12.07.2015 Views

Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus

Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus

Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

BAPPENASNovember 2011<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong><strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)White Paper


<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong><strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)White Paper


Kata Pengantar<strong>Dana</strong> alokasi khusus (DAK) merupakan salah satu mekanisme transfer keuangan PemerintahPusat ke daerah yang bertujuan untuk membantu men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang merupakanurusan daerah <strong>dan</strong> sesuai dengan prioritas nasional. Sesuai dengan peruntukannya DAK hanyauntuk kegiatan fisik. Walaupun kontribusi DAK sangat kecil (hanya sekitar 7%) dari total<strong>dan</strong>a perimbangan, DAK memainkan peran strategis dalam dinamika pembangunan sarana<strong>dan</strong> prasarana pelayanan dasar di daerah, karena sesuai dengan prinsip desentralisasi <strong>dan</strong>akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat. Di sisi lain kemampuan keuangandaerah sangat terbatas <strong>dan</strong> kualitas belanja daerah juga masih sangat rendah.Untuk mencermati berbagai persoalan seputar pengalokasian, pengelolaan <strong>dan</strong> akuntabilitasDAK, Direktorat Otonomi Daerah - Bappenas memprakarsai salah satu kajian dalam rangkamenyusun White Paper DAK, dengan harapan agar perspektif <strong>dan</strong> rekomendasi dari hasilkajian ini dapat menjadi salah satu input dalam membuat kebijakan khususnya revisi berbagairegulasi (UU <strong>dan</strong> PP) terkait <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK) <strong>dan</strong> perbaikan institusional baik ditingkat nasional maupun daerah.Kajian ini terlaksana atas kerjasama antara pemerintah Indonesia <strong>dan</strong> mitra pembangunan,yaitu Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH dalam kerangkakerjasama Indonesia-Jerman, 2010-2012 <strong>dan</strong> UNDP dalam kerangka kerjasama PGSP(Provincial Governance Strengtening Programme).Dengan terbitnya white paper ini, kami berterimakasih kepada Direktur GIZ untuk program‘‘Decentralisation as Contribution to Good Governance“ (DeCGG), Joerg-Werner Haas, sertaTim Auracher selaku Component Team Leader untuk Fiscal Decentralisation, <strong>dan</strong> Dr. Jan M.Bach. Selanjutnya, kami berterimakasih kepada Senior Adviser GIZ, Dr. Astia Dendi, serta parakonsultan, yakni Dr. Kodrat Wibowo, Zulhanif M.Si., <strong>dan</strong> Dr. Wahyudi Kumorotomo, yangmelakukan kajian ini.Kepada UNDP, khususnya Provincial Governance Strengthening Programme (PGSP-UNDP/BAPPENAS), kami sampaikan terima kasih atas dukungannya, kepada Mellyana Frederika selakuProject Manager PGSP atas pelaksanaan serangkaian diskusi terbatas seputar DAK, Harry Seldadyoselaku PGSP Research Team Leader yang telah menyusun Volume 1, <strong>dan</strong> Dr. Bagdja Muljarijadiselaku Konsultan yang telah merangkum <strong>dan</strong> menyelaraskan rekomendasi sebagaimana termuatdalam volume terakhir (Volume 3) kajian ini.ii<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para narasumber dari Bappenas sertaTim Teknis White Paper DAK dari Kementerian Keuangan <strong>dan</strong> Kementerian Dalam Negerisebagaimana tercantum pada lampiran serta para narasumber lain yang tidak dapat kamisebutkan satu persatu. Sekretariat DAK Bappenas juga memiliki andil besar dalam penyediaandata <strong>dan</strong> dokumen kajian-kajian sebelumnya, karenanya kami ucapkan terima kasih.Akhir kata kami berharap Buku ini bermanfaat dalam penyusunan kebijakan DAK sebagaimanadimaksud.Jakarta, November 2011Dr. Ir. Budhi Santoso, M.A.Direktur Otonomi DaerahBa<strong>dan</strong> Perencanaan Pembangunan NasionalWhite Paperiii


Ringkasan EksekutifDalam pemerintahan yang terdesentralisasidi Indonesia, salah satu kebutuhan yangmendesak adalah peningkatan efektifitaspembangunan daerah antara lain melaluikebijakan yang koheren serta penerapanprinsip-prinsip tata-pemerintahan yangbaik (good governance) secara konsisten.Tantangan lainnya adalah peningkatankemampuan aparat di daerah dalampenggunaan <strong>dan</strong>a pembangunan secaraefisien, efektif <strong>dan</strong> akuntabel berdasarkanstandar yang jelas. Konsisten dengankondisi <strong>dan</strong> tantangan tersebut, Pemerintahtelah merumuskan RPJMN untuk periode2010-2014 yang meletakkan titik berat padapembangunan daerah <strong>dan</strong> peningkatankesejahteraan ekonomi melalui perbaikantata-pemerintahan (Agenda I <strong>dan</strong> II).Untuk itu, pada masa mendatang perluterus diupayakan agar penggunaan <strong>dan</strong>apembangunan semakin efisien <strong>dan</strong> efektif.Berkenaan dengan penggunaan <strong>dan</strong>apembangunan di daerah, Pemerintah terusmengupayakan penyempurnaan perangkatkebijakan, termasuk diantaranya kebutuhanuntuk melakukan revisi terhadap UUNo.33/2004 tentang perimbangan keuanganpusat-daerah serta PP No.55/2005 tentang<strong>dan</strong>a perimbangan agar lebih sesuai dengantantangan baru <strong>dan</strong> dinamika pen<strong>dan</strong>aanpembangunan yang terdesentralisasi. Untukpen<strong>dan</strong>aan pembangunan yang berasaldari DAK (<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>), meskipunproporsinya terhadap keseluruhan <strong>dan</strong>aperimbangan relatif kecil (sekitar 7%, APBN2010), munculnya berbagai permasalahan,perspektif, <strong>dan</strong> kendala akhir-akhir ini perludikaji secara sistematik <strong>dan</strong> direspon dengankebijakan yang lebih selaras <strong>dan</strong> tepatsasaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa bagidaerah tertentu, terutama daerah-daerahyang kemampuan fiskalnya rendah yangsebagian besar DAU-nya terpakai untuk gajipegawai <strong>dan</strong> belanja tidak langsung lainnya,pen<strong>dan</strong>aan melalui DAK menjadi salah satutumpuan harapan mereka. Dalam rangkamendukung pencapaian prioritas nasionalserta meminimalkan permasalahan DAKakhir-akhir ini, BAPPENAS memprakarsaipenyusunan sebuah white paper DAKberdasarkan kajian-kajian yang sistematis.Dengan konteks <strong>dan</strong> perspektif tersebutdi atas, studi DAK untuk white paper inidilaksanakan dengan tujuan antara lain:Pertama, mengidentifikasi tantangan/issu-issu penting yang menjadi kendalaefektifitas DAK dalam mewujudkansasaran-sasaran pembangunan. Kedua,menganalisis secara makro seberapa besar(seberapa signifikan) kontribusi DAK dalampencapaian indikator-indikator yang menjadiprioritas pembangunan nasional. Ketiga,memberikan rekomendasi kebijakan untukmeningkatkan efektifitas pencapaian sasaran<strong>dan</strong> dampak DAK ke depan. Keempat,diharapkan agar perspektif <strong>dan</strong> rekomendasistudi ini dijadikan salah satu acuan olehkementerian/ lembaga terkait dalam merevisiun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g, peraturan, atau punpedoman-pedoman pelaksanaan DAK, sertaoleh Pemerintah Provinsi dalam menyusunpetunjuk pelaksanaan DAK.Sesuai kerangka tujuan tersebut, buku inidifokuskan untuk menjawab pertanyaanpertanyaansebagai berikut: (i) Apakahpengalokasian DAK sudah efisien (spesifik<strong>dan</strong> tepat sasaran) atau tepat sasaran baiksecara geografis mau pun sektoral?; (ii) Apasaja issu-issu strategis <strong>dan</strong> tantangan yangmemerlukan perubahan kebijakan DAK kedepan?; (iii) Bagaimana dampak DAK (adakahdampak DAK) terhadap pencapaian tujuantujuanprioritas pembangunan nasional?;<strong>dan</strong> (iv) Bagaimana meningkatkan efisiensi<strong>dan</strong> efektifitas DAK ke depan?Pendekatan yang dilakukan meliputitinjauan hasil-hasil studi sebelumnya (deskstudy), pengumpulan <strong>dan</strong> analisis dataiv<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Ringkasan Eksekutifkuantitatif sekunder, <strong>dan</strong> melalui FocusGroup Discussion dengan berbagai pihakyang relevan termasuk para pemangkukebijakan di Pemerintah <strong>dan</strong> PemerintahDaerah, serta para pakar dari kalanganakademisi <strong>dan</strong> organisasi masyarakatsipil. Data kuantitatif sekunder antara lainmeliputi alokasi DAK per kabupaten/Kotaselama periode 2004-2009, serta indikatorindikatorkinerja pembangunan yang antaralain meliputi variabel-variabel IndeksPembangunan Manusia di kabupaten/kotapenerima DAK (khususnya Angka HarapanHidup, rata-rata lama sekolah, angka melekhuruf), pendapatan daerah penerima DAK,<strong>dan</strong> pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota penerima DAK selama periode 2003-2009. Data empiriss tersebut diolahsecara kuantitatif (korelasi <strong>dan</strong> regresi)menggunakan panel data 2003-2009 dariseluruh kabupaten/kota penerima DAK.Disamping analisis kuantitatif juga dilakukananalisis kualitatif/deskriptif.Dari perspektif teori, DAK yang diterapkandi Indonesia sejauh ini termasuk conditional,closed-ended, and binding constrainmatching grant. Artinya, DAK di Indonesiamerupakan transfer bersyarat dengan tujuankhusus yang besaran <strong>dan</strong>anya (pagu) telahditetapkan sejak semula. Secara teoritis(Boadway, <strong>dan</strong> Shah 2007: lihat Tabel 2.1)dapat diprediksi bahwa jenis matchinggrant seperti ini adalah jenis yang palinglemah dampaknya terhadap 3 hal: (i)Penambahan kapasitas keuangan daerah;(ii) Akuntabilitas pelaporan anggaran; <strong>dan</strong>(iii) kesejahteraan masyarakat. Justru, secarateoritis pola conditional (output-based)non-matching grant paling baik dampaknyasecara keseluruhan (lihat Tabel 2.1). Polaini menetapkan kondisi-kondisi/spesifikasioutput yang harus dihasilkan (bukaninput seperti sekarang) <strong>dan</strong> memberikanfleksibelitas kepada pemerintah daerahdalam merancang program <strong>dan</strong> strategi.Secara teori, DAK mempunyai tujuan untukmemberikan insentif bagi pemerintah padalevel sub-nasional untuk menyelenggarakankegiatan khusus yang biasanya merupakanprioritas pemerintah tingkat nasional(Anwar Shah, 2007). Di Indonesia kebijakanpengalokasian DAK mulai diimplementasikansejak tahun 2003. Pada tahun 2003 tersebutDAK hanya dialokasikan untuk 5 bi<strong>dan</strong>g,yaitu pendidikan, kesehatan, prasarana jalan,prasarana irigasi <strong>dan</strong> prasarana pemerintah,dengan total alokasi sebesar Rp. 2.269milyar. Dari tahun ke tahun pengalokasianDAK mengalami perkembangan yangcukup signifikan, baik dari sisi besaranalokasi maupun dari cakupan bi<strong>dan</strong>g yangdi<strong>dan</strong>ai dengan DAK, serta jumlah daerahpenerima. Pada tahun 2010, jumlah alokasiDAK menjadi Rp. 21.133,3 milyar denganjumlah bi<strong>dan</strong>g yang menerimanya menjadi14 bi<strong>dan</strong>g. Secara total, dari tahun 2003hingga tahun 2010 jumlah alokasi DAKadalah sebesar Rp.104.940,5 milyar, yangdialokasikan ke sejumlah Kabupaten/Kotasebesar Rp.101.825,3 milyar <strong>dan</strong> ke sejumlahpropinsi sebesar Rp.3.115,2 milyar.Seiring dengan a<strong>dan</strong>ya pemekaran kabupaten/kota, maka jumlah kabupaten maupun kotayang menerima alokasi DAK terus meningkat.Bila pada tahun 2003 hanya terdapat 265Kabupaten yang menerima alokasi DAKKabupaten maka pada tahun 2010 terdapat398 Kabupaten yang menerima alokasi DAK,yang berarti selama kurun waktu tersebutjumlah Kabupaten yang menerima alokasiDAK meningkat hampir 50%. Demikian jugadengan jumlah Kota yang menerima alokasiDAK, bila pada awalnya hanya terdapat 65Kota yang menerima alokasi DAK, makapada tahun 2010 terdapat 93 Kota yangmenerima alokasi DAK, yang berarti selamakurun waktu antara tahun 2003 hingga 2010jumlah Kota yang menerima alokasi DAKmengalami peningkatan hampir 50%.Volume I buku ini menunjukkan DAK,betapapun kecil porsi yang dialokasikannya,memainkan peran penting dalampembangunan daerah. Sebagai modadesentralisasi fiskal, DAK dirancanguntuk memenuhi kebutuhan khusus didaerah tertentu. Walau begitu, dalamperkembangannya azas, konsep, <strong>dan</strong>formula DAK telah bergerak jauh dari esensidesentralisasi <strong>dan</strong> sifat kekhususannya.White Paperv


Azas <strong>dan</strong> konsep DAK diberi makna secaraberbeda dalam era UU desentralisasi yangberbeda (1999 <strong>dan</strong> 2004) <strong>dan</strong> antaraUU dengan aturan-aturan di bawahnya.Inkonsistensi amat mencolok posisi relatif‘’prioritas nasional’’ harus didudukkanberhadapan dengan urusan daerah. Dari eraUU satu ke era UU lain <strong>dan</strong> dari aturan keaturan, posisi relatif keduanya didefinisikan<strong>dan</strong> diberi makna secara tidak konsisten.Formula DAK dengan jelas menggiring DAKuntuk memudarkan nilai kekhususan daerahpenerimanya terutama karena penggunaantiga kriteria sekaligus secara substitutif,yakni kegagalan dalam memenuhi satukriteria dapat dikompensasi oleh kriteriaberikutnya. Volume I paper ini mencatatbahwa orientasi dasar formula DAK telahdigeser dari penentuan `daerah terseleksi` kearah penetapan `target pengalokasian bagisebanyak mungkin daerah.`Volume I buku ini – selain menagih konsistensidalam definisi <strong>dan</strong> intepretasi DAK –merekomendasikan dua opsi reformulasiDAK. Pertama, melalui reformasi parsialyang mendudukan ulang formulasi yang adasebagaimana perun<strong>dan</strong>gan yang berlaku saatini. Kedua, reformulasi integral yang merevisikeseluruhan konstruksi kebijakan DAK dalampenentuan daerah penerima <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>gkegiatan.Selanjutnya analisis kuantitatif pada volumeII memperlihatkan bahwa pengalokasianDAK telah bias dari tujuan kekhususannya<strong>dan</strong> lebih memprioritaskan fungsi ekualisasi(perimbangan). <strong>Analisis</strong> koefisien variasimembuktikan hal tersebut, dimana denganpenambahan DAK koefisien variasi kapasitasfiskal semakin menurun. Selanjutnya analisisprofil daerah penerima DAK berdasarkandata 2003-2006 mengungkapkan ternyatamasih cukup banyak daerah (31% daritotal penerima DAK) yang DAU per-kapitanyarelatif tinggi juga menerima DAKdalam jumlah yang relatif besar. Lebih jauhlagi, analisis data tahun 2008 <strong>dan</strong> 2009mengungkap bahwa hampir 70 % daerahyang kapasitas fiskalnya rendah menerimaDAK per kapita di atas nilai tengah (median).Angka-angka tersebut menguatkan pendapatbahwa pengalokasian DAK memang bias daritujuan khususnya <strong>dan</strong> lebih condong kepadaekualisasi (perimbangan).<strong>Dampak</strong> DAK terhadap pertumbuhanekonomi: Hasil kajian kami memperlihatkanbahwa DAK dengan pola <strong>dan</strong> besaranalokasi seperti diterapkan selama ini, tidakmemberikan kontribusi signifikan terhadaptujuan-tujuan (outcome <strong>dan</strong> impact)pembangunan nasional yang meliputipertumbuhan ekonomi <strong>dan</strong> IPM-denganbeberapa variabel kuncinya. Ternyata hanyaDAK Pertanian, DAK bi<strong>dan</strong>g lingkunganhidup <strong>dan</strong> pendidikan yang menunjukkanpengaruh positif terhadap pertumbuhanekonomi, meski pun tidak signifikan.Namun, bertentangan dengan harapan, tidakterdapat pengaruh positif yang nyata padaalokasi DAK Irigasi, Jalan, Kesehatan, <strong>dan</strong>Sanitasi terhadap pertumbuhan ekonomi;yang terlihat justru kecenderungan pengaruhnegatif. Dengan demikian pengaruh positif<strong>dan</strong>a DAK terhadap pertumbuhan ekonomiselama tahun 2003 hingga tahun 2009masih belum meyakinkan <strong>dan</strong> belum sesuaiharapan.<strong>Dampak</strong> DAK terhadap IPM <strong>dan</strong> elemenelemennya:Meski pun DAK Pendidikanmemberikan kontribusi positif <strong>dan</strong> signifikanterhadap angka partisipasi sekolah (schoolenrollment) pada tingkat sekolah dasar maupun menengah (Purwanto, 2010), kajian kamimengungkap bahwa DAK Pendidikan tidakmemberikan pengaruh signifikan terhadappeningkatan rata-rata lama sekolah, angkamelek huruf <strong>dan</strong> IPM. Sesuai harapan, DAKKesehatan memang berpengaruh positifterhadap peningkatan IPM secara agregat,namun bila lihat secara lebih spesifik DAKkesehatan sejauh ini belum memberikanpengaruh signifikan terhadap angka harapanhidup.Kami berpendapat bahwa permasalahanutama kurang tercapainya dampak DAKvi<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Ringkasan Eksekutifseperti yang diharapkan bukan terletakpada kecilnya jumlah DAK, tetapi lebihpada kurang efisiennya pengalokasianDAK serta kurang efektifnya tatakelolaimplementasi DAK. Hal ini terjadi karenapendekatan pencapaian yang berlaku diIndonesia adalah pendekatan berbasis input,dimana DAK hanya dapat dibelanjakan untukjenis input tertentu seperti fasilitas kelas,buku, <strong>dan</strong> lain-lain. Disamping itu daerahtidak memiliki ruang gerak yang cukupuntuk berkreasi sesuai kebutuhan merekakarena kuatnya pendekatan top-down dalamperencanaan, serta berbagai permasalahanterkait petunjuk pelaksanaan <strong>dan</strong> petunjukteknis DAK.Berdasarkan temuan-temuan tersebut kamimerekomendasikan perubahan-perubahanpendekatan sebagai berikut: Pertama, pendekatan yang selama iniberbasis input (input-based) perlu dialih kependekatan berbasis hasil (performancebased), yang fokus pada target-targetoutput <strong>dan</strong> outcome pembangunan,terutama indikator-indikator yang relefandengan standar pelayanan minimal(SPM). Dengan kata lain, pemerintahdaerah diminta untuk mencapai targetoutput/outcome atau indikator-indkatortertentu tetapi mereka diberi keleluasanuntuk menentukan bagaimana cara(menentukan kegiatan) mencapai targettargettersebut. Dengan demikianpemerintah pusat dapat memaksimalkanpencapaian tujuan prioritas nasional <strong>dan</strong>pada saat bersamaan daerah penerimaDAK dapat merasakan esensi ‘otonomi’nya. Kembali kepada standar pelayananminimum; meskipun kami berpendapatbahwa DAK sesuai untuk membiayaipencapaian target-target SPM, sebaiknyapenggunaan DAK diprioritaskan untukbelanja modal pencapaian target-targetSPM; Kedua, pendekatan performance basedmemerlukan sinergi antara pusat <strong>dan</strong>daerah. Karena DAK ditujukan untukmencapai prioritas-prioritas nasionalyang sudah menjadi kewenangandaerah, seyogyanya pemerintah daerahlebih berperan dalam perencanaanDAK. Pemerintah daerah dianggap lebihmengetahui <strong>dan</strong> memahami kekhususan<strong>dan</strong> kebutuhan daerahnya. Oleh sebabitu kami merekomendasikan agarperencanaan DAK menerapkan polayang lebih bottom-up <strong>dan</strong> terintegrasikedalam mekanisme <strong>dan</strong> siklusperencanaan pembangunan nasional <strong>dan</strong>daerah. Dengan kata lain, perencanaanDAK sebaiknya melalui proses MusyawarahPerencanaan Pembangunan Daerah(MUSRENBANGDA) <strong>dan</strong> MusyawarahPerencanaan Pembangunan Nasional(MUSRENBANGNAS); Ketiga, DAK semestinya mengadopsipendekatan yang berorientasi jangkamenengah sesuai dengan RPJMN,mengingat banyaknya kegiatan-kegiatanDAK yang memerlukan investasi beberapatahun (multi-years). Oleh sebab itu kamimenganjurkan agar DAK diintegrasikankedalam Kerangka Pengeluaran JangkaMenengah (KPJM) atau “MidtermExpenditure Framework (MTEF). ManfaatKPJM bagi daerah adalah meningkatnyatransparansi <strong>dan</strong> prediktibilitas DAK,meskipun angka-angkanya bersifat paguindikatif, sehingga memudahkan daerahdalam perencanaan <strong>dan</strong> penganggaran; Disamping rekomendasi-rekomendasitersebut kami juga mendiskusikan<strong>dan</strong> memberikan perspektif tentangbagaimana monitoring <strong>dan</strong> evaluasiDAK ke depan, serta sejauh mana peranGubernur sebagai wakil pemerintah pusatdi daerah; Terakhir, sejalan dengan kesimpulan<strong>dan</strong> saran yang dikemukakan, kamimengajukan tiga alternatif polapengelolaan DAK ke depan, sebagaimanadiuraikan pada Volume III dokumen ini.White Papervii


Daftar IsiHalamanKata PengantarRingkasan EksekutifDaftar IsiDaftar LampiranDaftar Istilah <strong>dan</strong> SingkataniiivviiixiixiiVolume 1 <strong>Analisis</strong> Azas <strong>dan</strong> Konsep DAKBab I Pendahuluan 1Bab II Azas <strong>dan</strong> Konsep DAK 72.1 Issu-issu Pokok 7Bab III Formula DAK 213.1 Issu-issu Pokok 21Volume 2 <strong>Analisis</strong> <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> DAKBab I Pendahuluan 571.1 Latar Belakang 571.2 Tujuan 561.3 Metodologi 58Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negara 592.1 Konsep Dasar <strong>dan</strong> Teori Tentang <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> 592.2 Best Practices <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negara 612.3 DAK Best Practises: Kesimpulan 82Bab III Transfer Fiskal antar Pemerintah di Indonesia 833.1 <strong>Dana</strong> Perimbangan 833.2 <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> 84Bab IV Evaluasi DAK saat ini 714.1 Issu-issu Utama 714.2 Pengaruh DAK dalam Kapasitas Keuangan Daerah 984.3 Efektifitas Pengalokasian DAK 1014.4 Sebaran Bi<strong>dan</strong>g DAK <strong>dan</strong> Konsentrasi Daerah Propinsi Penerima DAK 1054.5 <strong>Dampak</strong> DAK terhadap Indikator Outcome Pembangunan 110viii<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar IsiBab V Kesimpulan 1175.1 Temuan-temuan Utama <strong>dan</strong> Implikasinya 1175.2 Pilihan Konsep DAK Kedepan 123Daftar Pustaka 123Daftar Lampiran 127Lampiran 129Volume 3 Kesimpulan <strong>dan</strong> RekomendasiBab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke Depan 1411.1 Beberapa Temuan Terkait dengan Azas <strong>dan</strong> Konsep DAK 1461.2 <strong>Perspektif</strong> Teori dari Penerapan DAK di Indonesia Beserta <strong>Dampak</strong>nya 1491.3 Beberapa Temuan Terkait Dengan Perencanaan <strong>dan</strong> pengalokasian DAK 151Daftar TabelTabel 1.1 Dinamika DAK 2003-2011 2Tabel 1.2 Bi<strong>dan</strong>g DAK 2003-2011 3Tabel 1.3 Perbandingan DAK <strong>dan</strong> Prioritas Nasional RPJMN 12Tabel 1.4 Pengorganisasian DAK Berdasarkan UU 32/2004 <strong>dan</strong> PP 55/2005 14Tabel 1.5 Urusan Wajib <strong>dan</strong> Pilihan Berdasarkan PP 38/2007 17Tabel 1.6 Korelasi <strong>dan</strong> Elastisitas DAK dengan Jumlah Daerah 29Tabel 1.7 Sebaran DAK Menurut Kelompok Pulau 29Tabel 1.8 Bobot Variabel Dasar untuk Penghitungan Kebutuhan Fiskal 30Tabel 2.1 <strong>Dampak</strong> Transfer Berdasarkan Jenis Transfer 66Tabel 2.2 Perimbangan Pendapatan <strong>dan</strong> Bantuan 74Tabel 2.3 <strong>Dana</strong>-<strong>dan</strong>a yang yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat Belanda 77Tabel 2.4 Transfer <strong>Dana</strong> Pemerintah Pusat bagi Program <strong>dan</strong> Pelayanan Propinsi <strong>dan</strong>Daerah 2005-2006 (dalam milyar dollar) 78Tabel 2.5 <strong>Dana</strong> Transfer Di Beberapa Negara 79Tabel 2.6 Perkembangan <strong>Alokasi</strong> DAK Tahun 2003 – 2010 93Tabel 2.7 Perkembangan <strong>Alokasi</strong> DAK Per Bi<strong>dan</strong>g Tahun 2003-2010 94Tabel 2.8 Perbandingan Pertumbuhan alokasi DAK, Dekon <strong>dan</strong> Tugas Pembantuan,2008-2010 (Dalam persen) 95Tabel 2.9 Perkembangan Jumlah Daerah Penerima <strong>Alokasi</strong> DAK Tahun 2003-2010 96Tabel 2.10 Koefisien Variasi <strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong> Perimbangan Kabupaten/KotaTahun 2005-2009 99White Paperix


Tabel 2.11 Distribusi Penerima DAK Per Kapita berdasarkan Kapasitas Fiskal(APBD 2008 sampai dengan 2009) 99Tabel 2.12 Korelasi DAK dengan penerimaan daerah pada kabupaten/kotadengan kapasitas fiskal tinggi 100Tabel 2.13 Korelasi DAK dengan penerimaan daerah pada kabupaten/kotadengan kapasitas fiskal rendah 100Tabel 2.14 Granger Causality Test Indikator Kinerja DAK Bi<strong>dan</strong>g Pendidik 112Tabel 2.15 Granger Causality Test Indikator Kinerja DAK Bi<strong>dan</strong>g Kesehatan 113Tabel 2.16 Estimasi Pengaruh DAK terhadap Pertumbuhan Ekonom 114Tabel 2.17 Estimasi Pengaruh DAK terhadap Indikator Kinerja Pembangunan Spesifik 114Tabel 2.18 Parameter Estimasi Regresi Kinerja DAK Pendidikan terhadap Rata-RataLama Sekolah 2004-2009 Simulasi Skenario; I 116Tabel 2.19 Parameter Estimasi Regresi Kinerja DAK Pendidikan terhadap PertumbuhanEkonomi 2004-2009 Simulasi Skenario II 116Daftar GambarGambar 1.1 Relasi Kriteria <strong>dan</strong> <strong>Alokasi</strong> DAK 25Gambar 1.2 DAK <strong>dan</strong> Belanja Pegawai Daerah 33Gambar 2.1 Konsep General Purpose Transfers (GPT) 69Gambar 2.2 Matching Grants 70Gambar 2.3 Uncondidional Transfer 70Gambar 2.4 Kombinasi Matching <strong>dan</strong> Non-Matching Grants 70Gambar 2.5 Grafik Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Kanada dengan Indonesia 77Gambar 2.6 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2003 101Gambar 2.7 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2009 102Gambar 2.8 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2005 103Gambar 2.9 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2009 104Gambar 2.10 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU per kapita tahun2003-2006 (Kodrat Wibowo, Bagdja Muljarijadi, Rullan Rinaldi, 2009) 105Gambar 2.11 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi penerima DAK tahun 2003 106Gambar 2.12 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi penerima DAK tahun 2004 107Gambar 2.13 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi penerima DAK tahun 2005 107x<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar IsiGambar 2.14 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi penerima DAK tahun 2006 108Gambar 2.15 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi penerima DAK tahun 2007 109Gambar 2.16 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi penerima DAK tahun 2008 109Gambar 2.17 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi penerima DAK tahun 2009 110Gambar 2.18 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan Variasi KonsentrasiDaerah Propinsi Penerima DAK Tahun 2010 111Gambar 3.1 Mekanisme Pengelolaan DAK sebagai Instrumen <strong>Dana</strong> Perimbangan 148Gambar 3.2 Mekanisme Pengelolaan DAK sebagai Instrumen PencapaianPrioritas Nasional 150Gambar 3.3 Mekanisme Pengelolaan DAK sebagai Instrumen <strong>Dana</strong> perimbangan<strong>dan</strong> Prioritas Nasional 153Daftar Tabel LampiranTabel Lampiran 1.1 Ringkasan DAK 2003-2011 37Tabel Lampiran 1.2 Defi nisi DAK Menurut Peraturan, Keputusan, <strong>dan</strong> Edaran Menteri 43Tabel Lampiran 1.3 Prioritas Pembangunan Tahunan 47Tabel Lampiran 1.4 Kriteria Teknis Bi<strong>dan</strong>g-Bi<strong>dan</strong>g DAK 2011 49Tabel Lampiran 2.1 Tim Pengarah <strong>dan</strong> Tim Teknis Penyusunan White Paper DAK 129Tabel Lampiran 2.2 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2004 130Tabel Lampiran 2.3 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2005 131Tabel Lampiran 2.4 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2006 131Tabel Lampiran 2.5 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2007 133Tabel Lampiran 2.6 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2008 134Tabel Lampiran 2.7 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2006 135Tabel Lampiran 2.8 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2007 136Tabel Lampiran 2.9 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2008 137Tabel Lampiran 3.1 Matriks Rekomendasi Usulan Arah Kebijakan DAK Ke Depan 155White Paperxi


Daftar Istilah <strong>dan</strong> SingkatanADBAHHAMHAPBDAPBNBDDAKDAUDBHDBHDRDeCGGDekonDPDPR-RIFGDGDPGIZGPTHPDIFNIFWIFWTIKKIKWIPMITJuklakJuknisKBKemKeuK/LKNPDTKPAKUA<strong>Alokasi</strong> Daerah <strong>dan</strong> Bi<strong>dan</strong>gAngka Harapan HidupAngka Melek HurufAnggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja DaerahAnggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja NegaraBobot Daerah<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong><strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum<strong>Dana</strong> Bagi Hasil<strong>Dana</strong> Bagi Hasil <strong>Dana</strong> ReboisasiDecentralisation as Contribution to Good Governance<strong>Dana</strong> Dekonsentrasi<strong>Dana</strong> PerimbanganDewan Perwakilan Rakyat Republik IndonesiaFocus Group DiscussionGross Domestic ProductDeutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbHGeneral Purpose TransferHasil Perusahaan DaerahIndeks Fiskal NetoIndeks Fiskal WilayahIndeks Fiskal Wilayah TeknisIndeks Kemahalan KonstruksiIndeks KewilayahanIndeks Pembangunan ManusiaIndeks TeknisPetunjuk PelaksanaanPetunjuk TeknisKeluarga BerencanaKementerian KeuanganKementerian/LembagaKementerian Negara Pembangunan Daerah TertinggalKuasa Pengguna AnggaranKebijakan Umum Anggaranxii<strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar Istilah <strong>dan</strong> SingkatanLHMenkeuMTEFNDRNKRIPAPADPDRBPelitaPemdaPGSPPNSDPPASPPP_PPPKDRAPBDRAPBNRKA-PPKDRKA-SKPDRKPRLSRPJMNRSGRSGSBISESEBSKPDSKPKDSPDSPMSPTSSASUNTAPDTPUNDPUULingkungan HidupMenteri KeuanganMedium Term Expenditure FrameworkNon Domestic RatesNegara Kesatuan Republik IndonesiaPengguna AnggaranPendapatan Asli DaerahProduk Domestik Regional BrutoPembangunan Lima TahunPemerintah DaerahProvincial Governance Strengthening ProgrammePegawai Negeri Sipil DaerahPrioritas Plafon Anggaran SementaraPeraturan PemerintahPrasarana PemerintahPejabat Pengelola Keuangan DaerahRancangan Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja DaerahRancangan Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja NegaraRencana Kerja <strong>dan</strong> Anggaran-Pejabat Pengelola Keuangan DaerahRencana Kerja <strong>dan</strong> Anggaran-Satuan Kerja Perangkat DaerahRencana Kerja PemerintahRata-rata Lama SekolahRencana Pembangunan Jangka Menengah NasionalRate Support GrantRevenue Support GrantSertifikat Bank IndonesiaSurat EdaranSurat Edaran BersamaSatuan Kerja Perangkat DaerahSatuan Kerja Pengelola Keuangan DaerahSatuan Perangkat DaerahStandar Pelayanan MinimalSpecific Purpose TransfersStandard Spending AssessmentSurat Utang NegaraTim Anggaran Pemerintah DaerahTugas PembantuanUnited Nations Development ProgrammeUn<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gWhite Paperxiii


Volume 1<strong>Analisis</strong> Azas <strong>dan</strong> Konsep DAK


Bab IPendahuluan<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK) adalah salahsatu instrumen desentralisasi fiskalbersama-sama dengan <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum(DAU), <strong>Dana</strong> Bagi Hasil (DBH) <strong>dan</strong> jenis<strong>dan</strong>a desentralisasi lain yang tergabungdalam kelompok <strong>Dana</strong> Perimbangan. Sejakdiintroduksi tahun 2001, bersamaan denganpemberlakuan efektif Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g (UU)22/1999 <strong>dan</strong> 25/1999, DAK telah mengalamimetamorfosis dalam nilai alokasi, daerahpenerima, <strong>dan</strong> cakupan bi<strong>dan</strong>g kegiatan.Secara keseluruhan, tendensi peningkatanditemui dalam ketiga variabel ini. Tabel 1memperlihatkan nilai alokasi DAK bergerakdalam tendensi umum yang menaik, kendatidi empat tahun terakhir fluktuasi terjadi. Saatini tidak kurang dari 1,3 <strong>dan</strong> 24 trilyun rupiahDAK dialokasikan berturut-turut untukprovinsi <strong>dan</strong> kabupaten-kota. Jumlah ini 9-10kali lebih besar daripada alokasi yang terjadidi tahun 2003. Ini berarti secara rata-ratasetiap provinsi <strong>dan</strong> kabupaten-kota masingmasingmenerima sekitar 6 milyar rupiah ditahun 2003, untuk selanjutnya melonjakke angka 41 milyar (provinsi) <strong>dan</strong> 49 milyar(kabupaten-kota) rupiah delapan tahunkemudian.Peningkatan total alokasi DAK diterangkanoleh kenaikan daerah pe-nerima DAK. Saatini jumlah daerah penerima telah mencakuphampir seluruh provinsi <strong>dan</strong> kabupaten-kota.Di tingkat provinsi, dari mula-mula hanyadialokasikan untuk 80 persen daerah (2003)—walau sempat menghilang antara 2004-2007— cakupan jumlah provinsi penerimaDAK dengan cepat meningkat di tahun-tahunberikutnya. Selain DKI Jakarta, kini tidak adalagi provinsi yang tidak menerima DAK. Padasaat yang sama, di tingkat kabupaten-kotakecenderungan yang tidak kalah kuat jugaterjadi. Tahun 2003 tak kurang dari 75 persenkabupaten-kota menerima alokasi DAK. Porsiini menaik terus secara konsisten kendatitotal daerah kabupaten-kota dari tahun ketahun juga meningkat akibat pemekarandaerah administratif. Di tahun 2011 hanyadua persen kabupaten-kota yang tidakWhite Paper1


Volume 1Tabel 1.1 Dinamika DAK 2003-2011ItemPembandingProvinsi2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011+ Cakupan*] 24 0 2 0 0 25 29 32 32+ Total**] 30 33 33 33 33 33 33 33 33+ Persen 80 0 6 0 0 76 88 97 97+ <strong>Alokasi</strong>***] 143 0 20 0 0 763 1.360 829 1.305+ Rataan***] 6 0 10 0 0 31 47 26 41Kabupaten-Kota+ Cakupan*] 330 353 377 434 434 451 477 486 488+ Total**] 440 440 440 440 465 465 497 497 497+ Persen 75 80 86 99 93 97 96 98 98+ <strong>Alokasi</strong>***] 2.126 2.533 3.994 11.560 17.094 20.440 23.459 20.304 23.927+ Rataan***] 6 7 11 27 39 45 49 42 49Total<strong>Alokasi</strong>*]2.269 2.533 4.014 11.560 17.094 21.202 24.820 21.133 25.233*] Dikompilasi dari http://www.tkp2e-dak.org**] Jumlah daerah berdasarkan data Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia (BPS, 2011)***] <strong>Alokasi</strong> dalam milyar rupiah2 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Pendahuluanmenerima alokasi DAK. Selain lima kota <strong>dan</strong>satu kabupaten di DKI Jakarta, praktis hanyaSamarinda <strong>dan</strong> Tarakan (Kalimantan Timur)serta Tanjung Jabung Barat (Jambi) yangbukan merupakan daerah penerima DAK.Lonjakan nilai alokasi DAK juga diterangkanoleh perluasan cakupan bi<strong>dan</strong>g DAK daritahun ke tahun (Tabel 2). Di 2003 baru ada limabi<strong>dan</strong>g DAK, yakni pendidikan, kesehatan,jalan irigasi, serta sarana pemerintahandaerah. Lima tahun berikutnya, jumlah inilalu menjadi 11 bi<strong>dan</strong>g seirama denganintroduksi bi<strong>dan</strong>g baru, seperti perikanankelautan(2004), pertanian <strong>dan</strong> air minum(2005), lingkungan hidup (2006), sertakeluarga berencana <strong>dan</strong> kehutanan (2008).Hanya di tahun 2007 pemerintah tidakmengenalkan bi<strong>dan</strong>g DAK baru, tetapi pada2009-2010 tiga bi<strong>dan</strong>g baru diintroduksilagi, yakni sarana pedesaan, perdagangan,<strong>dan</strong> sanitasi. Di tahun 2011, lima bi<strong>dan</strong>gbaru kembali diintroduksi —listrik pedesaan,transportasi pedesaan, sarana daerahperbatasan, perumahan-permukiman, sertakeselamatan transportasi darat—untukakhirnya membentuk formasi 19 bi<strong>dan</strong>gDAK. Ini artinya dalam delapan tahun terakhirjumlah bi<strong>dan</strong>g DAK telah bertambah hampirempat kali lipat, atau secara rata-rata lebihdari dua bi<strong>dan</strong>g baru per tahun ditambahkandalam konfigurasi DAK.Bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g DAK lebih banyak diarahkanpada kegiatan-kegiatan di tingkat kabupatenkota(Tabel Lampiran 1). Ini mudahdimengerti karena kegiatan DAK diarahkanpada kegiatan-kegiatan fisik dengan skalaproyek yang tidak terlalu besar. Bi<strong>dan</strong>g irigasi,misalnya, hingga 2007 bertumpu sepenuhnyapada alokasi di tingkat kabupaten-kota.Baru di tahun 2008 DAK irigasi dialokasikankepada provinsi yang dimulai dari 24 provinsilalu selanjutnya meningkat menjadi 30 di2011. Bi<strong>dan</strong>g pertanian <strong>dan</strong> kehutananpraktis baru berurusan dengan provinsidalam dua tahun terakhir, sementarasarana pemerintahan kecuali di 2005, 2008,<strong>dan</strong> 2009 tidak mengalokasikan DAK kepemerintahan provinsi. Di antara bi<strong>dan</strong>g-Tabel 1.2 Bi<strong>dan</strong>g DAK 2003-2011Bi<strong>dan</strong>gTahunIntroduksiBi<strong>dan</strong>gTahunIntroduksiPendidikan 2003 Keluarga Berencana 2008Kesehatan 2003 Kehutanan 2008Jalan 2003 Sarana Pedesaan 2009Irigasi 2003 Perdagangan 2009Sarana Pemerintahan 2003 Sanitasi 2010Perikanan-Kelautan 2004 Listrik Pedesaan 2011Pertanian 2005 Transportasi Pedesaan 2011Air Minum 2005 Sarana Daerah Perbatasan 2011Lingkungan Hidup 2006 Perumahan-Permukiman 2011Keselamatan Transportasi Darat 2011White Paper3


Volume 1bi<strong>dan</strong>g yang ada, bi<strong>dan</strong>g infrastruktur jalanterlihat paling banyak mengalokasikan DAKuntuk tingkat provinsi sejak 2003 hingga2011, walau selama 2004-2007 terjadipenurunan ekstrim jumlah daerah provinsipenerima DAK —se<strong>dan</strong>gkan alokasi untukkabupaten-kota menaik secara konsisten.Bi<strong>dan</strong>g kesehatan yang menunjukkan polamirip. <strong>Alokasi</strong> ke daerah provinsi amat minimdilakukan dalam kurun 2003-2008, tapimeningkat amat pesat di tahun 2009-2011.Di tengah gambaran yang dinamis itu,relatif terhadap DAU <strong>dan</strong> DBH, baikyang dialokasikan kepada kabupatenkota,terlebih lagi kepada provinsi, DAKsesungguhnya bukanlah <strong>dan</strong>a yang besardalam keseluruhan <strong>Dana</strong> Perimbangan.Tahun 2011 DAK mengambil porsi kurangdari 10 persen total <strong>Dana</strong> Perimbangan.Tahun-tahun sebelumnya porsi ini jauh lebihkecil lagi, yakni antara tiga (2003) hinggasembilan (2009) persen. 1 Dari magnitudeyang terbatas ini, provinsi dalam delapantahun terakhir rata-rata membukukan hanyasekitar tiga persen porsi DAK. Bagian terbesaralokasi DAK diserap oleh kabupaten-kota: 97persen. Ini mudah dimengerti karena DAKdiwarnai oleh kegiatan-kegiatan fisik di manakabupaten-kota berada di titik terdepan.Kendati hanya mengambil porsi kecil, DAKtetap dianggap penting karena sedikitnya duatingkat alasan. Pertama, di tingkat nasional,un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g menetapkan DAK sebagaijalur penghubung bagi pencapaian prioritasprioritasnasional. Dalam Grand DesignDesentralisasi Fiskal Kementerian Keuanganbahkan masih menempatkan DAK dalamStrategi <strong>dan</strong> Rencana Aksi hingga 2015. 2Selain itu, dalam persepktif nasional DAKtidak hanya sekedar memperkuat kegiatansektoral Kementerian-Lembaga (KL) didaerah, tetapi bahkan bisa menjadi kegiatansubstitusi karena minimnya kegiatan daerahdi sektor itu. Pada saat yang sama, KL sendirimasih terus mengembangkan kegiatankegiatandi daerah melalui jalur DAKmeskipun kegiatan-kegiatan melalui jalur<strong>dan</strong>a dekonsentrasi <strong>dan</strong> tugas pembantuanjuga tetap berlangsung.Kedua, di tingkat daerah, melihat polaumum belanja yang menempatkan belanjapegawai dalam porsi yang dominan,DAK dapat dijadikan kompensasi ataskekurangan pembiayaan pembangunanfisik <strong>dan</strong> pelayanan masyarakat di daerahkendatipun dalam jumlah yang terbatas.Tambahan lagi, bagi banyak daerah —apalagidaerah bentukan baru akibat pemekaran—DAK mengambil porsi yang signifikan. DiKabupaten Tolikara, kabupaten baru diProvinsi Papua yang dibentuk tahun 2002,misalnya, DAK menyumbang lebih dari26 persen total pendapatan daerah (DataRealisasi APBD 2006 3 , se<strong>dan</strong>gkan di SabuRaijua, kabupaten baru di Nusa TenggaraTimur yang dibentuk tahun 2008, sumbangan1 Dirujuk dari tkp2e-dak.org/dataperimbangan.asp?kdp=0000\&dkd=<strong>Dana</strong> \%20Perimbangantanggal 19 Juli 2011.2 Lihat http://www.djpk.depkeu.go.id.3 Lihat http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk/47/.4 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I PendahuluanDAK hingga Realisasi APBD Triwulan III2010 mencapai sekitar 15 persen dari totalpendapatan daerah. 4 Lebih jauh daripada itu,di sejumlah daerah nilai DAK masih lebih besardaripada nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD)yang dapat dimobilisasi. Data Realisasi APBD2003-2006 menunjukkan tidak kurang dari36, 31, 41, <strong>dan</strong> 66 persen daerah kabupatenkotamemiliki DAK yang lebih besar daripadaPAD. Sementara itu, berdasarkan data APBD2007-2011, terdapat 74, 44, 74, 65, <strong>dan</strong> 60persen daerah kabupaten-kota memiliki DAKyang lebih besar daripada PAD. Untuk tingkatprovinsi, persentase daerah yang memilikiDAK yang lebih besar daripada PAD jauh lebihsedikit —kurang dari 10 persen tiap tahun.Apa yang penting untuk didiskusikan ialahprofil kekhususan DAK. Issu utama yangmuncul pada <strong>dan</strong>a yang dialokasikan secarakhusus ini justru terletak pada memudarnyamakna kekhususan ini. Itu terlihat palingsedikit dari dua sisi seperti yang digambarkandi atas. Pertama, di sisi daerah penerima, darimasa ke masa DAK semakin terpencar kedaerah target yang semakin luas —yang lalumenghilangkan ketetapan mengenai ‘daerahtertentu’. Kedua, di sisi bi<strong>dan</strong>g kegiatan, dariwaktu ke waktu bi<strong>dan</strong>g kegiatan DAK jugameluas —yang lalu memecah ketetapantentang `kegiatan khusus’ DAK. Dalamtampilan terkini jelas terlihat DAK praktis telahmenjadi <strong>dan</strong>a khusus tanpa kekhususan.4 Lihat http://www.djpk.depkeu.go.iddatadjpk/104/.Akhir-akhir ini muncul gagasan untukmeninjau ulang tata penyelenggaraan DAK. 5Salah satu di antaranya diberikan oleh AsianDevelopment Bank dalam Laporan FinalUsulan Reformasi <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>(ADB, 2011). Kertas kerja ini mengulasaspek-aspek manajemen DAK <strong>dan</strong> beberaparangkaian variabelnya di seputarnya, sertamerekomendasikan beberapa perubahandalam penyusunan kebijakan DAK. Kertaskerja yang lain berbasis pada praktekpenyelenggaraan DAK di lapangan jugaditinjau oleh Lembaga Penelitian SMERU(Syaikhu dkk, 2008) sebagaimana dilaporkandalam Mekanisme <strong>dan</strong> Penggunaan <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> dengan mengambil kasusdi Banda Aceh, Wonogiri, Gorontalo, <strong>dan</strong>Kupang. Keseluruhan kertas kerja ini memberisumbangan penting ke arah reformulasikebijakan DAK.5 Di antara sejumlah alasan bagi peninjauan ulangatas DAK adalah perbaikan sinergi antara kebijakanpemerintah pusat <strong>dan</strong> kebutuhan daerah. HarianEquator (11/06/11), misalnya, menulis bahwadi Kabupaten Kubu Raya kebijakan pemberianbuku bagi perpustakaan sekolah tidak sejalandengan kebutuhan sekolah, karena sekolah lebihmembutuhkan perbaikan sarana pendidikanatau ruang kelas. Serupa itu, bantuan alat-alatkesehatan <strong>dan</strong> rumah sakit juga gagal mencapaisasarannya sehingga harus dikembalikan kepusat karena daerah penerima tidak memilikirumah sakit. Nilai besaran DAK antardaerahjuga dinilai tidak proporsional terhadap besaranpenduduk <strong>dan</strong> luas wilayah layanan pemerintahdaerah. (http://www.equator-news.com/lintasselatan/kubu-raya/kebijakan-pusat-tidak-sesuaikebutuhan).Walau demikian, mismatch ini tidakmelulu berasal dari gerakan satu arah, yaknidari kebijakan pusat ke implementasi daerah,Mismatch juga bisa datang dari arah sebaliknya,yakni ketidaktepatan informasi yang disampaikanoleh daerah untuk dijadikan kebijakan di tingkatpusat.White Paper5


Volume 1Volume pertama paper sekarang ini sendirilebih mengungkap <strong>dan</strong> mendiskusikanbagaimana issu utama mengenai kekhususanDAK dirancang di tingkat konsep <strong>dan</strong>diimplementasikan di tingkat empiris. Duatema pokok yang dibahas —yang sekaligusjuga mencerminkan organisasi paper ini—meliputi [1] konsep <strong>dan</strong> azas DAK serta [2]formula pengalokasian. Azas <strong>dan</strong> formulaDAK mengacu pada konsep legal DAK yangtertuang dalam dokumen legalistik berupaperun<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong> peraturan. Bagaimanaevolusi DAK dari regim perun<strong>dan</strong>gandesentralisasi 1999 ke 2004 didiskusikandalam volume pertama paper ini. Tentusaja ketika peraturan-perun<strong>dan</strong>gan iniditerapkan, issu-issu manajemen praktis tidakdapat ditinggalkan. Walau begitu, mengingatluasnya bi<strong>dan</strong>g cakupan DAK, diskusi dalampaper ini tidak diarahkan pada pembahasanmicro-management DAK. Sebaliknya, issuissumanajemen DAK di tingkat makro akanlebih diberi perhatian. Selain itu, bagaimanaformula seleksi <strong>dan</strong> alokasi DAK dikonstruksi<strong>dan</strong> diterapkan juga disajikan dalam paper ini.Apa issu-issu pokok dalam formula seleksi <strong>dan</strong>alokasi yang terkait dengan kekhususan DAK<strong>dan</strong> implikasinya adalah tema diskusi dalamvolume pertama paper ini. Rekomendasi bagikepentingan formulasi kebijakan disajikan dibagian terakhir paper ini.6 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IIAzas <strong>dan</strong> Konsep DAK2.1 Issu-issu PokokKonsep <strong>dan</strong> asas DAK tampaknyadiintepretasi secara berbeda antara saturegulasi dengan regulasi di dalam saturegim perun<strong>dan</strong>gan serta antara satu regimperun<strong>dan</strong>gan dengan regim perun<strong>dan</strong>ganlain. Ini terlihat dalam konstruksi dua regimperun<strong>dan</strong>gan desentralisasi, khususnyatentang ‘prioritas nasional’ yang berhadapandengan ‘urusan daerah’, yakni regimperun<strong>dan</strong>gan desentralisasi 1999 <strong>dan</strong> regimperun<strong>dan</strong>gan desentralisasi 2004. Seluruhissu ini didiskusikan di bab ini.Regim Desentralisasi 2004<strong>dan</strong> 1999Persoalan pokok dalam wacana azas <strong>dan</strong>konsep DAK ialah bagaimana prioritasnasional ini secara relatif didudukkan terhadapurusan daerah. Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 33/2004tidak memberikan penegasan tentang apayang dimaksud dengan prioritas nasional <strong>dan</strong>urusan daerah. Isyarat mengenai prioritasnasional diberikan oleh PP 55/2005 tentang<strong>Dana</strong> Perimbangan Pasal 52 Ayat 1 yangmenyatakan bahwa “… prioritas nasional… dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintahtahun anggaran bersangkutan.” Sementaraitu, terminologi `urusan’ didefinisikan dalamPP 38/2007 melalui pasal 1 Ayat 3 denganmenyatakan ‘urusan’ sebagai ‘fungsi’,se<strong>dan</strong>gkan ‘fungsi’ diterjemahkan sebagai‘kewenangan’. Urusan daerah ini kemudiandipilah menjadi urusan wajib <strong>dan</strong> urusanpilihan sebagaimana akan didiskusikan nanti.Dalam regim perun<strong>dan</strong>gan desentralisasi2004, UU 33/2004 memberi tekananyang berbeda dengan apa yang dimaktubdalam aturan turunannya, yakni PeraturanPemerintah (PP) 55/2005. Pasal 1 Ayat 23UU ini menempatkan urusan daerah lebihdulu daripada prioritas nasional dalamdefinisi DAK, yakni “… <strong>dan</strong>a yang bersumberdari pendapatan APBN yang dialokasikankepada daerah tertentu dengan tujuan untukmembantu men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yangmerupakan urusan daerah <strong>dan</strong> sesuai denganprioritas nasional.” 66 Cetak miring dalam keseluruhan kutipandokumen-dokumen legal dalam paper ini dilakukanoleh penulis.White Paper7


Volume 1Kendati intepretasi berbeda atas definisi itudapat diberikan, yakni “urusan daerah <strong>dan</strong>prioritas nasional adalah sebuah kesatuan”,definisi itu tetap membuka kesan bahwaDAK memiliki rancangan sedemikian rupauntuk membiayai urusan daerah yangmemiliki relevansi dengan prioritas nasional.Jadi bukan merupakan prioritas nasionalyang sekedar dikerjakan oleh atau didaerah. Di sini substansi pokok diletakkanpada urusan daerah bahkan usulan daerah.Ini sesuai dengan azas desentralisasi yangmenaunginya mengingat DAK —yang ditingkat nasional dikategorikan sebagaibagian dari <strong>Dana</strong> Perimbangan— masukdalam mekanisme Anggaran Pendapatan<strong>dan</strong> Belanja Daerah (APBD) yang melibatkanPemerintah Daerah <strong>dan</strong> DPRD.<strong>Perspektif</strong> itu selanjutnya juga mendapatpenegasan tambahan dalam Pasal 39 Ayat 1yang menyatakan bahwa “DAK dialokasikankepada daerah tertentu untuk men<strong>dan</strong>aikegiatan khusus yang merupakan urusandaerah.” Bahkan, pada pasal atau ayatberikutnya dalam UU ini, frasa ‘prioritasnasional’ praktis tidak lagi disebut secaraeksplisit, 7 sehingga UU 33/2004 memberikesan kuat bahwa DAK dikonstruksi denganmengedepankan azas desentralisasi yangkental. Menariknya, spirit UU ini juga dekat7 Sementara itu, frasa “sesuai dengan fungsi yangtelah ditetapkan dalam APBN” sebagaimana yangtertuang dalam Pasal 39 Ayat 2 UU ini juga tidakdapat diintepretasikan, meski secara implisit,sebagai prioritas nasional. Penjelasan atas ayat inihanya menyebutkan fungsi APBN yang bersifatumum, yakni “Yang dimaksud dengan fungsidalam rincian Belanja Negara antara lain terdiriatas layanan umum, pertahanan, ketertiban<strong>dan</strong> keamanan, ekonomi, lingkungan hidup,perumahan <strong>dan</strong> fasilitas umum, kesehatan,pariwisata, budaya, agama, pendidikan <strong>dan</strong>perlindungan sosial.”dengan spirit UU paralelnya dalam regimperun<strong>dan</strong>gan yang sama, yakni UU 32/2004.Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g ini menyatakan bahwaprioritas nasional harus “… dikoordinasikandengan gubernur” (Pasal 162, Ayat 2) serta“… diusulkan <strong>dan</strong> dikoordinasikan dengandaerah” (Pasal 162, Ayat 3). Pada tingkat UUdi regim 2004, daerah adalah titik pusat DAK.Berlawanan dengan itu, masih dalamregim perun<strong>dan</strong>gan yang sama, PP55/2005 sebagai penjabaran UU 33/2004ini justru memudarkan warna kental azasdesentralisasi DAK. Kendati Pasal 1 Ayat 24PP ini mendefinisikan DAK dengan cara yangpersis sama dengan apa yang dinyatakandalam UU 33/2004, prioritas nasional terasalebih dikedepankan dalam PP ini. Ini terlihatdalam konstruksi dua pasal, yakni Pasal 50<strong>dan</strong> 51. Pasal 50 Ayat 2 menyebutkan “DAK… dialokasikan dalam APBN sesuai denganprogram yang menjadi prioritas nasional.”Sementara itu, Pasal 51 meletakkan prioritasnasional mendahului urusan daerah,sebagaimana tertulis dalam Ayat 1, “DAKdialokasikan kepada daerah tertentu untukmen<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang merupakanbagian dari program yang menjadiprioritas nasional … yang menjadi urusandaerah.” Dalam perspektif ini, DAK sepertidiperlakukan seperti pelimpahan wewenanga la <strong>Dana</strong> Dekonsentrasi atau penugasan a la<strong>Dana</strong> Tugas Pembantuan dengan titik tekanprioritas nasional.Pada tingkat dokumen legal yang lebihrendah lagi (Tabel Lampiran 2), keadaan yangterbalik malah kembali muncul. PeraturanMenteri Keuangan Nomor 124/PMK.02/2005Pasal 1 Ayat 1 mendefinisikan DAK persissebagaimana yang tertera dalam UU 33/2004(“urusan daerah … sesuai prioritas nasional’’)8 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Azas <strong>dan</strong> Konsep DAKdengan tidak merujuk pada PP 55/2005.Tetapi, ini berbeda dengan isi Pasal 2 Ayat2 PMK, yakni DAK justru dinyatakan serupadengan apa yang ditulis dalam PP 55/2005Pasal 51 Ayat 1. Dalam Pasal 2 Ayat 2 PMKini prioritas nasional lebih dikedepankandaripada urusan daerah. Selanjutnya, Pasal3 juga menegaskan perbedaan ini denganmenyatakan, “DAK dialokasikan untukmembantu daerah men<strong>dan</strong>ai kebutuhanfisik sarana <strong>dan</strong> prasarana dasar yangmerupakan prioritas nasional di bi<strong>dan</strong>gpendidikan, kesehatan, infrastruktur,kelautan <strong>dan</strong> perikanan, pertanian, prasaranapemerintahan daerah, serta lingkunganhidup.‘‘Tahun-tahun berikutnya perbedaanpenekanan muncul lagi. Urusan daerahkembali dikedepankan dalam dua PMK,yakni 128/PMK.07/2006 <strong>dan</strong> 142/PMK.07/2007, khususnya dalam Pasal 1.Bahkan, spirit yang dikedepankan dalamPasal 1 PMK 2006 <strong>dan</strong> 2007 ini dipakaijuga dalam Surat Edaran Bersama TigaMenteri —Bappenas, Kementerian DalamNegeri, <strong>dan</strong> Kementerian Keuangan—tahun 2008 <strong>dan</strong> Peraturan Menteri DalamNegeri (Permendagri) 20/2009 tentangPedoman Pengelolaan Keuangan DAK diDaerah. Lebih jauh lagi, dalam Permendagri20/2009 ruang lingkup pengelolaankeuangan DAK di daerah malahan jugadinyatakan mencakup kegiatan yang lebihluas, yaitu perencanaan, penganggaran,pelaksanaan <strong>dan</strong> penatausahaan keuangan,akuntansi keuangan, pertanggungjawabanpelaksanaan anggaran, pembinaan <strong>dan</strong>pengawasan serta pengelolaan barang atauaset daerah yang bersumber dari DAK. Iniberarti ada bobot kewenangan tertentuyang diletakkan di pundak daerah, sehinggadaerah bukan sekedar pelaksana teknisDAK, penerima limpahan wewenang, ataupenerima tugas.Walau demikian, lagi-lagi perbedaanpenekanan terjadi di tahun berikutnya.Melalui PMK 216/PMK.07/2010, yangmenggunakan konstruksi Pasal 2 <strong>dan</strong> 3 PMK2006 <strong>dan</strong> 2007, DAK difungsikan untukmembantu daerah melaksanakan prioritasnasional untuk sejumlah bi<strong>dan</strong>g. Pasal 1 PMK2010 ini menyatakan “DAK dialokasikanuntuk membantu daerah men<strong>dan</strong>aikebutuhan fisik sarana-prasarana dasaryang merupakan prioritas nasional di bi<strong>dan</strong>gpendidikan, kesehatan, infrastruktur sanitasi,prasarana pemerintahan daerah, kelautan<strong>dan</strong> perikanan, pertanian, lingkunganhidup, keluarga berencana, kehutanan,perdagangan, sarana <strong>dan</strong> prasaranaperdesaan, listrik perdesaan, perumahan<strong>dan</strong> permukiman, keselamatan transportasidarat, transportasi perdesaan, serta sarana<strong>dan</strong> prasarana kawasan perbatasan.” Dalamkonstruksi ini, daerah dinyatakan sebagaiagen yang pasif dengan inisiasi sepenuhnyaberada di tingkat nasional.Keseluruhan deskripsi ini memperlihatkanbahwa dalam satu regim per-un<strong>dan</strong>gan, yakniregim perun<strong>dan</strong>gan desentralisasi 2004, DAKdipan<strong>dan</strong>g dengan cara yang tidak samaantara satu tingkat regulasi dengan tingkatregulasi lainnya. Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 33/2004mengambil kepentingan daerah sebagaititik acu pertama, se<strong>dan</strong>gkan kepentingannasional dijadikan titik acu kedua.Sebaliknya, dalam PP 55/2005 titik acu utamaadalah kepentingan nasional, sementarakepentingan daerah mengikutinya. Di dalamaturan-aturan turunan yang lebih rendah lagi,‘nasional’ <strong>dan</strong> ‘daerah’ didudukkan secaraWhite Paper9


Volume 1berbeda baik antarwaktu dalam regulasisejenis, antarpasal dalam regulasi yang sama,maupun antarregulasi yang berbeda-beda.Dengan kata lain, dalam regim perun<strong>dan</strong>gan2004, konsistensi azas DAK tidak terjadiantara UU 32/2004 <strong>dan</strong> 33/2004 yangmengakomodasi azas desentralisasi yangkuat dengan regulasi-regulasi turunannyayang tidak selalu mengakomodasi azasdesentralisasi.Dalam regim perun<strong>dan</strong>gan desentralisasi1999 sebelumnya inkonsistensi juga dapatditemukan. Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 25/1999 hanyamenyebut DAK sebagai prioritas nasional(Pasal 8, Ayat 2). Tetapi, PP 104/2000turunannya —kendati menyatakan (salahsatu) kekhususan DAK terlihat dalamprioritas nasional sebagaimana Pasal 19 Ayat2b— dengan tegas menyaratkan usulandaerah sebagai basis pengalokasian DAK(Pasal 21 Ayat 1), “<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>… dialokasikan kepada daerah tertentuberdasarkan usulan daerah.‘‘ Penjabaran atasayat ini dituangkan dalam bagian Penjelasan,yaitu “<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> dialokasikankepada daerah tertentu berdasarkan usulankegiatan <strong>dan</strong> sumber-sumber pembiayaanyang diajukan kepada menteri teknis olehdaerah tersebut dapat berbentuk rencanasuatu proyek atau kegiatan tertentu ataudapat berbentuk dokumen program rencanapengeluaran tahunan <strong>dan</strong> multi-tahunanuntuk sektor-sektor serta sumber-sumberpembiayaannya.”Apa yang dapat dilihat di sini ialah, darisisi substansi, konstruksi UU 25/1999 yangmenekankan prioritas nasional di gardadepan DAK seperti mengalirkan spiritdasarnya ke PP 55/2005. Sebaliknya, spiritDAK dalam UU 33/2004 yang menetapkanDAK “berdasarkan usulan daerah” justrudekat dengan spirit PP 104/2000. Padahal,seharusnya spirit PP 104/2000 merujukpada UU 25/1999, se<strong>dan</strong>gkan PP 55/2005mengacu pada 33/2004.Selanjutnya, di tingkat regulasi yang lebihrendah, yakni dalam Keputus-an MenteriKeuangan (KMK) 544/KMK.07/2002,prioritas nasional atau urusan daerahtidak disebut sama sekali. Tetapi, dua suratkeputusan berikutnya —548/KMK.07/2003<strong>dan</strong> 505/KMK.02/2004— mengenalkan frasalain yang berkenaan dengan urusan daerah,yakni ‘kewenangan <strong>dan</strong> tanggungjawabdaerah’ (Bab 1 Pasal 2). Sementara itu,‘prioritas nasional’ dipertelakan hanyadengan menyebut bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g kegiatanpendidikan, kesehatan, infrastruktur,kelautan <strong>dan</strong> perikanan, serta prasaranapemerintah (Bab 2 Pasal 3).Kenyataan ini menunjukkan bahwa dalamregim UU desentralisasi 1999 UU meletakkanDAK dalam format yang sentralistik dengankecenderungan top-down. Sebaliknya,PP turunannya justru menonjolkandimensi bottom-up, yang juga diikuti olehaturan-aturan di bawahnya. 8 Fenomenaini terlihat berbanding terbalik denganregim perun<strong>dan</strong>gan sebelumnya, walaukecenderungan inkonsistensi antartingkat,antarwaktu, serta antarpasal perun<strong>dan</strong>gantetap terjadi. Tabel Lampiran 2 merangkumambiguitas azas DAK sebagaimana terlihatdari evolusi peraturan-perun<strong>dan</strong>gan tentangDAK. Dalam tabel itu, perbedaan titik acusetiap pasal, peraturan, <strong>dan</strong> perun<strong>dan</strong>gantertangkap tegas.8 Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 22/1999 sebagai bagian dariregim UU 1999 tentang Pemerintahan Daerahtidak memberikan keterangan berarti mengenaiDAK.10 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Azas <strong>dan</strong> Konsep DAKNasional ‘versus’ DaerahLebih jauh tentang prioritas nasional,sebagaimana disinggung di muka, RencanaKerja Pemerintah (RKP) dijadikan rujukanpokoknya sebagaimana PP 55/2005 Pasal 52Ayat 1. Rencana ini, berdasarkan UU 25/2004tentang Sistem Perencanaan PembangunanNasional (SPPN) Pasal 4 Ayat 3, merujukpada Rencana Pembangunan JanganMenengah Nasional (RPJMN). Tentu saja ditingkat perencanaan yang umum sepertiini, kesesuaian antara prioritas nasional <strong>dan</strong>bi<strong>dan</strong>g DAK amat mudah dapat dijumpai.Sebagai contoh, ‘11 plus 3’ prioritas RPJMN2010-2014 9 pasti akan selalu sesuai denganbi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g DAK 2011 <strong>dan</strong> tahun-tahunsebelumnya. Tabel berikut menyajikanilustrasi kesesuaian 19 bi<strong>dan</strong>g DAK —yangdikategorisasi ulang menjadi 12 bi<strong>dan</strong>g—dengan prioritas nasional. Dari Tabel jelastergambar bahwa pada tingkat perencanaanyang umum seperti RPJMN kesesuaianprioritas mudah ditemui.Walau demikian, berbeda dengan di tingkatrencana lima tahunan yang umum, ditingkat rencana tahunan yang lebih rinci,tampaknya perlu dicatat bahwa RKP <strong>dan</strong>DAK belum tentu berada dalam hubunganyang bersifat one-on-one. Tidak selalu secara9 Terdiri dari reformasi birokrasi <strong>dan</strong> tata kelola,pendidikan, kesehatan, penanggulangankemiskinan, ketahanan pangan, infrastruktur,iklim investasi <strong>dan</strong> usaha, energi, lingkunganhidup <strong>dan</strong> bencana, daerah tertinggal, terdepan,terluar, <strong>dan</strong> pasca konflik, serta kebudayaan,kreativitas, <strong>dan</strong> inovasi teknologi plus bi<strong>dan</strong>gpolhukam, bi<strong>dan</strong>g perekonomian, <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>gkesra.spesifik <strong>dan</strong> eksplisit DAK dicantumkandalam RKP. Padahal, penetapan DAK dalamRKP —apalagi dengan cakupan yangdipecah hingga ke tingkat program <strong>dan</strong>kegiatan— dapat memberi sinyal kepadadaerah bagi kepentingan perencanaan <strong>dan</strong>penganggaran. 10 Sebagai contoh, dalam RKP2011 hanya tiga bi<strong>dan</strong>g yang secara tegasmenyebut DAK, yakni Prioritas 1 “ReformasiBirokrasi <strong>dan</strong> Tata Kelola” (Nomor IV ProgramPeningkatan Kapasitas Keuangan PemerintahDaerah, sub-nomor IV.1 Pembinaan <strong>dan</strong>Fasilitasi <strong>Dana</strong> Perimbangan), Prioritas5 “Program Aksi di Bi<strong>dan</strong>g Pangan”(Nomor V Program Pengembangan <strong>dan</strong>Pengelolaan Perikanan Tangkap, sub-nomorV.2 Pembinaan Dan Pengembangan KapalPerikanan, Alat Penangkapan Ikan <strong>dan</strong>Pengawakan Kapal Perikanan), serta Prioritas8 ”Program Aksi di Bi<strong>dan</strong>g Energi” (Nomor IProgram Pengelolaan Listrik <strong>dan</strong> PemanfaatanEnergi, sub-nomor I.1 Penyediaan <strong>dan</strong>Pengelolaan Energi Baru <strong>dan</strong> Terbarukan(EBT) <strong>dan</strong> Pelaksanaan Konservasi Energi).Sisanya tidak menegaskan DAK dalam kolomsubstansi inti atau prioritas kegiatan, sasaran,indikator, target, <strong>dan</strong> pagu anggaran.Hal mirip juga dijumpai dalam dalam RKP2010. Hanya tiga bi<strong>dan</strong>g DAK disebuteksplisit di sini —dinyatakan sebagai bagiandari Mata Anggaran Pengeluaran (MAK)dalam Kode Akun Pemerintah Pusat (KAPP).Dua bi<strong>dan</strong>g DAK, yakni perikanan-kelautan<strong>dan</strong> pertanian, masuk dalam Prioritas 4dengan tagline “Pemulihan Ekonomi yangDidukung oleh Pembangunan Pertanian,10 Kebutuhan semacam ini makin jelas terasamanakala DAK sukar diprediksi sebagaimanapraktek sekarang ini.White Paper11


Volume 1Tabel 1.3 Perbandingan DAK <strong>dan</strong> Prioritas Nasional RPJMNBi<strong>dan</strong>g DAKPrioritas Nasional RPJMN1 Prasarana Pemerintahan Daerah PN 1 Reformasi Birokrasi <strong>dan</strong> Tata Kelola2 Pendidikan PN 2 Pendidikan3 Kesehatan <strong>dan</strong> Keluarga Berencana PN 3 Kesehatan4 Infrastruktur Air Minum <strong>dan</strong> Sanitasi5 Pertanian <strong>dan</strong> Irigasi PN 5 Ketahanan Pangan6 Kelautan <strong>dan</strong> Perikanan7Infastruktur Jalan <strong>dan</strong> TransportasiPerdesaan8 Perumahan <strong>dan</strong> PermukimanPN 6Infrastuktur9 Perdagangan PN 7 Iklim Investasi <strong>dan</strong> Iklim Usaha10 Listrik Perdesaan PN 8 Energi1112Kehutanan <strong>dan</strong> LingkunganHidup serta Sarana <strong>dan</strong> PrasaranaPenanggulangan BencanaSarana <strong>dan</strong> Prasarana KawasanPerbatasan serta Daerah TertinggalPN 9PN 10Lingkungan Hidup <strong>dan</strong>Pengelolaan BencanaDaerah Tertinggal, Terdepan,Terluar, <strong>dan</strong> Pasca KonflikInfrastruktur, <strong>dan</strong> Energi” (Fokus 4 RevitalisasiPertanian, Perikanan, <strong>dan</strong> Kehutanan <strong>dan</strong>Fokus 7 Peningkatan Ketahanan Pangan).Bi<strong>dan</strong>g DAK ketiga, yaitu lingkungan hidup,dimaktub dalam Prioritas 5 “PeningkatanKualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam<strong>dan</strong> Kapasitas Penanganan PerubahanIklim” (Fokus 2 Peningkatan Rehabilitasi <strong>dan</strong>Konservasi Sumber Daya Alam <strong>dan</strong> KualitasDaya Dukung Lingkungan). Sementara itu,11 bi<strong>dan</strong>g DAK 2010 sisanya sama sekalitidak dicantumkan secara eksplisit dalamlima prioritas RKP 2010 —tidak dinyatakansebagai bagian dari MAK dalam KAPP.Serupa dengan itu, dalam RPK 2009 hanyaDAK bi<strong>dan</strong>g kelautan-per-ikanan (Fokus 4Peningkatan Kualitas Pertumbuhan Pertanian,Perikanan, <strong>dan</strong> Kehutanan) <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>glingkungan hidup (Fokus 5 PeningkatanKapasitas Mitigasi <strong>dan</strong> Adaptasi terhadapPerubahan Iklim Global) yang masuk dalamprioritas nasional, yakni Prioritas 2 di bawahtagline ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomiyang Berkualitas dengan MemperkuatDaya Tahan Ekonomi yang Didukung olehPembangunan Pertanian, Infrastruktur, <strong>dan</strong>Energi”. 11 Bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g DAK sisanya tidakdisebut spesifik dalam prioritas nasional2009. Dalam RKP 2008, DAK Pertaniandinyatakan tegas sebagai bagian dari Fokus1 Peningkatan Produksi Pangan <strong>dan</strong> AksesRumah Tangga terhadap Pangan (Prioritasi ”Penyediaan DAK untuk MendukungKetahanan Pangan”), Fokus 2 PeningkatanProduktivitas <strong>dan</strong> Kualitas Produk Pertanian,Perikanan <strong>dan</strong> Kehutanan (Prioritas g11 Ringkasan prioritas pembangunan tahunandisajikan dalam Tabel Lampiran 3.12 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Azas <strong>dan</strong> Konsep DAK“Penyediaan DAK untuk MendukungPengem-bangan Agribisnis”). Bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>glain DAK tidak dinyatakan eksplisit dalam RKP2008.Prioritas nasional yang diterjemahkan kedalam bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g DAK perlu puladitelusuri lebih jauh. Pertama, tentangkriteria <strong>dan</strong> strategi yang ditetapkan bagipembentukan bi<strong>dan</strong>g DAK baru. Sejauhini bi<strong>dan</strong>g baru tampaknya merupakanjalan akomodasi gagasan atau proposal KLuntuk terlibat dalam kegiatan di daerah,selain juga sebagai jalan kompromi dalamproses politik di Dewan Perwakilan Rakyat(DPR). Akibatnya pergerakan jumlah bi<strong>dan</strong>gDAK dari lima (2003) ke enam (2004),delapan (2005), sembilan (2006 <strong>dan</strong> 2007),11 (2008), lalu 13 (2009), 14 (2010), <strong>dan</strong> 19bi<strong>dan</strong>g DAK (2011) terjadi seolah-olah tanparasionalisasi yang kuat. Jika prioritas nasionaldijadikan rujukannya, penjelasan di paragrafsebelum ini memperlihatkan bahwa RKPtidak selamanya bersifat one-on-one.Kedua, dari segi pengorganisasian, UU33/2004 <strong>dan</strong> PP 55/2005 memberi bobototoritas yang besar pada pelaku di tingkatnasional. Dari sembilan lini pengorganisasianDAK, tiga kementerian —Keuangan, DalamNegeri, <strong>dan</strong> Perencanaan— ditambah denganKL, baik sendiri-sendiri maupun dalam suatukoordinasi, bergantian mengambil perannya.Sementara itu, peran daerah dibatasi hanyapada pengorganisasian DAK dalam APBD<strong>dan</strong> implikasinya di tingkat pelaksanaan —bahkan juga tidak di tingkat pengusulankegiatan.Tabel berikut memperlihatkan labor divisiondalam DAK dengan konsentrasi otoritasyang berat di tingkat nasional. Jelas terlihat,baik UU 33/2004 maupun PP 55/2005 tidakmemberi ruang otoritas yang cukup bagidaerah dalam keseluruhan proses kebijakanDAK. Dari segi pengorganisasian warnasentralisasi tampak lebih kemilau, kendatipundari perspektif penganggaran di daerahDAK berada dalam otoritas APBD melaluirelasi <strong>dan</strong>a perimbangan dengan APBN.Dalam perspektif pengorganisasian pula initampaknya SKPD bukanlah unit organisasidengan otoritas yang berotoritas, karenadaerah tidak lebih dari eksekutor programprogramKL di tingkat pusat melalui DAK.Peraturan yang lebih rendah, yakniPermendagri 20/2009, memang telah cukuprinci mengatur bagaimana DAK harusdiimplementasikan di dae-rah. Di setiaptahap pelaksanaannya cara bagaimana DAKdieksekusi menjadi kegiatan riil <strong>dan</strong> unitorganisasi apa yang bertanggangung-jawabatasnya telah dipertelakan dengan jelas.Walau begitu, ditilik dari tema pokoknya(‘Pedoman Pengelolaan Keuangan <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> di Daerah’), Permendagriini membatasi otoritas hanya di tingkatdaerah <strong>dan</strong> bersifat implementasi teknis. 12Otoritas yang lebih luas <strong>dan</strong> substantifmengenai akses daerah pada penentuaanarah kebijakan praktis absen dari seluruhkonstruksi pengorganisasian DAK.Ketiga, tentang penjabaran <strong>dan</strong> implementasifrasa `khusus‘ dalam DAK. Peningkatanbi<strong>dan</strong>g DAK dari waktu ke waktu berpotensimembongkar rancangan ‘kekhususan’itu. Jika ‘kekhususan’ dimaknai sebagaiprioritas nasional, maka frasa ‘prioritas’12 Bandingkan, misalnya, dengan SEB Tiga MenteriNovember 2010 yang memberi hak pada gubernuruntuk meminta KL berkoordinasi dalam operasi<strong>dan</strong>a dekonsentrasi <strong>dan</strong> tugas pembantuan diwilayahnya.White Paper13


Volume 1akan kehilangan maknanya sejalan denganpecahnya fokus akibat peningkatan bi<strong>dan</strong>gDAK yang terus-menerus terjadi. Ini belummenghitung amanat Pasal 108 UU 33/2004mengenai pengalihan <strong>dan</strong>a dekonsentrasi<strong>dan</strong> tugas pembantuan menjadi DAK betulbetuldirealisasikan. Bila amanat pasal inidiwujudkan DAK akan semakin komplekskarena pertambahan jumlah bi<strong>dan</strong>g potensiakan terjadi di tengah absennya kriteriapenambahan bi<strong>dan</strong>g yang tegas <strong>dan</strong>transparan seperti sekarang ini. Hinggatujuh tahun desentralisasi dijalankanberbasis regim perun<strong>dan</strong>gan 2004, tidakada inisiatif apapun yang pernah dilakukanuntuk menerjemahkan, mengurai, <strong>dan</strong>mengintegrasikan pasal ini ke dalam formatbesar DAK dengan label ‘kekhususan’.Bagaimanapun DAK dirancang untukmenyimpan nilai `kekhususan‘ tertentuagar ia berbeda dari bentuk transfer kedaerah yang lain. Penjelasan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 33/2004 <strong>dan</strong> PP 55/2005 BagianUmum menyatakan kekhususan itu terletakpada pembiayaan kebutuhan “sarana <strong>dan</strong>prasarana pelayanan dasar masyarakat yangbelum mencapai standar tertentu atau untukmendorong percepatan pembangunandaerah.” Di dalam Penjelasan Pasal 28 UU33/2004 pelayanan dasar didefinisikansebagai “penyediaan layanan kesehatan <strong>dan</strong>pendidikan, penyediaan infrastruktur, <strong>dan</strong>pengentasan masyarakat dari kemiskinan.”Di luar kesehatan, pendidikan, <strong>dan</strong>infrastruktur yang relatif jelas cakupanarea kerja <strong>dan</strong> kesesuaiannya denganTabel 1.4 Pengorganisasian DAK Berdasarkan UU 32/2004 <strong>dan</strong> PP 55/2005KegiatanPelakuPerencanaanPengusulan KegiatanMenteri Teknis<strong>Khusus</strong>(Ps. 52 PP 55/05) koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri,Menteri KeuanganMenteri PerencanaanPenetapan Kegiatan <strong>Khusus</strong> Menteri Teknis(Ps. 52 PP 55/05) menyampaikan kepada Menteri KeuanganPenhitungan <strong>Alokasi</strong>Menteri Keuangan(Ps. 53 PP 55/05)+ Kriteria Umum: IFN Menteri Keuangan(Ps. 54) 55 PP 55/05)+ Kriteria <strong>Khusus</strong>: IKW Menteri Keuangan(Ps. 56 PP 55/05) masukan dari Menteri PerencanaanMenteri Terkait+ Kriteria Teknis: IT Menteri Teknis(Ps. 40 UU 33/04) disampaikan kepada Menteri Keuangan(Ps. 56 PP 55/05)14 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Azas <strong>dan</strong> Konsep DAKKegiatanPelakuEksekusiPenetapan <strong>Alokasi</strong> Menteri Keuangan(Ps. 58 PP 55/05)Pemindahbukuan <strong>Dana</strong> Kas Umum Negara(Ps. 62 PP 55/05) kepada Kas Umum DaerahPenyusunan Petunjuk Teknis Menteri Teknis(Ps. 59 PP 55/05) koordinasi dengan Menteri Dalam NegeriPenganggaran di Daerah+ <strong>Alokasi</strong> Penggunaan APBD Pemda(Ps. 60 PP 55/05)+ Penetapan <strong>Dana</strong> Pendamping Pemda(Ps. 61 PP 55/05)PelaporanKepala Daerah(Ps. 63 PP 55/05) kepada Menteri KeuanganMenteri TeknisMenteri Dalam Negeri(Ps. 63 PP 55/05)Menteri TekniskepadaMenteri KeuanganMenteri PerencanaanMenteri Dalam NegeriPemantauan <strong>dan</strong> Evaluasi+ Pemanfaatan <strong>dan</strong> Menteri PerencanaanTeknis PelaksanaanMenteri Teknis+ Pengelolaan Keuangan Menteri Keuangan(Ps. 59 PP 55/05)White Paper15


Volume 1kekhususan DAK, tidak ada penjelasaneksplisit mengenai kekhususan apa yangdikembangkan dari pelayanan dasar untukpengentasan masyarakat dari kemiskinan.Pada saat yang sama, issu kemiskinan sendiritelah dintegrasikan ke dalam mekanismepen<strong>dan</strong>aan Urusan Bersama Pusat-Daerahuntuk Penanggulangan Kemiskinansebagaimana ditegaskan dalam Surat EdaranBersama Tiga Menteri —Keuangan, DalamNegeri, <strong>dan</strong> Perencanaan— November 2010dengan formulasi yang dipertegas dalamPMK Nomor 66/PMK.07/2011 tentangpenghitungan Indeks Fiskal <strong>dan</strong> KemiskinanDaerah dalam rangka PerencanaanPen<strong>dan</strong>aan Urusan Bersama Pusat <strong>dan</strong>Daerah untuk Penanggulangan KemiskinanTahun Anggaran 2012.Selanjutnya, rujukan lebih dalam tentangpelayanan dasar dapat pula diambil dariPP 38/2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan. Pasal 6 ayat 2 PP itu membagiurusan pemerintahan daerah dalam urusanwajib <strong>dan</strong> urusan pilihan. Yang pertamamerujuk pada pelayanan dasar yang wajibdiselenggarakan oleh pemerintahan daerah(Pasal 7 Ayat 1). Sementara itu yang keduamengacu pada potensi, kondisi, <strong>dan</strong>kekhasan daerah yang bersangkutan (Pasal 7Ayat 3) yang penentuannya ditetapkan olehpemerintahan daerah. 13 Apa yang dimaksuddengan potensi diterangkan lebih lanjut diBagian Penjelasan Pasal 7 Ayat 4, “Penentuanpotensi unggulan mengacu pada ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB), mata13 Bagian Penjelasan PP ini menyebutkan “Urusanpemerintahan wajib adalah urusan pemerintahanyang wajib diselenggarakan oleh pemerintahandaerah yang terkait dengan pelayanan dasar(basic services) bagi masyarakat, sepertipendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup,perhubungan, kependudukan <strong>dan</strong> sebagainya.”pencaharian penduduk, <strong>dan</strong> pemanfaatanlahan yang ada di daerah.” Peraturan inimencatat 26 bi<strong>dan</strong>g sebagai urusan wajib<strong>dan</strong> delapan bi<strong>dan</strong>g sebagai urusan pilihan. 14Tabel berikut menyajikan daftar urusan wajib<strong>dan</strong> urusan pilihan. Jika tabel ini disandingkandengan tabel sebelumnya terlihat bahwasembilan bi<strong>dan</strong>g DAK —pendidikan,kesehatan, jalan, irigasi, lingkungan hidup,keluarga berencana, transportasi pedesaan,perumahan, <strong>dan</strong> keselamatan transportasidarat— sejajar dengan tujuh urusan wajibDaerah. Daftar ini dapat diekspansi jika bi<strong>dan</strong>gair minum <strong>dan</strong> sanitasi —atau bahkan hinggamencakup sarana pemerintahan, saranapedesaan, <strong>dan</strong> sarana daerah perbatasan—juga bisa dikategorisasi sebagai urusan wajibdaerah bi<strong>dan</strong>g pekerjaan umum. Dalam carapan<strong>dan</strong>g ini, lebih dari 70 persen bi<strong>dan</strong>g DAKmerupakan urusan wajib daerah.Lebih dalam lagi, jika urusan wajibsebagaimana PP 38/2007 merupakanpelayanan dasar, se<strong>dan</strong>gkan pelayanan dasaradalah nilai kekhususan DAK, tiga fenomenadapat disoroti. Pertama, tidak semua urusanwajib —tegasnya, tidak semua pelayanandasar— masuk dalam daftar bi<strong>dan</strong>g DAK.Lebih dari 60 persen urusan wajib (pelayanandasar) a la PP 38/2007 tidak termasukdalam kategori bi<strong>dan</strong>g DAK. Ini artinya DAKjuga terpencar ke dalam urusan pilihan,sebagaimana nanti akan disinggung. Kedua,jika bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g DAK tertentu dipan<strong>dan</strong>gsebagai urusan wajib daerah dalam kontekspelayanan dasar, maka pembebanan pada14 Di luar kedua urusan ini, “… sepanjang menjadikewenangan daerah yang bersangkutan tetapharus diselenggarakan oleh pemerintahan daerahyang bersangkutan.” (Bagian Penjelasan PP38/2007).16 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Azas <strong>dan</strong> Konsep DAKTabel 1.5 Urusan Wajib <strong>dan</strong> Pilihan Berdasarkan PP 38/2007No Daftar Urusan No Daftar UrusanUrusan Wajib1 Pendidikan 14 Pemberdayaan Perempuan <strong>dan</strong>Perlindungan Anak2 Kesehatan 15 Keluarga Berencana <strong>dan</strong> KeluargaSejahtera3 Lingkungan Hidup 16 Perhubungan4 Pekerjaan Umum 17 Komunikasi <strong>dan</strong> Informatika5 Penataan Ruang 18 Pertanahan6 Perencanaan Pembangunan 19 Kesatuan Bangsa <strong>dan</strong> Politik DalamNegeri7 Perumahan 20 Otonomi Daerah, PemerintahanUmum, Administrasi KeuanganDaerah, Perangkat Daerah,Kepegawaian, <strong>dan</strong> Persandian8 Kepemudaan <strong>dan</strong> Olahraga 21 Pemberdayaan Masyarakat <strong>dan</strong> Desa9 Penanaman Modal 22 Sosial10 Koperasi <strong>dan</strong> Usaha Kecil-Menengah 23 Kebudayaan11 Kependudukan <strong>dan</strong> Catatan Sipil 24 Statistik12 Ketenagakerjaan 25 Kearsipan13 Ketahanan Pangan 26 PerpustakaanUrusan Pilihan1 Kelautan <strong>dan</strong> Perikanan 5 Pariwisata2 Pertanian 6 Industri3 Kehutanan 7 Perdagangan4 Energi <strong>dan</strong> Sumber Daya Mineral 8 KetransmigrasianKeterangan: Jenis bi<strong>dan</strong>g yang diberi warna adalah bi<strong>dan</strong>g yang dicakup dalam DAKWhite Paper17


Volume 1daerah <strong>dan</strong>a pendamping 10 persen yangmerata ke seluruh bi<strong>dan</strong>g DAK sukardicari rasionalitasnya. Ini artinya kewajibanpembebanan <strong>dan</strong>a pendamping 10 persentidak dapat diperlakukan sama untuk semuabi<strong>dan</strong>g, khususnya jika ia termasuk dalamurusan pilihan. Ketiga, manakala tidak semuabi<strong>dan</strong>g DAK merupakan urusan wajib akanada bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g tertentu yang termasukdalam kategori urusan pilihan. Dalam halini lima bi<strong>dan</strong>g DAK —perikanan-kelautan,pertanian, kehutanan, perdagangan, <strong>dan</strong>listrik pedesaan— yang telah diintroduksisejak 2-6 tahun lalu termasuk urusan pilihandaerah. 15 Empat bi<strong>dan</strong>g DAK ini tidakdikategorikan sebagai pelayanan dasar,padahal kekhususan DAK diletakkan padapembiayaan kebutuhan sarana <strong>dan</strong> prasaranapelayanan dasar masyarakat. Dalamperspektif ini, penyertaan <strong>dan</strong>a pendamping10 persen bisa mendapat rasionalitasnya.Selanjutnya, dalam hal urusan pilihan, bagianPenjelasan PP 38/2007 menyatakan bahwaurusan pilihan adalah prioritas daerah.Penjelasan PP 38/2007 Bagian I Umummencatat “Urusan pemerintahan yangbersifat pilihan adalah urusan pemerintahan15 Urusan listrik pedesaan sesungguhnya agaksukar dikategorisasikan sebagai bagian dariurusan pilihan ‘energi <strong>dan</strong> sumber daya mineral’sebagaimana PP 38/2007 mengingat listrikpedesaan lebih condong pada penyediaaninfrastruktur energi daripada pemanfaatansumber-sumber energi. Sementara itu bi<strong>dan</strong>gpariwisata memang tidak dinyatakan secaraspesifik sebagai bi<strong>dan</strong>g DAK, tetapi daerahpariwisata mendapat perlakuan khusus dalampemetaan sasaran lokasi untuk penetapankriteria teknis DAK bersama-sama dengan daerahtertinggal <strong>dan</strong> daerah utama produsen pangan.Lihat Pemetaan Sasaran Lokasi <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong><strong>Khusus</strong> Tahun 2008. Sekretariat Tim KoordinasiPerencanaan, Pemantauan, <strong>dan</strong> Evaluasi <strong>Khusus</strong><strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK).yang diprioritaskan oleh pemerintahandaerah untuk diselenggarakan yang terkaitdengan upaya mengembangkan potensiunggulan … yang menjadi kekhasan daerah.”Ini dipertegas lagi dalam penjelasan tentangPasal 7 Ayat 4 mengenai urusan pilihan,“Penentuan urusan pilihan sesuai denganskala prioritas yang ditetapkan pemerintahandaerah.” Pada saat DAK menjadi urusanpilihan ia mesti diletakkan dalam perspektifprioritas daerah di mana daerah memilikikeleluasaan untuk menetapkan prioritasnya.Jadi, prioritas nasional tidak serta-mertadapat diterjemahkan di daerah, karena iaberhadapan dengan prioritas daerah. Jikaprioritas nasional tidak sejalan denganprioritas daerah, nilai manfaat DAK di <strong>dan</strong>bagi daerah jelas dipertanyakan.Menimbang Azas <strong>dan</strong> KonsepAkhirnya, lima issu dapat ditampilkansebagai catatan tentang azas <strong>dan</strong> konsepDAK. Pertama, konsistensi <strong>dan</strong> koherensikonsep DAK yang tertuang dalam dokumendokumenlegal tidak ditemui. Perbedaankonsep nyata terjadi dalam satu regimperun<strong>dan</strong>gan dengan regim perun<strong>dan</strong>ganlain. Selain itu, di dalam satu regim yangsama pun masih ditemui perbedaan konsepsebagaimana dimaktub dalam [1] pasal yangberbeda dalam satu dokumen yang sama, [2]dokumen yang sejenis atau setingkat dalamtahun keluaran yang berbeda, <strong>dan</strong> [3] tingkatperaturan-perun<strong>dan</strong>gan dokumen. Pasal,jenis, <strong>dan</strong> tingkat dokumen tidak secarakonsisten <strong>dan</strong> koheren memberi tekananpada prioritas nasional <strong>dan</strong> urusan daerah.Kedua, DAK sebagai prioritas nasionaltidak selalu secara eksplisit dijadikan bagianintegral RKP. Rencana Kerja Pemerintah18 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Azas <strong>dan</strong> Konsep DAKsebagai rujukan penetapan prioritaspembangunan nasional hanya secara parsialmencantumkan DAK <strong>dan</strong> kehilangan rincianprogram, kegiatan, bahkan lokasi DAK. Iniartinya ada sebagian (besar) bi<strong>dan</strong>g DAK tidaksecara eksplisit dinyatakan sebagai prioritasnasional. Kalaupun bi<strong>dan</strong>g DAK dianggapsebagai prioritas nasional tanpa mengacueksplisit pada RKP, penambahan jumlahprioritas dari tahun ke tahun menghilangkanesensi kekhususan DAK —bahkan memecahfokus prioritas.Ketiga, dari segi pengorganisasian, adapembagian otoritas yang tidak imbangdi antara jenjang-jenjang pemerintahan.Otoritas yang besar dalam kebijakanDAK diletakkan pada pemerintah tingkatpusat, sementara daerah dalam konstruksipengorganisasian DAK tidak lebih dari defaultexecutor. Tidak ada otoritas yang substantifdiwenangkan pada daerah kecuali sebagaipelaksana <strong>dan</strong> pelapor hasil pelaksanaankegiatan kepada organisasi pemerintahdi tingkat pusat. Kesan amat kuat yangmengemuka adalah DAK diperlukan samaseperti <strong>dan</strong>a dekonsentrasi <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a tugaspembantuan, bahkan cenderung dekatdengan pola Bantuan Inpres a la Orde Barudengan organisasi otoritas berada di tanganPemerintah Pusat yang sentralistik.belum tentu menjadi concern daerah ketikaia menjadi urusan pilihan. Dengan kata lain,tidak ada jaminan bahwa prioritas nasionaladalah juga prioritas daerah. Pada saat yangsama, patut pula dicatat bahwa bukan hanyapemerintah nasional yang memiliki rencanapembangunan, daerah juga memiliki RPJMD<strong>dan</strong> RKPD tersendiri sebagaimana diaturdalam UU Sistem Perencanaan.Akibat seluruh keadaan ini, kelima, kriteriadasar bagaimana sebuah bi<strong>dan</strong>g dapattertentu dimasukkan sebagai kegiatan DAKtampaknya hilang dari rancang-bangunkebijakan DAK. Ini belum memasukkanperintah Pasal 108 UU 33/2004 untukmengintegrasikan kegiatan dekonsentrasi<strong>dan</strong> tugas pembantuan ke dalam kerangkaDAK yang juga membutuhkan kriteriatertentu. Pada saat yang bersamaan,bagaimana masalah penentuankeseimbangan proses teknokratik <strong>dan</strong>politik dalam penetapan suatu bi<strong>dan</strong>g DAKjuga masih tersisa, mengingat ada fungsianggaran oleh DPR yang cukup dalam <strong>dan</strong>detail dalam pembahasan APBN. Pertanyaansemacam ini bahkan dapat pula merembetjauh ke pertanyaan tentang penetapandaerah penerima DAK.Keempat, dalam kaca mata pembagianurusan antarjenjang pemerintah, DAK tidakselamanya merupakan prioritas nasional yangmenjadi urusan wajib daerah. Kendatipunbagian terbesarnya dapat dikategorisasisebagai urusan wajib daerah, DAK beberapabi<strong>dan</strong>g lain termasuk dalam urusan pilihandaerah. Di tingkat daerah penetapanurusan pilihan ini tergantung pada prioritasdaerah. Ini artinya satu bi<strong>dan</strong>g DAK yangtelah ditetapkan sebagai prioritas nasionalWhite Paper19


Volume 1DPID Tumpang-Tindih dengan DAKPengalokasian <strong>Dana</strong> Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) tumpah tindih dengan <strong>dan</strong>aalokasi khusus. Setidaknya 11 bi<strong>dan</strong>g yang di<strong>dan</strong>ai DPID sebenarnya telah teralokasi dalamDAK 2011. “DPID itu tidak lain dari <strong>dan</strong>a aspirasi terselubung. Itu salah satu poin yangkami permasalahkan di Mahkamah Konstitusi,” ujar Sekjen FITRA, Yuna Farhan. DPID tidakdikenal dalam asas <strong>dan</strong>a perimbangan yang ditetapkan dalam UU 33/2004. Dalam UUitu hanya ada tiga jenis <strong>dan</strong>a perimbangan, yakni DAU, DAK, <strong>dan</strong> DBH. Di samping <strong>dan</strong>aperimbangan, dalam APBN 2011 juga ada nomenklatur lain, yakni <strong>dan</strong>a otonomi khusus<strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a dekonsentrasi. Namun, dapat dipastikan tidak ada DPID. “Kami melapor keMahkamah Konstitusi karena DPID tidak diatur dalam UU 33,” kata Yuna.Pada tahun 2008 lima bi<strong>dan</strong>g DAK tumpang-tindih dengan bi<strong>dan</strong>g yang diatur dalamDPID. Pada tahun 2009 sepuluh bi<strong>dan</strong>g DAK sama dengan DPID, 2010 ada enam bi<strong>dan</strong>g,<strong>dan</strong> 2011 tujuh bi<strong>dan</strong>g. Yuna mengatakan, ketidakjelasan formula penentuan daerahakan menjadi lahan baru bagi calo-calo anggaran di DPR <strong>dan</strong> pemerintah untuk menjualkewenangannya kepada daerah yang menginginkan <strong>dan</strong>a itu.Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Marwanto mengatakan,nomenklatur anggaran seperti DPID sebenarnya sudah ada sejak 2006, tetapi baru padatahun 2011 ada kriteria penyaringnya. Sebelumnya, daerah penerima DPID tidak melaluiproses penyaringan di Kementerian Keuangan. Mulai tahun 2011, ada tiga kriteria yangharus dipenuhi: [1] Kemampuan keuangan daerah harus rendah, rendah sekali, ataumedium, [2] tergolong daerah tertinggal, <strong>dan</strong> [3] ada usulan dari pemerintah daerah.“Jadi, sekarang harus ada usulan dari daerah. Kalau ada daerah yang tidak memperolehDPID, itu karena tidak memenuhi syarat <strong>dan</strong> salah satunya mungkin belum mengusulkandiri,” katanya.Sumber: Dikutip dengan penyesuaian dari Kompas,03/03/201120 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IIIFormula DAK3.1 Issu-issu PokokPengalokasian anggaran ke daerahmembutuhkan suatu formula tertentu, karenasetiap rancangan transfer ke daerah memilikialasan <strong>dan</strong> tujuan tertentu. <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong><strong>Khusus</strong> tidak terlepas dari hal ini, apalagijika diingat ada beban `kekhususan’ yangmelekat pada DAK. Bagian ini menampilkan<strong>dan</strong> mengulas bagaimana DAK diformulasi<strong>dan</strong> apa implikasi yang ditimbulkan dariformula itu.Kriteria dalam DAK<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> dirancang dalam suatuseri formula yang merupakan terjemahandari kriteria-kriteria dasar yang menjadilandasannya. Seri formula ini baru diaturdi dalam regim UU 33/2004 (termasuk PP55/2005), mengingat regim UU sebelumnya(UU 25/1999 <strong>dan</strong> PP 104/2000) tidakmenetapkannya. 16 Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 33/200416 Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 25/1999 tidak membuat aturantertentu mengenai pengalokasian DAK, sementaraPasal 21 PP 104/2000 memberikan kewenanganpengalokasian kepada Menteri Keuangansetelah memperhatikan pertimbangan MenteriDalam Negeri <strong>dan</strong> Otonomi Daerah, Menteriteknis terkait <strong>dan</strong> instansi yang membi<strong>dan</strong>giperencanaan pembangunan nasional.Pasal 40 UU mengatur bahwa DAK ditetapkandengan mengikuti tiga kriteria, yakni kriteriaumum, khusus, <strong>dan</strong> teknis. Kriteria umumditetapkan dengan mempertimbangkankemampuan keuangan daerah dalamAPBD. Kriteria khusus ditetapkan denganmemperhatikan peraturan perun<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong>karakteristik daerah. Sementara itu, kriteriateknis ditetapkan oleh kementerian negaraatau departemen teknis.Kriteria umum secara lebih spesifik olehPenjelasan Pasal 40 UU ini didefinisikansebagai kemampuan APBD untuk membiayaipembangunan daerah, yakni KemampuanKeuangan Daerah (KKD) sebagai selisihantara Penerimaan Umum Daerah (PUD)dengan Belanja Pegawai Daerah (BPD).Penerimaan Umum Daerah sendiri terdiri dari<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum (DAU), Penerimaan AsliDaerah (PAD), <strong>Dana</strong> Bagi Hasil (DBH) <strong>dan</strong><strong>Dana</strong> Bagi Hasil <strong>Dana</strong> Reboisasi (DBHDR). Inidiekspresikan ke dalam bentuk:KKD = PUD-BPD [1]= [DAU+PAD+(DBH-DBHDR)]-BPD [2]Aturan turunannya, yaitu PP 55/2005 Pasal55, selanjutnya menerjemahkan KKD kedalam bentuk Indeks Fiskal Netto (IFN) <strong>dan</strong>menetapkan bahwa “Daerah yang memenuhiWhite Paper21


Volume 1krietria umum merupakan daerah denganIndeks Fiskal Netto tertentu yang ditetapkansetiap tahun.” Untuk daerah n dari sejumlahN daerah, dikonstruksi IFN dalam format:I F N ==FN nX NNn = 1 FN nFN nFN[3]dengan adalah FN rataan. Fiskal Netto (FN)sendiri, dengan menggunakan jeda waktu(time lag) dua tahun (t-2), dinyatakan sebagaiFN n,t= PUD, n,t-2 BPD, n,t-2[4]dengan n1,2, …, N. Dalam praktek kriteriaumum ini dispesifikasi lagi melalui penetapanIFN


Bab III Formula DAKPelengkap Buku Pegangan PenyelenggaraanPemerintahan <strong>dan</strong> Pembangunan Daerah2011 oleh Direktorat Jenderal PerimbanganKeuangan, Kementerian Keuangan—yangringkasannya disajikan dalam Tabel Lampiran4. Berdasarkan kriteria teknis ini IndeksTeknis (IT) selanjutnya diproduksi. Patokankelaikan baru lalu disusun dengan lebih dulumembuat Indeks Fiskal Wilayah Teknis (IFWT)bagi daerah yang gagal dalam kriteria IFWsebelumnya. Indeks ini disusun dari agregasiIFW <strong>dan</strong> IT untuk kemudian patokan baru ituditetapkan dalam bentuk IFWT>1.Seleksi <strong>dan</strong> <strong>Alokasi</strong>Penetapan tiga kriteria untuk pemilihandaerah penerima DAK di atas ini adalahtahap pertama dari dua tahap penghitunganalokasi DAK sebagaimana dinyatakan olehPasal 54 PP 55/2005. Tahap berikutnyaadalah penentuan besar alokasi DAK untukmasing-masing daerah, yang selanjutnyaditetapkan oleh suatu Peraturan MenteriKeuangan paling lambat dua minggu setelahUU APBN disahkan. Di tingkat daerah nilaialokasi ini dicantumkan dalam APBD (Pasal60) bersama-sama dengan penyertaan <strong>dan</strong>apendamping 10 persen dari nilai DAK yangditerima (Pasal 61). 18Walau begitu, bagaimana relasi spesifikantara tiga kriteria <strong>dan</strong> besar alokasi DAKper daerah tidak diatur sama sekali dalamPP ini. Peraturan Menteri Keuangan sendirihanya menjelaskan nilai final alokasiDAK menurut daerah <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g, tanpapenjelasan mengenai relasi teknis tiga18 Daerah dengan KKD0 dikecualikan darikewajiban <strong>dan</strong>a pendamping 10 persen ini.kriteria <strong>dan</strong> penetapan nilai DAK. 19 Di tingkatpraktek relasi spesifik antara tiga kriteria<strong>dan</strong> besar alokasi DAK diterangkan di dalamPelengkap Buku Pegangan PenyelenggaraanPemerintahan <strong>dan</strong> Pembangunan Daerah seri2009, 2010, <strong>dan</strong> 2011 yang dikeluarkan olehDirektorat Jenderal Perimbangan KeuanganKementerian Keuangan. Konstruksi dasarnyaditampilkan dalam gambar berikut. 20Di dalam gambar terlihat, DAK dikonstruksimelalui persamaan berantai yang disusun darisejumlah variabel dasar untuk menghasilkanserangkaian indeks dasar menurut kriteriakriteriapokoknya. Tidak kurang dari limabuah variabel dasar, yakni Pendapatan AsliDaerah (PAD), <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum (DAU),<strong>Dana</strong> Bagi Hasil (DBH), <strong>Dana</strong> Bagi Hasil-<strong>Dana</strong>Reboasasi (DBHDR), <strong>dan</strong> Belanja PegawaiDaerah (BPD), dibutuhkan sebelum sampaipada penyusunan Indeks Fiskal Neto (IFN)dalam kriteria umum. Dalam kriteria khusus,enam variabel yang menjelaskan karakteristikdaerah—daerah tertinggal, daerah pesisir<strong>dan</strong> kepulauan, daerah perbatasan dengannegara lain, daerah rawan bencana, daerahketahanan pangan, <strong>dan</strong> daerah pariwisata—diperlukan untuk membangun IFW.19 Lihat, misalnya, Peraturan Nomor 216/PMK.07/2010 tentang Pedoman Umum <strong>dan</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> Tahun Anggaran2011 sebagaimana ditampilkan dalam sjdih.depkeu.go.id/fullText/2010/216~PMK.07~2010PerLamp.pdf.20 Perlu dicatat di sini bahwa kendati konstruksidasarnya sama, alur proses formulasi dalamPelengkap Buku Pegangan 2009 (Gambar 3.14<strong>dan</strong> 3.15) <strong>dan</strong> 2010 (Gambar 3.16 <strong>dan</strong> 3.17)berbeda dengan apa yang ada di buku 2011(Gambar 3.17). Pada buku 2009 <strong>dan</strong> 2010 tahappenghitungan IFWT dilakukan lebih dulu baruditetapkan IT, se<strong>dan</strong>gkan pada buku 2011 prosesyang sebaliknya terjadi. Alur yang digambarkanpada buku 2011 lebih masuk akal daripada apayang dicantumkan dalam buku 2009 <strong>dan</strong> 2010.White Paper23


Volume 1Dalam kriteria teknis, Pelengkap BukuPegangan 2011 mendaftar kebutuhanvariabel-variabel dasar sektoral untukpenentuan IFWT. Dalam bi<strong>dan</strong>g pendidikandibutuhkan 17 variabel untuk menghitungindeks teknis bi<strong>dan</strong>g ini, bi<strong>dan</strong>g kesehatan21 variabel, <strong>dan</strong> infrastruktur 24 variabel.Sementara itu untuk indeks teknis bi<strong>dan</strong>gkelautan-perikanan diperlukan 23 variabel,pertanian empat variabel, serta lingkunganhidup enam variabel. Indeks teknis bi<strong>dan</strong>gprasarana pemerintahan memerlukan empatvariabel, keluarga berencana lima variabel,<strong>dan</strong> kehutanan 10 variabel. Indeks teknisbi<strong>dan</strong>g perdagangan dibangun dari tujuhvariabel, bi<strong>dan</strong>g permukiman <strong>dan</strong> perumahanenam variabel, <strong>dan</strong> listrik perdesaan tigavariabel. Penghitungan indeks teknis bi<strong>dan</strong>gsarana kawasan perbatasan <strong>dan</strong> transportasidikonstruksi masing-masing dari empatvariabel, bi<strong>dan</strong>g keselamatan transportasidarat dua variabel, se<strong>dan</strong>gkan bi<strong>dan</strong>g sarana<strong>dan</strong> prasarana daerah tertinggal sembilanvariabel.Dengan gambaran itu, hingga tahappenetapan tiga kriteria pokok DAKdibutuhkan tidak kurang dari 160 variabeldasar untuk menghasilkan indeks-indeksdasar —IFN, IKW, <strong>dan</strong> IT. Inipun masih harusditambah lagi dengan dua variabel dasarlain, yakni Indeks Kemahalan Konstruksi(IKK) <strong>dan</strong> Pagu Anggaran (PA), untuk sampaipada penghitungan alokasi final. Bersandarpada indeks-indeks dasar itu patokankelaikan lalu ditetapkan untuk kemudiandilakukan penghitungan Bobot Daerah(BD), yang diperoleh dari penggandaanIFWT <strong>dan</strong> IKK. Bobot ini dipakai untukmendapatkan besar <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g (AB) perdaerah dengan rujukan pokok PA menurutbi<strong>dan</strong>g. <strong>Alokasi</strong> DAK (AD) total untuk tahunyang bersangkutan didapatkan denganmengagregasi alokasi menurut bi<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong>daerah. 21Menimbang FormulaBeberapa hal dapat dicatat mengenaipenetapan seria formula DAK di dalam ketigakriteria yang ada. Pertama, tiga kriteria umum,khusus, <strong>dan</strong> teknis di tingkat praktek tidakdiintepretasi sebagai instrumen penyaringantiga lapis, tapi kriteria-kriteria yang salingmenutupi satu sama lain. Suatu daerah yangtidak laik dalam perspektif kriteria umum —artinya tidak laik secara fiskal— masih dapatdiloloskan dalam perspektif kriteria khusus.Demikian juga ketika suatu daerah tidak laikmenurut kriteria khusus —artinya daerah itutidak memiliki karakteristik wilayah tertentu—ia tetap dapat diloloskan dari sudut pan<strong>dan</strong>gkriteria teknis. Dengan kata lain, satu kriteria21 Sejumlah presentasi di berbagai forum resmidiskusi DAK sering pula menyajikan gambaranproses formulasi DAK yang berbeda. Sebagaicontoh presentasi DJPK Departemen Keuanganyang disampaikan pada Lokakarya PenyusunanArah Kebijakan <strong>dan</strong> Kegiatan DAK per Bi<strong>dan</strong>gTahun 2009 di Jakarta, 30 April 2008, http://www.tkp2e-dak.org/Dokumen/PRESENTASI/3.\%20KRITERIA\ %20PENGALOKASIAN\%20DAN\%20KEBIJAKAN\%20TRANSFER\%20DAK.PDFmemperlihatkan bahwa Bobot Daerah dihitungdari penggandaan IFW <strong>dan</strong> IKK serta dibutuhkanBobot Teknis, yakni IT <strong>dan</strong> IKK, sebelumdidapatkan Bobot DAK (agregasi Bobot Daerah<strong>dan</strong> Bobot Teknis) untuk pengalokasian DAK.Ini serupa dengan presentasi Kepala SekretariatDAK Bappenas (Lihat, http://www.tkp2e-dak.org/ Dokumen/PRESENTASI/KEBIJAKAN\%20DAK.pdf dalam menampilkan proses formulasiDAK. Tetapi, ini berbeda dengan presentasiDirektur Otonomi Daerah Bappenas http://www.tkp2e-dak.org/Dokumen/PRESENTASI/5.\%20BAHAN\%20 MONEV\%20DAK\%20KE\%20DAERAH.pdf yang lebih dekat dengan apa yangditampilkan dalam Pelengkap Buku Pegangan2009 <strong>dan</strong> 2010.24 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Formula DAKGambar 1.1 Relasi Kriteria <strong>dan</strong> <strong>Alokasi</strong> DAKVariabel Dasar VariabelBentukanKriteria UmumPAD n,t-2 DAU n,t-2DBH n,t-2 DBHDR n,t-2Formula KelaikanPUD n,t-2 PAD n,t-2 + DAU n,t-2 + [ DBH n,t-2 DBHDR n,t-2 ]BPD n,t-2 FN n,t-2 PUDn,t-2 BPD n,t-2Kriteria <strong>Khusus</strong>X 1n ,, X 2n ..., X mnIFN n,t-2FN nX NNn = 1 FN nIKWnMm= N1 mnMX Nn = 1 m= 1 mn+ Laik IFN n 1+ Tak Laik IFN n 1(Kriteria <strong>Khusus</strong>)IFW n IFN n + IKW n+ Laik IFW n 1+ Tak Laik IFW n 1(Kriteria <strong>Khusus</strong>)White Paper25


Volume 1Variabel Dasar VariabelBentukanKriteria TeknisFormula KelaikanITnIFWT n IFWT n + IT nIFW n IFN n + IKW n+ Laik IFWT n1IFWT n 1Bobot Daerah+ Tak Laik(Kriteria <strong>Khusus</strong>)IKKn<strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong>BDn IFWT n x IKK nPAkABkn BD n x PA kADkNn = 1Kk = 1 ABkn26 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Formula DAKdiperlakukan sebagai alternatif atas kriteriayang lain. Jadi, untuk menjadi penerima DAK,suatu daerah cukup memenuhi salah satu,tidak perlu keseluruhan, kriteria.Orientasi dasar formula DAK tampaknyatelah digeser dari penentuan ‘daerah <strong>dan</strong>sektor terseleksi’ ke arah penetapan ‘targetpengalokasian bagi sebanyak mungkindaerah <strong>dan</strong> sektor’. Agak sukar dimengertimengapa pergeseran orientasi ini dilakukansementara UU tidak mengamanatkannya. Lainhalnya dengan DAU, DAK tidak diberi bebanuntuk menjalankan fungsi “pemerataankemampuan keuangan antar-daerah untukmen<strong>dan</strong>ai kebutuhan daerah dalam rangkapelaksanaan desentralisasi”, 22 sehingga tidakcukup alasan untuk menetapkan daerahdaerahtarget yang semakin hari semakinbanyak. 23Keadaan ini dipertegas lagi oleh patokanIFN1 <strong>dan</strong> IFWT>1, secara teoritik daerahdengan IFN1 akan selalu memiliki IFW <strong>dan</strong>IFWT yang masing-masing juga 1. Ini karenaIFW semata-mata adalah penjumlahan IFN<strong>dan</strong> IKW, sementara IKW senantiasa bernilaipositif (IKW>0). Hal yang serupa terjadi padaIFWT yang berbasis IFW <strong>dan</strong> IT. Dengan katalain, penggunaan dua patokan terakhir (IFW<strong>dan</strong> IFWT) sebagai rujukan sesungguhnyatidak memberi banyak makna bagi sebuahproses seleksi daerah penerima DAK, karenatiga kriteria itu diintepretasi sebagai kriteriadengan sifat yang substitutif, sehingga sekalitetapan IFN dikonstruksi, tetapan selebihnyaakan mengikuti. Akibat intepretasi ini,cakupan daerah penerima DAK dari masake masa bukan menyusut tapi justru setiaptahun bertambah (Tabel 1: Dinamika DAK2003-2011).Intepretasi ini berlawanan dengan PP 55/2005Pasal 54 Ayat 2 yang dengan tegas menyebutbahwa “Penentuan daerah tertentu …harus memenuhi kriteria umum, kriteriakhusus, <strong>dan</strong> kriteria teknis.” Jelas terlihatbahwa pasal ini tidak menggunakan frasa‘atau’, tetapi ‘<strong>dan</strong>’. Frasa ‘<strong>dan</strong>’ dalam ayatitu menunjukkan bahwa daerah penerimaDAK adalah daerah yang lolos tiga kriteriasekaligus, bukan salah satu di antaranya.Ini sejalan dengan Penjelasan Pasal 39 Ayat1 UU 33/2004 bahwa “… tidak semuadaerah mendapatkan alokasi DAK”, tetapistatistik menunjukkan bahwa tahun 2011tidak kurang dari 98 persen kabupaten-kota<strong>dan</strong> seluruh provinsi kecuali DKI merupakanpenerima DAK. Jika, misalnya, kriteriapertama (IFN


Volume 1yang selanjutnya menjadi penyaring bagikriteria teknis—yang dalam kenyataannyatidak terjadi.Kedua, manakala orientasi dasar ‘seleksi’dalam kriteria DAK dilepaskan untuk digantimenjadi ‘alokasi’, maka besar DAK di suatuwilayah akan mengikuti besarnya jumlahdaerah. Secara ekonomi ini menguntungkanwilayah-wilayah dengan jumlah daerahyang besar dengan perputaran DAK yangbesar pula, tapi sebaliknya merugikan bagiwilayah dengan daerah yang lebih kecil. 25Argumentasi ini mendapat konfirmasi darikorelasi pairwise antara (logaritma natural)DAK provinsi dengan (logaritma natural)jumlah daerah di wilayah provinsi, yaknikabupaten, kota, <strong>dan</strong> daerah provinsi sendiri.Pada Tabel terlihat korelasi bergerak diseputar 0,80, bahkan cenderung di atasnilai itu setelah tahun 2007. Elastisitas DAKterhadap jumlah daerah wilayah provinsijuga menampilkan gambaran yang sama. 26Secara rata-rata dapat dikatakan setiapterjadi 10 persen kenaikan jumlah daerahbaru akibat kriteria umum, khusus, <strong>dan</strong>teknis, akan terjadi pula peningkatan DAKpada besaran yang tidak jauh berbeda:10,1 persen. Dinyatakan dengan cara lain,persentase perubahan DAK wilayah provinsibereaksi mengikuti persentase perubahanjumlah daerah yang lolos tiga kriteria itu pa<strong>dan</strong>ilai yang hampir sama. Dalam perspektifini, daerah penerima DAK hampir-hampirbukanlah daerah terseleksi berdasarkan25 Hingga derajat tertentu, situasi ini membukainsentif bagi pembentukan daerah baru.26 Elastisitas dihitung dari LnJD/ LnJY, denganJD adalah jumlah DAK <strong>dan</strong> JY jumlah daerah,menggunakan data berbasis provinsi.kriteria-kriteria yang ada.Korelasi <strong>dan</strong> elastisitas antara DAK denganjumlah daerah juga menyiratkan pesan bahwaDAK lebih banyak dikucurkan di pulau-pulaudengan jumlah daerah yang lebih besardaripada di provinsi lain. Provinsi-provinsi diJawa <strong>dan</strong> Sumatera adalah provinsi-provinsidengan jumlah daerah yang besar. Tabelberikut menunjukkan dengan jelas hubunganlinear itu <strong>dan</strong> bagaimana Jawa <strong>dan</strong> Sumateramengambil keuntungan dari formula alokasiyang bias ini. Antara 21-31 persen alokasiDAK nasional diberikan untuk Jawa-Baliyang memiliki daerah kabupaten, kota, <strong>dan</strong>provinsi sekitar 20 persen.Mirip dengan yang terjadi di Pulau Jawa,Pulau Sumatera dengan jumlah provinsi,kabupaten, <strong>dan</strong> kota yang besar jugamendapatkan keuntungan yang sama darikonstruksi formula ini. Antara 25-29 persenDAK dialokasikan selama 2003-2011 kepadalebih dari 30 persen daerah di pulau ini.Sebaliknya, kelompok pulau yang lebih sedikitmemiliki daerah seperti Nusa Tenggara <strong>dan</strong>Maluku-Papua hanya mengambil 8-16 persenDAK untuk mengikuti jumlah kabupaten,kota, <strong>dan</strong> provinsi sebesar 6-12 persen.Keadaan ini juga terjadi pada Kalimantan<strong>dan</strong> Sulawesi dengan jumlah daerah diantara kedua kutub Jawa-Sumatera di Baratserta Nusa Tenggara, Maluku-Papua di Timur.Sama seperti diskusi sebelumnya, pola sepertiini berpotensi memancing gagasan ke arahpembentukan daerah baru.Ketiga, formula KKD dalam persamaan [2]juga perlu ditelusuri lagi, utamanya apabiladikaitkan dengan formula DAU. Pasal 40-44UU 33/2004 menyebutkan DAU dirumuskansebagai selisih antara Kebutuhan Fiskal (BF)dengan Kapasitas Fiskal (KF) ditambah <strong>Alokasi</strong>Dasar (AD). Kapasitas Fiskal didefinisikan28 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Formula DAKTabel 1.6 Korelasi <strong>dan</strong> Elastisitas DAK dengan Jumlah DaerahTahun Korelasi Elastisitas Tahun Korelasi Elastisitas2003 0.71 1.20 2008 0.82 1.002004 0.83 1.13 2009 0.86 1.012005 0.65 1.00 2010 0.85 1.192006 0.75 0.70 2011 0.87 1.222007 0.85 0.98 Rataan 0.85 1.10Tabel 1.7 Sebaran DAK Menurut Kelompok PulauKelompokPulauVariabel 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Jawa-Bali DAK 25.25 25.54 21.51 25.59 24.79 24.90 26.43 31.19 28.27Daerah 26.92 26.92 26.92 26.53 25.81 24.90 24.28 24.28 24.28Sumatera DAK 28.52 28.45 26.82 28.04 28.57 27.63 26.72 26.35 25.62Daerah 30.34 30.34 30.34 30.11 30.28 30.20 30.78 30.78 30.78Kalimantan DAK 13.66 10.67 13.36 11.00 10.22 10.26 10.06 8.82 8.90Daerah 11.97 11.97 11.97 11.79 11.99 11.57 11.28 11.28 11.28Sulawesi DAK 16.58 18.45 17.92 16.04 16.85 17.41 16.91 14.51 14.81NusaTenggaraMaluku-PapuaLuar Jawa-BaliLuar Jawa-Bali-Daerah 14.53 14.53 14.53 14.53 15.24 15.49 15.11 15.11 15.11DAK 8.12 7.50 7.88 6.77 6.75 7.18 7.01 6.25 6.53Daerah 5.77 5.77 5.77 6.53 6.30 6.27 6.31 6.31 6.31DAK 7.86 9.39 12.50 12.55 12.82 12.61 12.87 12.88 15.87Daerah 10.47 10.47 10.47 10.53 10.37 11.57 12.24 12.24 12.24DAK 74.75 74.46 78.49 74.41 75.21 75.10 73.57 68.81 71.73Daerah 73.08 73.08 73.08 73.47 74.19 75.10 75.72 75.72 75.72DAK 46.23 46.01 51.67 46.37 46.64 47.47 46.85 42.46 46.10Sumatera Daerah 42.74 42.74 42.74 43.37 43.90 44.90 44.93 44.93 44.93Sumber:+ Data DAK dirujuk dari http://www.tkp2e-dak.org/dataalokasiseprov.asp?dkd=<strong>Dana</strong>\%20<strong>Alokasi</strong>\%20<strong>Khusus</strong>+ Data daerah dari Indikator Sosial Ekonomi berbagai edisi (http://www.bps.go.id) <strong>dan</strong> sumber-sumber lain.White Paper29


Volume 1sebagai agregasi PAD <strong>dan</strong> DBH, se<strong>dan</strong>gkanAD tidak lain adalah BPD. Dalam ekspresiyang lebih solid,DAU = BF − KF + BPD [6]= BF − (PAD+DBH) + BPD [7]Substitusi persamaan ini ke dalam persamaan[2] menghasilkanKKD = (BF −PAD −DBH + BPD) +PAD +DBH −DBHDR − BPD [8]= BF −DBHDR [9]Jelas terlihat bahwa KKD tidak lain adalah BFyang telah dikoreksi dengan DBHDR. Dengankata lain, jika dapat dianggap DBHDR bersifatgiven, maka pada tingkat penetapan kriteriaumum DAK ternyata dikonstruksi sedemikianrupa untuk menutup kebutuhan fiskaldaerah, atau KKDBF. Ini sungguh berbedadari maksud dasar DAK sebagai sumberpembiayaan kebutuhan khusus.Implikasi lain dari derivasi teoritik ini jugadapat dilihat lagi. Kebutuhan Fiskal dalamDAU dihitung berdasarkan perkalian antaratotal Belanja Daerah Rata-rata (BDR) 27dengan penjumlahan dari perkalian masingmasingbobot variabel dengan Indeks JumlahPenduduk (IJP), Indeks Luas Wilayah (ILW),IKK, (indeks atas) Indeks PembangunanManusia (IPM), <strong>dan</strong> Indeks Produk DomestikRegional Bruto per Kapita (IPDRBK).Pelengkap Buku Pegangan 2011 memmberibobot berbeda pada setiap jenis indeks <strong>dan</strong>tipe daerah sebagaimana dipresentasikantabel berikut. Menarik untuk dicatat bahwadua dari lima variabel dasar penyusun BF(KKD), yakni ILW <strong>dan</strong> IKK akan cenderungtinggi di luar Jawa-Bali. Area daerah-daerahdi luar Jawa-Bali cenderung luas, se<strong>dan</strong>gkanharga-harga relatif tinggi. Tetapi denganpatokan bahwa kelulusan diberikan padadaerah dengan KKD di bawah ambangrataan nasional, maka daerah-daerah diJawa-Bali —dengan luas daerah yang lebihsempit <strong>dan</strong> kemahalan harga-harga yanglebih rendah— diuntungkan dari implikasiformula BFKKD ini. Sementara itu, duavariabel ini mengambil porsi bobot 45 persenuntuk daerah provinsi <strong>dan</strong> 43,5 persen untukkabupaten-kota. Dengan kata lain, hampirseparuh bobot diberikan kepada daerah diJawa-Bali yang hanya mengambil porsi tujuhpersen dari total luas wilayah Indonesia. 28Derivasi teoritik ini memberi konfirmasi ulangatas temuan empirisk tentang DAK yang biasJawa-Bali sebagaimana disajikan sebelumnya.Tabel 1.8 Bobot Variabel Dasaruntuk Penghitungan KebutuhanFiskalVariabelIndeks JumlahPenduduk (IJP)Indeks Luas Wilayah*(ILW)Indeks KemahalanKonstruksi (IKK)Indeks PDRB per Kapita(IPDRBK)Indeks PembangunanManusia (IPM)* Termasuk luas perairanProvinsiBobotKab-kot0.300 0.3000.150 0.1350.300 0.3000.150 0.1650.100 0.10027 Belanja Daerah Rata-rata (BDR) adalah rasioantara jumlah Belanja Pegawai Daerah (BPD),Belanja Barang Daerah (BBD), <strong>dan</strong> Belanja ModalDaerah (BMD) dengan jumlah daerah provinsiatau kabupaten-kota.28 Total luas Jawa-Bali adalah 135.218 km2,se<strong>dan</strong>gkan luas Indonesia 1.910.931 km230 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Formula DAKKeempat, formula-formula ini terhitung rumituntuk diterapkan meng-ingat panjangnyaproses penghitungan <strong>dan</strong> kompleksnyakebutuhan data untuk keseluruhan kriteria.Ini belum memasukkan kebutuhan datauntuk kepentingan perencanaan teknis <strong>dan</strong>perencanaan pembiayaan kegiatan oleh KLyang menunggu pasokan data dari daerah. 29Dengan kata lain, proses teknokratik yangberlangsung cenderung kompleks. Sementaraitu, di dalam praktek, karena ini menyangkutpenganggaran yang juga merupakan hakDPR, hasil akhir formula-formula ini tidaksepenuhnya atau murni berbobot teknokratik.Jika semata-mata proses teknokratik yangterjadi, hasil akhir formula-formula ini secarateoritis bisa diprediksi. Pada kenyataannyadi mata daerah DAK sukar diprediksi. Dalamsejumlah kasus, kendatipun formula-formulaitu berorientasi pada alokasi daripada seleksi,nilai DAK tahun sebelumnya bahkan tidakdapat diandalkan sebagai alat prediksi baginilai DAK tahun berikutnya karena fluktuasialokasi bukan tidak mungkin terjadi. Padasatu sisi, fluktuasi ini memang menunjukkanbahwa tidak ada jaminan kondisi holdharmless selalu terjadi dalam alokasi DAKbagi setiap daerah. Akan tetapi, pada sisi lain,fluktuasi ini menyebabkan daerah kehilanganrujukan bagi perencanaan APBD setiaptahun. Pada saat yang bersamaan, jika prosespolitik lebih mendominasi penetapan daerah29 Di DAK bi<strong>dan</strong>g pendidikan kerumitan itu bahkanbertambah besar karena DPR Komisi X jugaharus terlibat dalam penyusunan petunjuk teknissebagaimana Pasal 27 UU 10/2010 tentang APBN2011. Ayat 5 UU ini menyebut,”Petunjuk teknispelaksanaan DAK Pendidikan harus terlebihdahulu dikonsultasikan/mendapatkan persetujuanKomisi X DPR-RI yang membi<strong>dan</strong>gi pendidikan...”. Kondisi ini amat sukar dipahami mengapaDPR dengan domain politik perlu masuk begitudalam hingga ke domain yang sangat teknis.penerima DAK daripada proses teknokratik,formula-formula itu juga tidak memberibanyak makna. 30Oleh karena itu, terlepas dari apakah prosesteknokratis atau proses politik yang terjadi,issu penting di sini adalah apakah data,formula, penghitungan, <strong>dan</strong> penetapankriteria-kriteria itu <strong>dan</strong> pengalokasian <strong>dan</strong>aselalu terbuka <strong>dan</strong> transparan bagi daerah.Keterbukaan <strong>dan</strong> transparansi pentingbagi daerah yang juga memiliki prioritasprioritaspembangunan tertentu <strong>dan</strong> harusdiakomodasi dalam sistem penganggarannya.Ini terkait dengan keseluruhan kontekspenyusunan APBD <strong>dan</strong> pelaksanaan rencanapembangunan, termasuk pula kewajibanpenetapan <strong>dan</strong>a pendamping 10 persenbagi kegiatan DAK. Keterbukaan <strong>dan</strong>transparansi mempersempit deviasi estimasipenganggaran kegiatan DAK di dalam APBD,tetapi kerap diketahui bahwa keterbukaan<strong>dan</strong> transparansi cenderung hilang dariseluruh proses penetapan alokasi DAK.Penting pula dicatat bahwa perumusan APBDmelibatkan proses politik lokal melalui DPRD,sehingga keterbukaan <strong>dan</strong> transparansidibutuhkan untuk memperbaiki presisiperencanaan anggaran <strong>dan</strong> menaikkanbobot teknokrasinya.Kelima, formula dalam kriteria umum(persamaan [2] <strong>dan</strong> [4]) penting untukmendapatkan catatan khusus. Dalamformula itu terlihat bahwa KKD dikonstruksisedemikian rupa untuk berhubungannegatif dengan BPD. Variabel KKD inilalu ditransformasi ke dalam IFN untukkemudian dipakai sebagai (salah satu) basis30 Bahkan, jika proses politik mendominasi lebihdalam daripada proses teknokratik, porkbarreling-pun tidak dapat dihindarkan.White Paper31


Volume 1pengalokasian DAK. Secara teoritik ini artinyaialah daerah dengan belanja pegawai yangbesar dikategorisasikan sebagai daerahdengan kemampuan keuangan yang rendah.Daerah seperti ini justru diberi ganjaranmanfaat berupa porsi tertentu dalamalokasi DAK. Jadi, terdapat hubungan positifantara DAK (tahun t) <strong>dan</strong> belanja pegawai(tahun t-2). Secara teoritik dapat dikatakansemakin besar suatu daerah mengalokasikanAPBD untuk belanja pegawai pada tahunt, semakin tinggi pula nilai (potensi) DAKyang akan diterima pada tahun t+2.Ini memberi insentif bagi daerah untukterus mengalokasikan APBD pada belanjapegawai, karena kekurangan belanja untuksektor lain yang bermanfaat langsung bagipublik akan mendapat jaminan kompensasioleh DAK. Dalam perspektif ini DAK tidaklain merupakan alat substitusi bagi sektor lainyang mengalami kekurangan pembiayaanataupun under investment. Dengan kata lain,formula ini membuka potensi moral hazarddi daerah dalam alokasi belanja publik APBD.Gambar 2 memberi konfirmasi atas situasiyang dipaparkan di atas. Baik menggunakandata kabupaten-kota maupun provinsi,hubungan positif terbentuk antara DAKtahun t dengan BPD tahun t-2. Gambar jelasmenampakkan kecenderungan DAK yangmembesar apabila daerah mengalokasikananggaran untuk belanja pegawai yang makinbesar. Pola ini, sebagaimana disinggungdi atas, adalah konsekuensi dari formuladalam kriteria umum yang ada sekarang ini.Kalaupun ada sejumlah daerah berada agakjauh dari garis prediksi (merah), ini karenaada variasi formula yang ditambahkan dalamkriteria khusus <strong>dan</strong> kriteria teknis.Keenam, penggunaan nilai rataan aritmetikdalam kriteria umum sebagai patokankelaikan (IFN


Bab III Formula DAKGambar 1.2 DAK <strong>dan</strong> Belanja Pegawai DaerahDAK 2010Kota Bandung020000040000050000 100000 15000060000080000010000000Belanja Pegawai 2008DAK 201050000 100000 150000Kota Bandung020000040000060000080000010000000Belanja Pegawai 2008besar. Implikasi yang ditimbulkannya ialahnilai rataan tidak banyak merepresentasikarakteristik data secara keseluruhan,sehingga ia kurang terandalkan. Apa yangdibutuhkan di sini adalah suatu besaranatau patokan yang merefleksikan distribusidata <strong>dan</strong> kurang sensitif terhadap pencilan.Pada data yang mengandung pencilan, nilaimedian lebih mampu memberikan summarystatistics daripada nilai rataan.Ketujuh, formula dalam kriteria khusus(persamaan [5]) juga patut mendapatperhatian. Perhatian paling pokok diberikankepada jumlah <strong>dan</strong> jenis karakteristikwilayah yang harus diperhitungkan. Apa<strong>dan</strong> berapa jenis karakteristik wilayah (m)yang dapat ditangkap? Apa rasionalitassetiap pemilihan karakteristik wilayah?Penjelasan 56 PP 55/2005 menyebutkanWhite Paper33


Volume 1bahwa kriteria khusus ini “… ditetapkansetiap tahun oleh pemerintah sesuai dengankebijakan pembangunan nasional padatahun anggaran bersangkutan”. Penjelasanpasal ini juga memberikan indikasi mengenailima karakterisitk wilayah yang dapatdipertimbangkan, yakni [1] daerah pesisir<strong>dan</strong> kepulauan, [2] daerah perbatasan daratdengan negara lain, [3] daerah tertinggalatau terpencil, [4] daerah yang termasukrawan banjir <strong>dan</strong> longsor, serta [5] daerahyang termasuk daerah ketahanan pangan.Untuk tahun 2011 Pelengkap BukuPegangan Penyelenggaraan Pemerintahan<strong>dan</strong> Pembangunan Daerah 2010 <strong>dan</strong> bukuserupa tahun 2011 oleh Direktorat JenderalPerimbangan Keuangan (DJPK) KementerianKeuangan mencatat satu tambahankarakteristik daerah, yakni daerah pariwisata.Sementara itu Pelengkap Buku Pegangan2009 memasukkan kriteria daerah tertinggalbersama-sama dengan “seluruh daerah(kabupaten/kota) di Provinsi Papua”. 33 Jelasterlihat, serupa dengan penetapan bi<strong>dan</strong>gDAK, penetapan karakteristik wilayah jugaberpotensi untuk terus melebar sehinggamenghilangkan nilai kekhususan (`daerah33 Menarik untuk dicatat bahwa bagi kepentinganalokasi DAK 2006 kesepakatan pemerintah<strong>dan</strong> Panita Kerja (Panja) DPR —yang lalu diaturdalam PMK 24/PMK.02/2005— membukukanpaling sedikit delapan karakteristik wilayahyang perlu mendapat pertimbangan, yakni [1]daerah yang memperoleh DAU tetap, [2] daerahyang persentase kenaikan DAU-nya lebih kecildari persentase kenaikan gaji pegawai, [3]daerah rawan banjir atau longsor, [4] daerahpenampung <strong>dan</strong> penerima pengungsi, [5] daerahpenerima transmigrasi, [6] daerah pasca konflik,[7] daerah rawan pangan atau kekeringan, <strong>dan</strong>[8] daerah yang memiliki pulau terluar. Lihat,http://www.adkasi.org/upload/File/Naskah\%20Akademik\%20Revisi\%20UU\%2032\%20Bab\%20V.pdftertentu’) DAK. 34 Pada saat yang sama, jugatidak cukup jelas kapan suatu karakteristikdimasukkan atau dikeluarkan dalamkriteria teknis. Apakah dari waktu ke waktukarakteristik yang dipertimbangkan itutetap atau berubah? Apa <strong>dan</strong> bagaimanamekanisme yang mengatur serta ragamkegiatannya juga menjadi pertanyaanyang lain. Daerah rawan longsor <strong>dan</strong>banjir merupakan ilustrasi yang tepat. Jikapenyebab <strong>dan</strong> akibat suatu bencana (longsoratau banjir) telah ditangani melalui kegiatanDAK, apakah dari waktu ke waktu daerahini terus dimasukkan sebagai karakteristikwilayah yang patut diperhitungkan? Kemana persisnya arah pembiayaan kegiatandi daerah seperti ini? Pencegahan ataurehabilitasi titik bencana?Kedelapan, hal lain berkenaan dengankarakteristik wilayah dalam kriteria khususialah ketidakjelasan kategorisasi, yaknipencampuran antara karakteristik yangbernuansa ‘masalah’ sehingga beratribusi‘negatif’ dengan ‘potensi’ yang bersifat‘positif’. Ini jelas terlihat, misalnya, dalamkarakteristik daerah pariwisata (‘potensi’,‘positif’) yang dimasukkan bersama-samadengan karakterisitik lain yang berlawanan,seperti daerah bencana, rawan pangan, <strong>dan</strong>sejenisnya (‘masalah’, ‘negatif’). Selain itu,ada pula karakteristik dengan atribusi yangsukar dikategorisasi sebagai ‘negatif’ atau‘positif’, yakni daerah pesisir <strong>dan</strong> kepulauan.Daerah pesisir atau kepulauan bisa dipan<strong>dan</strong>g34 Penting pula untuk dicatat bahwa beberapakementerian yang bertanggung-jawab dalambi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g DAK juga menetapkan kriteriatertentu bagi lokasi kegiatan. KementerianKesehatan, misalnya, menetapkan “daerahbermasalah kesehatan’. Kementerian Perumahanmenetapkan `dengan tingkat kemiskinan lebihtinggi dari rata-rata nasional’ adalah contoh lain.34 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Formula DAKpotensial pada suatu keadaan, tetapi jugabisa dipan<strong>dan</strong>g sebaliknya pada keadaanlain, utamanya ketika isolasi geografi<strong>dan</strong> kemiskinan merupakan karakteristikdasarnya. Jika daerah pesisir atau kepulauandinilai potensial, misalnya sebagai daerahwisata, maka akan terjadi penghitunganganda (double counting) dalam atribusiini. Tetapi ia juga bisa menghasilkanpenghitungan ganda dalam bentuk yanglain manakala atribusi pokoknya dinyatakansebagai daerah tertinggal <strong>dan</strong> terpencilkarena karakterisitik isolasi geografi <strong>dan</strong>kemiskinan yang melekat pa<strong>dan</strong>ya. Dengandemikian, penetapan karakteristik pesisir <strong>dan</strong>kepulauan sebagai bagian dari kriteria khususmembutuhkan spesifikasi yang lebih rinciagar atribusi dasar yang ingin dicari dapatlebih diaksentuasi.Ketidakjelasan kategorisasi ini membuathasil persamaan [5] menguntungkandaerah dengan karakteristik ganda(multiple characteristics), yakni daerah yangmemiliki ‘potensi’ (positif) <strong>dan</strong> ‘masalah’(negatif) sekaligus. Karakteristik gandaakan menyebabkan angka IFW suatudaerah membesar. Pada gilirannya ini akanmembuat BD <strong>dan</strong> alokasi DAK yang jugabesar. Dengan demikian, issu pokok dalamkeseluruhan penetapan karakteristik iniadalah apa orientasi yang menjadi rujukanbagi penetapan suatu karakteristik wilayah.Di sini terbentuk dua pilihan yang bersifat‘either-or’, yakni apakah ia berorientasipada pengembangan sektor-sektor potensialdi daerah, ataukah penciptaan kegiatankegiatanpembangunan di daerah-daerahyang ‘bermasalah’. Kedua pilihan ini sukardicari kompatibilitasnya. Dengan kata lain,penegasan orientasi dasar amat diperlukankarena atribusi karakterisitik-karakterisitik iniberada dalam kelas <strong>dan</strong> nature yang berbeda.Kesembilan, metoda alokasi DAK yangberbasis seluruh formula ini sukar dipahami.Untuk kemudahan penanda, paper inimembagi daerah-daerah penerima DAKdapat ke dalam empat tipe, yakni [1] daerahyang langsung lolos IFN (daerah tipe A), [2]daerah yang tidak lolos IFN tapi lolos IFW(daerah tipe B), [3] daerah yang tidak lolos IFWtapi lolos IFWT (daerah tipe C), <strong>dan</strong> [4] daerahyang tidak lolos IFWT (daerah tipe D). Seriformula yang dituangkan dalam PelengkapBuku Pegangan tahun 2009 (Gambar 3.14<strong>dan</strong> 3.14, hal. III-95), 2010 (Gambar 3.16, hal.III-115), <strong>dan</strong> 2011 (Gambar 3.17, hal. III-126)dengan jelas memperlihatkan bahwa alokasifinal semata-mata dihitung melalui BD —jadihanya bagi daerah tipe C. Dalam PelengkapBuku Pegangan itu tidak ada formula alokasiyang ditetapkan bagi daerah tipe B yangtelah lolos patokan IFW <strong>dan</strong> daerah tipe Ayang langsung lolos IFN. Patut dicatat bahwakedua daerah tipe ini secara otomatis tidakmemiliki angka IFWT, padahal alokasi <strong>dan</strong>a(AD) dihitung berdasarkan BD, se<strong>dan</strong>gkan BDditurunkan dari IFWT (Gambar 1). Jadi adaketidakjelasan bagaimana DAK dialokasikanmenurut seri formula yang ada untuk daerahtipe A <strong>dan</strong> B. Tetapi bila untuk daerah tipeA ini BD dihitung langsung melalui angkaIFN, serta untuk daerah tipe B BD diformulasilangsung melalui angka IFW, maka daerahdengan kedua tipe ini, by construction, akancenderung menerima alokasi DAK yang lebihkecil daripada alokasi yang diterima olehdaerah tipe C. Satu-satunya yang membuatprediksi ini tidak terjadi adalah kehadiranvariabel IKK yang memiliki variasi tertentu.Dengan kata lain, bila IKK dibuat konstan <strong>dan</strong>sama untuk semua daerah, DAK yang lebihbesar justru akan diterima oleh daerah yangtidak lolos kriteria umum <strong>dan</strong> khusus.White Paper35


Volume 1Akhirnya, kesepuluh, suatu catatan dapatdiberikan mengenai indeks teknis. Adabi<strong>dan</strong>g DAK yang sesungguhnya tidakmembutuhkan indeks teknis sebagai dasarseleksi daerah —kecuali jika seluruh kriteriaDAK hanya berorientasi ‘alokasi’ sepertiditengarai oleh paper ini. Ini terlihat, misalnya,di bi<strong>dan</strong>g DAK sarana kawasan perbatasan.Kawasan perbatasan sendiri telah dinyatakansebagai bagian dari kriteria khusus, sehinggahampir tidak mungkin daerah dengankarakteristik ini dikeluarkan dari seleksi. Jadi,indikator-indikator seperti panjang garisbatas kecamatan perbatasan, jumlah desawilayah perbatasan, luas wilayah perbatasan,<strong>dan</strong> jumlah penduduk di kecamatanperbatasan tidak memberi banyak informasi,karena alokasi DAK by construction memangdiarahkan pada daerah seperti ini. Indikatorteknis semacam ini hanya diperlukan untukkepentingan penghitungan alokasi DAK.Diknas Kabupaten Malang Terima DAK GandaDinas Pendidikan Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada tahun 2011 dipastikan menerima DAK ganda,karena DAK 2010 belum digunakan sama sekali. Kepala Bi<strong>dan</strong>g pengembangan Wilayah <strong>dan</strong> SaranaPrasarana Bappeda Kabupaten Malang Dwi Siswahyudi, mengatakan belum terpakainya DAK 2010sebesar Rp 51 miliar itu karena terhambat petunjuk teknis pencairan anggaran. “Karena belum terpakaimaka masuk sisa lebih anggaran. Di Tahun 2011 DAK yang bakal diterima Diknas Kabupaten Malangsebesar Rp 71 miliar, sehingga total DAK untuk Diknas mencapai Rp 122 miliar,” tuturnya.DAK Diknas tersebut akan digunakan untuk peningkatan sarana-prasarana <strong>dan</strong> peningkatan kualitaspendidikan dengan perbandingan 60 persen untuk SD <strong>dan</strong> 40 persen SMP. Setiap unit sekolah bakaldikucuri <strong>dan</strong>a masing-masing sebesar Rp 225 juta ditambah 10 persen (Rp 25 juta) sebagai <strong>dan</strong>apendamping, sehingga totalnya sebesar Rp 250 juta. Hanya saja, lanjutnya, DAK peningkatakan sarana<strong>dan</strong> prasarana serta kualitas pendidikan itu masih diberikan kepada sekolah negeri.Kepala Diknas Kabupaten Malang Suwandi mengatakan, prioritas pembelanjaan DAK untuk perbaikanfisik <strong>dan</strong> sarana pembelajaran, namun nominal per paketnya masih menunggu petunjuk pelaksanaan<strong>dan</strong> petunjuk teknisnya. “Kami masih menunggu juklak <strong>dan</strong> juknis-nya,” tegas Suwandi.Sementara itu Bupati Malang, Rendra Kresna, meminta pemerintah pusat agar mendistribusikan DAKsecara adil, sebab antara wilayah yang sangat luas <strong>dan</strong> padat penduduk, DAK-nya sama dengan wilayahyang hanya memiliki beberapa kecamatan saja. Ia mencontohkan, Kabupaten Malang yang memiliki33 kecamatan <strong>dan</strong> 390 desa, DAK-nya sama dengan Mojokerto yang hanya memiliki 3 kecamatansaja. DAK Kabupaten Malang tahun 2011 sebesar Rp 71 miliar <strong>dan</strong> Mojokerto sebesar Rp 60 miliar.“Dilihat dari jumlah kecamatan saja sudah jelas terlihat kebutuhan Kabupaten Malang lebih besar.Saya berharap ke depan Pemerintah Pusat memberikan DAK ini secara proporsional,” ucap Rendramenegaskan.Sumber: Dikutip dengan penyesuaian dari Antara News Jawa Timur05/12/2010.http://www.antarajatim.com/lihat/berita/49889/diknas-kabupaten-malang-terima-dak-ganda36 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranTabel Lampiran 1.1 Ringkasan DAK 2003-2011Item Pembanding 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Pendidikan:Provinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong>* - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 625 653 1221 2920 5195 7015 9335 9335 10.041+ Jumlah Daerah 287 302 333 434 434 450 451 451 447KesehatanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 1 2 3 4 5 5 99 105 111+ Jumlah Daerah 1 1 1 1 1 1 22 24 23Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 378 461 623 2424 3407 3847 3961 2749 2905+ Jumlah Daerah 286 301 330 433 433 433 442 459 453JalanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 145 2 2 5 5 262 713 404 572+ Jumlah Daerah 25 1 1 1 1 26 27 31 32Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 713 849 953 2596 3136 3823 3845 2428 3356+ Jumlah Daerah 297 304 347 433 433 449 415 459 429IrigasiProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - 467 517 291 394+ Jumlah Daerah - - - - - 24 26 31 30Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 339 357 385 628 859 1031 1032 678 918+ Jumlah Daerah 214 207 232 341 364 396 369 387 378White Paper37


Volume 1Item Pembanding 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011SaranaPemerintahanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - 20 - - 40 45 - -+ Jumlah Daerah - - 2 - - 2 3 - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 88 228 128 439 539 322 517 389 400+ Jumlah Daerah 22 57 32 134 159 104 100 123 103Perikanan-KelautanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> 0 305 322 776 1100 1100 1100 1208 400+ Jumlah Daerah 0 202 300 404 434 434 413 442 418PertanianProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - 188+ Jumlah Daerah - - - - - - - - 32Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - 170 1095 1492 1492 1492 1544 1313+ Jumlah Daerah - - 155 401 434 434 405 354 441Air MinumProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - 204 608 1062 1142 1142 357 420+ Jumlah Daerah - - 259 433 434 450 431 452 433Lingkungan HidupProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - 113 352 352 352 352 1806+ Jumlah Daerah - - - 333 434 434 413 420 30738 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranItem Pembanding 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Keluarga BerencanaProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - 279 329 329 368+ Jumlah Daerah - - - - - 279 373 398 377KehutananProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - 3 8+ Jumlah Daerah - - - - - - - 6 20Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - 45 58 109 25+ Jumlah Daerah - - - - - 100 100 232 339[1pt]Prasarana PedesaanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - 190 300 316+ Jumlah Daerah - - - - - - 110 233 183PerdaganganProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - 131 71 83+ Jumlah Daerah - - - - - - 240 115 210SanitasiProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - 357 420+ Jumlah Daerah - - - - - - - 449 428White Paper39


Volume 1Item Pembanding 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Listrik PedesaanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - 150 107 300+ Jumlah Daerah - - - - - - 240 115 210TransportasiPedesaanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - 150+ Jumlah Daerah - - - - - - - - 41Prasarana DaerahPerbatasanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - 150+ Jumlah Daerah - - - - - - - - 62Perumahan-PermukimanProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - 100+ Jumlah Daerah - - - - - - - - 8KeselamatanTransportasi DaratProvinsi+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - -+ Jumlah Daerah - - - - - - - - -40 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranItem Pembanding 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Kabupaten-Kota+ Nilai <strong>Alokasi</strong> - - - - - - - - 150+ Jumlah Daerah - - - - - - - - 38Total Bi<strong>dan</strong>g 5 6 8 9 9 11 13 14 19Sumber: Dikompilasi dari http://www.tkp2e-dak.org* <strong>Alokasi</strong> dalam milyar rupiahTabel Lampiran 1.2 Definisi DAK Menurut Peraturan, Keputusan, <strong>dan</strong> Edaran MenteriDokumen Tema Definisi DAKUU 22/1999Bab VII Pasal 80UU 25/1999Bab I Pasal 1 Ayat 19Bab III Pasal 8 Ayat 1Bab III Pasal 8 Ayat 2PP 104/2000Bab I Pasal 1 Ayat 4Bab IV Pasal 19 Ayat 1Bab IV Pasal 19 Ayat 2Bab IV Pasal 21 Ayat 1Pemerintahan DaerahPerimbanganKeuangan<strong>Dana</strong> Perimbangan<strong>Dana</strong> Perimbangan ... terdiri atas ... (a) bagianDaerah dari penerimaan Pajak Bumi <strong>dan</strong> Bangunan,Bea Perolehan Hak atas Tanah <strong>dan</strong> Bangunan, <strong>dan</strong>penerimaan dari sumber daya alam, (b) <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong>Umum; <strong>dan</strong> (c) <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>.DAK adalah <strong>dan</strong>a yang berasal dari APBN, yangdialokasikan kepada Daerah untuk membantumembiayai kebutuhan tertentu.DAK dapat dialokasikan dari APBN kepada Daerahtertentu untuk membantu membiayai kebutuhankhusus, dengan memperhatikan membiayai kebutuhankhusus, dengan memperhatikan tersedianya <strong>dan</strong>adalam APBN.Kebutuhan khusus ... adalah (a) kebutuhan yangtidak dapat diperkirakan dengan menggunakanrumus alokasi umum; (b) kebutuhan yang merupakankomitmen atau prioritas nasional.DAK adalah <strong>dan</strong>a yang berasal dari APBN, yangdialokasikan kepada Daerah untuk membantumembiayai kebutuhan tertentu.DAK dapat dialokasikan dari APBN kepada Daerahtertentu untuk membantu membiayai kebutuhankhusus, dengan memperhatikan tersedianya <strong>dan</strong>adalam APBN.Kebutuhan khusus ... adalah (a) kebutuhan yangtidak dapat diperkirakan secara umum denganmenggunakan rumus alokasi umum; <strong>dan</strong> atau (b)kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritasnasional.DAK ... dialokasikan kepada Daerah tertentuberdasarkan usulan daerah.White Paper43


Volume 1PenjelasanDokumen Tema Definisi DAKKeputusan MenteriKeuangan 544/KMK.07/2002 Bab I Pasal1 Ayat 1Keputusan MenteriKeuangan 548/KMK.07/2003 Bab I Pasal1 Ayat 1Bab I Pasal 2Bab I Pasal 3Keputusan MenteriKeuangan 505/KMK.02/2004 Bab I Pasal1 Ayat 1Bab I Pasal 2Bab I Pasal 3Penetapan <strong>Alokasi</strong><strong>dan</strong> Pedoman UmumPengelolaan DAKNon-<strong>Dana</strong> ReboisasiTA 2003Penetapan <strong>Alokasi</strong><strong>dan</strong> Pedoman UmumPengelolaan DAKNon-<strong>Dana</strong> ReboisasiTA 2004Penetapan <strong>Alokasi</strong><strong>dan</strong> Pedoman UmumPengelolaan DAKNon-<strong>Dana</strong> ReboisasiTA 2004DAK bertujuan untuk membantu membiayaikebutuhan-kebutuhan khusus Daerah. DenganDemikian, sejalan dengan tujuan pokok <strong>Dana</strong>Perimbangan dapat lebih memberdayakan <strong>dan</strong>meningkatkan kemampuan perekonomian daerah,menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil,serta memberikan kepastian sumber keuangan daerahyang berasal dari wilayah proporsional, rasional,transparan, partisipatif, bertanggung jawab (akuntabel)Daerah yang bersangkutanDAK Non-<strong>Dana</strong> Reboisasi adalah <strong>dan</strong>a yang berasaldari APBN di luar <strong>dan</strong>a kepada Daerah tertentu untukmembantu membiayai kebutuhan khusus.DAK Non-<strong>Dana</strong> Reboisasi adalah <strong>dan</strong>a yang berasaldari APBN di luar <strong>Dana</strong> Reboisasi yang dialokasikankepada Daerah tertentu untuk membantu membiayaikebutuhan khusus.DAK merupakan bantuan stimulan kepada daerahtertentu untuk pelaksanaan kegiatan yang merupakankewenangan <strong>dan</strong> tanggung jawab Daerah ke arahpemenuhan kebutuhan khusus.DAK dialokasikan untuk membantu Daerah membiayaikebutuhan fisik sarana <strong>dan</strong> prasarana dasar yangmerupakan prioritas nasional di bi<strong>dan</strong>g pendidikan,kesehatan, infrastruktur, kelautan <strong>dan</strong> perikanan sertaprasarana pemerintah.DAK Non-<strong>Dana</strong> Reboisasi adalah <strong>dan</strong>a yang berasaldari APBN di luar <strong>Dana</strong> Reboisasi yang dialokasikankepada Daerah tertentu untuk membantu membiayaikebutuhan khusus.DAK merupakan bantuan kepada Daerah tertentuuntuk men<strong>dan</strong>ai pelaksanaan kegiatan yangmerupakan kewenangan <strong>dan</strong> tanggung jawab Daerahke arah pemenuhan kebutuhan khusus.DAK dialokasikan untuk membantu Daerah membiayaikebutuhan fisik sarana <strong>dan</strong> prasarana dasar yangmerupakan prioritas nasional di bi<strong>dan</strong>g pendidikan,kesehatan, infrastruktur, kelautan <strong>dan</strong> perikanan,pertanian serta prasarana pemerintahan Daerah.44 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranDokumen Tema Definisi DAKUU 32/2004Bab VIII KeuanganDaerah Pasal 162UU 33/2004Bab I Ketentuan UmumPasal 1 Ayat 23Bagian Keempat DAKPasal 39 Ayat 1Bagian Keempat DAKPasal 39 Ayat 2PP 55/2005Bab IV Bagian PertamaPasal 50 Ayat 1Bab IV Pasal 50 Ayat 2Bab IV Pasal 51 Ayat 1Bab IV Pasal 51 Ayat 2Peraturan MenteriKeuangan 124/PMK.02/2005Bab I Ketentuan UmumPasal 1Bab II Ruang LingkupPasal 2Pasal 3Pemerintahan DaerahPerimbanganKeuangan Pusat-Daerah<strong>Dana</strong>PerimbanganPenetapan <strong>Alokasi</strong><strong>dan</strong> Pedoman UmumPengelolaan DAK TA2006DAK ... dialokasikan dari APBN kepada Daerahtertentu dalam rangka pen<strong>dan</strong>aan pelaksanaandesentralisasi untuk (a) Men<strong>dan</strong>ai kegiatan khususyang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritasnasional, (b) Men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang diusulkandaerah tertentu. Penyusunan kegiatan khusus yangditentukan oleh Pemerintah ... dikoordinasikandengan Gubernur. Ketentuan lebih lanjut mengenaiDAK diatur dengan Peraturan Pemerintah.DAK adalah <strong>dan</strong>a yang bersumber dari pendapatanAPBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentudengan tujuan untuk membantu men<strong>dan</strong>ai kegiatankhusus yang merupakan urusan Daerah <strong>dan</strong> sesuaidengan prioritas nasional.DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untukmen<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang merupakan urusanDaerah.Kegiatan khusus ... sesuai dengan fungsi yang telahditetapkan dalam APBN.Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.DAK ... dialokasikan dalam APBN sesuai denganprogram yang menjadi prioritas nasional.DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untukmen<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang merupakan bagiandari program yang menjadi prioritas nasional ... yangmenjadi urusan daerah.Daerah Tertentu ... adalah daerah yang dapatmemperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum,kriteria khusus, <strong>dan</strong> kriteria teknisDAK adalah <strong>dan</strong>a yang bersumber dari APBN yangdialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuanuntuk membantu men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yangmerupakan urusan Daerah <strong>dan</strong> sesuai dengan prioritasnasional.DAK dialokasikan dalam APBN sesuai dengan programyang menjadi prioritas nasional.DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untukmen<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang merupakan bagiandari program yang menjadi prioritas nasional ... yangmenjadi urusan Daerah.DAK dialokasikan untuk membantu Daerah men<strong>dan</strong>aikebutuhan fisik sarana <strong>dan</strong> prasarana dasar yangmerupakan prioritas nasional di bi<strong>dan</strong>g pendidikan,kesehatan, infrastruktur, kelautan <strong>dan</strong> perikanan,pertanian, prasarana pemerintahan Daerah, sertalingkungan hidup.White Paper45


Volume 1Dokumen Tema Definisi DAKPeraturan MenteriKeuangan 128/PMK.07/2006Bab I Pasal 1 Ayat 1Pasal 2Pasal 3Peraturan MenteriKeuangan 142/PMK.07/2007 Pasal 1Surat Edaran BersamaMenneg PPN, MenteriKeuangan & MenteriDalam Negeri0239/M.PPN/11/2008,SE 1722/MK.07/2008, &900/3556/SJ,Lampiran SEB, Bab 1PendahuluanPeraturan Menteri DalamNegeri 20/2009Bab I Ketentuan UmumPasal 1Pasal 2Penetapan <strong>Alokasi</strong><strong>dan</strong> Pedoman UmumPengelolaan DAK TA2007Penetapan <strong>Alokasi</strong>DAK TA 2008Petunjuk PelaksanaanPemantauan TeknisPelaksanaan <strong>dan</strong>Evaluasi PemanfaatanDAKPedoman PengelolaanKeuangan DAK diDaerahDAK adalah <strong>dan</strong>a yang bersumber dari APBN yangdialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuanuntuk membantu men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yangmerupakan urusan Daerah <strong>dan</strong> sesuai dengan prioritasnasional.DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untukmen<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang merupakan bagiandari program yang menjadi prioritas nasional ... yangmenjadi urusan Daerah.DAK dialokasikan untuk membantu Daerah men<strong>dan</strong>aikebutuhan fisik sarana <strong>dan</strong> prasarana dasar yangmerupakan prioritas nasional pendidikan, kesehatan,infrastruktur (jalan, irigasi, <strong>dan</strong> air bersih), kelautan <strong>dan</strong>perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah,serta lingkungan hidup.DAK dialokasikan untuk membantu Daerah men<strong>dan</strong>aikebutuhan fisik sarana <strong>dan</strong> prasarana dasar yangmerupakan prioritas nasional di bi<strong>dan</strong>g pendidikan,kesehatan, kependudukan, prasarana jalan, prasaranairigasi, prasarana air minum <strong>dan</strong> penyehatanlingkungan, prasarana pemerintahan, kelautan<strong>dan</strong> perikanan, pertanian, lingkungan hidup, <strong>dan</strong>kehutanan.DAK adalah <strong>dan</strong>a yang bersumber dari APBN yangdialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuanuntuk membantu men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yangmerupakan urusan Daerah <strong>dan</strong> sesuai dengan prioritasnasional.DAK adalah <strong>dan</strong>a yang bersumber dari APBN yangdialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuanuntuk membantu men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yangmerupakan urusan Daerah <strong>dan</strong> sesuai dengan prioritasnasional.Ruang lingkup pengelolaan keuangan DAK di daerahmeliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan<strong>dan</strong> penatausahaan keuangan, akuntansi keuangan,pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran,pembinaan <strong>dan</strong> pengawasan serta pengelolaanbarang/aset Daerah yang bersumber dari DAK.46 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranDokumen Tema Definisi DAKPeraturan MenteriKeuangan 216/PMK.07/2010Bab 1 Ruang Lingkup,Pasal 1Pedoman Umum <strong>dan</strong><strong>Alokasi</strong> DAK TA 2011DAK dialokasikan untuk membantu Daerah men<strong>dan</strong>aikebutuhan fisik sarana-prasarana dasar yangmerupakan prioritas nasional di bi<strong>dan</strong>g pendidikan,kesehatan, infrastruktur sanitasi, prasaranapemerintahan daerah, kelautan-perikanan, pertanian,lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan,perdagangan, sarana-prasarana perdesaan, listrikperdesaan, perumahan-permukiman, keselamatantransportasi darat, transportasi perdesaan, serta saranaprasaranakawasan perbatasan.Tabel Lampiran 1.3 Prioritas Pembangunan TahunanDaftar Prioritas Pembangunan TahunanRepeta 2003 Bab I+ Meningkatkan penanggulangan kemiskinan <strong>dan</strong> menjamin ketahanan pangan+ Meningkatkan kualitas sumber daya manusia+ Menciptakan stabilitas ekonomi <strong>dan</strong> keuangan+ Mempercepat restrukturisasi utang perusahaan <strong>dan</strong> privatisasi perusahaan negara+ Memperluas kesempatan kerja+ Meningkatkan penegakan hukum <strong>dan</strong> sistem peradilan yang transparan <strong>dan</strong> konsisten+ Meningkatkan pembangunan daerah melalui otonomi daerah <strong>dan</strong> pemberdayaanmasyarakat+ Mendorong pelaksanaan Pemilu 2004 yang lebih demokratis+ Membangun <strong>dan</strong> memelihara sarana <strong>dan</strong> prasarana dasar penunjang pembangunanekonomi+ Meningkatkan penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutanRepeta 2004 Bab I+ Menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan <strong>dan</strong>kemakmuran rakyat dengan penekanan pada pembangunan sarana <strong>dan</strong> prasarana ekonomi+ Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang pada dasarnya mengutamakan pencapaiantarget wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun <strong>dan</strong> perbaikan pelayanan kesehatan+ Meningkatkan penanggulangan kemiskinan+ Menjamin ketahanan pangan melalui penjaminan ketersediaan pangan hasil produksi dalam negeriyang berdampak pada perluasan kesempatan kerja <strong>dan</strong> peningkatan pendapatan petani+ Memantapkan pembangunan politik dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat denganmenyelenggarakan pemilihan anggota legislatif <strong>dan</strong> pemilihan langsung presiden <strong>dan</strong> wakilpresiden dalam Pemilu tahun 2004+ Memberantas KKN <strong>dan</strong> menegakkan hukum+ Memantapkan pembangunan pertahanan <strong>dan</strong> keamananWhite Paper47


Volume 1Daftar Prioritas Pembangunan Tahunan+ Memantapkan pembangunan daerah dengan penekanan pada percepatan pembangunan KTI <strong>dan</strong>wilayah tertinggal lainnya, termasuk penanganan wilayah perbatasan <strong>dan</strong> rehabilitasi daerah paskakonflik+ Meningkatkan konservasi <strong>dan</strong> rehabilitasi sumber daya alam <strong>dan</strong> lingkungan hidupRKP 2005 Bab I+ Mempercepat reformasi serta memperkokoh persatuan <strong>dan</strong> kesatuan bangsa dalam kerangkaNegara Kesatuan Republik Indonesi+ Memperkokoh persatuan <strong>dan</strong> kesatuan bangsa dalam Kerangka Negara Kesatuan RepublikIndonesia+ Mempercepat reformasi dalam rangka merebut kembali kepercayaan masyarakat termasuk duniausaha terhadap hukum terutama melalui penegakan hukum yang tegas, tidak diskriminatif, sertakonsisten+ Menciptakan lapangan kerja <strong>dan</strong> mengurangi kemiskinan dalam kerangka pembangunanberkelanjutanRKP 2006 Buku I Bab II (Perpres 39/2005)+ Penanggulangan kemiskinan <strong>dan</strong> pengurangan kesenjangan+ Peningkatan kesempatan kerja, investasi, <strong>dan</strong> ekspor+ Revitalisasi pertanian <strong>dan</strong> perdesaan+ Peningkatan aksesibilitas <strong>dan</strong> kualitas pendidikan <strong>dan</strong> kesehatan+ Penegakan hukum, pemberantasan korupsi <strong>dan</strong> reformasi birokrasi+ Penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan <strong>dan</strong> ketertiban serta penyelesaiankonflik+ Rehabilitasi <strong>dan</strong> rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) <strong>dan</strong> Nias (Sumatera Utara)RKP 2007 Buku I Bab II (Perpres 19/2006)+ Penanggulangan kemiskinan+ Peningkatan kesempatan kerja, investasi, <strong>dan</strong> ekspor+ Revitalisasi pertanian dalam arti luas <strong>dan</strong> pembangunan perdesaan+ Peningkatan aksesibilitas <strong>dan</strong> kualitas pendidikan <strong>dan</strong> kesehatan+ Penegakan hukum <strong>dan</strong> ham, pemberantasan korupsi, <strong>dan</strong> reformasi birokrasi+ Penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan <strong>dan</strong> ketertiban, serta penyelesaiankonflik+ Mitigasi <strong>dan</strong> penanggulangan bencana+ Percepatan pembangunan infrastruktur+ Pembangunan derah perbatasan <strong>dan</strong> wilayah terisolirRKP 2008 Buku I Bab II (Perpres 18/2007)+ Peningkatan investasi, ekspor, <strong>dan</strong> kesempatan kerja+ Revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, <strong>dan</strong> pembangunan perdesaan+ Percepatan pembangunan infrastruktur <strong>dan</strong> peningkatan pengelolaan energi+ Peningkatan akses <strong>dan</strong> kualitas pendidikan <strong>dan</strong> kesehatan48 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranDaftar Prioritas Pembangunan Tahunan+ Peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan+ Pemberantasan korupsi <strong>dan</strong> percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi+ Penguatan kemampuan pertahanan <strong>dan</strong> pemantapan keamanan dalam negeri+ Penanganan bencana, pengurangan risiko bencana, <strong>dan</strong> peningkatan pemberantasan penyakitmenular.RKP 2009 Buku I Bab II (Perpres 38/2008)+ Peningkatan pelayanan dasar <strong>dan</strong> pembangunan perdesaan+ Percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yangdidukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, <strong>dan</strong> energi+ Peningkatan upaya anti-korupsi, reformasi birokrasi serta pemantapan demokrasi <strong>dan</strong> keamanandalam negeriRKP 2010 Buku I Bab II (Perpres 21/2009)+ Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan <strong>dan</strong> pelaksanaan sistemperlindungan sosial+ Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia+ Pemantapan reformasi birokrasi <strong>dan</strong> hukum, serta pemantapan demokrasi <strong>dan</strong> keamanan nasional+ Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, <strong>dan</strong> energi+ Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam <strong>dan</strong> kapasitas penanganan perubahan iklimTabel Lampiran 1.4 Kriteria Teknis Bi<strong>dan</strong>g-Bi<strong>dan</strong>g DAK 2011Bi<strong>dan</strong>gKriteriaPendidikan SD Jumlah SD/SDLBSMPJumlah Ruang Kelas Rusak Se<strong>dan</strong>g/BeratAngka Pastisipasi Murni (APM)Jumlah SD yang belum memiliki perpustakaanJumlah SekolahKebutuhan Bangunan Fisik Ruang Keterampilan/RuangKesenianKebutuhan Bangunan Fisik Rehab Se<strong>dan</strong>gKebutuhan Bangunan Fisik Rehab BeratKebutuhan Bangunan Fisik Ruang Kelas Baru (RKB)Kebutuhan Bangunan Fisik Ruang PerpustakaanKebutuhan Alat Lab. IPAKebutuhan Alat Lab. IPSKebutuhan Alat MatematikaKebutuhan Alat Olah RagaKebutuhan Alat KesenianWhite Paper49


Volume 1Bi<strong>dan</strong>gKriteriaKebutuhan Alat Lab. BahasaAngka Partisipasi Kasar (APK)Kesehatan Pelayanan Dasar Indeks Pembangunan Kesehatan MasyarakatPelayanan RujukanKab/kotaObat GenerikPelayanan RujukanProvinsiIndeks Luas WilayahIndeks Jumlah PendudukIndeks Rasio Puskesmas/KecamatanIndeks Rasio Poskesdes/DesaIndeks Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri NeonatusEssensial Dasar)Indeks Peningkatan Puskesmas (Tempat Tidur)Indeks PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatus EssensialKomprehensif) RSIndeks UTD <strong>dan</strong> BDRSIndeks IGDRSIndeks TT Kelas IIIIndeks Penunjang DiagnostikIndeks IPAL RSIndeks <strong>Alokasi</strong> Obat <strong>dan</strong> Perbekkes Kab/KotaIndeks Instalasi Farmasi <strong>dan</strong> Sarana PendukungnyaIndeks Ponek RSIndeks UTD <strong>dan</strong> BDRSIndeks IGDRSIndeks TT Kelas IIIIndeks Penunjang DiagnostikIndeks IPAL RSInfrastruktur Jalan Indeks Panjang Jalan (IPJ)IrigasiIndeks Kondisi Jalan (IKJ)Indeks Luas Wilayah (ILW)Indeks Jumlah Penduduk (IJP)Indeks Kepedulian (IKP)Indeks Pelaporan (IPl)Indeks Luas Daerah IrigasiIndeks Kondisi Daerah IrigasiIndeks Rata-rata Produksi SawahIndeks KepedulianIndeks Pelaporan50 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranBi<strong>dan</strong>gKelautan <strong>dan</strong>PerikananKriteriaAir MinumSanitasiProvinsiKab/KotaIndikator TeknisIndeks Kerawanan Air MinumIndeks Masyarakat Berpenghasilan RendahIndeks Cakupan Air MinumIndeks KepedulianIndeks PelaporanIndikator TeknisIndeks Kerawanan SanitasiIndeks Masyarakat Berpenghasilan RendahIndeks Luas Kawasan KumuhIndeks Cakupan Pelayanan SanitasiIndeks KepedulianIndeks PelaporanProduksi TangkapPanjang PantaiJumlah NelayanKawasan MinapolitanProduksi PerikananProduksi BenihUnit Balai BenihLuas Lahan Potensi BudidayaLuas Lahan Pengelolaan budidayaLuas Perairan Umum DaratanUnit Pangkalan Pendaratan IkanKapal PerikananTenaga Kerja PerikananUnit Pengolahan IkanUnit Pemasaran IkanPokmaswas SDKPPos Pengawasan SDKPKasus PelanggaranPulau Kecil DikelolaKawasan Konservasi PerairanTenaga Penyuluh PerikananWhite Paper51


Volume 1PertanianBi<strong>dan</strong>gLingkungan HidupPrasaranaPemerintahanKeluarga BerencanaKriteriaTenaga Statistisi PerikananRetribusi Perikanan DihapusLuas Penggunaan LahanBalai Penyuluhan PertanianJumlah PenyuluhPengguna LahanKepadatan PendudukPanjang Sungai TercemarLuas Tutupan LahanBentuk KelembagaanRuang Terbuka HijauVolume SampahJumlah SKPD yang Belum Memiliki Kantor SendiriJumlah SKPD yang Kondisinya RusakDaerah yang Pindah IbukotaLuas Praspem yang Masih DibutuhkanIndeks Penyuluh KB/Petugas Lapangan KBIndeks Pengendali Petugas Lapangan KBIndeks Jumlah Desa / KelurahanIndeks Jumlah KecamatanIndeks Klinik KBKehutanan Kab/ Kota Luas WilayahPerdaganganProvinsiPembangunanPasar TradisionalLuas Hutan MangroveLuas Lahan KritisLuas Lahan Kritis di Luar KawasanLuas Hutan LindungLuas Kawasan KonservasiLuas Lahan GambutDaerah Penghasil/Jumlah DBH yang DiperolehLuas TahuraLuas Kawasan KonservasiJumlah Desa Tanoa Pasar Permanen/Semi Permanenpada jarak < 3 kmJumlah Pasar Tanpa Bangunan52 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Tabel LampiranBi<strong>dan</strong>gPerumahan <strong>dan</strong>PermukimanListrik PerdesaanSarana KawasanPerbatasanTransportasiPedesaanMetrologiKriteriaPembangunanGu<strong>dan</strong>g,Sarana Penunjang,Prosentase Jumlah Pasar RusakJumlah Peralatan Mobilitas Si<strong>dan</strong>g TeraJumlah Pengadaan Pos Ukur UlangJumlah Produksi BerasJumlah Produksi JagungPeralatan Gu<strong>dan</strong>gIndeks Kepadatan PendudukIndeks BacklogIndeks Penetapan <strong>Alokasi</strong>Indeks Kesiapan RRTR; Indeks Tata RuangIndeks Rencana Pembangunan Rumah 2011Rasio Elektrifikasi Kabupaten-KotaDesa Berlistrik untuk Kabupaten-KotaHarga BPP Listrik per PropinsiPanjang Garis Batas Kecamatan PerbatasanJumlah Desa Wilayah PerbatasanLuas Wilayah PerbatasanJumlah Penduduk di Kecamatan PerbatasanIndeks InfrastrukturIndeks Infrastruktur energiIndeks Rumah Tangga Bukan Pelanggan ListrikIndeks Desa Tidak BerlistrikIndeks Infrastruktur TransportasiIndeks Akses Kendaraan Roda 4Indeks Jalan; Indeks Moda TransportasiIndeks Administrasi PelaporanWhite Paper53


Volume 1Daftar PustakaAsian Development Bank. 2011. Laporan Final Usulan Reformasi <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>. ADB.Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit. 2011. <strong>Analisis</strong> <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong><strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>: Masukan Untuk White Paper. GIZ.Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2009a. Grand Design DesentralisasiFiskal Indonesia. Kemenkeu.Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2009b. Pelengkap Buku PeganganPenyelenggaraan Pemerintahan <strong>dan</strong> Pembangunan Daerah. Kemenkeu.Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2010. Pelengkap Buku Pegangan PenyelenggaraanPemerintahan <strong>dan</strong> Pembangunan Daerah. Kemenkeu.Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2011. Pelengkap Buku Pegangan PenyelenggaraanPemerintahan <strong>dan</strong> Pembangunan Daerah. Kemenkeu.Usman, Syaikhu, M. Sulton Mawardi, Adri Poesoro, Asep Suryahadi <strong>dan</strong> Charles Sampford.2008. Mekanisme <strong>dan</strong> Penggunaan <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>. Lembaga Penelitian SMERU.http://www.smeru.or.id/report/research/dak/dak_ind.pdf54 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


White Paper55


Volume 2<strong>Analisis</strong> <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong><strong>Dampak</strong> DAK


Bab IPendahuluan1.1 Latar BelakangSejalan dengan kebijakan umumdesentralisasi di Indonesia, salah satukebutuhan yang mendesak adalahpeningkatkan efektifitas <strong>dan</strong> percepatanpembangunan daerah sesuai dengan azasazastata-pemerintahan yang baik (goodgovernance). Di dalam sistem pemerintahanyang terdesentralisasi, peningkatankemampuan aparat di daerah dengansistem penggunaan <strong>dan</strong>a pembangunanyang efektif berdasarkan standar yang jelasmerupakan prasyarat yang sangat penting.Dokumen RPJMN untuk periode 2010-2014telah dirumuskan dengan menitikberatkanpada pembangunan daerah <strong>dan</strong> peningkatankesejahteraan ekonomi melalui perbaikantata-pemerintahan (Agenda I <strong>dan</strong> II). Untukitu, dimasa mendatang terus diupayakanagar penggunaan <strong>dan</strong>a pembangunansemakin efisien <strong>dan</strong> efektif.Berkenaan dengan penggunaan <strong>dan</strong>apembangunan di daerah, Pemerintah terusmengupayakan penyempurnaan perangkatkebijakan, termasuk diantaranya upayamelakukan revisi terhadap UU Nomor33/2004 tentang perimbangan keuanganpusat-daerah serta PP No.55/2005 tentang<strong>dan</strong>a perimbangan agar lebih sesuai dengantantangan baru <strong>dan</strong> dinamika pen<strong>dan</strong>aanpembangunan yang terdesentralisasi. Untukpen<strong>dan</strong>aan pembangunan yang berasaldari DAK (<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>), meskipunproporsinya terhadap keseluruhan <strong>dan</strong>aperimbangan masih kecil (sekitar 8,5%),munculnya berbagai perspektif <strong>dan</strong> kendalaakhir-akhir ini perlu dikaji secara sistematik<strong>dan</strong> direspon dengan kebijakan yang lebihselaras (koheren) <strong>dan</strong> efektif. Tidak dapatdipungkiri bahwa bagi daerah tertentu,terutama daerah-daerah yang kemampuanfiskalnya rendah <strong>dan</strong> sebagian besar DAUnyaterpakai untuk gaji pegawai <strong>dan</strong> belanjarutin lainnya, DAK masih tetap menjadi salahsatu tumpuan harapan sumber pembiayaanpembangunan ke depan.White Paper57


Volume 21.2 TujuanDengan konteks <strong>dan</strong> perspektif tersebut diatas, studi yang dipaparkan pada volume 2ini bertujuan antara lain:1. Mengidentifikasi tantangan/ issu-issupenting yang menjadi kendala efektifitasDAK;2. Menganalisis secara makro kontribusiDAK dalam pencapaian indikator-indikatoryang menjadi prioritas pembangunannasional;3. Memberikan rekomendasi kebijakan untukmeningkatkan efektifitas pencapaiansasaran <strong>dan</strong> dampak DAK ke depan;4. Lebih jauh lagi, perspektif <strong>dan</strong>rekomendasi yang dikemukakan diadopsioleh Kementerian/Lembaga terkait dalammerevisi un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g, peraturan<strong>dan</strong> pedoman umum (regulatoryframework) serta oleh Pemerintah Provinsidalam menyusun petunjuk teknis <strong>dan</strong>pelaksanaan DAK;Sesuai kerangka tujuan tersebut, studi untukwhite paper ini difokuskan untuk menjawabpertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:1. Apakah pengalokasian DAK sudah efisien(spesifik <strong>dan</strong> tepat sasaran) atau tepatsasaran baik secara geografis mau punsektoral?2. Apa saja isu-isu strategis <strong>dan</strong> tantanganyang memerlukan perubahan kebijakanDAK ke depan?3. Bagaimana dampak DAK (adakahdampak DAK) terhadap pencapaiantujuan-tujuan prioritas pembangunannasional? <strong>dan</strong>4. Bagaimana meningkatkan efisiensi <strong>dan</strong>efektifitas DAK ke depan?1.3 MetodologiPendekatan yang dilakukan meliputitinjauan hasil-hasil studi sebelumnya (deskstudy), pengumpulan <strong>dan</strong> analisis datakuantitatif sekunder, <strong>dan</strong> melalui FocusGroup Discussion dengan berbagai pihakyang relevan termasuk para pemangkukebijakan di Pemerintah <strong>dan</strong> PemerintahDaerah, serta para pakar dari kalanganakademisi <strong>dan</strong> organisasi masyarakatsipil. Data kuantitatif sekunder antara lainmeliputi alokasi DAK per kabupaten/Kotaselama periode 2004-2009, serta indikatorindikatorkinerja pembangunan yang antaralain meliputi variabel-variabel IndeksPembangunan Manusia di kabupaten/kotapenerima DAK (khususnya Angka HarapanHidup, rata-rata lama sekolah, angka melekhuruf), pendapatan daerah penerima DAK,<strong>dan</strong> pertumbuhan ekonomi kabupaten/kotapenerima DAK selama periode 2004-2009.Data empiriss tersebut diolah, baik secaradeskriptif (misalnya diagram pencar) maupunsecara kuantitatif (korelasi <strong>dan</strong> regresi)menggunakan panel data 2004-2009 dariseluruh kabupaten/kota penerima DAK diIndonesia.58 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IITinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajarandari Beberapa Negara2.1 Konsep Dasar <strong>dan</strong>Teori Tentang <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>2.1.1 Tinjauan UmumMaddick (1983) mendefinisikan desentralisasisebagai proses dekonsentrasi <strong>dan</strong> devolusiatau penyerahan kekuasaan. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g(UU) Nomor 22 Tahun 1999 sebagai landasanhukum awal semangat desentralisasi <strong>dan</strong>otonomi daerah di Indonesia menyebutkanbahwa desentralisasi ialah penyerahanwewenang pemerintahan oleh pemerintahkepada Daerah Otonom dalam kerangkaNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Se<strong>dan</strong>gkan dekonsentrasi adalah pelimpahanwewenang dari Pemerintah kepadaGubernur sebagai wakil pemerintah <strong>dan</strong> atauperangkat pusat di daerah. Bisa dipahami,dekonsentrasi adalah delegasi wewenangdari pusat ke daerah.Pendelegasian wewenang memilikikonsekuensi pendelegasian fiskal sehubungandengan pembiayaan tugas-tugas yang akandijalankan daerah. Ini sesuai dengan prinsipdesentralisasi fiskal yakni “money followsfunction.” Pendelegasian fiskal ini sendirimemiki 2 aspek dasar, yakni keadilan <strong>dan</strong>efisiensi (Schneider, 2002). Aspek keadilanmemiliki dua konsep, yaitu persamaankeadilan horizontal <strong>dan</strong> persamaan kapasitasfiskal. Keadilan horizontal menempatkankeadilan individual ke dalam daerahdaerah (misalnya penghasilan minimum,standar kualitas pelayanan publik, standarkesejahteraan, standar upah, <strong>dan</strong> lainsebagainya). Sementara konsep kapasitasfiskal berdasarkan keadilan antar daerah,umumnya berupa penentuan standar pajakyang diperlukan untuk membiayai standarpelayanan publik.Intensitas dari desentralisasi fiskal berkaitandengan kemampuan Pemerintah Daerah(Pemda) dalam melaksanakan otonomidaerah. Salah satu modal awal kemampuandaerah dalam membiayai daerahnya adalahPendapatan Asli Daerah (PAD). NamunThoha (1994) menyangsikan kinerja PAD ini,mengingat kurang berkembangnya sektorsektorutama penopang pembangunan,White Paper59


Volume 2seperti perdagangan, industri/manufaktur,<strong>dan</strong> jasa-jasa yang disebabkan rendahnyausaha penarikan investasi dari luardaerah, ditambah minimnya infrastrukturpendukung, buruknya administrasi pajakdaerah serta rendahnya mutu sumber dayamanusia (SDM) aparatur pemerintah didaerah. Dalam hal ini, <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>(DAK) merupakan bagian mekanismetransfer yang merupakan bentuk daricooperative decentralization terutama dalamkonteks terbatasnya kemampuan mobilisasipendapatan (PAD) dari pemerintah daerah.<strong>Alokasi</strong> <strong>dan</strong> penyaluran transfer dalamkonteks otonomi daerah ditentukan olehketerlibatan dari Pemda atau dalam arti luasdapat diartikan sebagai tingkat keterlibatanstakeholder di daerah.Ide desentralisasi fiskal bukanlah hal barudalam isu pemerataan pertumbuhanantardaerah. Di Indonesia, sebeluma<strong>dan</strong>ya UU Nomor 22 Tahun 1999 telahmuncul produk perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yangmengatur tentang perimbangan keuanganpusat <strong>dan</strong> daerah. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g tersebutadalah UU Nomor 32 Tahun 1956 tentangPerimbangan Keuangan antara Negara<strong>dan</strong> Daerah-daerah yang Berhak MengurusRumah Tangganya Sendiri serta UU Nomor4 Tahun 1975 tentang Pokok-pokokPemerintahan di Daerah. Dalam UU Nomor32 Tahun1956 tersebut ditetapkan sumbersumberpenerimaan daerah, yakni PAD, bagihasil pajak, <strong>dan</strong> bantuan pemerintah.Besarnya proporsi bantuan pemerintahdalam struktur anggaran penerimaandaerah dibandingkan kemampuan daerahtersebut menggali potensi wilayahnya sendirimencerminkan besarnya ketergantungandaerah kepada pemerintah pusat. Selamamasa pemerintahan Orde Baru terdapatkecenderungan semakin besarnya proporsispecific grants dibandingkan block grants.Ini mencerminkan semakin kecilnyapendelegasian pembangunan di daerahkepada pemerintah daerah itu sendiri. StudiAziz (1990) menemukan bahwa dalamPelita IV terbukti alokasi Inpres mengabaikankebutuhan, kapasitas, <strong>dan</strong> potensi daerah,serta tidak berhubungan dengan tujuan <strong>dan</strong>kriteria yang telah dirumuskan secara eksplisitdalam dokumen perencanaan. Sehinggadisimpulkan bahwa tidak ada perencanaansistematis dalam alokasi sumberdaya.Setidaknya terdapat empat alasan menurutOates (1999) untuk dilaksanakannya kebijakandesentralisasi, yaitu efisiensi ekonomi,efisiensi biaya, akuntabilitas, <strong>dan</strong> mobilisasisumber <strong>dan</strong>a. Efisiensi ekonomi dalam halini adalah efisiensi alokasi sumber daya,yaitu keputusan yang dilakukan oleh lingkuppemerintahan yang lebih kecil menghasilkanjenis <strong>dan</strong> tingkat pelayanan publik yang lebihsesuai dengan preferensi lokal terutamajika kebutuhan antar daerah relatif berbeda(Oates 1972, 1999). Desentralisasi diterapkandi berbagai negara umumnya karenapotensinya dalam memperbaiki kinerja sektorpublik. Tekanan untuk dilaksanakannyakebijakan desentralisasi pada dasarnyadimotivasi oleh alasan dukungan terhadappembangunan ekonomi (Brodjonegoro,2006) <strong>dan</strong> kebutuhan untuk memperbaikisistem pelayanan publik (Dillinger, 1994).Sementra itu, efisiensi biaya dari kebijakandesentralisasi dapat diwujudkan dalambentuk internalisasi dari biaya pelayananpublik atau penilaian dari kapasitas basispajak yang lebih optimal jika dilakukan dalam60 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negaralingkup pemerintahan yang lebih kecil (Bahl<strong>dan</strong> Linn 1994) 35 . Peningkatan akuntabilitasdari kebijakan desentralisasi terkait denganvisibilitas pelayanan publik <strong>dan</strong> kedekatanstakeholder pada tingkat pemerintahan yanglebih rendah sehingga memudahkan prosespengawasan dari kegiatan pemerintah.Menurut Bird <strong>dan</strong> Vaillancourt (1998),alasan bahwa desentralisasi dapatmembantu menyelesaikan masalahperekonomian nasional dimulai dari prinsipdasar bahwa pemerintahan daerah dapatmenyelenggarakan layanan publik bagimasyarakatnya dengan biaya yang lebihrendah atau lebih efisien dibandingkandengan pemerintah pusat, dikarenakan(a) Pemerintah daerah lebih mengetahuikebutuhan masyarakatnya sekaligusbagaimana cara memenuhi kebutuhantersebut dengan cara yang paling efisien <strong>dan</strong>(b) Pemerintah daerah lebih dekat terhadapmasyarakatnya, sehingga akan bereaksi lebihcepat apabila kebutuhan tersebut muncul,<strong>dan</strong> pada akhirnya masyarakat akan merasapuas atas pelayanan pemerintah daerahnya.Apabila hubungan antara masyarakat<strong>dan</strong> pemerintah dapat berjalan baik,maka kepuasan tersebut akan mendorongproduktivitas masyarakat setempat yangpada akhirnya dapat memicu pertumbuhanekonomi daerah yang lebih tinggi <strong>dan</strong>mencapai tingkat kesejahteraan yangmaksimal.35 Salah satu contoh adalah penyerahan propertytax ke pemerintah lokal, dalam konteks Indonesiaadalah Pajak Bumi <strong>dan</strong> Bangunan (PBB),berdasarkan penerapan di negara-negara majumaupun negara berkembang umumnya disertaidengan peningkatan penerimaan pemerintahdaerah dari pajak tersebut (Bahl <strong>dan</strong> Linn 1994).Dalam teorema desentralisasi, Oates (1972)menyatakan bahwa apabila biaya untukmenyediakan barang <strong>dan</strong> pelayanan publikoleh tingkat pemerintah daerah (yang lebihrendah) <strong>dan</strong> tingkat pemerintahan di atasnya(yang lebih tinggi) sama besarnya, makaakan lebih efektif <strong>dan</strong> efisien apabila tingkatpemerintah daerah (yang lebih rendah) yangmelakukannya untuk mencapai tingkatpareto-optimality dalam penyediaan barang<strong>dan</strong> pelayanan publik di wilayah daerahnya.Menurut Wallis <strong>dan</strong> Oates (1988), kebijakandesentralisasi memiliki potensi untukmembuat pemerintah daerah lebih responsifterhadap kebutuhan lokal dengan memenuhikebutuhan yang memiliki tingkat perbedaanpreferensi yang lebih rendah, <strong>dan</strong> terhadapkelompok yang lebih homogen.Transfer <strong>dan</strong>a pusat ke daerah diperlukanuntuk: (i) mengatasi persoalan ketimpanganfiskal vertikal; (ii) mengatasi ketimpanganfiskal horizontal; (iii) a<strong>dan</strong>ya kewajiban untukmenjaga tercapainya standar pelayananminimum di setiap daerah; (iv) mengatasipersoalan yang timbul dari menyebaratau melimpahnya dampak pelayananpublik (interjurisdictional spillover effects);<strong>dan</strong> (v) rehabilitasi, yaitu untuk mencapaitujuan stabilisasi pemerintah pusat. Jadipada prinsipnya, tujuan umum transfer<strong>dan</strong>a pemerintah pusat adalah untukmeminimumkan ketimpangan fiskal antarapemerintah pusat <strong>dan</strong> pemerintah daerahsebagai konsekuensi dari sentralisasiadministrasi pajak (vertical fiscal disparity),meminimumkan ketimpangan fiskalantar pemerintah daerah pada tingkatpemerintahan yang sama yang bertujuanuntuk peningkatan akses <strong>dan</strong> penyamarataankualitas pelayanan publik (horizontaldisparity), <strong>dan</strong> menginternalisasikan sebagianWhite Paper61


Volume 2atau seluruh limpahan manfaat (biaya)kepada daerah yang menerima limpahanmanfaat (yang menimbulkan biaya) tersebut(internalized spillovers). Selain itu, kerappula dikemukakan bahwa pertimbanganpemberian transfer pusat adalah dalamrangka menjamin koordinasi kinerja fiskaldari pemerintah.Devas (2003) <strong>dan</strong> Simanjuntak (2003)memberikan sintesa kriteria dalam merancangsuatu kebijakan yang berhubungan dengantransfer antar pemerintah pusat-daerah.Pertama, kecukupan, elastisitas, <strong>dan</strong> stabilitaspenerimaan. Transfer dari pemerintahpusat seharusnya sesuai dengan tanggungjawab <strong>dan</strong> beban yang diberikan kepadapemerintah daerah. Selain beban, transferjuga mesti fleksibel <strong>dan</strong> dapat menyesuaikandiri sesuai kondisi masing-masing daerah,seperti tingkat pertumbuhan, inflasi,jumlah penduduk, tingkat pendidikan, <strong>dan</strong>sebagainya. Untuk itu diperlukan indekstransfer yang mengacu pada indikatorindikatortersebut. Transfer harus stabil<strong>dan</strong> memiliki konsep <strong>dan</strong> konsistensi yangjelas dalam penyalurannya. Ini diperlukanpemerintah daerah dalam merancanganggaran belanja sesuai transfer yang akanditerima. Agar stabilitas transfer dapatdilakukan maka mekanisme transfer haruslahpula bersifat transparan <strong>dan</strong> sederhana.Kedua, keadilan antar wilayah daerah.Bagi hasil pendapatan pajak umumnyamemperparah kesenjangan antar daerah.Dan biasanya hal ini diisi dengan a<strong>dan</strong>yabantuan dari pemerintah pusat. Agarbantuan tersebut mencapai sasarannya perlumempertimbangkan kapasitas fiskal <strong>dan</strong>kebutuhan fiskal pemerintah daerah sehinggatransfer dapat membiayai selisihnya (fiscalgap). Meski demikian, dalam prakteknya,menurut Bird <strong>dan</strong> Vaillancourt (1992)rancangan bantuan dapat diduga dari deviasikebutuhan daerah <strong>dan</strong> stabilitas politik.Ketiga, efisiensi <strong>dan</strong> insentif ekonomi.Transfer haruslah mampu memberikaninsentif bagi pemerintah daerah untukmengejar efisiensi melalui penggunaansumber daya. Devas berargumen bahwatransfer haruslah menargetkan output, bukaninput. Misalnya alih-alih memberikan subsidikepada pemerintah daerah, pemerintahpusat dapat memberikan bantuan yangberhubungan dengan pemberian pelayananpublik,Keempat, sederhana. Dasar perhitunganpemberian insentif haruslah sederhana,sehingga pemerintah daerah atau rekananlain dapat dengan mudah melakukanpenghitungan jumlah transfer mereka.Simplisitas disini masksudnya polapenghitungan menggunakan data dasarobyektif yang tidak dapat diatur ataudipengaruhiKelima, otonomi daerah. Otonomi adalahmotif utama desentralisasi. Oleh karenanyasetiap transfer harus sesuai dengan tingkatotonomi suatu daerah. Untuk itu, pemberianbesaran transfer berdasar penerimaannasional atau “piggy back” digunakanuntuk menetapkan bagian dari tarif yangditentukan oleh pemerintah pusat (Davey,1983: 136). “Piggy back” dalam bagihasil pajak/penerimaan <strong>dan</strong> block grantsmerupakan tujuan otonomi paling tepat.Meski demikian, dalam setiap transfer mestiada keseimbangan antara tujuan otonomi<strong>dan</strong> nasional. Dan keseimbangan ini bukan62 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negarahal mudah untuk diintepretasikan sehinggamenjadi kebijakan yang berbeda-beda di tiapnegara.Transfer pada dasarnya didesain untukmengeliminir ketidakseimbangan fiskalhorizontal, yang bisa disebabkan oleh bagihasil pajak atau sumber daya. Berbedadengan bagi hasil pajak atau sumber daya,transfer sepenuhnya merupakan hakpemerintah pusat sehingga mereka umumnyakurang potensial dibandingkan bagi hasil <strong>dan</strong>ka<strong>dan</strong>gkala kurang bisa diprediksi.Secara umum, terdapat dua jenis transfer pusatke daerah, yaitu non-matching transfers <strong>dan</strong>matching transfers. Non-matching transfersdiberikan kepada Pemerintah Daerah tanpaa<strong>dan</strong>ya <strong>dan</strong>a pendamping dari daerah, <strong>dan</strong>matching transfers dilakukan jika daerahmampu menyediakan <strong>dan</strong>a pendamping.Umumnya, semua jenis matching transfersmasuk dalam specific transfers, karena a<strong>dan</strong>yatransfer tersebut hanya untuk membiayai jasa<strong>dan</strong> pelayanan publik tertentu. Matchingtransfers juga dapat dirinci lagi dalam openendedmatching transfers (apabila <strong>dan</strong>a yangdisediakan tidak ada batasan) <strong>dan</strong> closeendedmatching transfers (apabila <strong>dan</strong>a yangdisediakan dibatasi sampai tingkat tertentu).Masing-masing jenis tranfer tersebutmemiliki dampak yang berbeda-beda dalampenyediaan jasa <strong>dan</strong> pelayanan publik, <strong>dan</strong>lebih lanjut kesejahteraan sosial.Dari penentuan program apakah turutmelibatkan penerima transfer dalampenentuan penggunaan transfer, suatualokasi <strong>dan</strong>a (transfer) antar pemerintahdisebut sebagai general (un-conditional) ataublock grants transfers jika transfers yangdilakukan pemerintah pusat ke pemerintahdaerah dilakukan tanpa ada ketentuanpenggunaan dari alokasi <strong>dan</strong>a oleh pemberitransfer. Sementara itu, apabila penggunaandari transfer dilakukan setelah a<strong>dan</strong>yapenentuan program spesifik oleh pemerintahsebelum disalurkannya <strong>dan</strong>a transfer olehpemerintah pusat, maka jenis transfer sepertiini merupakan specific transfers.Block grants adalah jenis transfer yang palingumum diadopsi oleh negara-negara yangmenjalankan desentralisasi (Bahl, 1986).Untuk jenis block grants, pemerintah daerahmemiliki keleluasaan dalam penggunaan<strong>dan</strong>a tersebut <strong>dan</strong> karenanya block grantstidak mempengaruhi pilihan-pilihan lokal.Selain itu, jika tujuan dari transfer adalahuntuk peningkatan kesejahteraan secaraumum, maka unconditional non-matchinggrant atau block grants seperti <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong>Umum (DAU) adalah yang terbaik (Shah(1994) dalam Wuryanto, 1996). Distribusiblock grants membutuhkan formula yangmemperhitungkan dua faktor pentingyaitu kapasitas <strong>dan</strong> kebutuhan fiskal. Jenistransfer ini lebih sejalan dengan konsepotonomi daerah karena memberikan diskresiatas penggunaan transfer oleh pemerintahdaerah yang diasumsikan lebih mengetahuikebutuhan <strong>dan</strong> prioritas daerahnya sehinggaakan memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya. Argumen yang menentang blockgrants umumnya berpusat pada akuntabilitaspemerintah terhadap penduduk lokal. Blockgrants menurunkan hubungan akuntabilitasantara pemerintah lokal <strong>dan</strong> penduduknyadalam hal jasa publik yang dibiayai olehtransfer ini relatif tidak mudah diawasi olehpemerintah pusat sebagai pemberi transfersementara penduduk lokal cenderungtidak memiliki insentif untuk melakukanpengawasan mengingat pembiayaan daritransfer tidak berasal dari pajak yang harusdibayar oleh penduduk setempat.White Paper63


Volume 2Specific transfers atau specific grantsdiberikan pemerintah pusat ke pemerintahdaerah dengan ketentuan yang melekatpa<strong>dan</strong>ya, seperti untuk membiayai sektorsektortertentu atau bahkan proyek spesifiktertentu. Penggunaan transfer ini telahditentukan secara spesifik oleh pemerintahdengan hanya sedikit memberi ruang gerakbagi pemerintah lokal. Di satu sisi, hal ini bisamenimbulkan konflik dengan keleluasaanlocal (local discretion) dalam hubungannyadengan kondisi <strong>dan</strong> prioritas lokal. Karenanyahal ini bisa membawa pada inefisiensi kecualiterdapat fleksibilitas untuk mengadaptasipenggunaan transfer terhadap situasi lokal.Namun disisi lain, specific transfers sepertiini dapat berguna pada situasi dimanaakuntabilitas pemerintah lokal rendah <strong>dan</strong>dalam rangka mendorong pencapaianprioritas nasional di tingkat lokal. Dalam halini, keunggulan proses pengawasan yangdapat dilakukan oleh pemerintah pusat jikatransfer dialokasikan berdasarkan specifictransfer lebih merupakan solusi antara darisistem pembiayaan kegiatan pemerintahdaerah yang relatif tidak berdasarkanperkembangan wilayah atau pendapatandari penduduk lokal. Selain itu specific grantsjuga potensial digunakan untuk mengatasimasalah interjurisdictional spillover effects.Dalam hal ini berdasarkan peraturan yangberlaku <strong>dan</strong> dikaitkan dengan karakteristikpenggunaan transfer, maka DAK merupakanspecific grants seperti juga dijelaskanWuryanto (1996). Terkait dengan mekanismealokasi dari specific grants, jumlah <strong>dan</strong>ayang ditanggung oleh pemerintah dapatditentukan melalui mekanisme kesenjanganfiskal (deficit grants), jumlah alokasi <strong>dan</strong>aberdasarkan biaya per unit (unit cost grants),jumlah pinjaman yang dilakukan olehpemerintah pusat untuk pembangunanfasilitas publik oleh pemerintah daerahyang bersifat jangka menengah ataujangka panjang (capitalisation grants), <strong>dan</strong>jumlah subsidi (misalnya: persentase daripinjaman) yang ditanggung pemerintahpusat dari pembangunan fasilitas publikmelalui mekanisme hutang yang dilakukanoleh pemerintah daerah (subsidised loans).Untuk transfer atau alokasi <strong>dan</strong>a untuk duajenis transfer yang terakhir (capitalizationgrants <strong>dan</strong> subsidized loans), <strong>dan</strong>a alokasitransfer tersebut bukan merupakan puretransfer <strong>dan</strong> lebih merupakan pinjaman daripemerintah pusat mengingat pemerintahakan mendapatkan pengembalian dari <strong>dan</strong>atransfer oleh pemerintah daerah (misalnyapemerintah daerah dapat membayar kembali<strong>dan</strong>a transfer pada saat fasilitas publikyang dibiayai melalui transfer menghasilkanmanfaat.Deficit grants digunakan hanya untukmenutup defisit anggaran lokal. Namunmekanisme transfer ini dapat memunculkanmasalah serius di masa depan karenadapat memunculkan moral hazard bagipemerintah lokal karena mereka denganmudah dapat mentransfer kesalahan <strong>dan</strong>ketidakbertanggungjawaban merekaterkait anggaran ke pemerintah pusat.Transfer ini secara jelas dapat melemahkanusaha pengumpulan penerimaan lokal<strong>dan</strong> penggunaan sumber daya secaraefisien (Devas, 2003). Sementara itu unitcost grants diberikan berdasarkan jumlahyang tetap per unit jasa publik yang akandisediakan. Misalnya, Rp. 1 juta perkilometer perawatan jalan atau Rp 50.000,-per siswa SD. Capitalisation grants atauproject grants diberikan untuk mendoronginvestasi modal oleh pemerintah lokal. Terkait64 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negaradengan transfer-transfer ini, pemerintahpusat umumnya mengalokasikan pinjamanke pemerintah lokal untuk membiayaimodal proyek. Pinjaman-pinjaman iniumumnya diberikan dengan sejumlah kondisikeringanan atau pembayarannya kembaliseringkali dimaafkan, karenanya pinjamanseperti ini pada esensinya menjadi bagiansetiap transfer antar pemerintahan.Secara teoritis, menurut Shah (1994), jikapelayanan publik dasar <strong>dan</strong> kesejahteraanmasyarakat merupakan prioritas utamanasional <strong>dan</strong> tidak menjadi prioritas utamadaerah, maka mekanisme transfer <strong>dan</strong>aalokasi khusus tanpa <strong>dan</strong>a pendamping(conditional non-matching grant) adalahyang terbaik (lihat Tabel 2.1). Namun, karenaumumnya <strong>dan</strong>a alokasi khusus bertujuansebagai stimulus, maka biasanya dibutuhkan<strong>dan</strong>a pendamping, walaupun kecil. MenurutShah (1994), <strong>dan</strong>a alokasi khusus dengan<strong>dan</strong>a pendamping <strong>dan</strong> jumlah yang tidakterbatas (open-ended matching grant) cocokuntuk mengkoreksi ketidakefisienan dalampembiayaan fasilitas publik yang meningkatdari a<strong>dan</strong>ya eksternalitas (spillovers) kepadamasyarakat di luar daerah pengalokasian.Berbagai jenis matching grant (open-ended(jumlah tidak terbatas) <strong>dan</strong> closed-ended(jumlah terbatas)), faktanya, tidak ditujukanuntuk mengatasi ketidakseimbangan atauketidakcukupan kapasitas fiskal antar daerah.Agar lebih bisa dikontrol, Pemerintah Pusatumumnya lebih memilih <strong>dan</strong>a alokasi khususdengan jumlah yang terbatas (closed-endedgrant), seperti misalnya DAK di Indonesia.Ketentuan pengenaan <strong>dan</strong>a pendamping(matching grants) tersebut dalam alokasiDAK merupakan bagian yang tidak terpisahdari karakteristik DAK yang merupakanpelengkap (stimulus) dari pemerintah pusatuntuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan olehpemerintah daerah karena kegiatan-kegiatantersebut juga merupakan prioritas nasionalseperti dijelaskan dalam peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>ganyang berlaku saat ini. Prosentasedari matching grants yang ditanggung olehpemerintah pusat menunjukkan tingkatsubsidi terhadap pembangunan fasilitasatau pelayanan publik daerah. Dalam halini, besarnya prosentasi dari subsidi olehpemerintah pusat, atau kecilnya <strong>dan</strong>apendamping, juga dapat merupakan indikasidari keterlibatan yang relatif dominan daripemerintah pusat (Mikessel, 2003). Relatifminimnya <strong>dan</strong>a pendamping kemungkinanjuga disebabkan dari persepsi pemerintahyang lebih melihat efektifitas dari kegiatankegiatanyang dibiayai melalui DAK lebihmerupakan kepentingan nasional walaupunkegiatan yang dibiayai oleh jenis transferjuga merupakan urusan kewenangan daripemerintah daerah.Berdasarkan konsep <strong>dan</strong> teori tentang transfer(terangkum pada Tabel 2.1) maka DAK yangsecara typologi adalah conditional, bindingconstraint, and closed-ended matchinggrant seperti di Indonesia saat ini, sudahdiperkirakan akan mendistorsi output daerah<strong>dan</strong> dapat menyebabkan ketidakefisienanlebih lanjut berupa dampaknya yang lemahpada pencapaian penguatan belanja,akuntabilitas, <strong>dan</strong> terlebih lagi kesejahteraanmasyarakat. Walaupun penggunaanmatching grants umumnya berimplikasipada peningkatan aktifitas program yanglebih tinggi jika dibandingkan dengan jenisnon-matching grants, namun dipastikanakan terjadi distorsi dari matching grantsyang terletak pada karakteristik subsidi yangdapat menyebabkan “penyediaan berlebih”akibat relatif murahnya aktifitas-aktifitasyang mendapat alokasi dari jenis transferWhite Paper65


Volume 2Tabel 2.1 <strong>Dampak</strong> Transfer Berdasarkan Jenis TransferEfekpendapatanEfek Harga(substitusi)Efek TotalType of grant a 1A U a 1A U a 1A U A/G KenaikanbelanjaConditional(input-based)matchingRanking berdasarkan tujuanAkuntabilitashasilOpen-ended >1 1 3 (none) 3Closed-endedBindingconstraintNonbidningconstraintConditionalnonmatchingConditionalnonmatchingKesejahteraan 1 2 or 3 3 (none) 4 n.a n.a n.a 1 3 3 (none) 2 n.a n.a n.a 1 3 3 (none) 2Output-based n.a n.a n.a 1 3 1 (high) 1Generalnonmatchingn.a n.a n.a n.a n.a


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negarayang penting, konsisten dengan sasaran utamanya.Transfer yang terstruktur rapi akanmerangsang persaingan daerah dalam melayanimasyarakat <strong>dan</strong> meningkatkan akuntabilitassistem keuangan daerah. Se<strong>dan</strong>gkansistem desentralisasi fiskal yang hanyabersifat “bagi-bagi uang negara” justru akanmenutup potensi tersebut (Shah, 1997).Sebagai contoh, transfer untuk bi<strong>dan</strong>g kesehatan<strong>dan</strong> pendidikan dapat diberikan baikuntuk sektor publik atau swasta non profitdengan kesempatan <strong>dan</strong> kriteria yang samapula untuk memicu persaingan <strong>dan</strong> inovasidalam pen<strong>dan</strong>aan.Pelaksanaan desentralisasi berbeda-bedaantar negara, <strong>dan</strong> juga tidak ada jaminanpasti bahwa desain desentralisasi dari suatunegara dapat diterapkan <strong>dan</strong> memberikanmanfaat yang sama untuk negara lainnya (Bird1998). Berhasil atau tidaknya desentralisasitergantung dari desain <strong>dan</strong> implementasinya.Desentralisasi dapat berasal dari inisatifPemerintah Pusat (top-down), <strong>dan</strong> juga dariPemerintah Daerah (bottom-up) (Bailey,1999). Pendekatan top-down umumnyadilakukan di negara-negara yang sebelumnyamenganut negara kesatuan dengan tingkatsentralisasi yang tinggi <strong>dan</strong> secara bertahapmenyerahkan kewenangannnya kepadaPemerintah Daerah, seperti Indonesia,China, India, <strong>dan</strong> Australia. Sementaraitu, negara-negara yang federal umumnyamenggunakan pendekatan bottom-up.Namun, tidak selalu bahwa negara-negarayang pendekatannya bottom-up akan lebihtinggi derajat desentralisasinya dibandingkandengan negara-negara yang pendekatannyatop-down. Kebijakan desentralisasi umumnyaakan lebih berhasil di negara-negarayang tingkat desentralisasinya tinggi, <strong>dan</strong>umumnya adalah negara-negara yang sudahmaju (Bird <strong>dan</strong> Vaillancort, 1998).2.1.2 Tinjauan Ekonomi PublikA<strong>dan</strong>ya DAK adalah merupakan bagiandari federalisme fiskal, yang mencari satustruktur pengeluaran pemerintah yang tepatsesuai dengan tingkatan pemerintahan.Secara teoretis, setiap tingkat pemerintahseyogyanya menangani barang <strong>dan</strong>pelayanan publik yang sesuai dengandimensi spasial pelayanannya. Dari sudut lainorang mengenal prinsip subsidiaritas. Satudaerah dapat dianalogkan dengan negaradi dunia internasional, di mana kebutuhanpembangunan domestik tidak selalu sesuaidengan kebutuhan skala global. Demikianlahbahwa tuntutan pembangunan satu daerahdapat tidak sama dengan kebutuhan nasionaldilihat dari berbagai sudut pan<strong>dan</strong>g.Lebih jauh eksistensi pemerintah-pemerintahdaerah dapat dianalogkan denganperusahaan dalam ekonomi yang mencarikeuntungan optimal melalui pemilihanproduk <strong>dan</strong> strategi pengembanganasset-assetnya. Keuntungan perusahaandapat dianalogkan pada peningkatanProduk Domestik Regional Bruto (PDRB)misalnya (dengan distribusi penghasilanyang dianggap tepat). Demikianlah bahwapeningkatan keuntungan satu perusahaantidak akan selalu sesuai (compatible) denganapa yang menjadi sasaran perusahaan lain,yang umumnya juga berjuang meningkatkankeuntungan. Hal negatif dapat lahir bila adapotensi mengurangi keuntungan perusahaanlain misalnya bila bersaing dalam produksejenis. Walaupun tidak sama, hubunganantar perusahaan dapat menyerupaihubungan antar daerah.Dengan perkataan lain dapat terjadi a<strong>dan</strong>yaperbedaan sasaran yang dicapai satu daerahdengan sasaran nasional dalam satu masalahWhite Paper67


Volume 2tertentu. Hal ini menjadi salah satu sebaba<strong>dan</strong>ya perbedaan prioritas pembangunanproyek publik antara pemerintah daerahdengan sasaran pemerintah pusat. Secaraumum orang dapat mengatakan bahwahampir semua daerah merasa kekurangan<strong>dan</strong>a, sehingga mereka mengajukanpermintaan <strong>dan</strong>a yang secara agregat jauhlebih besar dari kemampuan pemerintahpusat. Yang menjadi masalah ialah bahwadapat terjadi kesenjangan antara programyang ditawarkan dengan potensi hasildaerah itu yang membenarkan program yangditawarkan oleh pemerintah daerah. Dalamkonteks ini, secara umum diperlukan a<strong>dan</strong>yaperumusan fungsi produksi semua daerah,sehingga rencana pembangunan barang<strong>dan</strong> pelayanan publik mempunyai pa<strong>dan</strong>andengan potensi peningkatan PDRB sertaberbagai tujuan pembanguan lain.2.1.2.1 Intergovernmental TransferTransfer <strong>dan</strong>a antar tingkatan pemerintahanterutama dari pemerintah pusat kepadapemerintah daerah termasuk dalamkelompok masalah federasi fiskal. Ilmutentang hal ini mencari hubungan yangpaling tepat sehingga kinerja pemerintahdapar optimal. Terdapat sejumlah pan<strong>dan</strong>ganyang tersedia dalam literatur, seperti dariJoseph Stiglitz, Anwar Shah, Oates, Gramlich,<strong>dan</strong> lain sebagainya. Menurut Stiglitz (1988,pp 634-635) transfer <strong>dan</strong>a dari pemerintahpusat ke pemerintah daerah terbagi dalamdua kelompok besar:1. General Revenue Sharing: Block Grants,yaitu sejenis program transfer dari hasilpenerimaan pemerintah pusat misalnyapajak-pajak pada pemerintah daerah.<strong>Dana</strong> ini dapat digunakan pemerintahdaerah menurut kemauan masyarakatdaerah itu, yang diwakili oleh parlemenlokal (dalam hal ini Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD) sebagai pihaklegislatif) <strong>dan</strong> pemerintah daerah (sebagaipihak eksekutif).2. Incentives: Categorical Grants andMatching Grants. Transfer <strong>dan</strong>a inidigunakan sebagai cara mempengaruhiprogram pemerintah daerah, sehinggatidak perlu dengan sistem kontrol, tetapidengan sistem insentif, yang terdiri dari:a. Categorical Grants, dimana pemerintahpusat akan menyediakan <strong>dan</strong>a bagikegiatan tertentu yang sesuai dengankriteria pemerintah pusat. Di AmerikaSerikat (AS), hal ini dicontohkan dalambi<strong>dan</strong>g pendidikan <strong>dan</strong> programperkotaan.b. Matching Grants, dimana pemerintahpusat akan men<strong>dan</strong>ai programpemerintah daerah hingga persentasetertentu, yang juga harus sesuaidengan kriteria pemerintah pusat.Pan<strong>dan</strong>gan lain <strong>dan</strong> yang lebih terbaru dapatdilihat dalam tulisan Anwar Shah (WorldBank Working Paper 4039, December 2006).Shah menyebut intergovernmental trasfer,<strong>dan</strong> dibagi tidak jauh berbeda dari Stiglitzyaitu: General Purpose Transfer (GPT) <strong>dan</strong>Spedific Purpose Transfers (SPT). Analogdengan Stiglitz, Shah juga menyatakanbahwa penggunaan GPT diserahkansepenuhnya pada pemerintah subnasional,se<strong>dan</strong>gkan SPT harus mengikuti ketentuandari pemerintah pusat atau nasional. Agakberbeda dari Stiglitz, Shah membagi GPTdalam kelompok block transfers <strong>dan</strong> blockgrants. Block transfers bebas digunakandalam pengeluaran tertentu sepertipendidikan dalam wilayah nasional tetapi68 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa NegaraGambar 2.1 Konsep General Purpose Transfers (GPT)CBBarang privatOAGeneral Purpose TransfersAB bergeser pada CDIncome effectsDBarang publikDalam sistem General Purpose Transfer ini,berhubung <strong>dan</strong>a diberikan tanpa kendalapenggunaan maka <strong>dan</strong>a itu hanya bersifatmeningkatkan budget line Pemda. Secara teoretis,peningkatan itu hendaknya seolah-olah dihasilkanoleh peningkatan kemampuan ekonomi daerahitu. Dan bila itu diluar kebutuhan, seyogyanyapajak dikurangi bagi penduduk daerah itu. Hanyaada income effects tanpa substitution effects. NilaiAD = nilai BCsetiap daerah penerima bebas menggunakandalam kelompok pengeluaran tadi.Selanjutnya block grants bebas digunakanoleh daerah penerima tetapi terbatas dalamwilayahnya. Kelihatannya hal ini tidak terlalumenjadi masalah sebab tiap daerah adalahmemang wilayah tertentu yang menjadipenerima transfer fiskal tersebut. Gambar2.1 menerangkan konsep dasar GeneralPurpose Transfer.Specific Purpose Transfers (SPT) ialahinstrumen transfer <strong>dan</strong>a antar pemerintah(intergovernmental transfers), yangmerupakan insentif bagi pemerintah daerahatau subnasional untuk melaksanakan proyekatau kegiatan tertentu. Specific PurposeTransfers masih dapat dibagi dua kelompoklagi:i) Transfer bersyarat (conditional transfer),yang masih dapat dibagi dua: inputbasedconditionality seperti untukmodal atau biaya operasi, <strong>dan</strong> outputbasedconditionality seperti hasil yangdicapai seperti pelayanan masyarakattertentu. Input-based dianggap lebihbersifat memaksa pada daerah penerimadibanding dengan output-based. Transferbersyarat menentukan persentasetertentu yang disediakan oleh pemerintahsubnasional atau pemerintah daerah(matching requirements). Matchingrequirements dapat bersifat terbuka (openended matching) dimana pemerintahpusat akan menyediakan porsi kebutuhanprogram tanpa batas, <strong>dan</strong> sistem tertutup(closed-ended matching) dimana terdapatbatas biaya yang dapat disediakan olehpemerintah pusat. Terdapat kritikan padabesaran persentase tetap dari matchingcriteria, karena merugikan daerah-daerahdengan kapasitas fiskal rendah. Untukmengatasinya diusulkan agar matchingcriteria dalam persentase penyediaan<strong>dan</strong>a sendiri misalnya dituntut berbandingterbalik dengan kemampuan daerahpenerima. Misalnya daerah miskin hanya 5persen se<strong>dan</strong>g daerah kaya menyediakan25 persen. Usulan ini agak sejalan dengansistem No One-Size Fits All (NOSFA).iI) Transfer tak bersyarat (unconditionaltransfer), yaitu satu sistem transfer dimana disediakan <strong>dan</strong>a sejumlah tertentuuntuk daerah yang menjalankan satuprogram tertentu, tanpa keharusanmenyediakan <strong>dan</strong>a pendamping denganproporsi tertentu. Pemerintah pusat hanyamenyediakan <strong>dan</strong>a tadi <strong>dan</strong> bila daerahWhite Paper69


Volume 2memperluas program itu, tambahan ituharus dilakukan sendiri oleh pemerintahdaerah.Gambar 2.2 <strong>dan</strong> 2.3 berturut-turutmenerangkan perbedaan konsep dasarconditional transfer dengan unconditionaltransfer. Dapat dikemukakan pula variasilain dari yang tertera dalam Gambar 2.2<strong>dan</strong> Gambar 2.3, sebagai kombinasi darikeduanya. Sampai batas pengeluarantertentu, berlaku kriteria matching, tetapidi atas itu sepenuhnya menjadi bebanpemerintah daerah bersangkutan.Kasus dalam Gambar 2.2 dapatmenggambarkan apa yang disebut dalamkriteria matching yakni open ended <strong>dan</strong>closed ended matching. Contoh dalamGambar 2.2 adalah satu dari varian closedended matching, <strong>dan</strong> bila tidak ada batasbantuan pengeluaran dimana satu proporsitertentu di<strong>dan</strong>ai pemerintah pusat, makaskemanya seperti pada Gambar 2.1.Gambar 2.2 Matching GrantsBarang Publik LainBAda efek substitusi. Garisbudget tak bersubsidi BAlebih miring dari bersubsidiBC. Dari sudut ilmu ekonomihal itu berarti (menyebabkan)inefisiensiGambar 2.3 Uncondidional TransferBBarang Publik LainTidak ada efek substitusiGaris budget bengkokBCDOBarang Publik 1OBarang Publik 1Gambar 2.4 Kombinasi Matching <strong>dan</strong> Non-Matching GrantsBarang Publik LainBGaris Budget AwalCGaris Budget AkhirBila pengeluaran pemerintah daerah atas satubarang publik tertentu atau barang publik 1hingga sebesar AE maka matching criteria masihberlaku. Tetapi bila anggaran pengeluaran telahlebih tinggi dari AE maka pemerintah daerahmenanggung semua <strong>dan</strong>a bagi kebutuhanyang selebihnya. Dalam grafik terlihat bahwakemiringan bagian garis budget BC lebih landaidari garus CD (tanpa subsidi).ADOBarang Publik 170 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negara2.2 Best Practices <strong>dan</strong>Pelajaran dari BeberapaNegara 362.2.1 Desentralisasi Fiskal diInggrisPenyelenggaraan pemerintahan daerah diInggris dibagi menjadi beberapa daerah(local unit) yang meliputi beberapa bagianyang mempunyai hak untuk mengatur<strong>dan</strong> mengurus rumah tangganya atauyang disebut dengan hak otonomi. Hal inisangat terbatas pada kegiatan-kegiatanyang secara tegas diserahkan kepada lokalunit berdasarkan atas kuasa peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan.Wilayah-wilayah Negara Kesatuan Inggris(UK), baik karena perjanjian maupun karenaperkembangan, diperbolehkan memilikiperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yangberbeda untuk mengatur hal yang sama dimasing-masing wilayah. Perbedaan ini diaturoleh Parlemen Negara Kesatuan Inggris.Peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan PemerintahDaerah di Inggris tidak selalu sama.Hubungan antara Pemerintah Pusat <strong>dan</strong>wilayah-wilayah mewujudkan sifat hubunganyang desentralistik.Dalam sistem pemerintahan daerah diInggris, un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g mengatur urusan/wewenang, tugas <strong>dan</strong> tanggung jawabdalam urusan pemerintahan. Selain itu,pemerintah daerah wajib melaksanakan36 Dari berbagai referensi: Boardway <strong>dan</strong> AnwarShah (2009), Alan Trench (2007).pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatanyang ditugaskan oleh pemerintah pusatkepada mereka. Namun demikian tidakberarti bahwa Pemerintah Daerah di Inggrissemata-mata sebagai alat atau kepanjangantangan Pemerintah Pusat di daerah.Pemerintah Daerah adalah ba<strong>dan</strong>-ba<strong>dan</strong>yang berdiri sendiri dimana masing-masingmempunyai <strong>dan</strong> menjalankan kekuasaanyang telah ditetapkan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g. Akantetapi tidak berarti terlepas sama sekali dariPemerintah Pusat yang dengan berbagai cara(yang makin berkembang), mempengaruhiPemerintah Daerah dalam menjalankankekuasaan mereka.Eksistensi Pemerintah Daerah yang ditandaidengan pelaksanaan tugas, wewenang <strong>dan</strong>tanggung jawab urusan pemerintahan, hanyadapat diwujudkan setelah a<strong>dan</strong>ya ketentuanperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yangmemberikan kuasa atas penyelenggaraanurusan pemerintahaan tersebut.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan padahakekatnya semua urusan pemerintahansebenarnya berada pada pemerintahanPusat. Urusan pemerintahan tersebut akanbergeser <strong>dan</strong> diklasifikasikan sebagai urusanpemerintah Daerah apabila telah secarayuridis diserahkan kepada Pemerintah Daerahberdasarkan atas kuasa suatu un<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>g,yang dikeluarkan oleh Negara.Pemerintah daerah memainkan peran yangbesar <strong>dan</strong> penting dalam membentuk polahubungan keuangan antara PemerintahPusat dengan Pemerintah Daerah, hal inidisebabkan sumber-sumber keuangan lebihbanyak terletak di daerah. Oleh karena itupara penyelenggara pemerintahan di daerahmemerlukan mandat demokrasi yang kuat<strong>dan</strong> memerlukan visi yang jelas dalam rangkaWhite Paper71


Volume 2memperkuat posisi daerah jika dihadapkandengan Pemerintah Pusat.Pemerintah Inggris meman<strong>dan</strong>g perlu untukmembuat sistem keuangan PemerintahDaerah dengan tujuan:a. Membiayai secara cukup penyelenggaraanpemerintahan,b. Mendorong kemajuan secara terusmenerus untuk memperbaiki mutupelayanan <strong>dan</strong> efisiensi,c. Membuat perencanaan-perencanaan <strong>dan</strong>menciptakan stabilitas yang baik,d. Perimbangan keuangan untuk PemerintahDaerah dengan memperhatikan prioritasprioritas<strong>dan</strong> tujuan nasional disertaidengan kemandirian yang nyata di bi<strong>dan</strong>gkeuangan <strong>dan</strong> tanggung jawab ataskewenangan daerah,e. Bersikap adil/jujur terhadap merekayang menggunakan <strong>dan</strong> mendukungpelayanan-pelayanan publik,f. Pertanggungjawaban atas keputusanyang diambil di bi<strong>dan</strong>g keuangan,g. Memberikan pengertian <strong>dan</strong> transparansiterhadap para pihak/pelaku,h. Membuat kerjasama yang luas <strong>dan</strong> baikdengan semua pihak,i. Mendorong lahirnya semangat konsultasidengan para pembayar pajak daerah.Tujuan yang hendak dicapai oleh PemerintahInggris dalam membentuk sistem keuangandaerah yaitu terciptanya penyelenggaraanpemerintah daerah yang efektif <strong>dan</strong> efisiendengan memperhatikan perimbangankeuangan yang didasarkan atas sumbersumberkeuangan secara jujur, adil, transparandisertai dengan pertanggungjawabanyang jelas dengan tetap dalam kerangkamendukung skala prioritas pembangunan<strong>dan</strong> tujuan nasional.Beberapa sumber pendapatan daerah diInggris itu meliputi pendapatan daerah yangberasal dari harta milik negara (property),pungutan (rates), pinjaman (loan), <strong>dan</strong>bantuan (grant), Dalam tinjauan ini lebihditekankan pada pungutan <strong>dan</strong> bantuan saja,karena sumber pendapatan daerah tersebutbanyak mempengaruhi pola hubungankeuangan antara Pemerintah Pusat <strong>dan</strong>ganPemerintah Daerah.Pajak daerah merupakan salah satu sumberpendapatan daerah yang dikenakanterhadap pemilik properti domestik. Jenispajak ini keberadaannya hanya di lingkunganPemerintah Daerah. Besarnya tarif atas pajakjenis ini ditentukan oleh Pemerintah daerah.Rata-rata pendapatan daerah dari sektorpajak ini pada tahun 2003/2004 yang masihberjalan yaitu sebesar 1.102 poundsterlingyang pemungutannya diserahkan kepadawilayah kecamatan (sub district) terhadapobyek pajak yang berada di wilayahnya.Keuntungan pajak daerah ini dapat dirasakanoleh warga masyarakat yang berpenghasilanrendah karena memberikan keringanan,misalnya untuk obyek pajak daerah sepertirumah hunian <strong>dan</strong> properti yang tidakdigunakan dalam jangka waktu yang lama,memperoleh diskon atau potongan sebesar50%.Sumber pendapatan daerah lainnya yaituNon Domestik Rate (Business Rates) yangpungutannya dibebankan kepada parapemilik Non domestic property. Kewajibanpemungutan atas sumber pendapatan ini jugadiserahkan kepada kekuasaan PemerintahDaerah <strong>dan</strong> hasilnya diserahkan kepadaPemerintah Pusat, kemudian <strong>dan</strong>a tersebutakan didistribusikan kembali kepada daerahberdasarkan jumlah penduduk yang ada.Kewajiban Daerah yang diserahkan kepada72 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa Negarapemerintah pusat membayar dari obyekBusiness Rates tahun 2002/2003 diperkirakansebesar 15 milyard poundsterling.Bantuan (grants) dari Pemerintah Pusatkepada Pemerintah Daerah merupakansumber pendapatan lainnya bagi daerah.Beberapa alasan perlunya memberikanbantuan (grant) kepada Pemerintah Daerah:a. Sebagai stimulan agar daerah maumenyelenggarakan bentuk pelayananbaru,b. Untuk meringankan kenaikan bebanakibat pelayanan baru,c. Sebagai pengganti atas pendapatan yanghilang,d. Sebagai alat untuk meratakan sumberpendapatan daerah, untuk menjaminpersamaan standar pelayanan di seluruhNegara.<strong>Dana</strong> bantuan dari Pemerintah Pusat kepadaPemerintah Daerah dapat dikategorikandengan cara yang berbeda-beda, pembagianyang paling umum dikelompokan kedalam<strong>dan</strong>a alokasi khusus <strong>dan</strong> alokasi umum.Bantuan <strong>Khusus</strong> (special grant) berhubungandengan jasa khusus <strong>dan</strong> diperhitungkansesuai dengan pengeluaran yang dikenakanatas fungsi fungsi khusus seperti kepolisian.Pendapatan yang berasal dari sumber bantuankhusus hanya dapat digunakan untuk fungsiyang ditetapkan <strong>dan</strong> tertentu, sehingga <strong>dan</strong>aakan diserahkan apabila persyaratan tertentuyang ditetapkan oleh Pemerintah dipenuhi.Se<strong>dan</strong>gkan, <strong>dan</strong>a bantuan umum (blockgrant) dapat dikeluarkan untuk keperluansemua fungsi yang dapat diberdayakan olehpenyelenggara Pemerintah Daerah.Bantuan umum <strong>dan</strong> khusus sangatberkaitan dengan kesesuaian tuntutan, dimana Pemerintah Daerah dituntut agarmenyesuaikan dengan bantuan yangdialokasikan oleh Pemerintah Pusat. Hal inibertujuan untuk mendorong keterlibatan,komitmen <strong>dan</strong> tanggungjawab terhadapprogram-program khusus tersebut. Di Inggrissalah satu akibat pengeluaran keuanganPemerintah Daerah yang baik adalahketergantungan yang lebih tinggi kepadaPemerintah Pusat.Jenis-jenis Grant di Inggris, menurut Garnerdikelompokan sebagai berikut:1. Grant in aid, yaitu bantuan kepada Daerahuntuk jenis urusan/pelayanan tertentu.Hal ini lazim disebut specificgrant populerpada pertengahan abad 20. Grant inaid merupakan alat pengawasan yangrinci atas kegiatan daerah. Disampingitu, jenis bantuan ini dapat mendorongperkembangan berbagai bentukpelayanan sektoral.2. Block Grant, yaitu daerah menentukansendiri peruntukan <strong>dan</strong> cara–carapemanfaatannya. Block grant mulaidiperkenalkan pada tahun 1929. Akibatkebijaksanaan penghapusan berbagaipungutan, daerah banyak kehilanganpendapatan. Karena yang hilang itupendapatan umum (general income)maka bantuan sebagai pengganti haruslahbersifat umum pula.Selanjutnya Garner - Jones mengatakan<strong>Dana</strong> Bantuan dalam bentuk grant in aid disamping mempunyai keuntungan sebagaialat pengawasan yang rinci atas kegiatanPemerintah Daerah juga mengandungkelemahan sebagai berikut:a. Mengurangi kemandirian daerah,b. Mendorong pemborosan yang timbulakibat bertambahnya beban biayaadministratif (duplikasi tenaga Pusat <strong>dan</strong>Daerah),White Paper73


Volume 2c. Cenderung menimbulkanketidakseimbangan di antara berbagaibi<strong>dan</strong>g pelayanan,d. Memberikan kesempatan kepada Pusatuntuk campur tangan secara berlebihanterhadap daerah.Kelemahan lainnya, grant in aidakan menimbulkan sikap untuk lebihmemperhatikan urusan atas pelayanan yangmemperoleh bantuan daripada urusan ataupelayanan yang dibiayai dari pendapatan aslidaerah.Dalam perkembangan selanjutnya terdapattiga macam <strong>dan</strong>a bantuan (grant) yangdisediakan oleh Pemerintah Pusat kepadaPemerintah Daerah yaitu:1. Ring Fenced GrantPemerintah daerah harus menggunakanuang bantuan ini berdasarkan atas kriteriayang telah ditentukan oleh pemerintahpusat. Hal ini biasanya merupakan <strong>dan</strong>apelayanan khusus atau inisiatif yangmenjadi prioritas nasional, misalnya untukkesehatan mental.2. Specific Formula Grant (<strong>Dana</strong> Bantuan<strong>Khusus</strong>)<strong>Dana</strong> ini didistribusikan tetapi tidak adakewenangan dewan untuk menggunakanjenis <strong>dan</strong>a bantuan ini.3. Formula GrantsSetiap tahun Pemerintah menentukanbesarnya formula <strong>dan</strong>a bantuan yangtersedia <strong>dan</strong> kemudian dijumlahkanberapa total yang harus didistribusikankepada tiap daerah dengan mengambilkapasitas account untuk meningkatkanpenerimaan pajak daerahFormula <strong>dan</strong>a bantuan (formula grants)ditambah jumlah pajak daerah merupakanformula spanding share (FSS) yaknikeseimbangan antara kebutuhan <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong>sumber pendapatan. Hal ini dapat dilihatpada Tabel 1 berikut:Tabel 2.2 Perimbangan Pendapatan<strong>dan</strong> BantuanJenis PerimbanganPerimbangan SumberPendapatanPerimbangan <strong>Dana</strong>BantuanLokalCentral34% 66%25% 75%Dari uraian tersebut, dapat dikatakanPemerintah Pusat masih terlalu kuatdalam proses penentuan pendistribusianpendapatan, keadaan ini menunjukan bahwaPemerintah Daerah masih terlalu lemah. Halini dimaklumi karena kedudukan PemerintahDaerah di Inggris sebagai subordinat dariPemerintah Pusat.Di Inggris dikenal ada dua jenis transfer dariPemerintah Pusat yaitu transfer tujuan umum<strong>dan</strong> khusus. Transfer tujuan umum (1927)namanya berubah menjadi Rate SupportGrant (RSG) pada tahun 1967 kemudiantahun 1990 diubah lagi menjadi RevenueSupport Grant (RSG). Sampai dengansaat ini. RSG digunakan untuk mengatasiketimpangan antar Daerah. Semakin tinggirasio kebutuhan terhadap sumber daya yangdimiliki oleh daerah, semakin besar transferyang diterima. Transfer dengan tujuan khususdigunakan untuk mengatasi rembesan/limpahan (spill-over effect) dari proyekproyektertentu seperti jalan, pendidikan <strong>dan</strong>kesejahteraan sosial.RSG terdiri dari tiga komponen yaitu :1. Standar analisis pengeluaran (StandardSpending Assessment /SSA yang mengukurkebutuhan pengeluaran daerah.2. Standar pajak penghasilan lokal (Standard74 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa NegaraLocal Tax Income) yang mengukurkapasitas pajak daerah.3. Pendapatan dari Non Domestic Rates(NDR) yang sesungguhnya juga transferdari pusat, sehingga RSG = SSA – StandardLocal Tax Income – Pendapatan dari NDR.SSA merupakan penilaian yang dilakukanoleh Pemerintah Pusat terhadap jumlahpengeluaran tertentu yang cocok untukmencapai tingkat standar pelayanantertentu. Hal ini diaplikasikan kepadasemua Pemerintah Daerah denganmempertimbangkan karakteristik demografi,geografis <strong>dan</strong> sosial masing-masing.2.2.2 Desentralisasi Fiskal diBelandaSusunan pemerintahan daerah dalam negarakesatuan Belanda terdiri dari dua tingkatanyaitu pemerintah propinsi <strong>dan</strong> gemeente.Selain dua pemerintahan tersebut, ProvinsialeStaten <strong>dan</strong> Gemeenteraad dapat membentukkomisi-komisi yang bersifat teritorial yangdiserahi wewenang tertentu. Meskipunkomisi-komisi teritorial ini mempunyaiwewenang mandiri, bukan merupakansusunan di luar propinsi/gemeente, komisiberada dalam lingkungan pemerintahanpropinsi atau gemeente yang diserahkankepada mereka.Dalam menyelenggarakan pemerintahan,propinsi <strong>dan</strong> gemeente mengandalkankepada 3 (tiga) sumber pendapatan yaitu:(1) Pungutan <strong>dan</strong> pajak daerah sendiri, (2)Bantuan umum, (3) Bantuan khusus.Pendapatan Asli Daerah (PAD)Dalam rangka pembiayaan penyelenggaraanpemerintahan Propinsi <strong>dan</strong> Gemeente,sumber pendapatan yang dapat digunakanyaitu retribusi <strong>dan</strong> pajak daerah sendiri yangkemudian dapat diklasifikasikan sebagaiPendapatan Asli Daerah (PAD).Dalam penyelenggaraan pemerintahandaerah di Belanda, PAD merupakan salah satumasalah yang selalu dihadapi oleh Propinsi<strong>dan</strong> Gemeente. Besarnya PAD sangat kecildibandingkan dengan keseluruhan sumberpendapatan lain yaitu bantuan dari pusat baikumum maupun khusus. Rata-rata Propinsi<strong>dan</strong> Gemeente menerima bantuan dari pusatsebesar 90 %. Pendapatan sendiri mencapaikira-kira 15 % dari pendapatan total. PADmerupakan hak gemeente memungut dalambatas-batas yang ditetapkan oleh ba<strong>dan</strong>pembentuk un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g, artinya daerahmemiliki kebebasan baik untuk penetapanluas/jumlah serta tujuan pemakaian. Olehkarena itu, pungutan maksimal diperbolehkansejauh untuk menutup biaya.Bantuan Umum<strong>Dana</strong> bantuan umum yang berasal dariPemerintah Pusat kepada PemerintahGemeente <strong>dan</strong> Propinsi yang berasal daripajak kerajaan saat ini mencapai 32,7 %dari pendapatan. <strong>Dana</strong> ini sama seperti PAD,pada dasarnya dapat digunakan secara bebasoleh Gemeente <strong>dan</strong> Propinsi.Dalam pelaksanaannya <strong>dan</strong>a umum untukGemeente <strong>dan</strong>/atau Propinsi berbeda dengan<strong>dan</strong>a khusus, diperuntukkan pembangunandaerah yang menurut un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gkeuangan tahun 1984, besarnya bagianditentukan oleh hal-hal sebagai berikut :a. Banyaknya pegawai pemerintahb. Luas lahan <strong>dan</strong> perairan di daratanc. Luas perairan di luard. Luas tanah <strong>dan</strong> bangunane. Jumlah pendudukWhite Paper75


Volume 2f. Jumlah kesatuan tempat tinggalg. Intensitas pembangunanMenurut pasal 12 un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g hubungankeuangan, Gemeente yang mengalamikesulitan keuangan dapat mengajukanpermohonan kepada pemerintah pusatuntuk memperoleh <strong>dan</strong>a ekstra. Hal ini dapatmengakibatkan <strong>dan</strong>a gemeente lainnyadikurangi jumlahnya.Dalam memanfaatkan <strong>dan</strong>a umum yangdiperoleh, Gemeente di dalam batas-batasyang ditetapkan secara hukum, bebasmenentukan arah. Berbeda dengan <strong>dan</strong>akhusus Pemerintah Pusat, tidak mengajukanpersyaratan untuk penggunaannya<strong>dan</strong> tidak ada kewajiban untukmempertanggungjawabkannya kepadaPemerintah Pusat.Kriteria <strong>dan</strong>a bantuan umum didasarkanpada:a. Jumlahnya tetapb. Jumlah pendudukc. Luas tanah <strong>dan</strong> perairan daratd. Panjang jalan pelayanan propinsi yangdipertimbangkan dengan faktor tertentu<strong>dan</strong> perairan luar.Bantuan <strong>Khusus</strong>Penerimaan dari pembayaran khususpusat lebih dari 50 % membentuk bagianbesar dari pendapatan pemerintahan yanglebih rendah. Pembayaran ini tidak dapatdigunakan dengan bebas tetapi terikatkepada ketentuan yang ditetapkan olehpemerintah kerajaan.Tujuan penggunaan <strong>dan</strong>a khusus bagipemerintah daerah sudah ditentukansebelumnya oleh Pemerintah Pusat. Besarnya<strong>dan</strong>a khusus sangat tergantung pada tingkatkelengkapan penyelenggaraan pemerintahanyang dibuat oleh Pemerintah Daerah.Beberapa contoh perlengkapan yang dibiayaidengan cara ini yaitu angkutan umum <strong>dan</strong>pendidikan. Pemerintah Pusat melakukanpengawasan atas cara <strong>dan</strong> penggunaan <strong>dan</strong>akhusus ini.<strong>Dana</strong> bantuan khusus dalam perjalanannyamenimbulkan keberatan-keberatan, hal initerjadi karena:1. Kebebasan penggunaannya dibatasi2. Kemungkinan mempertimbangkankeperluan lain (selain yang telahditentukan) juga dibatasi.3. Akibat ketentuan-ketentuan Pusat yangrinci <strong>dan</strong> mengikat, kebebasan daerahuntuk menentukan kebijaksanaandibatasi menjadi tidak perlu.4. Kebijaksanaan keuangan daerah menjaditidak fleksibel.5. Mengakibatkan tingginya biaya tidaklangsung misalnya biaya pengawasandari instansi yang memberikan bantuan.Persoalan lain dalam <strong>dan</strong>a khusus yaituperaturan yang digunakan beraneka ragam,ada yang dalam bentuk sirkuler, peraturanintern, ketetapan, peraturan menteri bahkansampai dalam bentuk peraturan pemerintah.Sejak tahun delapan puluhan, berkembangpendapat yang ingin menghapuskan <strong>dan</strong>akhusus.Tingkat ketergantungan Gemeente maupunPropinsi terhadap penyediaan <strong>dan</strong>a dariPemerintah Pusat sangat tinggi. Hal ini,yang dalam perspektif hubungan antaraPemerintah Pusat dengan PemerintahDaerah, dapat berimplikasi terhadap kadarkemandirian daerah yang bersangkutan.Perbandingan antara PAD yang berhasildikumpulkan dengan alokasi <strong>dan</strong>a yangberasal dari <strong>dan</strong>a umum maupun <strong>dan</strong>a76 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa NegaraTabel 2.3 <strong>Dana</strong>-<strong>dan</strong>a yang yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat BelandaSumber Pendapatan 1991 % 1995 %1. Retribusi2. Pajak Daerah3. <strong>Dana</strong> Umum4. <strong>Dana</strong> <strong>Khusus</strong>2.4653.55815.75836.4574,26,127,162,64.6674.50420.09232.2197,67,332,752,4Jumlah 58.238 100,0 61.482 100,0Sumber : Miljoenennota, 1996 (dalam juta Gulden)khusus yang dikucurkan oleh PemerintahPusat dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:Dari hal tersebut nampak, selain peningkatanPAD, yang lebih penting adalah mengurangiatau mengeliminasi kemungkinan munculnyapengaruh dari bantuan tersebut terhadapkemandirian atau kebebasan Propinsi <strong>dan</strong>Gemeente sebagai daerah otonom. Sebagaiupaya mempertahankan kemandirianatau kebebasan kepada Propinsi maupunGemeente untuk menentukan kebijaksanaan<strong>dan</strong> pengelolaan keuangan, un<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gPropinsi tahun 1962 <strong>dan</strong> un<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>ghubungan keuangan tahun 1984menentukan bahwa bantuan keuangan daripusat lebih diarahkan pada <strong>dan</strong>a umummelalui Provinciefonds <strong>dan</strong> Gemeentefonds.<strong>Dana</strong> yang tersedia pada Provinciefonds,kira-kira 1% dari seluruh penerimaan pajaknasional, se<strong>dan</strong>gkan Gemeentefonds kirakira13% dari penerimaan pajak nasional.2.2.3 Desentralisasi Fiskal diKanadaDalam hubungan ini pertama-tama akandikemukakan mengenai pengeluaranpemerintah Kanada tahun 2005. Pengeluaranpemerintah federal <strong>dan</strong> propinsi di Kanadamasing-masing sebesar 13% <strong>dan</strong> 16%dari Gross Domestic Product (GDP) sebesarGambar 2.5 Grafik Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Kanada denganIndonesia16%12%6%13%GDP Federal ProvincialGDP Pusat DaerahWhite Paper77


Volume 21.276 milyard USD se<strong>dan</strong>gkan di IndonesiaPemerintah Pusat 12%, Pemerintah Daerah6% dari GDP. Apabila dibandingkanternyata pengeluaran pemerintah di Kanadapersentasenya lebih besar dibandingkandengan Indonesia.Mengenai pendapatan di Kanada; menurutThe Canadian Trade Commissiner service,perkembangan dari tahun 2000 sampaidengan 2005 pendapatan pemerintah federalcenderung menurun, se<strong>dan</strong>gkan pendapatanpemerintah propinsi <strong>dan</strong> daerah cenderungmeningkat. Pemerintah Kanada memberikanbantuan keuangan terus menerus kepadapropinsi <strong>dan</strong> daerah untuk melaksanakanprogram <strong>dan</strong> pelayanan kepada masyarakat.Besarnya bantuan pemeliharaan kesehatan,pendidikan <strong>dan</strong> bantuan asistensi <strong>dan</strong>pelayanan sosial, serta pemeliharaan anak,tahun 2005-2006 sebagaimana terlihat padatabel 2.4 berikut ini.Mencermati perkembangan desentralisasifiskal di negara lain terutama Inggris <strong>dan</strong>Belanda, dapatlah dikemukakan bahwa<strong>dan</strong>a bantuan khusus yang diberikan olehpemerintah pusat kepada pemerintah daerahyang didasarkan kreteria tertentu biasanyamerupakan <strong>dan</strong>a pelayanan khusus yangmenjadi prioritas nasional. Dengan perkataanlain <strong>dan</strong>a bantuan khusus ini bersifat sektoralyang penggunaannya tidak dapat dialihkankepada kegiatan lain. Hal ini nampaknyasama dengan kebijakan <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>(DAK) di Indonesia. Tabel 2.5 menjelaskansecara ringkas praktek <strong>dan</strong>a transfer (DAK)pada beberapa Negara.Tabel 2.4 Transfer <strong>Dana</strong> Pemerintah Pusat bagi Program <strong>dan</strong> PelayananPropinsi <strong>dan</strong> Daerah 2005-2006 (dalam milyar dollar)No. Program <strong>dan</strong> Pelayanan Besarnya Transfer <strong>Dana</strong>1 Kesehatan 31,82Sosial (pendidikan, bantuan asistensi <strong>dan</strong>pelayanan sosial, serta pemeliharaan anak)15,5Total 47,378 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa NegaraTabel 2.5 <strong>Dana</strong> Transfer Di Beberapa NegaraNegara Tipologi Grants Bi<strong>dan</strong>g KeteranganInggrisPolandiaSpecificMatching Grant,Open-EndedSpecificMatching Grant,Open-EndedSu<strong>dan</strong>Specific Matching Grant,Closed-EndedAustriaSpecificMatching Grant,Open-Ended1. Lingkungan2. Transportasi3. PembangunanRegional1. PerbaikanInfrastruktur2. Lingkungan1. Pendidikan2. Kesehatan3. Transportasi4. KesejahteraanSosial5. Air6. Infrastruktur7. Energi1. Perumahan2. Pengairan3. Sanitasi• Specific grants ditentukan olehpemerintah pusat atas dasarpengajuan pemerintah daerahmengenai kebutuhan daerahnyamasing-masing;• Pengalokasiannya didasarkanpada assesment yang dilakukanoleh pemerintah pusat melaluiformulasi tertentu denganStandard Spending Assesmentsehingga tidak melalui otoritasindividual tertentu.• Specific grants ditentukan olehpemerintah pusat atas dasarpengajuan pemerintah daerahmengenai kebutuhan daerahnyamasing-masing.• Penentuan bi<strong>dan</strong>g melaluiformulasi tertentu;• Tidak ada pengajuan khususoleh daerah, penilaian hanyadilakukan pemerintah pusat;• Besarnya macthing grantditentukan oleh pemerintahdengan melihat berbagaimacam kebutuhan daerahdengan menggunakan formulasitertentu antara lain (1) melihatkapasitas fiskal <strong>dan</strong> kebutuhanpengeluaran (2) hanya berdasarkapasitas fiskal saja (3) indikatorkebutuhan daerah.• Pengajuan bi<strong>dan</strong>g yang akandi<strong>dan</strong>ai oleh matching grantsdilakukan negosiasi antarapemerintah daerah <strong>dan</strong>pemerintah pusat.White Paper79


Volume 2Negara Tipologi Grants Bi<strong>dan</strong>g KeteranganBelgiaSpecificMatching Grant,Open-EndedTergantungkebutuhan lokal• Tergantung kebutuhan lokal;• Besarnya specific grantditentukan oleh kebutuhandaerahnya masing masing.KanadaSpecificMatching Grant,Open-Ended1. Pendidikan2. Kesehatan3. KebutuhanSosial• Specific grants ditentukan olehpemerintah pusat atas dasarpengajuan pemerintah daerahmengenai kebutuhan daerahnyamasing-masing;• Penentuan matching grantsdilakukan atas dasar negosiasiantar pemerintah pusat <strong>dan</strong>pemerintah daerah.NorwegiaSpecificMatching Grant,Closed-EndedMembiayaiproyek-proyek<strong>dan</strong> pelayanankhusus, specificgrant dialokasikan padadaerah-daerahyang menjadiprioritas nasional• Pemberian grants daripemerintah pusat didasarkanpada syarat geografis <strong>dan</strong>syarat demografis. Bi<strong>dan</strong>gyang dibiayai ditentukan olehpemerintah.DenmarkSpecificMatching Grant,Open-Ended1. Pendidikan2. KebutuhanSosial3. Keamanan• Penentuan besaran specificgrant melalui penilaianpemerintah/parlemen;• Penentuan matching grantsdilakukan atas dasar negosiasiantar pemerintah pusat <strong>dan</strong>pemerintah daerah;• Daerah harus mengajukansemacam aplikasi pengajuanatas kebutuhan yang akandibiayai oleh matching grants.JermanSpecificMatching Grant,Open-Ended1. Kesehatan2. InfrastrukturDaerah• Penentuan besarnya specificgrants dilakukan dengan melihatkriteria daerah tertentu yangmemenuhi syarat pemerintahpusat.80 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab II Tinjauan Teori <strong>dan</strong> Pelajaran dari Beberapa NegaraNegara Tipologi Grants Bi<strong>dan</strong>g KeteranganIItaliaSpecificMatching Grant,Open-Ended1. Kesehatan2. PelestarianObjek Wisata• Specific grants ditentukan olehpemerintah pusat atas dasarpengajuan pemerintah daerahmengenai kebutuhan daerahnyamasing-masing;• Penentuan matching grantsdilakukan atas dasar negosiasiantar pemerintah pusat <strong>dan</strong>pemerintah daerah;• Pemerintah pusat memegangkewenangan atas perencanaan,regulasi <strong>dan</strong> auditing.JepangSpecificMatching Grant,Open-Ended1. Pendidikan2. Kesehatan3. Lingkungan• Pemerintah memberikankewenangan kepada daerah;• Penentuan bi<strong>dan</strong>g apa saja yangdiberikan grants pemerintahmenggunakan formulasitertentu berdasar pada aplikasipengajuan daerah.BelandaSpecificMatching Grant,Closed-Ended1. Bantuan Sosial2. Pendidikan3. Child Care4. PembaharuanStruktural Kota• Besarnya specific grantditentukan oleh pemerintahpusat;• Pemerintah Pusat menentukanbi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yang akandibiayai.NewZealandSpecificMatching Grant,Open-Ended1. PerbaikanInfrastruktur2. Lingkungan• Prinsip utama pemberianspecific grant adalah agarterjadi integrasi vertikal;• Specific grants ditentukan olehpemerintah pusat atas dasarpengajuan pemerintah daerahmengenai kebutuhan daerahnyamasing-masing;• Pemerintah daerah mengajukanproposal kepada pemerintahpusat <strong>dan</strong> penggunaannyadiserahkan ke pemerintahdaerah.Sumber: berbagai sumber bacaanWhite Paper81


Volume 22.3 DAK Best Practises:KesimpulanKesimpulan dari pelaksanaan <strong>Dana</strong> Transferdi berbagai negara antara lain:a. Sebagian besar mekanisme pemberianmatching grants dilakukan atas penilaianpemerintah pusat,b. Aplikasi dari model transfer yangditerapkan di berbagai negara bervariasi,mulai dari open-ended hingga closedended,<strong>dan</strong> juga dari yang bersifat nonmatchinghingga matching transfers,c. Pemerintah Pusat membuka peluangkepada pemerintah daerah untukmengusulkan bi<strong>dan</strong>g khusus lainnya yangdiminta untuk di<strong>dan</strong>ai oleh specific grantsatau a<strong>dan</strong>ya dasar pengajuan pemerintahdaerah mengenai kebutuhan daerahnyamasing-masing,d. Pemerintah pusat melakukan penilaianatas formulasi tertentu yang kemudiandititikberatkan kepada faktor-faktor yangmenentukan besarnya alokasi,e. Seleksi kriteria didasarkan kepada bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>gyang merupakan pelayanan dasarutama (Pendidikan, Kesehatan, <strong>dan</strong>Infrastruktur) <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g sebagaiacuan kesepakatan kontrak output/outcome,f. Dalam beberapa hal tertentu,dimungkinkan penentuan matchinggrants dilakukan atas dasar negosiasiantar pemerintah pusat <strong>dan</strong> pemerintahdaerah.82 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IIITransfer Fiskal antarPemerintah di IndonesiaBab ini dimulai dengan penjelasan ringkasmengenai transfer fiskal antar pemerintah(intergovernmental fiscal transfer) diIndonesia. Selanjutnya penjelasan difokuskantentang <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK).3.1 <strong>Dana</strong> PerimbanganDalam sistem desentralisasi fiskal di Indonesia,ditemui kategori Block Grants berbentuk <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> Umum (DAU). Intergovernmentaltransfers (dikenal dengan istilah <strong>Dana</strong>Perimbangan) di Indonesia terdiri dari <strong>Dana</strong>Bagi Hasil (DBH, Revenue Sharing), DAU<strong>dan</strong> DAK. <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum adalah yangterbesar dari tiga jenis <strong>Dana</strong> Perimbangantersebut, diikuti oleh DBH <strong>dan</strong> yang terkeciladalah DAK. Walaupun demikian, DAKmenunjukkan trend peningkatan, terutamaakibat dari pemindahan <strong>Dana</strong> Dekonsentrasi(Dekon) <strong>dan</strong>/atau <strong>dan</strong>a dalam rangka TugasPembantuan (TP).Dalam hal alokasi untuk semua jenis transfertersebut, Indonesia menggunakan sistemrumus (formula based system). Sistem inidianggap mempunyai kelemahan dilihatdari sisi pemerataan atau keadilan. Pendapatini kelihatannya didukung oleh kenyataanyang terjadi di Indonesia dimana terdapatsejumlah cukup besar dari <strong>dan</strong>a daerahyang justru ditempatkan dalam surat-suratberharga finansial seperti Surat Utang Negara(SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), <strong>dan</strong>sebagainya. Padahal banyak daerah yangmengalami kekurangan <strong>dan</strong>a bagi kebutuhanpembangunan daerahnya. Terdapat duamasalah dalam hal ini, yaitu pertama, suratberharga itu akan memperoleh bunga yangkembali masuk dalam mata anggaran negara(APBN); <strong>dan</strong> kedua, tidak ada kepastianapakah bunga yang diperoleh itu akanditempatkan lagi dalam APBD atau justrulangsung dikuasai oleh pejabat pemerintahdaerah.Dari sudut teori, General Purpose Transfer(GPT) tanpa syarat adalah bentuk yang palingtepat dalam sistem desentralisasi, tetapi di sinipemerintah daerah dianggap bertindak tanpaada distorsi. Namun seperti diketahui, optimalsub-sistem secara terpisah belum tentuakan berimpit dengan optimal keseluruhan.Sebenarnya orang mengharapkan apabilaterdapat GPT dari pemerintah pusat ataudari tingkatan pemerintahan yang lebihtinggi, maka pemerintah penerima dapatmengurangi pajak-pajak lokalnya. Tetapipengalaman menunjukkan bahwa yangWhite Paper83


Volume 2terjadi pada umumnya adalah justru transferlebih mendorong peningkatan pengeluaranpemerintah daerah. Dalam kaitan ini orangmengenal apa yang disebut flypaper effects,dimana <strong>dan</strong>a yang diberikan pada daerahakan tetap dipertahankan dalam kategoripenggunaannya yaitu pengeluaran, <strong>dan</strong>tidak digunakan mengurangi penerimaandari sumber lain terutama meringankan pajaklokal.3.2 <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>3.2.1 Dasar hukumSecara umum regulasi yang dijadikan dasaruntuk pengelolaan DAK (perencanaan,penetapan program <strong>dan</strong> kegiatan,pelaksanaan, pemantauan, <strong>dan</strong> evaluasiDAK) adalah:i. Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah;ii. Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat <strong>dan</strong> PemerintahDaerah;iii. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun2005 tentang <strong>Dana</strong> Perimbangan;iv. Petunjuk Teknis yan ditetapkan olehMenteri Teknis terkait;v. Permendagri Nomor 20 Tahun 2009tentang Pedoman Pengelolaan <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK) di Daerah;vi. Surat Edaran Bersama (SEB) MenteriNegara Perencanaan PembangunanNasional/ Kepala BAPPENAS, MenteriKeuangan, <strong>dan</strong> Menteri Dalam NegeriNomor 0239/ M.PPN/ 11/ 2008, SE 1722/MK 07/ 2008, 900/3556/ SJ tentangPetunjuk Pelaksanaan Pemantauan TeknisPelaksanaan <strong>dan</strong> Evaluasi PemanfaatanDAK;3.2.2 Definisi DAKPeraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun2005 mengadopsi pengertian DAK dariUn<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 33 Tahun 2004,yang mendefinisikan <strong>Dana</strong> alokasi khusus(DAK) sebagai <strong>dan</strong>a yang bersumberdari pendapatan APBN yang dialokasikankepada daerah tertentu dengan tujuanuntuk membantu men<strong>dan</strong>ai kegiatankhusus yang merupakan urusan daerah <strong>dan</strong>sesuai dengan prioritas nasional. Pasal 51Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun2005 menyebutkan bahwa DAK dialokasikankepada daerah tertentu untuk men<strong>dan</strong>aikegiatan khusus yang merupakan bagian dariprogram yang menjadi prioritas nasional <strong>dan</strong>menjadi urusan daerah.Dengan melihat berbagai landasan teoriyang telah dijelaskan sebelumnya, maka DAKdi Indonesia termasuk kelompok TransferBersyarat, yang selanjutnya tergolongMatching Requirement. Lebih jauh DAKadalah transfer bersyarat dalam kelompokclosed-ended matching grants. Dari sudutteori, tanpa memperhatikan a<strong>dan</strong>yapotensi perbedaan optimal level daerahdengan tingkat nasional, transfer denganmatching requirements akan menyebabkandistorsi yang muncul dalam bentuk efeksubstitusi. Barang <strong>dan</strong> pelayanan publikyang memperoleh transfer <strong>dan</strong>a pusat akandikonsumsi oleh masyarakat lebih banyakdibanding dengan barang publik ataukelompok barang privat atau dibandingdengan situasi sebelumnya.84 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Transfer Fiskal antar Pemerintah di IndonesiaTetapi dalam situasi dimana ada potensiperbedaan prioritas daerah dengan pusatmaka pemerintah pusat dapat memberikaninsentif bagi pengadaan barang ataupelayanan publik bersangkutan sehinggaakan mendukung pencapaian titik optimalnasional. Orang dapat memberi contohpembangunan jalan daerah perbatasandua daerah, dimana jalan tersebut akanlebih mendukung peningkatan produksidalam daerah tetangga, se<strong>dan</strong>gkan efeknyadapat sangat kecil bagi pemerintah lokasipembangunan jalan. Dalam hal ini-lah DAKakan tepat diberikan, <strong>dan</strong> dengan begituakan meningkatkan hasil bersama keduadaerah serta juga akan meningkatkanproduksi agregat pada tingkat nasional.Sistem DAK analog dengan pembiayaanmerit goods untuk anggota masyarakat,di mana konsumsi barang itu dianggapakan meningkatkan kinerja masyarakatsecara keseluruhan. Dalam hal ini, anggotamasyarakatnya adalah pemerintahpemerintahdaerah. Tetapi berhubungmerit goods atau merit wants juga dapatdisediakan pemerintah, maka dalam halini penyediaan barang bersangkutan harusmendapat subsidi pemerintah.Sehubungan dengan peran DAK yang akanmenjadi insentif bagi pemerintah daerahuntuk melakukan satu kegiatan yang tanpasubsidi anggaran tidak akan dilakukan olehpemerintah daerah, maka evaluasi DAKjangka menengah in seyogyanya juga harusmelihat apakah kinerja dari pemerintah daerahyang memperoleh DAK lebih baik dibandingdaerah lain yang tidak memperoleh DAK.Pembandingan tersebut terutama dalamkegiatan-kegiatan yang menjadi alokasibi<strong>dan</strong>g DAK (kegiatan yang sama, agar dapatdibandingkan secara aple to aple). Dalam halpembangunan jalan dalam satu daerah yangdigunakan bagi pengangkutan hasil kantongkantongproduksi dalam daerah lain, makahasil daerah itu serta daerah lokasi kegiatanproduksi itu harus menunjukkan peningkatan.Demikian juga DAK dapat digunakan sebagaiinstrumen menangani spillover effectsantar daerah yang berdekatan. Langkah initidak lain sebagai proses internalisasi efekeksternal antar daerah yang diambil aliholeh pemerintah dengan cakupan wilayahyang lebih luas. Dari sudut teori, dapatditunjukkan bahwa eksternalitas negatifantar daerah dapat memicu perselisihan antarkeduanya sehingga bermuara pada kinerjabersama yang tidak optimal. Instrumenteoritis yang diajukan dalam masalah ini ialahpemberlakuan purchasing power parity (PPP)antar kelompok daerah, analoginya adalahseperti dituntut bagi perusahaan pencemar.Di sisi lain, a<strong>dan</strong>ya pelimpahan efekpositif satu barang atau pelayanan publikantar daerah akan memicu penguranganpembangunan barang publik itu, <strong>dan</strong> hal inimenjadi satu proses yang disebut sebagaithe race to the bottom, yang secara agregatakan bersifat merugikan semua. Baik untukmendorong pembangunan barang publiktertentu yang akan berdampak positifbagi daerah secara bersama maupununtuk penanganan efek eksternal negatif,instrumen DAK kelihatannya tepat dijadikansebagai instrumen.Dari variasi sistem insentif, terutama yangdikembangkan oleh Shah seperti yangtelah dijelaskan sebelumnya, maka dapatdisimpulkan bahwa instrumen DAK masihsangat terbatas. Mungkin ada saatnyabahwa instrumen unconditional transferWhite Paper85


Volume 2untuk kegiatan tertentu dapat digunakan,tetapi dengan potensi pengarahan lebih baikdari pemerintah.Sistem formula-based dalam alokasi <strong>dan</strong>adalam semua jenis terpaksa dijalankan terus,berhubung tingginya tuntutan transparansi.Namun demikian kiranya perlu dicari satusistem lain yang bukan formula-based tetapiyang sifat transparansinya terjamin <strong>dan</strong>sejauh mungkin lebih dapat diterima dalamkalangan lebih luas.3.2.3 Pengelolaan DAKPengelolaan DAK dapat dikelompokkankedalam 2 komponen:a. Pengelolaan di tingkat pusatb. Pengelolaan di daerahStakeholders yang terlibat dalam pengelolaanDAK di tingkat pusat terdiri dari Bappenas,Kementerian Keuangan, Kementerian DalamNegeri, <strong>dan</strong> Kementerian/Lembaga (K/L)Teknis terkait. Sementara stakeholdersdi daerah diharapkan dapat dibentuk timkoordinasi yang melibatkan SekretarisDaerah, Bappeda, SKPD teknis terkait,<strong>dan</strong> Biro/Bagian Keuangan, Biro/BagianAdministrasi Pembangunan sesuai dengankewenangan <strong>dan</strong> tupoksi masing-masinginstansi.Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor55 Tahun 2005 menyatakan bahwa programyang menjadi prioritas nasional dimaksuddimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah(RKP) tahun anggaran bersangkutan.Berdasarkan prioritas nasional sebagaimanatercantum dalam RKP tersebut, menteriteknis mengusulkan kegiatan khusus<strong>dan</strong> ditetapkan setelah berkoordinasidengan Menteri Dalam Negeri, MenteriKeuangan, <strong>dan</strong> Menteri Negara PerencanaanPembangunan Nasional. Selanjutnya, menteriteknis menyampaikan kegiatan khusus yangtelah ditetapkan tersebut kepada MenteriKeuangan.Secara rinci proses penyusunan kebijakan<strong>dan</strong> perencanaan DAK adalah sebagaiberikut: Bappenas menyusun RancanganAwal Arah Kebijakan Umum DAK <strong>dan</strong> arahkebijakan DAK per bi<strong>dan</strong>g. Direktoratteknis Bappenas menyusun arah kebijakanDAK per bi<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> dibahas dengan K/Lteknis terkait dalam bentuk konsinyering.Rancangan awal arah kebijakan DAKhasil konsinyering tersebut dibahas dalamTrilateral Meeting antara Bappenas, K/LTeknis <strong>dan</strong> Kementerian Keuangan. Tujuandari Trilateral Meeting tersebut adalah: 1)untuk finalisasi arah kebijakan DAK dalamRKP tahun bersangkutan, 2) memberikanmasukan kepada Kementerian Keuanganuntuk exercise alokasi DAK per bi<strong>dan</strong>g perdaerah, <strong>dan</strong> 3) masukan kepada K/L teknisdalam menyusun Petunjuk teknis.3.2.4 Perhitungan <strong>Alokasi</strong>DAKMekanisme <strong>dan</strong> formula perhitungan alokasiDAK ke daerah terus mengalami perbaikan.Perkembangan terakhir mekanisme <strong>dan</strong>formula perhitungan alokasi DAK digunakanuntuk alokasi tahun 2010, denganmekanisme <strong>dan</strong> formula sebagaimanadiuraikan di bawah ini.Proses perhitungan alokasi DAK dilakukanmelalui beberapa kegiatan antara lain: 1)penyediaan data; 2) exercise alokasi DAK86 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Transfer Fiskal antar Pemerintah di Indonesiaversi pemerintah (eksekutif); 3) pembahasanperhitungan alokasi DAK antara pemerintahdengan Panitia Anggaran Transfer ke DaerahDPR-RI (legislatif).Proses perhitungan alokasi DAK ke daerahmembutuhkan dukungan dari beberapaK/L, meskipun koordinatornya dalam hal iniadalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).Kemenkeu selain sebagai koordinator dalamperhitungan alokasi juga berperan dalammenyediakan data-data fiskal, K/L khususberperan dalam menyediakan data daerahkhusus seperti (Kementrian Pertanian untukdata ketahanan pangan, Kementeria NegaraPembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT)untuk data daerah tertinggal, Kemendagriuntuk data daerah perbatasan dengan negaralain, <strong>dan</strong> lain-lain). Selain itu, Kementerian/Lembaga (K/L) teknis terkait berperan dalammenyediakan data teknis sebuah bi<strong>dan</strong>g.Seluruh data perhitungan dari seluruh K/Ltersebut menjadi faktor penentu kelayakan<strong>dan</strong> besaran alokasi DAK ke daerah.Exercise perhitungan alokasi DAK ke daerahdilakukan dengan tujuan untuk menyamakanpersepsi diantara institusi terkait di tingkatpusat (Kemenkeu, Kemendagri, K/L Teknis,<strong>dan</strong> Bappenas) dalam perhitungan alokasiDAK ke daerah. Selain itu tujuan dilakukanexercise tersebut adalah untuk persiapanpembahasan perhitungan alokasi DAK kedaerah antara pemerintah dengan PanitiaAnggaran Transfer ke Daerah DPR-RI.Pembahasan perhitungan alokasi DAKantara pemerintah dengan Panitia AnggaranTransfer ke Daerah DPR-RI dilakukan setiaptahun yang biasanya dilakukan padaawal bulan Oktober bersamaan denganpembahasan RAPBN.Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui2 tahapan, yaitu:a. Penentuan daerah tertentu yangmenerima alokasi DAKb. Penentuan besaran alokasi DAK masingmasingdaerah.Penentuan daerah tertentu yang mendapatalokasi DAK harus memenuhi kriteria umum,kriteria khusus, <strong>dan</strong> kriteria teknis. Sementaraitu, penentuan besaran alokasi DAKmasing-masing daerah ditentukan denganperhitungan indeks berdasarkan kriteriaumum, kriteria khusus, <strong>dan</strong> kriteria teknis.Tahap 1 adalah untuk menentukan daerahtertentu penerima DAKa. Jika suatu daerah memenuhi kriteriaumum yang ditunjukkan dengan IFN 1, makadaerah tersebut layak memperoleh DAK;d. Jika daerah tersebut ternyata masih belumlayak untuk mendapatkan DAK padaproses nomor 3 di atas, maka dilihat kriteriateknisnya untuk masing-masing bi<strong>dan</strong>gyang di<strong>dan</strong>ai dari DAK yang dicerminkandengan indeks teknis (IT). Pada prosesini, IT digabungkan dengan IFW sehinggaWhite Paper87


Volume 2menghasilkan IFWT. Jika IFWT > 1, makadaerah tersebut layak mendapat alokasiDAK pada bi<strong>dan</strong>g tersebut.Tahap 2 : Menentukan Besaran <strong>Alokasi</strong> DAKmasing-masing Daeraha. Setelah proses penentuan daerah tertentudilalui, maka harus dihitung besaranalokasi untuk masing-masing bi<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong>masing-masing daerahnya (ADB: <strong>Alokasi</strong>Daerah <strong>dan</strong> Bi<strong>dan</strong>g);b. IFWT masing-masing daerah dikalikandengan Indeks Kemahalan Konstruksi(IKK) <strong>dan</strong> menghasilkan Bobot Daerah(BD) untuk masing-masing daerah;c. Selanjutnya, BD tersebut dikalikan denganpagu alokasi DAK masing-masing bi<strong>dan</strong>gsehingga dihasilkan penentuan alokasidaerah bersangkutan untuk masingmasingbi<strong>dan</strong>g (ADB).3.2.5 Kriteria <strong>Alokasi</strong> DAKPasal 40 ayat 1 Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 33Tahun 2004 tentang Perimbangan KeuanganAntara Pemerintah Pusat <strong>dan</strong> PemerintahanDaerah menyatakan “Pemerintahmenetapkan kriteria DAK yang meliputikriteria umum, kriteria khusus, <strong>dan</strong> kriteriateknis”.Kriteria UmumKriteria umum dihitung untuk melihatkemampuan APBD untuk membiayaikebutuhan-kebutuhan dalam rangkapembangunan daerah yang dicerminkan daripenerimaan umum APBD dikurangi belanjapegawai. Dalam bentuk rumus, kriteriaumum tersebut dapat ditunjukkan padabeberapa persamaan di bawah ini:Kemampuan Keuangan Daerah= Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai DaerahPerimaan Umum= PAD + DAU + (DBH – DBHDR)Belanja Pegawai Daerah= Belanja PNSDDimana:PAD = Pendapatan Asli DaerahAPBD = Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja DaerahDAU = <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> UmumDBH = <strong>Dana</strong> Bagi HasilDBHDR = <strong>Dana</strong> Bagi Hasil <strong>Dana</strong> ReboisasiPNSD = Pegawai Negeri Sipil DaerahKemampuan keuangan daerah dihitungmelalui indeks fiskal neto (IFN) tertentuyang ditetapkan setiap tahun. Daerah yangmempunyai kemampuan keuangan rendahlayak diberikan DAK. Berdasarkan kebijakanyang disepakati bersama definisi daerahyang memiliki kemampuan keuangan rendahadalah daerah-daerah yang kemampuankeuangan daerahnya berada di bawah rataratanasional atau IFN-nya kurang dari 1(satu). Dalam hal ini, rata-rata kemampuankeuangan daerah secara nasional dihitungdengan menggunakan rumus di bawah ini.Rata- rata NasionalKemampuanKeuangan Daerah=Total Kemampuan KeuanganDaerah Secara NasionalJumlah DaerahPerhitungan IFN dihitung denganmenggunakan formula di bawah ini:IFN Daerah t =Kemampuan Keuangan Daerah tRata- rata Nasional KemampuanKeuangan DaerahJika IFN daerah t < 1, atau jika daeraht memiliki IFN lebih kecil dari rata-ratanasional maka daerah t tersebut layak untukmendapatkan alokasi DAK.88 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab III Transfer Fiskal antar Pemerintah di IndonesiaKriteria <strong>Khusus</strong>Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan AntaraPemerintah Pusat <strong>dan</strong> Pemerintahan Daerahpasal 40 ayat 3 menjelaskan bahwa “kriteriakhusus ditetapkan dengan memperhatikanperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong>karakteristik Daerah”, <strong>dan</strong> ditambahkanmelalui Peraturan pemerintah No. 55 tahun2005 tentang <strong>Dana</strong> Perimbangan pasal 56ayat 2 “ kriteria khusus dirumuskan melaluiindeks kewilayahan oleh Menteri Keuangandengan mempertimbangkan masukan dariMenteri Negara Perencanaan PembangunanNasional <strong>dan</strong> menteri/pimpinan lembagaterkait. Kriteria khusus yang digunakan dalamperhitungan alokasi DAK memperhatikan:Peraturan Perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan merupakandaerah khusus: seluruh daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Papua, Propinsi PapuaBarat, <strong>dan</strong> daerah tertinggal/terpencil; <strong>dan</strong>karakteristik daerah yang meliputi daerahpesisir <strong>dan</strong>/atau kepulauan kecil, daerahperbatasan dengan negara lain, daerah rawanbencana, daerah yang masuk dalam kategoriketahanan pangan, <strong>dan</strong> daerah pariwisata.Penyediaan data tentang ‘kekhususan’daerah tersebut Menkeu berkoordinasidengan lembaga terkait.3.2.6 Pelaksanaan DAK diDaerahPelaksanaan DAK di daerah sudahmenggunakan rezim pelaksanaan APBD,dimana ruang lingkup pengelolaankeuangan DAK di daerah meliputiperencanaan, penganggaran, pelaksanaan<strong>dan</strong> penatausahaan keuangan, akuntansikeuangan, pertanggungjawaban pelaksanaananggaran, pembinaan <strong>dan</strong> pengawasanserta pengelolaan barang/aset daerah yangbersumber dari DAK, sebagaimana diaturdalam Permendagri Nomor 20 tahun 2009tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> Di Daerah.a. Perencanaan DAKDaerah dalam menyusun Rancangan KUA<strong>dan</strong> PPAS yang memuat program/kegiatanDAK didasarkan atas RKPD <strong>dan</strong> RenjaSKPD dengan berpedoman pada petunjukteknis DAK. Jika Pemerintah Daerahmenerima pagu alokasi DAK setelah KUA<strong>dan</strong> PPAS ditetapkan, dapat ditampunglangsung dalam pembahasan RAPBDdengan terlebih dahulu mencantumkanklausul dalam kesepakatan KUA <strong>dan</strong>PPAS. Pencantuman klausul tersebutdimaksudkan untuk menyepakati pagualokasi <strong>dan</strong> penggunaan DAK dalamrancangan Peraturan Daerah tentangAPBD serta untuk menjaga konsistensiantara materi KUA <strong>dan</strong> PPAS denganprogram <strong>dan</strong> kegiatan DAK yangditetapkan dalam APBD.b. Penganggaran DAKProses penganggaran DAK diawalidengan kepala daerahmenyampaikan Surat Edaran perihalPedoman Penyusunan RKA-PPKD <strong>dan</strong> RKA-SKPD kepada SKPKD <strong>dan</strong> seluruh SKPDdalam rangka menyusun RKA-PPKD <strong>dan</strong>RKA-SKPD untuk kegiatan DAK masingmasingbi<strong>dan</strong>g. RKA-PPKD <strong>dan</strong> RKA-SKPDyang telah disusun disampaikan kepadaPPKD untuk dibahas lebih lanjut olehTim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)<strong>dan</strong> hasilnya dijadikan sebagai bahanpenyusunan RAPBD. Penganggaran <strong>dan</strong>aWhite Paper89


Volume 2pendamping, dalam RKA-SKPD dilakukanmenyatu dengan kegiatan DAK. RKA-SKPD memuat informasi atas capaiansasaran program, indikator masukan,keluaran <strong>dan</strong> hasil dari setiap tolok ukurkinerja kegiatan yang direncanakan.c. Pelaksanaan <strong>dan</strong> penatausahaanKeuangan DAKKepala Daerah selaku pemegangkekuasaan pengelolaan keuangan daerah,termasuk pengelolaan keuangan DAKmelimpahkan kepada :i. sekretaris daerah selaku koordinatorpengelola keuangan daerah;ii. kepala SKPKD selaku PPKD; <strong>dan</strong>iii. kepala SKPD selaku pejabat penggunaanggaran/pengguna barang daerah.Dalam rangka pelaksanaan DAK padabi<strong>dan</strong>g tertentu, Kepala Daerah dapatmenunjuk lebih dari satu pejabatPengguna Anggaran (PA) <strong>dan</strong> KuasaPengguna Anggaran (KPA) sesuai dengantugas pokok <strong>dan</strong> fungsi yang melekatpada SKPD.Kepala SKPKD selaku PPKD dalammelaksanakan tugas sebagaimanadimaksud pada ayat (1) mempunyaifungsi, antara lain:i. penyusunan kebijakan <strong>dan</strong> pedomanoperasional DAK;ii. pengendalian pelaksanaan DAK;iii. penatausahaan pendapatan DAK;iv. pengesahan dokumen sebagai dasarpelaksanaan DAK;v. penetapan anggaran kas;vi. penetapan SPD;vii. pelaksanaan penempatan uang yangbersumber dari DAK;viii. pelaksanaanpembayaranberdasarkan permintaan pejabatpengguna anggaran atas bebanrekening kas umum daerah;ix. pelaksanaan sistem akuntansi <strong>dan</strong>pelaporan keuangan DAK di daerah;x. pelaksanaan konfirmasi <strong>dan</strong>pemantauan penyaluran DAK sesuaitahapan dari rekening kas negara kerekening kas daerah pada bank/<strong>dan</strong>atau lembaga keuangan lainnya yangditunjuk;xi. penyajian informasi keuangan DAK diDaerah; <strong>dan</strong>xii. pelaksanaan kebijakan <strong>dan</strong> pedomanpenghapusan barang milik daerahyang bersumber dari DAK.90 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IVEvaluasi DAK saat ini4.1 Issu-issu Utama4.1.1 Kerangka legal <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>Melalui diksusi-diskusi tematik (Focus GroupDiscussion) 37 <strong>dan</strong> diskusi dengan narasumberdari akademisi, dari daerah <strong>dan</strong> pusat(khususnya Tim Teknis White Paper DAKdari BAPPENAS, Kementerian Keuangan<strong>dan</strong> Kementerian Dalam Negeri), studi inimengungkap berbagai isu/permasalahanberikut ini.Pada Bab III telah disebutkan beberapaUn<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> Peraturan yang menjadilandasan hukum DAK. Namun, sejauhini masih dirasakan a<strong>dan</strong>ya kekosonganinstrumen hukum. Sampai saat ini payunghukum berupa Peraturan Pemerintah(PP) untuk DAK belum tersedia, padahal37 Focus Group Discussion (FGD) berturut-turutdiadakan tanggal 2 Desember 2010 di Hotel SalakBogor, tanggal 26-27 Mei 2011 di Hotel SantikaBandung, <strong>dan</strong> terakhir tanggal 15-16 Agustus2011 di Hotel Sheraton Bandung.ini merupakan amanat-amanat Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g, yaitu pasal 162 ayat 4 UU Nomor32/2004 <strong>dan</strong> pasal 42 UU Nomor 33/2004.Begitu juga payung hukum berupa PeraturanPemerintah (PP) untuk pengalihan <strong>dan</strong>aDekonsentrasi <strong>dan</strong> Tugas Pembantuanmenjadi DAK sebagaimana diamanatkanpasal 108 UU Nomor 33/2004.Salah satu hal yang belum diatur atau denganjelas atau belum konsisten dalam landasanhukum DAK yang sudah adalah mengenaiperencanaan DAK. Sejauh ini perencanaanDAK belum terintegrasi kedalam proses<strong>dan</strong> mekanisme perncanaan pembangunannasional <strong>dan</strong> daerah (MUSRENBANGDA <strong>dan</strong>MUSRENBANGNAS). Sementara itu, RKPsetiap tahunnya telah menetapkan bi<strong>dan</strong>g<strong>dan</strong> jenis-jenis kegiatan DAK; se<strong>dan</strong>gkan PP55/2005 mengamanatkan tidak demikian.Ketidak sepahaman para pihak kelihatannyaantara lain berkaitan dengan Pasal 52 ayat 1yang terkesan mengamanatkan bahwa RKPsemestinya cukup hanya memuat tentangprogram-program DAK (beserta indikatorindikatorkinerja yang spesifik); se<strong>dan</strong>gkankegiatan-kegiatan ditentukan secarabersama-sama oleh BAPPENAS, KementerianWhite Paper91


Volume 2Keuangan <strong>dan</strong> Kementerian Teknis Terkait,atau dengan kata lain tidak perlu diperincidalam RKP. Perinciam jenis-jenis kegiatanDAK dalam RKP akan berimplikasi padaketidakfleksibelan penganggaran yangtermasuk ranah (domain) kementeriankeuangan.Sebagian kekosongan instrumen hukum DAKtelah pula direspon oleh Kementerian DalamNegeri melalui Permendagri Nomor 20 tahun2009 tentang Pedoman Pengelolaan DAKdi Daerah. Namun, Permendagri tersebuttentunya mengatur ranah hilir sementarapersoalan di hulu (pusat) masih belumterselesaikan.4.1.2 Perencanaan <strong>dan</strong>Pengalokasian <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong><strong>Khusus</strong>Topik bahasan ini dimulai dengan issuissupenting perencanaan DAK. Setelah itudijelaskan mengenai beberapa fakta <strong>dan</strong>permasalahan alokasi DAK. <strong>Analisis</strong> lebihmendalam mengenai efisiensi (allocativeefficiency) <strong>dan</strong> efektifitas pengalokasianDAK kami sajikan pada Topik 4.3Sejauh ini perencanaan <strong>dan</strong> pengambilankeputusan pengalokasian DAK kepadadaerah-daerah dilakukan secara top-down.Ba<strong>dan</strong> Perencanaan Pembangunan Daerah(BAPPEDA) sebagai institusi perencanaandi kabupaten/kota tidak terlibat dalamperencanaan program/kegiatan-kegiatanyang akan di<strong>dan</strong>ai dengan DAK. Demkianpula, Pemerintah Propinsi khususnyaGubernur sebagai wakil Pemerintah, tidakjelas peranannya dalam pengelolaan DAK.Dengan kata lain, perencanaan DAK kurangterintegrasi kedalam siklus <strong>dan</strong> mekanismeperencanaan pembangunan nasional <strong>dan</strong>daerah (tidak melalui MUSRENBANGDA<strong>dan</strong> MUSRENBANGNAS). Hal ini tidakkonsisten dengan definisi DAK sebagaimanadiamanatkan dalam PP 55/2005. Kajian inimengungkap bahwa formulasi penentuan <strong>dan</strong>perhitungan DAK sejauh ini tidak saja rumit,tetapi juga memungkinkan semua daerahmenerima DAK terlepas dari kemampuanfiskalnya. Lebih jauh lagi, penggunaanformula perhitungan yang membutuhkansetidaknya 50 variabel atau bahkan sampai100 variabel (ADB, 2011), membuat DAKmenjadi tidak bisa diprediksi <strong>dan</strong> cukupbesar variasinya dari tahun ke tahun. Haldemikian menyulitkan perencanaan <strong>dan</strong>penganggaran di daerah. Kesulitan menjadibertambah karena informasi tentang DAKyang akan diterima daerah belum tersediadari Pemerintah Pusat bahkan sampai padasaat pengesahan APBD. Tanpa informasitersebut daerah tidak dapat mengalokasikan<strong>dan</strong>a pendamping sebesar 10% dalam APBDnyasebagaimana diamanatkan PP 55 Tahun2005, kecuali dalam APBD Perubahan yangsudah pasti berdampak kepada implementasikegiatan-kegiatan.92 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniDisamping masalah-masalah tersebut di atasmasih terdapat kendala lain menyangkutperencanaan <strong>dan</strong> penganggaran DAK. Setiaptahunnya RKP memerinci bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>gbahkan sampai kepada jenis-jenis kegiatanyang akan di<strong>dan</strong>ai dengan DAK. Bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>g<strong>dan</strong> jenis-jenis kegiatan tersebut terusbertambah dari tahun ke tahun, meski punpada prinsipnya prioritas tetap dipertahankanpada tiga sektor yakni pendidikan, kesehatan<strong>dan</strong> infrastruktur. Namun tidak semua sektor<strong>dan</strong> perincian jenis kegiatan yang disertaidengan rumusan output-output yangterukur. Disisi lain, proporsi DAK dalam APBNtidak ada ketentuan yang mengaturnyasejauh ini, <strong>dan</strong> dalam kecil peluang untukmeningkatkan alokasinya dalam kondisianggaran yang terbatas. Kondisi yangdemikian serta ketiadaan output-output yangterukur tentunya menyulitkan penganggaran.Selanjutnya adalah gambaran mengenaialokasi <strong>dan</strong> daerah-daerah penerima DAK.Sesuai dengan definisinya, <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong><strong>Khusus</strong> (DAK) adalah <strong>dan</strong>a yang bersumberdari pandapatan APBN yang dialokasikankepada daerah tertentu dengan tujuan untukmembantu men<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yangmerupakan urusan daerah <strong>dan</strong> sesuai denganprioritas nasional. Dalam pelaksanaannyaDAK yang dialokasikan sejak tahun 2003mengalami perkembangan yang cukupsignifikan dari tahun ketahun, baik darisisi besaran alokasi maupun dari cakupanbi<strong>dan</strong>g yang di<strong>dan</strong>ai dari DAK. Tabel 2.6memperlihatkan bahwa pada tahun 2003alokasi DAK adalah sebesar Rp.2.269.- milyar,<strong>dan</strong> hanya dialokasikan untuk 5 bi<strong>dan</strong>g yaitupendidikan, kesehatan, prasarana jalan,prasarana irigasi <strong>dan</strong> prasarana pemerintah.Selanjutnya, pada tahun 2010 jumlahalokasi DAK menjadi Rp.21.133,3 milyarserta jumlah bi<strong>dan</strong>g yang menerimanyamenjadi 14 bi<strong>dan</strong>g. Secara total, dari tahun2003 hingga tahun 2010 jumlah alokasiDAK adalah sebesar Rp.104.940,5 milyar,yang dialokasikan ke sejumlah Kabupaten/Kota sebesar Rp.101.825,3 milyar <strong>dan</strong> kesejumlah Propinsi sebesar Rp.3.115,2 milyar.Tabel 2.6 Perkembangan <strong>Alokasi</strong> DAK Tahun 2003 – 2010(Dalam juta rupiah)TAHUN 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010Kabupaten 2.125.800 2.838.500 3.994.000 11.569.800 17.094.100 20.439.635 23.459.123 20.304.331Provinsi 143.200 20.000 762.506 1.360.466 829.052Total DAK 2.269.000 2.838.500 4.014.000 11.569.800 17.094.100 21.202.141 24.819.589 21.133.383*) <strong>Alokasi</strong> DAK ReboisasiSumber: Diolah dari data Departemen KeuanganWhite Paper93


Volume 2Tabel 2.7 Perkembangan <strong>Alokasi</strong> DAK Per Bi<strong>dan</strong>g Tahun 2003-2010BIDANGTAHUN2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010Pendidikan 625.000 652.600 1.221.000 2.919.525 5.195.290 7.015.420 9.334.882 9.334.882Kesehatan * 375.000 456.180 620.000 2.406.795 3.381.270 3.817.370 4.017.370 2.829.760Infrastruktur Jalan 842.500 839.050 945.000 2.575.705 3.113.060 4.044.681 4.500.917 2.810.207Infrastruktur Irigasi 338.500 357.200 384.500 627.675 858.910 1.497.230 1.548.980 968.402Infrastruktur Air Minum**203.500 608.000 1.062.370 1.142.290 1.142.290 357.232Infrastruktur Sanitasi 357.232Kelautan <strong>dan</strong> Perikanan 305.470 322.000 775.675 1.100.360 1.100.360 1.100.360 1.207.840Pertanian 170.000 1.094.875 1.492.170 1.492.170 1.492.170 1.543.633Prasarana Pemerintah 88.000 228.000 148.000 448.675 539.060 362.000 562.000 386.253Lingkungan Hidup 112.875 351.610 351.610 351.610 351.610Keluarga Berencana *** 279.010 329.010 329.010Kehutanan 100.000 100.000 250.000Sarana <strong>dan</strong> PrasaranPerdesaan190.000 300.000Perdagangan 150.000 107.323Total 2.269.000 2.838.500 4.014.000 11.569.800 17.094.100 21.202.141 24.819.589 21.133.383Sumber: Diolah dari data Departemen KeuanganKeterangan:*) Bi<strong>dan</strong>g Kesehatan 2009 terdiri dari:1. Pelayanan Dasar2. Pelayanan Rujukan**) Tahun 2009 adalah Bi<strong>dan</strong>g Air Minum <strong>dan</strong> Sanitasi***) Tahun 2008 adalah Bi<strong>dan</strong>g Kependudukan94 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniSecara lebih detail, jumlah bi<strong>dan</strong>g yangdi<strong>dan</strong>ai DAK meningkat dari tahun ke tahun,pada awalnya yaitu tahun 2003 hanyaterdapat 5 bi<strong>dan</strong>g saja yang mendapatkanalokasi DAK yaitu bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g Pendidikan,Kesehatan, Infrastruktur Jalan, InfrastrukturIrigasi serta Prasarana Pemerintahan denganjumlah alokasi sebesar Rp. 2.269. milyar.Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2004,terdapat satu bi<strong>dan</strong>g baru yaitu Bi<strong>dan</strong>gKelautan <strong>dan</strong> Perikanan yang menerimaalokasi DAK dengan demikian jumlah bi<strong>dan</strong>gyang menerima alokasi DAK pada tahun inimenjadi 6 bi<strong>dan</strong>g dengan alokasi sebesar Rp.2.838,5 milyar.Pada tahun 2005 terdapat 2 bi<strong>dan</strong>g baruyang menerima alokasi DAK yaitu Bi<strong>dan</strong>gInfrastruktur Air Bersih <strong>dan</strong> Bi<strong>dan</strong>g Pertaniansehingga dengan demikian pada tahun inijumlah bi<strong>dan</strong>g yang menerima alokasi DAKmenjadi 8 bi<strong>dan</strong>g dengan alokasi sebesarRp.4.014. milyar.Pada tahun 2006 terdapat tambahan satubi<strong>dan</strong>g baru yang menerima alokasi DAKyaitu Bi<strong>dan</strong>g Lingkungan Hidup, sehinggapada tahun 2009 jumlah bi<strong>dan</strong>g yangmenerima alokasi DAK menjadi 9 bi<strong>dan</strong>gdengan jumlah alokasi sebesar Rp.11.569,8milyar.Hampir setiap tahun (kecuali tahun 2007)terdapat penambahan bi<strong>dan</strong>g baru yangmenerima alokasi DAK, sehingga padatahun 2010 terdapat sebanyak 14 bi<strong>dan</strong>gyaitu Pendidikan, Kesehatan, InfrastrukturJalan, Infrastruktur Irigasi, Infrastruktur AirMinum, Infrastruktur Sanitasi, Kelautan<strong>dan</strong> Perikanan, Pertanian, PrasaranaPemerintahan, Lingkungan Hidup, KeluargaBerencana, Kehutanan, Sarana <strong>dan</strong> PrasaranaPerdesaan <strong>dan</strong> Perdagangan yang menerimaalokasi DAK dengan jumlah alokasi sebesarRp.21.133,3 milyar.Penambahan bi<strong>dan</strong>g ini, khususnya ditahun 2010 secara implisit merupakanpengejawantahan dari upaya membenahipermasalahan masih tumpang tindihnyabi<strong>dan</strong>g yang yang diemban oleh DAKdengan bi<strong>dan</strong>g yang dibiayai oleh K/L melaluiskema <strong>Dana</strong> Dekonsentrasi <strong>dan</strong> <strong>Dana</strong> TugasPembantuan. Secara angka, makna impisitini dapat dijustifikasi oleh menurunnyaalokasi <strong>dan</strong>a Dekon <strong>dan</strong> TP pada tahun 2010dengan laju yg lebih besar dibandingkan lajupenurunan alokasi <strong>dan</strong>a DAK pada tahunyang sama (negatif 38.15% dibandingnegatif 14.85%). Tabel 2.8 secara sederhanamembandingkan perkembangan jumlahalokasi yang terjadi pada 3 tahun terakhirpada <strong>Dana</strong> Dekon, TP <strong>dan</strong> DAKTabel 2.8 PerbandinganPertumbuhan alokasi DAK, Dekon<strong>dan</strong> Tugas Pembantuan, 2008-2010(Dalam persen)Jenis <strong>Dana</strong>Tahun2008 2009 2010DAK 24.03 17.06 (14.85)Dekonsentrasi 2.37 33.22 (38.15)TugasPembantuan(20.95) 12.91 (4.85)Sumber: DJPK, Kemenkeu 2010; (Angka dalam kurungadalah nilai negatif)Dari tahun 2003 hingga tahun 2010 jumlahPropinsi maupun Kabupaten/Kota yangmenerima laoksi DAK cenderung selalumeningkat (kecuali Propinsi). Pada tahun2003 terdapat 24 Propinsi yang menerimaalokasi DAK Propinsi, pada tahun berikutnyaWhite Paper95


Volume 2tidak ada Propinsi yang menerima alokasiDAK, sementara itu pada tahun 2005 hanya 2Propinsi yang menerima alokasi DAK Propinsi,2 tahun berikutnya tidak ada provinsi yangmenerima alokasi DAK Propinsi. Tiga tahunberikutnya yaitu tahun 2008, 2009 <strong>dan</strong>2010 terdapat berturut-turut 24, 28 <strong>dan</strong>32 Propinsi yang menerima alokasi Propinsi.Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.9.Seiring dengan a<strong>dan</strong>ya pemekaranKabupaten/Kota, maka jumlah Kabupatenmaupun Kota yang menerima alokasiDAK terus meningkat. Bila pada tahun2003 hanya terdapat 265 Kabupaten yangmenerima alokasi DAK Kabupaten makapada tahun 2010 terdapat 398 Kabupatenyang menerima alokasi DAK, yang berartiselama kurun waktu tersebut jumlahKabupaten yang menerima alokasi DAKmeningkat hampir 50%. Demikian jugadengan jumlah Kota yang menerima alokasiDAK, bila pada awalnya hanya terdapat 65Kota yang menerima alokasi DAK, makapada tahun 2010 terdapat 93 Kota yangmenerima alokasi DAK, yang berarti selamakurun waktu antara tahun 2003 hingga2010 jumlah Kota yang menerima alokasiDAK mengalami peningkatan hampir 50%.Sementara diketahui pula bahwa padatahun 2010 terdapat total 530 daerah;terdiri dari: 33 provinsi, 398 Kabupaten, 93Kota, 1 Kabupaten administratif <strong>dan</strong> 6 KotaAdministratif.Sehingga patut dicatat bahwa jumlah daerahpenerima DAK sebesar 490 bila dibandingkandengan total daerah di Indonesia telahmencapai 93%. Sehingga besaran jumlahdaerah penerima DAK ini tidak mencerminkansama sekali unsur ‘kekhususan’/tertentuyang diamanatkan oleh UU <strong>dan</strong> definisi DAKsecara universal.Dari perspektif narasumber yangterlibat dalam FGD, terungkap berbagaipermasalahan berikut ini, sebahagiannyakonsisten dengan atau menguatkan temuantemuantersebut di atas, antara lain:Tabel 2.9 Perkembangan Jumlah Daerah Penerima <strong>Alokasi</strong> DAK Tahun 2003-2010TahunJumlah PenerimaProvinsi Kabupaten Kota Kab <strong>dan</strong> Kota2003 24 265 65 3302004 - 283 71 3542005 2 305 72 3772006 - 348 86 4342007 - 348 86 4342008 24 363 88 4512009 28 386 91 4772010 32 398 93 491Sumber: Diolah dari data Departemen Keuangan96 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat ini Bi<strong>dan</strong>g alokasi DAK seringkali tidakkonsisten dengan prioritas nasionalsebagaimana tercantum dalam RKP,padahal tujuan dari DAK adalah untukmen<strong>dan</strong>ai kegiatan yang merupakanurusan pemerintah daerah akan tetapimerupakan prioritas nasional – dalamRKP selalu ada prioritas tahunan yangditetapkan secara nasional; Penentuan mekanisme seleksi wilayahpenerima alokasi DAK melalui kriteriaumum hampir serupa dengan kriteriaDAU; A<strong>dan</strong>ya peningkatan jumlah indikatorindikatorkriteria khusus, yang ditetapkanoleh pemerintah pusat, berimplikasi padapelebaran lingkup karakteristik daerahyang dapat menerima DAK; Seiring kenaikan jumlah anggaran, jumlahbi<strong>dan</strong>g penerima DAK terus meningkatpula dari tahun ke tahun, sehinggaterkesan penentuan daerah penerimaDAK menjadi lebih penting dibandingkanfocus pada bi<strong>dan</strong>g penerima DAK; Inkonsistensi penggunaan indikator dalampenetapan kriteria teknis per bi<strong>dan</strong>gkegiatan. Kriteria teknis yang berubahberubahdapat menyulitkan evaluasi antarwaktu dari kebijakan pelaksanaan DAK; <strong>Permasalahan</strong> mengenai kebijakanketentuan besaran <strong>dan</strong>a pendampingDAK. Ketentuan <strong>dan</strong>a pendamping 10%di satu sisi mendorong komitmen daerah,namun di sisi lain menjadi disinsentif bagidaerah miskin untuk memperoleh DAK,memberatkan daerah; Hingga saat ini sumber pembiayaan DAKmasih bersifat ad-hoc, sehingga tidaksesuai dengan reformasi anggaran publiksecara keseluruhan yang menetapkanMTEF sebagai acuan penganggaran; Dengan semakin banyaknya jumlahbi<strong>dan</strong>g kegiatan <strong>dan</strong> sub-bi<strong>dan</strong>g kegiatanbaru yang di<strong>dan</strong>ai oleh DAK memberikanindikasi tidak jelasnya misi dari kegiatantersebut. Yang akhirnya memberikanindikasi kebijakan bahwa kegiatan DAKdianggap sebagai kegiatan rutinitas bukanlagi kegiatan khusus untuk persoalankhusus. <strong>Permasalahan</strong> lainnya mengenaiDAK ini, ditemukan bahwa prosedurpengalokasiannya kurang dikoordinasikandengan pengalokasian <strong>dan</strong>a dekonsentrasi<strong>dan</strong> tugas pembantuan. Sementara terkaithal pelaporan, tidak banyak Pemda yangmelakukannya.4.1.3 Implementasi <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong><strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> kendala dalammengimplementasikan kegiatan-kegiatanyang di<strong>dan</strong>ai DAK bermula sejak perencanaansebagaimana disimpulkan terdahulu padasub-topik 4.1.2. Pada tahap selanjutnyaimplementasi DAK menghadapi berbagaimasalah/kendala yang saling berkaitanantara lain: Ketersediaan petunjuk pelaksanaan <strong>dan</strong>petunjuk teknis tahunan sering terlambat; Juklak <strong>dan</strong> juknis DAK sering berubahubah<strong>dan</strong> kurang memerhatikankebutuhan daerah karena kurangnyapemetaan/ pemahaman kekhususan/kebutuhan daerah; Petunjuk-petunjuk tersebut terlaluterperinci mengatur penggunaan inputinput<strong>dan</strong> kaku (input-oriented,bukannya output-oriented);White Paper97


Volume 2 Relatif kecilnya pagu nasional DAKdibanding dengan kebutuhan <strong>dan</strong>dampak yang diharapkan; Batasan penggunaan DAK sesuaiperaturan perun<strong>dan</strong>gan yang ada masihmenekankan ada kegiatan fisik, sehinggakurang dapat mengakomodasi kebutuhanterhadap perencanaan kegiatan secarautuh; Akibat permasalahan/kendala tersebut,sebahagian daerah kesulitan menyerapatau memanfaatkan DAK sesuai sasaransasaranyang ditetapkan.4.1.4 Monitoring <strong>dan</strong>Evaluasi <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong><strong>Khusus</strong>Penilaian proses <strong>dan</strong> dampak DAK sejauhini belum dilaksanakan secara terintegrasi<strong>dan</strong> sistematis. Sejauh ini belum tersediapedoman monitoring <strong>dan</strong> evaluasi dampakDAK di tingkat pusat, provinsi maupunKabupaten kota. Bahkan sejauh ini tidaktersedia anggaran (yang memadai) untukmelakukan monitoring <strong>dan</strong> evaluasi DAK baikdi tingkat pusat maupun daerah.Petunjuk monitoring <strong>dan</strong> pelaporan DAKyang diterbitkan secara sektoral tidak sajakaku <strong>dan</strong> terlalu fokus pada proses, tetapijuga sangat membebani daerah (lihat pulastudi ADB, 2011). Dengan ketiadaandukungan <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> instrument monitoringyang fleksibel <strong>dan</strong> efektif, institusi-institusipusat <strong>dan</strong> daerah tidak dapat berkoordinasi<strong>dan</strong> melaksanakan monitoring secara aktif.Pelaporan pelaksanaan DAK daeri daerahsering terlambat. Di sisi lain, sasaransasaranDAK ang akan diukur pencapaiannyaseringkali tidak jelas. Oleh sebab itu, sistemmonitoring DAK yang sentralistis menjaditidak efektif. Studi ADB (2011) mengungkappula bahwa keterbatasan sarana <strong>dan</strong>kapasitas baik di pusat maupun daerah,termasuk faktor kunci yang membuatmonitoring <strong>dan</strong> evaluasi tidak efektif. Lebihjauh terungkap bahwa meskipun daerahdaerahtelah mengirim laporan DAK secaraberkala, mereka tidak pernah menerimatanggapan (feedbacks) dari pusat.4.2 Pengaruh DAK dalamKapasitas KeuanganDaerah<strong>Alokasi</strong> DAU berperan dalam mengurangikesenjangan keuangan antar daerah(kesenjangan horisontal) yang ditunjukkanoleh nilai koefisien variasi pada Tabel 2.10yang semakin menurun selama periodetahun 2005-2009. Dengan a<strong>dan</strong>ya alokasiDAK, kesenjangan fiskal antar daerahsemakin berkurang (meskipun tidak begitusubstansial) sebagaimana ditunjukkan olehnilai koefisien variasi yang semakin menurun.Pada tahun 2005 misalnya, alokasi DBHnilai koefisien variasinya 1,93; kemudiandengan dialokasikannya DAU nilai koefisienvariasi menurun menjadi 0,64; selanjutnya,pengalokasian DAK mengurangi koefisienvariasi menjadi 0,61.Selanjutnya, Tabel 2.11 memperlihatkananalisis profil daerah penerima DAK perkapita tahun 2008-2009, dikaitkan dengankemampuan keuangan daerah melaluiindeks fiskal neto (IFN). Hasil pada Tabel 2.11mengungkapkan bahwa sekitar 70% daerah98 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniTabel 2.10 Koefisien Variasi <strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong> Perimbangan Kabupaten/KotaTahun 2005-2009Jenis <strong>Dana</strong>Perimbangan2005 2006 2007 2008 2009DBH 1,93 2,63 2,39 2,28 1,85DBH + DAU 0,64 0,68 0,61 0,48 0,55DBH + DAU + DAK 0.61 0,63 0,55 0,44 0,50Sumber: DJPK, Kemenkeu 2010Tabel 2.11 Distribusi Penerima DAK Per Kapita berdasarkan Kapasitas Fiskal(APBD 2008 sampai dengan 2009)KapasitasFiskalTinggiRendahNN%N%DAK/ Kapita dibawahMedian14883.19130.4DAK/ kapita diatasMedian3016.920869.6Total17837.329962.7Total Jumlah 239 238 477Sumber: DJPK, Kemenkeu diolah kembaliyang kapasitas fiskalnya rendah, menerimaDAK diatas nilai tengah (median). Ini berartibahwa pengalokasian DAK memang lebihditujukan untuk ekualisasi fiskal, <strong>dan</strong> telahbias dari tujuan kekhususannya. Temuanini memperkuat fakta pada Tabel 2.10,bahwa pengaloakasian DAK mengurangikesenjangan kapasitas fiskal.Tabel 2.12 <strong>dan</strong> Tabel 2.13 berturut-turutmemperlihatkan hubungan korelasi antaraDAK dengan penerimaan daerah <strong>dan</strong> IPMpada daerah-daerah dengan kapasitasfiskal tinggi <strong>dan</strong> kapasitas fiskal rendah.Penerimaan daerah tersebut meliputi pajakdaerah, pendapatan asli daerah (PAD),retribusi daerah, hasil perusahaan daerah(HPD), DAU, <strong>dan</strong> PDRB (data rata-rata 2004-2009) maka dapat digambarkan berturutturutpada Tabel 2.12 <strong>dan</strong> Tabel 2.13:Besaran DAK ternyata cenderung berkorelasisecara positif <strong>dan</strong> signifikan dengan besaranDAU saja; ini berarti bahwa penerimaanalokasi DAK sangat tergantung secara positifpada besaran alokasi DAU. Dengan kata lainesensi ‘kekhususan’ DAK perlu dipertanyakanterlebih bila melihat pula korelasi negatif<strong>dan</strong> signifikan antara alokasi DAK dengankomponen kapasitas fiskal daerah sepertipajak daerah, retribusi daerah, bahkandengan total PAD. Mereka yang lemahsecara kapasitas fiskal akan mendapatkanperimbangan (ekualisasi) melalui kucuranalokasi <strong>dan</strong>a DAK. Kondisi ini konsistenterjadi pada daerah yang termasuk highcapacity maupun low capacity.Namun bukan berarti esensi ‘kekhususan’tidak mendapatkan perhatian sama sekali;karena bila mengasumsikan bahwa IPM <strong>dan</strong>White Paper99


Volume 2Tabel 2.12 Korelasi DAK dengan penerimaan daerah pada kabupaten/kotadengan kapasitas fiskal tinggiVariabel Variabel Koef KorelasiDAK Pajak Daerah -0.203**** Significant at =10%** Significant at =5%*** Significant at =1%PAD -0.228***Restribusi Daerah -0.237***Hasil Perusahaan Daerah -0.111***DAU 0.413***IPM -0.512***PDRB -0.323***Tabel 2.13 Korelasi DAK dengan penerimaan daerah pada kabupaten/kotadengan kapasitas fiskal rendahVariabel Variabel Koef KorelasiDAK Pajak Daerah -0.189**** Significant at =10%** Significant at =5%*** Significant at =1%PAD -0.161***Restribusi Daerah -0.172***Hasil Perusahaan Daerah 0.093DAU 0.416***IPM -0.417***PDRB -0.127***PDRB adalah penentu ‘kekhususan’ sebuahdaerah maka memang betul penerimaanalokasi DAK berbanding terbalik sertasignifikan dengan kinerja IPM <strong>dan</strong> PDRB,daerah yang memiliki kinerja IPM <strong>dan</strong>PDRB rendah kemungkinan besar akanmemperoleh kucuran <strong>dan</strong>a alokasi DAK yangbesar. Kondisi ini juga konsisten terjadi padadaerah yang termasuk high capacity maupunlow capacity.Dengan demikian bahasan selanjutnyaadalah menilai efektifitas pengalokasian DAKselama kurun waktu 2003 sampai dengan2010 dengan upaya memperoleh gambaranyang lebih “clear” tentang hasil ambigu100 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniyang digambarkan dari konsistennya esensi‘kekhususan’ DAK sesuai dengan amanatUn<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g dengan esensi ekualisasiyang seharusnya lebih berat porsinya padapengalokasian DAU.4.3 EfektifitasPengalokasian DAK4.3.1 Diagram Pencar antaraDAK dengan DAUDari pembahasan sebelumnya makadapat dihipotesakan bahwa daerah yangmendapatkan alokasi DAU yang besar karenarendahnya kapasitas fiskal daerah akanmendapatkan pula alokasi <strong>dan</strong>a DAK yangbesar pula, demikian juga sebaliknya.Analisa diagram pencar (Gambar 2.6)menempatkan alokasi DAK pada sumbuhorisontal <strong>dan</strong> alokasi DAU pada sumbuvertikal, pada tahun 2003 di kuadran Iterdapat 69 (14,44%) kabupaten/kota yangmenerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong>alokasi DAU juga diatas rata-rata. Se<strong>dan</strong>gkanpada kuadran II terdapat 93 (19,46%)kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU dibawah rata-rata. Lalu dikuadran IIIterdapat 233 (48,74%) kabupaten/kota yangmenerima alokasi DAK dibawah rata-rata<strong>dan</strong> menerima alokasi DAU dibawah ratarata.<strong>dan</strong> kuadran IV terdapat 83 (17,36%)kabupaten/kota yang menerima alokasi DAKdibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU diatas rata-rata.Dengan demikian dapat dikatakan bahwapada tahun 2003 sebagian besar (48,74%)kabupaten/kota yang menerima alokasiDAU dibawah rata-rata menerima pula DAKdibawah rata-rata.Kecenderungan pola perkembangan alokasiDAK <strong>dan</strong> DAU ini secara identik juga terjadipada tahun-tahun selanjutnya yaitu dariGambar 2.6 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2003KUADRAN DAK DENGAN DAU ALOKASI TAHUN 2003(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IV800.00KUADRAN IDAU18.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IIIKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH69 93 233 63 47814,44 19,46 46,74 17,36 100Sumber: DJPK, Kemenkeu, diolah kembaliWhite Paper101


Volume 2Gambar 2.7 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2009KUADRAN DAK DENGAN DAU ALOKASI TAHUN 2009(KABUPATEN/KOTA)1.200.000KUADRAN IVKUADRAN IDAU120.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IIIKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH129 105 184 60 47826,99 21,97 38,49 12,55 100Sumber: Pengolahan datatahun 2004 s.d. 2009 (lihat Lampiran 2.2Lampiran 2.6). Pada tahun 2009 (Gambar2.7) di kuadran I masih terdapat 129 (26,99%)kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU jugadiatas rata-rata. Di kuadran II terdapat 105(21,97%) kabupaten/kota yang menerimaalokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerimaalokasi DAU dibawah rata-rata. Se<strong>dan</strong>gkanpada kuadran III terdapat 184 (38,49%)kabupaten/kota yang menerima alokasi DAKdibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU dibawah rata-rata. Sementara itu dikuadran IV terdapat 60 (12,55%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawahrata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU diatasrata-rata.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasejak tahun 2003 sampai dengan 2009 polasebaran alokasi antara DAK <strong>dan</strong> DAU relatifmirip yaitu sebagian besar berada di kuadranIII, kemudian di kuadran II berikutnya dikuadran IV <strong>dan</strong> terakhir di kuadran I.4.3.2 Scatter diagram antaraDAK dengan DAU+DBHSelain DAU, jenis transfer lain yaitu DBH jugaperlu diperhitungkan karena esensi prestasi<strong>dan</strong> kinerja pengumpulan pajak dari daerahturut menentukan pula kapasitas fiskalnya.Dengan DAU <strong>dan</strong> DBH yang tinggi diharapkandaerah mendapatkan perimbangankeuangan yang cukup memadai sehinggakelayakan daerah <strong>dan</strong> besaran alokasi <strong>dan</strong>aDAK bisa lebih dikaitkan dengan esensi‘kekhususan’ <strong>dan</strong> tidak bertabrakan denganesensi ekualisasi yang diemban DAU.Dalam bagian ini akan dianalisa hubunganantara alokasi DAK dengan DAU+DBHdengan upaya memetakan implementasi dariesensi ‘kekhususan’ yang dimiliki oleh DAKsesuai dengan amanat un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g.102 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniBerdasarkan Gambar 2.8, pada tahun 2005 dikuadran I terdapat 78 (16,32%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas ratarata<strong>dan</strong> alokasi DAU+DBH juga diatas ratarata.Di kuadran II terdapat 140 (29,29%)kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU+DBH dibawah rata-rata. Sementaraitu di kuadran III terdapat 170 (35,56%)kabupaten/kota yang menerima alokasi DAKdibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAUdibawah rata-rata. Kemudian kuadran IVterdapat 90 (18,83%) kabupaten/kota yangmenerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong>menerima alokasi DAU diatas rata-rata.Dengan demikian dapat dikatakan bahwapada tahun 2005 sebagian besar (36%)kabupaten yang menerima alokasi DAU+DBHdibawah rata-rata menerima pula DAKdibawah rata-rata.Pola serupa terjadi pada tahun 2006 sampaidengan 2009 dimana pada tahun 2009(Lampiran 2.9) di kuadran I terdapat 106(22,18%) kabupaten/kota yang menerimaalokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasiDAU+DBH juga diatas rata-rata. Kemudian dikuadran II terdapat 128 (26,78%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatasrata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU+DBHdibawah rata-rata. Selanjutnya di kuadran IIIterdapat 170 (35,56%) kabupaten/kota yangmenerima alokasi DAK di bawah rata-rata<strong>dan</strong> menerima alokasi DAU+DBH dibawahrata-rata. Dan di kuadran IV terdapat 74(15,48%) kabupaten/kota yang menerimaalokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerimaalokasi DAU+DBH diatas rata-rata.Kesimpulan dari bahasan ini adalah bahwapola sebaran alokasi antara DAK denganDAU+DBH dari tahun ke tahun hampir samaGambar 2.8 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun2005KUADRAN DAK DENGAN DAU + DBH ALOKASI TAHUN 2005(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IV2.000.000KUADRAN IDAU + DBH25.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IIKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH78 140 170 90 47816,32 29,29 35,56 18,83 100Sumber: Pengolahan dataWhite Paper103


Volume 2Gambar 2.9 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun2009KUADRAN DAK DENGAN DAU + DBH ALOKASI TAHUN 2009(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IV2.500.000KUADRAN IDAU + DBH120.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH106 128 170 74 47822,18 26,78 35,56 15,48 100KUADRAN IISumber: Pengolahan datayaitu yang terbanyak berada di kuadranIII, berikutnya dikuadran II, selanjutnyadi kuadran I <strong>dan</strong> terakhir di kuadran IV,sehingga memperkuat hipotesa bahwapenentuan daerah alokasi <strong>dan</strong>a DAK lebihbanyak ditekankan pada esensi upayaekualisasi dibandingkan esensi ‘kekhususan’suatu daerah.4.3.3 DAK <strong>dan</strong> DAU perKapitaPatut pula dicatat bahwa tujuan a<strong>dan</strong>yaperimbangan keuangan pusat daerahdiarahkan pada upaya memberikan pelayananpublik yang lebih baik sehingga besaran DAUyang pada formulasi alokasinya terlihat lebihmengarah pada upaya ekualisasi horizontalsebenarnya harus diimplisitkan sebagaiupaya penyampaian penyediaan barang <strong>dan</strong>jasa publik yang lebih baik pada pendudukatau konstituennya. Dengan kata lain,besaran DAU seharusnya bisa ditinjau dalamkaitannya dengan penyediaan barang <strong>dan</strong>jasa publik pada populasi daerah penerimaDAU. Esensi ‘‘kekhususan’’ karenanya dapatterlihat bahwa alokasi DAU per kapita yangbesar menunjukkan bahwa upaya pusatmemberikan <strong>dan</strong>a transfer yang cukupdalam mengelola aktifitas pelayanan publiksehingga bila terjadi masalah kurangnyakemampuan daerah dalam melayanikepentingan publiknya akan mendapatkantambahan <strong>dan</strong>a khusus melalui DAK.Dengan memanfaatkan rata-rata alokasitotal <strong>Dana</strong> DAK <strong>dan</strong> DAU per kapita setiapdaerah (menggunakan bentuk logaritmanatural untuk simplikasi) selama periode2003–2006 (Wibowo, Muljarijadi, Rinaldi,2009), yaitu periode dimana jumlah daerahpenerima DAK masih dipertimbangkan wajar,dapat diketengahkan satu gambaran bahwadaerah penerima DAU per kapita tinggimengartikan bahwa kapasitas fiskalnya lebihrendah dibanding daerah lain. Keputusanuntuk memberikan DAK yang juga lebih besarrelatif dibanding daerah lain lebih cenderungmencerminkan upaya equalization daripada104 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniGambar 2.10 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU per kapitatahun 2003-2006 (Kodrat Wibowo, Bagdja Muljarijadi, Rullan Rinaldi, 2009)DAU Per Kapita (Log)12 13 14 15 16IVIII84Kab/Kota(19,35%)84Kab/Kota(19,35%)137 Kab/Kota (31,56%)III129Kab/Kota(29,72%)21 22 23 24DAK (Log)memperhatikan esensi “‘kekhususan’” yangmenempel pada fungsi DAK sesungguhnya.Dari rata-rata periode 2003-2006 (Gambar10) terlihat bahwa justru mayoritas daerahyang menerima alokasi <strong>Dana</strong> DAU per kapitayang tinggi menerima pula kucuran alokasi<strong>dan</strong>a DAK yang besar (31% dari total daerahpenerima DAK). Dengan kata lain esensi‘kehususan DAK’ menjadi tidak jelas.Dapat disimpulkan sementara bahwa terjadikerancuan dalam menentukan esensi‘kekhususan’ daerah yang layak menerimaalokasi <strong>Dana</strong> DAK selama ini karena fungsiekualisasi-nya yang lebih ditonjolkan.4.4 Sebaran Bi<strong>dan</strong>g DAK<strong>dan</strong> Konsentrasi DaerahPropinsi Penerima DAKDengan memanfaatkan pula Bi-Plot analysisterhadap sebaran bi<strong>dan</strong>g yang dibiayaiDAK <strong>dan</strong> variasi konsentrasi daerah Propinsipenerima DAK tahun 2003 s.d. 2010. Terlihatpula permasalahan bahwa masih banyakdaerah penerima DAK yang tidak jelas bi<strong>dan</strong>gkhususnya karena terlalu banyaknya bi<strong>dan</strong>gyang di<strong>dan</strong>ai serta tidak fokusnya daerahdalam menentukan program-program daribi<strong>dan</strong>g yang akan dilaksanakan.Pada tahun 2003 pada saat bi<strong>dan</strong>g prioritasDAK hanya ada 5 buah: pendidikan,kesehatan, infrastruktur jalan, infrastrukturirigasi, <strong>dan</strong> prasarana pemerintahan terlihatbahwa sebaran bi<strong>dan</strong>g pada daerah pemerimaDAK sangatlah bervariasi. Istilah kehususanbaik berdasarkan daerah penerima maupunjenis bi<strong>dan</strong>g tidak terlalu terlihat jelas.Pada Gambar 2.11 terdapat pengelompokanPropinsi Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah,Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat,Sulawesi Tenggara, Bali, Sumatera Barat,Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur,Sulawesi Barat <strong>dan</strong> Sulawesi Selatan untukWhite Paper105


Volume 2program Prasara Pemerintah (P_P), PropinsiDaerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo,Bangka Belitung, Kalimantan Barat <strong>dan</strong>Bengkulu untuk program Pendidikan (Pend),Propinsi Sulawesi Tenggara, Maluku <strong>dan</strong>Maluku Utara untuk program InfrastrukturJalan. Sementara bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yang tidakterkonsentrasi untuk daerah tertentu adalahInfrastruktur Irigasi <strong>dan</strong> Kesehatan.Bi-Plot analysis untuk DAK 2004 pada saatditambahkan bi<strong>dan</strong>g baru yaitu kelautan <strong>dan</strong>perikanan ditampilkan pada Gambar 2.12.Terdapat pengelompokan Propinsi Gorontalo,Sumatera Utara, Sulawesi Utara, KalimantanSelatan, Sulawesi Selatan, Maluku Utara,Kalimantan Barat, Bengkulu, Sulawesi Barat,Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,Sumatera Selatan, Jawa Barat, NanggroeAceh Darusalam, Bangka Beltung, JawaTimur, Papua <strong>dan</strong> Papua Barat untuk bi<strong>dan</strong>gPrasarana Pemerintah (P_P), Propinsi Banten,Maluku, Sulawesi Tenggara, Bali, Lampung,Sumatera Barat, Jambi, Jawa Tengah, DIY<strong>dan</strong> Kalteng untuk bi<strong>dan</strong>g Kelautan <strong>dan</strong>Perikanan serta Propinsi sisanya sama sekalitidak terkonsentrasi untuk bi<strong>dan</strong>g tertentu.Gambar 2.13 menunjukkan analisis sebaranbi<strong>dan</strong>g berdasar propinsi daerah penerimaDAK tahun 2005 dengan tambahan bi<strong>dan</strong>gprioritas Pertanian <strong>dan</strong> Infrastruktur AirMinum. Ditunjukkan bahwa pada tahun2005 terdapat pola pengelompokan PropinsiPapua Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara,Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, SulawesiTengah, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu,Sumatera Barat, Nanggroe Aceh Darusalam,Papua, Maluku <strong>dan</strong> Sumatera Utara untukprogram Prasarana Pemerintah (P_P), PropinsiKaltim untuk program Perikanan, Bantenuntuk Pertanian serta sisanya provinsi laintidak terkonsentrasi untuk bi<strong>dan</strong>g tertentu.Pola sebaran alokasi bi<strong>dan</strong>g DAK berdasarkanpropinsi penerima DAK tahun 2006 dengansatu tambahan bi<strong>dan</strong>g baru yaitu LingkunganHidup dapat dilihat dalam Bi-plot Analysissbb:Gambar 2.11 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi penerima DAK tahun 2003Dimension 2 (28. 7%)Sumber: Pengolahan dataDimension 1 (53,9%)106 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniGambar 2.12 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi penerima DAK tahun 2004Dimension 2 (27. 9%)S umber: Pengolahan dataDimension 1 (59,8%)Gambar 2.13 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi penerima DAK tahun 2005Dimension 2 (16. 9%)Sumber: Pengolahan dataDimension 1 (73,8%)Dapat disimpulkan sementara bahwa padatahun 2006 terdapat pola pengelompokkanuntuk Propinsi Kalimantan Selatan,Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, JawaTimur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, PapuaBarat, Nanggroe Aceh Darusalam, KalimantanBarat, Sumatera Utara, Gorontalo, NusaTenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,Bengkulu, Maluku, Maluku Utara, SulawesiBarat, Sulawesi Tengah, Papua <strong>dan</strong> SulawesiUtara pada semua bi<strong>dan</strong>g pada DAK 2006dengan variasi yang besar serta sisanya adabeberapa provinsi yang tidak terkonsentrasiuntuk bi<strong>dan</strong>g tertentu.White Paper107


Volume 2Pada tahun 2007, bi<strong>dan</strong>g prioritas DAKsama dengan tahun 2006. Gambar2.15 menunjukkan bahwa terdapatpengelompokkan untuk Propinsi Lampung,Maluku, Jambi, Sulawesi Tengah, Papua,Gorontalo <strong>dan</strong> Nusa Tenggara Timur (NTT)pada bi<strong>dan</strong>g Infrastruktur Jalan, PapuaBarat, Sumatera Barat, Sulawesi Utara,Nusa Tenggara Barat (NTB), SumateraUtara, Banten, Sulawesi Selatan, Bengkulu,Kalimantan Barat, Sulawesi Barat <strong>dan</strong>Maluku Utara pada bi<strong>dan</strong>g LingkunganHidup (LH), Perikanan, Air Bersih, Pertanian,Prasarana Umum, Irigasi, Kesehatan <strong>dan</strong>Pendidikan. Masih banyak provinsi yangtidak terkonsentrasi untuk bi<strong>dan</strong>g tertentu.Pola sebaran alokasi bi<strong>dan</strong>g prioritas DAKtahun 2008 dengan penambahan bi<strong>dan</strong>gKeluarga Berencana <strong>dan</strong> Kehutananditunjukkan pada Gambar 2.16 berikut:Dari Gambar 2.16 dapat disimpulkanterdapat pengelompokkan untuk PropinsiSumbar, Riau, Kalteng <strong>dan</strong> Bali pada bi<strong>dan</strong>gPrasarana Pemerintah (P_P) <strong>dan</strong> Irigasi,daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Gorontalo,Nanggroe Aceh Darusalan, Sulawesi Barat,Sulawesi Tenggara, Daerah IstimewaYogyakarta, Bangka Belitung, KalimantanBarat, Kalimantan Selatan, Jambi, NusaTenggara Timur <strong>dan</strong> Maluku Utara padabi<strong>dan</strong>g Kependudukan, Lingkungan Hidup(LH), Perikanan, Air Bersih, Pertanian, Irigasi,Kesehatan, Pendidikan <strong>dan</strong> Jalan.Selanjutnya, pola sebaran alokasi bi<strong>dan</strong>gprioritas DAK tahun 2009 dengan tambahanbi<strong>dan</strong>g baru yaitu sarana <strong>dan</strong> prasaranapedesaan <strong>dan</strong> perdagangan dapat dilihatdalam Biplot Analysis di Gambar 2.17.Terdapat pengelompokkan untuk provinsiLampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur,Daerah Istimewea Yogyakarta, SumateraUtara, Sulawesi Selatan <strong>dan</strong> Jawa Barat padabi<strong>dan</strong>g Pendidikan, daerah Sulawesi Tenggarapada bi<strong>dan</strong>g Jalan, daerah SumateraSelatan, Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara,Kalimantan Selatan <strong>dan</strong> Maluku pada bi<strong>dan</strong>gLingkungan Hidup (LH), Perikanan, Air Bersih,Pertanian, Kesehatan, Prasarana PemerintahGambar 2.14 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi penerima DAK tahun 2006Dimension 2 (14. 6%)Su mber: Pengolahan DataDimension 1 (73,2%)108 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniGambar 2.15 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi penerima DAK tahun 2007Dimension 2 (14. 8%)Sumber: Pengolahan DataDimension 1 (73,5%)Gambar 2.16 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi penerima DAK tahun 2008Dimension 2 (32. 3%)Sumber: Pengolahan DataDimension 1 (42,7 %)(P_P), Kehutanan, Perdagangan, PrasaranaPedesaan <strong>dan</strong> Keluarga Berencana sertabeberapa provinsi yang tidak terkonsentrasiuntuk bi<strong>dan</strong>g tertentu.Untuk alokasi DAK 2010 per propinsi, jikadiperhatikan pada Gambar 2.18 terdapatlima (5) kelompok propinsi yang terbentukyaitu: Riau <strong>dan</strong> Papua Barat pada kelompokI, Lampung <strong>dan</strong> Banten pada kelompok II,Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, JawaTengah <strong>dan</strong> Daerah Istimewa Yogyakartapada kelompok III, Papua dikelompok IV,Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Bangka,White Paper109


Volume 2Gambar 2.17 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi penerima DAK tahun 2009Dimension 2 (19. 5 %)Sumber: Pengolahan DataDimension 1 (66,9%)Sulawesi Barat <strong>dan</strong> Bali, dikelompok V <strong>dan</strong>sisanya berkonsentrasi di tengah.Kelompok I merupakan kelompok propinsidengan alokasi DAK bi<strong>dan</strong>g kesehatanberada diatas diatas rata-ratanya, KelompokII merupakan kelompok propinsi denganalokasi DAK Irigasi, Pertanian <strong>dan</strong> KesehatanDasar diatas rata-ratanya. Kelompok IIIm erupakan kelompok propinsi denganalokasi DAK bi<strong>dan</strong>g pendidikan diatas rataratanya.Kelompok IV merupakan kelompokpropinsi dengan alokasi DAK bi<strong>dan</strong>gperbaikan Jalan <strong>dan</strong> Prasarana Pemerintahandi atas rata-ratanya. Kelompok V merupakankelompok propinsi dengan alokasi DAK dibawah rata-rata untuk semua bi<strong>dan</strong>g yangdi<strong>dan</strong>ai DAK. Se<strong>dan</strong>gkan sisa propinsi dari5 kelompok tersebut merupakan kelompokpenerima DAK untuk bi<strong>dan</strong>g Sanitasi, AirMinum, Kehutanan, Kelautan <strong>dan</strong> Perikanan,Lingkungan Hidup, KB, Perdagangan <strong>dan</strong>Sarana Pedesaan dengan nilai variasi yangkecil.Dari bahasan analisa Bi-Plot untuk tiaptahun dapat disimpulkan sementara bahwaseharusnya penentuan bi<strong>dan</strong>g DAK yangakan dialokasikan pada satu daerah lebihmemperhatikan esensi ‘‘kekhususan’’ daribi<strong>dan</strong>g yang menjadi urusan daerah yangprioritasnya beririsan dengan bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>gyang menjadi prioritas nasional. Namundisadari bahwa dari tahun ke tahun polasebaran bi<strong>dan</strong>g prioritas DAK berdasarkanpropinsi penerima DAK makin membaikdengan kata lain semakin memperlihatkanesensi ‘kekhususan’ suatu bi<strong>dan</strong>g prioritas<strong>dan</strong> ‘kekhususan’ daerah penerima DAK,dalam hal ini daerah propinsi.4.5 <strong>Dampak</strong> DAKterhadap IndikatorOutcome PembangunanSelain masalah esensi ‘kekhususan’,kinerja DAK dapat ditelusuri pula melalui110 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniGambar 2.18 Pengelompokan <strong>Alokasi</strong> Bi<strong>dan</strong>g DAK dengan VariasiKonsentrasi Daerah Propinsi Penerima DAK Tahun 2010Dimension 2 (19. 5 %)Sumber: Pengolahan dataDimension 1 (66,9%)pengaruhnya secara signifikansi statistikterhadap beberapa indikator outcomepembangunan secara umum 2004-2010.Untuk mengukur kinerja DAK di Daerah/Kota/Kabupaten dipergunakan metode ujiGranger Causality untuk melihat apakahlayak untuk menganalisis suatu pengaruh darialokasi DAK bi<strong>dan</strong>g yang diterima terhadapbeberapa kinerja outcome pembangunansecara umum yaitu pertumbuhan ekonomi<strong>dan</strong> outcome terkait seperti komponen IPM,karena dikhawatirkan sebenarnya justru hasilkinerja outcome pembangunanlah yangmenentukan variasi perubahan alokasi <strong>dan</strong>aDAK yang diperoleh sebuah daerah.Dalam analisa Granger Causality ini digunakansampel alokasi <strong>dan</strong>a DAK di 2 (dua) bi<strong>dan</strong>gprioritas yaitu: pendidikan <strong>dan</strong> kesehatan,dengan kinerja pembangunan daerah yaituIPM, Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS),Angka Melek Huruf (AMH), <strong>dan</strong> AngkaHarapan Hidup (AHH). Hipotesa Nol yangdigunakan adalah tidak ada pengaruh darivariabel X (sebab) terhadap Y (akibat).4.5.1 Apa MempengaruhiApa? Analisa Uji GrangerCausalityUntuk menjawab pertanyaan tersebutdilakukan uji Granger Causality. Metode inijuga sebagai langkah awal untuk merancanganalisis regresi guna menduga dampak DAKterhadap variabel-variabel kesejahteraanseperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM),Rata-rata lama Sekolah (RLS), <strong>dan</strong> lain-lain.Dari Tabel 2.14 dapat disimpulkan bahwabesaran <strong>dan</strong>a alokasi DAK Bi<strong>dan</strong>g Pendidikanmerupakan variabel penyebab untuk IndeksPembangunan Manusia (IPM) <strong>dan</strong> tidaksebaliknya (Uji F No. 1 signifikan <strong>dan</strong> No.2 tidak signifikan). Dengan kata lain, DAKPendidikan dapat digunakan untuk menduga(mengestimasi) perubahan IPM. Selanjutnya,<strong>Dana</strong> alokasi DAK Bi<strong>dan</strong>g Pendidikan jugamerupakan variabel penyebab untuk AngkaRata-rata Lama Sekolah (RLS) <strong>dan</strong> begitu jugasebaliknya (Uji F No. 3 <strong>dan</strong> No. 4 signifikan).White Paper111


Volume 2Dengan kata lain, DAK Pendidikan juga dapatdigunakan untuk menduga perubahan angkarata-rata lama sekolah (RLS). <strong>Dana</strong> alokasiDAK Bi<strong>dan</strong>g Pendidikan <strong>dan</strong> Angka MelekHuruf (AMH) tidak berhubungan satu samalain (Uji F No. 3 <strong>dan</strong> No. 4 tidak Signifikan)Demikian pula dari Tabel 2.15 terlihat bahwa<strong>Alokasi</strong> <strong>dan</strong>a DAK Bi<strong>dan</strong>g Kesehatan merupakanvariabel penyebab untuk Indeks PembangunanManusia (IPM) <strong>dan</strong> begitu jugasebaliknya (Uji F No. 1 <strong>dan</strong> No. 2 keduanya signifikan).Dengan kata lain, DAK Kesehatandapat digunakan untuk menduga perubahanIPM <strong>dan</strong> Angka Harapan Hidup (AHH). Lebihjauh, <strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong> DAK Bi<strong>dan</strong>g Kesehatanjuga merupakan variabel penyebab untukAngka Harapan Hidup (AHH) namun tidaksebaliknya (Uji F No. 3 signifikan se<strong>dan</strong>gkanNo. 4 tidak signifikan).Dengan hubungan satu arah yang lebihkuat dari <strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong> DAK Bi<strong>dan</strong>gterhadap indikator kinerja pembangunanyang digunakan dibandingkan hubungansebaliknya, cukup beralasan bila kajian ini jugamelakukan analisis peranan <strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong> DAKselama 2003-2009 dalam mempengaruhiindikator kinerja pembangunan di daerahpenerima <strong>dan</strong>a DAK.4.5.2 Adakah PengaruhDAK terhadap KinerjaPembangunan?4.5.2.1 Analisa Regresi Panel DataUntuk melihat apakah terdapat pengaruhnyata dari besaran <strong>dan</strong>a DAK yang dialokasikanke tiap daerah terhadap pencapaian indikatorkinerja pembangunan yang lebih baik, makakajian ini menggunakan analisa modelregresi panel data dengan interaksi di se tiapKabupaten/Kota untuk tahun 2004-2009dengan sample daerah kabupaten/kota <strong>dan</strong>propinsi penerima DAK beberapa bi<strong>dan</strong>gutama: (i) Pendidikan, (ii) Kesehatan, (iii)Jalan, (iv) Irigasi, (v) Pertanian, (vi) LingkunganHidup, <strong>dan</strong> (vii) sanitasi. Metode estimasiyang digunakan adalah Least Square DummyVariable (LSDV). Diasumsikan terlebihdahulu seluruh <strong>dan</strong>a DAK dibelanjakan padaprogram <strong>dan</strong> kegiatan terkait pencapaianindikator bi<strong>dan</strong>g yang di<strong>dan</strong>ai. Sekali lagiIPM <strong>dan</strong> komponennya serta pertumbuhanPDRB menjadi sampel indikator kinerjapembangunan untuk variabel dependensesuai hasil uji Granger Causality.Tabel 2.14 Granger Causality Test Indikator Kinerja DAK Bi<strong>dan</strong>g PendidikNo Arah Kausalitas F P value Kesimpulan1 DAK Pendidikan IPM 4.09* 0.0028 Tolak Ho2 IPM DAK Pendidikan 0.60 0.6629 Terima Ho3 DAK Pendidikan RLS 11.84* 0.0000 Tolak Ho4 RLS DAK Pendidikan 4.26* 0.0000 Tolak Ho5 DAK Pendidikan AMH 0.57 0.6848 Terima Ho6 AMH DAK Pendidikan 0.93 0.4482 Terima Ho*)Uji Signifikan untuk taraf 5%112 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniTabel 2.15 Granger Causality Test Indikator Kinerja DAK Bi<strong>dan</strong>g KesehatanNo Arah Kausalitas F P value Kesimpulan1 DAK Kesehatan IPM 4.66* 0.0011 Tolak Ho2IPMDAK Kesehatan 4.29* 0.0020 Tolak Ho3 DAK Kesehatan AHH 2.34* 0.0500 Tolak Ho4 AHH DAK Kesehatan 1.02 0.3960 Terima Ho*)Uji Signifikan untuk taraf 5%Model persamaan yang digunakan adalahsebagai berikut:Y it= + X it+ i-1 Fixed Effect + e itDimana:Y = Indikator Kinerja Pembangunan: pertumbuhanekonomi daerah, <strong>dan</strong> IPM beserta komponennya)X = Besaran <strong>Alokasi</strong> <strong>Dana</strong> DAK per bi<strong>dan</strong>ge = error termFixed effect = dalam hal ini merupakan pendekatanuntuk mengakomodasi keunikan daerah-daerah kedalampersamaan regresi sehingga asumsi-asumsi klasik regresiterpenuhi.Tabel 2.16 <strong>dan</strong> Tabel 2.17 menyajikan hasilestimasi dari persamaan tersebut. Pada Tabel2.16 terlihat hanya DAK Pertanian, DAKbi<strong>dan</strong>g lingkungan hidup <strong>dan</strong> pendidikanyang menunjukkan pengaruh positifterhadap pertumbuhan ekonomi, meskipun tidak signifikan. Namun, bertentangandengan harapan, tidak terdapat pengaruhpositif yang nyata pada alokasi DAK Irigasi,Jalan, Kesehatan, <strong>dan</strong> Sanitasi terhadappertumbuhan ekonomi; yang terlihat justrukecenderungan pengaruh negatif. Dengandemikian pengaruh positif <strong>dan</strong>a DAKterhadap pertumbuhan ekonomi selamatahun 2003 hingga tahun 2009 masih belummeyakinkan <strong>dan</strong> belum sesuai harapan.Se<strong>dan</strong>gkan pengaruh alokasi <strong>dan</strong>a DAKterhadap berbagai indikator spesifik yaitu:IPM, AHH, RLS <strong>dan</strong> AMH selama tahun 2004-2009 secara positif <strong>dan</strong> signifikan hanyaditunjukkan oleh alokasi <strong>dan</strong>a DAK bi<strong>dan</strong>gkesehatan terhadap IPM secara agregat, tetapitidak berpengaruh terhadap AHP. Se<strong>dan</strong>gkan<strong>dan</strong>a DAK bi<strong>dan</strong>g lainnya yaitu lingkunganhidup <strong>dan</strong> pendidikan tidak menunjukkanpengaruh positif, malahan negatif meskipuntidak signifikan. Angka harapan hidup (AHP)adalah komponen indeks komposit dari IPM;sehingga tidak signifikannya pengaruh positifdari alokasi DAK bi<strong>dan</strong>g kesehatan terhadapAHP barangkali disebabkan oleh pengaruhalokasi <strong>dan</strong>a DAK yang lebih berperan dalammendorong komponen IPM yang lain sepertitingkat pendidikan <strong>dan</strong> daya beli. Hasilselengkapnya disajikan pada Tabel 2.17.Dengan berdasarkan hasil analisa estimasipanel data Regresi, dapat ditenggaraiselain masalah tidak terpenuhinya esensi‘‘kekhususan’’ dari penentuan <strong>dan</strong> besaranalokasi <strong>dan</strong>a DAK, terdapat pula buktisignifikan bahwa secara kinerja-sesuaidengan tujuan pembangunan nasional,besaran alokasi <strong>dan</strong>a DAK untuk daerahpenerima DAK cenderung tidak atau belummemiliki pengaruh positif yang signifikanterhadap perbaikan indikator outcomekinerja pembangunan daerah.Untuk mengeksplorasi model dampakDAK ini <strong>dan</strong> mengharapkan parameterestimasi yang lebih akurat, dilakukan pulabeberapa spesifikasi ulang terhadap modelWhite Paper113


Volume 2Tabel 2.16 Estimasi Pengaruh DAK terhadap Pertumbuhan EkonomIndependentVar.DAKPertanianDAK IrigasiDAK JalanDAKKesehatanDAKLingkunganHidupDAKPendidikanDAK SanitasiDependentVar.PertumbuhanEkonomiPertumbuhanEkonomiPertumbuhanEkonomiPertumbuhanEkonomiPertumbuhanEkonomiPertumbuhanEkonomiPertumbuhanEkonomi* Significant at =10%** Significant at =5%*** Significant at =1%Sumber: Pengolahan dataCoefficient R-Square t P-valuenProbHeteroscedasticity TestX 2Prob.0000212 0.6557 0.136 0.176 492 2393.77 0.0000 ***-.0000305 0.4436 -0.390-3.56e-06 0.3261 -0.230-2.19e-06 0.2864 -0.380.0002363 0.8249 1.280.0000212 0.3553 0.152-8.88e-07 0.3334 -0.0100.6980.8190.7020.2000.1280.991690 10.33 0.0013 ***1220 7985.80 0.0000 ***1110 7706.19 0.0000 ***666 40.21 0.0000 ***1160 6676.44 0.0000 ***832 6452.57 0.0000 ***Tabel 2.17 Estimasi Pengaruh DAK terhadap Indikator Kinerja PembangunanSpesifikIndependentVar.Log DAKKesehatanLog DAKLingkunganHidupLog DAKPendidikanDependentVar.Coefficient R-Square t P-valuenProbHeteroscedasticity TestIPM .9842207 *** 0.7654 4.550 0.000 1332 17752.31 0.0000 ***AngkaHarapanHidupAngkaHarapanHidupRata-rata lamasekolahAngka MelekHurufX 2Prob5.811507 0.2272 0.410 0.682 1330 206463.68 0.0000 ***-.5680732 0.7712 -0.970 0.334 888 7436.54 0.0000 ***-.0220796 0.9691 -0.390 0.700 1392 1297.48 0.0000 ***-.2547758 0.8112 -0.400 0.686 1392 5654.12 0.0000 ***IPM -.4437785 0.7375 -1.000 0.317 1392 11729.95 0.0000 **** Significant at =10% ** Significant at =5%*** Significant at =1%Sumber: pengolahan data114 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab IV Evaluasi DAK saat iniekonometrika ini dengan memasukkanvariabel-variabel dummy lainnya terutamayang menjelaskan perbedaan klasifikasiantara: (i) daerah penerima DAK yangberstatus kota atau kabupaten, (ii) statusdaerah berkapasitas fiskal tinggi atau rendah,<strong>dan</strong> (iii) interaksi antara variabel (i) <strong>dan</strong> (ii)dengan besaran alokasi DAK bi<strong>dan</strong>g. Namunsemua upaya ini tidak memberikan hasil yanglebih baik terhadap arah pengaruh dampakDAK maupun signifikansinya.4.5.3 Simulasi PeningkatanJumlah <strong>Alokasi</strong> DAKDisadari pula bahwa kecilnya jumlahalokasi <strong>dan</strong>a DAK per bi<strong>dan</strong>g dibandingkandengan alokasi DAU <strong>dan</strong> DBH mungkinmerupakan penyebab dari tidak terlihatnyapengaruh positif yang nyata dari alokasi<strong>Dana</strong> DAK terhadap kinerja perekonomianmaupun tingkat kesejahteraan. Denganmemanfaatkan hasil estimasi model,pengaruh DAK pendidikan terhadap RatarataLama Sekolah (RLS) sebagai berikut:RLS U=0+1DAK Pendidikan it+ 2Low/High Fiscal it+ 3(DAK Pendidikan x Low/High Fiscal) it+ itSeterusnya dilakukan 2 buah simulasi denganskenario sebagai berikut:Skenario I: Penambahan DAK Pendidikan 40% untukdaerah Low (Kapasitas fiskal rendah) Penambahan DAK Pendidikan 10% untukdaerah High (Kapasitas fiskal tinggi)Skenario II: Penambahan DAK Pendidikan 80% untukdaerah Low (Kapasitas fiskal rendah) Penambahan DAK Pendidikan 20% untukdaerah High (Kapasitas fiskal tinggi)Dengan skenario menambahkan alokasi DAKlebih besar pada daerah-daerah yang masukdalam kategori kapasitas fiskal rendah,diperoleh hasil estimasi sebagai berikut (Tabel2.18 <strong>dan</strong> Tabel 2.19):Hasil simulasi memang memberikan arahpengaruh dampak positif namun tidaksignifikan <strong>dan</strong> tetap tidak dapat memberikanpengaruh netto yang positif bila dikaitkandengan parameter variabel interaksinya (DAKpendidikan x Low/High Fiscal).Simulasi memang memperlihatkanperbedaan perolehan kinerja komponen IPMrata-rata lama sekolah (DAK), dimana daerahdaerahpenerima alokasi DAK dalam kategorikapasitas fiskal rendah secara rata-rata akanmemiliki kinerja RLS lebih baik dibandingdaerah-daerah penerima alokasi DAK yangberada dalam kategori kapasitas fiskal tinggi.Hal ini lebih mengindikasikan a<strong>dan</strong>ya gejalakonvergensi antar daerah, dimana daerahdengan kapasitas rendah mulai mengejarketertinggalannya dalam kinerja RLS dengandaerah-daerah dengan kapasitas fiskal tinggi.Hasil ini justru makin memperkuat argumenbahwa masalah dalam implementasi DAKsaat ini lebih banyak diakibatkan oleh kurangbaiknya mekanisme penentuan bi<strong>dan</strong>gprioritas <strong>dan</strong> daerah penerima DAK, bukankarena kecilnya jumlah moneter dari alokasiDAK per bi<strong>dan</strong>g tersebut.White Paper115


Volume 2Tabel 2.18 Parameter Estimasi Regresi Kinerja DAK Pendidikan terhadapRata-Rata Lama Sekolah 2004-2009 Simulasi Skenario; IDependentVar..Rata-rataLamaSekolah* Significant at =10%** Significant at =5%*** Significant at =1%Sumber: Pengolahan dataIndependent Var. Coefficient Pvalue F-Statistic nHeteroscedasticity TestDAK Pendidikan 7.94E-06 0.860 1.51 1160 31.42 0.0000***Low /High Fiscal 1.452975 0.086DAK Pendidikan Low/High Fiscal-9.90E-06 0.845Konstanta 4.281378 0.000X 2ProbTabel 2.19 Parameter Estimasi Regresi Kinerja DAK Pendidikan terhadapPertumbuhan Ekonomi 2004-2009 Simulasi Skenario IIDependentVar..Rata-rataLamaSekolah* Significant at =10%** Significant at =5%*** Significant at =1%Sumber: Pengolahan dataIndependent Var. Coefficient Pvalue F-Statistic nHeteroscedasticityTestDAK Pendidikan 7.28E-06 0.860 1.51 1160 31.42 0.0000***Low /High Fiscal 1.452975 0.086DAK Pendidikan Low/HighFiscal-8.80E-06 0.845Konstanta 4.281378 0.000X 2Prob116 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab VKesimpulan5.1 TemuantemuanUtama <strong>dan</strong>ImplikasinyaPada Topik 5.1 kami menyimpulkan temuantemuanutama <strong>dan</strong> implikasinya terhadapkebijakan DAK ke depan. Rekomendasirekomendasipenting secara terpisahdisajikan pada Volume III dari dokumenini. Disamping itu, karena dianggap perlumendapat perhatian khusus, kami jugamendiskusikan secara ringkas tentang peranGubernur dalam tatakelola DAK serta kaitanDAK dengan pembiayaan Standar PelayananMinimum (SPM) pada Topik ini.5.1.1 <strong>Perspektif</strong> Teori <strong>dan</strong>Penerapan DAK di beberapanegaraDari perspektif teori, DAK yang diterapkandi Indonesia sejauh ini termasuk conditional,closed-ended, end binding constrain matchinggrant. Dengan kata lain, DAK di Indonesiamerupakan transfer bersyarat dengan tujuankhusus yang besaran <strong>dan</strong>anya (pagu) telahditetapkan sejak semula. Menurut AnwarSyah (2007) jenis matching grant seperti iniadalah jenis yang paling lemah dampaknyaterhadap 3 hal: (i) Penambahan kapasitaskeuangan daerah; (ii) Akuntabilitas pelaporananggaran; <strong>dan</strong> (iii) kesejahteraan masyarakat.Dari tinjauan penerapan <strong>dan</strong>a transfer dibeberapa negara yang sering diacu sebagai“best practices” dalam literatur dapat diambilkesimpulan sebaga berikut:a. Sebagian besar mekanisme pemberianmatching grants dilakukan atas penilaianpemerintah pusat;b. Aplikasi dari model transfer yangditerapkan di berbagai negara bervariasi,mulai dari open-ended (alokasinya sesuaidengan realisasi akhir pelaksanaan)hingga closed-ended (pagunya ditetapkansejak semula), <strong>dan</strong> juga dari yang bersifatnon-matching (transfer tanpa <strong>dan</strong>apendamping dari daerah penerima) hinggamatching transfers (transfer dengan <strong>dan</strong>apendamping dari daerah penerima);c. Pemerintah Pusat membuka peluangkepada pemerintah daerah untukmengusulkan bi<strong>dan</strong>g khusus lainnya yangdiminta untuk di<strong>dan</strong>ai oleh specific grantsatau a<strong>dan</strong>ya dasar pengajuan pemerintahdaerah mengenai kebutuhan daerahnyamasing-masing;White Paper117


Volume 2d. Pemerintah pusat melakukan penilaianatas formulasi tertentu yang kemudiandititikberatkan kepada faktor-faktor yangmenentukan besarnya alokasi;e. Seleksi kriteria didasarkan kepada bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>gyang merupakan pelayanan dasarutama (Pendidikan, Kesehatan, <strong>dan</strong>Infrastruktur) <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g sebagaiacuan kesepakatan kontrak output/outcome;f. Dalam beberapa hal tertentu,dimungkinkan penentuan matchinggrants dilakukan atas dasar negosiasiantar pemerintah pusat <strong>dan</strong> pemerintahdaerah.5.1.2 <strong>Dampak</strong> (Kinerja) DAKSecara umum, dari kaidah kelembagaan<strong>dan</strong> konsep taksonomi <strong>dan</strong>a perimbangan,DAK mempunyai tujuan untuk memberikaninsentif bagi pemerintah pada level subnasionaluntuk menyelenggarakan kegiatankhusus yang biasanya merupakan prioritaspemerintah tingkat nasional (Anwar Shah,2007). Namun berdasarkan evaluasi DAKselama periode 2003 sampai dengan 2009esensi ‘‘kekhususan’’ ini tenggelam oleh lebihkentalnya esensi ‘ekualisasi’ ketimpangankapasitas fiskal secara horisontal maupunvertikal yang lebih merupakan fungsi dari DAU<strong>dan</strong> DBH. Hasil analisis kami memperlihatkanbahwa disamping DAU, DAK memang ikutmengurangi kesenjangan kapasitas fiskalantar daerah sebagaimana ditunjukkan olehsemakin menurunnya koefisien variasi daritahun ke tahun. Namun, kalau diteliti lebihdalam melalui analisis data 2003-2006,ternyata masih cukup banyak daerah (31%dari total penerima DAK) yang DAU perkapita-nya relatif tinggi juga menerima DAKdalam jumlah yang relatif besar. Lebih jauhlagi, analisis data tahun 2008 <strong>dan</strong> 2009mengungkap bahwa hampir 70% daerahyang kapasitas fiskalnya rendah menerimaDAK per kapita di atas nilai tengah (median).Angka-angka tersbut menguatkan pendapatbahwa pengalokasian DAK memang bias daritujuan khususnya <strong>dan</strong> lebih condong kepadaekualisasi (perimbangan).Disamping tu, hasil kajian kamimemperlihatkan bahwa secara umum DAK,dengan pola <strong>dan</strong> besaran alokasi sepertiditerapkan selama ini, belum memberikankontribusi signifikan terhadap tujuan-tujuan(outcomes <strong>dan</strong> impacts) pembangunan.Hanya DAK Pertanian, DAK Pendidikan<strong>dan</strong> DAK Lingkungan Hidup yangberpengaruh positif terhadappertumbuhan ekonomi, meski pun tidaksignifikan. Lebih jauh lagi, meski pun DAKPendidikan memberikan kontribusi positif<strong>dan</strong> signifikan terhadap angka partisipasisekolah (school enrollment) pada tingkatsekolah dasar mau pun menengah (Purwanto,2010), kajian kami mengungkap bahwa DAKPendidikan tidak memberikan pengaruhsignifikan terhadap peningkatan rata-ratalama sekolah, angka melek huruf <strong>dan</strong> IPM.Sesuai harapan, DAK Kesehatan memangberpengaruh positif terhadap peningkatanIPM secara agregat, namun bila lihat secaralebih spesifik DAK kesehatan sejauh inibelum memberikan pengaruh signifikanterhadap angka harapan hidup.Kami mengasumsikan kinerja DAK seperti diatas terjadi karena pendekatan yang berlakudi Indonesia seperti halnya di negara-negaraberkembang lainnya adalah pendekataninput, dimana DAK hanya dapat dibelanjakanuntuk jenis input tertentu seperti fasilitas118 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab V Kesimpulankelas <strong>dan</strong> buku. Disamping itu daerahtidak memiliki ruang gerak yang cukupuntuk berkreasi sesuai kebutuhan merekaserta jumlah DAK yang relatif terlalu sedikituntuk menciptakan dampak yang signifikan.Lebih jauh lagi, permasalahan/kendala lainyang dapat menjelaskan kurang efektifnyapencapaian outcomes <strong>dan</strong> dampak DAKkami simpulkan pada sub-topik 5.1.3-5.1.5.Namun, hasil analisis regresi jugamemperlihatkan koefisien negatif untuksebahagian besar DAK sektoral (DAK Irigasi,DAK Jalan, <strong>dan</strong> DAK Kesehatan), khususnyaterhadap indikator pertumbuhan ekonomi<strong>dan</strong> IPM. Ini memperkuat anggapan bahwaDAK belum memberikan kontribusi yangmeyakinkan terhadap kinerja perekonomiandaerah <strong>dan</strong> perbaikan kesejahteraan sosial.Disamping itu, analisis regresi kelihatannyajuga secara tidak langsung mengungkapbahwa sebahagian DAK sektoral cenderungmendorong kinerja perekonomian melaluikegiatan fisik. Namun, masih sulit untukmembuktikan dampak positif DAK terhadapkesejahteraan (IPM) karena hampir seluruhbi<strong>dan</strong>g cenderung merupakan investasi yangdampaknya baru akan terlihat dalam jangkapanjang.Lebih jauh lagi, hasil simulasi memperlihatkanbahwa peningkatan jumlah alokasi DAK tidakakan ada artinya bilamana tidak diiringidengan perubahan-perubahan kebijakan<strong>dan</strong> tatakelola sebagaimana kamisimpulkan <strong>dan</strong> rekomendasikan pada topiktopikberikut ini. <strong>Permasalahan</strong> mendasarDAK saat kelihatannya bukan pada kecilnyajumlah alokasinya, tetapi lebih pada kurangtepatnya pengalokasian <strong>dan</strong> kelemahankelemahantatakelola implementasi DAK.5.1.3 Perencanaan <strong>dan</strong>pengalokasian DAKKebijakan pengalokasian DAK mulaidiimplementasikan sejak tahun 2003. Padatahun 2003 tersebut DAK hanya dialokasikanuntuk 5 bi<strong>dan</strong>g, yaitu pendidikan,kesehatan, prasarana jalan, prasarana irigasi<strong>dan</strong> prasarana pemerintah, dengan totalalokasi sebesar Rp. 2.269 milyar. Dari tahunke tahun pengalokasian DAK mengalamiperkembangan yang cukup signifikan, baikdari sisi besaran alokasi maupun dari cakupanbi<strong>dan</strong>g yang di<strong>dan</strong>ai dengan DAK, serta jumlahdaerah penerima. Pada tahun 2010, jumlahalokasi DAK menjadi Rp. 21.133,3 milyardengan jumlah bi<strong>dan</strong>g yang menerimanyamenjadi 14 bi<strong>dan</strong>g. Secara total, dari tahun2003 hingga tahun 2010 jumlah alokasiDAK adalah sebesar Rp.104.940,5 milyar,yang dialokasikan ke sejumlah Kabupaten/Kota sebesar Rp.101.825,3 milyar <strong>dan</strong> kesejumlah Propinsi sebesar Rp.3.115,2 milyar.Seiring dengan a<strong>dan</strong>ya pemekaranKabupaten/Kota, maka jumlah Kabupatenmaupun Kota yang menerima alokasiDAK terus meningkat. Bila pada tahun2003 hanya terdapat 265 Kabupaten yangmenerima alokasi DAK Kabupaten makapada tahun 2010 terdapat 398 Kabupatenyang menerima alokasi DAK, yang berartiselama kurun waktu tersebut jumlahKabupaten yang menerima alokasi DAKmeningkat hampir 50%. Demikian jugadengan jumlah Kota yang menerima alokasiDAK, bila pada awalnya hanya terdapat 65Kota yang menerima alokasi DAK, makapada tahun 2010 terdapat 93 Kota yangmenerima alokasi DAK, yang berarti selamaWhite Paper119


Volume 2kurun waktu antara tahun 2003 hingga 2010jumlah Kota yang menerima alokasi DAKmengalami peningkatan hampir 50%.<strong>Analisis</strong> kami menguatkan pendapatbahwa pengalokasian DAK telah bias daritujuan kekhususannya <strong>dan</strong> lebih condongkepada fungsi ekualisasi (perimbangan).<strong>Analisis</strong> koevisien variasi membuktikan haltersebut, dimana dengan penambahan DAKkoefisien variasi kenjangan fiskal semakinmenurun. Selanjutnya analisis profil daerahpenerima DAK berdasarkan data 2003-2006 mengungkapkan ternyata masih cukupbanyak daerah (31% dari total penerimaDAK) yang DAU per kapita-nya relatif tinggijuga menerima DAK dalam jumlah yang relatifbesar. Lebih jauh lagi, analisis data tahun2008 <strong>dan</strong> 2009 mengungkap bahwa hampir70 % daerah yang kapasitas fiskalnya rendahmenerima DAK per kapita di atas nilai tengah(median). Angka-angka tersbut menguatkanpendapat bahwa pengalokasian DAKmemang bias dari tujuan khususnya <strong>dan</strong> lebihcondong kepada ekualisasi (perimbangan).Sejauh ini perencanaan <strong>dan</strong> pengambilankeputusan pengalokasian DAK kepadadaerah-daerah dilakukan secara topdown.Ba<strong>dan</strong> Perencanaan PembangunanDaerah (BAPPEDA) sebagai institusiperencanaan di daerah tidak terlibat dalamperencanaan program/kegiatan-kegiatanyang akan di<strong>dan</strong>ai dengan DAK. Dengankata lain, perencanaan DAK kurangterintegrasi kedalam siklus <strong>dan</strong> mekanismeperencanaan pembangunan nasional <strong>dan</strong>daerah (tidak melalui MUSRENBANGDA<strong>dan</strong> MUSRENBANGNAS). Hal ini tidakkonsisten dengan definisi DAK sebagaimanadiamanatkan dalam PP 55/ 2005. Kajian inimengungkap bahwa formulasi penentuan<strong>dan</strong> perhitungan DAK sejauh ini tidaksaja rumit, tetapi juga memungkinkansemua daerah menerima DAK terlepasdari kemampuan fiskalnya. Lebih jauh lagi,penggunaan formula perhitungan yangmembutuhkan setidaknya 50 variabelatau bahkan sampai 100 variabel (ADB,2011), membuat DAK menjadi tidak bisadiprediksi <strong>dan</strong> cukup besar variasinya daritahun ke tahun. Masalah prediktibilitas <strong>dan</strong>besarnya variasi (volatility) alokasi DAK yangdemikian, menyulitkan perencanaan <strong>dan</strong>penganggaran di daerah. Kesulitan menjadibertambah karena informasi tentang DAKyang akan diterima daerah belum tersediadari Pemerintah Pusat bahkan sampai padasaat pengesahan APBD. Tanpa informasitersebut daerah tidak dapat mengalokasikan<strong>dan</strong>a pendamping sebesar 10% dalam APBDnyasebagaimana diamanatkan PP 55 Tahun2005, kecuali dalam APBD Perubahan yangsudah pasti berdampak kepada implementasikegiatan-kegiatan.Disamping masalah-masalah tersebut di atasmasih terdapat kendala lain menyangkutperencanaan <strong>dan</strong> penganggaran DAK. Setiaptahunnya RKP memerinci bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>gbahkan sampai kepada jenis-jenis kegiatanyang akan di<strong>dan</strong>ai dengan DAK. Bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>g<strong>dan</strong> jenis-jenis kegiatan tersebut terusbertambah dari tahun ke tahun, meski punpada prinsipnya prioritas tetap dipertahankanpada tiga sektor yakni pendidikan, kesehatan<strong>dan</strong> infrastruktur. Namun tidak semuasektor <strong>dan</strong> perincian jenis kegiatan yangdisertai dengan rumusan output-output yangterukur. Disisi lain, proporsi DAK dalam APBNtidak ada ketentuan yang mengaturnyasejauh ini, <strong>dan</strong> dalam kecil peluang untukmeningkatkan alokasinya dalam kondisianggaran yang terbatas. Kondisi yangdemikian serta ketiadaan output-output yangterukur tentunya menyulitkan penganggaran.120 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab V Kesimpulan<strong>Permasalahan</strong> tersebut memerlukanpendekatan perencanaan yang berbedadaripada yang diterapkan sekarang.Pendekatan top-down seperti sekarang,hanya relefan bilamana DAK tidakmerupakan bahagian <strong>dan</strong>a perimbangan <strong>dan</strong>ditujukan untuk mencapai prioritas nasional.Pola-pola lain yang diusulkan (lihat VolumeIII), yang mana DAK ditempatkan sebagaibahagian <strong>dan</strong>a perimbangan, memerlukanpendekatan perencanaan yang lebih bottomupserta memberikan diskresi (keleluasaan)yang lebih besar kepada pemerintah daerahdalam penggunaan <strong>dan</strong>anya. Disampingitu, agar DAK lebih transparan <strong>dan</strong> bisadiprediksi, perspektif perencanaan perlubergeser dari berbasis input (input-based)kepada berorientasi hasil (output/outcomeoriented), serta bergeser dari perspektifperencanaan/penganggaran jangkapendek (tahunan) kepada perencanaan/penganggaran jangka menengah (mediumterm expenditure framework). Diskusi lebihjauh mengenai rekomendasi-rekomendasiterkait perencanaan/ pengannggaran DAKdisajikan pada Volume III.5.1.4 Implementasi DAK<strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> kendala dalammengimplementasikan kegiatan-kegiatanyang di<strong>dan</strong>ai DAK bermula sejak perencanaansebagaimana disimpulkan terdahulu padasub-topik 5.1.2. Pada tahap selanjutnyaimplementasi DAK menghadapi berbagaimasalah/kendala yang saling berkaitanantara lain:- Ketersediaan petunjuk pelaksanaan <strong>dan</strong>petunjuk teknis tahunan sering terlambat;- Juklak <strong>dan</strong> juknis DAK sering berubahubah<strong>dan</strong> kurang memerhatikankebutuhan daerah karena kurangnyapemetaan/pemahaman kekhususan/kebutuhan daerah;- Petunjuk-petunjuk tersebut terlaluterperinci mengatur penggunaan inputinput<strong>dan</strong> kaku (input-oriented,bukannya output-oriented);- Relatif kecilnya pagu nasional DAKdisbanding dengan kebutuhan <strong>dan</strong>dampak yang diharapkan;- Akibat permasalahan/kendala tersebut,sebahagian daerah kesulitan menyerapatau memanfaatkan DAK sesuai sasaransasaranyang ditetapkan.Seiring dengan perubahan perspektifperencanaan yang telah dikemukakan,pemerintah daerah memerlukan diskresiyang cukup dalam impelementasi. Olehsebab itu, pemerintah daerah memerlukanpedoman yang berorientasi hasil (output/outcome-oriented), bukannya pedoman(juklak/juknis) yang didominasi olehpengaturan input (input based). Pedomanyang demikian berlaku untuk jangkamenengah (3-5 tahun), <strong>dan</strong> memberikankeleluasaan kepada pemerintah daerahdalam merumuskan tindakan-tindakan yangtepat mencapai outputs <strong>dan</strong>/ atau outcomesyang ditetapkan. Rekomendasi-rekomendasiterkait implementasi DAK secara lebihlengkap disajikan pada Volume III.5.1.5 Monitoring <strong>dan</strong> EvaluasiDAKPenilaian proses <strong>dan</strong> dampak DAK sejauhini belum dilaksanakan secara terintegrasi<strong>dan</strong> sistematis. Sejauh ini belum tersediapedoman pengelolaan <strong>dan</strong> pemantauanterpadu DAK di tingkat pusat, provinsimaupun Kabupaten kota. Bahkan sejauhWhite Paper121


Volume 2ini tidak tersedia anggaran (yang memadai)untuk melakukan monitoring <strong>dan</strong> evaluasiDAK baik di tingkat pusat maupun daerah.Petunjuk monitoring <strong>dan</strong> pelaporan DAKyang diterbitkan secara sektoral tidak sajakaku <strong>dan</strong> terlalu fokus pada proses, tetapijuga sangat membebani daerah (lihat pulastudi ADB, 2011). Dengan ketiadaandukungan <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> instrument monitoringyang fleksibel <strong>dan</strong> efektif, institusi-institusipusat <strong>dan</strong> daerah tidak dapat berkoordinasi<strong>dan</strong> melaksanakan monitoring secara aktif.Pelaporan pelaksanaan DAK daeri daerahsering terlambat. Di sisi lain, sasaransasaranDAK ang akan diukur pencapaiannyaseringkali tidak jelas. Oleh sebab itu, sistemmonitoring DAK yang sentralistis menjaditidak efektif. Studi ADB (2011) mengungkappula bahwa keterbatasan sarana <strong>dan</strong>kapasitas baik di pusat maupun daerah,termasuk faktor kunci yang membuatmonitoring <strong>dan</strong> evaluasi tidak efektif. Lebihjauh terungkap bahwa meskipun daerahdaerahtelah mengirim laporan DAK secaraberkala, mereka tidak pernah menerimatanggapan (feedbacks) dari pusat.Ke depan diperlukan sistem monitoring<strong>dan</strong> evaluasi yang lebih realistis <strong>dan</strong> efektif.Artinya, monitoring <strong>dan</strong> evaluasi tersebutbisa terlaksana oleh Kementerian/LembagaPusat, dapat mengurangi beban pemerintahdaerah dalam pelaporan, serta memilikisasaran yang spesifik. Monitoring DAKyang spesifik tidak dimaksudkan untukmenggantikan monitoring <strong>dan</strong> evaluasidampak pembangunan nasional yang biasadilakukan oleh BAPPENAS. Diskusi lebih lanjutmengenai rekomendasi terkait monitoring<strong>dan</strong> evaluasi disaikan pada Volume III.5.1.6 Peranan GubernurSebagai daerah di tingkat menengah,provinsi memainkan peran idealnyadalam mengkoordinir alokasi DAK antaraKabupaten/Kota <strong>dan</strong> pusat. Bagi pemerintahpusat, berurusan dengan 33 Gubernurakan lebih mudah bila disbanding beurusandengan 400 kabupaten/kota. Gubernudianggap lebih tahu tentang kebutuhan <strong>dan</strong>kekhususan daerah-daerah dalam provinsimasing-masing. Lebih jauh lagi, seorangGubernur akan memerhatikan provinsi secarakeseluruhan, tidak hanya pada kabupaten/kota yang terbatas. Hal ini penting bagikebanyakan proyek-proyek investasi sepertijalan, prasarana pendidikan <strong>dan</strong> prasaranakesehatan (karena barangkali perlu dibangunpos pelayanan kesehatan atau sekolah diseberang batas kabupaten/kota).Pertanyaannya adalah, sejauh mana peranGubernur? Salah satu peran yang mungkin adalahmember Gubernur peran yang sangatkuat, memberinya kekuasaan diskresi(discretion power) dalam mengalokasikan<strong>dan</strong>a ke kabupaten/ kota di dalamprovinsi. Dalam hal ini, Gubernur yangterlebih dahulu menerima alokasi DAK<strong>dan</strong> selanjutnya dia memutuskan bersamaBupati/Walikota tentang pendistribusian<strong>dan</strong>a berdasarkan kebutuhan <strong>dan</strong>kriteria tertentu. Keuntungannya adalah,pendekatan ini otomatis memberikanGubernur kekuasaan yang cukupuntuk mengkoordinir alokasi <strong>dan</strong>a<strong>dan</strong> implementasi DAK secara efektif.Resikonya adalah penyalahgunaankekuasaan yang besar tersebut. Jadi,kebijakan ini hanya akan bermanfaatapabila pemerintah pusat memonitordengan ketat 33 propinsi;122 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab V Kesimpulan Pendekatan alternatifnya adalahmengalokasikan DAK kepada kabupaten/kota, tetapi memberikan tugasuntuk memantau, mengawasi <strong>dan</strong>mengkoordinir implementasi DAK. Halini akan memperbaiki koordinasi intrapropinsidalam territorial yang luas. Halyang kurang menyenangkan adalah resikobahwa Gubernur barangkali tidak memilikikekuasaan yang cukup (perangkat) untukmengkoordinir secara efektif, atau Bupati/Walikota mengabaikannnya begitu saja.5.1.7 Kaitan DAK denganStandar Pelayanan Minimum(SPM)Karena SPM adalah standar pelayananyang ditetapkan secara nasional <strong>dan</strong> akanmenjadi standar yang diwajibkan, DAKkelihatannya sesuai untuk disalurkan dalamjumlah tertentu kepada pemerintah daerahuntuk memenuhi pelayanan wajib tersebut.Namun, SPM terdiri dari belanja modal<strong>dan</strong> belanja rutin (recurrent expenditure).Sulit membayangkan bagaimana belanjarutin dapat dipenuhi dengan <strong>dan</strong>a khususbersyarat yang petunjuk teknisnya berubahubah.Lebih jauh lagi, jka DAK akan dipakaimenutupi belanja modal <strong>dan</strong> belanja rutinSPM, maka jumlahnya mesti ditingkatkandalam jumlah yang besar, <strong>dan</strong> kelihatannyaakan berakibat pada pengurangan <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> Umum (DAU). Hal ini akan menuntutperubahan besar dari system perimbangankeuangan yang sekarang. Lebih jauh lagi,ketika akan mengambil langkah yangdemikian, perlu dihitung berapa besarbiaya administrasi yang ditimbulkan denganmenggunakan <strong>dan</strong>a khusus seperti DAKdibandingkan dengan DAU.Konsekuensinya, akan lebih bermanfaatbila DAK difokuskan untuk membiayaibelanja modal, kalau sekiranya DAK akandipakai untuk membantu pemerintah dalammemenuhi SPM. Disamping itu, DAK mestidipan<strong>dan</strong>g sebagai bantuan tambahankepada pemerintah daerah yang memilikikapasitas fiscal rendah. Kaitan DAK denganSPM barangkali bisa dijaga melalui kriteriateknis oleh kementerian sektor terkait.5.2 Pilihan Konsep DAKKedepan<strong>Dana</strong> perimbangan terdiri Dari Bagi Hasil(DBH), <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum (DAU), <strong>dan</strong> <strong>Dana</strong><strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK). Dalam <strong>Perspektif</strong>Transfer Ke Daerah, <strong>Dana</strong> Perimbangan harusdilihat Sebagai Satu Kesatuan yang utuhkarena ketiga komponen tersebut salingmelengkapi satu sama lain.<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum (DAU) merupakan salahsatu komponen <strong>Dana</strong> Perimbangan yangbersumber dari pendapatan APBN yangdialokasikan dengan tujuan pemerataankemampuan keuangan antar-daerah untukmen<strong>dan</strong>ai kebutuhan Daerah dalam rangkapelaksanaan Desentralisasi. Tujuan alokasiDAU adalah untuk mengurangi ketimpanganhorizontal (horizontal imbalance) antaradaerah via ekualisasi.<strong>Dana</strong> Bagi Hasil (DBH) merupakan salahsatu komponen <strong>Dana</strong> Perimbangan yangbersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angkapersentase tertentu didasarkan atas daerahpenghasil (by origin) untuk men<strong>dan</strong>aikebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaandesentralisasi. Tujuan utama alokasi DBHWhite Paper123


Volume 2adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskalantara Pemerintah Pusat <strong>dan</strong> daerah (verticalimbalance) dengan asas kontra prestasi.<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK) dialokasikankepada Pemerintah Daerah tertentu untukmen<strong>dan</strong>ai kegiatan khusus yang merupakanurusan daerah. Sementara itu, Pasal 51Peraturan Pemerintah (pp) Nomor 55 Tahun2005 menyebutkan bahwa DAK dialokasikankepada daerah tertentu untuk men<strong>dan</strong>aikegiatan khusus yang merupakan bagian dariprogram yang menjadi prioritas nasional <strong>dan</strong>menjadi urusan daerah.Dengan memperhatikan definisi diatas,maka kedepan diajukan 3 (tiga) alternatifdesain kebijakan DAK yaitu:a. DAK sebagai instrumen <strong>dan</strong>aperimbanganb. DAK sebagai instrumen pencapaianprioritas nasionalc. DAK sebagai instrument <strong>dan</strong>aperimbangan <strong>dan</strong> prioritas nasionalPenjelasan ketiga alternatif tersebut disajikanpada Volume III.124 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar PustakaADB (2011). Usulan Reformasi <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong>. Laporan Final. Jakarta. 2011.Anonim (2004). Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal. Jakarta: Direktorat Jenderal PerimbanganKeuangan Pusat <strong>dan</strong> Daerah, Departemen Keuangan Republik IndonesiaAlisjahbana, A. (1999), Regional Development Grants in Indonesia, University of IndonesiaArndt, H.W. (1972), “Central Government Matching Grants for Regional Revenue”, Bulletin ofIndonesian Economic Studies 1(3), March, pp. 94-7.Bahl, R. and Linn, J. (1992). Urban Public Finance in Developing Countries. New York: OxfordUniversity PressBahl, R. and Linn, J. (1994) “Fiscal decentralization and intergovernmental transfers in lessdeveloped countries” Publius: The Journal of Federalism vol 24 winterBailey, Stephen (1999) Local Government Economics: Principles and Practice. Basingstoke andLondon: Macmillan Press Limited.Basri, F.H. (1994). “Hubungan Keuangan Pusat-Daerah <strong>dan</strong> Tuntutan Otononomi Daerah”,Jurnal Keuangan <strong>dan</strong> Moneter, 2(1), DecemberBird, R.M. and Vaillancourt, F. (1998). Fiscal Decentralization in Developing Countries.Cambridge: Cambridge University PressBoadway, R., and A. Shah, eds. (2007). Intergovernmental Fiscal Transfers: Principles andpractice. The World Bank, Washington, D.C. 575 pp.Boadway, R., and A. Shah, eds. (2009). Fiscal Federalism: Principles and Practice of MultiorderGovernance, Cambridge University Press, New York.Bosch, Nuria, and Jose M. Duran, eds. (2008). Fiscal Federalism and Political Decentralization:Lessons from Spain, Germany and Canada, Edward Elgar Publishing, Northampton.Brodjonegoro, Bambang (2006), Desentralisasi sebagai Kebijakan Fundamental untukMendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional <strong>dan</strong> Mengurangi Kesenjangan Antar Daerah diIndonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap UI.Buentjen, C. (1998). Fiscal Decentralisation in Indonesia: The Challenge of DesigningInstitutions, GTZ-SfDM Project, JakartaCheema, S. and Rondinelli D. (1983). Decentralisation and Development: Policy Implementationin Developing Countries. Beverly Hills: Sage PublicationsWhite Paper125


Volume 2Davoodi, H.R. (2001), Fiscal Decentralisation, IMF Research Bulletin, 2(2), JuneDavey, KJ (1983) Financing Regional Government, John Weley I Sons, Chicester, UKDillinger, William (1994). Decentralization and Its Implications For Urban Service Delivery.Urban Management ProgrammeEaton, K. (2000). Political and Obstacle to Decentralisation: Evidence from Argentina and thePhilippines. Development and Change, 32(1), Institute of Social Studies, JanuaryEpple, D. and Nechyba, T. (2003). Fiscal Decentralization. Regional Science AssociationInternational Meetings, CaliforniaFane, G. (2003), “Change and Continuity in Indonesia’s New Fiscal DecentralisationArrangement”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol.39(1), p.159.Fisher, R.C. (1996). State and Local Public Finance. Chicago: Irwin PublicationsGoode, R. (1984). Government Finance in Developing Countries. Washington D.C.: BrookingsInstitutionGramlich, E.M. (1977). Intergovernmental grants: a review of the empiriscal literature. In ThePolitical Economy of Fiscal Federalism, ed. W.E. Oates. Lexington MA: Heath PublishersHandra, Refrizal (2007). <strong>Dana</strong> alokasi khusus (DAK: Problematika <strong>dan</strong> alternatif solusi kedepan. Unpublished paper.Hedd, D. (1983). Public Expenditure: The Defence and Reform. Oxford: Martin RobertsonHofman, B. and Kaiser, K. (2002). The Making of the Big Bang and Its Aftermath: A PoliticalEconomy Perspective, World Bank Working Paper, AtlantaKim, Junghun et al (2009). General Grants versus Earmarked Grants: Theory and Practice,Korean Institute of Public Finance and Danish Ministry of Interior and Health, Copenhagen.Ladd H.F. (1999). The Challenge of Fiscal Disparities for State and Local Governments.Cheltenham: Edward Elgar Publishing Ltd.Maddick, H. 1983. Democracy. Decentralization and Development. Asia publishing House,London.Miljoenennota (1996) [General Budget 1996]. Proceedings of the Lower House, 1995-1996Session, 24 400, SDU Uitgeverij, The Hague.Manor, J. (1999). The Political Economy of Democratic Decentralisation, Washington: TheWorld BankMikessel, John, L. (2004) “General Sales, Income, and Other Nonproperty Taxes,” in InternationalCity/County Management Association, Management Policies in Local Government Finance(Washington, DC: ICMA, 2004)Norton, A. (1994). International Handbook of Local and Regional Government. London: EdgarPublishing & Co.Oates, Wallece E. (1972), Fiscal Federalism. New York: Harcourt Brace Jovanovich126 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar PustakaOates, W.E. (1999. ‚An Essay on Fiscal federalism‘, Journal of economic Literature, 37(3):1120-49Purwanto, D.A. (2010). Decentralization and its Impact on Primary Education Outcomes: inD.S. Priyarsono, and E. Rustiadi (Editors): Regional Development in Indonesia. IPB and IRSA.Jakarta. pp 174-199.Ranis, G. and Stewart, F. (1994), Decentralisation in Indonesia, Bulletin of Indonesian EconomicStudies, 30(3), DecemberRodden, J.A. (2005). Hamilton’s Paradox: The Promise and Peril of Fiscal Federalism. Cambridge:Cambridge University PressSchneider, M. (2002), Local fiscal equalisation based on fiscal capacity: the case of Austria.Fiscal Studies, 23: 105–133. doi: 10.1111/j.1475-5890.2002.tb00056.xShah, Anwar (1994). The Reform of Intergovermental Fiscal Relation in Developing andEmerging Market economics, Policy and Research Series 23. The World Bank. Washinton DC.Shah, Anwar (1997), Balance, Accountability And Responsiveness, Lesson AboutDecentralization, World Bank, Washington D.C.Shah, Anwar, ed. (2005). Public Expenditure Analysis: Public sektor governance andaccountability series, The World Bank, Washington, D.C.Shah, Anwar, Corruption and Decentralized Public Governance (2006). World Bank PolicyResearch Working Paper No. 3824. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=877331Sidik M. (2002). <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> Umum: Konsep, Hambatan <strong>dan</strong> Prospek di Era Otonomi Daerah.Jakarta: Penerbit Buku KompasSidik, M. and Kadjatmiko (2002). Indonesia’s Fiscal Decentralisation: Combining ExpenditureAssignment and Revenue Assignment, A Brief Note, Jakarta, Ministry of FinanceSimanjuntak, Robert. (2003) Enambelas Bulan Perjalanan Desentralisasi Fiskal di Indonesiadalam 80 Tahun Mohammad Sadli, Ekonomi Indonesia di Era Politik Baru, Jakarta, KompasStiglitz Joseph, E. (1988), Economics of the Public Sektor, ISBN 0-393-96651-8, W.W.Norton,New York.Syaukani, Gaffar, A. and Rasyid, R. (2002). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan.Jogjakara: Pustaka PelajarTedjakusuma, E.E. (2000). Analysis of the Impacts of Fiscal Decentralisation on RegionalDevelopment in Indonesia, PhD Thesis, Nagoya UniversityThoha, Miftah. 1994. Perilaku Organisasi. Konsep Dasar <strong>dan</strong> Aplikasinya. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Indonesia.Trench, Alan (2007). Devolution and Power in the United Kingdom, Manchester UniversityPress, Manchester.Wallis John, J. And Wallace E. Oates (1988), “Decentralization in the Public Sektor: An EmpiriscalStudy of State and Local Government”, in H. Rosen ed. Fiscal Federalism: Quantitative Studies,Chicago: University of Chicago Press, p. 57-71White Paper127


Volume 2Wibbles, E. (2005). Federalism and the Market: Intergovernmental Conflict and EconomicReform in the Developing World, Cambridge: Cambridge University PressWibowo, K., B. Muljarijadi, R. Rinaldi. (2009). Allocation Mechanism of Equalization Fundin Indonesia: Current Condition and Alternative Proposals of Specific Grant in Sub-NationalLevel. Working Paper, IRSA Conference, Surabaya, 2009.Woller, G.M. and Phillips, K. (1999). “Fiscal Decentralisation and LDC Economic Growth: AnEmpiriscal Investigation”, Journal of Development Studies, 34(4), April, pp. 139-148.Wuryanto, Lucky, E. (1996). Fiscal Decentralization And Economic Performance In Indonesia :An Interregional Computable, BappenasYani, A. (2002). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat <strong>dan</strong> Daerah di Indonesia.Jakarta: Rajagrafindo Persada.128 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar LampiranLampiran 2.1 Tim Pengarah <strong>dan</strong> Tim Teknis Penyusunan White Paper DAKN A M A JABATAN INSTITUSI1 Dr. Ir. Max HasudunganPohan, CES, MADeputi Meneg PerencanaanPembangunan/KepalaBappenas Bi<strong>dan</strong>gPengembangan Regional <strong>dan</strong>Otonomi DaerahDit. Otonomi Daerah,Bappenas2 Dr. Ir. Budi Santoso MA Direktur Otonomi Daerah Dit. Otonomi Daerah,Bappenas3 Dr. Ir. Antonius Tarigan,M.Si.Kasubdit. KelembagaanPemerintah Daerah4 Drs. Wariki Sutikno, MCP Kasubdit. PengembanganKapasitas Keuangan Daerah5 Erwin Dimas, SE, DEA,M.Si.Kasubdit <strong>Alokasi</strong> Pen<strong>dan</strong>aanKementerian6 Toni Priyanto J, S.Kom. ME Kasubdit. PerimbanganKeuanganDit. Otonomi Daerah,BappenasDit. Otonomi Daerah,BappenasDit. <strong>Alokasi</strong> Pen<strong>dan</strong>aanPembangunan, BappenasDit. Keuangan Negara,Bappenas7 Suharmen, S.Kom, M.Si. Kasubdit. Penerimaan Negara Dit. Keuangan Negara,Bappenas8 Ubaidi Socheh Hamidi,SE. MM9 Putut Hari Setyaka, SE,MPPKasubdit. <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong><strong>Khusus</strong>, Direktorat JenderalPerimbangan KeuanganKepala Sub DirektoratEvaluasi <strong>Dana</strong> Desentralisasi &Perekonomian DaerahDit. <strong>Dana</strong> Perimbangan,Kementerian KeuanganDit. Evaluasi Pen<strong>dan</strong>aan <strong>dan</strong>Informasi Keuangan Daerah,Kementerian Keuangan10 Drs. Damenta, MA Kasubag. Perencanaan Ditjen. Pembangunan Daerah,Kementerian Dalam Negeri11 Dr. Hendriwan, M.Si. Kasubdit. <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong><strong>Khusus</strong>12 Taufiq Hidayat Putra, ST,M.Eng.Staff Fungsional13 Tim Auracher GIZ-Component Team Leaderfor Fiscal Decentralisation(DeCGG)Dit. Fasilitas <strong>Dana</strong>Perimbangan, Ditjen.Keuangan Daerah,Kementerian Dalam NegeriDit. Otonomi Daerah,BappenasGIZ14 Dr. Jan M. Bach GIZ DeCGG GIZ15 Dr. Ir. Astia Dendi M.Sc. GIZ-Senior Adviser (DeCGG) GIZ16 Dr. Kodrat Wibowo Konsultan GIZ (DeCGG) Universitas Padjadjaran17 Dr. Wahyudi Kumorotomo Konsultan GIZ (DeCGG) Universita Gajah Mada18 Zulhanif, S.Si, M.Sc. Konsultan GIZ (DeCGG) Universitas PadjajaranWhite Paper129


Volume 2Lampiran 2.2 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2004KUADRAN DAK DENGAN DAU ALOKASI TAHUN 2004(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IV800.00KUADRAN IDAU18.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IIIKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH89 96 215 78 47818,62 20,08 44,98 16,32 100Sumber: Pengolahan dataPada tahun 2004 dikuadran I terdapat 89 (16,82 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU juga diatas rata-rata. Di kuadran II terdapat 96 (20,08%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAUdibawah rata-rata. Dan kuadran III terdapat 215 (44,98 %) kabupaten/kota yang menerimaalokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU dibawah rata-rata. kemudiankuadran IV terdapat 78 (16,32 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawah ratarata<strong>dan</strong> menerima alokasi DAU diatas rata-rata.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahun 2004 sebagian besar (44,98 %)kabupaten yang menerima alokasi DAU dibawah rata-rata menerima pula DAK dibawah ratarata.130 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar LampiranLampiran 2.3 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2005KUADRAN DAK DENGAN DAU ALOKASI TAHUN 2005(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IVKUADRAN I900.00DAU25.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH99 119 184 76 47820,71 24,90 38,49 15,90 100KUADRAN IIISumber: Pengolahan dataPada tahun 2005 di kuadran I terdapat 99 (20,71 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU juga diatas rata-rata. Sementara itu di kuadran II terdapat119 (24,9 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerimaalokasi DAU dibawah rata-rata. Kemudian di kuadran III terdapat 184 (38,49 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU dibawah ratarata.Se<strong>dan</strong>gkan di kuadran IV terdapat 76 (15,9 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU diatas rata-rata.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahun 2005 sebagian besar (38,49 %)kabupaten yang menerima alokasi DAU dibawah rata-rata menerima pula DAK dibawah ratarata.White Paper131


Volume 2Lampiran 2.4 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2006KUADRAN DAK DENGAN DAU ALOKASI TAHUN 2006(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IVKUADRAN I1.400.000DAU60.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH122 117 184 55 47825,52 24,48 38,49 11,51 100KUADRAN IIISumber: Pengolahan dataPada tahun 2006 di kuadran I terdapat 122 (25,52 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU juga diatas rata-rata.Pada kuadran II terdapat 117(24,48 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU dibawah rata-rata. Selanjutnya dikuadran III terdapat 184 (38,49 %) kabupaten/kotayang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU dibawah rata-rata.Se<strong>dan</strong>gkan di kuadran IV terdapat 55 (11,51 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAKdibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU diatas rata-rata.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahun 2006 sebagian besar (38,49 %)kabupaten yang menerima alokasi DAU dibawah rata-rata menerima pula DAK dibawah ratarata.132 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar LampiranLampiran 2.5 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2007KUADRAN DAK DENGAN DAU ALOKASI TAHUN 2007(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IVKUADRAN I1.200.000DAU90.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH130 119 174 55 47827,20 24,90 36,49 11,51 100KUADRAN IIISumber: Pengolahan dataPada tahun 2007 di kuadran I terdapat 130 (27,2 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU juga diatas rata-rata. Sementara itu di kuadran IIterdapat 119 (24,9 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong>menerima alokasi DAU dibawah rata-rata. Se<strong>dan</strong>glan dikuadran III terdapat 174 (36,4%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU dibawah rata-rata. Kemudian Pada kuadran IV terdapat 55 (11,51 %) kabupaten/kotayang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU diatas rata-rata.Walaupun sebagian besar kabupaten/ kota masih berada di kuadran III, namun persentasenyasedikit menurun yaitu 36,4 %.White Paper133


Volume 2Lampiran 2.6 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU tahun 2008KUADRAN DAK DENGAN DAU ALOKASI TAHUN 2008(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IVKUADRAN I1.200.000DAU120.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IIIKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH132 117 176 53 47827,62 24,48 36,82 11,09 100Sumber: Pengolahan dataPada tahun 2008 di kuadran I terdapat 132 (27,62 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU juga diatas rata-rata. Di kuadran II terdapat 117 (24,48%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAUdibawah rata-rata. Sementara itu di kuadran III terdapat 176 (36,82 %) kabupaten/kota yangmenerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU dibawah rata-rata. Sertadi kuadran IV terdapat 53 (11,09 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawahrata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU diatas rata-rata. Pada tahun 2008 sebagian besar (36,82%) kabupaten yang menerima alokasi DAU dibawah rata-rata menerima pula DAK dibawahrata-rata.134 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar LampiranLampiran 2.7 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2006KUADRAN DAK DENGAN DAU + DBH ALOKASI TAHUN 2006(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IV4.500.000KUADRAN IDAU + DBH60.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IISumber: Pengolahan dataKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH87 152 172 67 47818,20 31,80 35,98 14,02 100Pada tahun 2006 dikuadran I terdapat 87 (18,2 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU+DBH juga diatas rata-rata. Pada kuadran II terdapat 152(31,8 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU+DBH dibawah rata-rata. Dan Pada kuadran III terdapat 172 (35,98 %) kabupaten/kotayang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU+DBH dibawahrata-rata. Kemudian pada kuadran IV terdapat 67 (14,02 %) kabupaten/kota yang menerimaalokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU diatas rata-rata. Kembali dapatdinyatakan bahwa pada tahun 2006 sebagian besar (35,98 %) kabupaten/kota yang menerimaalokasi DAU+DBH dibawah rata-rata menerima pula DAK dibawah rata-rata.White Paper135


Volume 2Lampiran 2.8 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2007KUADRAN IVKUADRAN DAK DENGAN DAU + DBH ALOKASI TAHUN 2007(KABUPATEN/KOTA)4.000.000KUADRAN IDAU + DBH90.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IISumber: Pengolahan dataKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH93 156 163 66 47819,46 32,64 34,10 13,81 100Pada tahun 2007 dikuadran I terdapat 93 (19,46 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU+DBH juga diatas rata-rata. Se<strong>dan</strong>gkan di kuadran IIterdapat 156 (32,64 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong>menerima alokasi DAU+DBH dibawah rata-rata. Sementara itu di kuadran III terdapat 163(34,1 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU+DBH dibawah rata-rata. Kemudian di kuadran IV terdapat 66 (13,81 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU+DBH diatasrata-rata. Terlihat fenomena serupa dengan tahun sebelumnya, bahwa pada tahun 2007sebagian besar (34,1%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAU+DBH dibawah rata-ratamenerima pula DAK dibawah rata-rata.136 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar LampiranLampiran 2.9 Kuadran antara alokasi DAK dengan alokasi DAU+DBH tahun 2008KUADRAN DAK DENGAN DAU + DBH ALOKASI TAHUN 2008(KABUPATEN/KOTA)KUADRAN IV3.500.000KUADRAN IDAU + DBH120.000KUADRAN IIIDAKKUADRAN IISumber: Pengolahan dataKUADRAN I KUADRAN II KUADRAN III KUADRAN IV JUMLAH96 153 156 73 47820,08 32,01 32,64 15,27 100Pada tahun 2008 dikuadran I terdapat 96 (20,08 %) kabupaten/kota yang menerima alokasiDAK diatas rata-rata <strong>dan</strong> alokasi DAU+DBH juga diatas rata-rata. Se<strong>dan</strong>gkan di kuadran IIterdapat 153 (32,01 %) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK diatas rata-rata <strong>dan</strong>menerima alokasi DAU+DBH dibawah rata-rata. Kemudian di kuadran III terdapat 156 (32,64%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasiDAU+DBH dibawah rata-rata. Di kuadran IV terdapat 73 (15,27 %) kabupaten/kota yangmenerima alokasi DAK dibawah rata-rata <strong>dan</strong> menerima alokasi DAU+DBH diatas rata-rata.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara konsisten pada tahun 2008 sebagian besar(32,64%) kabupaten/kota yang menerima alokasi DAU+DBH dibawah rata-rata menerimapula DAK dibawah rata-rata.Hasil pembahasan pada dua volume sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa hasil studimengenai DAK terdahulu memperlihatkan a<strong>dan</strong>ya inkonsistensi pada definisi dari berbagaiperaturan yang ada. Hal ini disebabkan oleh konsep <strong>dan</strong> azas DAK sepertinya telahdiintepretasi secara berbeda antara satu peraturan dengan peraturan lainnya. Oleh sebab itumaka, penerapan konsep-konsep DAK menjadi semakin meluas, <strong>dan</strong> tidak fokus pada apayang sudah ditetapkan oleh aturan yang ada.A<strong>dan</strong>ya inkonsistensi interpretasi dari kegiatan DAK pada pelaksanaannya menimbulkanbeberapa permasalahan. Diantara permasalahan yang sering terjadi berasal dari sisiperencanaan <strong>dan</strong> pengalokasian DAK, masalah dari sisi implementasi DAK, bahkan dariWhite Paper137


Volume 2aktivitas monitoring <strong>dan</strong> pelaporan hasil pelaksanaan serta berbagai isu yang terkait dengandampak DAK pada berbagai indikator kemajuan pembangunan.Volume III dari white paper DAK ini bertujuan untuk memberikan berbagai alternatifrekomendasi bagi arah kebijakan DAK di masa yang akan datang. Rekomendasi yang diusulkandifokuskan hanya pada beberapa hal tertentu saja – yang berdasarkan studi di dua volume awalmenunjukkan terjadi masalah yang cukup mendasar. Selain itu rekomendasi dirancang agardapat memberikan keleluasan bagi para pengambil keputusan untuk melakukan penyesuaiandetilasi dari kebijakan yang akan dilakukan di masa yang akan datang.Usulan rekomendasi diarahkan pada beberapa hal diantaranya adalah; fokus <strong>dan</strong> karakteristikDAK dimasa yang akan datang, tujuan dari pelaksanaan kegiatan DAK, karakteristik <strong>dan</strong>atransfer DAK yang diharapkan, serta rekomendasi dalam hal perencanaan, pelaksanaan, prosesmonitoring <strong>dan</strong> pelaporan, pengorganisasian serta konsekuensi logis dari hal-hal tersebut.Selain itu beberapa hal lain, seperti keterkaitan DAK dengan <strong>dan</strong>a lain, penetapan pagu <strong>dan</strong>bi<strong>dan</strong>g, keterkaitan dengan <strong>dan</strong>a dekonsentrasi <strong>dan</strong> tugas perbantuan, serta mekanismereward and punishment dari masing-masing usulan rekomendasi yang dibuat. Pada bagianini juga akan dibahas mengenai kekuatan <strong>dan</strong> kelemahan dari masing-masing rekomendasiyang diusulkan terutama dari sisi pencapaian good governance sebagai salah satu upaya yanghendak dicapai dalam pelaksanaan pembangunan oleh seluruh daerah di Indonesia.Sebelum usulan rekomendasi tersebut disampaikan, terlebih dahulu akan dibahas beberapa isu<strong>dan</strong> permasalahan utama yang terkait dengan temuan-temuan dari studi yang telah dilakukansebelumnya secara singkat. Beberapa isu <strong>dan</strong> permasalah yang dibahas pada bagian ini akanmenjadi dasar dari rekomendasi perbaikan arah kebijakan DAK ke depan. Pembahasan isuutama dikaitkan dengan azas <strong>dan</strong> konsep DAK dari sisi peraturan yang ada, dasar teori DAK,perencanaan DAK, pelaksanaan maupun dari sisi monitoring <strong>dan</strong> evaluasi hingga dampakpelaksanaan DAK terhadap indikator-indikator pembangunan <strong>dan</strong> peran gubernur dalampelaksanaan DAK di daerah.138 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Daftar LampiranWhite Paper139


Volume 3Kesimpulan <strong>dan</strong> Rekomendasi


Bab IRekomendasi Arah KebijakanDAK ke DepanVolume terdahulu paper ini memperlihatkankonsep <strong>dan</strong> azas DAK diintepretasi dengancara yang berbeda antara satu peraturandengan peraturan lain. Interpretasi yangberbeda-beda ini menimbulkan beberapapermasalahan, baik di sisi perencanaan <strong>dan</strong>pengalokasian, implementasi, monitoring<strong>dan</strong> pelaporan hasil pelaksanaan, maupundampak DAK pada berbagai indikatorkemajuan pembangunan. Volume III daripaper ini mengajukan beberapa alternatifrekomendasi perbaikan kebijakan DAK padabeberapa issu. Beberapa di antaranya ialahkarakteristisasi, tujuan, <strong>dan</strong> manajemenDAK. Selain itu kaitan DAK dengan <strong>dan</strong>alain termasuk dengan <strong>dan</strong>a dekonsentrasi<strong>dan</strong> tugas pembantuan, penetapan pagu<strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g, serta mekanisme reward andpunishment juga disajikan sebagai bagianrekomendasi. Untuk membuka perspektifyang lebih luas, kekuatan <strong>dan</strong> kelemahansetiap rekomendasi akan juga didiskusikan.Sebelum diskusi tentang rekomendasi ini,tinjauan-ulang atas temuan-temuan padavolume terdahulu ditampilkan lebih dulusecara ringkas.1. Temuan tentang Azas <strong>dan</strong> KonsepDAK<strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> dimaknai berbedaoleh peraturan yang berbeda. Inkonsistensiini terlihat pada apa yang disebut sebagai“prioritas nasional” yang didefinisikansecara longgar sehingga menghilangkanmakna kekhususan DAK sendiri, selain adabi<strong>dan</strong>g DAK yang merupakan urusan pilihandaerah. Pada saat yang sama, ditemui pulapembagian otoritas yang tidak imbang antarjenjangpemerintahan. Diskresi daerah relatifterbatas karena otoritas terbesar kebijakanDAK berada di tangan pemerintah pusat.Inkonsistensi juga ditemui dalam penetapandaerah penerima DAK. Dalam UU 33/2004<strong>dan</strong> PP 55/2005 disebutkan bahwa penentuandaerah penerima DAK didasarkan pada tigakriteria, yakni kriteria umum, khusus, <strong>dan</strong>teknis. Dalam pelaksanaannya, ketiga kriteriaitu tidak diintepretasi sebagai instrumenpenyaringan tiga lapis (yang menggunakanfrasa “<strong>dan</strong>”), tetapi diintepretasi sebagaikriteria-kriteria yang saling menutupi (yangmengubah frasa “<strong>dan</strong>” menjadi “atau”).White Paper141


Volume 3Dapat dikatakan formulasi DAK telah digeserdari penentuan “daerah <strong>dan</strong> sektor terseleksi”ke arah penetapan “target pengalokasianbagi sebanyak mungkin daerah <strong>dan</strong> sektor”.Sebagai akibatnya, besar alokasi per bi<strong>dan</strong>gDAK <strong>dan</strong> per satuan daerah penerima menjaditerbatas dengan dampak terhadap outcomeyang juga terbatas. Paper ini melaporkanbahwa tidak seluruh bi<strong>dan</strong>g DAK memilikipengaruh signifikan pada pembentukanoutcome, semisal kinerja perekonomiandaerah <strong>dan</strong> perbaikan kesejahteraan sosial.2. Temuan Teoritis DAKDalam perspektif teori, DAK dapatdikategorisasi sebagai conditional, closedended,and binding constraint matchinggrant. Ini merupakan transfer bersyaratdengan tujuan khusus dengan besar <strong>dan</strong>a(pagu) telah ditetapkan sejak semula. MenurutAnwar Syah (2007) matching grant seperti iniadalah jenis yang paling lemah dampaknyaterhadap kesejahteraan masyarakat,akuntabilitas pelaporan keuangan, <strong>dan</strong>penambahan kapasitas keuangan daerah.Selain itu DAK masih berorientasi pada input,bukan pada indikator kinerja (output) yanghendak dicapai. Prediksi teoritis ini menemuijustifikasi empiriss bahwa relasi DAK dengantujuan-tujuan (outcomes <strong>dan</strong> impacts)pembangunan tidak signifikan.3. Temuan dalam Perencanaan <strong>dan</strong>Pengalokasian DAK<strong>Alokasi</strong> DAK sejak 2003 ditandai denganpeningkatan jumlah <strong>dan</strong>a yang dialokasikanhampir 10 kali lipat: dari Rp. 2.269 milyardi tahun 2003 menjadi Rp. 21.133,3 milyardi tahun 2010. Peningkatan alokasi ini jugadibarengi dengan peningkatan jumlah bi<strong>dan</strong>gDAK hampir empat kali lipat: dari limabi<strong>dan</strong>g di 2003 menjadi 19 bi<strong>dan</strong>g di 2011.Sejalan dengan penambahan alokasi <strong>dan</strong>a<strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g DAK, jumlah kabupaten/kotapenerima DAK juga terus bertambah. Tahun2003 hanya ada 265 kabupaten <strong>dan</strong> 65 kotapenerima DAK, pada tahun 2010 terdapat398 kabupaten <strong>dan</strong> 93 kota penerima DAK,sehingga secara keseluruhan terjadi kenaikanhampir 1,5 kali.Peningkatan alokasi itu, sayangnya,belum cukup mampu menampilkan efekkesejahteraan sebagaimana diharapkan.Simulasi mengenai alokasi ini menunjukkanbahwa efek DAK akan lebih bisa dirasakanapabila <strong>dan</strong>a yang dialokasikan untukmasing-masing bi<strong>dan</strong>g menjadi lebih besar.Ini dapat dilakukan melalui kriteria seleksidaerah <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g yang lebih ketat, sehinggaalokasi DAK dapat dibawa ke suatu nilai yangmampu menghasilkan dampak.<strong>Alokasi</strong> DAK juga telah menunjukkankecenderungan pada “fungsi penyebaran”dengan meninggalkan “fungsi kekhususan”-nya. Koefisien variasi memang menurunsehingga kesenjangan fiskal antardaerahjuga menyusut tetapi daerah penerimakurang terseleksi baik. Paper ini melaporkan31% penerima DAK adalah daerah denganDAU per kapita yang relatif tinggi.Penyelenggaraan DAK sendiri kurangterintegrasi ke dalam siklus <strong>dan</strong> mekanismeperencanaan pembangunan di daerah.Pengambilan keputusan pengalokasianDAK dilakukan secara top-down dengantidak tidak melibatkan daerah secaralangsung dalam perencanaan kegiatan.Pada saat yang sama, penggunaan formulaperhitungan DAK yang kompleks <strong>dan</strong> tidaktrasnparan membuat DAK sukar diprediksiditambah dengan variasi tahunan yangrelatif besar. Dalam banyak keadaan, nilaiDAK tahun sebelumnya bahkan tidak dapat142 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke Depandiandalkan sebagai alat prediksi bagi nilaiDAK tahun berikutnya. Kondisi ini seringkalimenyebabkan daerah kehilangan rujukanbagi perencanaan APBD utamanya untukkepastian pengalokasikan <strong>dan</strong>a pendamping.4. Temuan dalam ImplementasiProblem implementasi DAK dapat dikatakankompleks. Ini berakar dari ketidakpastiandalam pengoperasian petunjuk pelaksanaan(juklak) maupun petunjuk teknis (juknis)dengan beberapa rangkaian ikutannya.Beberapa di antaranya adalah [1]keterlambatan penyediaan juklak <strong>dan</strong> juknistahunan, [2] kekerapan perubahan juklak <strong>dan</strong>juknis yang tinggi, [3] kehilangan perspektifdaerah, serta [4] kekakuan juklak-juknisakibat kecondongan orientasi input daripadaoutput.5. Temuan dalam Monitoring <strong>dan</strong>Evaluasi DAKSampai sejauh ini masih ditemui kekosongandalam pedoman pengelolaan <strong>dan</strong>pemantauan DAK secara terpadu mulai daripusat hingga provinsi <strong>dan</strong> kabupaten/kota.Kalaupun ada pedoman monitoring <strong>dan</strong>pelaporan, pedoman itu diterbitkan secarasektoral dengan penekanan tinggi padaproses <strong>dan</strong> hingga tingkat tertentu jugamembebani daerah (lihat pula studi ADB,2011).Sejauh ini pula tidak tersedia anggaranmemadai bagi proses monitoring <strong>dan</strong> evaluasiDAK di setiap tingkatan pemerintahan.Dengan minimnya dukungan <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong>absenya instrumen monitoring yang fleksibel<strong>dan</strong> efektif, institusi-institusi pusat <strong>dan</strong> daerahtidak dapat berkoordinasi <strong>dan</strong> melaksanakanmonitoring secara aktif. Keadaan inidikombinasi lagi oleh terbatasnya sarana<strong>dan</strong> kapasitas penyelenggaraan monitoring,baik di pusat maupun daerah. Akibatnyaefektivitas <strong>dan</strong> manfaat monitoring selalumenjadi bagian dari persoalan DAK secarakeseluruhan. Pelaporan pelaksanaan DAKdari daerah pun sering terlambat. Tambahanpula, umpan-balik atas laporan daerahkendatipun laporan itu dikirim secaraberkala pratis tidak ada, sebagaimanaditunjukkan juga oleh studi ADB dia atas.Dalam keadaan seperti ini, sistem monitoringDAK yang sentralistis terhitung tidak efektif.6. DAK <strong>dan</strong> Standar Pelayanan MinimumHingga saat ini belum ada aturan mengenaialokasi DAK bagi pemenuhan StandarPelayanan Minimum (SPM) bagi masyarakatdi daerah. Kebutuhan aturan mengenaihal ini menjadi strategis, khususnyauntuk pembiayaan belanja modal (capitalexpenditure) sehingga pola belanja APBDmenjadi lebih berimbang relative terhadapbelanja rutin. Suatu kerangka pembiayaanSPM melalui DAK pada daerah dengankemampuan fiskal rendah penting untukdikembangkan. Kerangka pembiayaan inimengintegrasi skema-skema SPM yangsaat ini telah diproduksi, tetapi luputmemperhitungkan cara pembiayaannya.7. Peran Gubernur dalam Kegiatan DAKSalah satu peran gubernur yang didefinisikanselama ini adalah ia mewakili kepentinganpemerintah pusat. Tetapi, ia juga memilikipotensi “mewakili daerah” karenaperannya sebagai kepala daerah otonomsama seperti bupati <strong>dan</strong> walikota. Dalamdua kepentingan ini gubernur dapatmenjadi jembatan kebutuhan pusat <strong>dan</strong>daerah. Oleh karenanya, gubernur jugamembutuhkan mandat <strong>dan</strong> otoritas dalampengambilan keputusan –khususnya dalamperencanaan <strong>dan</strong> kedudukan keuangan.Hingga saat ini kedudukan keuanganWhite Paper143


Volume 3gubernur masih dibatasi pada <strong>dan</strong>a yangbersifat dekonsentrasi <strong>dan</strong> tugas perbantuan.Dikeluarkannya PP 19/2010 yang kemudiandisempurnakan menjadi PP 23/2011 tentangTata Cara Pelaksanaan Tugas <strong>dan</strong> WewenangSerta kedudukan Keuangan Gubernursebagai wakil Pemerintah di wilayah Provinsi,secara singkat mengatur peran gubernurmengenai beberapa hal seperti:- Pengertian gubernur sebagai koordinatorinstansi vertikal, koordinator <strong>dan</strong>pengawas/pembina Pemerintahankabupaten/kota- Kewajiban utama dari seorang gubernuradalah menjaga keutuhan NKRI- Selain itu gubernur juga memilikitugas untuk membina <strong>dan</strong> mengawasipen<strong>dan</strong>aan tugas-pembantuan- Rapat kerja pemerintah daerahkabupaten/kota dengan gubernurdilakukan sedikitnya 2 kali setahun <strong>dan</strong>gubernut bisa memberikan penghargaanatau sanksi kepada Bupati/Walikota terkaitdengan kinerja yang dilakukannya- Gubernur dengan kewenagan yangada pa<strong>dan</strong>ya dapat mengun<strong>dan</strong>g rapatdengan K/L terkait dengan koordinasiprogram/kegiatan yang ada di wilayahnya- Gubernur bisa memberikan sanksi kepadabupati.walikota berupa peringatantertulis bagi bupati.walikota yg mangkir(tembusan Kemdagri & Ka DPRD)hingga pembatalan alokasi <strong>dan</strong>a tugaspembantuan.Ruang lingkup peraturan ini bisa diperluashingga pengawasan <strong>dan</strong>a-<strong>dan</strong>a transferpusat yang lain. Jadi, gubernur tidak sajabisa mengawasi <strong>dan</strong>a yang berasal dari<strong>dan</strong>a dekonsentrasi <strong>dan</strong> tugas perbantuansaja, akan tetapi juga <strong>dan</strong>a transfer laintermasuk DAK. Dari sisi pengelolaanDAK, perluasan ruang lingkup peraturan itudapat digunakan untuk memainkan perankoordinasi pusat-daerah. Bagi pemerintahpusat, manajemen pembangunan 33 provinsilebih mudah dijalankan bila dibandingkandengan manajemen pembangunan hampir500 kabupaten/kota. Lagi pula, gubernurlebih memiliki kompetensi mengenaikebutuhan <strong>dan</strong> kekhususan daerah daripadapemerintah pusat.Sejalan dengan penguatan peran gubernurdalam pelaksanaan DAK melalui perluasanPP 19/2010 <strong>dan</strong> PP 23/2011 maka konseppelaksanaan DAK dapat digerakkan kearah co-decision mechanism. Oleh sebabitu kebijakan DAK bisa diawali dari a<strong>dan</strong>ya“Forum DAK” di tingkat provinsi yang bisamemfasilitasi perencanaan yang bersifattop-down <strong>dan</strong> bottom-up secara bersamasama.Peran gubernur tidak berhenti padakoordinasi perencanaan saja, tetapi jugadapat digerakkan ke wilayah yang lebih luaslagi. Pertama, ia penghimpun <strong>dan</strong> melakukanverifikasi data yang dibutuhkan dalam prosesperencanaan DAK. Kompetensi gubernurtentang daerah diletakkan lebih tinggidaripada kompetensi pemerintah pusat. Olehsebab itu, data yang dihimpun gubernur dapatdijadikan sumber rujukan bagi perencanaanpenetapan alokasi kegiatan <strong>dan</strong> anggaranoleh instansi yang ada di tingkat pusat, sertabagi penetapan outcome beserta indikatorkinerja dari kegiatan yang direncanakan.Sebagai wakil dari pemerintah pusat didaerah, gubernur berkewajiban melayanikepentingan pusat dalam menetapkantujuan <strong>dan</strong> sasaran berbasis akuntabilitas <strong>dan</strong>reliabilitas data.Kedua, gubernur juga dapat melakukanpenilai rancangan usulan kegiatan. Pada144 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke Depanfungsi ini gubernur memberikan technicalassistance pada daerah dalam penyusunanusulan-usulan kegiatan DAK daerahyang lebih laik secara socio-administratif(partisipatif <strong>dan</strong> accountable) <strong>dan</strong> secarateknokratis (memiliki kesesuaian denganprioritas yang telah ditetapkan <strong>dan</strong> feasiblesecara teknis).Ketiga, gubernur dapat melakukanpengawalan tata kelola kegiatan DAKyang ada di daerahnya. Sebagai institusiyang berada di antara pemerintah <strong>dan</strong>daerah, gubernur memiliki kewajiban untukmempertemukan dua kepentingan yang ada.Agar efektivitas pelaksanaan DAK sesuaitujuannya maka perlu ada institusi yang bisamenjamin pelaksanaan kegiatan DAK bisaberlangsung secara tepat berdasarkan prinsiprinsipgood governance.8. Rekomendasi Arah Kebijakan DAK keDepanUsulan perbaikan arah kebijakan DAK kedepan disajikan dalam beberapa alternatifrekomendasi yang bisa dipertimbangkan bagiperbaikan DAK di masa yang akan datang.Pada tingkat awal, arah kebijakan DAK dimasa akan dapat ditempuh melalui dua cara.Pertama, reformulasi parsial. Ini dilakukanmelalui penataan ulang penyelenggaraanDAK dengan mengembalikan pengertian <strong>dan</strong>proses pelaksanaan DAK seperti apa yangtelah diatur dalam peraturan-perun<strong>dan</strong>ganyang telah ada, serta memperjelas peraturanperun<strong>dan</strong>ganyang masih memiliki multitafsir.Pada tingkat yang minimal, tanpa perlumembuat aturan baru, tata-ulang penetapandaerah terpilih, misalnya, cukup denganmenggunakan kembali frasa “<strong>dan</strong>” dalam“kriteria umum, khusus, <strong>dan</strong> teknis”, serayatidak mengubahnya menjadi “kriteria umum,khusus, atau teknis” seperti praktek yangselama ini terjadi. Selanjutnya, tata-ulangpenetapan bi<strong>dan</strong>g untuk dikembalikan padaapa yang diamanatkan UU. Moratoriumberbasis definisi yang tegas, jelas, <strong>dan</strong>bertafsir tunggal atas pelebaran bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>gDAK perlu mendapat pertimbanganagar cakupan bi<strong>dan</strong>g DAK dapatdisandingkan dengan amanat UU. Dari keduareformulasi ini, reformulasi besar alokasibi<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> distribusi daerah akan munculsebagai konsekuensinya.Kedua, reformulasi integral. Ini merupakansuatu usulan rekomendasi yangmembutuhkan revisi perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gansecara signifikan. Selain terdiri dari bagianbagianyang diusulkan reformulasi pasrialreformulasi penentuan bi<strong>dan</strong>g, daerahterpilih, <strong>dan</strong> alokasi beberapa di antaranyayang menjadi bagian integral adalahusulan untuk melepaskan DAK dari <strong>Dana</strong>Perimbangan, sehingga DAK dijadikan<strong>dan</strong>a transfer dari pemerintah pusat kedaerah dengan tipologi yang khas <strong>dan</strong>terdefinisi tegas. Tentu saja ini akan memilikikonsekuansi yang luas terhadap perubahanpada peraturan-perun<strong>dan</strong>gan lain yangmerupakan bagian integralnya.Pada tahap selanjutnya, jika reformulasiintegral ini didudukkan dalam konteks yanglebih luas lagi, gambaran mengenai DAKmasa depan <strong>dan</strong> perbandingan dengankondisi saat ini dapat dideskripsikan. Tabel3.1 menyajikan tiga alternatif pelaksanaanDAK di masa datang untuk dibandingkandengan pelaksanaan DAK yang berlakusaat ini. Dengan merujuk pada pengertianDAK yang ada sekarang ini, tiga alternatifitu dapat dikelompokkan menjadi [1] DAKWhite Paper145


Volume 3sebagai instrumen <strong>dan</strong>a perimbangan, [2]DAK sebagai instrumen pencapaian prioritasnasional, [3] DAK sebagai instrument <strong>dan</strong>aperimbangan <strong>dan</strong> prioritas nasional.1.1 Rekomendasi Alternatif 1:DAK sebagai Instrumen <strong>Dana</strong>Perimbangana. FokusFokus utama dari desain rekomendasikebijakan DAK untuk Alternatif 1 adalahdengan mendudukan DAK sebagai bagiandari <strong>Dana</strong> Perimbangan yang tidakterpisahkan dengan DBH <strong>dan</strong> DAU.b. TujuanSebagai bagian dari <strong>Dana</strong> Perimbanganyang merupakan konsekuensi logis dariditerapkannya desentralisasi fiskal, makaDBH, DAU, <strong>dan</strong> DAK memiliki tujuan untukmemperkecil kesenjangan fiskal vertikalmaupun horisontal. Oleh sebab itu tujuanutama DAK untuk Alternatif 1 adalah untukmengurangi kesenjangan fiskal antardaerah,sehingga bisa mengurangi kesenjanganpelayanan dasar publik. Pelayanan dasarpublik di sini adalah bagian dari urusanwajib yang telah memiliki Standar PelayananMinimum (SPM).c. Karakteristik <strong>Dana</strong> TransferBentuk transfer yang bersifat khususdimaksudkan untuk memberikan insentifkepada pemerintah daerah melaksanakanprogram <strong>dan</strong> aktivitas kegiatan tertentu.Secara teoritis, jika suatu <strong>dan</strong>a transferditerapkan dalam kondisi akuntabilitaspemerintah lokal yang rendah <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>gyang dibiayai oleh <strong>dan</strong>a transfertersebut memiliki masalah interjurisdictionalspillover effects, maka bentuk <strong>dan</strong>a transferyang cocok adalah conditional/specificgrant. Kegiatan yang yang di<strong>dan</strong>ai denganspesific grant diarahkan agar pemerintahpusat dapat memaksa daerah meningkatkanakuntabilitasnya. Selain itu, pemerintahpusat bisa “memberi kompensasi” padapemerintah daerah yang harus menanggungbeban interjurisdictional spillover effects.Bentuk transfer khusus dapat diterapkanpada berbagai kegiatan, baik dalam bentukaktivitas reguler, wajib, maupun kegiatanyang bisa memberikan diskresi kepadadaerah, atau bahkan kegiatan yang bersifatad-hoc sekalipun (Broadway & Shah, 2009).Transfer yang bersifat khusus juga digunakanuntuk pengeluaran yang bersifat outputbased.Dalam hal ini kerangka otonomidaerah dapat tetap dijaga kendatipuntujuan-tujuan pemerintah pusat menjadiprioritasnya.Oleh karena pen<strong>dan</strong>aan DAK ditujukanuntuk men<strong>dan</strong>ai pelayanan publik tertentumenjadi urusan wajib daerah dengan rujukanSPM, akan lebih baik jika conditional granttersebut dinyatakan sebagai matchingtransfer. Dibandingkan dengan nonmacthingtransfer, macthing transfer mampumeningkatkan aktivitas program ke titikyang lebih tinggi. Selain itu, karena <strong>dan</strong>ayang dialokasikan untuk DAK mengandunglimitasi tertentu, maka karakteristik lain yangharus dimiliki oleh DAK alternatif ini adalahbersifat closed ended.d. PerencanaanSuatu Medium Term Expenditure Framework(MTEF) direkomendasikan bagi penerapanDAK di masa depan. Kerangka pembiayaansemacam ini dapat meningkatkantransparansi <strong>dan</strong> prediktabilitas pembiayaanDAK (Lihat juga Handra, 2007). Nilai DAKdalam MTEF ditetapkan sebagai pagu146 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke Depanindikatif dengan sifat yang non-binding. Paguindikatif ini merupakan pagu minimum dari<strong>dan</strong>a yang akan ditransfer ke daerah-daerahyang laik menerima DAK untuk pencapaiantujuan perimbangan keuangan.Penentuan daerah penerima DAK iniditentukan berdasarkan dua kriteria, yaitukriteria umum <strong>dan</strong> kriteria teknis. Kriteriaumum merujuk pada kapasitas fiskal yangrendah, yaitu daerah dengan DAU per kapitadi bawah median nasional dikurangi satustandar deviasi, se<strong>dan</strong>gkan kriteria teknisditetapkan oleh K/L terkait. Sementara itu,penentuan bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yang laik untukdi<strong>dan</strong>ai oleh DAK adalah bi<strong>dan</strong>g yangmenjadi urusan wajib daerah yang terkaitdengan pelayanan dasar, memiliki SPM, sertamemiliki kesiapan teknis tertentu.e. PelaksanaanSesuai dengan pendekatan MTEF,pengelolaan DAK semestinya bergeser kearah pendekatan yang berbasis hasil (output/outcome-based). Pendekatan ini memerlukanserangkaian performance indicators sebagaiukuran keberhasilan pelaksanaan kegiatanDAK. Indikator-indikator ini harus relevandengan indikator-indikator SPM sehinggatujuan DAK Alternatif 1 bisa tercapai.Untuk menjamin konsistensi pelaksanaannya,juklak <strong>dan</strong> juknis yang bersifat multiyearspenting untuk dijadikan bagian DAK.Selain kesejajaran dengan MTEF akanterjadi, jaminan bahwa petunjuk teknis <strong>dan</strong>pelaksana yang tidak berubah selama kurunwaktu tertentu bisa memberikan diskresi <strong>dan</strong>kepastian pada daerah untuk berkreasi.f. Monitoring <strong>dan</strong> PelaporanMekanisme pelaporan <strong>dan</strong> proses monitoringDAK yang diusulkan untuk Alternatif 1 adalahsebagai berikut:- Daerah penerima DAK akan melaporkanpelaksanaan kegiatan DAK hingga leveloutput yang dihasilkannya- Gubernur – sebagai perwakilanpemerintah pusat di daerah – akanmemonitor pelaksanaan kegiatan DAKyang ada hingga level output yangdihasilkan di wilayahnya- K/L terkait akan memonitor pelaksanaankegiatan DAK hingga level output dariseluruh daerah di bi<strong>dan</strong>g yang menjaditanggung jawabnya- Bappenas akan menilai kinerja pencapaiannasional di daerah sampel secara periodikminimal dua kali dalam lima tahung. PengorganisasianPembagian kewenangan dalam prosesperencanaan, pelaksanaan, serta monitoring<strong>dan</strong> pelaporan DAK dilakukan oleh institusiyang terkait dengan pengorganisasiansebagai berikut:- Penetapan bi<strong>dan</strong>g dilakukan olehBappenas berkonsultasi dengan K/Lterkait <strong>dan</strong> Kemdagri sesuai denganusulan bi<strong>dan</strong>g yang diajukan oleh daerah.Bi<strong>dan</strong>g kegiatan DAK Alternatif 1 adalahbi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yang merupakan urusanwajib daerah <strong>dan</strong> telah memiliki SPM.- Penentuan alokasi dilakukan olehKemenkeu, berkonsultasi dengan K/Lterkait. Kriteria alokasi dilakukan dengandua tahap, yaitu melalui kriteria umum<strong>dan</strong> kriteria teknis.- Penyusunan juklak <strong>dan</strong> juknis dilakukanoleh K/L yang relevan <strong>dan</strong> berkoordinasidengan Depdagri. Juklak <strong>dan</strong> juknisyang ditetapkan oleh K/L disusun untukperiode waktu lebih panjang berkisarantara 3-5 tahun.- Penentuan <strong>dan</strong>a pendamping ditetapkanoleh Pemda, melalui mekanisme prosespenyusunan anggaran di daerahWhite Paper147


Volume 3h. Kekuatan <strong>dan</strong> KelemahanMekanisme DAK Alternatif 1 diperkirakandapat memperbaiki kesenjangan fiskalantardaerah <strong>dan</strong> memperbaiki distribusipelayanan dasar publik berbasis SPM. Hinggasaat ini jumlah bi<strong>dan</strong>g pelayanan dasar publikyang memiliki SPM masih sangat terbatas.Tetapi jika bi<strong>dan</strong>g pelayanan publik yangterkait urusan wajib mengalami pelebaran,bi<strong>dan</strong>g DAK tipe ini secara otomatis jugaakan mengalami perluasan. Sebagaimanatelah didiskusikan dalam keseluruhanlaporan ini, ada situasi trade-off antara luasperluasan bi<strong>dan</strong>g DAK <strong>dan</strong> kekhususan yangdisan<strong>dan</strong>gnya.Konsekuensi dari pelaksanaan rekomendasikebijakan DAK ini di antaranya adalahreformulasi terhadap DAK saat ini.Reformulasi inti yang perlu dilakukan merujukpada hal-hal yang terkait dengan tujuanpencapaian pemerataan fiskal daerah <strong>dan</strong>pemberiaan kepastian SPM untuk bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>gyang menjadi urusan wajib daerah<strong>dan</strong> bisa di<strong>dan</strong>ai oleh DAK.Gambar 3.1 Mekanisme Pengelolaan DAK sebagai Instrumen <strong>Dana</strong>PerimbanganPENETAPAN BIDANG DAKUSULANDAERAHURUSANDAERAHURUSAN WAJIBBAPPENASK/L TERKAITKEMENDAGRIMEMILIKI SPMBIDANG DAKPENENTUAN BESARANALOKASI DAK PER DAERAHKRITERIA UMUMKEMENTERIANKEUANGANDAERAH LAYAKDAERAH TIDAKLAYAKKRITERIA TEKNISKEMENTERIANTEKNISDAERAHADAERAHBDAERAHCDAERAHX, Y....PENETAPAN ALOKASI DANPENYALURAN KE DAERAHDAERAHADAERAHBDAERAHCDAERAHX, Y....KEMENTERIANKEUANGAN148 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke Depani. Mekanisme “Reward” <strong>dan</strong> “Punishment”Mekanisme reward-punishment pentinguntuk mendapat tempat dalam DAK Alternatif1 ini. Tetapi yang paling penting di sini adalahbagaimana skema reward-punishment, yangapakah efek yang diharapkan betul-betuldapat diciptakan dari reward-punishmentini. Selain itu, bagaimana konsistensinya darimasa ke masa penting pula dipertimbangkanmengingat amat sering dijumpai ex-antepolicy berbeda dengan ex-post policy.Apa yang telah ditetapkan sebagai reward(punishment) bagi suatu daerah yangberprestasi (tidak berprestasi) seringkali tidakmenghasilkan efek apapun karena ketetapanreward-punishment itu diterapkan berbedadari apa yang telah dirancang.1.2 Rekomendasi Alternatif 2:DAK sebagai InstrumenPencapaian Prioritas nasionala. FokusFokus utama dari desain rekomendasikebijakan DAK Alternatif 2 adalah DAKsebagai alat pencapaian prioritas nasional.DAK Alternatif 2 ini dilepaskan dari <strong>Dana</strong>Perimbangan <strong>dan</strong> berdiri sendiri sebagaisalah satu bentuk transfer yang bersifat unik.Keunikannya terletak pada perhatian untukmenyelesaikan masalah-masalah prioritasnasional yang ada di daerah.b. TujuanTujuan utama pengalokasian DAK Alternatif2 ini adalah pencapaian sasaran prioritasnasional yang sudah ditetapkan dalamRPJMN <strong>dan</strong> dijabarkan dalam RKP.c. Karakteristik <strong>Dana</strong> TransferDAK Alternatif 2 ini bersifat nonmatchingtransfer yang merupakan instrumen untukmenjalankan prioritas utama nasional yangtidak menjadi prioritas utama daerah.Sebagaimana dicirikannya, nonmatchingtransfer ini dilakukan tanpa <strong>dan</strong>a pendamping(Shah, 1994), selain bersifat open-ended.Open-ended transfer ini menjadi suatupilihan karena ia akan meningkatkan efisiensikegiatan.d. PerencanaanSebagaimana Alternatif 1, MTEF jugadirekomendasikan dalam DAK Alternatif 2.Tetapi sebagai <strong>dan</strong>a transfer untuk menjawabprioritas nasional, pendekatan perencanaanDAK Alternatif 2 dilakukan denganmenggunakan mekanisme top-down.Bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g DAK Alternatif 2 inidisesuaikan dengan prioritas nasional dalamRPJMN, yang hingga suatu tingkat (1)membutuhkan subsidi dengan persyaratanteknis tertentu, (2) memberikan insentifkepada daerah dengan kinerja teknis tertentuberupa reward pen<strong>dan</strong>aan khusus dari pusatsesuai prioritas nasional.Oleh karena tujuan utama alokasi DAKAlternatif 2 ini adalah pencapaian prioritasnasional, penentuan alokasi didasarkanhanya pada kriteria teknis saja. Kriteria iniditetapkan oleh kementerian <strong>dan</strong> lembagateknis terkait.e. PelaksanaanPada dasarnya pelaksanaan DAK Alternatif2 ini tidak jauh berbeda dengan alternatifsebelumnya. Sesuai format MTEF, pelaksanaan<strong>dan</strong> pengelolaan DAK semestinya bergeserke arah pendekatan yang berorientasi hasil(output/outcome-based). Sama sepertisebelumnya, dua kebutuhan pokok yangWhite Paper149


Volume 3terhubung dengan MTEF adalah performanceindicators juklak <strong>dan</strong> juknis dengan durasimultiyears yang sejalan dengan jangka waktuMTEF-nya.f. Monitoring <strong>dan</strong> PelaporanMekanisme pelaporan <strong>dan</strong> proses monitoringDAK Alternatif 2 sama dengan apa yangsudah diusulkan pada Alternatif 1.g. PengorganisasianPengorganisasian kegiatan DAK dilaksanakanberdasarkan tugas <strong>dan</strong> fungsi yang diembanoleh masing-masing institusi. Adapunpengorganisasian DAK yang diusulkan adalahsebagai berikut:- Usulan <strong>dan</strong> penetapan bi<strong>dan</strong>g dilakukanoleh K/L terkait berkoordinasi denganKemenkeu, Kemdagri, <strong>dan</strong> Bappenas.- Pertimbangan penentuan besaran alokasiDAK menurut daerah didasarkan ataskriteria teknis yang ditetapkan oleh K/Lterkait.- Penyusunan juklak <strong>dan</strong> juknis dilakukanoleh K/L terkait berkoordinasi denganKemdagri.- Penetapan besaran alokasi dilakukan olehKemenkeu.- K/L terkait memberikan laporan kepadaKemenkeu, Kemdagri, <strong>dan</strong> Bappenas.h. Kekuatan <strong>dan</strong> KelemahanKekuatan DAK Alternatif 2 adalah jaminanpencapaian tujuan nasional seperti yangtelah ditetapkan dalam RPJMN, meskipundilakukan melalui kegiatan-kegiatanyang merupakan urusan daerah. Melaluimekanisme pembiayaan yang bersifatopen ended pemerintah akan berusahaGambar 3.2 Mekanisme Pengelolaan DAK sebagai Instrumen PencapaianPrioritas NasionalARAH KEBIJAKAN DANPRIORITAS NASIONALPRIORITASNASIONALKEMENTRIAN TEKNISDEPKEU KEMENDAGRIBAPPENASPENETAPAN BIDANG DAKMEMILIKI SPMBIDANG DAKPENENTUAN BESARANALOKASI DAK PER DAERAHKRITERIA TEKNISKEMENTERIANTEKNISDAERAHADAERAHBDAERAHCDAERAHX, Y....PENETAPAN ALOKASI DANPENYALURAN KE DAERAHDAERAHADAERAHBDAERAHCDAERAHX, Y....KEMENTERIANKEUANGAN150 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke Depanuntuk mencapai tujuan-tujuan nasionalnyadengan menyediakan <strong>dan</strong>a yang dibutuhkanoleh masing-masing bi<strong>dan</strong>g yang menjadiprioritas nasional. Walaupun begitu, systemopen ended membuka peluang terjadinyaketimpangan fiskal antar-daerah. Ini bisaterjadi karena belum tentu daerah-daerahyang terpilih untuk mendapatkan alokasiDAK merupakan daerah-daerah dengantingkat kapasistas fiskal daerah yang rendah.Dikeluarkannya DAK dari <strong>Dana</strong> Perimbanganmembuat struktur <strong>Dana</strong> Perimbanganjuga berubah, yakni hanya DBH <strong>dan</strong> DAUsaja. Oleh karenanya, implementasi usulankebijakan DAK Alternatif 2 ini menuntutperubahan dalam un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g maupunperaturan pemerintah yang terkait dengan<strong>Dana</strong> Perimbangan umumnya <strong>dan</strong> DAKkhususnya.i. Mekanisme “Reward” <strong>dan</strong> “Punishment”Dengan terlepasnya DAK dari <strong>Dana</strong>Perimbangan, pemerintah bisa memberikanreward pada daerah-daerah yang mampumemenuhi <strong>dan</strong> melebihi sasaran pencapaianprioritas nasional.1.3 Rekomendasi Alternatif 3:DAK sebagai Instrumen <strong>Dana</strong>Perimbangan <strong>dan</strong> PrioritasnasionalAlternatif 3 pada dasarnya tetapmendudukkan DAK dalam konsep sepertiyang digunakan saat ini. Untuk lebihmeningkatkan efektivitas dari pelaksanaanDAK dibandingkan dengan periodeperiodesebelumnya, DAK Alternatif 3 lebihdifokuskan pada modifikasi pelaksanaan DAKselama ini, yakni modifikasi formula alokasiDAK menjadi hanya dua kriteria umum<strong>dan</strong> teknis. Sementara itu, karakteristikalternatif ini merupakan perpaduan darikarakteristik masing-masing alternatif yangtelah diusulkan sebelumnya.a. FokusFokus utama desain rekomendasi kebijakanDAK untuk Alternatif 3 adalah DAK sepertikedudukannya saat ini, yaitu sebagai bagiandari <strong>dan</strong>a perimbangan yang ditujukan untukmencapai prioritas nasional.b. TujuanTujuan utama pengalokasian DAK padaalternatif ini ialah pengurangan ketimpanganfiskal untuk menutap kesenjangan pelayanandasar publik yang menjadi prioritas nasional.Pelayanan dasar publik yang menjadi prioritasnasional mengambil RPJMN <strong>dan</strong> juga RKPyang ditetapkan oleh pemerintah sebagaiacuannya.c. Karakteristik <strong>Dana</strong> TransferSejalan dengan karakteristik <strong>dan</strong>a transferyang diusulkan pada alternatif 1, bahwakarakteristik <strong>dan</strong>a transfer DAK Alternatif3 bersifat conditional matching grants,yang bersifat closed ended (memiliki pagutertentu). Disamping itu ada sifat lain, yangbinding constraint (<strong>dan</strong>a yang disalurkannyaterbatas).d. PerencanaanSebagaimana dua alternatif sebelumnya,MTEF juga menjadi rekomendasi pokokdalam perencanaan pembiayaan DAKAlternatif 3. Transparansi <strong>dan</strong> prediktabilitasadalah keunggulan utama mengapaWhite Paper151


Volume 3dijadikan MTEF. Selain itu, MTEF juga terbukabagi perencanaan kegiatan <strong>dan</strong> pembiayaanyang bersifat bottom-up <strong>dan</strong> top-down.Pagu anggaran yang bersifat binding dalamMTEF adalah instrumen untuk mencegahperubahan yang terlalu besar dalam prosesperencanaan anggaran. Dengan begitu,alokasi lebih <strong>dan</strong> distribusi lebih mudahdiprediksi <strong>dan</strong> derajat kepastian dalam prosesperencanaan akan pula meningkat.Prediktabilitas tinggi amat membantuperencanaan yang menggabungkan prosesbottom-up <strong>dan</strong> top-down DAK Alternatif3 ini, apalagi jika kedua proses ini bertemudalam suatu wadah yang disebut sebagai“Forum DAK Provinsi”. Peran koordinatifgubernur menjadi lebih nyata jika derajatkepastian perencanaan <strong>dan</strong> pembiayaanmenjadi lebih tinggi.Dalam hal penentuan daerah yang laikmenerima DAK Alternatif 3, dua kriteriaumum <strong>dan</strong> teknis dapat digunakansecara integratif. Kriteria umum didasarkanpada kapasitas fiskal yang rendah, yaitudaerah yang memiliki DAU per kapita dibawah median nasional dikurangi satustandar deviasi, se<strong>dan</strong>gkan kriteria teknisditetapkan oleh K/L terkait.Sementara itu, dalam hal penentuanbi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yang laik, beberapa variabeldapat dipertimbangkan, yaitu bi<strong>dan</strong>g yangmenjadi urusan wajib daerah terkait denganpelayanan dasar, memiliki SPM, serta memilikikesiapan teknis tertentu. Penentuan bi<strong>dan</strong>gyang diusulkan berada dalam beberapakategori, yakni- Bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yang bisa memberikansubsidi pada daerah, karena daerahmenghadapi kondisi teknis yangmembutuhkan intervensi pen<strong>dan</strong>aanpemerintah pusat sesuai dengan prioritasnasional.- Bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yang bisa memberikaninsentif kepada daerah, karena daerahtelah menampilkan kinerja teknis tertentu<strong>dan</strong> pantas diberikan reward berupapen<strong>dan</strong>aan khusus dari pemerintah pusatsesuai dengan prioritas nasional.e. PelaksanaanPelaksanaan DAK Alternatif 3 tidak berbedadengan pelaksanaan DAK Alternatif 1dengan ruang diskresi pada daerah adalahbagian pokoknya. Selanjutnya, sesuai dengankerangka MTEF yang direkomendasikan, DAKAlternatif 3 difokuskan pada pelaksanaanyang berorientasi hasil (output/ outcomebased)dengan penentuan indikator kinerjayang terdefinsi <strong>dan</strong> terukur jelas.Juklak-juknis multiyear direkomendasikanpada DAK Alternatif 3 untuk menjaminkonsistensi pelaksanaan kegiatan. Jaminansemacam ini misalnya juknis yangtetap selama minimal tiga tahun bisamemberikan diskresi <strong>dan</strong> kepastian padadaerah untuk mempertinggi efektivitaspelaksanaan masing-masing bi<strong>dan</strong>g DAK.f. Monitoring <strong>dan</strong> PelaporanMonitoring <strong>dan</strong> pelaporan DAK Alternatif3 dirancang sama dengan dua alternatifsebelumnya.- Daerah penerima DAK melaporkanpelaksanaan kegiatan DAK hinggatingkat output yang dihasilkannya152 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke Depan- Gubernur sebagai perwakilanpemerintah pusat di daerah memonitoroutput seluruh pelaksanaan kegiatanDAK di wilayahnya.- K/L terkait akan memonitor pelaksanaankegiatan <strong>dan</strong> output DAK di bi<strong>dan</strong>g yangmenjadi tanggung jawabnya dari seluruhdaerah- Bappenas menilai kinerja pencapaiannasional di daerah sampel secara periodikminimal dua kali dalam lima tahung. PengorganisasianPengorganisasian kegiatan DAK dilaksanakanberdasarkan tugas <strong>dan</strong> fungsi yang diembanoleh masing-masing institusi dengan divisionof labor seperti berikut:- Penetapan bi<strong>dan</strong>g dilakukan olehBappenas berkonsultasi dengan K/Lterkait <strong>dan</strong> Kemdagri sesuai denganusulan bi<strong>dan</strong>g yang diajukan oleh daerah.- Penentuan alokasi dilakukan olehKemenkeu yang berkonsultasi denganK/L terkait.- Penyusunan juklak <strong>dan</strong> kuknis dilakukanoleh K/L terkait yang berkoordinasidengan Kemdagri.- Penentuan <strong>dan</strong>a pendamping ditetapkanoleh pemda melalui mekanisme prosespenyusunan anggaran di daerah.- Gubernur memadukan pendekatan top-Gambar 3.3 Mekanisme Pengelolaan DAK sebagai Instrumen <strong>Dana</strong>perimbangan <strong>dan</strong> Prioritas NasionalPENETAPAN BIDANG DAKURUSANDAERAHURUSAN WAJIBGUBERNUR‘FORUM DAKPROVINSI’USULANDAERAHK/L TERKAITBAPPENASK/L TERKAITKEMENDAGRIMEMILIKI SPMBIDANG DAKPENENTUAN BESARANALOKASI DAK PER DAERAHKRITERIA UMUMKEMENTERIANKEUANGANDAERAH LAYAKDAERAH TIDAKLAYAKKRITERIA TEKNISKRITERIA TEKNISDAERAH LAYAKDAERAH TIDAKLAYAKKEMENTERIANTEKNISDAERAHADAERAHBDAERAHCDAERAHX, Y....PENETAPAN ALOKASI DANPENYALURAN KE DAERAHDAERAHADAERAHBDAERAHCDAERAHX, Y....KEMENTERIANKEUANGANWhite Paper153


Volume 3down <strong>dan</strong> bottom-up dalam bentuk“Forum DAK Provinsi”.h. Kekuatan <strong>dan</strong> KelemahanKekuatan proses pelaksanaan usulankebijakan DAK Alternatif 3 bisa ditelusurireformulasi yang mampu mendudukan DAKsesuai dengan dasar teori <strong>dan</strong> peraturan lainyang telah ada. Alternatif ini akan membuatperubahan alokasi secara signifikan sejalandengan penetapan kriteria pemilihan daerah<strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g yang konsisten dengan aturanyang ada. Sebaliknya, kelemahan DAKAlternatif 3 ini terletak pada hirarki <strong>dan</strong> matarantai pelaksanaan DAK yang menjadi lebihpanjang. Proses perencanaan DAK akanmenjadi lebih panjang daripada yang terjadiselama ini.kegiatan DAK yang direncanakan <strong>dan</strong>tidak dapat mencapai output/outcomeyang sudah ditetapkan.- Untuk DAK yang berasal dari pusat,pemerintah bisa memberikan rewardpada daerah-daerah yang mampumemenuhi <strong>dan</strong> melebihi sasaranpencapaian prioritas nasional.<strong>Permasalahan</strong> serius lain akan muncul jikagubernur tidak mampu melaksanakan tugas<strong>dan</strong> memanfaatkan kapasitasnya. “ForumDAK Provinsi” tidak berjalan menurutfungsinya <strong>dan</strong> pelaksanaan DAK tidakmenjadi lebih baik daripada pelaksanaansaat ini. Keadaan ini memperlihatkan bahwagubernur memiliki peran sentral untukmenjaga keberhasilan pelaksanaan DAK.Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat didaerah akan bertindak sebagai koordinatorinstansi vertikal, koordinator <strong>dan</strong> pengawas/pembina pemerintahan kabupaten/kota.i. Mekanisme “Reward” <strong>dan</strong> “Punishment”Mekanisme reward <strong>dan</strong> punishment yangdiusulkan pada DAK Alternatif 3 ini terdiriatas dua hal, yaitu:- Untuk DAK yang diusulkan daerah,mekanisme punishment berupapenundaan atau penghentian DAK dapatdilakukan jika ternyata daerah tidakmampu memenuhi semua pelaksanaan154 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke DepanTabel 3.1 Matriks Rekomendasi Usulan Arah Kebijakan DAK Ke DepanITEMS SAAT INI ALTERNATIF I ALTERNATIF II ALTERNATIF IIIFOKUS DANKARAKTERISTIKBagian dari mekanisme transferke daerah (<strong>Dana</strong> Perimbangan/DP)dengan karakteristik membiayaikegiatan khusus yang menjadiurusan daerah sesuai denganprioritas nasional- Bagian dari <strong>dan</strong>aperimbangan,- Mencapai Prioritasnasional- Bagian dari <strong>dan</strong>a perimbangan- Mencapai Prioritas nasionalTUJUAN Karena merupakan bagian dari<strong>Dana</strong> Perimbangan, maka tujuandari DAK adalah:- Mengurangi ketimpanganfiskal di daerah (pemerataankemampuan fiskal)- Memenuhi capaian yang menjadiprioritas nasional dalam RKPMengurangi kesenjanganfiskal antardaerah,sehinga bisa mengurangikesenjangan pelayanandasar publik (beberapaurusan wajib tertentu/yang telah memiliki SPM)Mencapai sasaran prioritasnasionalMengurangi ketimpanganfiskal di daerah, sehinggabisa mengurangi kesenjanganpelayanan dasar publik yangmenjadi prioritas nasionalKARAKTERISTIK DANATANSFER DAKDAK saat ini memilikikarakteristik:- Conditional (bersifat khusus)- Matching grant (ada <strong>dan</strong>apendamping)- Closed ended (ada penetapanpagu)- Binding constraint (<strong>dan</strong>a yangdisalurkan terbatas)Karakteristik DAK yangdiusulkan:- Conditional (bersifatkhusus)- Matching grant ( ada<strong>dan</strong>a pendamping)- Closed endedKarakteristik DAK yangdiusulkan:- Conditional (bersifatkhusus)- Non Matching grant (tidakada <strong>dan</strong>a pendamping)- Open ended (tetapi adapagu indikatif selamaperiode MTEF)Karakteristik DAK yang diusulkan:- Conditional (bersifat khusus)- Matching grant (ada <strong>dan</strong>apendamping)- Closed ended (ada penetapanpagu)- Binding constraint (<strong>dan</strong>a yangdisalurkan terbatas)White Paper155


Volume 3ITEMS SAAT INI ALTERNATIF I ALTERNATIF II ALTERNATIF IIIPERENCANAAN•Waktu•Pendekatan•Penentuan daerah<strong>dan</strong> alokasi- Perencanaan DAK bersifattahunan yang dimulai dengana<strong>dan</strong>ya trilateral meeting antara(Bappenas – KemKeu - K/Lterkait)- Pendekatan yang digunakan saatini masih bersifat top-down- Penentuan bi<strong>dan</strong>g ditetapkansesuai dengan prioritas nasionalpada RKP tahun berjalan- Penentuan daerah penerimaDAK ditentukan melalui kriteriaumum, kriteria khusus, <strong>dan</strong>kriteria teknis- Penentuan alokasi <strong>dan</strong>a DAKke daerah dilakukan melaluiperhitungan perkalian antarabobot daerah <strong>dan</strong> pagu masingmasingbi<strong>dan</strong>g- Perencanaan bersifatmultiyears (MTEF pusat<strong>dan</strong> daerah)- Pendekatan denganmenggunakan Bottom-up- Penentuan bi<strong>dan</strong>g, yangmenjadi urusan wajibdaerah yang terkaitdengan pelayanan dasar,memiliki SPM, <strong>dan</strong>memiliki kesiapan teknistertentu- Penentuan daerahpenerima DAKditentukan melaluikriteria umum sekaliguskriteria teknis- Kriteria umum adalahdaerah yang memilikiKKD perkapita dibawahmean nasional dikurangisatu standar deviasi- Kriteria teknis ditetapkanoleh K/L terkait- Perencanaan bersifatmultiyears (MTEF pusat)- Pendekatannya bersifattop-down- Penentuan bi<strong>dan</strong>g sesuaidengan prioritas nasionaldalam RPJMN, yaitu:a. Untuk memberikansubsidi kepada daerahyang memiliki Kondisiteknis membutuhkanpen<strong>dan</strong>aan dari Pusatsesuai Prioritas Nasionalb. Memberikan insentifkepada daerah yangmemiliki kinerjatenis tertentu yangmembutuhkanreward dalam bentukpen<strong>dan</strong>aan khusus daripusat sesuai PrioritasNasional- Penentuan alokasididasarkan hanya padakriteria teknis saja-Perencanaan bersifat multiyears(MTEF pusat <strong>dan</strong> daerah)-Pendekatan denganmenggunakan top-down ataubottom-up-Penentuan bi<strong>dan</strong>g, yang menjadiurusan wajib daerah yangterkait dengan pelayanan dasar,prioritas nasional, memiliki SPM,<strong>dan</strong> memiliki kesiapan teknistertentu-Penentuan bi<strong>dan</strong>g yangdiusulkan berada dalam kategori:a.Untuk memberikan subsidikepada daerah yang memilikiKondisi teknis membutuhkanpen<strong>dan</strong>aan dari Pusat sesuaiPrioritas Nasionalb.Memberikan insentifkepada daerah yang memilikikinerja tenis tertentu yangmembutuhkan reward dalambentuk pen<strong>dan</strong>aan khusus daripusat sesuai Prioritas Nasional-Penentuan daerah penerimaDAK ditentukan melalui kriteriaumum, atau kriteria teknis-Kriteria umum adalah daerahyang memiliki KKD perkapitadibawah mean nasionaldikurangi satu standar deviasideviasi-Kriteria teknis ditetapkan olehK/L terkait156 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke DepanITEMS SAAT INI ALTERNATIF I ALTERNATIF II ALTERNATIF IIIPELAKSANAAN•Input based•Output/outcomesbased•Matching grant•Petunjuk teknis-Masih menekankan pada jumlahalokasi DAK yang diterima (inputbase)-Pelaksanaan disesuaikan denganjuklak <strong>dan</strong> juknis dari K/L terkait-Menggunakan <strong>dan</strong>a pendampingdengan besaran 10%-Pengelolaan keuangan di daerahdisesuaikan dengan PermendagriNo. 20/2009- Menggunakan output/outcome based denganindikator kinerja yangterukur- Pelaksanaan disesuaikandengan pedomanyang berlaku sesuaidengan periode MTEF,berorientasi hasil(output/outcome) yangmemberikan diskresikepada daerah- Menggunakan output/outcome based denganindikator kinerja yangterukur- Pelaksanaan disesuaikandengan juklak <strong>dan</strong> juknisdari K/L terkait yangberlaku sesuai denganperiode MTEF- Menggunakan output/outcomebased dengan indikator kinerjayang terukur- Pelaksanaan disesuaikandengan pedoman yang berlakusesuai dengan periode MTEF,berorientasi hasil (output/outcome) yang memberikandiskresi kepada daerahMONITORING <strong>dan</strong>PELAPORAN•Pendekatan•Frekuensi•Mekanisme- Proses monitoring dilakukanoleh Bappenas, Menkeu <strong>dan</strong> K/Lsesuai masing-masing bi<strong>dan</strong>gyang terkait DAK- Dilakukan sekali dalam setahun,ke daerah sampel (tidak seluruhdaerah)- Mekanismenya monitoring <strong>dan</strong>pelaporan sesuai dengan formpelaksanaan secara umum (form1) <strong>dan</strong> form pelaksanaan perbi<strong>dan</strong>g (form 2)- Daerah akan melaporkanhingga level output yangdihasilkannya- Gubernur akanmemonitor hingga leveloutput yang dihasilkan diwilayahnya- K/L akan memonitorhingga level output dariseluruh daerah di bi<strong>dan</strong>gyang menjadi tanggungjawabnya- Bappenas akan menilaikinerja/outcomepencapaian nasional didaerah sampel secaraperiodik minimal 2 kalidalam 5 tahun- Daerah akan melaporkanhingga level output yangdihasilkannya- Gubernur akan memonitorhingga level output yangdihasilkan di wilayahnya- K/L akan memonitorhingga level output dariseluruh daerah di bi<strong>dan</strong>gyang menjadi tanggungjawabnya- Bappenas akan menilaikinerja/outcomepencapaian nasional didaerah sampel secaraperiodik minimal 2 kalidalam 5 tahun- Daerah akan melaporkan hinggalevel output yang dihasilkannya- Gubernur akan memonitorhingga level output yangdihasilkan di wilayahnya- K/L akan memonitor hingga leveloutput dari seluruh daerah dibi<strong>dan</strong>g yang menjadi tanggungjawabnya- Bappenas akan menilai kinerja/outcome pencapaian nasional didaerah sampel secara periodikminimal 2 kali dalam 5 tahunWhite Paper157


Volume 3ITEMS SAAT INI ALTERNATIF I ALTERNATIF II ALTERNATIF IIIPENGORGANISASIAN•Pembagian Tugas•Mekanisme- Usulan <strong>dan</strong> penetapan kegiatan:dilakukan oleh K/L terkaitberkoordinasi dengan KemKeu,Kemendagri <strong>dan</strong> Bappenas- Penentuan alokasi dilakukanoleh KemKeu, berkonsultasidengan Bappenas <strong>dan</strong> K/L terkait- Penyusunan Juklak <strong>dan</strong>Juknis dilakukan oleh K/Lterkait berkoordinasi denganKemendagri- Penentuan <strong>dan</strong>a pendampingditetapkan oleh Pemda, melaluimekanisme proses penyusunananggaran di daerah- Pelaporan dilakukan oleh Pemdake KemKeu, Kemendagri, <strong>dan</strong>K/L terkait- K/L terkait memberikan laporankepada Menkeu, Kemendagri<strong>dan</strong> Bappenas- Pemantauan dilakukan olehBappenas, Menkeu <strong>dan</strong> K/Lterkait- Penetapan bi<strong>dan</strong>gdilakukan oleh Bappenasberkonsultasi dengan K/Lterkait <strong>dan</strong> Kemendagrisesuai dengan usulanbi<strong>dan</strong>g yang diajukanoleh daerah- Penentuan alokasidilakukan oleh KemKeu,berkonsultasi dengan K/Lterkait- Penyusunan Juklak <strong>dan</strong>Juknis dilakukan olehK/L terkait berkoordinasidengan Kemendagri- Penentuan <strong>dan</strong>apendamping ditetapkanoleh Pemda, melaluimekanisme prosespenyusunan anggaran didaerah- Usulan <strong>dan</strong> penetapanbi<strong>dan</strong>g dilakukan olehK/L terkait berkoordinasidengan KemKeu,Kemendagri <strong>dan</strong> Bappenas- Pertimbangan penentuanbesaran alokasi DAKperdaerah didasarkanatas kriteria teknis yangditetapkan oleh K/L terkait- Penyusunan Juklak <strong>dan</strong>Juknis dilakukan olehK/L terkait berkoordinasidengan Kemendagri- Penetapan besaran alokasidilakukan oleh KemKeu- K/L terkait memberikanlaporan kepada Menkeu,Kemendagri <strong>dan</strong> Bappenas- Penetapan bi<strong>dan</strong>g dilakukanoleh Bappenas berkonsultasidengan K/L terkait <strong>dan</strong>Kemendagri sesuai denganusulan bi<strong>dan</strong>g yang diajukanoleh daerah- Penentuan alokasi dilakukanoleh KemKeu, berkonsultasidengan K/L terkait- Penyusunan Juklak <strong>dan</strong>Juknis dilakukan oleh K/Lterkait berkoordinasi denganKemendagri- Penentuan <strong>dan</strong>a pendampingditetapkan oleh Pemda, melaluimekanisme proses penyusunananggaran di daerah- Gubernur memiliki peran sentralyang memadukan pendekatantop-down <strong>dan</strong> bottom-up dalambentuk “Forum DAK Provinsi”KAITAN DENGANDANA LAINDAK, DAU <strong>dan</strong> DBH merupakansatu kesatuan yang tidakdipisahkan dalam kerangka <strong>Dana</strong>Perimbangan.DAK, DAU <strong>dan</strong> DBHmerupakan satu kesatuanyang tidak dipisahkandalam kerangka <strong>Dana</strong>Perimbangan.DAK merupakan <strong>dan</strong>atransfer ke daerah yangberada di luar skema dari<strong>dan</strong>a perimbanganDAK, DAU <strong>dan</strong> DBH merupakansatu kesatuan yang tidakdipisahkan dalam kerangka <strong>Dana</strong>Perimbangan.PAGU NASIONAL Masih sebesar 7,5% terhadap<strong>Dana</strong> Perimbangan di tahun 2011Penetapan pagu nasionalpada saat pemerintahmenetapkan RPJMN(minimal 3 tahun) yangdiperoleh dari usulanpagu yang diusulkan olehdaerahPemerintah menetapkanprioritas nasional dari DAKdalam RPJM beserta paguindikatifnya (yang bisaberubah sesuai dengankebutuhan pencapaianprioritas tersebut)Penetapan pagu nasional padasaat pemerintah menetapkanRPJMN (minimal 3 tahun) denganmempertimbangkan pagu yangdihasilkan dari hasil musyawarah“Forum DAK Provinsi”158 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)


Bab I Rekomendasi Arah Kebijakan DAK ke DepanITEMS SAAT INI ALTERNATIF I ALTERNATIF II ALTERNATIF IIIJUMLAH BIDANG Jumlah bi<strong>dan</strong>g terus berkembang,sehingga ada 19 Bi<strong>dan</strong>g yang bisadi<strong>dan</strong>ai oleh DAK di tahun 2011Hanya untuk membiayaiurusan wajib khususnyaurusan wajib di bi<strong>dan</strong>gpelayanan dasar publikyang telah memiliki SPMUntuk membiayai urusanwajib di bi<strong>dan</strong>g layanandasar publik <strong>dan</strong> urusanpilihanBi<strong>dan</strong>g yang menjadi urusanwajib daerah yang terkaitdengan pelayanan dasar, prioritasnasional, <strong>dan</strong> sudah memiliki SPMKONSEKUENSITERHADAP DANADEKON DAN TPBelum terjadi pengalihan <strong>Dana</strong>Dekon <strong>dan</strong> TP sesuai pasal 108UU No. 33/2004. PP No. 7/2008belum secara tegas mengaturmasalah pengalihan tersebut<strong>Dana</strong> DAK akanbertambah daripengalihan <strong>Dana</strong> Dekon<strong>dan</strong> TP sesuai pasal 108UU No. 33/2004<strong>Dana</strong> DAK akan bertambahdari pengalihan <strong>Dana</strong>Dekon <strong>dan</strong> TP sesuai pasal108 UU No. 33/2004<strong>Dana</strong> DAK akan bertambah daripengalihan <strong>Dana</strong> Dekon <strong>dan</strong> TPsesuai pasal 108 UU No. 33/2004KEKUATAN Sesuai dengan tujuanintergovernmental transfer, DAKsaat ini diyakini sudah mampumenciptakan pemerataan fiskalantar daerahPemerataan fiskal antardaerah terjamin, sehinggapelayanan publik yangberstandar SPM bisadinikmati oleh seluruhmasyarakat di IndonesiaMenjamin a<strong>dan</strong>yapencapaian tujuannasional seperti yang telahditetapkan dalam RPJMNmeskipun dilakukan melaluikegiatan-kegiatan yangmerupakan urusan daerahA<strong>dan</strong>ya reformulasi parsial yangmendudukan DAK sesuai dengandasar teori <strong>dan</strong> peraturan lainyang telah ada memungkinkana<strong>dan</strong>ya perbaikan dalampelaksanaan <strong>dan</strong> manfaat yangbisa dirasakan dari alokasi DAKKELEMAHAN Hilangnya nilai kekhususan dalampelaksanaan alokasi DAK saat ini,karena DAK lebih menekankanpada proses pemerataankemampuan fiskal daerahHingga saat ini bi<strong>dan</strong>gbi<strong>dan</strong>gyang memiliki SPMmasih terbatas, sehinggamasih memungkinkanuntuk terjadi perluasanbi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g yangakan mendapatkan DAK,seperti saat ini.Memberikan potensi bagiketidakmerataan dalamkondisi fiskal di daerah-Hirarki <strong>dan</strong> mata rantaipelaksanaan DAK menjadi lebihpanjang.Jika Gubernur tidak bisamelaksanakan tugasnya makakondisi yang terjadi bisa lebihparah dibandingkan dengankondisi pelaksanaan DAK saat iniWhite Paper159


Volume 3ITEMS SAAT INI ALTERNATIF I ALTERNATIF II ALTERNATIF IIIKONSEKUENSI Banyak studi yang menyatakanbahwa DAK belum mampumencapai target output/outcomedalam pembangunan, sehinggacost effectiveness dari <strong>dan</strong>a DAKdianggap kecil dalam pencapaiantujuan pembangunan.- Perlu melakukanreformulasi parsialterhadap DAK.- Reformulasi dilakukanterutama pada hal-halyang terkait dengantujuan pencapaianpemerataan fiskal daerahPerlu perubahan yangmendasar pada UU maupunPP yang terkait dengan<strong>Dana</strong> PerimbanganGubernur memiliki peran sentraluntuk menjaga keberhasilanpelaksanaan DAK ini. PeranGubernur sebagai wakilpemerintah pusat di daerah akanbertindak sebagai koordinatorinstansi vertikal, koordinator <strong>dan</strong>pengawas/pembina Pemerintahankabupaten/kotaREWARD &PUNISHMENTTidak ada aturan tentangmekanisme sistem reward andpunishmentAda mekanismepunishment, berupapenundaan ataupenghentian DAK jikaternyata daerah tidakbisa memenui semuapelaksanaan kegiatan DAKyang direncanakan <strong>dan</strong>tidak dapat memenuhioutput/outcome yangsudah ditetapkan, karenapada dasarnya usulanDAK berasal dari daerahPemerintah bisamemberikan rewardpada daerah-daerahyang mampu memenuhi<strong>dan</strong> melebihi sasaranpencapaian prioritasnasional(bagi daerah-daerahyang pencapaian output/outcome melebihi indikatorkinerja yang merekatetapkan)- Untuk DAK yang diusulkandari daerah ada mekanismepunishment, berupa penundaanatau penghentian DAK jikaternyata daerah tidak bisamemenuhi semua pelaksanaankegiatan DAK yang direncanakan<strong>dan</strong> tidak dapat memenuhioutput/outcome yang sudahditetapkan- Untuk DAK yang berasaldari pusat, pemerintah bisamemberikan reward padadaerah-daerah yang mampumemenuhi <strong>dan</strong> melebihi sasaranpencapaian prioritas nasional- (bagi daerah-daerah yangpencapaian output/outcomemelebihi indikator kinerja yangmereka tetapkan)160 <strong>Analisis</strong> <strong>Perspektif</strong>, <strong>Permasalahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Dampak</strong> <strong>Dana</strong> <strong>Alokasi</strong> <strong>Khusus</strong> (DAK)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!