Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Garuda Food, Tjiwi Kimia, Intisari (produsen snack Momogi),<br />
Deliana Batik, dan Karya Sentosa. Total peserta dari Indonesia<br />
55 boots.<br />
Di Pakistan jumlah pabrik sangat sedikit. Kalaupun<br />
ada itu juga milik warga asing. Perang saudara atau perang<br />
suku (sekretarian) yang berlarut-larut membuat konsentrasi<br />
warganya lebih pada pengamanan diri. Untuk melakukan<br />
kegiatan ekonomi produktif paling hanya membuka toko<br />
atau berdagang ke luar negeri. Mereka tidak berani membuat<br />
pabrik, karena khawatir akan diserang oleh kelompok atau<br />
suku lain.<br />
Gaya hidup masyarakat di Pakistan, khususnya di<br />
ibukotanya Karachi juga berbeda dengan Indonesia. Mereka<br />
kebanyakan memulai aktifitas di atas jam 10 pagi, bahkan<br />
seringkali di atas jam 12 siang. Hal ini yang membuat<br />
pameran di Karachi sengaja dibuka mulai pukul 15.00 sampai<br />
#<br />
21.00 waktu setempat. Itupun lebih dikhususkan pada para bagus. Namun masih ada hambatan soal monopoli dan mafia<br />
undangan, karena dikhawatirkan ada penjarahan. perdagangan yang masih kuat. Juga bea masuk yang tinggi<br />
“Bisa dibilang kondisi di Pakistan itu seperti hampir mencapai 40%. Hal ini yang membuat banyak produk<br />
Indonesia 17 tahun lalu. Jadi dari banyak sisi sudah jauh bagus tidak bisa begitu mudah masuk dan beredar di<br />
ketinggalan dibanding Indonesia. Bahkan mall terbesar yang Pakistan. Daya beli konsumen ada, namun kekuatan<br />
mereka bangga-banggakan, kondisi dan besar gedungnya kelompok atau suku yang menguasai perdagangan,<br />
tak lebih dari mall terbesar kedua atau ketiga di Sidoarjo. Ya membuat tidak bisa dilakukan perdagangan bebas seperti di<br />
sangat jauh dibanding hiruk pikuk di metropolitan Surabaya, kebanyakan negara. Apalagi proteksi yang dilakukan dengan<br />
apalagi Jakarta,” tutur Fitri sembari tersenyum, mengenang mengenakan bea masuk yang tinggi.<br />
hari-hari di Pakistan. “Setelah pulang dari Pakistan saya tersadar betapa<br />
Demi keamanan peserta pameran, maka setiap beruntungnya saya hidup di Indonesia. Secara sosial ekonomi<br />
aktifitas di luar hotel selalu dipandu oleh petugas dari jauh lebih baik, dan di sisi politik keamanan juga lebih<br />
Kementrian Luar Negeri. Itu juga berlaku saat peserta terjamin. Untuk menjalankan bisnis dan mengimpor produk<br />
pameran mengelilingi ibukota Pakistan untuk memantau dari luar negeri juga lebih gampang. Di Pakistan mafia<br />
kondisi bisnisnya dan mengunjungi kantor-kantor calon merajalela dan monopoli begitu kuat. Itu juga berlaku pada<br />
buyer, sengaja diantar menggunakan mobil dinas konsulat. produk kosmetik. Namun saya optimis, ke depan produk<br />
Minat beberapa pengusaha lokal terhadap produk kami bakal bisa menembus Pakistan dan sekitarnya,” tukas<br />
Indonesia, khususnya produk kosmetik <strong>Sekawan</strong> sangat Fitri optimistis.*Bgn<br />
Sudut kota Karachi yang dijejali oleh pedagang kaki-lima.<br />
Jamuan malam dengan Konsul Jenderal RI di Karachi, Rossalis Adenan yang dilanjutkan dengan sesi foto bersama.