Deformasi Dolpin Kurau
Pengukuran sipat datar teliti dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan kemiringan pada platform di laut (Dolphin) jenis system Wishbone pada industri migas lepas pantai. Pada kasus terhadap bidang meja putar (Turntable plating) yang arahnya dipengaruhi oleh arus pada alur selat. Alat waterpas yang dilengkapi dengan bacaan micrometer yang dapat mencapai 0,02 mm., sehingga diharapkan dapat mendeteksi perubahan kemiringan sampai pada persepuluhan millimeter, untuk melihat besar kemiringan bidang-bidang pada platform yang mungkin dipengaruhi oleh factor arah dan pasut laut. Pengukuran ini dilakukandi Kurau, Pekanbaru, Riau, pada 25 – 28 September 2002
Pengukuran sipat datar teliti dapat digunakan untuk mendeteksi
perubahan kemiringan pada platform di laut (Dolphin) jenis system
Wishbone pada industri migas lepas pantai. Pada kasus terhadap
bidang meja putar (Turntable plating) yang arahnya dipengaruhi oleh
arus pada alur selat. Alat waterpas yang dilengkapi dengan bacaan
micrometer yang dapat mencapai 0,02 mm., sehingga diharapkan
dapat mendeteksi perubahan kemiringan sampai pada persepuluhan
millimeter, untuk melihat besar kemiringan bidang-bidang pada
platform yang mungkin dipengaruhi oleh factor arah dan pasut laut.
Pengukuran ini dilakukandi Kurau, Pekanbaru, Riau, pada 25 – 28
September 2002
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PENGUKURAN DEFORMASI KEMIRINGAN
DOLPHIN KURAU
PEKAN BARU, RIAU
Oleh :
Irdam Adil
Dept. Teknik Goedesi FTSP-ITB
Abstrak
Pengukuran sipat datar teliti dapat digunakan untuk mendeteksi
perubahan kemiringan pada platform di laut (Dolphin) jenis system
Wishbone pada industri migas lepas pantai. Pada kasus terhadap
bidang meja putar (Turntable plating) yang arahnya dipengaruhi oleh
arus pada alur selat. Alat waterpas yang dilengkapi dengan bacaan
micrometer yang dapat mencapai 0,02 mm., sehingga diharapkan
dapat mendeteksi perubahan kemiringan sampai pada persepuluhan
millimeter, untuk melihat besar kemiringan bidang-bidang pada
platform yang mungkin dipengaruhi oleh factor arah dan pasut laut.
Pengukuran ini dilakukandi Kurau, Pekanbaru, Riau, pada 25 – 28
September 2002
1. PENDAHULUAN
Platform jenis mooring (tertancap ke dasar laut) dengan system Wisbone yang
digunakan sebagai instalasi pengisian bahan baker minyak lepas pantai, minyak dari
daratan dialirkan melalui pipa sampai ke platform untuk diisikan ke kapal tanker
sebagai tangki penyimpan untuk selanjutnya dipindahkan ke kapal tanker pembawa.
Sistem ini sangat efisiaen digunakan pada daerah laut yang dangkal dan berarus kuat
seperti pada selat. Seperti pada Gambar 1. di bawah ini.
Gambar 1.
Platform sistem Wishbone berwarna kuning dengan kapal tanker yang
berfungsi sebagai tangki bahan baker minyak di tengah laut
1
Akibat benturan kapal terhadap dolphin lepas pantai pada kilang minyak
Kondur, Kurau, Pekan Baru Kab. Riau, maka diduga terjadi perubahan struktur
bangunan dolphin tersebut. Hal tersebut dirasakan dari ketidak lancaran perputaran
batangan tempat sandar tanker penyimpan minyak. Juga terjadi suara gesekan pada
saat terjadi perputaran batangan penyandar tersebut. Perubahan diduga terjadi pada as
putar, baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk itu dilakukan beberapa
pengukuran terhadap perubahan kedudukan struktur dan bentuk terhadap struktur
dolphin. Diantaranya dengan melakukan kemiringan platform dinamik (meja Putar).
Pada pekerjaan minitoring ini dilakukan beberapa jenis pengukuran, yaitu :
a. Pengamatan tinggi muka air laut rata-rata untuk mendapatkan tinggi
ketinggian standar.
b. Tinggi masing-masing meja tetap (deck).
c. Kemiringan meja tetap (deck)
d. Perubahan kemiringan meja putar (turntable)
Turntable
Deck
Gambar 2.
Bentuk struktur dolphin dengan system Wishbone,
kedudukan meja tetap (deck) dan meja putar (turntable)
Dari pengukuran ini diharapkan didapat sifat dan besar perubahan yang terjadi akibat
benturan tersebut, selanjutnya untuk menjadi bahan analisa bagi pemeriksa konstruksi
bangunan dolphin tersebut untuk menentukan beberapa jauh kerusakan yang terjadi
serta tindakan penanggulangannya yang perlu dilakukan.
2
2. METODOLOGI PENGUKURAN
2.1. Pengamatan Tinggi Muka Laut
Tinggi muka laut dicatat secara otomatis secara terus menerus dalam bentuk
grafik selama 4 hari, menggunakan alat automatic tidegauge recorder. Tinggi muka
laut pada bacaan palem ( rambu penggaris ) dalam unit metrik diamati beberapa kali
untuk mendapatkan parameter transformasi dari skala grafik rekaman ke unit metrik.
Demikian pula dengan penunjukan waktu setempat terhadap skala waktu grafik.
Sebagai acuan awal digunakan ramalan pasut stasion Bengkalis ( September 2002 )
yang didapat dari petugas setempat, selanjutnya data grafik hasil rekaman tidegauge
ditransformasi kedalam satuan metrik dan waktu setempat. Kemudian tinggi muka
laut rata-rata dihitung dari rata-rata ketinggian dalam siklus harian penuh.
2.2. Tinggi Meja
Tinggi meja diukur berdasarkan kedudukan muka laut rata-rata (MSL)
sementara, yaitu rata-rata tinggi muka laut yang dihitung dari 2 hari penuh
pengamatan (tg. 26 dan 27 September 2002). Awal kedudukan tinggi ukuran adalah
bagian atas palem (kedudukan skla 3.00 .M) diukur ke dasar tempat kedudukan
Tidegauge tersebut, kemudian tinggi meja putar diukur dari dasar meja tetap. Alat
ukur tinggi yang digunakan adalah pita ukur.
2.3. Kemiringan Meja
Kemiringan meja ditentukan dengan mengukur beda tinggi antara pasanganpasangan
titik pada meja. Pada meja tetap diukur beda tinggi antara kepala kaki no.1
dengan kepala kaki no.2, kepala kaki no.2 dengan kepala kaki no.3, serta kepala kaki
no.3 dengan kepala kaki no.1. Pengukuran beda tinggi dilakukan menggunakan alat
ukur sipat datar (Waterpas) dengan alat pembantu pembacaan skala rambuyaitu lensa
plankparalel, pembacaan skala terkecil sampai 0,05 mm. Sebelum digunakan alat
waterpas dikalibrasi untuk menentukan besar kemiringan garis bidik (Collimation
error), agar diketahui pengaruhnya terhadap ukuran beda tinggi.
Pada pengukuran perubahan kemiringan pada meja putar dilakukan dengan
meletakan alat ukur pada salah satu ujung batangan meja (kedudukan A) tersebut dan
rambu pada ujung lainnya kedudukan B). beda tinggi kedua ujung tersebut didapat
dari selisih tinggi alat ukur dengan bacaan pada rambu targetnya. Interval waktu
pengukuran dipilih sesuai dengan kecepatan perputaran batangan akibat pengaruh arus
laut setempat, yaitu setiap 10 menit pada perubahan arus maksimum dan 1 jam pada
arus minimum. Pengukuran azimut/arah dari alat ke target dilakukan bersamaan
dengan setiap pengukuran beda tinggi tersebut menggunakan kompas maknit.
Pengukuran perubahan kemiringan dilakukan selama 4 hari dari Tg.25 s.d. 28
September 2002, masing-masing dari kira-kira Pk 06.00 pagi sampai Pk. 18.00 sore.
3. METODOLOGI PENGOLAHAN DATA
3.1. Pengamatan Tinggi muka Laut
Pada grafik rekaman automatic tidegauge didapat adanya rekaman terbalik
akibat pengesetan awal yang kelebihan. Untuk menanggulangi hal tersebut dilakukan
rekonstruksi grafis, yaitu dengan menjiplak grafik ke atas kertas kalkir dan menyusun
kembali urutan perekamannya secara berurutan dalam kedudukan yang benar.
3
Kemudian meletakan kembali kertas kalkir tersebut diatas kertas tidegraf kosong
(blanko) untuk melakukan pembacaan skala tinggi muka laut pada setiap jam
pengamatan. Kedudukan grafik muka laut disesuaikan kedudukannya terhadap posisi
pengikatan kedudukan muka laut pada pembacaan skala palem, demikian pula dengan
grafik waktunya terhadap pembacaan waktupengamatan. Kedudukan muka laut
dibaca pada setiap jamnya pada skala grafik. Pada proses ini didapati hasil Sbb :
a. skala waktu grafik dengan penunjukan waktu (jam) terdapat kesesuaian.
b. Rate skala tinggi grafik sesuai dengan skala rambu.
c. Tinggi muka laut rata-rata hasil pengamatan jatuh pada bacaan 1.49 m. pada
skala grafik atau pada skala palem, atau sebesar 0.01 m. lebih rendah dari
kedudukan 1.50 m. pada skala palem yang dijadikan referensi tinggi
sementara.
d. Pada bentuk pola grafik tinggi muka laut dapat disimpulkan jenis pasut
setempat adalah Harian Ganda (Semi Diurnal), yaitu terdapat dua kali puncak
air pasang dan dua kali lembah air surut dalam satu harinya. Seperti terlihat
pada gambar 1.
e. Tinggi muka laut rata-rata dihitung dimulai dari Pk. 00:00 pada tg. 26
September 2002 sampai dengan Pk. 24:00 pada tanggal 27 September 2002.
Didapat tinggi muka laut rata-rata 1.49 m.
Gambar 1.
Grafik tinggi muka laut Pencatatan automatic Tidegauge memperlihatkan bentuk
jenis pasut harian ganda murni
3.2. Penentuan Tinggi Meja
Permukaan referensi untuk ketinggian diambil muka laut rata-rata, yaitu pada
skala 1,49 m. Pada skala palem. Tinggi masing-masing meja diwakilkan oleh
tinggi salah satu sudut pada bidang tersebut tempat dilakukan tingginya.
Selanjutnya tinggi bagian lain pada bidang tersebut ditentukan terhadap tinggi
sudut perwakilannya. Pada meja putar pada bagian sumbunya atau ditengahtengah
antara alat dan target, merupakan titik semu yang dianggap tidak
berubah tingginya pada saat meja berputar. Pada proses data pengukuran
tinggi ini didapat hasil :
a. Tinggi meja tetap : 5,395 m.
b. Tinggi meja putar : 9,843 m.
4
3.3. Penentuan kemiringan meja
3.3.1 Kemiringan Garis Bidik
Kemiringan garis bidik merupakankesalahan akibat tidak sempurnanya
garis bidik yang digunakan sebagai penunjuk bacaan pada rambu target.
Dinyatakan sebagai besarnya kesalahan bacaan tinggi dalam setiap meter jarak
antara alat dengan target. Pada alat yang digunakan didapat kesalahan kemiringan
garis bidik sebesar + 0,009 mm/m.
3.3.2. Kemiringan Meja Tetap
Kemiringan meja tetap ditetapkan sebagai beda tinggi pada masing-masing sisi
antara ketiga titik sudut pada meja tersebut. Pada proses ini didapat Sbb :
a. Beda tinggi sudut 1. ke sudut 2 : + 1,1795 cm.
b. Beda tinggi sudut 2. ke sudut 3 : - 1,2755 cm.
c. Beda tinggi sudut 3. ke sudut 1 : + 0,0960 cm.
Kesalahan Pengukuran beda tinggi dilihat dari jumlah ketiga beda tinggi tersebut
sebelum dikoreksi yang idealnya adalah 0,000 cm, pada pengukuran ini didapat
0,084 cm.
3.3.3. Kemiringan Meja Putar
Kemiringan meja putar merupakan beda tinggi antara dasar tempat berdiri alat
dengan dasar tempat berdiri rambu target. Perubahan posisi meja putar dinyatakan
sebagai azimut dari arah alat ke targetnya. Oleh karena tinggi kedua dasar tersebut
relatif berubah dengan terjadi perubahan azimutnya, maka kedudukan sumbu semu
antara kedudukan alat dan target digunakan sebagai titik tetap ketinggiannya.
Sehingga perubahan ketinggian dasar alat ketika terjadi perputaran adalah setengah
dari beda tinggi yang baru, demikian pula dengan dasar target namun dalam arah
berlawanan, seperti diilustrasikan pada gambar 2. tersebut ini.
Gambar 2.
Penggunaan titik semu T sumbu sebagai titik tetap dalam penentuan tinggi TA dan TB
Koordinat posisi alat dan target ditentukan dengan pusat koordinat
planimetriknya pada titik sumbu semu ( Tsemu), jarak antara alat dan target adalah
10,975 m. Azimut arah alat ke target ditentukan dari bacaan kompas maknit tangan,
dalam satuan derajat bulat. Hasil proses data kemiringan ini dapat dilihat pada
Lampiran II dalam bentuk parameter-parameter Sbb :
a. Waktu Pengukuran.
b. Azimut alat ke target.
c. Beda tinggi dasar alat ke dasar target.
d. Koordinat posisi alat dan target.
e. Tinggi dasar alat dan dasar target
5
Beda tinggi terbesar adalah 11,680 cm, pada tgl. 27 September 2002, sedangkan
terendah adalah 4,674 cm. Pada 25 September 2002
4. ANALISA HASIL PENGAMATAN
4.3. Korelasi Azimut dengan Beda Tinggi
Pada Gambar 3. hasil plot korelasi antara azimut dengan beda tinggi pada
masing-masing hari pengamatan tampak tidak terdapatnya pengulangan kedudukan
atau beda tinggi yang sama pada posisi azimut yang sama.
Gambar 3.
Grafik distribusi beda tinggi dengan argumen waktu, nampak ketidakteraturan distribusi
Pola perubahan beda tinggi berbentuk acak, walaupun secara umum tampak
adanya pengecilan beda tinggi pada daerah azimut yang besar (diatas azimut 200),
seperti pada gambar 4 tersebut ini.
6
Gambar 4.
Grafik korelasi antara azimut dengan beda tinggi pada masing-masing hari
Pengukuran
7
4.4. Korelasi Pasut dengan Beda Tinggi
Pada grafik korelasi antar pasut dengan beda tinggi juga tidak terlihat adanya
pengaruh langsung pasut terhadap beda tinggi yang berpola acak baik pada saat
pasang maupun surut, seperti terlihat pada Gambar 5. tersebut ini.
Gambar 5.
Grafik korelasi antara pasut dengan beda tinggi, menampakan distribusi beda tinggi yang tidak
teratur dikaitkan dengan pola pasutnya.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
a. Penelitian ini dilakukan hanya terhadap satu epoch pengamatan, yaitu setelah
terjadinya tabrakan, sedangkan data sebelumnya tidak didapat. Sehingga tidak
terdapat data pembanding untuk menentukan terjadinya perubahan yang
signifikan terhadap struktur mooring akibat tabrakan tersebut.
b. Suara gemeretak yang terkadang diikuti dengan lepasnya serpihan logam dari
sumbu mooring dapat mengindikasikan terjadinya degradasi terhadap sumbu
secara berkelanjutan, sehingga kemiringan meja putar tidak kembali kepada
besaran yang sama pada posisi atau kedudukan yang sama. Hal ini terlihat dari
ketidakteraturan distribusi beda tinggi selama pengamatan.
5.2. Saran
a. Perlu diketahui besarnya toleransi kemiringan atau beda tinggi, baik bagi meja
tetap maupun meja putar atau sumbu putarnya untuk menentukan tingkat
ketelitian pengukuran yang harus dilakukan, disamping untuk menentukan
tingkat kerusakan yang terjadi.
b. Perlu dilakukan pengamatan secara rutin dalam selang waktu tertentu untuk
memantau perubahan yang terjadi, khususnya setelah terjadi gangguan yang
berat, seperti tumbukan, badai, dsb. Atau bila mungkin dipasang alat pemantau
kontinyu (terus menerus dan otomatis merekam datanya) yang peka terhadap
perubahan kemiringan, posisi, cuaca, dsb.
c. Pada proses perbaikan perlu didukung dengan alat pendeteksi perubahan
kemiringan yang teliti dan real time.
Daftra Pustaka
1. www.bluewater.nl/products.asp ; “ Tower Wishbone Syatem “
8