12.07.2015 Views

makalah sosial pendidikan tentang agama dan golongan - SKP

makalah sosial pendidikan tentang agama dan golongan - SKP

makalah sosial pendidikan tentang agama dan golongan - SKP

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

MAKALAH SOSIAL PENDIDIKAN TENTANG AGAMA DAN GOLONGANber<strong>agama</strong> menjadi menciut dalam aspek kecil <strong>dan</strong> kehidupan sehari-hari, yaitu yang berhubungan dengan yangghaib <strong>dan</strong> ritual saja. Kehidupan ber<strong>agama</strong> umat islam dewasa ini menjadi subsistem social budayanya.Fenomena penciutan ber<strong>agama</strong> ini karena pengaruh budaya modernism <strong>dan</strong> sekularisme. Walaupun pengaruhmodernism <strong>dan</strong> sekularisme demikian kuat, ia juga menimbulkan gerakan <strong>dan</strong> aliran ke<strong>agama</strong>an dalam rangkamelawan dominasi modernism <strong>dan</strong> sekularisme tersebut, seperti aliran skripturalis <strong>dan</strong> gerakan terror.Maraknya aliran kebatinan, occultism, aliran ekslusif lainnya menjadikan fenomena kehidupan ber<strong>agama</strong>makin kompleks. Semua ekslusivitas <strong>dan</strong> kompleksitas kehidupan ber<strong>agama</strong> ini menjadikannya menarik untukditeliti secara antropologis. Kajian antropologi terhadap berbagai aliran ekslusif juga akan menjelaskanakar-akar budaya dari objek yang dikaji, secara mencoba memahami gejala tesebut dalam konteks budayayang bersangkutan.C. Pengaruh Agama Terhadap Golongan MasyarakatUntuk mengetahui pengaruh <strong>agama</strong> terhadap masyarakat, ada tiga aspek yang perlu dipelajari, yaitukebudayaan, system social, <strong>dan</strong> kepribadian ketiga aspek itu merupakan fenomena social yang prilakumanusia. Maka timbul pertanyaan : sejauh mana fungsi lembaga <strong>agama</strong> dalam memelihara sistem, apakahlembaga <strong>agama</strong> terhadap kebudayaan sebagai suatu system? Dan sejauh mana fungsi <strong>agama</strong> dalammempertahankan keseimbangan pribadi.Berkaitan dengan hal ini, Nottingham menjelaskan secara umum <strong>tentang</strong> hubungan <strong>agama</strong> dengan masyarakatyang menurutnya, terbagi tipe-tipe. Tampaknya pembagia ini mengikutui konsep August Comte <strong>tentang</strong>proses tahapan pembentukan masyarakat. Adapun tipe-tipe yang di maksud Nottingham itu adalah sebagaiberikut :1. Masyarakat yang terbelakang <strong>dan</strong> nilai-nilai sacral. Tipe masyarakat ini kecil, terisolasi <strong>dan</strong> terbelakang.Anggota masyarakatnya menganut <strong>agama</strong> yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relative berkembang selainlembaga keluarga, <strong>agama</strong> menjadi focus utama bagi pengintegrasian <strong>dan</strong> persatuan masyarakat darimasyatakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, kemungkinan <strong>agama</strong> memasukan pengaruh yang sacral kedalam system nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.2. Masyarakat praindustri yang se<strong>dan</strong>g berkembang. Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, adaperkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti <strong>dan</strong> ikatan kepadasystem nilai dalam tipe masyarakat ini. Tetapi, pada saat yang sama, lingkungan yang sacral <strong>dan</strong> yang sekulersedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan social masih diisi olehupacara-upacara ke<strong>agama</strong>an, tetapi pada sisi kehidupan lain, pada aktivitas sehari-hari, <strong>agama</strong> kurangmendukung. Agama hanya mendukung masalah adat-istiadat saja.Nilai-nilai ke<strong>agama</strong>an dalam masyarakatmenempatkan focus utamanya pada pengintegrasian tingkah laku perseorangan, <strong>dan</strong> pembentukan citra pribadimempunyai konsekuensi penting bagi <strong>agama</strong>.Salah satu akibatnya,anggota masyarakat semakin terbiasadengan penggunaan metode empiris yang berdasarkan penalaran <strong>dan</strong> efesiensi dalam menanggapi masalahmasalahkemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas.Memiliki karakter-karakter yang dikemukakan Nottingham tersebut, tampaknya pengaruh <strong>agama</strong> terhadap<strong>golongan</strong> masyarakat pun, jika dilihat dari karakter masing-masing <strong>golongan</strong> pekerjaan, tidak akan berbedajauh dengan pengaruh <strong>agama</strong> terhadap masyarakat yang digambarkan Notting ham secara umum, karenasystem masyarakat akan mencerminkan budaya masyarakatnya. Diantara karakter masing-masing <strong>golongan</strong>pekerjaan antara lain :1. Golongan petani. Pada umumnya, <strong>golongan</strong> petani termasuk masyarakat yang terbelakang.Lokasinya beradadidaerah terisolasi system masyarakatnya masih sederhana, lembaga-lembaga <strong>sosial</strong>nyapun belum banyakberkembang. Mata pencaharian utamanya bergantung pada alam yang tidak bisa dipercepat, diperlambat, ataudiperhitungkan secara cermat sesuai dengan keinginan petani.Faktor subur tidaknya tanah,<strong>dan</strong> sebagainyamerupakan faktor-faktor yang brada di luar jangkauan petani oleh sebab itu,mereka mencari kekuatan <strong>dan</strong>kemampuan di luar dirinya yang dipan<strong>dan</strong>g mampu <strong>dan</strong>dapat mengatasi semua persoalan yang telah atau akanmenimpa dirinya.Maka,diadakanlah upacara-upacara atau ritus-ritus yang dianggap sebagai tolak bala ataumenghormati dewa.Menyediakan sesajen bagi Dewi Sri, yang dipercayai sebagai pelindung sawah <strong>dan</strong> la<strong>dan</strong>g.Dengan pengamatan selintas pengaruh <strong>agama</strong> tehadap <strong>golongan</strong> petani cukup besar.Jiwa ke<strong>agama</strong>an merekaPage 3


MAKALAH SOSIAL PENDIDIKAN TENTANG AGAMA DAN GOLONGANrelaitf lebih besar karena kedekatannya dengan alam.2. Golongan nelayan.Karakter pekerja <strong>golongan</strong> nelayan hampir sama dengan karakter <strong>golongan</strong> petani.Matapencahariannya berganyung pada keramahan alam.Jika musimnya se<strong>dan</strong>g bagus,tidak ada badai,boleh jaditangkapan ikannya melimpah.Biasanya pada waktu-waktu tertentu ada semacam upacara untuk menghormatipenguasa laut,yang pada masyarakat Indonesia dikenal sebagai Nyi Roro Kidul.Berdasarkan faktatersebut,pengaruh <strong>agama</strong> pada kehidupan nelayan dapat dikatakan signifikan.3. Golongan pengrajin <strong>dan</strong> pedagang kecil.Golongan pengrajin <strong>dan</strong> pedagang kecil hidup dalam situasi yangberbeda dengan <strong>golongan</strong> petani.Kehidupan <strong>golongan</strong> ini tidak terlalu berkutat dengan situasi alam <strong>dan</strong> tidakterlalu bergantung pada alam.Hidup mereka didasarkan atas landasan ekonomi yang memerlukan perhitunganrasional.Mereka tidak menyadarkan diri pada keramahan alam yang tidak bisa dipastikan,tetapi lebihmempercayai perencanaan yang teliti <strong>dan</strong> pengarahan yang pasti.Menurut Weber yang mempelajari sejarah <strong>agama</strong>-<strong>agama</strong> dengan cara yang berlaku pada zamannya, yaitu<strong>agama</strong> Kristen, Yahudi, Islam, Hindu, Budha, <strong>dan</strong> konfusianisme, Taoisme <strong>golongan</strong> pengrajin <strong>dan</strong> pedagangkecil suka menerima pan<strong>dan</strong>gan hidup yang mencakup etika pembalasan. Mereka menaati kaidah moral <strong>dan</strong>pola sopan santun <strong>dan</strong> percaya bahwa pekerjaan yang baik dilakukan dengan tekun <strong>dan</strong> teliti akan membawabalas jasa yang setimpal.4. Golongan pedagang besar. Kategori yang paling menonjol dari <strong>golongan</strong> pedagang besar adalah memilikisikapnya yang lain terhadap <strong>agama</strong>. Pada umumnya kelompok ini mempunyai jiwa yang jauh dari gagasan<strong>tentang</strong> imbalan jasa (compensation) moral,seperti yang dimiliki <strong>golongan</strong> tingkat menengah bawah.merekalebih berorientasi pada kehidupan nyata (mun<strong>dan</strong>e) <strong>dan</strong> cenderung menutup <strong>agama</strong> profetis <strong>dan</strong> etis. Perasaanke<strong>agama</strong>annya lebih bersifat fungsional, kemampuan yang mereka miliki terletak pada kekuatan ekonominya.5. Golongan kariyawan.Weber menyebut <strong>golongan</strong> karyawan sebagai kaum birokrat. Hal ini dilihat daripembagian fungsi-fungsi kerja yang ada sudah jelas <strong>dan</strong> a<strong>dan</strong>ya penyelesaian suatu masalah kemanusiaanberdasarkan penalaran <strong>dan</strong> efisiensi.6. Golongan buruh. Yang dimaksud dengan <strong>golongan</strong> buruh adalah mereka yang bekerja dalamindustri-industri atau perusahan-perusahaan modern. Golongan buruh termasuk kelas proletar yang tidakdiikutsertakan dalam kehidupan masyarakat, disingkirkan dari system social yang berlaju.Kelas ini merupakan<strong>golongan</strong> yang dijadikan sapi perahan untuk meraup keuntungan yang sangat besar oleh kaum borjuis.Agamayang dibutuhkan oleh <strong>golongan</strong> buruh tampaknya <strong>agama</strong> yang bisa membebaskan dirinya dari penghisapantenaga kerja segara berlebihan.7. Golongan tua-muda. Meskipun secara social peng<strong>golongan</strong> tua muda ini ada, tetapi susah ditentukanbatasannya secara praktis. Berdasarkan pengamatan sepintas tersebut, dapat dikatakan bahwa <strong>agama</strong> pada<strong>golongan</strong> tua lebih kental dibandingkan dengan <strong>golongan</strong> muda. Nanun, bila asumsi ini diterapkan pada zamansekarang, ternyata mengalami kesulitan juga, karena tidak jarang banyak orang yang berumur 40 ke atasberlaku seperti anak muda.8. Golongan pria-wanita. Secara psikologis, watak umum pria <strong>dan</strong> wanita berbeda. Dalam menghadapi suatukeadaan, watak pria lebih dominan menggunakan pertimbangan rasional, se<strong>dan</strong>gkan wanita lebih rasa /emosinya.Jika dlihat secara keseluruhan, tujuan ber<strong>agama</strong> seseorang itu rata-rata untuk nencari ketenangan bathin.Dalammasalah penghayatan ke<strong>agama</strong>an, tampaknya <strong>golongan</strong> wanita lebih dominan, karena faktor pembawaanmereka umumnya cenderung emosional.D. Peranan Pemimpin Dalam PembangunanTujuan pembangunan pada mulanya sederhana saja, yakni memberantas kemiskinan <strong>dan</strong> menjembatanikesenjangan. Ketika decade pembangunan dicanangkan oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB), segerasetelah perang dunia kedua, masalah yang dihadapi saat itu adalah kehancuran ekonomi <strong>dan</strong> prasarana dariNegara-negara yang kalah atau menjadi korban peperangan. Oleh karena itu,perhatian ulama pembangunanditekankan pada rehabilitasi <strong>dan</strong> rekonstruksi sarana-sarana ekonomi.Membahas peranan para pemimpin <strong>agama</strong> dalam kegiatan pembangunan memang sangat menarik, bukan sajalantaran para pemimpin <strong>agama</strong> merupakan salah satu komponen itu sendiri, melainkan juga pada umumnyaPage 4


MAKALAH SOSIAL PENDIDIKAN TENTANG AGAMA DAN GOLONGANpembangunan diorientasikan pada upaya-upaya manusia yang bersifat utuh <strong>dan</strong> serasi antara kemajuaan aspeklahiriah <strong>dan</strong> kepuasan aspek bathiniah. Corak pembangunan seperti ini didasarkan pemikiran bahwakeberadaan manusia yang akan dibangun, pada dasarnya, terdiri atas unsure jasmaniah <strong>dan</strong> unsure ruhaniah.Kedua unsure ini tentu harus terisi dalam proses pembangunan.Pentingnya keterlibatan para pemimpin <strong>agama</strong> dalam kegiatan pembangunan ini adalah dalam aspekpembangunan unsure ruhaniahnya, para pemimpin <strong>agama</strong> dalam kegiatan pembangunan tidak bersifatsuplementer (pelengkap penderita), tetapi benar-benar menjadi salah satu komponen inti dalam seluruh prosespembangunan. Dalam pelaksanaanya, bahkan para pemimpin <strong>agama</strong> dapat berperan lebih luas; bukan hanyaterbatas pada pembangunan ruhani masyarakat, tetapi juga dapat berperan sebagai motivator, pembimbing,<strong>dan</strong> pemberi landasan etis <strong>dan</strong> moral, serta menjadi mediator dalam seluruh aspek kegiatan pembangunan.1. Pemimpin Agama Sebagai MotivatorTidak dapat di sangkal bahwa peran para pemimpin <strong>agama</strong> sebagai motivator pembangunan sudah banyak diakui <strong>dan</strong> terbukti di masyarakat.Terlibatnya para pemimpin <strong>agama</strong> dalam kancah kegiatan pembangunan ini, terutama di dorong olehkesadaran untuk ikut secara aktif memikirkan permasalahan-permasalahan duniawi yang sangat kompleksyang dihadapi umat manusia.Begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi manusia di dunia ini sampaipemerintahan sekuler tidak dapat lagi memecahkannya tanpa bantuan dari pihak pemimpin <strong>agama</strong>, sepertipemberantasan kemiskinan, mengatasu kesenjangan, mencegah kerusakan lingkungan, <strong>dan</strong> mencegahterjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia.Tentu para pemimpin <strong>agama</strong> tidak dapat diam berpangkutangan dengan mengatakan bahwa <strong>agama</strong> tidak mengurusi permasalahan umat yang bersifat fisik, Agamahanya mengurusi aspek spiritual damn kehidupan manusia, pemikiran seperti ini akan mengakibatkan<strong>agama</strong>-<strong>agama</strong> di dunia ini dijauhioleh umat manusia.Selain itu, para pemimpin <strong>agama</strong> juga diharapkan mampu merangsang masyarakat agar berani melakukanperubahan-perubahan kehidupan ke arah yang lebih maju <strong>dan</strong> sejahtera. Para pemimpin <strong>agama</strong> dapatmemberikan semangat kepada masyarakat untuk selalu giat berusaha, jangan sekali-kali untuk bersifat fatalis.Para pemimpin <strong>agama</strong> seyogianya memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa takdir hanyalah batasakhir dari upaya manusia dalam meraih prestasi.Dengan demikian para pemimpin <strong>agama</strong> telah mampumembuktikan kemampuannya untuk berbicara secara rasional <strong>dan</strong> tetap membangkitkan gairah serta aksimasyarakat dalam meraih sesuatu yang dicita-citakannya.2. Pemimpin Agama Sebagai Pembimbing MoralPeran kedua yang dimainkan para pemimpin <strong>agama</strong> di masyarakat dalam kaitannya dengan kegiatanpembangunan adalah peran yang berkaitan dengan upaya-upaya menanamkan prinsip-prinsip etik <strong>dan</strong> moralmasyarakat. Dalam kaitannya, kegiatan pembangunan umumnya selalu menuntut peran aktif para pemimpin<strong>agama</strong> dalam meletakkan landasan moral, etis, <strong>dan</strong> spiritual serta peningkatan pengalaman <strong>agama</strong>, baikdalamkehiduan pribadi maupun social.Berangkat dari landasan etis <strong>dan</strong> moral inilah, kegiatan pembangunan lalu diarahkan pada upaya pemulihanharkat <strong>dan</strong> martabat manusia, harga diri <strong>dan</strong> kehormatan individu, serta pengakuan atas kedaulatan seseorangatau kelompok untuk mengembangkan diri sesuai dengan keyakinan <strong>dan</strong> jati diri serta bisikan nuraninya. Disinilah kemudian nilai-nilai religius yang ditanamkan para pemimpin <strong>agama</strong> memainkan peranan pentingdalam kegiatan pembangunan.Tuntutan <strong>dan</strong> patokan yang tertuang dalam kitab suci, tela<strong>dan</strong> para nabi, <strong>dan</strong> hukum-hukum <strong>agama</strong> yangmerupakan elaborasi dari sabda Tuhan menurut hasil pemikiran para pemuka, pemimpin <strong>dan</strong> pemikir <strong>agama</strong>pada masa lalu, mereka jadikan bahan untk membimbing arah kegiatan pembangunan secara menyeluruh.3. Pemimpin Agama Sebagai MediatorPeran lain para pemimpin <strong>agama</strong> yang tidak kalah pentingnya, juga dalam kaitannya dengan kegiatanpembangunan di masyarakat adalah sebagai wakil masyarakat <strong>dan</strong> seagai pengantar dalam menjalin kerjasama yang harmonis di antara banyak pihak dalam rangka melindungi kepentingan-kepentingannya dimasyarakat <strong>dan</strong> lembaga-lembaga ke<strong>agama</strong>an yang dipimpinnya.Untuk membela kepentingan-kepentingan ini, para pemimpin <strong>agama</strong> biasanya memposisikan diri sebagaiPage 5


MAKALAH SOSIAL PENDIDIKAN TENTANG AGAMA DAN GOLONGANmediator di antara beberapa pihak di masyarakat, seperti antara masyarakat dengan elite pengusaha <strong>dan</strong> antaramasyarakat miskin dengan kelompok orang-orang kaya. Melalui pemimpin <strong>agama</strong>, para elite pengusaha dapatmemahami apa yang diinginkan masyarakat, <strong>dan</strong> sebaliknya elite pengusaha dapat men<strong>sosial</strong>isasikanprogram-programnya kepada masyarakat luas melalui bantuan para pemimpin <strong>agama</strong>.Munculnya kerja sama antara para pemimpin <strong>agama</strong> di satu pihak dengn kalangan kaya <strong>dan</strong> penguasa di pihaklain merupakan fenomena social yang umum terjadi di kalangan umat ber<strong>agama</strong>. Dari sudut formalke<strong>agama</strong>an, kerja sama para pemimpin ke<strong>agama</strong>an dengan kalangan hartawan <strong>dan</strong> <strong>dan</strong> penguasa ini memangtidak dapat apa-apa. Sebab, sesunggguhnya kerja sama para pemimpin <strong>agama</strong> dengan kalangan kaya <strong>dan</strong>penguasa, pada prinsipnya, tidak bisa di nilai buruk. Agama bagaimanapun, merupakan rahmat bagi segenapmanusia, tak peduli miskin atau kaya, penguasa atau rakyat jelata,di sinilah pemimpin <strong>agama</strong> menyadaribahwakerja sama mereka tidak lain adalah untuk kepentingan menegakkan keadilan social <strong>dan</strong> untuk membelikepentingan orang-orang kecil.BAB IIIKESIMPULANAgama mempunyai kaitan yang sangat erat dalam kehidupan bermasyarakat, <strong>agama</strong> mempunyai fungsisebagai peranan <strong>agama</strong> dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapatdipecahkan secara empiris karena keternatasan <strong>dan</strong> ketidakpastian.Pentingnya keterlibatan pemimpin <strong>agama</strong> dalam kegiatan pembangunan ini adalah dalam aspek pembangunanunsure ruhaniah. Dalam pelaksanaanya. Bahkan pemimpin <strong>agama</strong> dalam berperan lebih luas; bukan hanyaterbatas pada pembangunan ruhani masyarakat tetapi juga dapat berperan sebagai motivator, pembimbing.Dan pembei landasan etis <strong>dan</strong> moral serta menjadi mediator dalam seluruh kegiatan aspek pembangunan.DAFTAR PUSTAKA1. Agus, Bustanuddin, Agama dalam Kehidupan Masyarakat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.2. Scharf, R, Betty, Sosilogi Agama, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004.3. Kahmad, Da<strong>dan</strong>g, Sosiologi Agama, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.Page 6

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!