tua yang menginginkan anaknya sagera menikah karena takut kalauanaknya jadi perawan tua, dan untuk menjaga putusnya hubungan silaturrahmiantar keluarga yang tadinya sudah berjauhan karena keluarga Umi Hanik yangberdomisili diluar jawa padahal mereka berasal dari kudus dan masih saudarayang berasal dari satu kakek.Adapun yang berhubungan dengan faktor harta yaitu perkawinan antarKhaidar Ali dengan Nurus Sa’adah merupakan bentuk dari kekhawatiran atauketakutan terhadap harta bendanya. Mereka takut harta bendanya akan jatuhke tangan orang lain, meskipun pada awalnya perkawinan mereka tidak67


ini. 99 Pendapat Syaltut di atas, menginformasikan bahwa betapadidasari perjodohan melainkan karena suka sama suka, namun pada akhirnyakedua orang tuanya menyetujui dengan alasan agar harta benda yang sudahdikumpulkan tidak jatuh ketangan orang lain, dan nantinya harta itu tidakdapat ditasyarufkan dengan baik.B. Kajian Hukum Islam Tentang Praktek <strong>Perkawinan</strong> <strong>Antar</strong> <strong>Anggota</strong><strong>Keluarga</strong> <strong>Di</strong> Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus<strong>Perkawinan</strong> merupakan salah satu hal yang sangat penting bagikelangsungan hidup manusia. Melalui perkawinan, yang sah, pergaulan lakilakidan perempuan terjalin secara hormat sesuai dengan kedudukan manusiasebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Setiap agama juga mengakuibahwa perkawinan sebagai suatu perbuatan yang suci. Oleh karena itu, setiapagama mengatur dan menjunjung tinggi lembaga perkawinan ini. 98Syeikh Mahmud Syaltut, pemikir hukum Islam asal Mesirmengemukakan bahwa perkawinan merupakan pembentukan keluarga, dankeluarga menurutnya merupakan batu bata dalam pembangunan bangsa. Olehkarenanya, manakala batu bata itu kokoh dan kuat, maka bangunan itu akankokoh dan kuat pula, dan begitu pula sebaliknya, jika batu bata yangmenyangga bangunan itu rapuh, maka bangunan itu niscaya akan runtuh puladan sesungguhnya satu bangsa itu terdiri dari kumpulan beberapa keluargapentingnya perkawinan, maka sebagai umat Islam sudah sewajarnya apabilakita harus memiliki perhatian khusus terhadap keluarga, yang merupakan98 Abd. Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam <strong>Antar</strong>a Fakta dan Realita; kajianPemikiran Hukum Syeikh Mahmud Syaltut, Yogyakarta: LESFI, 2003, hlm. 120.141.99 Syeikh Mahmud Sylatut, al-Islam Aqidah wa Syari’ah, Kairo: Dar al-Syuruq, 1980, hlm.68


jalinan dari hasil perkawinan. Karena tujuan dilangsungkannya perkawinantidak lain adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, sakinah,mawadah warahmah, serta kekal abadi. Dengan demikian apabila terjadi halhalyang sekiranya dapat merusak hubungan perkawinan, maka perludiperhatikan secara khusus dan dicari jalan keluarnya, seperti halnyaperkawinan antar anggota keluarga yang terjadi di Kecamatan KaliwunguKabupaten Kudus.<strong>Perkawinan</strong> Zakariya Ahmad dengan Umi Hanik dan Khaidar Alidengan Nurus Sa’adah, warga Kecamatan Kaliwungu merupakan contohperkawinan yang terjadi antar anggota keluarga. Apabila dilihat dari kacamatahukum Islam, perkawinan jenis ini diperbolehkan, karena saudara satu kakekmaupun saudara sepupu bukan termasuk dalam kategori mahram (perempuanyang haram untuk dinikahi). Namun dilihat dari hukum adat, perkawinanseperti ini menimbulkan pro dan kontra, ada yang mengatakan boleh, adayang mengatakan dilarang, 100 salah satunya yang terdapat di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus.Pendapat yang mendukung perkawinan antar anggota keluarga,mengistilahkan dengan pepatah jawa yang menyatakan bahwa donyo orakeliyo, ngumpulke balung pisah (daripada harta jatuh ke tangan orang lain,lebih baik dengan saudara sendiri). <strong>Perkawinan</strong> seperti ini juga dapatmengeratkan tali silaturahmi keluarga, karena selain masih ada hubungansaudara, untuk beradaptasi lebih mudah dan kebiasaan-kebiasaan pasangansudah kita ketahui.Sementara yang kontra, berargumen bahwa justru perkawinan antaranggota keluarga bisa menimbulkan putusnya tali silaturahmi apabila terjadiperselisihan di antara keduanya. <strong>Perkawinan</strong> ini juga bisa menimbulkanterputusnya tali persaudaraan apabila terjadi perceraian, meskipun sebuahperceraian tidak diinginkan. Selain itu, dalam budaya jawa dikatakan bahwa100 Dalam adat Jawa, secara umum tidak menyetujui perkawinan antara pria dengan saudarasepupu ayahnya, pria dengan saudara perempuan ayah atau ibunya. Lihat Soerjono Soekanto,Intisari Hukum <strong>Keluarga</strong>, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992, hlm. 39.69


perkawinan bukan hanya bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia,memperoleh keturunan. Tetapi, lebih dari itu yaitu memadukan ataumenyatukan dua keluarga yang berbeda, agar bisa menjadi keluarga yangsakinah, mawadah, warahmah.Pendapat yang pro maupun yang kontra di atas, masing-masingmemiliki kebenaran tersendiri. Dengan kata lain, argumentasi tersebut dapatdikategorikan sebagai dampak positif dan negatif. Yang menjadi persoalan disini menurut penulis adalah, upaya untuk mempertahankan harta keluargaagar tidak jatuh ke tangan orang lain. Dengan istilah donyo ora keliyo, danngumpulke balung pisah, di satu sisi memang baik, karena keluarga kita akanlebih terjamin dengan harta tersebut. Tetapi di sisi yang lain, kita seolah-olahmenganggap bahwa orang lain yang akan jadi pasangan kita bukan orangyang baik/jahat yang nantinya hanya akan menghabiskan harta bendanya.Dalam bab sebelumnya telah diungkapkan bahwa, perkawinan antaraZakariya dan istrinya bisa terjadi, bukan atas dasar suka sama suka padaawalnya melainkan atas dasar perjodohan. Akan tetapi, rasa suka itu datangjustru setelah mereka melangsungkan perkawinan. Keduanyamengungkapkan bahwa perkawinannya terjadi karena untuk menyambunghubungan keluarga yang terpisah disebabkan karena keluarga Umi Hanikberdomisili diluar jawa.Pasangan perkawinan antar anggota keluarga juga dialami olehKhaidar Ali dengan Nurus Sa’adah. Meskipun pada awalnya merekamelakukan perkawinan atas dasar suka sama suka namun menurut orang tuamereka perkawinan dengan saudara akan memelihara harta kita agar tidakjatuh ke tangan orang lain, yang dikhawatirkan akan menghabiskan kekayaanmereka.Dua kasus di atas, merupakan fenomena baru, karena perkawinanantar anggota keluarga menurut kebiasaan masyarakat Kecamatan KaliwunguKabupaten Kudus, adalah sesuatu hal yang sebelumnya tidak pernah terjadi.Opini masyarakat yang muncul akibat adanya perkawinan antar anggota70


keluarga adalah cenderung tidak menyetujui, tetapi bukan berarti melarang.Istilah yang sering digunakan adalah ora ilok (tidak pantas).Dalam hukum Islam, perkawinan antar anggota keluarga memangtidak dilarang, tetapi penting untuk menjadi perhatian setiap muslim apa yangdianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk menikah dengan muslim/muslimahyang tidak terlalu dekat dalam hubungan kekeluargaan. Anjuran ini mungkindimaksudkan untuk memperluas tali silaturahmi dan menjauhi kemungkinansesusuan (ketika kecil disusukan oleh ibu yang sama) selain hikmah lainnyaseperti faktor kesehatan atau memperluas kekeluargaan dan lain-lain. 101<strong>Di</strong> dalam Pasal 8 Undang-undang perkawinan menyebutkan tentanglarangan perkawinan dilangsungkan, yaitu:“<strong>Perkawinan</strong> dilarang antara dua orang yang:a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun keatas.b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antarasaudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorangdengan saudara neneknya.c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapaktiri.d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuandan bibi/paman susuan.e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dariisteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yangberlaku dilarang kawin.” 102Pada dasarnya hukum memang diperlukan untuk menjaga ketertibandalam hidup bersama, meski di sisi lain hukum lalu akan berarti dibatasinyahak-hak individu dan membuat orang harus mengompromikan kepentingankepentingannya.Bisa dikatakan pula bahwa ada reduksi keadilan dalamrumusan hukum. Kepentingan tersebut, bisa dalam bentuk kepentinganekonomis, politis, budaya bahkan kepentingan religius. 103101 Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah <strong>Keluarga</strong>, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, hlm. 17.102 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, pasal 8.103 Al. Andang L. Binawan, “Penyempitan Kebebasan Beragama” dalam BASIS, Nomor01-02 Tahun ke-53, 2004, hlm. 24.71


Demikian juga dengan hukum adat, Van Vollenhoven menyatakanbahwa hukum adat dapat terwujud akibat adanya tindakan-tindakan (tingkahlaku) yang oleh adat atau masyarakat dianggap patut dan mengikat parapenduduk serta ada perasaan umum yang menyatakan bahwa peraturanperaturanitu harus dipertahankan oleh para Kepala Adat dan petugas hukumlainnya, maka peraturan-peraturan adat itu bersifat mengikat. 104Sependapat dengan Van Vollenhoven, Prof. Holleman mengatakanbahwa norma-norma hukum adalah norma-norma hukum yang disertaidengan sanksi dan jika perlu dapat dipaksakan oleh masyarakat atau badanbadanyang bersangkutan supaya dituruti dan dihormati oleh parawarganya. 105Dalam Islam, syari’ah atau hukum Islam merupakan penjelmaankongkrit kehendak Allah (Syari’) di tengah masyarakat. Meskipun demikian,syari’ah sebagai esensi ajaran Islam, tumbuh dalam berbagai situasi, kondisiserta aspek ruang dan waktu. 106 Hal ini juga dinyatakan dalam suatu kaidah:Artinya: “Adat-istiadat atau kebiasaan dapat dijadikan hukum” 107Dalam kaidah fiqh yang lain juga disebutkan:العادة محكمةتغير الأحكام بتغير الأزمنة والأمكنةArtinya: “Perubahan suatu hukum bergantung pada perubahan waktu dantempat (situasi dan kondisi).” 108Kaidah berasal dari hadits Nabi SAW, apabila orang muslimmenganggap baik, maka disisi Allah itu juga merupakan sebuah kebaikan.Perlu diketahui di sini bahwa sesungguhnya perumpamaan adat ataukebiasaan itu yang dibuat dasar dalam ilmu fiqh, karena kebanyakan yang ada104 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta: GunungAgung, cet. VII, 1984, hlm. 19.105 Ibid, hlm. 20.106 Ilyas Supena, “Dekonstruksi Logosentrisme Pemikiran Hukum Islam (<strong>Studi</strong> AtasPemikiran Mohammed Arkoun)” dalam Justisia, Edisi 20 tahun X, 2002, hlm. 66.107 Jalaluddin Suyuthi, al-Asybah wa Nadha’ir, Semarang: t.tp., t.th, hlm. 63.108 Ibid, hlm. 65.72


dalam fiqh itu diambil dari adat kebiasaan seperti adanya haid, baligh danlain-lain. 109Kaidah di atas hendak menjelaskan bahwa hukum Islam yang berasaldari Allah, tidak lain adalah diperuntukkan bagi manusia di muka bumi.Sehingga apabila ada kebiasaan-kebiasaan yang telah ditetapkan olehmasyarakat itu, maka bisa dijadikan sebagai hukum pula, asalkan tidakbertentangan dengan nash (al-Qur’an dan Hadits).Kembali pada praktek perkawinan antar anggota keluarga yangterjadi di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus, apabila kita cermati,ternyata yang menjadi alasan atau dasar utama adalah agar hubungan keluargayang terpisah tidak putus dan alasan agar harta mareka tidak jatuh ke tanganorang lain, bukan membentuk keluarga yang bahagia, sakinah, mawadah,warahmah serta kekal dan abadi, sebagaimana dijelaskan dalam hukumIslam. Padahal apabila kita pahami betul arti penting perkawinan adalahuntuk menyatukan dua keluarga yang berbeda, agar menjadi keluarga yangharmonis dan bahagia dengan keturunannya.Pemilihan pasangan hidup yang tepat merupakan batu pertamapondasi bangunan rumah tangga, ia harus kokoh, karena kalau tidak,bangunan tersebut akan roboh kendati hanya dengan sedikit goncangan.Apalagi jika beban yang tampungnya semakin berat dengan kelahiran anakanak.Pondasi kokoh tersebut bukan kecantikan, karena keduanya bersifatrelatif, sekaligus cepat pudar, bukan juga harta, karena harta mudah didapatsekaligus mudah lenyap, bukan pula status sosial atau kebangsawanan karenainipun sementara, tetapi bersandar pada iman kepada Allah SWT Yang MahaKuasa lagi Maha Bijaksana. 110Dalam hadits Nabi SAW, memang dijelaskan bahwa salah satukriteria memilih pasangan hidup adalah harus melihat empat hal yaitu karenahartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Apabila kitamemahami secara tekstual hadits tersebut, mungkin kita akan berpendapat109 Ibid.110 Ahmad Izzudin, “Nikah Beda Agama” dalam Justisia, Edisi 25 tahun XI, 2004, hlm. 60.73


ahwa harta kekayaan bukankah salah satu kriteria memilih pasangan.Jadi,praktek perkawinan antar anggota keluarga yang terjadi di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus, sangat beralasan.Menurut penulis, maksud dari empat kriteria tersebut tidaklahdemikian, pemilihan harta sebagai salah satu kriteria dalam memilih pasanganadalah untuk mengetahui apakah calon pasangan hidup kita itu mampumengelola harta dengan baik. Dengan kata lain, apakah ia gemar bersedekah,mengeluarkan zakat, menolong fakir miskin atau justru sebaliknya ia pelit dankikir, tidak mau bersedekah maupun zakat, tidak memahami bahwasebenarnya harta hanya titipan dari Allah SWT, yang pada akhirnya akankembali ke sisi-Nya.Sedangkan karena faktor ijbar atau perjodohan, dimaksudkan agartidak terputusnya tali silaturrohmi yang telah terjalin dengan baik Demikianjuga dengan kecantikan, hal ini dimaksudkan agar kita hati-hati menilaiseseorang, dengan kecantikan yang dimiliki, mampukah ia menjaga danmerawatnya dengan baik, terutama dari pandangan yang dapat menimbulkanmaksiat.Sementara yang terakhir, adalah karena agamanya. <strong>Di</strong> atas telahdisebutkan bahwa pondasi bangunan kita harus kuat, karena pernikahandimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis, minimal antarapasangan suami isteri dan anak-anaknya. Apabila pasangan suami isteri ituseagama atau satu keyakinan, maka mereka akan dengan mudah memeliharadan melestarikannya. Inilah mengapa agama begitu penting dalam sebuahperkawinan.Selain itu, penulis juga sepakat dengan ungkapan Bapak Faqih,warga Kecamatan Kaliwungu, bahwa perkawinan antar anggota keluargacenderung kepada ijbar atau perjodohan – seperti yang terjadi di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus. Namun apakah di zaman sekarang bentuksemacam ini masih relevan untuk diterapkan? zaman sekarang ini parapemuda-pemudi lebih suka memilih pasangan hidupnya sendiri, karena74


dengan begitu mereka dengan leluasa dapat mengetahui asal-usul, sifat atautingkah laku calon pasangan hidup kita.Lebih dari itu, perkawinan antar anggota keluarga meskipun adadampak positifnya, seperti mudah untuk menyambungkan tali silaturahmikeluarga, namun menurut penulis dampak negatifnya justru lebih banyak,ketika kita mengalami perselisihan, maka akibatnya justru bisamenghancurkan jalinan hubungan persaudaraan, yang bukan hanya miliksuami-isteri tetapi dua keluarga mereka dan seterusnya. Apalagi berbicarapersoalan harta, apabila kita tidak bisa menjaga dan memenej harta itudengan baik, atau bahkan menghambur-hamburkannya, maka itu akanberakibat fatal.Dalam hukum adat, istilah yang sering digunakan untuk mengetahuipasangan hidup ada 3 yaitu bibit, bebet, dan bobot. Bibit artinya asal-usul.Maksudnya, calon pasangan itu anak-cucu siapa, mereka sehat jasmani-rohaniatau tidak, berasal dari mana, dari keluarga baik-baik apa tidak dansebagainya. Bobot artinya berat atau kualitas. Hal ini lebih menyangkut padakualitas si calon pasangan itu sendiri, terutama calon mempelai pria.Misalnya, pendidikan si calon sampai di mana, pekerjaannya apa, sikap sertakeimanannya bagaimana dan sebagainya. Sedangkan bebet artinya bobot ataukualitas perilaku orang tua calon mempelai. Maksudnya, bagaimana perilakukeseharian kedua orang tua calon mempelai, agama atau budi pekertinya, dansebagainya. Hal ini dimaksudkan bahwa bagaimana pun anak itu adalahketurunan dari kedua orangtua mereka, sehingga watak dan keseharian orangtua akan sangat berpengaruh pada anak-anak mereka. 111Ketiga konsep di atas, tidak lain agar perkawinan itu bisa lestari,bahagia dan dimurahkan rezekinya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan padaakhirnya melahirkan anak-anak yang berkualitas dan patuh kepada keduaorang tua, serta taat beribadah. Jadi, tidak dibenarkan apabila perkawinandilangsungkan hanya atas dasar agar hartanya tidak jatuh ke tangan orang111 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta <strong>Perkawinan</strong> Adat Jawa (GayaSurakarta dan Yogyakarta), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm. 3.75


lain, meskipun baik dari segi bibit, maupun bobotnya memadai. Karena bukanpersoalan harta itu jatuh ke tangan orang lain, tetapi bagaimana menjaga danmemelihara itu agar bisa dimanfaatkan dengan baik dan ditasyarufkan untukkebaikan, menolong fakir miskin dan sebagainya.BAB VPENUTUPKesimpulanDari pemaparan bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengambilkesimpulan bahwa:<strong>Di</strong> dalam adat masyarakat Jawa, perkawinan antar anggota keluarga disebutperkawinan corss causin atau perkawinan antar anak saudara sekandunglaki – laki dengan anak saudara sekandung perempuan, yang menunjukanprinsip keturunan bilineal yang menghitungkan kekerabatan melaluiorang laki – laki saja untuk sejumlah hak dan kewajiban tertentu danmelalui garis wanita untuk sejumlah hak dan kewajiban yang lain. OrangJawa mengistilahkan dengan misanan atau tunggal mbah ( satu kakek ),seperti anak Pak De dengan anak Paman atau Bibi.Praktek perkawinan antar anggota keluarga yang terjadi di KecamatanKaliwungu Kabupaten Kudus disebabkan oleh faktor ijbar atauperjodohan yang biasanya dilakukan oleh keturunan priayi ataubangsawan. Dan alasan lain yaitu harta agar tidak jatuh ketangan oranglain karena mereka takut apabila kawin dengan orang lain ( tidak satunasab ) harta mereka akan hilang sia – sia. Istilah yang digunakan adalah76


donyo ora keliyo, ngumpulke balong pisah ( dari pada harta keluargajatuh ketangan orang lain lebih baik dengan saudara sendiri ).Menurut hukum Islam perkawinan antar anggota keluarga bukan larangandalam perkawinan. Secara umum perkawinan yang dilarang menurutIslam adalah: perkawinan dengan mahramnya, yaitu : ibu tiri, ibukandung, anak kandung, saudara kandung seayah atau seibu, bibi dariayah, bibi dari ibu, keponakan dari saudara laki-laki, keponakan darisaudara perempuan, ibu yang menyusui, saudara sesusuan, mertua, anaktiri dari isteri yang sudah diajak berhubungan intim, menantu, ipar ( untukdimadu) dan perempuan yang bersuami.Sebagian besar warga Kecamatan Kaliwungu tidak setuju perkawinanantar keluarga dilaksanakan karena dampak negatif atau akibat burukyang terjadi karena perkawinan antar anggota keluarga adalah putusnyatali silaturahmi maka perkawinan ini harus dipikirkan masak – masak.Saran-saran<strong>Perkawinan</strong> merupakan satu hal yang sangat penting untukdiperhatikan, karena menyangkut keharmonisan dan kekekalan antara suamiisteri, maka memilih pasangan hidup yang cocok dan tidak melanggar aturanhukum Islam maupun adat adalah keniscayaan. Dengan demikian, upayaupayayang perlu diperhatikan adalah:Mengetahui betul apakah pasangan hidup kita termasuk dalam kategorimahram (yang haram untuk dinikahi), apabila sampai terjadi demikian,maka bukan hanya perkawinan kita putus atau batal tetapi dikhawatirkanjalinan silaturahmi juga ikut putus. Karena, perkawinan bagaikanmerupakan pembentukan keluarga, dan keluarga menurutnya merupakan77


atu bata dalam pembangunan bangsa. Oleh karenanya, manakala batubata itu kokoh dan kuat, maka bangunan itu akan kokoh dan kuat pula,dan begitu pula sebaliknya, jika batu bata yang menyangga bangunan iturapuh, maka bangunan itu niscaya akan runtuh.Upaya fungsionalisasi agama (Islam) bagi individu dan masyarakatmerupakan suatu keharusan. Dengan upaya ini diharapkan masyarakatsecara sadar dapat menghargai pranata perkawinan serta menghindarkandiri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Selain itu, adanyakejelian dan perhatian khusus apakah yang kita lakukan menyimpang darigaris hukum Islam maupun hukum adat. Karena bukan hanya hukumIslam yang dapat dijadikan pegangan tetapi adat kebiasaan suatumasyarakat yang telah mengakar, juga dapat dijadikan hukum yangbersifat mengikat.PenutupDengan mengucapkan Alhamdulillah, akhirnya penulis berhasilmenyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsiini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif sangat penulis harapkan gunakesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penuliskhususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wallahu A’lam Bi Al-Shawwab.DAFTAR PUSTAKA78


Abdillah, Masykuri, “<strong>Di</strong>storsi Sakralitas <strong>Perkawinan</strong> Pada Masa Kini”, dalamMimbar Hukum No. 36 Tahun IX 1998.Abdillah, Masykuri, “<strong>Di</strong>storsi Sakralitas <strong>Perkawinan</strong> Pada Masa Kini”, dalamMimbar Hukum No. 36 Tahun IX, 1998.Agoes, Artati, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta <strong>Perkawinan</strong> Adat Jawa(Gaya Surakarta dan Yogyakarta), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2001, hlm. X.Ahnan, Mahtuf, dan Maria Ulfa, Risalah Fiqh Wanita, Pedoman Ibadah KaumWanita Muslimah dengan Berbagai Permasalahannya, Surabaya: TerbitTerang, t.th..al-<strong>Di</strong>masyqi, Imam Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, Juz 2, Bandung: PT. al-Ma’arif, t.th..al-Jaziry, Abdurrahman, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut:Maktabah al-Tijariyah Kubra, Juz IV, t.th.Amin Summa, Muhammad, Hukum <strong>Keluarga</strong> Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004.Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi RevisiIV, Yogyakarta: Rineka Cipta, cet. XI, 1998.Bagiq al-Habsyi, Muhammad, Fiqh Praktis Menurut al-Qur’an, as-Sunnah, danPendapat Para Ulama (Buku Kedua), Bandung: Mizan Media Utama,cet. I, 2002.Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus Propinsi Jawa Tengah dalam Angka2005.Departemen Agama RI, Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991, KompilasiHukum Islam di Indonesia, <strong>Di</strong>rektorat Pembinaan Badan PeradilanAgama <strong>Di</strong>rektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2000.Hadi, Abdul, Fiqh Munakahat dan Peraturan Perundang-undangan, <strong>Di</strong>ktatKuliah, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang, 2002.Hanitijo Soemitro, Ronny, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:Ghalia Indonesia, cet.V, 1994.79


Hadikusuma, Hilman, Hukum <strong>Perkawinan</strong> Indonesia, Menurut Perundangan,Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990.__________, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar Maju,1992.Hamid, Warno, Merajut <strong>Perkawinan</strong> Harmonis, Surabaya: Insan Cendekia, cet. I,1999.Imam Abi Abdillah Muhammad bin Islamil ibn Ibrahim bin Maghirah binBarabah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih Bukhari, Beirut: Darul Kutub al-Abuniyah, 1992.J. Moloeng, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya, 2002.Musriyanto, Analisis Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Nikah di BulanMuharram Menurut Adat Jawa (<strong>Studi</strong> di Desa Banbagkerep KecamatanNgaliyan), Skripsi Fakultas Syari’ah, IAIN Walisongo Semarang, Tahun2004.Mundiri, Upacara Tradisional Masyarakat Kudus, Jurnal Penelitian IAINWalisongo Semarang, Semarang, Edisi 10, 1998.Nuruddin, Amiur, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (<strong>Studi</strong> KritisPerkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI),Jakarta: Prenada Media, cet. II, 2004.Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,cet, I, 1995.Rusyd, Ibn, Bidayah al-Mujtahid, juz II, Beirut, Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t..Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, t.th..Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, juz 2, Beirut, Libanon: Dar al-Fikr, 1992.Soekanto, Soerjono, Intisari Hukum <strong>Keluarga</strong>, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1992, hlm. 34.80


Subekti R., dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta:Pradnya Paramita, cet, XIX, 1978.Swara Rahima, No. 8 Tahun III Agustus 2003.Salam Arief, Abd., Pembaruan Pemikiran Hukum Islam, <strong>Antar</strong>a Realita danFakta Kajian Pemikiran Hukum Syeikh Mahmud Syaltut, Yogyakarta:LESFI, 2003.Syarifuddin, Amir, Hukum <strong>Perkawinan</strong> Islam di Indonesia, <strong>Antar</strong>a FiqhMunakahat dan Undang-undang <strong>Perkawinan</strong>, Jakarta: 2006.Undang-undang No. 1 Tahun 1974.Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta: GunungAgung, cet. VII, 1984.Yahya, Mukhtar, dan Prof. Drs. Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan HukumFiqh Islami, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1996, cet. I.81

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!