20.12.2012 Views

Pengukuran Konduktivitas Termal Bata Merah Pejal - Gradien

Pengukuran Konduktivitas Termal Bata Merah Pejal - Gradien

Pengukuran Konduktivitas Termal Bata Merah Pejal - Gradien

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No. 2 Juli 2006 : 152-155<br />

<strong>Pengukuran</strong> <strong>Konduktivitas</strong> <strong>Termal</strong> <strong>Bata</strong> <strong>Merah</strong> <strong>Pejal</strong><br />

Halauddin<br />

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia<br />

Diterima 12 Juni 2006; disetujui 1 Juli 2006<br />

Abstrak - Telah dilakukan pengukuran konduktivitas termal (k) dengan metode plat tunggal dari beberapa jenis bata<br />

merah pejal yang berasal dari daerah di provinsi Bengkulu diantaranya dari Nakau, Pinang Mas, Blok V, Blok VI,<br />

Talang Pauh, Medan Baru dan Pekik Nyaring. <strong>Pengukuran</strong> ini bertujuan untuk melihat kekuatan bata merah pejal<br />

berdasarkan besarnya konduktivitas termalnya. Kekuatan fisik bata merah sangat ditentukan oleh deformasi termal<br />

yang berhubungan dengan ukuran rata-rata pori (porous) yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk<br />

partikel dan struktur tanah dan jenis tanah serta komposisi bahan pengisi pada saat dilakukan proses pemanasan<br />

(pematangan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga konduktivitas termal masing-masing sampel batu merah<br />

pejal memberikan kontribusi yang berbeda, namun hasilnya tidak memberikan perbedaan angka yang signifikan. Batu<br />

merah pejal yang mempunyai harga konduktivitas termal yang paling tinggi adalah batu merah yang berasal dari<br />

daerah Nakau dengan k = 0,380 (J s-1 m-1 K -1 ), sedangkan batu merah pejal yang mempunyai harga konduktivitas termal<br />

yang paling rendah adalah batu merah yang berasal dari daerah Pekik Nyaring dengan konduktivitas termal k = 0,150<br />

(J s-1 m-1 K -1 ).<br />

Kata Kunci : <strong>Konduktivitas</strong> termal; deformasi termal; metode plat tunggal<br />

1. Pendahuluan<br />

Untuk memenuhi kriteria suatu bangunan yang kokoh<br />

harus ada dua persyaratan utama yaitu kondisi tanah<br />

tempat akan dibangunnya bangunan sipil tersebut serta<br />

material yang digunakan. Para teknisi lapangan harus<br />

mampu memperlakukan tanah sebagaimana juga<br />

halnya material-material lain yang dihadapinya seperti<br />

baja dan beton. Teknisi dituntut mampu melakukan<br />

pengenalan atau identifikasi dan pengklasifikasian<br />

tanah sehingga dapat diketahui apakah material sudah<br />

cukup memadai untuk konstruksi sebuah bangunan [4] .<br />

Salah satu material yang sangat berpengaruh untuk<br />

material bangunan adalah bata merah pejal yang bahan<br />

bakunya tanah. Kekuatan fisik bata merah sangat<br />

ditentukan oleh jenis tanah serta komposisi bahan<br />

pengisi pada saat dilakukan proses pemanasan<br />

(pematangan). Pada proses pemanasan bertujuan untuk<br />

memperbaiki sifat fisisnya seperti deformasi termal,<br />

sifat-sifat hantaran kalor dan listrik [5]. <strong>Bata</strong> merah<br />

pejal yang diharapkan setelah dilakukan uji<br />

konduktivitas termal ini adalah memiliki daya hantar<br />

panas yang tinggi, kekuatan tinggi, tahan terhadap<br />

korosi dan bahan kimia.<br />

Faktor paling dominan yang menentukan dalam proses<br />

pemanasan (pematangan) adalah deformasi termal yang<br />

berhubungan dengan ukuran rata-rata pori (porous)<br />

yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel,<br />

bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar,<br />

makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran<br />

pori menandakan bahan tersebut mempunyai<br />

konduktivitas sangat tinggi, sangat layak digunakan<br />

sebagai bahan bangunan. Sebaliknya semakin besar<br />

ukuran pori menandakan bahan tersebut mempunyai<br />

konduktivitas sangat rendah artinya kurang layak<br />

digunakan sebagai bahan bangunan. Oleh karena itu<br />

pada penelitian ini akan ditentukan pada temperatur<br />

berapa bata merah pejal mempunyai harga<br />

konduktivitas yang sangat tinggi.<br />

1.1. Perpindahan Panas<br />

Bila dalam suatu sistem terdapat gradien temperatur,<br />

atau bila ada dua sistem yang temperaturnya berbeda<br />

bersinggungan, maka akan terjadi perpindahan kalor.<br />

Proses dimana sesuatu yang dipindahkan diantara<br />

sebuah sistem dan sekelilingnya akibat perbedaan<br />

temperatur ini berlangsung disebut kalor [6].


153<br />

Perpindahan kalor pada umumnya terjadi dengan tiga<br />

cara yaitu : konduksi (conduction); konveksi<br />

(convection); serta radiasi (radiation).<br />

a. Konduksi - Perpindahan kalor secara perambatan<br />

atau konduksi adalah perpindahan kalor dari suatu<br />

bagian benda padat ke bagian lain dari benda padat<br />

yang sama, atau dari benda padat yang satu ke benda<br />

padat yang lain karena terjadi persinggungan fisik atau<br />

menempel tanpa terjadinya perpindahan molekulmolekul<br />

dari benda padat itu sendiri [1].<br />

b. Konveksi - Perpindahan kalor secara aliran atau<br />

konveksi adalah perpindahan kalor yang dilakukan oleh<br />

molekul-molekul suatu fluida (cair atau gas). Molekul-<br />

molekul fluida tersebut dalam gerakannya melayang<br />

kesana-kemari membawa sejumlah kalor [1].<br />

Konveksi adalah perpindahan panas melalui media gas<br />

atau cairan seperti udara di dalam es dan air yang<br />

dipanaskan di dalam ceret. Udara bersinggungan<br />

dengan pipa-pipa Evaporator yang dingin di dalam<br />

lemari. Udara mengambil panas, udara akan<br />

merenggang dan menjadi ringan, kemudian mengalir<br />

lagi ke atas sampai udara bersinggungan lagi dengan<br />

pipa evaporator [6].<br />

c. Radiasi - Perpindahan kalor secara pancaran atau<br />

radiasi adalah perpindahan kalor suatu benda ke benda<br />

yang lain melalui gelombang elektromagnetik tanpa<br />

medium perantara. Bila pancaran kalor menimpa suatu<br />

bidang, sebagian dari kalor pancaran yang diterima<br />

benda tersebut akan dipancarkan kembali (re-radiated),<br />

dipantulkan (reflected) dan sebagian dari kalor akan<br />

diserap [1].<br />

1.2. Teori Partikel Zat<br />

Setiap zat baik berbentuk padat, cair maupun gas<br />

tersusun dari partikel-partikel. Yang mempunyai<br />

kecenderungan selalu bergetar. Sifat bergetar partikelpartikel<br />

zat tergantung pada jarak partikel pada zat<br />

sangat berbeda dari ketiga jenis zat seperti yang telah<br />

disebutkan di atas. Jarak antar partikel pada zat padat<br />

sangat dekat; jarak partikel pada zat fluida lebih jauh<br />

dibandingkan dengan jarak antar partikel pada zat<br />

Halauddin, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No. 2 Juli 2006 : 152-155<br />

padat; sedangkan pada gas, jarak antar partikel<br />

berjauhan. Hal inilah yang menyebabkan gaya tarikmenarik<br />

antar partikel atau kohesi pada zat padat lebih<br />

besar daripada kohesi zat cair. Karena itu gerak<br />

partikel-partikel pada zat padat sangat terbatas, dan<br />

hanya bergetar pada tempat tertentu [6].<br />

zat padat zat cair<br />

Gambar 1. Ilustrasi gerakan partikel-partikel zat [6].<br />

1.3. <strong>Konduktivitas</strong> dan Resistivitas<br />

gas<br />

<strong>Konduktivitas</strong> panas suatu bahan adalah ukuran<br />

kemampuan bahan untuk menghantarkan panas<br />

(termal) [2]. Berlaku untuk sebuah bahan berbentuk<br />

balok dengan penampang lintang A, energi yang<br />

dipindahkan persatuan waktu antara dua permukaan<br />

berjarak l, sehingga diperoleh dari persamaan<br />

E A(<br />

T2<br />

− T1<br />

)<br />

=<br />

t l<br />

λ (1)<br />

Dengan λ merupakan konduktivitas termal, T1 dan T2<br />

merupakan temperatur permukaan.<br />

Tabel 1. Koefisien konduktivitas termal beberapa<br />

jenis bahan [6].<br />

Satuan<br />

Jenis Bahan<br />

J s-1 m-1 K -1 Kal s-1 m-1 K -1<br />

Perak 420 100<br />

Tembaga 380 92<br />

Aluminium 200 50<br />

Baja 40 11<br />

Kaca 0,84 2.10 -1<br />

Air 0,56 1,4.10 -1<br />

Asbes 0,16 0,4.10 -1<br />

Kayu 0,08 0,2.10 -1<br />

Gabus 0,04 0,1.10 -1<br />

Udara 0,02 0,06.10 -1<br />

Persamaan (1) akan berlaku dengan anggapan bahwa<br />

permukaan yang berhadapan itu sejajar dan dengan<br />

asumsi tidak ada panas yang hilang melalui sisi balok.<br />

Satuan SI untuk konduktivitas termal adalah J s-1 m-1 K -1 .<br />

Kebalikan dari konduktivitas termal sebuah disebut<br />

resistivitas. Dalam satuan SI, konduktivitas listrik<br />

gas


diukur dalam siemens per meter. Bila menyangkut<br />

fluida, konduktivitas elektrolit diperoleh dari<br />

perbandingan kerapatan arus terhadap kuat medan<br />

listrik.<br />

3. Metode Penelitian<br />

Penelitian ini merupakan uji laboratorium yang<br />

dilakukan di laboratorium Termodinamika (Gedung<br />

Basic Sains), Fakultas Matematika dan Ilmu<br />

Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu. Penelitian ini<br />

dilakukan melalui dua tahap pelaksanaan yaitu<br />

persiapan bahan, dan pengujian konduktivitas termal.<br />

Bahan yang diperlukan hanya beberapa bata merah<br />

pejal yang dapat diperoleh di tempat pembuatannya di<br />

Kotamadya Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara,<br />

Provinsi Bengkulu. Sampel bata hanya diambil dari<br />

beberapa nama tempat pabrik pembuatannya saja,<br />

peneliti tidak melakukan perbandingan konduktivitas<br />

termal dari beberapa lokasi di seluruh Provinsi<br />

Bengkulu. Digunakannya bata merah pejal sebagai<br />

bahan yang diteliti adalah untuk membuktikan teori<br />

tentang konduktivitas termal bahwa semakin besar<br />

konduktivitas suatu bahan mempunyai daya hantar atau<br />

kemampuan termal yang tinggi direkomendasikan akan<br />

semakin layak juga digunakan untuk bahan bangunan<br />

[2].<br />

Setelah persiapan bahan, selanjutnya dilakukan uji<br />

konduktivitas dari bata merah pejal. <strong>Konduktivitas</strong><br />

termal sampel diuji dengan menggunakan metode plat<br />

tunggal [3]. Sampel dari sisi bawah dipanaskan pada<br />

temperatur sama dengan temperatur kamar, sehingga<br />

menjamin tidak ada kalor yang masuk atau keluar ke<br />

lingkungan. Pada sisi atas dipasang pendingin,<br />

sehingga kalor akan mengalir ke temperatur yang lebih<br />

rendah. Laju aliran kalor ∆Q, gradien temperatur ∆T,<br />

luas plat A, dan ketebalan plat d diukur. Energi listrik<br />

∆W yang diserap pemanas selama interval waktu ∆t<br />

sebanding dengan kuantitas kalor yang mengalir pada<br />

sampel selama selang waktu tertentu. Bila diasumsikan<br />

tidak ada kehilangan energi, maka kuantitas yang<br />

diperoleh digunakan untuk menghitung konduktivitas<br />

termal k sampel dengan persamaan :<br />

Halauddin, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No. 2 Juli 2006 : 152-155<br />

154<br />

∆W<br />

d<br />

k = (2)<br />

∆t<br />

A∆T<br />

4. Hasil Dan Pembahasan<br />

Data dan hasil pengamatan penelitian ini adalah<br />

sebagaimana tercantum pada tabel 2.<br />

Tabel 2. Nilai <strong>Konduktivitas</strong> <strong>Termal</strong> (k) hasil pengujian<br />

laboratorium berdasarkan perbedaan nilai energi<br />

listrik yang dibutuhkan<br />

Bila dilihat dari besarnya permeabilitas untuk semua<br />

sampel bata merah pejal yang diperoleh, baik yang<br />

berasal dari Kotamadya Bengkulu dan Kabupaten<br />

Bengkulu Utara. Ternyata bata merah pejal yang<br />

mempunyai nilai konduktivitas termal yang paling<br />

tinggi adalah bata merah pejal yang berasal dari daerah<br />

Nakau, Bengkulu Utara. <strong>Bata</strong> merah pejal yang lainnya<br />

mempunyai konduktivitas termal yang bagus juga,<br />

karena hasilnya tidak memberikan perbedaan angka<br />

yang signifikan. Dapat direkomendasikan sesuai<br />

dengan teori yang diungkapkan oleh [2] bahwa bata<br />

merah pejal Nakau mempunyai daya hantar atau<br />

kemampuan termal yang sangat tinggi jika<br />

dibandingkan dengan bataan merah pejal lainnya.<br />

Artinya komposisi dari bata merah pejal Nakau bila<br />

dibandingkan dengan bata merah pejal lainnya<br />

mempunyai pori dan ukuran partikel yang sangat<br />

rendah, sehingga dapat mempunyai kemampuan termal<br />

yang sangat tinggi.<br />

5. Kesimpulan<br />

<strong>Bata</strong> merah pejal yang berasal dari daerah Nakau<br />

mempunyai konduktivitas termal (k) yang tinggi<br />

sebesar 0,380 (J s-1 m-1 K -1 ), mengindikasikan sangat


155<br />

layak digunakan sebagai bahan bangunan karena<br />

memiliki daya hantar panas yang tinggi, kekuatan<br />

tinggi dan tahan terhadap korosi.<br />

Perbedaan nilai konduktivitas antara semua sampel<br />

tidak memberikan nilai yang signifikan, artinya mutu<br />

dan kualitas bata merah pejal lainnya masih tergolong<br />

bagus juga digunakan sebagai bahan bangunan.<br />

Perbedaan konduktivitas termal pada saat diuji menurut<br />

pengamatan peneliti disebabkan oleh beberapa faktor<br />

yaitu bata merah pejal Nakau mempunyai komposisi<br />

tanah yang sangat bagus serta pada saat dilakukan<br />

pemanasan (pematangan) lebih sempurna.<br />

Peneliti menyarankan agar penelitian dapat dilanjutkan<br />

dengan mengambil semua jenis bata merah pejal yang<br />

ada di Provinsi Bengkulu dan penelitian terus secara<br />

kontinyu dilakukan sebagai suatu uji kelayakan untuk<br />

bata merah pejal sebagai bahan bangunan serta ada<br />

koordinasi dari Dinas terkait demi untuk menjaga mutu<br />

serta kualitas, melihat posisi daerah Bengkulu<br />

mempunyai potensi gempa sangat besar.<br />

Daftar Pustaka<br />

[1] Incropera, FP and Witt, P., Fundamental of Heat<br />

Transfer, John Wiley and Sons, New York, 1981.<br />

[2] Isaacs, Alan., Kamus Lengkap FISIKA, 1994, Erlangga.<br />

[3] Leybold., Physics Experiment, Volume 3, 1986,<br />

Leybold GMBH, Hurth,.<br />

[4] Shirley, LH., Penuntun Praktis Geoteknik dan Mekanika<br />

Tanah (Penyelidikan Lapangan & Laboratorium), 1994,<br />

Penerbit NOVA, Bandung.<br />

[5] Surdia, T. dan Saito, S., Pengetahuan Bahan Teknik,<br />

1985, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta.<br />

[6] Zeemansky, W, Mark., Kalor dan Termodinamika, Edisi<br />

Keenam, Terjemahan dari Heat and Thermodynamics<br />

oleh The How Liong, 1986, ITB, Bandung.<br />

Halauddin, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No. 2 Juli 2006 : 152-155

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!