02.02.2017 Views

Standar Penyelenggaraan Infrastruktur dalam KEK

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

STANDAR<br />

PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR<br />

DALAM<br />

KAWASAN EKONOMI KHUSUS (<strong>KEK</strong>)


KATA PENGANTAR<br />

Di tengah era ekonomi pasar global saat ini, pemerintah dan dunia usaha perlu meningkatkan kerjasama<br />

membangun kemitraan sejajar. Negara akan berjalan lebih baik apabila pemerintah sebagai pembuat kebijakan<br />

dan pihak swasta pelaku usaha dapat saling bahu membahu menyelesaikan bersama masalah bangsa.<br />

Bangsa ini membutuhkan semangat untuk maju bersama <strong>dalam</strong> satu perahu yang sama, Negara Kesatuan<br />

Republik Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah, dunia usaha, dan segenap masyarakat Indonesia diharapkan<br />

menjalankan peran dan fungsi masing-masing untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, adil dan demokras.<br />

Perkembangan beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa terjadi peningkatan minat investor untuk<br />

menanamkan modalnya di Indonesia. Dilihat dari berbagai aspek, Indonesia memang memiliki beberapa<br />

keunggulan, antara lain: lokasinya yang berada di tengah kawasan yang paling dinamis perekonomiannya,<br />

jumlah tenaga kerja produkf yang relaf besar, potensi sumber daya alam yang berlimpah, serta kondisi polik<br />

dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Selain itu, pertumbuhan ekonomi regional yang relaf nggi selama<br />

beberapa tahun terakhir juga telah menghasilkan kemakmuran bagi sebagian besar masyarakat di kawasan Asia<br />

Timur dan Asia Selatan. Kondisi tersebut menempatkan Indonesia menjadi salah satu lokasi strategis yang ideal<br />

bagi investasi <strong>dalam</strong> rangka pengembangan rantai produksi global.<br />

Salah satu upaya Pemerintah untuk mendorong laju penanaman modal serta peningkatan daya saing dan<br />

penciptaan lapangan pekerjaan adalah diterbitkanya UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi<br />

Khusus (<strong>KEK</strong>). Daya tarik Kawasan Ekonomi Khusus dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki<br />

keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan<br />

kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi nggi dan daya saing internasional.<br />

Untuk mengembangkan daya saing dari Kawasan Ekonomi Khusus, upaya penyiapan standar infrastruktur dan<br />

standar pelayanan yang berkualitas dan memiliki daya saing nggi merupakan hal yang mutlak harus dilakukan.<br />

Berkaitan dengan hal itu ditetapkanlah suatu <strong>Standar</strong> <strong>Penyelenggaraan</strong> <strong>Infrastruktur</strong> di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong>. <strong>Standar</strong><br />

ini adalah standar minimal yang perlu dilaksanakan oleh masing-masing pengusul <strong>dalam</strong> pembangunan dan<br />

penyelenggaraan <strong>KEK</strong>. Dengan demikian, <strong>dalam</strong> pengusulan <strong>KEK</strong>, seap pengusul Badan Usaha, Pemerintah<br />

Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, atau kementerian/LPNK harus mempersiapkan rencana penyelenggaraan<br />

infrastruktur yang minimal sesuai dengan <strong>Standar</strong> <strong>Penyelenggaraan</strong> <strong>Infrastruktur</strong> <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> ini.<br />

Dengan adanya standar infrastruktur minimal, diharapkan akan terwujud suatu kawasan yang mampu<br />

meningkatkan daya saing global bagi produk-produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha, namun tetap menjaga<br />

keterpaduan dengan sistem infrastruktur nasional serta tetap melindungi kepenngan publik, terutama dari<br />

sisi lingkungan dan keselamatan. Selanjutnya, pengembangan <strong>KEK</strong> yang merupakan upaya bersama antara<br />

pemerintah, swasta dan masyarakat dapat dilakukan secara berkesinambungan <strong>dalam</strong> mewujudkan masyarakat<br />

yang adil dan sejahtera sebagaimana diamanatkan oleh konstusi.<br />

Jakarta, Mei 2011<br />

Depu <strong>Infrastruktur</strong> dan Pengembangan Wilayah,<br />

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,<br />

Selaku Ketua Tim Pelaksana Dewan Nasional <strong>KEK</strong><br />

Luky Eko Wuryanto<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS<br />

iii


DAFTAR ISI<br />

KATA PENGANTAR<br />

DAFTAR ISI<br />

DAFTAR SINGKATAN<br />

BAB I PENDAHULUAN<br />

I.1 Latar Belakang<br />

I.2 Hubungan antara <strong>Standar</strong> <strong>Penyelenggaraan</strong> <strong>Infrastruktur</strong> <strong>KEK</strong> dengan<br />

Peraturan Sektor<br />

I.3 Peraturan Terkait <strong>Standar</strong> <strong>Infrastruktur</strong><br />

BAB II PENATAAN RUANG DALAM <strong>KEK</strong><br />

II.1 Pendekatan Penataan Ruang Dalam <strong>KEK</strong><br />

II.2 Penggunaan Lahan<br />

BAB III STANDAR PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR DALAM <strong>KEK</strong><br />

III.1 <strong>Standar</strong> Jalan<br />

III.2 <strong>Standar</strong> Pagar<br />

III.3 <strong>Standar</strong> Listrik<br />

III.4 <strong>Standar</strong> Telekomunikasi<br />

III.5 <strong>Standar</strong> Air Bersih<br />

III.6 Saluran Buangan Air Hujan (Drainase)<br />

III.7 <strong>Standar</strong> Saluran Buangan Air Limbah<br />

III.8 <strong>Standar</strong> Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)<br />

III.9 <strong>Standar</strong> Persampahan<br />

III.10 Prasarana Pemadam Kebakaran<br />

BAB IV STANDAR LAIN-LAIN<br />

IV.1 Pelabuhan<br />

IV.2 Bandar Udara<br />

IV.3 Perkeretaapian<br />

IV.4 Bangunan dan Gedung<br />

iii<br />

v<br />

vi<br />

1<br />

3<br />

4<br />

5<br />

7<br />

9<br />

10<br />

13<br />

17<br />

18<br />

19<br />

20<br />

20<br />

21<br />

21<br />

23<br />

24<br />

26<br />

29<br />

31<br />

34<br />

36<br />

37<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS<br />

v


DAFTAR SINGKATAN<br />

B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun<br />

BOD : Biochemical Oxygen Demand<br />

COD : Chemical Oxygen Demand<br />

IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah<br />

GSB : Garis Sempadan Bangunan<br />

KDB : Koefisien Dasar Bangunan<br />

Kepmen : Keputusan Menteri<br />

MBAS : Methylene Blue Acve Substances<br />

Menkes : Menteri Kesehatan<br />

MPK : Manajemen Penanggulangan Kebakaran<br />

PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum<br />

Permen : Peraturan Menteri<br />

pH : Potenal Hydrogen<br />

PMK : Pemadam Kebakaran<br />

PP : Peraturan Pemerintah<br />

RTH : Ruang Terbuka Hijau<br />

TSS : Total Suspended Soild<br />

UMKM : Usaha Mikro, Kecil dan Menengah<br />

UU : Undang-undang<br />

VRC : Volume Rao Capacity<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

vi<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS


I.1 Latar Belakang<br />

Pembangunan perekonomian nasional merupakan usaha yang harus terus-menerus dilakukan demi<br />

terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Salah satu faktor yang menentukan pembangunan ekonomi nasional<br />

yaitu adanya investasi atau penanaman modal yang dapat mendorong bergeraknya roda perekonomian<br />

nasional dan penciptaan lapangan kerja.<br />

Salah satu upaya untuk mempercepat penarikan penanaman modal adalah penyiapan kawasan yang memiliki<br />

keunggulan geoekonomi dan geostrategi dengan pemberian insenf tertentu. Pengembangan kawasan ini<br />

juga sebagai bentuk perwujudan keterpaduan wilayah untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial<br />

antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pemerintah melalui Undang-undang (UU) Nomor<br />

26 Tahun 2007, telah melakukan upaya pengaturan penataan ruang untuk pengembangan wilayah yang<br />

berkelanjutan dan menetapkan kawasan-kawasan strategis diantaranya adalah Kawasan Ekonomi Khusus<br />

(<strong>KEK</strong>).<br />

Merujuk pada UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, <strong>KEK</strong> merupakan kawasan<br />

dengan batas tertentu <strong>dalam</strong> wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk<br />

menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Undang-Undang ini adalah<br />

sebagai ndak lanjut dari Pasal 31 ayat (3) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang<br />

mengamanatkan bahwa ketentuan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus akan diatur dengan Undang-Undang.<br />

Adapun fungsi <strong>KEK</strong> adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa,<br />

industri, pertambangan dan energi, transportasi, marim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata,<br />

dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, <strong>KEK</strong> terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain zona<br />

pengolahan ekspor, logisk, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi dan atau ekonomi lain.<br />

<strong>KEK</strong> dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan<br />

berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai<br />

ekonomi nggi dan daya saing internasional (Pasal 2 UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi<br />

Khusus). Dalam upaya penyiapan Kawasan Ekonomi Khusus perlu dilakukan upaya pengembangan suatu<br />

kawasan agar memenuhi standar infrastruktur dan standar pelayanan yang berkualitas dan memiliki daya<br />

saing nggi. Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya suatu standar untuk pengembangan infrastruktur.<br />

Penetapan standar penyelenggaraan infrastruktur dan pelayanan minimal untuk <strong>KEK</strong> tersebut menjadi salah<br />

satu tugas Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus sebagai penyelenggara <strong>KEK</strong> yang bertanggung jawab<br />

langsung kepada Presiden. Adapun beberapa prinsip kebijakan yang dapat digunakan <strong>dalam</strong> pengembangan<br />

infrastruktur <strong>KEK</strong> di Indonesia antara lain adalah:<br />

1. Minim Regulasi<br />

Penetapan regulasi yang minimal dari Pemerintah dan Pemerintah daerah;<br />

2. Kualitas Lingkungan, Keselamatan dan Keterpaduan<br />

Fokus pada pengaturan standar minimal kualitas lingkungan, keselamatan, dan keterpaduan dengan<br />

sistem nasional;<br />

3. Sektor Pemerintah dan Pemda<br />

Mengacu pada peraturan yang telah ada sebelumnya dari seap sektor terkait di pemerintah pusat dan<br />

pemerintah daerah, dan kemudian disesuaikan dengan kebutuhan di <strong>KEK</strong>;<br />

4. Aspek Komersial<br />

Meminimkan pengaturan untuk standar <strong>dalam</strong> bentuk kuantas dan pengaturan lebih didasarkan pada<br />

aspek komersial di kek;<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 3


5. <strong>Infrastruktur</strong><br />

<strong>Infrastruktur</strong> yang berkelas dunia, hal ini mengacu pada konsep pengembangan <strong>KEK</strong> yang berfungsi<br />

meningkatkan daya saing internasional.<br />

Dalam pengembangan infrastruktur serta penetapan standar penyelenggaraan infrastruktur <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> ini<br />

juga mempermbangkan keberlangsungan (pembangunan berkelanjutan). Selain itu, <strong>dalam</strong> menetapkan<br />

standar-standar tersebut juga mempermbangkan faktor kebencanaan. Oleh karena itu, infrastruktur dan<br />

bangunan <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> juga harus dibangun berdasarkan ketentuan-ketentuan bangunan yang tahan terhadap<br />

bencana serta disediakannya fasilitas-fasilitas untuk migasi bencana. Dengan demikian, diharapkan dapat<br />

mengurangi resiko jika terjadi bencana, baik berupa bencana alam seper gempa bumi dan tsunami, maupun<br />

bencana lainnya seper kebakaran.<br />

<strong>Infrastruktur</strong> yang berada di lingkungan internal <strong>KEK</strong> adalah infrastruktur yang melayani khusus untuk<br />

lingkungan di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong>. Dalam penetapan standar penyelengaaraan infrastruktur di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> diperlukan<br />

pula arahan mengenai penataan ruang di <strong>dalam</strong> lingkungan internal <strong>KEK</strong>, seper mengenai kebutuhan lahan,<br />

pola penggunaan lahan, serta sistem zoning. Selain itu, infrastruktur di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> yang diatur dan ditetapkan<br />

standarnya diantaranya adalah berupa jalan, pagar, listrik, telekomunikasi, air bersih, saluran buangan air<br />

hujan (drainase), saluran buangan air limbah, IPAL, persampahan, prasarana kebakaran dan standar lain-lain<br />

yang mencakup standar pelabuhan, bandar udara, perkeretaapian serta gedung dan bangunan.<br />

I.2 Hubungan Antara <strong>Standar</strong> <strong>Infrastruktur</strong> <strong>KEK</strong> dengan<br />

Peraturan Sektor<br />

<strong>Standar</strong> infrastruktur diatur dengan mengacu kepada peraturan sektor dan daerah yang telah ada, dan<br />

didukung dengan pedoman sektor yang juga mengacu pada peraturan sektor serta best pracce penerapan<br />

standar infrastruktur dari negara-negara lain. Dari standar infrastruktur, selanjutnya dapat ditetapkan<br />

pedoman pengembangan standar infrastruktur yang membahas hal yang lebih rinci.<br />

I.3 Peraturan Terkait <strong>Standar</strong> <strong>Infrastruktur</strong><br />

JENIS STANDAR<br />

STANDAR JALAN<br />

PAGAR<br />

LISTRIK<br />

TELEKOMUNIKASI<br />

AIR BERSIH<br />

SALURAN PEMBUANGAN<br />

AIR HUJAN (DRAINASE)<br />

UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan<br />

PERATURAN TERKAIT<br />

UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan<br />

UU No 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus<br />

Permen ESDM No. 4 Tahun 2009 tentang Aturan Distribusi Tenaga Listrik<br />

Permen Perindustrian No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan<br />

Industri<br />

Permen Perindustrian No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan<br />

Industri<br />

UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan<br />

Hidup<br />

PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian<br />

Pencemaran Air<br />

Permen Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan<br />

Kualitas Air Minum<br />

Dapat menampung air hujan sehingga tidak terjadi genangan air dengan tinggi<br />

maksimal 30 cm selama maksimal 2 jam<br />

Peraturan Sektor<br />

dan<br />

Daerah<br />

Best<br />

Practice<br />

SALURAN PEMBUANGAN<br />

AIR LIMBAH<br />

IPAL<br />

UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan<br />

Hidup<br />

PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian<br />

Pencemaran Air<br />

UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan<br />

Lingkungan Hidup<br />

Permen LH No. 3 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Untuk Kawasan<br />

Industri<br />

Pedoman<br />

Sektor<br />

UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan<br />

Hidup<br />

<strong>Standar</strong><br />

<strong>KEK</strong><br />

Pedoman<br />

Pengembangan<br />

<strong>Standar</strong><br />

<strong>Infrastruktur</strong><br />

PERSAMPAHAN<br />

UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah<br />

Permen No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya<br />

dan Beracun<br />

Gambar Hubungan <strong>Standar</strong> <strong>Infrastruktur</strong> <strong>KEK</strong> dengan Peraturan Sektor<br />

4<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 5


JENIS STANDAR<br />

PRASARANA PEMADAM<br />

KEBAKARAN<br />

PERATURAN TERKAIT<br />

UUNo. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung<br />

Permen Perindustrian No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan<br />

Industri<br />

Kepmen PU No. 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen<br />

Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan<br />

BAB II<br />

PENATAAN RUANG DALAM <strong>KEK</strong><br />

PELABUHAN<br />

UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran<br />

BANDARA<br />

UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan<br />

PERKERETAAPIAN<br />

UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian<br />

GEDUNG DAN<br />

BANGUNAN<br />

UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung<br />

Kepmen PU No. 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan<br />

Gedung<br />

Kepmen PU No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan<br />

terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan<br />

6<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS


II. 1 Pendekatan Penataan Ruang <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong><br />

Menurut UU 39/2010, <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> bisa terdapat beberapa zona kegiatan ekonomi. Untuk melakukan penataan<br />

ruang <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong>, islah dan pengeran zona kegiatan ekonomi <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> perlu dipadankan dengan zona,<br />

sub-zona <strong>dalam</strong> penataan ruang sebagai berikut:<br />

Zona Kegiatan Ekonomi <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong><br />

Zona INDUSTRI<br />

Di <strong>dalam</strong> Zona Industri:<br />

Industri berat logam (besi, baja, dll)<br />

. Industri berat kimia (biji plastik, pupuk,<br />

semen, dll)<br />

. Industri peralatan transportasi dan<br />

mesin<br />

. Industri pengolahan hasil pertanian<br />

(karet, kulit, dll)<br />

Industri ringan: tekstil, sepatu, kayu, dll<br />

. Industri ringan: makanan dan<br />

minuman<br />

. Industri ringan: elektronika,<br />

instrumentasi, dll<br />

Industri perkapalan<br />

. Industri pengolahan hasil perikanan<br />

Zona EKSPOR<br />

Zona Industri +<br />

Zona Logistik<br />

Zona LOGISTIK<br />

. Pergudangan<br />

. Terminal barang<br />

Zona ENERGI<br />

Zona PARIWISATA<br />

. Perhotelan, restaurant, mall, pusat<br />

hiburan,<br />

. Gedung konvensi, gedung<br />

pertunjukan, dll<br />

Bisa di <strong>dalam</strong> Zona Perkantoran<br />

Blok gedung tua, museum, dll<br />

. Lain-lain: Ruang Terbuka Hijau,<br />

kawasan pedesaan, dll<br />

Bisa di <strong>dalam</strong> Zona Jasa Perdagangan<br />

Di <strong>dalam</strong> Zona Industri:<br />

. Industri petro kimia (kilang<br />

minyak, gas, dll)<br />

. Pembangkit listrik tenaga uap<br />

(batu-bara, gas, minyak dll)<br />

Zona Khusus Energi Terbarukan<br />

. Blok Geothermal<br />

. Blok Bio-energi<br />

. Blok Micro-Hidro<br />

Zona LAIN-LAIN<br />

Bisa di <strong>dalam</strong> Zona<br />

Jasa Perdangangan<br />

atau Perkantoran<br />

. Gedung seni, film,<br />

kreatif<br />

. Stadion / Gedung<br />

olah raga<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 9


II.2 Penggunaan Lahan<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib:<br />

1. Menyediakan lahan atau ruang untuk kegiatan pelayanan pemerintahan yang terdiri dari:<br />

Pelayanan administrator yang menyangkut urusan perijinan yang kewenangannya telah dilimpahkan<br />

dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah;<br />

Kepabean bagi <strong>KEK</strong> yang memilik kegiatan ekspor impor yang nggi;<br />

Karanna bagi <strong>KEK</strong> yang memiliki kegiatan ekspor-impor yang nggi untuk produk biologi;<br />

Jembatan mbang bagi <strong>KEK</strong> yang memiliki arus bergerakan angkutan barang berat yang nggi.<br />

2. Menyediakan lahan atau ruang bagi Usaha Kecil dan Mikro (UKM) untuk melakukan kegiatan penunjang<br />

seper kann, foto-kopi, dll yang luas minimumnya ditetapkan oleh Dewan Kawasan. Lokasi ruang atau<br />

lahan bagi usaha penunjang UKM berdekatan dengan lokasi pelayanan pemerintahan.<br />

3. Luas penggunaan lahan <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> ditentukan sebagai berikut:<br />

Keseluruhan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau publik dan private minimal 30% yang terdiri dari<br />

Ruang Terbuka Hijau kawasan minimal 10% dan sisanya Ruang Terbuka di kaveling kegiatan usaha;<br />

Lahan untuk Jaringan Jalan dan Saluran minimal 15% ;<br />

Lahan maksimal untuk kaveling kegiatan usaha, perkantoran dan pelayanan pemerintahan maksimal 70%.<br />

4. Agar tercapai keserasian dengan lingkungan di luar <strong>KEK</strong>, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Garis<br />

Sempadan Bangunan (GSB) diatur sesuai dengan ketentuan pemerintah daerah yang berlaku.<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> perlu mempermbangkan prinsip-prinsip zonasi yang didasarkan pada:<br />

1. Jumlah limbah yang dihasilkan<br />

2. Ukuran produksi yang bersifat bulky/heavy<br />

3. Polusi udara<br />

4. Tingkat kebisingan<br />

5. Tingkat getaran<br />

6. Hubungan antar jenis industri<br />

Peraturan perundang-undangan terkait penataan ruang adalah sebagai berikut:<br />

1. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang<br />

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup<br />

3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang<br />

Butir-butir Penting:<br />

Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,<br />

kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Klasifikasi berdasarkan sistem dikelompokkan berdasarkan<br />

sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama diklasifikasikan<br />

berdasarkan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif<br />

diklasifikasikan berdasarkan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Penataan<br />

ruang berdasarkan kegiatan kawasan diklasifikasikan berdasarkan penataan ruang kawasan perkotaan<br />

dan perdesaan. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan diklasifikasikan berdasarkan penataan<br />

ruang kawasan strategis nasional dan provinsi.<br />

Nomor Peraturan: UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus<br />

Butir-butir Penting:<br />

<strong>KEK</strong> dapat terdiri dari satu atau beberapa zona sebagai berikut:<br />

a. pengolahan ekspor; e. pariwisata;<br />

b. logistik; f. energi; dan/atau<br />

c. industri; g. ekonomi lain.<br />

d. pengembangan teknologi;<br />

Di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Selain itu perlu disediakan<br />

lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun<br />

sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong>.<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Pemerintah<br />

Nomor Peraturan: PP No. 15 Tahun 2010<br />

Butir-butir Penting:<br />

Untuk penggunaan lahan, harus disediakan lahan untuk ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dan<br />

ruang terbuka hijau privat 10% dari total luas wilayah. Dan jika luas RTH memiliki total luas lebih besar dari<br />

30%, proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.<br />

Apabila RTH publik tidak terwujud setelah masa berlaku rencana tata ruang wilayah kota berakhir,<br />

pemerintah daerah kota dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan<br />

Dalam pemanfaatan ruang, ditentukan intensitas paling sedikit terdiri atas koefisien dasar bangunan<br />

maksimum, koefisien lantai bangunan maksimum, ketinggian bangunan maksimum, dan koefisien dasar<br />

hijau minimum.<br />

Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mengendalikan perkembangan penggunaan lahan campuran,<br />

sektor informal, dan pertumbuhan gedung pencakar langit.<br />

Untuk penzonaan kawasan ditentukan secara berhierarki, antara lain untuk zona peruntukan yang dibagi<br />

ke <strong>dalam</strong> sub-sub zona peruntukan, sub zona peruntukan yang dibagi ke <strong>dalam</strong> blok-blok peruntukan, dan<br />

blok peruntukan yang dibagi ke <strong>dalam</strong> petak/persil peruntukan.<br />

Peraturan zonasi kabupaten/kota disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang kabupaten/kota, arahan<br />

peraturan zonasi pada zona ruang sistem nasional, dan arahan peraturan zonasi pada zona ruang sistem<br />

provinsi yang berlaku di kabupaten/kota yang bersangkutan.<br />

10<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 11


Peraturan Terkait: Peraturan Menteri<br />

Nomor Peraturan: UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang<br />

Di Kawasan industri terdapat pengaturan untuk penggunaan lahan. Pola penggunaan lahannya adalah<br />

sebagai berikut:<br />

Butir-butir Penting:<br />

Penerapan sistem zoning <strong>dalam</strong> perencanaan blok yang diterapkan di Kawasan industri, didasarkan atas:<br />

Jumlah limbah cair yang dihasilkan<br />

Ukuran produksi yang bersifat bulky/heavy<br />

Polusi udara<br />

Tingkat kebisingan<br />

Tingkat getaran<br />

Hubungan antarjenis industri<br />

Pada kawasan industri, penetapan pola ruang dilakukan dengan:<br />

1. Penataan Zoning/kaveling<br />

Penataan zoning/kaveling berfungsi sebagai panduan mengenai ketentuan teknis pemanfaatan ruang<br />

dan pelaksanaan pemanfaatan ruang serta pengendaliannya yang merujuk pada rencana tata ruang<br />

wilayah seperti penetapan fungsi, intensitas, ketentuan tata masa bangunan, prasarana dan sarana, serta<br />

indikasi program pembangunan.<br />

Zoning/kaveling pada kawasan industri dapat dikategorikan atas beberapa kriteria, yaitu industri, fasilitas<br />

pendukung, fasilitas Umum dan Sosial, dan Ruang Terbuka Hijau<br />

Zoning/kaveling industri tersebut dapat dikategorikan berdasarkan:<br />

a) Luas lahan, kaveling siap bangun dengan:<br />

Ukuran kecil berkisar 300-3.000 m2/kaveling<br />

Ukuran sedang sampai dengan 3.000-30.000 m2/<br />

Ukuran besar bila lahan ≥ 3 Ha/kaveling<br />

b) kebutuhan air bersih:<br />

Industri dengan kebutuhan air kecil<br />

Industri dengan kebutuhan air sedang<br />

Industri dengan kebutuhan air besar (wet industry) yang secara otomatis akan menghasilkan<br />

limbah cair yang besar pula (asumsi limbah cair yang dihasilkan dari pemakaian air bersih<br />

berkisar antara 60% sampai dengan 80% return berupa limbah cair)<br />

c) kategori produksi:<br />

Industri ringan<br />

Industri medium<br />

Industri berat<br />

2. Penataan Tapak (site plan)<br />

Penataan tapak merupakan proses lanjutan dari penyusunan master plan, yang digunakan sebagai<br />

acuan <strong>dalam</strong> perancangan konstruksi dengan skala yang lebih besar dan lebih detail termasuk ukuran<br />

serta dimensi. Penataan tapak dilakukan antara lain untuk kaveling industri, kaveling komersial, kaveling<br />

perumahan, jalan dan sarana penunjangnya, serta Ruang Terbuka Hijau (RTH)<br />

Kaveling Industri<br />

Struktur Penggunaan Maksimal 70%<br />

Setiap kaveling harus mengikuti<br />

BCR sesuai dengan Perda<br />

setempat (60-40).<br />

Ruang Terbuka Hijau<br />

Struktur Penggunaan Minimal 10%<br />

Dapat berupa jalur hijau<br />

(green belt), taman dan<br />

perimeter.<br />

Jalan dan Saluran<br />

Struktur Penggunaan 8-12%<br />

Untuk tercapainya aksesiblitas dimana ada jalan<br />

primer dan jalan sekunder (pelayanan) jalan<br />

primer dan jalan sekunder (pelayanan).<br />

Tekanan gandar primer sebaiknya minimal 8 ton<br />

dan<br />

sekunder minimal 5 ton.<br />

Perkerasan jalan minimal 7m.<br />

Fasilitas Penunjang<br />

Struktur Penggunaan 6-12%<br />

Dapat berupa kantin, guest house,<br />

tempat ibadah, fasilitas olahraga,<br />

PMK, IPAL, Rumah Telkom,<br />

dan sebagainya.<br />

12<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 13


Di <strong>dalam</strong> Kawasan Industri juga perlu disediakan lahan untuk tempat parkir dan bongkar muat. Jaringan<br />

jalan <strong>dalam</strong> suatu kawasan industri membutuhkan tingkat aksesibilitas yang tinggi, maka <strong>dalam</strong><br />

perencanaan tata letak maupun site planning kawasan industri perlu memperhatikan beberapa hal berikut:<br />

Penyediaan tempat parkir kendaraan karyawan non bus dipersiapkan <strong>dalam</strong> kaveling pabrik.<br />

Kegiatan bongkar muat barang harus dilakukan <strong>dalam</strong> area/kaveling pabrik sehingga perlu<br />

dipersiapkan areal bongkar muat<br />

Penyediaan tempat parkir kendaraan bus karyawan ataupun kontainer bahan baku/penolong yang<br />

menunggu giliran bongkar perlu dipersiapkan oleh pihak pengelola Kawasan Industri, sehingga<br />

tidak parkir di bahu jalan.<br />

BAB III<br />

STANDAR PENYELENGARAAN INFRASTRUKTUR DALAM <strong>KEK</strong><br />

14<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS


III.1 <strong>Standar</strong> Jalan<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib menyediakan jalan di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> dengan ketentuan:<br />

1. Meskipun jalan <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> bukan jalan umum, namun wajib terpadu dengan sistem jaringan jalan umum<br />

<strong>dalam</strong> hal standar dimensi dan ngkat pelayanan. Untuk keselamatan, diwajib melakukan uji kelayakan<br />

fungsi jalan secara berkala <strong>dalam</strong> jangka waktu paling lama 10 tahun atau bila ada perubahan dari<br />

rencana penggunaan jalan.<br />

2. Tidak terjadi kemacetan, kepadatan dan tundaan lalu lintas dengan acuan yang disarankan adalah volume<br />

capacity rao (VCR) di bawah 0,6 pada jalan utama yang terhubung dengan akses menuju jaringan jalan<br />

primer dan VCR di bawah 0,8 pada jalan lingkungan menuju kaveling.<br />

3. Untuk zona industri, zona logisk dan zona ekspor, kelas prasarana dan kelas muatan jalan <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong><br />

setara atau di atas kelas jalan arteri primer terdekat. Dalam hal terjadi peningkatan kelas jalan arteri<br />

primer, maka konstruksi jalan <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> wajib disesuaikan pula.<br />

4. Untuk zona industri, zona logisk dan zona ekspor, lebar perkerasan jalan satu jalur dua arah minimal 8<br />

meter dan jalan dua jalur dua arah min 2x7 meter.<br />

5. Menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki sekurang-kurangnya trotoar untuk keselamatan dan kenyamanan<br />

di jalan-jalan pada kawasan terbangun.<br />

6. Lahan untuk jaringan jalan dan saluran minimal 15% dari lahan yang terbangun.<br />

7. Menyediakan lahan untuk Jembatan Timbang permanen atau portable dekat gerbang keluar masuk <strong>KEK</strong><br />

yang terdapat kegiatan industri berat, industri bahan bangunan, industri energi primer, industri pulp,<br />

atau industri lainya yang menimbulkan pergerakan angkutan barang berat non pe kemas.<br />

8. Menyediakan lampu penerang jalan untuk keamanan dan keselamatan pada kawasan terbangun<br />

Meskipun jalan <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> bukan merupakan jalan umum, namun perlu diperhakan keterpaduan dengan<br />

jalan umum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan<br />

Butir-butir Penting:<br />

Jalan Umum dapat diklasifikasikan menjadi:<br />

Klasifikasi jalan<br />

umum<br />

Fungsi pelayanan<br />

Jarak<br />

perjalanan<br />

Kecepatan<br />

rata-rata<br />

Jumlah jalan masuk<br />

Arteri Angkutan Utama Jauh Tinggi<br />

Dibatasi secara<br />

berdaya guna<br />

Kolektor<br />

Angkutan pengumpul/<br />

pembagi<br />

Sedang Sedang Dibatasi<br />

Lokal Angkutan setempat Dekat Rendah Tidak dibatasi<br />

Lingkungan Angkutan Lingkungan Dekat Rendah<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 17


Pemerintah daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan<br />

dengan rambu lalu lintas. Penyelenggara jalan wajib melakukan uji kelayakan fungsi jalan yang jalan yang<br />

sudah beroperasi secara berkala <strong>dalam</strong> jangka waktu paling lama 10 tahun dan/atau sesuai kebutuhan.<br />

Perlengkapan jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, integritas, dan volume<br />

lalu lintas. Ketentuan mengenai pemasangan perlangkapan jalan pada jalan lingkungan mengacu pada<br />

ketentuan <strong>dalam</strong> Peraturan Pemerintah. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan<br />

kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan dan perlengkapan jalannya.<br />

III.2 <strong>Standar</strong> Pagar<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib:<br />

1. Melakukan pemberian batas yang jelas yang membatasi seluruh wilayah <strong>KEK</strong>. Pagar dapat berbentuk<br />

pagar alami atau pagar buatan masif atau transparan.<br />

2. Melakukan pemagaran keliling zona, sub-zona, blok yang mendapatkan fasilitas khusus kepabeanan atau<br />

ekspor/impor dengan ketentuan mengiku standar Kementerian Keuangan yang antara lain:<br />

Dikelilingi pagar dengan kenggian verkal sekurang-kurangnya 2,5 meter;<br />

Tidak boleh berhubungan langsung dengan bangunan lain;<br />

Mempunyai fasilitas sistem satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang.<br />

Peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus<br />

Butir-butir Penting:<br />

Salah satu kriteria lokasi yang harus dipenuhi untuk dapat diusulkan untuk menjadi <strong>KEK</strong> adalah lokasi<br />

tersebut harus memiliki batas yang jelas yang dapat berupa batas alam (sungai atau laut) atau batas<br />

buatan (pagar atau tembok).<br />

3. Selalu berkoordinasi dengan badan usaha penyedia tenaga listrik untuk menyampaikan informasi kepada<br />

tenant / pelaku kegiatan usaha <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong>:<br />

Bila akan ada pemadaman terjadwal.<br />

Bila terjadi gangguan, maka diumumkan perkiraan waktu perbaikan.<br />

Peraturan perundang-undangan terkait listrik adalah sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Keputusan Menteri<br />

Nomor Peraturan: Kepmen. ESDM. Nomor: 2682 K/21/MEM/2008 tentang Rencana<br />

Umum Ketenagalistrikan Nasional 2008 s.d 2027<br />

Butir-butir Penting:<br />

Dalam penyediaan tenaga listrik harus dapat terjamin ketersediaannya, mengenai jumlah yang cukup,<br />

harga yang wajar, dan mutu yang baik. Penyediaan listrik yang dilakukan harus berazaskan pada<br />

peningkatan manfaat, keadilan, efisiensi, berkelanjutan, optimasi ekonomi, kemampuan sendiri, usaha<br />

yang sehat, kelestarian fungsi lingkungan, serta keamanan dan keselamatan<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Menteri Perindustrian<br />

Nomor Peraturan: Permenperin No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan<br />

Industri<br />

Butir-butir Penting:<br />

Dalam penyediaan tenaga listrik perlu adanya pertimbangan mengenai sumber pasokan listriknya,<br />

apakah bersumber dari perusahaan listrik negara saja, atau dibutuhkan partisipasi sektor swasta untuk<br />

ikut membantu penyediaan energi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik industri.<br />

Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik sesuai dengan ketentuan PLN. Sumber tenaga<br />

listrik dapat disediakan oleh PLN maupun pengelola kawasan industri (perusahaan listrik swasta).<br />

Penerangan jalan pada tiap jalur jalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kapasitas pelayanan listrik<br />

untuk Kawasan Industri setidaknya adalah sebesar 0,15 – 0,2 MVA/Ha<br />

III.3 <strong>Standar</strong> Listrik<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib:<br />

1. Menyediakan tenaga listrik yang andal, aman dan akrab lingkungan dari pemegang izin usaha penyediaan<br />

tenaga listrik.<br />

2. Memenuhi persyaratan Teknik Sistem Distribusi sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun<br />

2009 tentang Aturan Distribusi Tenaga Listrik diantaranya yaitu :<br />

frekuensi nominal sistem adalah 50 Hz dan frekuensi normal mempunyai rentang antara 49,5 Hz<br />

sampai 50,5Hz.<br />

tegangan sistem distribusi harus dijaga pada batas-batas kondisi normal yaitu maksimal +5% dan<br />

minimal -10% dari tegangan nominal.<br />

18<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 19


III.4 <strong>Standar</strong> Telekomunikasi<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib:<br />

1. Menyediakan jaringan telekomunikasi yang dipersiapkan untuk melayani kaveling-kaveling dengan<br />

sistem kabel bawah tanah bila menggunakan sistem kabel.<br />

2. Untuk zona pengembangan teknologi, diwajibkan terhubung dengan jaringan broadband internet.<br />

Peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Menteri Perindustrian<br />

Nomor Peraturan: Permenperin No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan<br />

Industri<br />

Butir-butir Penting:<br />

Kegiatan industri tidak akan lepas dari aspek bisnis, <strong>dalam</strong> rangka pemasaran maupun pengembangan<br />

usaha. Untuk itulah jaringan telekomunikasi seperti telepon dan internet menjadi kebutuhan dasar<br />

bagi pelaku kegiatan industri untuk menjalankan kegiatannya. Sehingga ketersediaan jaringan<br />

telekomunikasi tersebut menjadi syarat <strong>dalam</strong> penentuan lokasi industri.<br />

Jaringan telekomunikasi yang dipersiapkan untuk melayani kaveling-kaveling industri dengan sistem<br />

kabel atas ataupun kabel bawah tanah. Jaringan telekomunikasi yang disediakan termasuk jaringan<br />

untuk faximile/telex. Jaringan telekomunikasi di <strong>dalam</strong> kawasan industri sesuai dengan ketentuan dan<br />

prasyaratan teknis yang berlaku.<br />

III.5 <strong>Standar</strong> Air Bersih<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib:<br />

1. Menyediakan air bersih yang bersumber dari PDAM, atau air tanah, atau badan air kelas I. Kebutuhan air<br />

bagi zona industri pengolahan dan zona energi primer dak boleh bersumber dari air tanah.<br />

2. Memaskan kualitas standar air bersih minimal setara dengan standar baku mutu badan air kelas I yang<br />

ditetapkan <strong>dalam</strong> Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001.<br />

Peraturan perundang-undangan terkait air bersih adalah sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan<br />

Lingkungan Hidup<br />

Butir-butir Penting:<br />

Dalam Pasal 20 Ayat 2 Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan<br />

Lingkungan Hidup diatur tentang baku mutu lingkungan hidup yang meliputi baku mutu air.<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Pemerintah<br />

Nomor Peraturan: Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan<br />

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air<br />

Butir-butir Penting:<br />

Air yang digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu<br />

air yang sama dengan kegunaan tersebut merupakan klasifikasi mutu air kelas 1 (satu) sebagaimana<br />

telah ditetapkan <strong>dalam</strong> peraturan ini.<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Menteri<br />

Nomor Peraturan: Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010<br />

tentang Persyaratan Kualitas Air Minum<br />

Butir-butir Penting:<br />

Dalam peraturan ini dinyatakan bahwa air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan<br />

fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat <strong>dalam</strong> parameter wajib dan parameter<br />

tambahan.<br />

20<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 21


III.6 <strong>Standar</strong> Saluran Buangan Air Hujan (drainase)<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib menyediakan sistem saluran buangan air hujan dan resapan yang:<br />

1. Dapat menampung air hujan sehingga dak terjadi genangan air dengan periode ulang hujan 25 tahun.<br />

2. Perencanaan saluran buangan air hujan (drainase) <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> disesuaikan dengan ketentuan teknis<br />

pemerintah daerah setempat.<br />

III.7 <strong>Standar</strong> Saluran Buangan Air Limbah<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib:<br />

1. Menyediakan saluran buangan air limbah yang tertutup dan menyediakan kolam/pit monitoring air<br />

limbah yang mudah untuk pengambilan sampel baku mutu air limbah pada saluran keluar dari <strong>KEK</strong>.<br />

2. Memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah pada saluran keluar dari <strong>KEK</strong> secara berkala paling<br />

sedikit satu kali <strong>dalam</strong> satu bulan ke laboratorium yang telah terakreditasi dan teregistrasi di Kementerian<br />

Lingkungan Hidup.<br />

3. Memaskan baku mutu air limbah dari <strong>KEK</strong> harus lebih baik dari kualitas standar badan air penerima<br />

limbah yang diatur pada Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 sbb:<br />

Kelas I, air yang dapat digunakan untuk air baku air minum;<br />

Kelas II, air yang dapat digunakan untuk kegiatan rekreasi;<br />

Kelas III, air yang dapat digunakan untuk perikanan, peternakan dan pertanian;<br />

Kelas IV, air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Pemerintah<br />

Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan<br />

Pengendalian Pencemaran Air<br />

Butir-butir Penting:<br />

Peraturan ini mengatur tentang klasifikasi mutu air yang dibagi menjadi 4 (empat) kelas, antara lain:<br />

1. Air kelas I (satu) dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan<br />

mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />

2. Air kelas II (dua) dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,<br />

peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan<br />

mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />

3. Air kelas III (tiga) dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk<br />

mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama<br />

dengan kegunaan tersebut;<br />

4. Air kelas IV (empat) dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang<br />

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.<br />

Dalam hal tersedia IPAL terpusat, pengelola <strong>KEK</strong> dapat membatasi baku mutu buangan air limbah dari<br />

kaveling:<br />

1. Agar sesuai standar baku influen IPAL sebagai berikut:<br />

BOD : 400 – 600 mg/l<br />

COD : 600 – 800 mg/l<br />

TSS : 400 -600 mg/l<br />

pH : 4 -10<br />

2. Apabila buangan air limbah dari kaveling melebihi standar baku influen IPAL maka air limbah dari kaveling<br />

harus dibersihkan terlebih dahulu<br />

Peraturan perundang-undangan terkait saluran buangan air limbah adalah sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan<br />

Pengelolaan Lingkungan Hidup<br />

Butir-butir Penting:<br />

Undang-undang ini mengatur tentang baku mutu lingkungan hidup yang meliputi baku mutu air<br />

limbah.<br />

Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan<br />

limbah yang dibuang tersebut memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan mendapat izin dari Menteri,<br />

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.<br />

III.8 <strong>Standar</strong> Instalasi pengolahan air limbah (IPAL)<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> yang <strong>dalam</strong> kawasannya terdapat Zona Industri (Pengolahan) atau Zona Energi<br />

Primer dengan luas kawasan terbangun melebihi 100 Ha diwajibkan:<br />

1. Menyediakan IPAL yang terpusat<br />

2. Baku mutu air limbah efluent IPAL sesuai dengan <strong>dalam</strong> Permen LH No.3 tahun 2010 tentang Baku Mutu<br />

Air Limbah untuk Kawasan Industri.<br />

Apabila buangan air limbah dari kaveling melebihi standar baku influen IPAL maka air limbah dari kaveling<br />

harus dibersihkan terlebih dahulu dan ap kavingnya menyediakan kolam/pit monitoring air limbah yang<br />

mudah untuk pengambilan sampel.<br />

22<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 23


Peraturan perundang-undangan terkait saluran buangan air limbah adalah sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan<br />

Pengelolaan Lingkungan Hidup<br />

Butir-butir Penting:<br />

Undang-undang ini mengatur baku mutu lingkungan hidup yang mencakup baku mutu air dan baku<br />

mutu air limbah.<br />

Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan syarat harus<br />

memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota<br />

sesuai dengan kewenangannya.<br />

III.9 <strong>Standar</strong> Persampahan<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib menyediakan sistem pembuangan sampah atau limbah padat yang terdiri dari:<br />

1. Memaskan dak ada tumpukan sampah yang mengganggu lingkungan dari segi kesehatan, penglihatan<br />

dan bau.<br />

2. Penganganan khusus kegiatan yang menghasilkan limbah B3 agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah<br />

No. 18 Tahun 1999.<br />

Peraturan perundang-undangan terkait limbah padat adalah sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan<br />

Pengelolaan Lingkungan Hidup<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Menteri<br />

Nomor Peraturan: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2010<br />

tentang Baku Mutu Air Limbah Untuk Kawasan Industri<br />

Butir-butir Penting:<br />

Dalam peraturan ini dinyatakan bahwa setiap kawasan industri yang telah mempunyai IPAL terpusat wajib<br />

menaati baku mutu air limbah kawasan industri, antara lain:<br />

pH : 6-9<br />

TSS : 150 mg/l<br />

BOD : 50 mg/l<br />

COD : 100 mg/l<br />

Sulfida : 1 mg/l<br />

Amonia (NH3-N) : 20 mg/l<br />

Fenol : 1 mg/l<br />

Minyak dan lemak : 15 mg/l<br />

MBAS : 10 mg/l<br />

Kadmium : 0,1 mg/l<br />

Krom Heksavalen (Cr 6+) : 0,5 mg/l<br />

Krom Total (Cr) : 1 mg/l<br />

Tembaga (Cu) : 2 mg/l<br />

Timbal (Pb) : 1 mg/l<br />

Nikel (Ni) : 0,5 mg/l<br />

Seng (Zn) : 10 mg/l<br />

Kuantitas air limbah maksimum : 0,8 L perdetik per Ha Lahan Kawasan Terpakai<br />

Apabila kawasan industri belum mempunyai IPAL terpusat, berlaku baku mutu air limbah bagi jenis usaha<br />

dan/atau kegiatan sesuai dengan peraturan menteri yang mengatur mengenai baku mutu air limbah.<br />

Hal lain yang juga diatur <strong>dalam</strong> peraturan ini adalah kewajiban penanggung jawab kawasan industri untuk<br />

memisahkan saluran buangan air limbah dengan saluran limpasan air hujannya.<br />

Kewajiban untuk memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah secara berkala (paling sedikit 1 (satu)<br />

kali <strong>dalam</strong> 1 (satu) bulan) juga diatur <strong>dalam</strong> peraturan ini, dengan baku mutu air limbah seperti yang<br />

telah tercantum diatas. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium yang telah terakreditasi dan teregistrasi di<br />

Kementerian Lingkungan Hidup.<br />

Butir-butir Penting:<br />

Dalam Undang-undang ini diatur mengenai baku mutu lingkungan hidup yang meliputi baku mutu<br />

gangguan dan baku mutu lain sesuai dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.<br />

Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan syarat harus<br />

memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota<br />

sesuai dengan kewenangannya.<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah<br />

Butir-butir Penting:<br />

Undang-undang ini mengatur bahwa pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan<br />

industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas<br />

pemilahan sampah yang terjangkau oleh masyarakat atau penghuninya.<br />

Selain pemilahan sampah, hal lain yang juga perlu dilakukan <strong>dalam</strong> pengelolaan sampah rumah tangga<br />

adalah pengurangan sampah dan penanganan sampah.<br />

Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan cara pembatasan timbuan sampah, pendauran ulang<br />

sampah dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:<br />

pemilahan <strong>dalam</strong> bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/<br />

atau sifat sampah;<br />

pengumpulan <strong>dalam</strong> bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat<br />

penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;<br />

pengangkutan <strong>dalam</strong> bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan<br />

sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan<br />

akhir;<br />

pengolahan <strong>dalam</strong> bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;<br />

pemrosesan akhir sampah <strong>dalam</strong> bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan<br />

sebelumnya ke media lingkungan secara aman.<br />

24<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 25


Peraturan Terkait: Peraturan Pemerintah<br />

Nomor Peraturan: Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan<br />

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun<br />

Butir-butir Penting:<br />

Untuk penanganan bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun diatur<br />

<strong>dalam</strong> peraturan ini, dimana dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan<br />

yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah B3 wajib melakukan<br />

reduksi limbah B3, mengolah limbah B3 dan/atau menimbun limbah B3.<br />

Peraturan Terkait: Keputusan Menteri<br />

Nomor Peraturan: Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 11/KPTS/2000<br />

tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan<br />

Butir-butir Penting:<br />

Manajemen penanggulangan kebakaran (MPK) lingkungan adalah bagian dari “Manajemen Estat” untuk<br />

mengupayakan kesiapan: pengelola, penghuni dan Regu Pemadam Kebakaran terhadap kegiatan<br />

pemadaman yang terjadi pada suatu lingkungan.<br />

Daerah layanan <strong>dalam</strong> setiap wilayah manajemen kebakaran tidak melebihi dari radius 7,5 km. Dan daerah<br />

yang sudah terbangun harus mendapat perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya berada<br />

<strong>dalam</strong> jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor.<br />

III.10 Prasarana Pemadam Kebakaran<br />

Badan usaha pengelola <strong>KEK</strong> wajib menyediakan hidran pemadam kebakaran atau sumber air yang memadai<br />

untuk pemadaman kebakaran pada seap jarak maksimal 200 meter. (Armada dan pelayanan pemadam<br />

kebakaran diatur <strong>dalam</strong> modul Pelayanan usaha <strong>KEK</strong>).<br />

Peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut:<br />

Peraturan Terkait: Undang-undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung<br />

Butir-butir Penting:<br />

Undang-undang ini mengatur tentang persyaratan keselamatan bangunan gedung yang meliputi<br />

persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan<br />

bangunan gedung <strong>dalam</strong> mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.<br />

Persyaratan kemampuan bangunan gedung <strong>dalam</strong> mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran<br />

merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran<br />

melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.<br />

Sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api,<br />

kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan serta membatasi<br />

kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. Sedangkan sistem proteksi aktif meliputi kemampuan<br />

peralatan <strong>dalam</strong> mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan<br />

kebakaran.<br />

Peraturan Terkait: Peraturan Menteri<br />

Nomor Peraturan: Peraturan Menteri Perindustrian No. 35 tahun 2010 tentang<br />

Pedoman Kawasan Industri<br />

Butir-butir Penting:<br />

Peraturan ini mengatur bahwa kapasitas unit pemadam kebakaran yang harus tersedia disesuaikan<br />

dengan ketentuan teknis yang berlaku.<br />

26<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 27


BAB IV<br />

STANDAR LAIN-LAIN


IV. 1 Pelabuhan<br />

Badan Usaha pengelola <strong>KEK</strong> dapat membangun dan mengoperasikan terminal untuk kepenngan sendiri dan<br />

terminal khusus dengan ketentuan antara lain:<br />

1. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau<br />

tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar<br />

muat barang.<br />

2. Terminal untuk Kepenngan Sendiri adalah terminal yang terletak di <strong>dalam</strong> Daerah Lingkungan Kerja dan<br />

Daerah Lingkungan Kepenngan pelabuhan untuk melayani kepenngan sendiri sesuai dengan usaha<br />

pokok <strong>KEK</strong>.<br />

3. Terminal Khusus adalah terminal untuk melayani kepenngan sendiri sesuai dengan usaha pokok <strong>KEK</strong><br />

dengan ketentuan antara lain:<br />

merupakan bagian dari pelabuhan terdekat namun terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan<br />

Daerah Lingkungan Kepenngan pelabuhan tersebut.<br />

wajib ditempatkan instansi Pemerintah untuk melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan<br />

pelayaran.<br />

Izin pengoperasian terminal khusus diberikan untuk jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun dan dapat<br />

diperpanjang selama memenuhi persyaratan.<br />

terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung<br />

jawab <strong>dalam</strong> urusan perhubungan.<br />

Terminal khusus dilarang digunakan untuk kepenngan umum kecuali <strong>dalam</strong> keadaan darurat dengan<br />

izin Menteri yang bertanggung jawab <strong>dalam</strong> urusan perhubungan.<br />

4. Terminal khusus hanya dapat dibangun dan dioperasikan <strong>dalam</strong> hal:<br />

pelabuhan terdekat dak dapat menampung kegiatan pokok tersebut<br />

berdasarkan permbangan ekonomis dan teknis operasional akan lebih efekf dan efisien serta lebih<br />

menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan terminal<br />

khusus.<br />

Ketentuan tentang kepelabuhanan diatur <strong>dalam</strong> Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran:<br />

Peraturan Terkait: Undang-Undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran<br />

Butir-butir Penting:<br />

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai<br />

tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal<br />

bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh<br />

kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang<br />

pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.<br />

Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau<br />

tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar<br />

muat barang.<br />

Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan<br />

Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan<br />

sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 31


Peraturan Terkait: Undang-Undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran<br />

Butir-butir Penting:<br />

Terminal untuk Kepentingan Sendiri adalah terminal yang terletak di <strong>dalam</strong> Daerah Lingkungan Kerja dan<br />

Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani<br />

kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.<br />

Untuk menunjang kegiatan tertentu di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan<br />

pelabuhan dapat dibangun “terminal khusus”.<br />

ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat;<br />

wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu;<br />

ditempatkan instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran,<br />

serta instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan.<br />

Terminal khusus hanya dapat dibangun dan dioperasikan <strong>dalam</strong> hal:<br />

pelabuhan terdekat tidak dapat menampung kegiatan pokok tersebut;<br />

berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih<br />

menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan terminal<br />

khusus.<br />

Terminal khusus dilarang digunakan untuk kepentingan umum kecuali <strong>dalam</strong> keadaan darurat dengan<br />

izin Menteri.<br />

Izin pengoperasian terminal khusus diberikan untuk jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun dan dapat<br />

diperpanjang selama memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-undang ini<br />

Dalam hal terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan, tanah daratan dan/atau perairan, fasilitas<br />

penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur pelayaran, dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang dikuasai<br />

dan dimiliki oleh pengelola terminal khusus diserahkan dan dikuasai oleh negara.<br />

Terminal khusus tertentu dapat digunakan untuk melakukan kegiatan perdagangan luar negeri. Pelabuhan<br />

dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri.<br />

Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal<br />

khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.<br />

Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan<br />

pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.<br />

Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri<br />

sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Lokasi pelabuhan disertai dengan Rencana Induk<br />

Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan.<br />

2. Pembangunan dan pengoperasian bandar udara khusus yang digunakan untuk menunjang kegiatan<br />

pokok <strong>KEK</strong>, telah mendapat izin dari Menteri yang membidangi perhubungan udara dengan memenuhi<br />

persyaratan pembangunan:<br />

buk kepemilikan dan/atau penguasaan lahan<br />

rekomendasi yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat;<br />

rancangan teknik terinci fasilitas pokok; dan<br />

kelestarian lingkungan.<br />

3. Pengoperasian bandar udara telah memenuhi ketentuan keselamatan penerbangan dan telah mendapat<br />

register bandar udara dari Menteri yang bertanggung jawab <strong>dalam</strong> urusan perhubungan untuk bandar<br />

udara dengan kapasitas maksimum 30 (ga puluh) tempat duduk atau dengan berat maksimum nggal<br />

landas sampai dengan 5.700 (lima ribu tujuh ratus) kilogram atau serfikasi bandara udara untuk bandara<br />

udara dengan kapasitas lebih besar.<br />

4. Izin mendirikan bangunan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> diberikan oleh<br />

pemerintah daerah setempat setelah memperoleh permbangan teknis dari Menteri yang bertanggung<br />

jawab <strong>dalam</strong> urusan perhubungan.<br />

5. Pembangun tempat pelaporan keberangkatan (check in counter) di <strong>dalam</strong> <strong>KEK</strong> yang dak memiliki<br />

bandara ditetapkan oleh Menteri. Tempat pelaporan keberangkatan merupakan bagian yang dak<br />

terpisahkan dari daerah lingkungan kerja bandar udara dan harus memperhakan aspek keamanan<br />

penerbangan.<br />

IV.2 Bandar Udara<br />

Badan Usaha pengelola <strong>KEK</strong> dapat membangun dan mengoperasikan bandara udara khusus, tempat<br />

pendaratan dan lepas landas helikopter, tempat pelaporan keberangkatan (city check in counter) dengan<br />

ketentuan antara lain:<br />

1. Bandar udara khusus dilarang:<br />

melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri kecuali <strong>dalam</strong> keadaan tertentu dan<br />

bersifat sementara, setelah memperoleh izin dari Menteri yang bertanggung jawab <strong>dalam</strong> urusan<br />

perhubungan;<br />

digunakan untuk kepenngan umum kecuali <strong>dalam</strong> keadaan tertentu dengan izin Menteri yang<br />

bertanggung jawab <strong>dalam</strong> urusan perhubungan, dan bersifat sementara.<br />

32<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 33


Peraturan yang mengatur tentang bandar udara adalah Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang<br />

Penerbangan.<br />

Peraturan Terkait: Undang-Undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan<br />

Butir-butir Penting:<br />

Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan<br />

sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang,<br />

dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan<br />

dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.<br />

Bandar Udara Khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri<br />

untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.<br />

Dalam rangka menunjang kegiatan tertentu, Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum<br />

Indonesia dapat membangun bandar udara khusus setelah mendapat izin pembangunan dari Menteri.<br />

Pengawasan dan pengendalian pengoperasian bandar udara khusus dilakukan oleh otoritas bandar udara<br />

terdekat yang ditetapkan oleh Menteri.<br />

Izin pembangunan bandar udara khusus harus memenuhi persyaratan bukti kepemilikan dan/atau<br />

penguasaan lahan; rekomendasi yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat; rancangan teknik<br />

terinci fasilitas pokok; dan kelestarian lingkungan.<br />

Bandar udara khusus dilarang melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri kecuali <strong>dalam</strong><br />

keadaan tertentu dan bersifat sementara, setelah memperoleh izin dari Menteri.Selain itu bandar udara<br />

khusus juga dilarang digunakan untuk kepentingan umum kecuali <strong>dalam</strong> keadaan tertentu dengan izin<br />

Menteri, dan bersifat sementara.<br />

Bandar udara khusus dapat berubah status menjadi bandar udara yang dapat melayani kepentingan<br />

umum setelah memenuhi persyaratan ketentuan bandar udara. yang diatur dengan Peraturan Menteri.<br />

Menteri memberikan sertifikasi dan register Bandar udara yang telah memenuhi ketentuan keselamatan<br />

penerbangan. Sertifikat bandar udara untuk bandar udara yang melayani pesawat udara dengan kapasitas<br />

lebih dari 30 (tiga puluh) tempat duduk atau dengan berat maksimum tinggal landas lebih dari 5.700<br />

(lima ribu tujuh ratus) kilogram. Register bandar udara untuk bandar udara yang melayani pesawat udara<br />

dengan kapasitas maksimum 30 (tiga puluh) tempat duduk atau dengan berat maksimum tinggal landas<br />

sampai dengan 5.700 (lima ribu tujuh ratus) kilogram.<br />

Tempat Pendaratan dan Lepas Landas Helikopter atas: tempat pendaratan dan lepas landas helikopter di<br />

daratan (surface level heliport) di atas gedung (elevated heliport); di perairan (helideck).<br />

Izin mendirikan bangunan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter diberikan oleh pemerintah<br />

daerah setempat setelah memperoleh pertimbangan teknis dari Menteri.<br />

Dalam pelayanan kegiatan angkutan udara dapat ditetapkan tempat pelaporan keberangkatan (city check<br />

in counter) di luar daerah lingkungan kerja bandar udara yang ditetapkan oleh Menteri. Tempat pelaporan<br />

keberangkatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari daerah lingkungan kerja bandar udara dan<br />

harus memperhatikan aspek keamanan penerbangan.<br />

2. Jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha <strong>KEK</strong> untuk<br />

menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Perkeretaapian khusus wajib memenuhi persyaratan<br />

teknis prasarana dan sarana perkeretaapian.<br />

Ketentuan tentang kepelabuhanan diatur <strong>dalam</strong> Undang-undang Nomor 23 tahun 2007 tentang<br />

Perkeretaapian.<br />

Peraturan Terkait: Undang-Undang<br />

Nomor Peraturan: Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian<br />

Butir-butir Penting:<br />

Prasarana Perkeretaapian<br />

Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar<br />

kereta api dapat dioperasikan.<br />

Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur<br />

kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan<br />

bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.<br />

Stasiun kereta api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik turun<br />

penumpang, bongkar muat barang; dan/atau, keperluan operasi kereta api.<br />

Prasarana Kereta Api Khusus<br />

Jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu<br />

untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Perkeretaapian khusus wajib memenuhi<br />

persyaratan teknis prasarana dan sarana perkeretaapian.<br />

Badan usaha wajib memiliki izin pengadaan atau pembangunan dan izin operasi yang diberikan oleh:<br />

Pemerintah untuk lintas provinsi dan negara.<br />

Pemerintah provinsi untuk lintasi kabupaten/kota dengan persetujuan Pemerintah.<br />

Pemerintah kabupaten/kota untuk <strong>dalam</strong> kabupaten/kota dengan persetujuan Pemerintah.<br />

IV. 3 Perkeretaapian<br />

Badan Usaha pengelola <strong>KEK</strong> dapat membangun dan mengoperasikan prasarana perkeretaapian khusus<br />

dengan ketentuan antara lain:<br />

1. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar<br />

kereta api dapat dioperasikan.<br />

34<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS 35


IV. 4 <strong>Standar</strong> Gedung dan Bangunan<br />

Persyaratan serta standar bangunan yang akan dibangun pada <strong>KEK</strong> harus sesuai dengan:<br />

1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung<br />

2. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan<br />

Gedung<br />

3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan<br />

terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.<br />

36<br />

STANDAR PENYELENGGARA INFRASTRUKTUR DALAM KAWASAN EKONOMI KHUISUS

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!