24.08.2015 Views

penegakan peradilan pidana anak dengan pendekatan hukum ...

penegakan peradilan pidana anak dengan pendekatan hukum ...

penegakan peradilan pidana anak dengan pendekatan hukum ...

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

29PENEGAKAN PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN PENDEKATAN HUKUMPROGRESIF DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAKOleh:Setya WahyudiFakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokertosetyawahyudi_unsoed@yahoo.co.idAbstractLaw enforcement with progressive law approach was very fit to implements in juvenile justiceenforcement, because juvenile juctice enforcement more signalyzed at juvenile protection’sinterest. The relevance of proressive law enforcement with juvenile justice system in Indonesia,relied on the aim of juvenile justice system and with the existence of arrest rule, detention andpenals fallout as effort and the form of sanction to juvenile, which can in treatment form whichlaid in juvenile justice constitution. Desire of criminal law enforcement with the progressive lawapproach in juvenile justice system in Indonesia not yet been fully conducted, this matter is knownby the police, attorney, and judge tendency, which still hold on positivistic view, so that criminallaw enforcer tend to do some detention to the juvenile constitution, while sanction fallout with aneye for child protection and prosperity not yet become the especial consideration.Kata kunci: <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif, Juvenile Justice System, perlindungan <strong>anak</strong>A. Latar BelakangKebijakan penyelenggaraan sistem <strong>peradilan</strong><strong>pidana</strong> bagi <strong>anak</strong> yang melakukan tindak<strong>pidana</strong> (Anak Nakal), 1 tidak terlepas dari padatujuan perlindungan dan pembinaan <strong>anak</strong> yangbersangkutan, yaitu lebih menitik beratkanpada tujuan sifatnya memperbaiki, merehabilitasi,pembinaan kesejahteraan pelaku <strong>anak</strong>tersebut. Dengan menitikberatkan pada perlindungan<strong>anak</strong>, maka seperti yang dikemukakanoleh Sudarto, bahwa aktivitas pemeriksaantindak <strong>pidana</strong> yang dilakukan oleh polisi, jaksa,hakim dan pejabat lainnya, didasarkan padaprinsip demi kepentingan <strong>anak</strong> atau melihatkriterium apa yang paling baik untuk kesejahteraan<strong>anak</strong> yang ber-sangkutan, tanpamengurangi perhatian kepada kepentinganmasyarakat. 2Saat ini Lembaga Pemasyarakatan Anak diIndonesia isinya melebihi kapasitas dalam pem-binaan <strong>anak</strong> nakal. 3 Hal ini disebabkan karenamemang ada kenaikan jumlah tindak <strong>pidana</strong>yang dilakukan oleh <strong>anak</strong>, dan juga karenahakim cenderung menjatuhkan <strong>pidana</strong> penjarabagi pelaku <strong>anak</strong>. Kondisi demikian tentunyasangat tidak mendukung dan menghambat pelaksanaanpembinaan terhadap <strong>anak</strong> nakalBerdasarkan penelitian, kebijakan penjatuhan<strong>pidana</strong> penjara terhadap <strong>anak</strong> nakal (delinkuen)menunjukkan adanya kecenderunganbersifat merugikan perkembangan jiwa <strong>anak</strong> dimasa mendatang. Kecenderungan bersifatmerugikan ini akibat dari efek pen-jatuhan<strong>pidana</strong> yang berupa stigma. 4Istilah sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>merupakan terjemahan dari istilah The JuvenileJustice System, yaitu suatu istilah yangdigunakan searti <strong>dengan</strong> sejumlah institusi yangtergabung dalam pengadilan, yang meliputipolisi, jaksa penuntut umum dan penasehat<strong>hukum</strong>, lembaga pengawasan, pusat-pusat pe-12Anak yang melakukan tindak <strong>pidana</strong>, dalam hal inisebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 (angka 1) UUNo. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu orangyang telah mencapai 8 tahun tetapi belum mencapai 18tahun dan belum pernah kawin.Sudarto, 1980, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni,Bandung, hlm. 129-130.34Lihat Kompas, 27 Pebruari 2004. Saat ini lembagapemasyarakat <strong>anak</strong> di ndonesia kewalahan karena isinyamelebihi kapasitas dalam pembinaan <strong>anak</strong> nakal.Lihat Paulus Hadisuprapto, Pemberian MaluReintegratif sebagai Sarana Nonpenal PenanggulanganPerilaku Delinkuen Anak ( Studi kasus di Semarang danSurakarta), Disertasi Program Doktor Ilmu HukumUniversitas Diponegoro, Semarang . 2003, hlm. 369.


30 Jurnal Dinamika HukumVol. 9 No. 1 Januari 2009nahanan <strong>anak</strong>, dan fasilitas-fasilitas pembinaan<strong>anak</strong>. 5 Di dalam sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>,terdapat aktivitas pemeriksaan dan pemutusanperkara yang menyangkut kepentingan <strong>anak</strong>,yaitu segala aktivitas yang dilakukan olehpolisi, jaksa, hakim dan pejabat lain, harusdidasarkan pada suatu prinsip ialah demikesejahteraan <strong>anak</strong> dan kepentingan <strong>anak</strong>. 6Tujuan mensejahteraan <strong>anak</strong> dalamsistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> ini sudah ditekankanpada perundang-undangan baik secara internasionalyaitu dalam The Beijing Rules,maupuntelah diskomodir secara nasional dalam UU No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Denganadanya kecenderungan hakim untuk menjatuhkan<strong>pidana</strong> penjara terhadap <strong>anak</strong>, makadapat disinyalir bahwa penegak <strong>hukum</strong> dalamsistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> masih lebihmenekankan pada aspek yuridis formal, danbelum menekankan pada tujuan untuk kepentingandan melindungi <strong>anak</strong>. Banyaknyakasus <strong>anak</strong> yang diputus <strong>pidana</strong> penjara saatini, menandakan hakim belum dapatmengefektikan sanksi tindakan terhadap <strong>anak</strong>.Menurut penulis, penegak <strong>hukum</strong> <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> saat ini masih dominan padapenekanan aspek yuridis (aspek melihat pertimbanganperaturan saja), sehingga aspekkepentingan perlindungan <strong>anak</strong> cenderung diabaikan. Oleh karena itu putusan <strong>pidana</strong> penjaraatau kurungan bagi <strong>anak</strong> nakal selalu sajamuncul.Dengan kondisi demikian maka perlu adaperubahan tentang cara-cara memandang bagipenegak <strong>hukum</strong> ketika ia mengadili ataumenyelesaikan konflik di dalam perkara <strong>anak</strong>56Penulis menggunakan istilah sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong>, merupakan terjemahan dari istilah The JuvenileJustice System sebagaimana digunakan SMRJJ – TheBeijing Rules yang tertera dalam Rule 5.1. Lihat pulaJoan Mc. Cord dan kawan-kawan. Joan Mc. Cord, CathySpatz Widom, and Nancy A. Crowell, eds., 2001,Juvenile Crime, Juvenile Justice. Panel on JuvenileCrime: Prevention, Treatment, and Control, NationalAcademy Press, Washington DC. Hlm. 154. Dalam bukutersebut disebutkan: “term juvenile justice is often usedsynonymously in addition to the court, but it also mayrefer to other affiliated institutions in addition to thecourt, including the police, prosecuting and defenceattorney, probation, juvenile detention centers, andjuvenile correctional facilities”.Sudarto, Op.Cit., hlm. 129, 140.nakal. Cara pandang penegak <strong>hukum</strong> <strong>peradilan</strong><strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> masih didominasi <strong>dengan</strong> carapandang yang menekankan bahwa “manusia ituuntuk <strong>hukum</strong>”, bukan “<strong>hukum</strong> untuk manusia”.Hukum untuk manusia artinya segala ketentuan<strong>hukum</strong> itu digunakan untuk meladeni kebutuhanmanusia. Sehingga kebutuhan manusia itulahyang menjadi utama, bukan <strong>hukum</strong> yangutama. Hukum hanya sebagai alat untukmemenuhi kebutuhannnya. Maka kalau <strong>hukum</strong>itu tidak memenuhi kebutuhan utama, tentaudilakukan modifikasi, reformasi, penafsiran,terhadap <strong>hukum</strong> tersebut. Cara pandang yangdisebut terakhir inilah yang disebut sebagaicara pandang <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> secara progresif.Diharapkan <strong>dengan</strong> <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong><strong>dengan</strong> <strong>pendekatan</strong> progresif dalam <strong>penegakan</strong><strong>hukum</strong> dalam setiap tahapan–tahapan sistem<strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>, penegak <strong>hukum</strong> akanmenekankan atau tidak melupkana padakepentingan perlindungan <strong>anak</strong>.Dalam kontek penulisan ini akan dikemukakan tentang <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>dengan</strong><strong>pendekatan</strong> progresif dalam <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>, dan pembenaran<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>dengan</strong> <strong>pendekatan</strong> progresif,serta sejauhmana praktek <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> ditinjau dari sudut <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong><strong>dengan</strong> <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif.Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tulisan ini akan membahas mengenaibagaim<strong>anak</strong>ah <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>dengan</strong><strong>pendekatan</strong> progresif dan implementasinyadalam <strong>penegakan</strong> sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>,bagaim<strong>anak</strong>ah dasar pembenaran <strong>pendekatan</strong>progresif dalam <strong>penegakan</strong> sistem <strong>peradilan</strong><strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> di Indonesia, serta sejauhmanaaplikasi <strong>pendekatan</strong> progresif dalam proses<strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> di Indonesia.B. Pembahasan1. Penegakan <strong>hukum</strong> <strong>dengan</strong> <strong>pendekatan</strong>progresif dan implementasinyaPendekatan <strong>hukum</strong> progresif berangkatdari asumsi dasar bahwa ”<strong>hukum</strong> adalah untukmanusia, bukan manusia untuk <strong>hukum</strong>”. Berangkatdari asumsi dasar ini, maka kehadiran<strong>hukum</strong> itu bukanlah untuk diri <strong>hukum</strong> sendiri


Penegakan Peradilan Pidana Anak <strong>dengan</strong> Pendekatan Hukum Progresif 31Dalam Rangka Perlindungan Anaktetapi sesuatu yang lebih luas dan besar. Untukitu apabila ada masalah di dalam <strong>hukum</strong>, maka<strong>hukum</strong>lah yang harus ditinjau dan diperbaiki,bukan manusia yang dipaksa–paksa untuk dimasukkan ke dalam skema <strong>hukum</strong>. 7 Untuk itudalam <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>, seluruh prosesbekerjanya instrumen penegak <strong>hukum</strong> harusdapat dikembalikan pada pertanyaan apakahsudah mewujudkan keadilan? Apakah sudahmencerminkan kesejahteraan? Apakah sudahberorientasi kepada kepentingan rakyat?Dalam konsep <strong>hukum</strong> progresif manusiaberada di atas <strong>hukum</strong>, <strong>hukum</strong> hanya menjadisarana untuk menjamin dan menjaga berbagaikebutuhan manusia. Hukum tidak lagi dipandangsebagai suatu dokumen yang absolute danada secara otonom. Berangkat dari pemikiranini maka dalam konteks <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>,penegak <strong>hukum</strong> tidak boleh terjebak padakooptasi rules atas hati nurani yang menyuarakankebenaran.Hukum progresif yang bertumpu padarules and behavior, menempatkan manusiauntuk tidak terbelenggu oleh tali kekang rulessecara absolute. Itulah sebabnya ketika terjadiperubahan dalam masyarakat, ketika tesk-teks<strong>hukum</strong> mengalami keterlambatan atas nilainilaiyang berkembang di masyarakat, penegak<strong>hukum</strong> tidak boleh hanya membiarkan diriterbelenggu oleh tali kekang rules yang sudahtidak relevan tersebut, tetapi harus melihatkeluar (outward), melihat konteks sosial yangsedang berubah tersebut dalam membuatkeputusan-keputusan <strong>hukum</strong>.Hukum progresif bertumpu pada manusiamembawa konsekuensi pentingnya kreativitas.Kreativitas dalam konteks <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>selain untuk mengatasi ketertinggalan <strong>hukum</strong>,mengatasi ketimpangan <strong>hukum</strong>, juga dimaksudkanuntuk membuat terobosan-terobosan<strong>hukum</strong>. Terobosan-terobosan <strong>hukum</strong> inilah yangdapat diharapkan dapat mewujudkan tujuankemanusiaan melalui bekerjanya <strong>hukum</strong>, untukmembuat kebahagian manusia. Kreativitas7Satjipto Rahardjo, “Hukum Progresif: Hukum yangMembebaskan” , dalam Jurnal Hukum Progresif, Volume1/ No. 1/April 2005, Program Doktor Ilmu Hukum Undip,hlm. 5.penegak <strong>hukum</strong> dalam memaknai <strong>hukum</strong> tidakakan berhenti pada mengeja undang-undang,tetapi menggunakannya secara sadar untukmencapai tujuan kemanusiaan. Menggunakan<strong>hukum</strong> secara sadar sebagai sarana pencapaiantujuan kemanusiaan berarti harus peka danresponsif terhadap tuntutan sosial. 8 Pandangan<strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif diuraiakan dalambagan sebagai berikut. Bagan Deskripsi tentangpandangan <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif dalam<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> terlihat di bawah ini. 9Bertolak dari pandangan <strong>pendekatan</strong><strong>hukum</strong> progresif sebagaimana dipaparkan diatas, maka dicoba untuk mengimplementasikandalam kerangka pikir <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> sistem<strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>.a. Asumsi dalam <strong>penegakan</strong> sistem <strong>peradilan</strong><strong>pidana</strong> (SPP) <strong>anak</strong>. Penegakan <strong>hukum</strong> <strong>peradilan</strong><strong>pidana</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> berpandanganbahwa <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> adalah menekankan untuk kepentingan<strong>anak</strong>, bukan semata-mata untuk kepentingan<strong>hukum</strong> <strong>peradilan</strong> <strong>anak</strong>. Peraturan perundang-undangansistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong>, bukan sebagai <strong>hukum</strong> yang mutlak danfinal, tetapi selalu dalam proses menjadi(law as a process, law in the making).b. Tujuan <strong>penegakan</strong> sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong>Penegakan <strong>hukum</strong> sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> <strong>dengan</strong> <strong>pendekatan</strong> progresif bertujuanuntuk kesejahteraan dan kebahagiaan <strong>anak</strong>.c. Spirit dalam <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong>Penegakan <strong>hukum</strong> SPP <strong>anak</strong> dilakukan<strong>dengan</strong> spirit atau semangat pembebasanterhadap tipe, cara berpikir, asas dan teoriyang selama ini dipakai (mendominasi),dalam implementasi dan aplikasi UUPengadilan Anak selama ini.Dengan demikian di <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong>terdapat semangat untuk dapat melakukan89Ibid.Pembuatan Bagan ini, sebagaimana dibuat Yudi Kristiana,Lihat Yudi Kristiana, “Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan<strong>dengan</strong> Pendekatan Hukum Progresif (Studi Penyelidikan,Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi)”,dalam Jurnal Hukum Progresif, Volume 3 Nomor 1 /April2007, PDIH Undip, Semarang, hlm. 26.


32Tabel 1Pendekatan Progresif dalam Penegakan HukumNo. Identifikasi Pandangan <strong>pendekatan</strong> progresif dalam <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>1. Asumsi 1. Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk <strong>hukum</strong>;2. Hukum bukan institusi yang mutlak dan final tetapi selalu dalam prosesmenjadi (law as a process, law in the making)2. Tujuan Penegakan <strong>hukum</strong> untuk Kesejahteraan dan kebahagiaan manusia3. Spirit 1. pembebasan terhadap tipe, cara berpikir, asas dan teori yang selamaini dipakai dalam <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>;2. pembebasan terhadap kultur <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> (administration ofjustice) yang berkuasa dan dirasa menghambat <strong>hukum</strong> dalammenyelasaikan persoalan.4. Progresivitas 1. <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaanmanusia dan oleh karenanya memandang <strong>hukum</strong> selalu dalam prosesuntuk menjadi (law in the making);2. peka terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat baik local,nasional dan global;3. menolak status-quo m<strong>anak</strong>ala menimbulkan dekadensi, suasana korp.dan sangat merugikan kepentingan rakyat, sehingga menimbulkanperlawanan dan pemberontakan yang berujung pada penafsiranprogresif terhadap <strong>hukum</strong>.5. Karakter 1. <strong>hukum</strong> progresif berusaha mengalihkan titik berat kajian yang semulamenggunakan optik <strong>hukum</strong> menuju ke perilaku;2. <strong>hukum</strong> progresif secara sadar menempatkan kehadirannya dalamhubungan erat <strong>dengan</strong> manusia dan masyarakat, (<strong>hukum</strong> responsif);3. <strong>hukum</strong> tidak dipandang dari kacamata <strong>hukum</strong> itu sendiri melainkandilihat dan dinilai dari tujuan social yang ingin dicapai dan akibat yangtimbal dari bekerjanya <strong>hukum</strong> (<strong>hukum</strong> progresif berbagi paham <strong>dengan</strong>legal realism dan sociological jurisprudente);4. <strong>hukum</strong> progresif memiliki kedekatan <strong>dengan</strong> teori <strong>hukum</strong> alam karenapeduli terhadap hal-hal yang meta-juridical, dan memiliki kedekatan<strong>dengan</strong> critical legal studies namun cakupannya lebih luas.kreatifitas atau pembebasan terhadap kultur<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> (administration ofjustice) dalam menyelesaikan perkara <strong>anak</strong><strong>dengan</strong> titik tolak pada tujuan kesejahteraandan kebahagiaan <strong>anak</strong>.d. Progresivitas dalam <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong>Progresivitas <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong> dalambentuk memandang perundang-undanganSPP <strong>anak</strong> selalu dalam proses untuk menjadi(law in the making), untuk menujupada tujuan untuk kesejahteraan dankebahagiaan manusia/<strong>anak</strong>. Progresivitas<strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong> dilakukan karena didalam proses <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> harus pekaterhadap perkembangan dan perubahanyang terjadi di masyarakat baik local,nasional dan global tentang isu perlindungan<strong>anak</strong>.Progresivitas <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong> ditunjukkanpula <strong>dengan</strong> menolak status-quom<strong>anak</strong>ala menimbulkan kerugian bagi <strong>anak</strong>dan sangat merugikan kepentingan <strong>anak</strong>nakal.e. Karakter <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong>Karakter <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong> berusahamengalihkan titik berat kajian yang semulamenggunakan optik <strong>hukum</strong> menuju keperilaku. Oleh karena itu dalam <strong>penegakan</strong>SPP <strong>anak</strong> menitik beratkan pada tindakantindakanpenegak <strong>hukum</strong> lebih menitik beratkanpada tujuan menuju pada kepentinganper-lindungan <strong>anak</strong>.Karakter <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> progresif menyadarimenempatkan kehadirannya dalamhubungan erat <strong>dengan</strong> manusia dan masyarakat.Oleh karena itu penegak <strong>hukum</strong> ke-


Penegakan Peradilan Pidana Anak <strong>dengan</strong> Pendekatan Hukum Progresif 33Dalam Rangka Perlindungan Anaktika mengimpelemetasikan SPP <strong>anak</strong> tidakdapat dilepaskan (merespon) untuk kepentinganatau kebutuhan-kebutuhan <strong>anak</strong>.Karakter <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> progresif memandang<strong>hukum</strong> tidak dipandang darikacamata <strong>hukum</strong> itu sendiri melainkandilihat dan dinilai dari tujuan sosial yangingin dicapai dan akibat yang timbal daribekerjanya <strong>hukum</strong>. Oleh karena itu <strong>dengan</strong><strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif, dalam <strong>penegakan</strong>SPP <strong>anak</strong> akan selalu memperhatikantujuan SPP <strong>anak</strong>.Hukum progresif berbagi paham <strong>dengan</strong>legal realism karena <strong>hukum</strong> tidak dipandangdari kacamata <strong>hukum</strong> itu sendirimelainkan dilihat dan dinilai dari tujuansocial yang ingin dicapai dan akibat yangtimbal dari bekerjanya <strong>hukum</strong>. Oleh karenaitu dalam menerapkan SPP Anak, penegak<strong>hukum</strong> melihat tujuan yang ingin dicapaidalam SPP Anak tersebut.2. Dasar Pembenaran aplikasi <strong>pendekatan</strong>progresif dalam <strong>penegakan</strong> SPP Anak diIndonesiaDasar pembenaran landasan <strong>pendekatan</strong><strong>hukum</strong> progresif didalam <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong>,diketahui pada tujuan sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> di Indonesia, yaitu menjamin terpenuhinyahak-hak <strong>anak</strong>, memberikan pengayoman,dan memberikan perlindungan <strong>hukum</strong> kepada<strong>anak</strong>, baik yang mempunyai sikap perilakumenyimpang maupun yang melakukan perbuatanmelanggar <strong>hukum</strong>, agar mereka dapattumbuh dan berkembang, dan berpartisipasisecara optimal, sesuai <strong>dengan</strong> harkat danmartabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungandemi terwujudnya <strong>anak</strong> yang verkualitas,berakhlak mulia, dan sejahtera.Landasan pelaksanaan sistem <strong>peradilan</strong><strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> di Indonesia memperhatikan danberdasar ketentuan-ketentuan:a. UU Kesejahteraan Anak ( UU No. 4/1979);b. KUHAP ( UU No. 8/1981);c. UU Hak Asasi Manusia ( UU No. 39/1999);d. UU Pemasyarakatan ( UU No 12/1995);e. UU Pengadilan Anak ( UU No. 3/1997);f. UU Perlindungan Anak ( UU No. 23/2002);g. UU Kepolisian Negara Republik Indonesia(UU No. 2/2002)h. Konvensi Hak-Hak Anak (Kepres No. 36/1990).3. Aplikasi <strong>pendekatan</strong> progresif dalam proses<strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> di Indonesiaa. Aplikasi <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif dalampenentuan penahanan terhadap AnakNakalPenyidikan merupakan langkah awalpenegak <strong>hukum</strong> dalam melaks<strong>anak</strong>an sistem<strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>. Penyidikan <strong>anak</strong>dan penuntutan <strong>anak</strong> dilakukan oleh pihakkepolisian dan penuntut umum yang ditunjuk secara khusus. Penunjukkan secarakhusus ini, sebagaimana diatur dalam UUPengadilan Anak, bahwa penyidik <strong>anak</strong> harusmemenuhi syarat-syarat yaitu: 1) telahberpengalaman sebagai penyidik atau penuntutumum dewasa; 2) mempunyai minat,perhatian, dedikasi dan memahamimasalah <strong>anak</strong>, sebagaimana ditentukandalam Pasal 41 (2), Pasal 53 (2) UUPengadilan Anak.Dengan melihat syarat-syarat penyidik<strong>anak</strong> ini, maka dapat ditebak bahwa penyidikanterhadap <strong>anak</strong> harus memperhatikanperlindungan <strong>anak</strong> yang bersangkutan,atau dikatakan lebih menekankanpada kebutuhan perlindungan <strong>anak</strong> daripada kepentingan masyarakat secara luas.Hal ini mestinya akan mempengaruhi pihakpenyidik, bahwa di dalam penyidikan danpenuntutan selalu menekankan pada kepentinganperlindungan <strong>anak</strong>.Untuk mewujudkan kesejahteraan danperlindungan <strong>anak</strong>, maka perlu diadili olehsuatu badan <strong>peradilan</strong> yang menyelenggarakan<strong>peradilan</strong> yang dilakukan secarakhusus. Segala aktivitas yang dilakukandalam rangka <strong>peradilan</strong> <strong>anak</strong> ini, baik ituyang dilakukan oleh kepolisian, jaksa penuntutumum atau pengadilan, harusberdasarkan prinsip demi perlindungan dankesejahteraan <strong>anak</strong>. Oleh karena itu sangatwajar dalam penyidikan <strong>anak</strong> dihindarkanatau tidak boleh dilakukan <strong>dengan</strong> per-


36 Jurnal Dinamika HukumVol. 9 No. 1 Januari 2009terhadap <strong>anak</strong> yang sedang dilakukanpemeriksaan tahap pengadilan negericenderung dilakukan penahanan.5) Penumpukan status penahanan padatahap pemeriksaan pengadilan,menandakan bahwa penahanan lebihditekankan pada tujuan yang berkaitan<strong>dengan</strong> kepentingan pemeriksaan,tidak pada kepentingan perlindungandan kesejahteraan <strong>anak</strong>.Bertolak dari kenyataan tentang pelaksanaanpenahanan ini, kiranya kehendakUU Pengadilan Anak, bahwa penahanan<strong>anak</strong> dilakukan setelah sungguh-sungguhmempertimbangkan kepentingan <strong>anak</strong>,ibarat panggang jauh dari api. Kehedakmelindungi <strong>anak</strong> sebagaimana ditentukandalam Pasal 45 (1) UU Pengadilan Anakbahwa ”Penahanan dilakukan <strong>dengan</strong> sungguh-sungguhmempertimbangkan kepentingan<strong>anak</strong> dan atau kepentingan masyarakat”,dan kehendak Pasal 16 (3) UUPerlindungan Anak, dan UU Hak Asasi Manusia(UU No. 39 tahun 1999) yaitu ”Penangkapan,Penahanan atau <strong>pidana</strong> penjara<strong>anak</strong> hanya dilakukan apabila sesuai<strong>dengan</strong> yang berlaku dan hanya dapatdilakukan sebagai upaya terakhir. (garisbawah dari pen.). Demikian pula dalamKeputusan Presiden No. 36 tshun 1990 tentangpengesahan Konvensi Hak-hak Anak diIndonesia, telah ditegaskan bahwa Penangkapan,penahanan atau pemenjaraan terhadap<strong>anak</strong>, akan dilakukan sesuai <strong>hukum</strong>dan diterapkan hanya sebagai langkahterakhir dan untuk masa paling singkat yangdimungkinkan. Kehendak-kehendak tersebutdi dalam prakteknya masih belumdapat dilaks<strong>anak</strong>an. Kiranya kehendak <strong>penegakan</strong>secara progresif dalam pelaksanaan<strong>hukum</strong> <strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>, masih memerlukanperjuangan yang panjang. Disinyalir bahwapenumpukan status tahanan seringkaliberkaitan <strong>dengan</strong> praktek jual beli perkarayang terjadi tidak hanya di ruang pengadilan,tetapi juga setelah sidang pengadilanberakhir. 13Penegak <strong>hukum</strong> sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> di Indonesia, menurut penulismasih sangat berkutat pada penonjolanpenggunaan kewenangan penahanan sebagaimanaditentukan dalam Pasal 44 ayat(1) UUPA, yaitu untuk kepentingan penyidikan,Penyidik berwenang melakukanpenahanan terhadap <strong>anak</strong> yang didugakeras melakukan tindak <strong>pidana</strong> berdasarkanbukti permulaan yang cukup. Dasar ketentuanini yang menjadi dasar pijakanpelaksanaan penahanan terhadap <strong>anak</strong>.Namun demikian mestinya dalam penerapanketentuan pasal ini, harus melihathal-hal yang perlu diperhatikan, misalnyapenahanan dilakukan sebagai upaya yangterakhir sebagaimana ditentukan dalam UUHAM dan UUPA.b. Aplikasi <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresifdalam penentuan putusan hakim terhadap<strong>anak</strong>Aplikasi <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresifdalam tahap pemeriksaan pengadilan <strong>anak</strong>,diwujudkan dalam putusan hakim <strong>anak</strong> yangdapat mencerminkan perlindungan <strong>anak</strong>.Oleh karena itu untuk mengecek sejauhmana putusan hakim <strong>anak</strong> dapat mencerminkan<strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif ini,<strong>dengan</strong> melihat bentuk-bentuk putusanyang dijatuhkan pada <strong>anak</strong>. Secara yuridis,ketentuan dalam UU No. 3 tahun 1997tentang Pengadilan Anak telah menentukantentang sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkanpada <strong>anak</strong>, yaitu berupa Pidana atauTindakan. Pidana terdiri dari <strong>pidana</strong> pokokdan <strong>pidana</strong> tambahan. Pidana pokoksebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 (2)UUPengadilan Anak, yang dapat dijatuhkanpada <strong>anak</strong>, yaitu: 1) <strong>pidana</strong> penjara; 2)<strong>pidana</strong> kurungan; 3) <strong>pidana</strong> denda; dan 4)<strong>pidana</strong> pengawasan. Sedangkan <strong>pidana</strong>tambahan yang dapat dijatuhkan pada<strong>anak</strong> nakal berupa perampasan barang–13 Herlina, Op.Cit. hlm. 32.


Penegakan Peradilan Pidana Anak <strong>dengan</strong> Pendekatan Hukum Progresif 37Dalam Rangka Perlindungan Anakbarang tertentu dan atau pembayaran gantirugi. Kewajiban Pembayaran ganti rugi inimerupakan tanggung jawab orang tua atauorang lain yang menjalankan kekuasaanorang tua (lihat UU No. 3 tahun 1997 Pasal23 ayat (3) dan Penjelasannya). SanksiTindakan yang dapat dijatuhkan terhadap<strong>anak</strong> dapat berupa:1) mengembalikan kepada orang tua, waliatau orang tua asuh.2) menyerahkan kepada negara untuk mengikutipendidikan, pembinaan, danlatihan kerja, atau menyerahkan kepadadepartemen sosial atau organisasi sosialkemasyarakatan yang bergerak di bidangpendidikan, pembinaan dan latihankerja.Tabel 3Jenis Putusan Pada Peradilan AnakNo. Jenis Putusan Jmlh %1 Pidana bersyarat 42 7,42 Pidana Penjara, 523 92,4Kurungan, dan <strong>pidana</strong>pendidikan paksasebagai Anak Negara3 Kembali ke Orang Tua 1 0,2Jumlah 566 100Di dalam praktek <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> ini, penjatuhan sanksi tindakanterhadap <strong>anak</strong> nakal sangat sedikit sekalidibandingkan <strong>dengan</strong> penjatuhan sanksi<strong>pidana</strong> penjara atau sanksi <strong>pidana</strong> kurunganataupun sanksi lainnya. Hal ini dapat dilihatdalam data Statistik Nasional tentang jumlahnara<strong>pidana</strong> <strong>anak</strong> dan jenis penjatuhan<strong>pidana</strong>nya. Kondisi jumlah nara<strong>pidana</strong> <strong>anak</strong>dan jenis penjatuhan <strong>pidana</strong>nya disajikandalam tabel sebagai berikut. 14No.Penulis melakukan penelitian di wilayah<strong>hukum</strong> Balai Pemasyarakatan Purwokerto,15 dapat diketahui bahwa pada tingkatanlokal pun, kecenderungan hakimmenjatuhkan <strong>pidana</strong> penjara/kurunganpada <strong>anak</strong> nakal masih sangat menonjol.Tabel di bawah ini dapat menunjukkanmasih ada kecenderungan hakim menjatuhkan<strong>pidana</strong> penjara bagi <strong>anak</strong> di lokasiwilayah <strong>hukum</strong> Balai Pemasyarakatan Purwokerto16 Tabel 4Jenis Sanksi Terhadap AnakJenis sanksi yangdijatuhkanUmur <strong>anak</strong> (th)< 16 16 – 201 Mati/ seumur hidup 0 32 Penjara 1108 133493 Kurungan 14 1284 Pidana bersyarat/percobaan 148 7885 Denda 6 1076 Dikembalikan pada OrangTua57 97 Diserahkan pada pemerintah 12 5Jumlah 1245 14389Hakim-hakim Pengadilan Negeri di wilayahBapas Purwokerto mengatakan, bahwadalam menjatuhkan sanksi <strong>pidana</strong>khususnya <strong>pidana</strong> penjara pada umumnya<strong>dengan</strong> pertimbangan-pertimbangan sebagaiberikut. 171) Anak sudah berumur lebih dari 12 tahun;2) Terdakwa <strong>anak</strong> juga sudah berulang kalimelakukan tindak <strong>pidana</strong> dan penjatuhansanksi <strong>pidana</strong> penjara <strong>dengan</strong> tujuanuntuk memberikan efek jera pada terdakwa<strong>anak</strong>, sehingga terdakwa <strong>anak</strong>dapat memperbaiki tingkah lakunya dikemudian hari disamping itu terdakwa<strong>anak</strong> akan mendapatkan pembinaan diLembaga Pemasyarakatan <strong>anak</strong> untuk14 Data ini diambil dari Biro Pusat Statistik Kriminal tahun1996, namun begitu pemaparan ini untuk sebagai buktibahwa ada kecenderungan hakim menjatuhkan <strong>pidana</strong>penjara bagi <strong>anak</strong> nakal, dan kecenderungan ini sampaitahun 2007 masih demikian. Lihat Apong Helina dkk.2004, Perlindungan terhadap Anak yang Berhadapan<strong>dengan</strong> Hukum Manual Pelatihan untuk Polisi, Unicef -Polri, Jakarta, hlm.69.15 Wilayah kerja Balai Pemasyarakatan Purwokertomeliputi Kabupaten Banyumas, Purwokerto,Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen dan KabupatenCilacap.16 Data ini diolah dari dokumen yang terdapat di BAPASPurwokerto, dari tahun 2000 sampai <strong>dengan</strong> bulanAgustus 2007.17 Pengamatan terhadap putusan-putusan hakim dilokasipenelitian.


38 Jurnal Dinamika HukumVol. 9 No. 1 Januari 2009memperbaiki tingkah laku <strong>anak</strong> tersebut.3) Anak telah dilakukan penahanan dan penahanantersebut dilanjutkan pada waktuperkara dilimpahkan ke Kejaksaan,begitu juga pada waktu perkara dilimpahkanke Pengadilan, hakim yang menyidangkanperkara tersebut juga melakukan penahanan, sehingga di jatuhkansanksi <strong>pidana</strong> khususnya <strong>pidana</strong>penjara,4) Sanksi tindakan menurut hakim, belumjelas aturannya, siapa yang mengawasidan bagaimana pelaksanaannya.5) apabila <strong>anak</strong> tersebut memang betulbetulmempunyai sifat nakal, dan kriminalserta sudah berulang kali melakukanperbuatan <strong>pidana</strong>, maka <strong>anak</strong> tersebuttidak perlu dijatuhi sanksi tindakannamun yang tepat adalah sanksi <strong>pidana</strong>khususnya <strong>pidana</strong> penjara,6) karena jenis tindak <strong>pidana</strong>nya termasuktindak <strong>pidana</strong> yang ancaman <strong>hukum</strong>annyalebih dari 5 tahun.Mencermati berbagai alasan hakim didalam menjatuhkan <strong>pidana</strong> penjara bagi <strong>anak</strong>,tampak bahwa alasan-alasan yang digunakanadalah mengarah pada semata-mata melihatadanya perbuatan yang dilarang dilakukanoleh <strong>anak</strong>-<strong>anak</strong> dan telah dilakukan penahananterhadap <strong>anak</strong> nakal tersebut. Sedangkanpertimbangan kepentingan perlindungan <strong>anak</strong>nakal tersebut belum menjadi menjadi pertimbangan.Hal inilah yang menjadi alasanalasanhakim cenderung menjatukan <strong>pidana</strong>penjara bagi <strong>anak</strong> nakal.Mencermati jenis putusan dan pertimbanganhakim di dalam menjatuhkan putusankepada <strong>anak</strong> nakal dalam praktek, dikaitkan<strong>dengan</strong> titik tolak pandangan <strong>pendekatan</strong><strong>hukum</strong> progresif, maka dapat dinyatakansebagai berikut:1) Asumsi dalam <strong>penegakan</strong> sistem <strong>peradilan</strong><strong>pidana</strong> (SPP) <strong>anak</strong> saat ini, belum menekankanuntuk kepentingan <strong>anak</strong>.2) Tujuan <strong>penegakan</strong> sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> saat ini, tidak menekan pada bertujuanuntuk kesejahteraan dan kebahagiaan<strong>anak</strong>.3) Spirit dalam <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong> belumterdapat semangat untuk dapat melakukankreatifitas atau pembebasan terhadap kultur<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> (administration ofjustice) dalam menyelesaikan perkara <strong>anak</strong><strong>dengan</strong> titik tolak pada tujuan kesejahteraandan kebahagiaan <strong>anak</strong>.4) Progresivitas dalam <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong>saat ini, belum peka terhadap perkembangandan perubahan yang terjadi dimasyarakat baik lokal, nasional dan globaltentang isu perlindungan <strong>anak</strong>.5) Karakter <strong>penegakan</strong> SPP <strong>anak</strong> masih memandang<strong>hukum</strong> dari kacamata <strong>hukum</strong> itusendiri (positivistik), dan belum melihatdan menilai tujuan sosial yang ingindicapai dan akibat yang timbal daribekerjanya <strong>hukum</strong>.C. Penutup1. Penegakan <strong>hukum</strong> sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> <strong>dengan</strong> <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresifberarti <strong>penegakan</strong> sistem <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> yang menonjolkan pada tujuan kesejahteraan<strong>anak</strong>;2. Dasar pembenaran <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> progresifdalam SPP Anak di Indonesia, berdasarkanketentuan tentang tujuan SPP<strong>anak</strong> dan <strong>dengan</strong> adanya ketentuan bahwa”Penahanan dilakukan <strong>dengan</strong> sungguhsungguhmempertimbangkan kepentingan<strong>anak</strong> dan atau kepentingan masyarakat”,serta ketentuan bahwa ”Penangkapan, Penahananatau <strong>pidana</strong> penjara <strong>anak</strong> hanyadilakukan apabila sesuai <strong>dengan</strong> yangberlaku dan hanya dapat dilakukan sebagaiupaya terakhir”.3. Aplikasi <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>peradilan</strong> <strong>pidana</strong><strong>anak</strong> di Indonesia pada umumnya masihjauh dari kehendak <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong><strong>dengan</strong> <strong>pendekatan</strong> <strong>hukum</strong> progresif, dimana hal ini diketahui <strong>dengan</strong> dominasipenjatuan <strong>pidana</strong> penjara / kurungan pada<strong>anak</strong>, karena penegak <strong>hukum</strong> masih menitikberatkan atau melihat perbuatan jahatyang dilakukan <strong>anak</strong> semata, sehingga pada


Penegakan Peradilan Pidana Anak <strong>dengan</strong> Pendekatan Hukum Progresif 39Dalam Rangka Perlindungan Anak<strong>anak</strong> tidak dijatuhkan sanksi tindakan pada<strong>anak</strong>.Daftar Pustaka:Cord, Joan Mc., & Cathy Spatz Widom, NancyA. Crowell, eds. 2001. Juvenile Crime,Juvenile Justice. Panel on Juvenile Crime:Prevention, Treatment, and Control.Washington DC: National AcademyPress;Filler, Ewald (Editor). 1995. Children AndJuvenile In Detention: Aplication OfHuman Right Standards, Vienna,Austrian;Hadisuprapto, Paulus. 2003. Pemberian MaluReintegratif sebagai Sarana NonpenalPenanggulangan Perilaku DelinkuenAnak (Studi kasus di Semarang danSurakarta). Disertasi. Semarang: ProgramDoktor Ilmu Hukum UniversitasDiponegoro;Herlina, Apong, dkk. 2004. Perlindunganterhadap Anak yang berhadapan <strong>dengan</strong><strong>hukum</strong> Manual Pelatihan untuk POLISI.Jakarta: POLRI – Unicef;Kristiana, Yudi. “Rekonstruksi BirokrasiKejaksaan <strong>dengan</strong> Pendekatan HukumProgresif (Studi Penyelidikan, Penyidikandan Penuntutan Tindak PidanaKorupsi)”. dalam Jurnal HukumProgresif, Volume 3 Nomor 1 /April2007, PDIH Universitas Diponegoro,Semarang;Nawawi Arief, Barda. 2007. Kapita SelektaHukum Pidana Tentang SistemPeradilan Terpadu (Integrated CriminalJustice System). Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro;----------. 2007. Masalah Penegakan Hukum danKebijakan Hukum Pidana dalamPenanggulangan Kejahatan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group;Rahardjo, Satjipto. “Hukum Progresif: Hukumyang Membebaskan”. dalam JurnalHukum Progresif, Volume 1/ No. 1/April2005, Program Doktor Ilmu HukumUniversitas Diponegoro, Semarang;Soetodjo, Wigati. 2006. Hukum Pidana Anak,Bandung: PT Refika Aditama;Sudarto. 1980. Kapita Selekta Hukum Pidana.Bandung: Alumni.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!