06.12.2012 Views

pasang surut hubungan tionghoa-islam dalam panggung sejarah ...

pasang surut hubungan tionghoa-islam dalam panggung sejarah ...

pasang surut hubungan tionghoa-islam dalam panggung sejarah ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

sepupunya sendiri bernama Tan Sam Cay alias Muhammad Syafei gelar Tumenggung Arya<br />

Dipawiracula. Tan Sam Cay inilah yang kelak menjadi bendahara dan wali dari Sultan ke-2<br />

Kesultanan Cirebon, karena ketika Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1570, putera dari hasil<br />

perkawinannya dengan Puteri Cina yang walaupun masih sangat muda itu diangkat sebagai<br />

penggantinya.<br />

Tan Sam Cay besar jasanya membantu Sunan Gunung Jati dan Haji Tan Eng Hoat <strong>dalam</strong><br />

mengembangkan agama Islam ke Priangan Timur sampai ke Garut. Tetapi di kemudian hari Tan<br />

Sam Cay murtad dan kembali ke agama asalnya dan mengubah mesjid Talang menjadi sebuah<br />

klenteng agama Khonghucu dan Tao. Orang-orang Tionghoa Islam akhirnya perlahan-lahan<br />

menyusut dan kembali menjadi pengikut agama Khonghucu dan Tao.<br />

Setelah Sunan Gunung Jati wafat secara de fakto Tan Sam Cay lah yang menguasai Kesultanan<br />

Cirebon. Yang berani melawannya hanya Haji Kung Sem Pak alias Muhammad Marjani, seorang<br />

keturunan Haji Kung Wu Ping yang menjadi kuncen makam di Gunung Sembung. Tan Sam Cay ingin<br />

meniru Sultan Turki,membangun istana Suniaragi ayng terkenal dengan gua buatan yang dikelilingi<br />

danau buatan untuk menyimpan harem yang cantik-cantik.<br />

Ketika Tan Sam Cay meninggal akibat memakan racun di Istana Suniaragi, oleh Haji Kung Sem Pak<br />

jenasahnya ditolak untuk dimakamkan di kompleks makam pejabat-pejabat Kesultanan Cirebon di<br />

Sembung. Di bawah hujan lebat jenasah Tan Sam Cay dibawa kembali ke Cirebon dan atas<br />

permintaan istrinya Nurleila binti Abdullah Nazir Loa Sek Cong dimakamkan secara agama Islam di<br />

rumahnya sendiri.<br />

Namun atas permintaan mayrakat Tionghoa non Islam, di klenteng Talang diadakan pula upacara<br />

naik arwah untuk mendiang Tan Sam Cay. Namanya ditulis di atas kain merah dan disimpan di<br />

klenteng Talang untuk selamanya. Tan Sam Cay dijadikan dewa dengan nama Sam Cay Kong dan<br />

dipuja.disembahyangi oleh para peziarah yang percaya guna meminta berkat dan rezeki.<br />

Dari klenteng Talang, Residen Poortman juga merampas seluruh catatan-catatan <strong>dalam</strong> bahasa<br />

Tionghoa yang telah tersimpan selama ratusan tahun yang menceriterakan perkembangan<br />

Kesultanan dan penyebaran agama Islam di daerah sekitarnya. Kain merah bertuliskan nama Tan<br />

Sam Cay termasuk yang dirampas Poortman dan akhirnya ditempatkan di musium etnologi di<br />

Leiden, Belanda.<br />

Sunan Gunung Jati sendiri adalah Toh A Bo (Pangeran Timur) putera Sultan Trenggana (Tung Ka Lo)<br />

putera Jin Bun (Raden Patah). Padahl pandangan yang selama ini berkembang di tengah<br />

masyarakat dan <strong>dalam</strong> buku-buku <strong>sejarah</strong> tentang Sunan Gunung Jati sampai saat ini masih<br />

mengacu kepada pendapat Prof.Husain Djajadiningrat <strong>dalam</strong> bukunya “ Pemandangan Kritis atas<br />

Sedjarah Banten “ yang terbit di negeri Belanda pada tahun 1913. <strong>dalam</strong> buku tersebut ia<br />

menyatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah Faletehan, seorang ulama dari Pasai. Ketika Pasai<br />

diserbu Portugis dari Malaka, ia meninggalkan Pasai menuju Mekkah dan bermukim di sana selama<br />

hampir tiga tahun untuk memper<strong>dalam</strong> soal-soal agama Islam. Ia kemudian kembali ke Pasai untuk<br />

mengajar agama Islam.Karena dikuasai Portugis, Faletehan meninggalkan Pasai dan menetap di<br />

Demak. Di Demak ia disayang oleh Sultan Trenggana dan dikawinkan dengan adiknya. Oleh Sultan<br />

Demak ia kemudian ditugaskan untuk meng<strong>islam</strong>kan pesisir utara pulau Jawa. Mula-mula ia<br />

merebut Banten dilanjutkan dengan serangannya ke Sunda Kelapa yang baru saja melakukan<br />

perjanjian perdagangan dengan Portugis. Dalam pertempuran tersebut Raja Pajajaran tewas dan<br />

Banten kemudian diserahkan kepada putera Faletehan, Hasanuddin, Sultan Banten pertama dan<br />

Sunda Kelapa dijadikan daerah Banten dengan nama Jayakarta.<br />

Namun pendapat tersebut dibantah oleh Sultan Sepuh dari Istana Kesepuhan Cirebon, yaitu Sultan<br />

Radja Radjadingrat yang merupakan keturunan langsung Sunan Gunung Jati. Ia menyatakan bahwa<br />

berdasarkan bukti-bukti otentik yang dimilikinya, Sunan Gunung Jati sama sekali bukan<br />

Faletehan,melainkan seorang keturunan Pajajaran. Adapun akhirnya Sunan Gunung Jati diidentikkan<br />

dengan Faletehan karena bertepatan dengan wafatnya Sunan Gunung Jati, meninggal pula seorang<br />

ulama yang bertugas sebagai tukang azan Kasunanan dan karena ia juga terkenal sebagai ulama<br />

yang sahih, maka tukang axan yang bernama Fathullah Khan yang berasal dari Parsi tersebut<br />

diputuskan dimakamkan di Gunung Sembung, tidak jauh dari makam Sunan Gunung Jati.<br />

Demikianlah peranan orang-orang Tionghoa <strong>dalam</strong> menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa<br />

ternyata cukup dominan. Namun hal ini sampai runtuhnya rejim Orde Baru merupakan sesuatu yang<br />

7 / 10

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!