3-isi
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
1. PENDAHULUAN<br />
Laut seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan,<br />
hewan dan mikroorganisme hidup. Biota laut menghuni hampir semua bagian<br />
laut mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut sekalipun serta di<br />
sekitar muara sungai. Ilmu yang mempelajari tentang kehidupan biota laut<br />
disebut biologi laut.<br />
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi<br />
dengan ion CI - mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya<br />
tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C.<br />
Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang<br />
panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah<br />
termoklin.<br />
Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur,<br />
maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan.<br />
Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah<br />
dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang<br />
berlangsung baik. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan<br />
wilayah permukaannya secara horizontal.<br />
1. Menurut f<strong>isi</strong>ografinya, ekosistem air laut secara horizontal dibagi sebagai<br />
berikut:<br />
a. Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat.<br />
b. Neritik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya matahari<br />
sampai bagian dasar dalamnya ± 200 meter.<br />
c. Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m<br />
d. Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai<br />
(1.500-10.000 m).<br />
2. Menurut kedalamannya secara vertical, berturut-turut dari permukaani laut<br />
semakin ke dalam, laut dibedakan sebagai berikut:<br />
a. Epipelagik merupakan daerah antara permukaan dengan kedalaman air<br />
sekitar 200 m.<br />
1<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
b. Mesopelagik merupakan daerah dibawah epipelagik dengan kedalaman<br />
200-1000 m. Hewannya misalnya ikan hiu.<br />
c. Batiopelagik merupakan daerah lereng benua dengan kedalaman 200-<br />
2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini misalnya gurita.<br />
d. Abisal pelagik merupakan daerah dengan kedalaman mencapai 4.000 m,<br />
tidak terdapat tumbuhan tetapi hewan masih ada. Sinar matahari tidak<br />
mampu menembus daerah ini.<br />
e. Hadal pelagik merupakan bagian laut terdalam (dasar). Kedalaman lebih<br />
dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya terdapat lilia laut dan ikan laut yang<br />
dapat mengeluarkan cahaya. Sebagai produsen di tempat ini adalah<br />
bakteri yang bersimbiosis dengan karang tertentu.<br />
Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis<br />
sel yang hampir sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi<br />
beradaptasi dengan cara banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan<br />
pengeluaran air dengan cara osmosis melalui insang. Garam yang berlebihan<br />
diekskresikan melalui insang secara aktif.<br />
Dalam kegiatan praktikum biologi laut ini secara garis besar ada 2<br />
kegiatan yaitu Kegiatan di Laboratorium dan di Lapang. Kegiatan di laboratorium<br />
adalah identifikasi organisme baik flora maupun fauna sedang kegiatan di<br />
lapang meliputi:<br />
1. Kegiatan di Intertidal<br />
a. Kegiatan di pantai berbatu<br />
b. Kegiatan di pantai berlumpur<br />
c. Kegiatan di pantai berpasir<br />
2. Kegiatan di Estuari<br />
3. Zonasi Mangrove<br />
4. Pengamatan Kualitas Air<br />
2<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
2. ZONA INTERTIDAL<br />
Zona Intertidal (pasang-surut) merupakan daerah terkecil dari semua<br />
daerah yang terdapat di samudra dunia, merupakan pinggiran yang sempit<br />
sekali, terletak diantara air pasang tertinggi dan air surut terrendah. Zona ini<br />
merupakan bagian laut yang mungkin paling banyak dikenal dan dipelajari<br />
karena sangat mudah dicapai manusia.<br />
2.1 Biota Zona Intertidal<br />
Hewan dan tumbuhan di zona Intertidal bervariasi kemampuannya dalam<br />
adaptasi terhadap keadaan tekanan udara. Hal ini menyebabkan terjadinya<br />
perbedaan penyebaran organisme. Kebanyakan hewan di daerah ini harus<br />
menunggu sampai air menggenang kembali untuk mencari makan. Karena<br />
pasang–surut terjadi secara teratur dan dapat diramalkan, maka pasang–surut<br />
cenderung menimbulkan irama tertentu dalam kegiatan organisme pantai.<br />
Kebanyakan organisme Intertidal tinggal diam jika pasang turun dan kembali<br />
melakukan kegiatan seperti biasa, misalnya mencari makan jika pasang naik.<br />
2.2 Faktor – Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Zona Intertidal :<br />
a) Pasang–Surut<br />
b) Suhu<br />
c) Gerakan ombak<br />
d) Salinitas<br />
e) Substrat<br />
2.3 Tipe – Tipe Zona Intertidal<br />
1. Pantai Berbatu<br />
Pantai berbatu tersusun dari bahan yang keras, merupakan daerah yang<br />
paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik<br />
untuk spesies hewan maupun tumbuhan.<br />
3<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
2. Pantai Berpasir<br />
Pantai berpasir kelihatannya tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik.<br />
Karena faktor–faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk kond<strong>isi</strong><br />
dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Di pantai ini tidak<br />
ada tumbuhan makroskopik yang tumbuh karena tidak ada tempat yang cocok<br />
untuk menancapkan akarnya.<br />
3. Pantai Berlumpur<br />
Berbeda dengan pantai berpasir, pantai berlumpur sering menghasilkan<br />
pertumbuhan yang besar dari berbagai tumbuhan. Tumbuhan yang paling<br />
berlimpah adalah diatom. Selain itu, terdapat makro alga seperti spesies<br />
Gracilaria, Ulva dan Enteromorpha.<br />
2.4 Metodologi<br />
10<br />
9<br />
8<br />
K<br />
E<br />
L<br />
O<br />
M<br />
P<br />
O<br />
K<br />
7<br />
6<br />
5<br />
3<br />
Transek<br />
X X<br />
X<br />
X X<br />
1 M 2<br />
4<br />
2<br />
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />
Darat<br />
Stasiun Pengambilan<br />
Sampel<br />
Laut<br />
4<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
dibuat Transek kuadrat kemudian diamati:<br />
1. Jenis dan kepadatan serta dominasi<br />
Stasiun I dimulai dari arah darat ke laut, sebanyak 10 kali dengan jarak<br />
1 m<br />
2. Profil zona Intertidal<br />
Digambar dari arah laut ke darat<br />
3. Jenis Substrat (sedimentasi)<br />
2.5 Alat dan Bahan<br />
Alat<br />
Transek kuadrat (ukuran 1 X 1 m)<br />
Tongkat skala<br />
Slang aerator<br />
Cetok<br />
Ember<br />
Kamera digital<br />
Bahan<br />
Tali rafia 25 m (sudah di beri tanda tiap 5 m)<br />
Kertas label<br />
Selotip<br />
Karet gelang<br />
Plastik bening<br />
Kantong plastik besar<br />
5<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
3. ESTUARIA<br />
Menurut Nybakken (1988), estuaria adalah bentuk teluk di pantai yang<br />
sebagian tertutup, dimana air tawar dan air laut bertemu dan bercampur.<br />
Dimana berdasarkan cara gradien salinitas dibentuk, tipe estuaria dibagi<br />
menjadi:<br />
1. Estuaria positif atau estuaria baji garam<br />
Estuaria yang terdapat aliran air tawar cukup memadai dan penguapan<br />
tidak begitu tinggi (khas estuaria daerah beriklim sedang). Bersifat isohalin<br />
(garis salinitas yang sama), dimana salinitas tertinggi pada atau dekat dasar dan<br />
salinitas terendah pada atau dekat permukaan.<br />
2. Estuaria negatif<br />
Estuaria di mana aliran air tawar sedikit dan kecepatan penguapan tinggi<br />
(pada iklim gurun pasir). Hal ini menyebabkan air permukaan menjadi hipersalin<br />
(salinitas tertinggi) dan salinitas terendah pada dasar.<br />
Menurut Dahuri (2003), berdasarkan aliran air dan pencampurannya,<br />
estuaria menurut Meadows dan Campbell (1988) dapat dikelompokkan menjadi<br />
empat tipe (Gambar 15), yaitu<br />
(a) Tipe A<br />
Estuaria tipe A memiliki kisaran pasang surut yang kecil, namun memiliki<br />
aliran air tawar yang besar. Lapisan air laut ada di bawah lapisan air sungai,<br />
sehingga percampuran secara vertikal di antara keduanya relatif kecil.<br />
(b) Tipe B<br />
Estuaria tipe B memiliki kisaran pasang surut yang lebih besar, sehingga<br />
gerakan massa air laut melebihi gerakan air tawar yang masuk melalui badan<br />
sungai.<br />
(c) Tipe C<br />
Pada estuaria C, aliran air tawar berkurang, namun sebalik-nya massa air<br />
laut menjadi dominan, terutama pada saat terjadi pasang. Akibatnya, massa air<br />
tawar akan mengalir di sebelah kanan estuaria, sehingga lebar estuaria akan<br />
6<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
semakin besar. Proses percampuran dari kedua massa air tersebut akan<br />
menghasilkan suatu batas yang bentuknya vertikal antara air tawar dan air laut.<br />
(d) Tipe D<br />
Estuaria tipe D memiliki aliran pasang surut yang besar, sehingga air<br />
tawar dan air laut dapat bercampur secara sempurna (tidak terstratifikasi).<br />
Estuaria tipe ini biasanya dangkal dan memungkinkan proses pengadukan<br />
berlangsung secara intensif, sehingga akan menciptakan kond<strong>isi</strong> salinitas yang<br />
homogen.<br />
Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D<br />
Gambar Potongan longitudinal dari berbagai tipe estuaria (Meadows dan<br />
Campbell, 1988)<br />
Sifat f<strong>isi</strong>k estuaria:<br />
a. Kompos<strong>isi</strong> Fauna<br />
Ada tiga komponen fauna: lautan, air tawar, air payau. Fauna lautan<br />
merupakan terbesar dalam jumlah spesies, terdiri dari bintang laut stenohalin<br />
(mampu mentolerir salinitas 30 ‰ atau lebih) dan euryhalin (mampu mentolerir<br />
salinitas di bawah 30 ‰). Komponen air payau terdiri dari spesies yang terdapat<br />
di pertengahan daerah estuaria pada salinitas 5‰ dan 30‰, seperti siput kecil<br />
(Hydrobia), udang (Palaemonetes). Komponen air tawar, terdiri dari spesies<br />
yang terbatas pada bagian hulu estuaria dan tidak dapat mentolerir salinitas di<br />
7<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
atas 5‰. Selain itu juga terdapat binatang peralihan yang hanya menghabiskan<br />
sebagian daur hidupnya di estuaria. Sebagaimana dikemukakan oleh Barnes<br />
(1974) dalam Nybakken (1988), pada umumnya jumlah spesies organisme di<br />
estuaria jauh lebih sedikit daripada habitat air tawar atau air laut. Hal ini<br />
disebabkan karena ketidakmampuan organisme air tawar mentolerir kenaikan<br />
salinitas dan organisme air laut mentolerir penurunan salinitas estuaria.<br />
b. Vegetasi Estuaria<br />
Hampir semua estuaria yang terus-menerus terendam terdiri dari substrat<br />
lumpur dan tidak cocok melekatnya makroalga, lapisan bawah estuaria<br />
seringkali tanpa tumbuhan hidup. Dataran lumpur estuaria sering kali banyak<br />
mengandung flora diatom, genera yang umum meliputi Ulva, Enteromorpha,<br />
Chaetomorpha, dan Cladophora. Perairan estuaria yang sangat keruh, vegetasi<br />
yang dominan adalah tumbuhan emerjen (mencuat), genera yang dominan<br />
adalah Spartina dan Salicornia. Komponen terakhir, yaitu baik air maupun<br />
lumpur estuaria sangat kaya akan bakteri, karena banyaknya bahan organik<br />
yang harus diuraikan.<br />
3.1 Adaptasi Organisme Estuaria<br />
1. Adaptasi Morfologis<br />
Adaptasi morfologis dapat dikenali diantara organisme estuaria sebagai<br />
pertanda semata-mata untuk kehidupan pada kond<strong>isi</strong> dengan fluktuasi suhu dan<br />
salinitas. Biasanya mempunyai rumbai-rumbai halus dari rambut atau setae,<br />
ukuran badan lebih kecil.<br />
2. Adaptasi F<strong>isi</strong>ologis<br />
Adaptasi dominan yang diperlukan untuk kelangsungan kehidupan<br />
estuaria, yang berhubungan dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan<br />
tubuh menghadapi fluktuasi salinitas eksternal. Kebanyakan organisme estuaria<br />
adalah osmoregulator (organisme yang mempunyai mekanisme f<strong>isi</strong>ologis untuk<br />
mengatur kandungan garam pada cairan internalnya). Misalnya cacing<br />
polichaeta, molusca, krustasea.<br />
8<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
3. Adaptasi Tingkah Laku<br />
Membuat lubang ke dalam lumpur, membenamkan diri ke dalam substrat<br />
untuk menghindari pemangsa atau predator seperti burung, ikan. Mengubah<br />
pos<strong>isi</strong> pada substrat dengan cara bergerak ke hulu atau ke hilir estuaria. Ini<br />
untuk menjaga organisme tetap berada pada suatu daerah yang mengalami<br />
perubahan salinitas minimal. Misalnya kepiting estuaria.<br />
3.2 Metodologi<br />
1. Diamati kualitas airnya dengan mengukur di bagian :<br />
a. Permukaan<br />
Suhu<br />
DO<br />
pH<br />
Salinitas<br />
b. Tengah<br />
DO<br />
Kecerahan<br />
c. Dasar<br />
DO<br />
2. Dibuat profil zona Estuaria<br />
Digambar dari arah laut ke darat / di foto dengan menggunakan kamera<br />
digital<br />
3. Diamati jenis substrat (sedimentasi)<br />
3.3 Alat dan Bahan<br />
Alat<br />
Kamera digital<br />
Botol DO<br />
Buret<br />
Statif<br />
Pipet tetes<br />
9<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Corong<br />
Water sampler<br />
Refraktometer<br />
Thermometer Hg<br />
Kotak standar pH<br />
Washing bottle<br />
Secchi disk<br />
Tongkat berskala<br />
Bahan<br />
Air estuary<br />
NaOH + KI<br />
MnSO 4<br />
H 2 SO 4 pekat<br />
Amylum<br />
Na 2 S 2 O 3 (Na-thiosulfat)<br />
pH paper<br />
Aquadest<br />
Tissue<br />
10<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
4. ZONASI MANGROVE<br />
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah<br />
pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena<br />
merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut.<br />
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut<br />
akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi<br />
terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Backer dan<br />
Vander Brink (1968) menyatakan tumbuhan penyusun mangrove meliputi<br />
genera Rhizophora, Bruguiera, Ceriop, Sonneratia, Aegiceros, Lumnitzera,<br />
Aerostichum, Acanthus, Avicennia, Xylocarpus, Heritiera, Carbera dan Nypa.<br />
Secara umum zonasi mangrove daerah Indo-Pasifik mulai dari tepi laut<br />
kedaratan yaitu zona Avicennia yang berasosiasi dengan Sonneratia, tumbuh di<br />
daerah yang senantiasa basah. Zona Rhizophora tersusun pada daerah yang<br />
tergenang pada pasang-naik sampai batas pasang tertinggi. Zona berikutnya<br />
adalah zona Bruguiera yang tumbuh pada daerah pasang tertinggi saat bulan<br />
purnama. Zona terakhir adalah zona Ceriops, suatu asosiasi semak. Zona<br />
Ceriops tidak selalu ada dan sering berasosiasi dengan pohon-pohon zona<br />
Bruguiera (Nybakken, 1988).<br />
11<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Keterangan:<br />
(Ra)<br />
(Rm)<br />
(Rs)<br />
Rhizophora apiculata<br />
Rhizophora mucronata<br />
Rhizophora stylosa<br />
Rhizophora<br />
Sonneratia<br />
Bruguiera<br />
Rhizophora<br />
Bunga Bruguiera<br />
Buah Bruguiera<br />
12<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001), formasi mangrove<br />
berdasarkan struktur ekosistemnya terbagi atas 3 kelompok yaitu:<br />
1. Mangrove Pantai<br />
Pengaruh air laut dominan dari pada air sungai<br />
2. Mangrove Muara<br />
Pengaruh air laut sama dengan air pengaruh air sungai<br />
3. Mangrove Sungai<br />
Pengaruh sungai lebih dominan dari pada pengaruh air laut<br />
Ekosistem mangrove didefin<strong>isi</strong>kan sebagai mintakat pasut dan mintakat<br />
suprapasut dari pantai berlumpur dan teluk, goba dan estuari yang didominasi<br />
oleh halofita (halophyta), yakni tumbuh-tumbuhan yang hidup di air asin,<br />
berpokok dan beradaptasi tinggi yang berkaitan dengan anak sungai, rawa<br />
bersama-sama dengan populasi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ekosistem<br />
mangrove terdiri dari dua bagian, bagian daratan dan bagian perairan. Bagian<br />
perairan juga terdiri dari dua bagian yakni tawar dan laut (Romimohtarto dan<br />
Juwana, 2001).<br />
Kelompok hewan lautan yang dominan dalam hutan bakau adalah<br />
molusca, udang-udang tertentu dan beberapa ikan yang khas. Moluska diwakili<br />
oleh sejumlah siput. Hutan bakau juga ditempati sejumlah kepiting berukuran<br />
besar. Hewan-hewan ini membuat lubang dalam substrat yang lunak dan<br />
termasuk genera yang umum seperti kepiting alga (Fiddler Crab), kepiting darat<br />
tropik (Cardisuma) dan berbagi kepiting hantu (Dotilla, Cleistostoma). Ikan yang<br />
khas d<strong>isi</strong>ni adalah ikan kecil dengan mata besar dari genus Periopthalmus dan<br />
kerabatnya. Ikan ini secara kolektif disebut ikan blodok (Mudskipper) (Nybakken,<br />
1988).<br />
4.1 Metodologi<br />
Pengamatan biota laut di daerah mangrove dilakukan dengan transek<br />
belt, sebagaimana pada Gambar. 2<br />
2,5 m<br />
2,5m<br />
1 2 3 4 5<br />
6 7 8 9 10<br />
5 m 1m<br />
Gambar. 2 Transek belt<br />
30 m<br />
13<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Kemudian diamati aspek-aspek sebagai berikut:<br />
1. Jenis dan kepadatan serta dominasi<br />
Stasiun I dimulai dari arah laut ke darat, dibuat sebanyak 5 stasiun<br />
dengan jarak 1 m, kemudian dihitung kepadatan dan dominasi dengan<br />
rumus:<br />
‣ Kepadatan =<br />
‣ Dominasi = 100%<br />
2. Profil atau Zonasi Mangrove<br />
Digambar / difoto dengan kamera digital dari arah laut ke darat (apakah<br />
termasuk Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera)<br />
3. Jenis Substrat (sedimen)<br />
4.2 Alat Dan Bahan<br />
Alat<br />
Transek belt<br />
Gunting<br />
Ember<br />
Cetok<br />
Seser<br />
Kamera digital<br />
Bahan<br />
Plastik<br />
Tali raffia<br />
Karet gelang<br />
Kantong plastik besar<br />
Kertas label<br />
14<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
5. IDENTIFIKASI MANGROVE<br />
Taksonomi Tumbuhan oleh Lawrence (1964) diartikan sebagai suatu ilmu<br />
yang mempelajari identifikasi, tata nama dan klasifikasi. Dalam taksonomi<br />
tumbuhan ini sangat diperlukan penentuan nama yang benar dan<br />
penempatannya didalam sistem klasifikasi tumbuhan. Identifikasi ialah<br />
penentuan atau pemastian apakah suatu flora dan fauna dapat dimasukkan ke<br />
dalam golongan flora dan fauna yang sebelumnya sudah diketahui identitasnya,<br />
atau dengan perkataan lain flora dan fauna tadi dibandingkan (dicocokkan atau<br />
dipersamakan) dengan salah satu anggota golongan itu. Tujuan atau hasil akhir<br />
suatu pengidentifikasian ialah mendapatkan nama daripada flora atau fauna<br />
yang diidentifikasi. Adakalanya dalam mengidentifikasi suatu tumbuhan belum<br />
tentu memperoleh namanya dan selalu berhasil untuk mendapatkan identitas<br />
suatu flora atau fauna, hal ini bergantung kepada kecekatan, ketelitian dan<br />
keberuntungan serta beberapa faktor lainnya. Oleh karena itu, nama takson<br />
atau golongan flora atau fauna yang dihasilkan dapat langsung diketahui nama<br />
spesiesnya, ordo, familia atau juga genusnya (Rifai, 1976).<br />
Menurut Rifai (1976) dalam Tjitrosoepomo (1998) hal pertama yang perlu<br />
dilakukan untuk mengidentifikasi suatu flora atau fauna adalah mempelajari flora<br />
atau fauna tersebut sebaik-baiknya. Semua sifat morfologi (seperti pos<strong>isi</strong>,<br />
bentuk, ukuran dan jumlah bagian-bagian daun, bunga, buah dan lain-lainnya).<br />
Langkah berikutnya ialah mencoba memperbandingkan atau mempersamakan<br />
ciri-ciri flora atu fauna tadi dengan ciri-ciri flora atau fauna yang sudah dikenal<br />
identitasnya. Untuk identifikasi flora atau fauna yang tidak kita kenal, tetapi telah<br />
dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, terdapat beberapa untuk mengetahuinya,<br />
antara lain :<br />
1. Ingatan.<br />
2. Menanyakan kepada ahlinya.<br />
3. mencocokkan dengan spesimen acuan.<br />
4. Mencocokkan dengan candra dan gambar-gambar<br />
5. Penggunaan kunci identifikasi dalam identifikasi flora dan fauna<br />
6. Penggunaan Lembar Identifikasi Jenis (Species Identification Sheet)<br />
15<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Buku- buku kunci identifikasi yang digunakan adalah:<br />
Untuk Ikan : Taksonomi Ikan (Radiopoetra, 1998)<br />
Untuk molluska : The Avertebrate Taxonomy (Evans, 1985)<br />
Untuk umum : Biologi Laut (Romimuhtarto dan Juwana,2001)<br />
Untuk Mangrove : Biologi Laut (Romimuhtarto dan Juwana,2001)<br />
5.1 Pengamatan Spesimen<br />
‣ Teknik Penggambaran<br />
Teknik penggambaran flora dan fauna dilakukan secara keseluruhan<br />
yang meliputi bentuk, susunan, ukuran dan ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh<br />
flora dan fauna tersebut.<br />
Teknik penggambaran Flora dan Fauna meliputi :<br />
A. Penggambaran sketsa atau kasar<br />
B. Penggambaran penjiplakkan<br />
C. Penggambaran editing dan finishing<br />
‣ Mengawetkan Spesimen<br />
Koleksi memerlukan perawatan yang baik dan dalam keadaan darurat<br />
harus dapat diamankan dengan mudah. Mengawetkan spesimen fauna<br />
umumnya menggunakan formalin 4-5 % dan untuk fauna yang lebih besar dari<br />
50 cm, sebelum diawetkan di dalam formalin terlebih dahulu s<strong>isi</strong> perut bagian<br />
kanan diiris dengan pisau agar bahan pengawet dapat masuk ke dalam rongga<br />
perut. Hal tersebut tidak mempengaruhi identifikasi karena untuk identifikasi<br />
diperlukan s<strong>isi</strong> sebelah kiri (Saanin, 1968).<br />
Sedangkan menurut Tjitrosoepomo, 1998 pengawetan untuk flora dapat<br />
bermacam-macam, yang pada dasarnya dibedakan dua macam, yaitu :<br />
A. Pemprosesan untuk menjadikan bahan yang dikoleksi itu menjadi<br />
spesimen kering yang dikenal sebagai herbarium kering dengan cara :<br />
1) Pengkoleksian spesimen<br />
2) Proses pengeringan selalu disertai dengan pengepresan<br />
3) Penempelan (“mounting”) herbarium<br />
16<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
4) Perlakuan khusus untuk mencegah seranga atau jamur<br />
5) Pemasangan label<br />
6) Penyimpanan herbarium<br />
B. Pemprosesan untuk menjadikan koleksi awetan, yang dikenal herbarium<br />
basah dengan metode Schweinfurth.<br />
5.2 Alat dan Bahan<br />
Alat<br />
Jangka sorong<br />
Buku Identifikasi<br />
Kamera digital<br />
Bahan<br />
Kertas gambar<br />
Biota<br />
17<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
6. KUALITAS AIR<br />
Kualitas air yang baik dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu<br />
parameter f<strong>isi</strong>ka maupun parameter kimia.<br />
6.1 PARAMETER FISIKA<br />
◘ Kecerahan<br />
kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin<br />
tinggi suatu kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam<br />
air. Kecerahan air menentukan ketebalan lapisan produktif. Berkurangnya<br />
kecerahan air akan mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan air, selain<br />
itu dapat pula mempengaruhi kegiatan f<strong>isi</strong>ologi biota air, dalam hal ini bahanbahan<br />
ke dalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat<br />
mengurangi kecerahan air. Kecerahan air tergantung pada warna dan<br />
kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang<br />
ditentukan secara visual dengan menggunakansecchi disk yang dikembangkan<br />
oleh Profesor Secchi pada abad ke-19. Nilai kecerahan dinyatakan dalam<br />
satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu<br />
pengukuran, padatan tersuspensi dan kekeruhan serta ketelitian orang yang<br />
melakukan pengukuran. Tingkat kecerahan air dinyatakan dalam suatu nilai<br />
yang dikenal dengan kecerahan secchi disk.<br />
◘ Cahaya<br />
Dilihat dari sudut biologi, cahaya merupakan faktor ekologi yang<br />
terpenting. Tanpa adanya cahaya proses fotosintesis tidak akan berlangsung<br />
dan tidak akan didapatkan bentuk-bentuk kehidupan. Sumber cahaya utama<br />
adalah cahaya matahari.<br />
Berdasarkan intensitas cahayanya, perairan bahari secara vertikal dibagi<br />
menjadi 3 wilayah antara lain:<br />
a. zone eufotik<br />
b. zone disfotik<br />
c. zone afotik<br />
18<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
◘ Suhu<br />
Suhu di laut merupakan faktor yang amat penting bagi kehidupan<br />
organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas organisme<br />
maupun perkembangan organisme tersebut.<br />
Kisaran suhu yang masih dapat ditoleransi oleh jasad-jasad laut tidak<br />
begitu luas. Bahkan cukup banyak jasad laut yang mempunyai toleransi kisaran<br />
suhu yang sempit.<br />
Organisme laut berdasarkan toleransi suhu dapat dibagi menjadi 2, yaitu:<br />
a. organisme eurythermal<br />
b. organisme stenothermal<br />
Penyebaran suhu secara vertical:<br />
a. Homogeneus layer<br />
b. Thermocline layer<br />
c. Deep layer<br />
d. Bottom Layer<br />
6.2 PARAMETER KIMIA<br />
◘ Salinitas<br />
Salinitas merupakan jumlah garam-garam yang larut dalam satuan<br />
volume air yang dinyatakan dalam ‰ atau jumlah seluruh zat yang laut dalam 1<br />
kg air laut. Salinitas rata-rata air laut adalah lebih kurang 35‰. Perbedaan<br />
salinitas disebabkan karena adanya penguapan.<br />
◘ pH<br />
pH merupakan negatif logaritma dari konsentrasi H + yang dikandung<br />
dalam perairan. pH air laut sangat dipengaruhi oleh kond<strong>isi</strong> perairan apakah<br />
tercemar atau tidak serta kandungan garam-garam dan gas terlarut didalam air<br />
laut.<br />
◘ DO (oksigen terlarut)<br />
Gas oksigen banyak dijumpai dilapisan permukaan. Oksigen berasal dari<br />
udara didekatnya dapat secara langsung larut atau berdifusi kedalam air laut.<br />
19<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Selain itu, adanya fitoplankton juga menambah kadar oksigen terlarut pada<br />
lapisan permukaan saat siang hari.<br />
6.3 METODOLOGI<br />
◘ Suhu<br />
Thermometer dimasukkan kedalam perairan sekitar 10 cm, ditunggu<br />
sampai beberapa saat sampai air raksa dalam thermometer menunjuk atau<br />
berhenti pada skala tertentu. Kemudian dicatat dalam skala °C. Pembacaan<br />
thermometer dilakukan pada saat thermometer masih dalam air, jangan sampai<br />
tangan menyentuh thermometer.<br />
◘ Salinitas<br />
Refraktometer dibersihkan dengan tisu pada bagian optiknya, kemudian<br />
diambil air sampel dengan pipet tetes dan teteskan pada optik refraktometer<br />
sebanyak 1 tetes. Setelah itu tentukan salinitas perairan dengan melihat skala<br />
yang ditunjuk.<br />
◘ pH<br />
pH paper dimasukkan kedalam perairan sekitar 10 cm, ditunggu sampai<br />
beberapa saatl. Setelah itu pH paper dikibaskan sampai setengah kering<br />
kemudian dicocokkan pada kotak standart pH dan didapatkan nilai pH perairan.<br />
Selain menggunakan pH paper digunakan pula pH meter sebagai pembanding.<br />
◘ DO (oksigen terlarut)<br />
Ukur dan catat volume botol DO yang akan digunakan, kemudian<br />
masukkan botol DO kedalam perairan yang akan di ukur oksigennya secara<br />
perlahan-lahan dengan pos<strong>isi</strong> miring dan usahakan jangan sampai terjadi<br />
gelembung udara kemudian ditutup. Lalu bukalah tutup botol yang ber<strong>isi</strong><br />
sampel, tambahkan 2 ml MnSO 4 dan 2 ml NaOH + KI, lalu dibolak balik biarkan<br />
± 30 menit sampai terjadi endapan coklat. Setelah terbentuk endapan buang air<br />
yang bening diatas endapan kemudian endapan yang tersissa diberi 2 ml H 2 SO 4<br />
pekat dan kocok sampai endapan larut. Beri 3-4 tetes Amylum, dititrasi dengan<br />
Na-thiosulfat 0,025 N sampai jernih (hingga tidak berwarna untuk pertama kali).<br />
20<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Perhitungan:<br />
DO (mg/l) =<br />
V titran X N titran X X<br />
V botol DO - 4<br />
1000 8<br />
N = Normalitas Na-thiosulfat<br />
V = Volume Botol<br />
Selain itu kita juga menggunakan DO meter untuk membandingkan hasil<br />
perhitungan secara manual dengan menggunakan alat.<br />
6.4 ALAT DAN BAHAN<br />
Alat<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Refraktometer<br />
Kotak standar pH<br />
Botol DO<br />
Buret<br />
Statif<br />
Pipet tetes<br />
Corong<br />
pH meter<br />
DO meter<br />
Bahan<br />
Air sampel<br />
H 2 SO 4 pekat<br />
MnSO 4<br />
NaOH + KI<br />
Amylum<br />
Na 2 S 2 O 3 (Na-thiosulfat)<br />
21<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Backer, C.A. dan van Den Brink, R.C.B. 1968. Flora ossf Java. III. Wolters<br />
Noordhof NV. Groningen<br />
Hutabarat, S. dan M. Evans 1985. Pengantar Oceanografi. Universitas<br />
Indonesia. Jakarta<br />
Koesoebiono. 1974. Marine Biology I. Fakultas Peternakan dan Perikanan.<br />
Universitas Diponegoro. Semarang<br />
Lawrence, G.H.M. 1964. Taxonomi of Vascular Plants. The Mcmillan<br />
Company. New York<br />
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT<br />
Gramedia Utama. Jakarta. 459 hal.<br />
Radiopoetra.1998. Taksonomi Ikan. Djambatan. Jakarta. 320 hal<br />
Rifai, M.A. 1976. Sendi-Sendi Botani Sistematika. Herbarium Bogoriense.<br />
Lembaga Biologi Nasional L.I.P.I. 75 hal.<br />
Romimohtarto, K. dan S, Juwana. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan<br />
tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.128 hal.<br />
Saanin, H. 1968. Taksonomi Dan Kunci Identifikasi Ikan I. Bina Cipta.<br />
Bandung.<br />
256 hal.<br />
Tjitrosoepomo, G. 1998. Taksonomi Umum. Gadjah Mada University Press.<br />
Yogyakarta. 216 hal.<br />
22<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
LAMPIRAN<br />
Lampiran 1. Contoh Tabel Identifikasi Flora dan Fauna<br />
Tabel 1. Identifikasi Flora (Zona Intertidal dan Zona Mangrove)<br />
Transek<br />
Kelas Famili/Genus Jumlah<br />
(stasiun)<br />
1.<br />
2.<br />
Transek 1<br />
3.<br />
dst ....<br />
1.<br />
2.<br />
Transek 2<br />
3.<br />
dst ....<br />
1.<br />
2.<br />
Transek 3<br />
3.<br />
dst ....<br />
Tabel 2. Identifikasi Fauna (Zona Intertidal dan Zona Mangrove)<br />
Transek<br />
Gambar<br />
Famili/Genus Kepadatan Jumlah<br />
(Stasiun)<br />
Pengamatan<br />
1.<br />
Transek<br />
2.<br />
1<br />
dst....<br />
1.<br />
Transek<br />
2.<br />
2<br />
dst ...<br />
Gambar<br />
Lieratur<br />
23<br />
Pendahuluan
Jumlah individu<br />
Jumlah individu<br />
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Lampiran 2. Contoh Grafik Kelimpahan Organisme dan Pengukuran Profil<br />
Pantai<br />
Hubungan Kelimpahan Species dengan Stasiun<br />
16<br />
14<br />
12<br />
10<br />
8<br />
6<br />
4<br />
2<br />
0<br />
0 1 2 3 4 5 6 7<br />
Stasiun (transek)<br />
Scylla serrata<br />
Turbo petholatus<br />
Cypraea moneta<br />
Grafik a. Kelimpahan Organisme Intertidal<br />
Hubungan Kerapatan Species dengan Stasiun<br />
16<br />
14<br />
12<br />
10<br />
8<br />
6<br />
4<br />
2<br />
0<br />
0 1 2 3 4 5 6 7<br />
Stasiun (transek)<br />
Rhizophora mucronata<br />
Ceriops tagal<br />
Ceriops decandra<br />
Grafik b. Kerapatan Jenis Mangrove<br />
10 m<br />
Tongkat berskala<br />
Tali rafia<br />
Panta i<br />
24<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Contoh Pengukuran Profil Pantai<br />
Lampiran 3. Petunjuk Pengamatan Mangrove<br />
NO. PARAMETER VARIABEL METODE<br />
a. Substrat - Lumpur<br />
- Pasir<br />
Pengamatan tekstur tanah<br />
1 Faktor f<strong>isi</strong>k<br />
- Lumpur<br />
Berpasir<br />
b Suhu Pengamatan suhu air<br />
a Salinitas Pengamatan kadar garam air<br />
2 Faktor kimia b DO Pengamatan kadar oksigen terlarut<br />
c pH Pengamatan pH air<br />
Pengamatan terhadap:<br />
• Akar<br />
a Identifikasi<br />
• Bunga<br />
• Daun<br />
b Kerapatan Pengamatan jumlah pohon mangrove<br />
• Pengamatan jenis organisme<br />
yang menempel pada akar<br />
• Pengamatan organisme yang<br />
c Organisme yang<br />
3 Faktor biologi<br />
hidup di atas atau di dalam<br />
berasosiasi<br />
substrat<br />
• Pengamatan organisme yang<br />
hidup di dalam air<br />
Pengamatan terhadap sistem<br />
perakaran:<br />
d Pola adaptasi<br />
• Akar tunjang<br />
• Akar lutut<br />
• Akar kabel<br />
Pengamatan struktur komunitas<br />
mangrove, yaitu:<br />
4 Zonasi a Zonasi<br />
• Daerah yang menghadap ke<br />
arah laut<br />
• Daerah di belakngnya<br />
25<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Lampiran 4. Contoh Penggambaran Sampel Herbarium<br />
26<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
Lampiran 5. Format Laporan Kelompok Praktikum Biologi Laut<br />
1. PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
1.2 Maksud dan Tujuan<br />
1.2.1 Maksud<br />
1.2.2 Tujuan<br />
1.3 Tempat dan Waktu<br />
1.3.1 Tempat<br />
1.3.2 Waktu<br />
2. TINJAUAN PUSTAKA<br />
2.1 Zonasi<br />
2.1.1 Intertidal<br />
a Pengertian Zona Intertidal<br />
b Faktor-faktor di zona Intertidal<br />
c Biota pada Zona Intertidal<br />
2.1.2 Mangrove<br />
a Pengertian Zona Mangrove<br />
b Biota pada Zona Mangrove<br />
c Susunan Tanaman dari Perairan kedaratan di Mangrove<br />
d Manfaat Ekosistem Mangrove<br />
e Kebijakan Hutan Mangrove di Indonesia<br />
f Rantai Makanan di Mangrove<br />
2.1.3 Estuaria<br />
a Pengertian Zona Estuaria<br />
b Biota pada Zona Estuaria<br />
2.2 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Organisme dan<br />
Keanekaragaman Populasi<br />
2.2.1 Intertidal<br />
2.2.2 Mangrove<br />
27<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
2.2.3 Estuaria<br />
2.3 Kualitas Air<br />
2.3.1 pH<br />
2.3.2 Suhu<br />
2.3.3 Salinitas<br />
2.3.4 DO<br />
2.3.5 Kecerahan<br />
3. METODOLOGI<br />
3.1 Fungsi Alat dan Bahan<br />
3.1.1 Fungsi Alat<br />
3.1.2 Fungsi Bahan<br />
3.2 Prosedur Kerja<br />
3.2.1 Zona Intertidal<br />
a. Pengambilan dan Identifikasi Biota dengan Metode Transek<br />
Kuadrat<br />
b. Pengukuran Kelandaian Pantai<br />
c. Pengukuran Kecepatan Arus<br />
3.2.2 Zona Mangrove<br />
Pengambilan dan Identifikasi Biota dengan Metode Belt Transek<br />
3.2.3 Zona Estuari<br />
Pengukuran Kualitas Air<br />
a. pH<br />
b. Suhu<br />
c. Oksigen Terlarut<br />
d. Salinitas<br />
e. Kecerahan<br />
28<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
4. DATA HASIL, PERHITUNGAN DAN ANALISA<br />
4.1 Data Hasil<br />
4.1.1 Pantai Berbatu<br />
a Biota Pantai Berbatu<br />
b Grafik Hubungan Jumlah Biota dengan Transek<br />
4.1.2 Pantai Berpasir<br />
a Biota Pantai Berpasir<br />
b Grafik Hubungan Jumlah Biota dengan Transek<br />
4.1.3 Mangrove<br />
a Biota Mangrove<br />
b Grafik Hubungan Jumlah Biota dengan Transek<br />
4.1.4 Data Kualitas Air<br />
4.1.5 Profil Pantai, Estuaria dan Mangrove<br />
a Profil Pantai<br />
b Profil Estuaria<br />
c Profil Mangrove<br />
4.1.6 Hubungan Tinggi dengan Panjang pada Kemiringan Pantai<br />
4.2 Analisa Hasil dan Prosedur<br />
4.2.1 Mangrove<br />
a Analisa Prosedur<br />
b Analisa Hasil (data + grafik)<br />
4.2.2 Pantai<br />
a Analisa Prosedur<br />
b Analisa Hasil (data + grafik)<br />
4.2.3 Estuaria<br />
a Analisa Prosedur<br />
b Analisa Hasil (data + grafik)<br />
4.3 Keadaan Pantai Kondang Merak<br />
29<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
5. KESIMPULAN DAN SARAN<br />
5.1 Kesimpulan<br />
5.2 Saran<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
(daftar pustaka minimal 3 text book buku bahasa Inggris, 3 text book<br />
buku bahasa Indonesia, 5 jurnal bahasa inggris, dan 5 jurnal bahasa indonesia<br />
minimal 10 tahun terakhir)<br />
Lampiran<br />
Data Kualitas Air<br />
Zona Suhu pH DO Salinitas<br />
Pantai<br />
Mangrove<br />
Estuaria<br />
ACC I : Laporan tulis tangan<br />
ACC II : Ketik computer<br />
- Spasi 1,5<br />
- Size 11<br />
- Arial<br />
- Margin Kiri 4 cm, kanan atas bawah 3 cm<br />
- Kertas A4<br />
- Jilid Hard Cover Warna Biru<br />
30<br />
Pendahuluan
Panduan Praktikum Biologi laut 2015<br />
DAFTAR ASISTEN BIOLOGI LAUT<br />
2015/2016<br />
No. Nama Prodi Angkatan Nomor hp<br />
1. Ratna Antika Wardani BP 2011 085732444427<br />
(Co. Ass)<br />
2. Yunita Dwi Mayangsari BP 2011 085731234326<br />
3. Nikita Happy BP 2011 085649308798<br />
4. Nur Wasilah BP 2011 085640675827<br />
5. Harun Wijaya BP 2011 085749891891<br />
6. Jessica BP 2011<br />
7. Yetti M BP 2011<br />
8. Dian Novalisa MSP 2011 085735226136<br />
9. Arievina W MSP 2011 085645623586<br />
10. Cathrine F. L MSP 2011 085733725092<br />
11. Ahmad Waris M MSP 2011 085745574702<br />
12. Febrian Kuncoro MSP 2011 085649059394<br />
13. Fandi Putra MSP 2011 0817384174<br />
14. Ainun Silvia MSP 2011 085745212942<br />
15. Wahyu Kurniallah BP 2012 085730861976<br />
16. Immaria F BP 2012 087817974975<br />
17. Retno Palupi BP 2012 08701445005<br />
18. Ibtida’ul Munir BP 2012 085655932720<br />
19. Lely Rahmadhani MSP 2012 085731768577<br />
20. Nirma Prasetya MSP 2012 085706992990<br />
21. Duwi Widayati MSP 2012 087758086506<br />
22. Diklawati Jatayu MSP 2012 085785594720<br />
31<br />
Pendahuluan