You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
24<br />
discover - SOUVENIR<br />
Serengan<br />
Teks & Foto: Alfian Widiantono<br />
Kampung Serengan yang berada di sisi selatan Kota Solo mungkin tak<br />
sepopuler wilayah lain seperti Kauman dan Laweyan. Namun demikian dibalik<br />
gang-gang sempit dan tembok-tembok rumah yang saling berhimpit itulah<br />
tangan-tangan kreatif penghasil blangkon lahir.<br />
kampung Serengan secara administratif<br />
berada di Kelurahan Serengan, Kecamatan<br />
Serengan, Kota Solo, Jawa Tengah. Kampung<br />
ini dikenal sebagai kampung blangkon karena banyak<br />
warganya yang mengais nafkah sebagai pengrajin<br />
blangkon. Keberadaan industri blangkon alias penutup<br />
kepala khas Jawa di Serengan tak bisa dilepaskan dari<br />
sejarah Kota Solo sebagai salah satu pusat pemerintahan<br />
dan budaya Jawa di masa lalu.<br />
Cerita dari mulut ke mulut mengisahkan tahun 1960-an adalah<br />
awal mula kerajinan blangkon di kampung itu. Pionirnya<br />
adalah salah satu warga lokal bernama Kasyanto, seorang abdi<br />
dalem Keraton Surakarta yang terampil membuat blangkon.<br />
Keahlian tersebut didapatkannya secara turun-temurun dari<br />
para pendahulunya yang juga menjadi abdi dalem. Kasyanto<br />
mulai membuat blangkon berawal dari bantuan dua warga<br />
lainnya, Djazuli dan Darso. Setelah memiliki bekal pengalaman<br />
yang cukup, keduanya lalu membuat usaha blangkon sendiri<br />
dan merekrut sesama warga Serengan yang lain dan begitu<br />
seterusnya usaha ini berkembang sampai sekarang.<br />
Paguyuban Maju Utomo adalah salah satu wadah<br />
para pembuat blangkon di Serengan. Saat ini<br />
paguyuban yang didirikan pada 2005 tersebut<br />
menaungi sekitar 24 unit usaha. Menurut Ananta<br />
Karyana, ketua paguyuban, rata-rata masing-masing<br />
unit usaha anggota Maju Utomo memiliki kapasitas<br />
produksi 50 sampai 100 blangkon per hari. Untuk<br />
kualitas paling bawah dihargai sekitar sepuluh ribu<br />
rupiah sedangkan kualitas terbaik berada di kisaran<br />
seratus ribu rupiah, tergantung jenis bahan yang<br />
dipakai dan teknik pembuatannya.<br />
Boleh jadi Serengan adalah contoh kampung tematik<br />
yang menarik namun rendah hati. Keberadaannya<br />
dengan ciri khas sebagai kampung blangkon bisa<br />
dibilang cukup jarang terendus radar publikasi.<br />
Namun Serengan seolah tak peduli karena<br />
setidaknya bagi mereka saat ini denyut utama<br />
kampung ini adalah blangkon, identitas kultur dan<br />
sosial sekaligus penggerak ekonomi utama yang<br />
(semoga) tak lekang digilas zaman.<br />
EDISI 74 | APRIL <strong>2017</strong> |