Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
2.1 Plastik<br />
BAB <strong>II</strong><br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Plastik adalah bahan pengemas yang mudah didapat dan sangat fleksibel<br />
penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali<br />
digunakan sebagai pelapis kertas. Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita<br />
temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon,<br />
plastik laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil,<br />
mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Masing-masing jenis plastik mempunyai<br />
tingkat bahaya yang berbeda tergantung dan bahan kimia penyusunnya, jenis<br />
makanan yang dibungkus (asam, berlemak ), lama kontak dan suhu makanan saat<br />
disimpan (Anonim, 2008).<br />
2.2 Jenis-Jenis Plastik<br />
2.2.1 PET — Polyethylene Terephthalate<br />
Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang<br />
dengan angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET (polyethylene terephthalate)<br />
di bawah segitiga. Biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus<br />
pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman<br />
lainnya. Mayoritas bahan plastik PET di dunia untuk serat sintetis (sekitar 60 %),<br />
dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan polyester (bahan dasar botol kemasan<br />
30 %) Botol Jenis PET/PETE ini direkomendasikan hanya sekali pakai karena bila<br />
terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat atau panas,<br />
5<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan<br />
mengeluarkan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).<br />
2.2.2. HDPE — High Density Polyethylene<br />
─ Umumnya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang<br />
dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (high density polyethylene)<br />
di bawah segitiga.<br />
─ Biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, galon air minum,<br />
dan lain-lain.<br />
─ HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang aman untuk digunakan<br />
karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik<br />
berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya.<br />
─ HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan<br />
terhadap suhu tinggi.<br />
─ Sama seperti PET, HDPE juga direkomendasikan hanya untuk sekali<br />
pemakaian, karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat<br />
seiring waktu (Heldi, 2008).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.2.3 V — Polyvinyl Chloride<br />
Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di<br />
tengahnya, serta tulisan V — V itu berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis<br />
plastik yang paling sulit didaur ulang.<br />
─ Plastik ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-<br />
botol.<br />
─ PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas<br />
dengan plastik berbahan PVC, bersentuhan langsung dengan makanan<br />
tersebut karena DEHA ini lumer pada suhu -15 0 C.<br />
─ Sebaiknya kita mencari alternatif pembungkus makanan lain yanssg tidak<br />
mengandung bahan pelembut, seperti plastik yang terbuat dari polietilena atau<br />
bahan alami (daun pisang misalnya)<br />
2.2.4 LDPE — Low Density Polyethylene<br />
Tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE.<br />
LDPE (low density polyethylene) yaitu plastik tipe cokelat (thermoplastic/dibuat dari<br />
minyak bumi), biasa dipakai untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan botol-botol<br />
yang lembek.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
─ Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel<br />
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60oC sangat resisten<br />
terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan<br />
tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen.<br />
─ Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang memerlukan<br />
fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik terhadap reaksi<br />
kimia.<br />
─ Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat<br />
makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas<br />
dengan bahan ini (Koswara, 2006).<br />
2.2.5 PP — Polypropylene<br />
Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP.<br />
PP (polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk yang<br />
berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan,<br />
botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi.<br />
─ Karakteristik botol ini yaitu: transparan, tidak jernih atau berawan.<br />
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,<br />
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup<br />
mengkilap<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
─ Carilah dengan kode angka 5 bila membeli barang berbahan plastik untuk<br />
menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman.<br />
2.2.6 PS — Polystyrene<br />
Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS.<br />
PS (polystyrene) ditemukan tahun 1839, oleh Eduard Simon, seorang apoteker dari<br />
Jerman, secara tidak sengaja.<br />
- PS biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum<br />
sekali pakai, dan lain-lain.<br />
- Polystyrene merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan<br />
styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan.<br />
- Selain tempat makanan, styrene juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap<br />
kendaraan dan bahan konstruksi gedung.<br />
- Bahan ini dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode<br />
angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara<br />
dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini<br />
akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.2.7 OTHER<br />
Tertera logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER.<br />
Other (SAN : styrene acrylonitrile, ABS - acrylonitrile butadiene styrene, PC -<br />
polycarbonate, Nylon)<br />
- Dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman seperti botol minum<br />
olahraga, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat<br />
elektronik, dan plastik kemasan.<br />
- PC - Polycarbonate dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak batita<br />
(sippy cup), botol minum polikarbonat, dan kaleng kemasan makanan dan<br />
minuman, termasuk kaleng susu formula.<br />
- Dianjurkan untuk tidak dipergunakan untuk tempat makanan ataupun<br />
minuman karena Bisphenol-A dapat berpindah ke dalam minuman atau<br />
makanan jika suhunya dinaikkan karena pemanasan. Ironisnya botol susu<br />
sangat mungkin mengalami proses pemanasan, entah itu untuk tujuan<br />
sterilisasi dengan cara merebus, dipanaskan dengan microwave, atau dituangi<br />
air mendidih atau air panas.<br />
- SAN dan ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu,<br />
kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
- Biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos, piring, alat<br />
makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, sedangkan ABS biasanya digunakan<br />
sebagai bahan mainan lego dan pipa.<br />
- SAN dan ABS merupakan salah satu bahan plastik yang sangat baik untuk<br />
digunakan<br />
(Heldi, 2008)<br />
2.3 Plastik Sebagai Kemasan<br />
Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk<br />
secara sambung menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer.<br />
Misalnya, plastik jenis PVC (Polivinil Chlorida), sesungguhnya adalah monomer dari<br />
vinil klorida. Disamping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat<br />
bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat<br />
plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut berupa zat-zat dengan berat molekul rendah,<br />
yang dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti<br />
lekat, dan masih banyak lagi. Kemasan plastik mulai diperkenalkan pada tahun 1900-<br />
an. Sejak itu perkembangan nya berlangsung sangat cepat. Sesudah Perang Dunia <strong>II</strong>,<br />
diperkenalkan berbagai jenis kemasan plastik dalam bentuk kemasan lemas<br />
(fleksibel) maupun kaku. Beberapa jenis kemasan plastik yang dikenal antara lain<br />
polietilen, polipropilen, poliester, nilon, serta vinil film. Bahkan selama dua<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
dasawarsa terakhir, pangsa pasar dunia untuk kemasan pangan telah direbut oleh<br />
kemasan plastik (Flinn dan Trojan, 1975).<br />
Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam<br />
perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat<br />
sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi<br />
(Syarief, 1989). Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah<br />
monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari<br />
beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai<br />
tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan<br />
erami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat<br />
yang lebih keras dan tegar (Syarief, 1989).<br />
Menurut Eden dalam Davidson (1970), klasifikasi plastik menurut struktur<br />
kimianya terbagi atas dua macam yaitu: 1. Linear, bila monomer membentuk rantai<br />
polimer yang lurus (linear) maka akan terbentuk plastik thermoplastik yang<br />
mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan<br />
sifatnya dapat balik (reversible) kepada sifatnya yakni kembali mengeras bila<br />
didinginkan. 2. Jaringan tiga dimensi, bila monomer berbentuk tiga dimensi akibat<br />
polimerisasi berantai, akan terbentuk plastik thermosetting dengan sifat tidak dapat<br />
mengikuti perubahan suhu (irreversible). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka<br />
bahan tidak dapat dilunakkan kembali.<br />
Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai<br />
tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom<br />
karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras (Flinn dan<br />
Trojan, 1975).<br />
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan<br />
polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung<br />
menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Kemasan plastik memiliki<br />
beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat<br />
termoplastis (heat seal) serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan ini adalah adanya<br />
zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat<br />
melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Berbagai jenis bahan<br />
kemasan lemas seperti misalnya polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil<br />
dapat digunakan secara tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk<br />
lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi.<br />
Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dari dua atau lebih film dapat<br />
memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan<br />
kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan<br />
kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang<br />
ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil<br />
dengan kertas. Sedangkan polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan<br />
kemampuan untuk direkat atau ditutupi dengan panas. Dengan konsep laminasi,<br />
masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya menghasilkan lembar<br />
kemasan yang bermutu tinggi (Winarno, 1994).<br />
Plastik berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat<br />
fisik kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
komponen non plastik, diantaranya berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap<br />
cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai<br />
peroksida, pelumas, peliat, dan lain-lain (Crompton, 1979).<br />
Plastik masih sering sulit dibedakan dengan resin karena tidak jelas benar<br />
bedanya. Secara alami, resin dapat berasal dari tanaman, misalnya balsam, damar,<br />
terpentin, oleoresin dan sebagainya. Tapi kini resin tiruan sudah dapat diproduksi dan<br />
dikenal sebagi resin sintetik, contohnya selofan, akrilik seluloid, formika, nylon,<br />
fenol formaldehida dan sebagainya (Heldi, 2008).<br />
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut<br />
polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-<br />
menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga terkandung<br />
beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika kimia plastik itu<br />
sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebut komponen nonplastik yang<br />
berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan<br />
aditif dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar UV, anti lekat<br />
dan masih banyak lagi (Winarno, 1994).<br />
Syarief (1989) membagi plastik menjadi dua berdasarkan sifat-sifatnya<br />
terhadap perubahan suhu, yaitu: a) termoplastik: meleleh pada suhu tertentu, melekat<br />
mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat<br />
aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan, b) termoset: tidak dapat mengikuti<br />
perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak<br />
dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering<br />
digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin.<br />
Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena<br />
selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10%) dari<br />
volume jenis plastik yang bersifat termoplastik (Moavenzadeh dan Taylor, 1995).<br />
Pada kemasan plastik, perubahan fisika kimia pada wadah dan makanannya<br />
sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan<br />
laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat<br />
konsumen. Banyak ragam kemasan plastik untuk makanan dan minuman, beberapa<br />
contoh misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester,<br />
poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat,<br />
poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik diatas dapat digunakan dalam<br />
bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari<br />
berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan (Crompton, 1979).<br />
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan<br />
dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat,<br />
termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat<br />
permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu<br />
berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall<br />
dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang<br />
dapat menarik selera konsumen.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.4 Cara Mengenal Jenis Plastik pada Kemasan<br />
1.Periksa nomor kode daur ulang, biasanya diletakkan pada bagian bawah botol,<br />
dalam tutup, atau dicetak pada label untuk kemasan fleksibel<br />
2.Periksa keras atau lunak: PP ditekan akan balik kebentuk semula; HDPE<br />
ditekan tidak kembali; LDPE lebih lunak dari HDPE; PET keras; PC lebih<br />
keras; PVC kurang keras<br />
3.Periksa Permukaaan mengkilap atau tidak: PC, PET dan PVC mengkilat; PP<br />
mengkilat tapi tidak keras; HDPE dan LDPE tidak mengkilat<br />
4.Test bakar : HDPE dan LDPE akan berbau wax; PC berbau phenol; PVC berbau<br />
chlorine; PET berbau buah (Anonim, 2008).<br />
2.5 Dampak Penggunaan Plastik terhadap Kesehatan<br />
2.5.1 PET — Polyethylene Terephthalate<br />
Di dalam membuat PET/PETE, menggunakan bahan yang disebut dengan<br />
antimoni trioksida, yang berbahaya bagi para pekerja yang berhubungan dengan<br />
pengolahan ataupun daur ulangnya, karena antimoni trioksida masuk ke dalam tubuh<br />
melalui sistem pernafasan, yaitu akibat menghirup debu yang mengandung senyawa<br />
tersebut. Terkontaminasinya senyawa ini dalam periode yang lama akan mengalami:<br />
iritasi kulit dan saluran pernafasan. Bagi pekerja wanita, senyawa ini meningkatkan<br />
masalah menstruasi dan keguguran, pun bila melahirkan, anak mereka kemungkinan<br />
besar akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga usia 12 bulan (Heldi, 2008).<br />
Senyawa antimoni juga dapat menimbulkan kerusakan hati dan ginjal dimana tanda<br />
dan gejalanya seperti : konjungtivitis, insomnia, vertigo, sakit kepala, kram abdomen,<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
nausea, vomitus, nyeri otot, paringitis, diare (Handbook of Industrial Toxicology,<br />
1976).<br />
2.5.2 HDPE — High Density Polyethylene<br />
Berhubungan dengan pengolahan ataupun daur ulangnya, bagi pekerja wanita<br />
senyawa ini meningkatkan masalah menstruasi dan keguguran, bila melahirkan anak<br />
mereka kemungkinan besar akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga usia<br />
12 bulan, Iritasi kulit dan saluran pernafasan (Heldi, 2008).<br />
2.5.3 V — Polyvinyl Chloride<br />
Jenis PVC (Polyvinyl Chloride) yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur<br />
ulang, PVC mengandung DEHA di( 2-ethylhexyl) adipate suatu bahan pelembut<br />
yang ditambahkan pada jenis plastik ini agar tidak bersifat kaku dan rapuh sering<br />
digunakan dalam industri pegepakan dan pemprosesan makanan. Berdasarkan hasil<br />
uji pada hewan, DEHA dapat merusakkan sistem peranakan dan menghasilkan janin<br />
yang cacat, selain mengakibatkan kanker hati. (Anonim, 2008).<br />
Polyvinyl Chloride masuk dalam tubuh manusia melalui pernafasan yang<br />
menimbulkan iritasi, dimana tanda dan gejala seperti: iritasi pada hidung, dermatitis,<br />
konjungtivitis (Handbook of Industrial Toxicology, 1976).<br />
Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik<br />
ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan. Tanda dan gejala dari<br />
keracunan ini berupa pigmentasi pada kulit dan benjolan-benjolan, gangguan pada<br />
perut, serta tangan dan kaki lemas. Sedangkan pada wanita hamil, mengakibatkan<br />
kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat (Crompton, 1979).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu<br />
keseimbangan hormon estrogen manusia. Selain itu juga dapat mengakibatkan<br />
kerusakan kromosom dan menyebabkan bayi-bayi lahir dalam kondisi cacat<br />
(Anonim, 2008).<br />
2.5.4 PS — Polystyrene<br />
Jenis PS (Polystyrene) bahan ini harus dihindari, karena selain berbahaya<br />
untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada<br />
masalah reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf (Handbook of Industrial<br />
Toxicology, 1976).<br />
2.5.5 OTHER<br />
Jenis OTHER seperti: PC (Polycarbonate) dianjurkan untuk tidak<br />
dipergunakan sebagai tempat makanan atau minuman karena bahan utamanya<br />
Bisphenol-A yang dapat bermigrasi ke dalam makanan jika suhunya dinaikkan karena<br />
pemanasan yang sangat berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium,<br />
penurunan produksi sperma, dan mengubah sistem imunitas (Crompton, 1979).<br />
2.6 Dampak Plastik terhadap Kesehatan Lingkungan<br />
Dari segi kesehatan lingkungan sebagian masyarakat beranggapan bahwa<br />
apabila plastik bisa didaur ulang, maka selesailah masalah.Namun pada<br />
kenyataannya, daur ulang bukanlah solusi paling tepat untuk menyelesaikan timbunan<br />
sampah plastik. Beberapa jenis plastik dapat didaur ulang menjadi bahan plastik yang<br />
berbeda jenis, dan beda produksi pula. Namun hanya sekitar 1 hingga 5 persen jenis<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
plastik yang dapat didaur ulang. Artinya masih akan ada banyak plastik yang hanya<br />
akan berakhir di timbunan sampah,dan mencemari lingkungan. Ada alasannya<br />
mengapa kata "recycle" terletak di bagian paling akhir dari kalimat :<br />
"Reduce,Reuse,Recycle".Terkadang masyarakat lupa bahwa untuk mendaur ulang<br />
diperlukan banyak energi, yang kebanyakan membutuhkan minyak. Tentu saja hal ini<br />
sangat berpengaruh bagi kelestarian bumi. Hal paling baik yang bisa kita lakukan<br />
adalah mengurangi pemakaian plastik, dan memakai kembali plastik yang masih<br />
dapat digunakan.<br />
Laut yang terbentang luas kini tak biru dan tak bersih lagi. Sampah plastik<br />
kemasan makanan, botol minuman, atau jenis plasitk lainnya sangat mudah ditemui<br />
di sekitar pantai. Dari sekian banyak plastik yang dikonsumsi oleh manusia, 10<br />
persen diantaranya berakhir di laut. Sampah ini sebagian besar berasal dari kapal<br />
penumpang, dari muara daratan, dan dari kegiatan wisatawan. Sekitar 400.000<br />
relawan dari seluruh dunia menemukan sekitar 6 juta pon sampah. Sebagian besar<br />
diantarnya adalah kantong plastik dan kemasan Styrofoam. Sampah-sampah ini tentu<br />
memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan di laut. Banyak burung-burung laut<br />
yang ditemukan mati, dengan perut penuh dengan sampah plastik kecil. Ratusan kura-<br />
kura, dan hewan laut lainnya mati setiap tahunnya karena memakan plastik. Mereka<br />
mengira plastik adalah jellyfish, sumber makanan utama mereka. Hal ini telah<br />
membuktikan, bahwa keberadaan sampah plastik membunuh banyak hewan laut, dan<br />
dapat mengancam kepunahannya. Kita, sebagai pengguna plastik, tentu saja<br />
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kerusakan bumi ini (Heli, 2009).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.7 Tips dalam Penggunaan Plastik<br />
Cegahlah memanaskan makanan yang dikemas plastik pada microwave oven,<br />
bungkuslah makanan dengan daun pisang sebelum dikemas dalam plastik.<br />
Gunakanlah botol bayi berbahan kaca, polypropilene, untuk dot berbahan<br />
silikon. dan hindari plastik berbahan polycarbonate.<br />
Jika kita harus menggunakam plastik, akan lebih aman menggunakan plastik<br />
dengan kode 2,4,5, dan 7 (kecuali polycarbonate).<br />
Hindari plastik berbahan polycarbonate, jangan menyimpan makanan atau<br />
2.8 Perilaku<br />
minuman dalam keadaan panas. Gunakan bahan stainless steel, kayu.<br />
2.8.1 Defenisi Perilaku<br />
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang<br />
dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.<br />
Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya keebutuhan dasar dan kebutuhan<br />
tambahan. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang menentukan kelangsungan hidup<br />
manusia seperti makan, minum, perlindungan diri dan jenis. Sedangkan kebutuhan<br />
yang lainnya hanyalah kebutuhan tambahan ( Purwanto, 1998).<br />
Menurut Skiner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) merumuskan<br />
bahwa perilaku adalah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan<br />
dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap<br />
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini<br />
disebut disebut teori “ S-O-R “ atau Stimulus Organisme Respons.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan<br />
menjadi dua yakni :<br />
a. Perilaku tertutup (covert behaviour)<br />
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup<br />
(covert).Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada<br />
prhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang<br />
yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh<br />
orang lain.<br />
b. Perilaku terbuka ( ovet behaviour)<br />
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau<br />
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk<br />
tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau<br />
dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007).<br />
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda<br />
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua<br />
yakni :<br />
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,<br />
yang bersifat given atau bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat<br />
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.<br />
b. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik,<br />
sosial budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini<br />
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang<br />
(Notoatmodjo, 2003).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.8.2 Pengetahuan (Knowledge)<br />
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang<br />
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui<br />
panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan<br />
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.<br />
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk<br />
tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007).<br />
Secara garis besar pengetahuan seseorang dibagi dalam enam tingkatan, yakni<br />
a. Tahu (know)<br />
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari<br />
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat<br />
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau<br />
rangsangan yang telah diterima.<br />
b. Memahami (comprehension)<br />
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara<br />
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginerpretasikan materi<br />
tersebut secara benar.<br />
c. Aplikasi (aplication)<br />
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan uintuk menggunakan materi yang telah<br />
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).<br />
d. Sintesis (synthesis).<br />
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari<br />
formulasi-formulasi yang ada.<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
e. Evaluasi (evaluation)<br />
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian<br />
terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2005).<br />
2.8.3 Sikap (attitude)<br />
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang<br />
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya<br />
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari<br />
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah<br />
seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau<br />
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu<br />
(Notoatmodjo, 2007). Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan<br />
informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari<br />
kelompoksosialnya (Sarwono, 1997).<br />
Menurut Alport (1954) dikutip dari Notoatmodjo (2003) bahwa sikap<br />
mempunyai tiga komponen pokok yaitu:<br />
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.<br />
2. Kehidupan emosional tu evaluasi terhadap suatu objek atau evaluasi terhadap<br />
objek<br />
3. Kecenderungan untuk bertindak .<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Sikap dibagi atas beberapa tingkatan yakni :<br />
a. Menerima (receiving)<br />
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus<br />
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari<br />
kesediaan dan perhatian seseorang terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.<br />
b. Merespons ( responding)<br />
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas<br />
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha<br />
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas<br />
dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide<br />
tersebut.<br />
c. Menghargai (valuing)<br />
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah<br />
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.<br />
d. Bertanggungjawab (responsible)<br />
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala<br />
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.<br />
2.8.4 Praktik atau Tindakan (practice)<br />
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata maka diperlukan<br />
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Praktik<br />
ini mempunyai beberapa tingkatan, yakni :<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
a. Persepsi (perception)<br />
Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang<br />
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.<br />
b. Respons terpimpin (guided respons)<br />
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan<br />
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.<br />
c. Mekanisme (mecanism)<br />
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara<br />
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah<br />
mencapai praktik tingkat tiga<br />
d. Adopsi (adoption)<br />
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan<br />
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran<br />
tindakan tersebut.<br />
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan<br />
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau<br />
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni<br />
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.9 Kerangka Konsep<br />
Karakteristik<br />
responden :<br />
- Jenis kelamin<br />
- umur<br />
Penggunaan<br />
plastik sebagai<br />
tempat<br />
penyimpanan<br />
makanan dan<br />
minuman<br />
Perilaku Siswa :<br />
a. Pengetahuan<br />
b. Sikap<br />
c. Tindakan<br />
Baik<br />
Sedang<br />
Kurang<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara