11.03.2021 Views

Ina Lou (Dear Mother Earth)

Maria Madeira's exhibition catalogue for her September 2014 show at the Cipta Gallery in Jakarta.

Maria Madeira's exhibition catalogue for her September 2014 show at the Cipta Gallery in Jakarta.

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

MEMINJAM INGATAN

DARI TIMUR

Saya boleh jadi bertanya-tanya dalam hati,

seperti apa bentuk seni rupa kontemporer dari

Timor Leste? Sebagai warganegara Indonesia,

harus diakui tidak banyak yang saya tahu tentang

situasi seni kontemporer di Negara yang status

kedaulatannya baru diakui pada 20 Mei 2002

tersebut. Apa yang akan dibicarakan oleh Maria

Madeira lewat karya-karyanya serta bagaimana

konteks karyanya dapat diapreasiasi oleh publik

-di Jakarta?

Ketika pertama kali melihat secara sekilas karyakarya

yang ditawarkan Maria untuk dipamerkan

dalam Ina Lou (Ibu Pertiwi) ada beberapa kesan

yang saya tangkap di dalamnya. Pertama dan

yang menurut saya yang paling kuat adalah kesan

tentang ingatan. Kedua adalah kesan feminism,

yang dapat dipahami secara jelas melalui tajuk

pameran yang dalam Bahasa Indonesia secara

harfiah dapat diartikan sebagai Ibu Pertiwi. Kesan

ketiga adalah kritiknya atas kehidupan sosial

politik yang coba ia letakkan sebagai penguat

perspektif ideologis kekaryaannya. Pada seluruh

karyanya, baik lukisan maupun instalasi berdasar

pada ketiga persoalan tersebut.

Sejarah atau ingatan personal menjadi suatu

hal yang amat penting untuk dibaca dalam

proses pameran Maria Madeira, karena hal

tersebut merupakan sumber daya kreatif bagi

karya-karyanya. Secara pribadi saya lebih suka

menyebutnya dengan ‘meminjam ingatan’. Maria

di satu sisi menjadi penyaji cerita atas kenangankenangannya

terhadap bumi pertiwi Timor

untuk mereka yang belum mengenalnya, di sisi

yang lain ia menjadi pembaca atau pendengar

atas perkembangan sejarah budaya Timor. Yang

menjadikan persoalan ini menarik adalah, sejarah

yang diceritakan oleh Maria merupakan produk

budaya kolonialisme yang masih dapat kita

temui pada masa kini. Itu sebabnya, meskipun ia

banyak menggunakan perlambang-perlambang

tradisional, konteks yang disampaikan masih

bersifat global.

Maria Madeira, sejatinya adalah seorang yang

mengalami eksodus. Setahun setelah militer

Indonesia melakukan aneksasi atas Timor Leste

(kemudian menjadi Provinsi Timor Timur),

ia diungsikan oleh Pasukan Udara Portugis,

sebelum akhirnya bermigrasi ke Australia

bersama keluarganya pada 1983. Latar belakang

itu tampaknya membekas begitu kuat di dalam

dirinya, sehingga kerinduannya menjejak

pada seluruh karya yang ia tampilkan dalam

pameran ini. Maria mencoba untuk menampilkan

kembali ingatan-ingatan tentang Timor dalam

karyanya melalui penggunaan sumber alam serta

motif tradisional Timor. Sempat mengenyam

pendidikan seni dengan gaya Barat di Australia,

memberi pengaruh yang kuat bagi Maria dalam

menginterpretasi ulang bentuk-bentuk budaya

Timor. Baginya, penggunaan bahan-bahan

alam ini bukan hanya sekedar penambah unsur

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!