07.03.2023 Views

buku saku pajak

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Di Susun Oleh :

Muhammad Yasser


KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik Buku Saku Digital

Kewajiban Perpajakan Bendahara Pengeluaran. Penyusunan buku saku digital ini

dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang dengan sabar

membimbing dan memberikan motivasi sehingga dapat menyelesaikan buku saku digital

ini dengan tepat waktu.

Harapan bagi penulis adalah supaya dengan adanya buku saku digital ini dapat

memberikan manfaat dan informasi yang memadai pada bidang perpajakan instansi

pemerintah khususnya di Lingkungan Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini

dan Pendidikan Masyarakat Provinsi Kalimantan Timur sehingga kedepannya pengerjaan

pengelolaan administasi perpajakan bisa semakin akuntabel dan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Samarinda, 10 Oktober 2021

Penulis

2


26


Penger an Pajak Penghasilan Pasal 21

Pemotongan PPh Pasal 21 yaitu pemotongan PPh atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan

dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Sifat Pengenaan PPh

Pph Pasal 21 yang wajib dipotong oleh bendahara pemerintah pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu PPh yang

bersifat dak final atau dikenai tarif PPh Pasal 17 sesuai dengan ketentuan umum UU PPh dan PPh yang bersifat final.

Secara umum, PPh Pasal 21 yang dipotong bendahara pemerintah bersifat dak final. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh

bendahara pemerintah yang bersifat final hanya dikenakan atas penghasilan dak tetap dan dak teratur berupa

honorarium atau imbalan dak tetap dan dak teratur lainnya, dengan nama dan dalam bentuk apapun yang menjadi

beban APBN atau APBD dan dibayarkan kepada PNS (termasuk CPNS), anggota TNI atau POLRI, pejabat negara, dan

pensiunannya.

4


Pemotongan PPh Pasal 21 oleh bendahara

pemerintah atas pembayaran yang berasal

dari APBN/APBD kepada PNS.

1. penghasilan yang diterima atau diperoleh

pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang

bersifat teratur maupun dak teratur;

2. penghasilan yang diterima atau diperoleh

penerima pensiun secara teratur berupa

uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

3. penghasilan berupa uang pesangon, uang

manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau

jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus,

yang pembayarannya melewa jangka waktu

2 tahun sejak pegawai berhen bekerja;

4. penghasilan pegawai dak tetap atau tenaga

kerja lepas, berupa upah harian, upah

mingguan, upah satuan, upah borongan atau

upah yang dibayarkan secara bulanan;

5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain

berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan

sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk

apa pun sebagai imbalan sehubungan jasa

yang dilakukan;

6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain

berupa uang saku, uang representasi, uang

rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan

dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

dan imbalan sejenis dengan nama apa pun;

7. penghasilan berupa honorarium atau

imbalan yang bersifat dak teratur yang

diterima atau diperoleh anggota dewan

komisaris atau dewan pengawas yang dak

merangkap sebagai pegawai tetap pada

perusahaan yang sama;

8. penghasilan berupa jasa produksi, tan em,

gra fikasi, bonus atau imbalan lain yang

bersifat dak teratur yang diterima atau

diperoleh mantan pegawai;

9. penghasilan berupa penarikan dana pensiun

oleh peserta program pensiun yang masih

berstatus sebagai pegawai, dari dana

pensiun yang pendiriannya telah disahkan

oleh Menteri Keuangan.

Untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan

keuangan satker, kantor Satuan Kerja Kalimantan

Timur mengadakan workshop tentang Pengelolaan

Keuangan Satker untuk anggota m pada tanggal 26

Oktober 2021 dengan mengundang Narasumber

status Non PNS dan memiliki NPWP, dengan honor

sebesar Rp 5.000.000,-.

Penyelesaian:

Perhitungan PPh Pasal 21 atas honorarium yang

diterima oleh Narasumber sebagai berikut: 5% x

50% x Rp 5.000.000 = Rp 125.000

(Catatan : Jika dak memilik NPWP dikali 6%)

5


PKP = Penghasilan Neto - PTKP

PKP = (Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - Biaya Iuaran) - PTKP

Note : biaya jabatan,sebesar5% dari penghasilan bruto, se nggi- ngginya Rp

500.000,00 sebulan atau Rp 6.000.000,00 setahun;

Pegawai dak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau

jumlah kumula f penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah

melebihi Rp. 4.500.000

Pegawai dak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah

satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumula f yang diterima

dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000

Pegawai dak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah

satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumula f yang diterima

dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000 belum melebihi Rp

10.200.000

Pegawai dak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah

satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumula f yang diterima

dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 10.200.000

Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan

Bukan pegawai yang menerima imbalan yang dak bersifat

berkesinambungan

PKP = Penghasilan Bruto - PTKP

PKP = Penghasilan Bruto - Rp 450.000

PKP = Penghasilan bruto - (PTKP harian X Hari kerja sebenarnya)

PKP = Penghasilan Bruto - PTKP

Penghasilan Kena Pajak = 50% dari jumlah

50% dari jumlah penghasilan bruto



Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan jumlah pendapatan wajib pajak pribadi yang

dibebaskan dari PPh Pasal 21. Pembebasan tersebut didasarkan pada ambang batas tarif PTKP. Jika

penghasilan tahunan melebihi ambang batas, maka wajib pajak harus membayar Pph.

(Berdasarkan PMK Nomor 101/PMK.010/2016)

7


Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI

yang Bekerja dari Januari sampai dengan Desember.

Aldi adalah Pegawai Negeri Sipil status kawin, mempunyai 3 anak, telah memiliki NPWP, bekerja

di Kantor Intansi Pemerintah, menerima penghasilan tetap dan teratur se ap bulan sebagai

berikut:

· Gaji Pokok Rp 5.390.000

· Tunjangan Istri Rp 780.000

· Tunjangan Anak Rp 330.000

· Tunjangan Jabatan Rp 650.000

· Tunjangan Beras Rp 110.000

Jumlah Penghasilan Rp 7.260.000

8


Kantor satker di Kalimantan Timur membentuk m pengelola keuangan yang anggotanya terdiri

dari beberapa orang PNS. Bendahara satker membayar honorarium m kerja pada tanggal 20

Oktober 2021, dengan perincian sebagai berikut:

Gilang

Aldi

Mara

Sinta

Dina

Perhitungan PPH 21 Honorarium :

Golongan IV/a

Golongan III/b

Golongan III/a

Golongan III/a

Golongan II/c

850.000

450.000

450.000

450.000

300.000

TARIF SIFAT PAJAK PPH TERUTANG

Gilang

Golongan IV/a

850.000

15%

Final

127.500

Aldi

Golongan III/b

450.000

5%

Final

22.500

Mara

Golongan III/a

450.000

5%

Final

22.500

Sinta

Golongan III/a

450.000

5%

Final

22.500

Dina

Golongan II/c

300.000

Jumlah PPh Terutang

195.000

Catatan :

Kewajiban bendahara satker atas pembayaran honor pengelola keuangan tersebut:

Ÿ Memotong PPh Pasal 21 Final atas pembayaran honor.

Ÿ Membuat buk potong PPh Pasal 21 Final atas pembayaran honor.

Ÿ Menyetorkan PPh Pasal 21 final paling lama tanggal 10 Nopember 2021.

Ÿ Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 Ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) paling lama

tanggal 20 November 2021.

0%

Final

-

9


Pemungutan PPh Pasal 22 merupakan

pemungutan PPh sehubungan dengan

pembayaran atas pembelian barang.

Pemungutan Pajak Penghasilan PPh Pasal

22 dilakukan sehubungan dengan

pembayaran atas pembelian barang

seper : komputer, mebel, mobil dinas, ATK

dan barang lainnya oleh Pemerintah

kepada Wajib Pajak penjual barang.

Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh:

Ÿ Bendahara pemerintah dan Kuasa

Pengguna Anggaran (KPA) sebagai

pemungut pajak pada Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi

atau lembaga pemerintah dan

lembagalembaga negara lainnya

berkenaan dengan pembayaran atas

pembelian barang;

Ÿ bendahara pengeluaran untuk

pembayaran yang dilakukan dengan

mekanisme uang persediaan (UP).

Ÿ Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

atau Pejabat Penerbit Surat Perintah

Membayar yang diberi delegasi oleh

KPA, untuk pembayaran kepada

pihak ke ga yang dilakukan dengan

mekanisme pembayaran langsung

(LS).

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22

Perhitungan untuk besarnya tarif atas pengenaan pajak penghasilan pasal 22 adalah:

Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dak memiliki NPWP lebih nggi 100%

daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. PPh Pasal 22 atas pembelian

barang terutang, dan dipungut pada saat pembayaran. Pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor oleh Instansi

Pemerintah ke kas negara melalui pos persepsi, bank devisa persepsi, atau bank persepsi yang ditunjuk oleh

Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan

Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak dan/atau Buk

Penerimaan Negara yang telah diisi atas nama rekanan.

10


Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 22

Instansi Pemerintah dak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas:

1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dak termasuk PPN dan bukan merupakan

pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00;

2. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja lnstansi Pemerintah Pusat sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu

kredit pemerintah;

3. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos; atau

pemakaian air dan listrik;

4. pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS);

5. pembayaran untuk pembelian gabah dan beras;

6. pembayaran kepada Wajib Pajak yang memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan berdasarkan

Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat 2.

7. pembayaran untuk pembelian kepada Wajib Pajak yang dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan

Bebas Pemotongan atau Pemungutan PPh berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara

pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak

lain, yang telah dilegalisasi oleh KPP yang menerbitkan Surat Keterangan Bebas.

Simulasi Perhitungan PPh 22

Pada tanggal 31 Agustus 2021, Unit Kerja Satker BP Paud & Dikmas Provinsi Kalimantan Timur membeli secara

tunai 15 alat-alat tulis kantor Rp3.500.000,00 (termasuk PPN) dari Toko Cahaya yang beralamat di Jalan Pulau

Kalimantan, Samarinda dan memiliki NPWP.

Penyelesaian:

Pembelian 15 alat-alat tulis kantor Rp3.500.000,00 dari Toko Cahaya dipungut PPh Pasal 22 karena total

pembelian tersebut lebih dari Rp 2.000.000,00 dan nilai pembelian sudah termasuk PPN, maka yang harus

dilakukan bendahara adalah mencari terlebih dahulu untuk Dasar Pengenaan Pajaknya (DPP)

DPP

= (100/110) x Nilai Transaksi

= (100/110) x Rp 3.500.000

= Rp 3.181.818

Setelah DPP diketahui, selanjutnya kita akan menghitung PPh pasal 22 dan PPN nya.

PPh pasal 22 atas bendahara (1,5%)

DPP x 1,5% = Rp 3.181.818 x 1,5%

= Rp 47.727

PPN (10%)

DPP x 10% = Rp 3.181.818 x 10%

= Rp 318.182

Dengan demikian, atas transaksi Pembelian 15 alat-alat tulis kantor Rp 3.500.000,00 dari Toko Cahaya, terutang

PPh pasal 22 dan PPN sebesar Rp 365.909. Selanjutnya bendahara akan melakukan penyetoran pajaknya ke kas

negara. Perlu diingat untuk PPh pasal 22 waktu penyetorannya saat dilakukan penyerahan/pembelian barang.

11


Contoh Perhitungan PPh 23 (Atas Jasa)

PT Auto 2000 Interna onal merupakan

perusahaan penyedia jasa perbaikan dan

perawatan kendaraan roda 4, Kantor Instansi

Pemerintah A di kota Samarinda ingin

melakukan perawatan kendaraan ru n,

setelah dilakukan pemeriksaan dan

perbaikan kendaraan PT Auto 2000

Interna onal mengeluarkan tagihan berupa

invoice kepada Kantor Instansi Pemerintah A

sebesar Rp 15.000.00,00 dak termasuk PPn

dan dengan rincian perbaikan jasa sebesar Rp

7.000.000,00 serta pergan an spare part

kendaraan sebesar Rp 8.000.000,00. Maka

perhitungan pemotongan PPh 23 oleh Kantor

Instansi Pemerintah A yaitu: 2% x Rp

7.000.000,00 = Rp 140.000,00.

Penger an Pajak Penghasilan Pasal 23

Pemotongan PPh Pasal 23 merupakan pemotongan PPh atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk

dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap

berupa pajak yang dilakukan pemotongan atas penghasilan atau pendapatan yang diambil dari modal, penyerahan

jasa, hadiah dan penghargaan.

Objek dan Tarif Pajak

Adapun objek dan tarif pajak untuk pemotongan pajak penghasilan pasal 23 yaitu:

1. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, tarif pemotongan

15% dari jumlah bruto atas penghasilan;

2. royal , hadiah, penghargaan, bonus, tarif pemotongan 15% dari jumlah bruto atas penghasilan;

3. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2), tarif pemotongan 2% dari

jumlah bruto atas penghasilan;

4. imbalan sehubungan dengan jasa yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

12


Adapun jenis jasa lainnya yang sesuai dengan PMK 141/PMK.03/2015 yaitu:

1. Jasa penilai appraisal;

2. Jasa aktuaris;

3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan

keuangan;

4. Jasa hukum;

5. Jasa arsitektur;

6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;

7. Jasa perancang (design);

8. Jasa pengeboran (drilling) di bidang

penambangan minyak dan gas bumi (migas),

kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;

9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan

penambangan minyak dan gas bumi (migas);

10. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di

bidang usaha panas bumi dan penambangan

minyak dan gas bumi (migas);

11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan

bandar udara;

12. Jasa penebangan hutan;

13. Jasa pengolahan limbah;

14. Jasa penyedia tenaga kerja dan/ atau tenaga ahli

(outsourcing services};

15. Jasa perantara dan/ atau keagenan;

16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga,

kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek,

Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan

Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);

17. Jasa kustodian/penyimpanan. /penitipan, kecuali

yang dilakukan oleh Kustodian Sentral Efek

Indonesia (KSEI);

18. Jasa pengisian suara (dubbing} dan/ atau sulih

suara;

19. Jasa mixing film;

20. Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan,

poster, photo, slide, klise, banner, pamphlet,

baliho dan folder;

21. Jasa sehubungan dengan software atau

hardware atau sistem komputer, termasuk

perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;

22. Jasa pembuatan dan/ atau pengelolaan website;

23. Jasa internet termasuk sambungannya;

24. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau

penyaluran data, informasi, dan/atau program;

25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan,

listrik, telepon, air, gas, AC, dan/ atau TV kabel,

selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang

ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan

mempunyai izin dan/ a tau sertifikasi sebagai

pengusaha konstruksi;

26. Jasa perawatan / perbaikan / pemeliharaan mesin,

peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel,

dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib

Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan

inempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai

pengusaha konstruksi;

27. Jasa perawatan kendaraan dan/ atau alat transportasi

darat, laut dan udara;

28. Jasa maklon;

29. Jasa penyelidikan dan keamanan;

30. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

31. Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalam

media masa, media luar ruang atau media lain untuk

penyampaiart informasi, dan/ atau jasa periklanan;

32. Jasa pembasmian hama;

33. Jasa kebersihan atau cleaning service;

34. Jasa sedot septic tank;

35. Jasa pemeliharaan kolam;

36. Jasa katering atau tata boga;

37. Jasa freight faro.Jarding;

38. Jasa logistik;

39. Jasa pengurusan dokumen;

40. Jasa pengepakan;

41. Jasa loading dan unloading;

42. Jasa laboratorium dan/ atau pengujian kecuali yang

dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan

dalam rangka penelitian akademis;

43. Jasa pengelolaan parkir;

44. Jasa penyondiran tanah;

45. Jasa penyiapan dan/ atau pengolahan lahan;

46. Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit;

47. Jasa pemeliharaan tanaman;

48. Jasa pemanenan;

49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan,

perikanan, peternakan, dan/ atau perhutanan;

50. Jasa dekorasi;

51. Jasa pencetakan/penerbitan;

52. Jasa penerjemahan;

53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur

dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;

54. Jasa pelayanan kepelabuhanan;

55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;

56. Jasa pengelolaan penitipan anak;

57. Jasa pelatihan dan/ atau kursus;

58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;

59. Jasa sertifikasi;

60. Jasa survey;

61. Jasa tester;

62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang

pembayarannya dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.


PENGECUALIAN PPH 23

Pengecualian Pemotongan PPh 23

Instansi Pemerintah dak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas:

1. penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank;

2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;

3. penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi

sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

di bidang perpajakan;

4. imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan peraturan

perundangundangan di bidang perpajakan;

5. imbalan sehubungan dengan Jasa pengangkuta ekspedisi yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-

Undang PPh;

6. imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 UndangUndang PPh atau

penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya

kepada Wajib Pajak yang dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau

pemungutan PPh berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan

pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain, yang telah

dilegalisasi oleh KPP yang menerbitkan Surat Keterangan Bebas.

PAJAK


Penger an Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2

PPh Pasal 4 ayat 2 merupakan pajak yang bersifat final yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib

pajak orang pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya. Pajak ini

dak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total PPh terutang pada akhir tahun pajak. Pemotongan PPh Pasal 4

ayat yaitu pemotongan PPh atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain atas:

1. persewaan tanah dan/ atau bangunan;

2. pengalihan hak atas tanah danj atau bangunan;

3. usaha jasa konstruksi;

4. hadiah undian; serta

5. pembelian barang atau penggunaan jasa dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto yaitu Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang dikenai PPh yang

bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

15


Instansi Pemerintah dak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas:

1. pembayaran atau pengakuan utang persewaan tanah dan/atau bangunan kepada penyedia jasa

pelayanan penginapan beserta akomodasinya;

2. sebagian atau seluruh pembayaran pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan antara lain

kepada:

a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang

melakukan pengalihan hak atas tanah danjatau bangunan dengan jumlah bruto

pengalihan kurang dari Rp60.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam

rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau

pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/ atau bangunan; atau

c. orang pribadi atau badan yang dak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan

harta berupa tanah dan/atau bangunan.

Instansi Pemerintah memotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas pembayaran sewa tanah atau bangunan, baik

sebagian maupun seluruh bangunan, kepada orang pribadi atau badan. Besarnya pemotongan PPh

sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah atau bangunan.

Instansi Pemerintah memotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas pembayaran kepada orang pribadi atau badan

dari:

1. pengalihan hak atas tanah atau bangunan;

2. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah atau bangunan beserta perubahannya.

Pembayaran kepada pihak yang mengalihkan hak atas tanah atau bangunan melalui penjualan, tukarmenukar,

pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepaka antara para

pihak. Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 adalah sebesar:

1. 0% atas pengalihan hak atas tanah atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara

yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang

mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang

yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepen ngan umum;

2. 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah atau bangunan berupa rumah sederhana

dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan

pengalihan hak atas tanah atau bangunan;

3. 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah atau bangunan selain pengalihan hak atas

tanah atau bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun sederhana yang dilakukan

oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah atau bangunan.


Instansi Pemerintah memotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas pembayaran kepada penyedia jasa konstruksi.

Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 adalah sebesar:

1. 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi

usaha kecil;

2. 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang dak memiliki

kualifikasi usaha;

3. 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa yang

memiliki kualifikasi usaha kecil dan yang dak memiliki kualifikasi usaha;

4. 4% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia

jasa yang memiliki kualifikasi usaha;

5. 6% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia

jasa yang dak memiliki kualifikasi usaha.

Besarnya PPh yang dipotong adalah jumlah pembayaran, dak termasuk PPN, dikalikan tarif PPh.

lnstansi Pemerintah memotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas pembayaran atau penyerahan hadiah yang

diberikan melalui undian, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Besarnya pemotongan PPh Pasal 4

ayat 2 sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian.

Instansi Pemerintah dalam kedudukannya sebagai pembeli barang atau pengguna jasa melakukan

pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah yang

mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu dengan tarif 0,5% dari penghasilan bruto terhadap Wajib Pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu. Wajib Pajak harus memiliki Surat Keterangan PPh berdasarkan

Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Surat Keterangan merupakan surat yang

diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan

bahwa Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PPh atas

penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto

tertentu.

Pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final memiliki ketentuan sebagai berikut:

1. Wajib Pajak bersangkutan harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dimaksud kepada

Instansi Pemerintah;

2. dilakukan untuk se ap transaksi yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh

sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan PPh dan objek PPh

berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

Dalam hal Wajib Pajak bersangkutan dak dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan, lnstansi

Pemerintah wajib melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak PPh pasal 22 sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh.

17


Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 Ayat 2 atas Persewaan Tanah atau Bangunan

Kantor Intansi Pemerintah kota Samarinda menyewa 1 unit rumah dari Bapak Aldi untuk dipergunakan

Kepala Satker sebagai rumah dinas dengan biaya sewa per tahun sebesar Rp 72.000.000,00,-.

Perhitungan pemotongan untuk PPh atas penghasilan sewa Bapak Aldi adalah 10% x Rp 72.000.000,00 =

Rp 7.200.000,00,-. Sehingga total pembayaran sewa 1 unit rumah setelah dikurangi dari pemotongan

PPh Pasal 4 ayat 2 adalah sebesar Rp 64.800.000,00,-.

Kantor Instansi Pemerintah kota Samarinda melakukan lelang tender perbaikan kantor. Pemenang dari

tender tersebut merupakan PT Cipta Kesuma sebagai pelaksana konstruksi (kualifikasi usaha menengah)

dan PT Karya Maju sebagai perencana konstruksi (kualifikasi usaha kecil). Nilai proyek berdasarkan

kontrak adalah sebesar Rp500.000.000,00 ( dak termasuk PPN) dan pembayaran dilakukan sesuai pada

akhir penyelesaian yaitu PT Cipta Kesuma sebesar Rp350.000.000,00 dan PT Karya Maju sebesar

Rp150.000.000,00. Kantor Instansi Pemerintah memotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas jasa konstruksi sebagai

berikut:

1. PT Cipta Kesuma : 3% x Rp350.000.000,00 = Rp10.500.000,00

2. PT Karya Maju : 4% x Rp150.000.000,00 = Rp6.000.000,00

18


Penger an Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas se ap pertambahan nilai dari barang atau

jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemungut PPN yang

terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) oleh PKP Rekanan Pemerintah

kepada Instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM

yang. Jumlah PPN dan PPnBM yang wajib dipungut oleh Instansi Pemerintah sebesar tarif PPN dan PPnBM

dikalikan dengan Dasar Pengenaan yang diatur dalam Undang-Undang PPN.

Tarif Pajak

Berbeda dengan Pajak penghasilan yang memiliki perhitungan progresif dan berbeda-beda pada se ap jenisnya

(PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 4 ayat 2),PPN memiliki tarif dasar tunggal yakni sebesar 10% dan tarif Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0% diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena

Pajak Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak.

19


PPN atau PPN dan PPnBM dak dipungut oleh Instansi Pemerintah adalah sebagai berikut:

1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dak termasuk jumlah PPN atau PPN dan

PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai

sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00;

2. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah Pusat sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu

kredit pemerintah;

3. pembayaran untuk pengadaan tanah;

4. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina

(Persero);

5. pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;

6. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;

7. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan

perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN dak dipungut atau dibebaskan dari

pengenaan PPN.

Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu semua Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Jenis barang

yang dak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

1. barang hasil pertambangan atau hasil pengebora nyang diambil langsung dari sumbernya;

2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

3. uang, emas batangan, dan surat berharga.

Jenis jasa yang dak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

1. jasa pelayanan kesehatan medis;

2. jasa pelayanan sosial;

3. jasa pengiriman surat dengan perangko;

4. jasa keuangan;

5. jasa asuransi;

6. jasa keagamaan;

7. jasa pendidikan;

8. jasa kesenian dan hiburan;

9. jasa penyiaran yang dak bersifat iklan;

10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian

yang dak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

11. jasa tenaga kerja;

12. jasa perhotelan;

13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;

14. jasa penyediaan tempat parkir;

15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

17. jasa boga atau katering.

20


Pada tanggal 25 September 2021, bagian kepegawaian mengajukan SPJ dan kelengkapannya

ke bendahara pengeluaran berupa pembelian ATK senilai Rp 2.750.000,00 (sudah termasuk

PPN). Bagaimana pemotongan pajaknya ?

Penyelesaian : Hal yang harus dicari yaitu DPP (Dasar Pengenaan Pajak) karena nilai

pembayaran sudah termasuk PPN dengan cara 100/110 bagian dari nilai pembayaran.

DPP = 100 /110 x Rp 2.750.000,00

= Rp 2.500.000,00

Karena ATK dikenakan PPh pasal 22 sebesar 1,5% atas pembelian barang dan telah memenuhi

syarat minimal pembelian lebih dari Rp 2.000.000 dan dikenakan PPN dengan tarif 10% karna

termasuk Barang Kena Pajak (BKP) dengan syarat minimal pada peraturan terbaru yaitu lebih

dari Rp 2.000.000. Sehingga:

Rp 2.500.000,00 x 1,5% = Rp 30.000

Rp 2.500.000,00 x 10% = Rp 250.000

Rp 280.000

Total keseluruhan pajak yang harus dipungut/dipotong Bendahara Pengeluaran atas

transaksi ini sebesar Rp 280.000,00.

Dalam hal jumlah pembayaran paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dak

termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan

pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari

Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), maka PPN dak perlu dipungut oleh Instansi Pemerintah.

Contoh 1 :

Jumlah pembayaran = Rp 2.090.000,00

Jumlah PPN : 10/110 x Rp 2.090.000,00 = Rp 190.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan Rp 1.900.000,00

Meskipun pembayaran termasuk PPN Rp 2.090.000,00 tetapi karena pembayaran kepada

PKP Rekanan Pemerintah dak termasuk PPN atau PPN berjumlah Rp 1.900.000,00 ( dak

lebih dari Rp 2.000.000,00), maka PPN yang terutang dak perlu dipungut oleh Instansi

Pemerintah, tetapi harus dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan Faktur

Pajak tetap harus dibuat.

Contoh 2 :

Jumlah pembayaran = Rp 2.310.000,00

Jumlah PPN : 10/110 x Rp 2.310.000,00 = Rp 210.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan Rp 2.100.000,00

Karena pembayaran dak termasuk PPN berjumlah Rp2.100.000,00 (lebih dari

Rp2.000.000,00), maka PPN yang terutang dipungut oleh Instansi Pemerintah.



23


Pembuatan Kode Billing untuk penyetoran pajak tanpa NPWP


Instansi Pemerintah Pusat dan Instansi Pemerintah Daerah wajib menyetorkan PPh atau PPN dan PPnBM

yang telah dipotong atau dipungut:

1. paling lama 7 hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme Uang Persediaan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

2. pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme Langsung (LS) sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Instansi Pemerintah Desa wajib menyetorkan PPh dan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipotong atau dipungut

paling lama tangga 10 bulan berikutnya setelah pelaksanaan pembayaran.

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-17/PJ/2021, pembuatan buk pemotongan /

pemungutan pajak dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) menggunakan

system pemungutan pajak dengan Aplikasi Web E-Bupot yang tersedia pada menu website DJPOnline

djponline.pajak.go.id atau ebupo p.pajak.go.id. SPT Masa PPh / PPN Unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan

oleh pemotong/pemungut PPh / PPN untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh,

penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh dan PPN, dan penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh

dan PPN dalam satu masa Pajak. Dalam penggunaan sistem SPT Masa PPh dan PPN unifikasi dan E-Bupot unifikasi

adalah se ap Wajib Pajak harus memiliki Ser fikat Elektronik (Sertel). Instansi Pemerintah wajib melaporkan

pemotongan atau pemungutan serta penyetoran pajak yang dilakukan dalam satu Masa Pajak ke KPP tempat

Instansi Pemerintah terda ar. Pelaporan atas pemotongan dan/atau pemungutan serta penyetoran pajak dilakukan

dengan menggunakan SPT 21/26 Instansi Pemerintah dan SPT Unifikasi Instansi Pemerintah. SPT Unifikasi Instansi

Pemerintah melipu beberapa jenis pajak yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh

Pasal 26, selain yang dilaporkan dalam SPT 21/26 Instansi Pemerintah dan PPN dan/atau PPnBM.

Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pph dilakukan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pelaporan Surat Pemberitahuan PPN dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal Surat Pemberitahuan Masa bagi Instansi Pemerintah dak disampaikan dalam jangka waktu,

Pemotong/Pemungut Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang

KUP berupa:

1. denda sebesar Rp100.000,00 untuk SPT 21/26 Instansi Pemerintah;

2. denda sebesar Rp100.000,00 , untuk SPT Unifikasi Instansi Pemerintah jenis pajak PPh, yang dikenakan

sebagai satu kesatuan dan dak dihitung bagi ap- ap jenis PPh;

3. denda sebesar Rp500.000,00 , untuk SPT Unifikasi Instansi Pemerintah jenis pajak PPN dan/atau PPnBM.

Jumlah pajak yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga

sesuai dengan Undang-Undang KUP.

25


26

PENUTUP

Buku saku digital ini merupakan panduan bagi tim keuangan dan bendahara

pengeluaran selaku pihak pemotong dan pemungut pajak instansi pemerintahan dalam

melakukan kewajiban perpajakan. Buku saku digital ini disusun atas dasar bentuk dari

aktualisasi pelatihan dasar CPNS Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan

Teknologi angkatan 44 tahun 2021. Dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara materi

dalam buku saku digital ini dengan peraturan yang berlaku, maka pelaksanaannya

mengacu pada peraturan perpajakan yang berlaku.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!