kerbau sumbawa: sebagai konverter sejati pakan berserat
kerbau sumbawa: sebagai konverter sejati pakan berserat
kerbau sumbawa: sebagai konverter sejati pakan berserat
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
240<br />
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi<br />
KERBAU SUMBAWA:<br />
SEBAGAI KONVERTER SEJATI PAKAN BERSERAT<br />
SUDIRMAN 1 dan IMRAN 2<br />
1 Dosen Jurusan INMT Fakultas Peternakan Uiversitas Mataram, Kandidat Doktor UGM,<br />
2 Ketua Laboratorium Hijauan dan Manajemen Padang Pengembalaan Jurusan INMT Fakultas Peternakan<br />
Uiversitas Mataram<br />
Jl. Majapahit No. 62 Mataram 83125 Nusa Tenggara Barat<br />
ABSTRAK<br />
Evaluasi dua jenis ransum campuran 40% jerami padi + 60% konsentrat dan 55% hijauan jagung + 45%<br />
secara bertahap telah dicoba pada sapi dan <strong>kerbau</strong> betina dewasa berfistula rumen. Nilai cerna bahan kering<br />
dan bahan organik secara in vivo dan in vitro. Parameter kinetik rumen diamati selama 24 jam dan<br />
membandingkan kondisi biologis cairan rumennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jerami padi atau<br />
jerami jagung <strong>sebagai</strong> <strong>pakan</strong> <strong>berserat</strong> dapat menjadi <strong>pakan</strong> basal ternak <strong>kerbau</strong> Sumbawa untuk penelitian<br />
dalam rangka menelusuri keberadaannya <strong>sebagai</strong> pilar utama penunjang pembangunan peternakan. Hal ini<br />
disebabkan karena konsumsi dan kecernaan bahan kering maupun bahan organik (in vivo, in vitro), kadar<br />
amoniak dan tingkat keasaman cairan rumen sapi maupun <strong>kerbau</strong> relative sama.<br />
Kata kunci: Kerbau, sapi, <strong>pakan</strong> <strong>berserat</strong>, in vivo, in vitro<br />
LATAR BELAKANG<br />
Sejarah mencatat bahwa keberadaan<br />
ternak <strong>kerbau</strong> di Sumbawa telah<br />
memberikan andil besar dalam kehidupan<br />
masyarakat Sabalong Sama Lewa menjadi<br />
sosok manusia yang dipanuti dan<br />
berkarisma. Kerbau identik sebuah simbol<br />
atau indikator kekayaan dari sebuah rumah<br />
tangga setelah kepemilikan tanah/lahan<br />
pertanian. Tidak sedikit orang yang<br />
menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu<br />
hingga ke jenjang pendidikan tinggi berkat<br />
jasa <strong>kerbau</strong>. Apabila manajemen<br />
pemeliharaan yang selama ini hanya dilepas<br />
dalam padang pengembalaan dengan<br />
ketersediaan <strong>pakan</strong> alami ditingkatkan<br />
menjadi semi-intensif (suplementasi<br />
konsentrat), dipastikan calving interval bisa<br />
lebih singkat. Sering tidak tampak tandatanda<br />
birahinya, bukan alasan yang tepat<br />
untuk tidak dijadikan <strong>kerbau</strong> <strong>sebagai</strong> pilar<br />
utama penunjang pembangunan peternakan<br />
di Tana’ Samawa. Kenyataannya, populasi<br />
<strong>kerbau</strong> dapat bertahan walaupun dilepas di<br />
dalam padang penggembalaan (lar) secara<br />
tradisonal. Kemampuannya mengkonversi<br />
<strong>pakan</strong> <strong>berserat</strong>/limbah pertanian (jerami<br />
padi, jerami jagung) yang berlimpah-ruah di<br />
wilayah ini, lebih baik dibandingkan sapi<br />
karena tingginya populasi mikrobia rumennya<br />
(WANAPAT, 2001).<br />
In vivo meru<strong>pakan</strong> metode konvensional<br />
yang sudah lama diterapkan untuk mengevaluasi<br />
kecernaan <strong>pakan</strong> (SCHNEIDER dan FLATT, 1975;<br />
LÓPEZ, 2005). Walaupun hasilnya valid, uji nilai<br />
<strong>pakan</strong> dengan metode in vivo ini masih memiliki<br />
keterbatasan bila diterapkan secara rutin, antara<br />
lain tingginya biaya operasional (membutuhkan<br />
banyak ternak, tenaga, fasilitas, <strong>pakan</strong>, waktu)<br />
dan sulit diaplikasikan ketika ketersediaan<br />
bahan <strong>pakan</strong> yang akan diuji terbatas jumlahnya<br />
(EL-MEADAWAY et al., 1988; BAAN et al.,<br />
2004). Untuk mengatasi masalah tersebut, telah<br />
dikembangkan metode in vitro (TILLEY dan<br />
TERRY, 1963; ORSKOV et al., 1980; LÓPEZ,<br />
2005). Metode evaluasi kecernaan <strong>pakan</strong> secara<br />
in vitro telah berkembang dengan cepat dan<br />
digunakan secara rutin karena membutuhkan<br />
relatif sedikit jumlah sampel bahan <strong>pakan</strong> yang<br />
akan diuji. Selain itu, dapat mengestimasi<br />
kecernaan beberapa jenis bahan <strong>pakan</strong> dalam<br />
satu kali proses analisis, hasilnya pun cukup<br />
akurat dan mempunyai korelasi positif dengan<br />
nilai kecernaan in vivo (HERVANDEZ, 1984;<br />
HVELPUND et al., 1999; BORBA et al., 2001;<br />
BLUMMELL et al 2003; MAHADEVAMMA et al.,<br />
2004).
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi<br />
Makalah ini mengetengahkan kemampuan<br />
Kerbau Sumbawa mencerna <strong>pakan</strong><br />
(jerami padi dan jerami jagung) secara in<br />
vivo dan in vitro.<br />
MATERI DAN METODE<br />
Sapi dan <strong>kerbau</strong> betina dewasa (rata-rata<br />
bobot badan 332 dan 321 kg), dipelihara di<br />
dalam kandang individual berlantai<br />
campuran pasir-semen selama 51 hari untuk<br />
dua macam ransum. Selama penelitian,<br />
disuguhkan ransum 3% bobot badan<br />
(KEARL, 1982) dan air minum secara ad<br />
libitum. Ransum (A) 40% jerami padi + 60%<br />
konsentrat dan (B) 55% hijauan jagung +<br />
45% konsentrat. Ransum diberikan berturutturut<br />
selama 17 hari (hijauan diberikan<br />
setelah konsentrat terkonsumsi). Konsumsi<br />
ransum diketahui berdasarkan hasil<br />
pengurangan antara yang diberikan dengan<br />
Tabel 1. Kandungan zat gizi bahan <strong>pakan</strong> (%, bahan kering)<br />
sisa selama 24 jam dengan lama koleksi 7 hari<br />
dan periode adaptasi 10 hari.<br />
Pakan dan feses yang dianalisis berasal dari<br />
kumpulan sampel yang dikoleksi setiap hari.<br />
Sampel yang terkumpul diambil 5% setelah<br />
diaduk dengan mixer, dikeringkan (oven 55 o C)<br />
selama 48 jam untuk mengetahui berat kering<br />
udara, kemudian digiling menggunakan<br />
saringan 1 mm (OLIVERA, 1998; CHICKWANDA<br />
dan MUTISI, 2001). Untuk mengetahui kadar<br />
bahan kering dan bahan organik, sampel<br />
dikeringkan (oven 105 o C selama 8 jam)<br />
kemudian dibakar (tanur 550 o C) selama 2 jam<br />
(BLUMMEL et al., 2003; THU, 2003). Kadar<br />
bahan kering sampel segar dapat dihitung<br />
berdasarkan prosedur HARRIS (1970) dengan<br />
berpatokan pada nilai berat kering udara dan<br />
bahan kering sampel. Analisis proksimat <strong>pakan</strong><br />
dan feses sesuai prosedur Nahm (1992)<br />
sedangkan NDF dan ADF berdasarkan prosedur<br />
VAN SOEST dan Robertson (1980).<br />
Pakan BK PK SK LK BETN ABU NDF ADF TDN<br />
Jerami padi 95,25 4,24 33,48 1,01 36,21 25,06 81,72 55,60 41,00<br />
Hijauan jagung 90,00 11,33 28,00 0,68 49,23 10,76 64,40 32,64 53,00<br />
Konsentrat 88,46 13,36 21,23 1,87 54,62 8,92 50,69 29,84 70,00<br />
Keterangan: Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta<br />
BK = bahan kering, PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar,<br />
BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, NDF = neutral detergent fiber, ADF = acid detergent fiber<br />
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum percobaan (%)<br />
Ransum PK SK LK BETN ABU NDF ADF TDN PK/TDN<br />
A 10,96 26,13 1,53 47,26 15,38 63,10 40,14 58,40* 0,19<br />
B 12,24 24,95 1,22 51,66 9,93 58,23 31,38 60,65** 0,20<br />
Keterangan: Dihitung berdasarkan Tabel 1<br />
Inokulum cairan rumen dikoleksi<br />
dengan aspirator melalui fistula rumen<br />
sebelum pemberian <strong>pakan</strong> pagi, ditampung<br />
di dalam termos yang telah diatur suhunya<br />
(38 o – 39 o C) dengan air hangat (EL-<br />
MEADAWAY et al., 1988; WANAPAT, 2001;<br />
THU, 2003). Koloni mikrobia dan aktivitas<br />
enzim caboxy methyl cellulase cairan<br />
rumen dan feses dianalisis menurut prosedur<br />
BACHRUDDIN (1994). Apabila kadar bahan<br />
kering isi rumen 10 – 15%, pH dan suhu (6<br />
– 6,8 dan 38 – 40 o C) telah konstan, dapat<br />
dimanfaatkan <strong>sebagai</strong> sumber inokulum.<br />
Inokulum cairan rumen yang telah disaring<br />
dengan empat lapis kain kasa dicampur dengan<br />
saliva buatan (1 : 4) dimanfaatkan untuk analisis<br />
kecernaan in vitro sesuai prosedur TILLEY dan<br />
TERRY (1963) selama 48 jam inkubasi.<br />
Parameter yang diukur meliputi konsumsi <strong>pakan</strong>,<br />
kecernaan bahan kering dan bahan organik <strong>pakan</strong><br />
secara in vivo dan in vitro, konsentrasi amonia<br />
dan pH, total koloni mikrobia dan aktivitas enzim<br />
CMC-ase cairan rumen.<br />
235
240<br />
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi<br />
Analisis variansi untuk mengetahui<br />
pengaruh spesies ternak dan jenis ransum<br />
terhadap variabel yang diamati diproses<br />
menggunakan komputer program Microsoft<br />
Excel® (Anova: Two-Factor with<br />
Replication).<br />
HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Kandungan nutrisi ransum percobaan<br />
(Tabel 2) sesuai kebutuhan ternak sapi dan<br />
<strong>kerbau</strong> betina dewasa (KEARL, 1982).<br />
Walaupun kandungan protein kasar sedikit<br />
bervariasi, namun rasio terhadap total<br />
nutrisi tercerna relatif sama (iso proteinenergy).<br />
Kandungan gizi bahan <strong>pakan</strong><br />
penyusun ransum dianalisis di laboratorium<br />
Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas<br />
Peternakan UGM, sedangkan kadar total<br />
nutrien tercerna (TDN) dikutip dari tabel<br />
NRC (1984) dan label NuTrifeed (BC-132).<br />
Tingginya kadar protein kasar, bahan<br />
ekstrak tanpa nitrogen dan total nutrien<br />
Tabel 3. Rata-rata konsumsi bahan kering dan bahan organik<br />
tercerna jerami jagung disebabkan karena<br />
dipanen pada umur muda (baby corn).<br />
Tabel 3 menunjukkan bahwa konsumsi <strong>pakan</strong><br />
ternak sapi dan <strong>kerbau</strong> baik berupa bahan kering<br />
maupun bahan organik tidak berbeda nyata<br />
diantara kedua jenis ransum walaupun jenis<br />
<strong>pakan</strong> basal berbeda. Kebutuhan bahan kering<br />
ternak ruminasia pada umumnya sekitar 2,5 – 4%<br />
bobot badan (KEARL, 1982; WANAPAT, 1989).<br />
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata<br />
konsumsi bahan kering berada pada kisaran<br />
standar dimaksud (2,46%). Tidak berbedanya<br />
tingkat konsumsi bahan kering sangat erat<br />
kaitannya dengan keseimbangan nutrien atau<br />
rasio protein terhadap energi (LÓPEZ, 2005)<br />
dalam kedua ransum percobaan (Tabel 2).<br />
Ruminansia akan maksimal konsumsi <strong>pakan</strong>nya<br />
bila kadar nitrogen di dalam rumen cukup atau<br />
setara dengan protein kasar ransum 7 – 12%<br />
(SATTER and ROFFLER, 1981; KEARL, 1982; NRC,<br />
1984; WANNAPAT, 1989; MINSON, 1990;<br />
ORSKOP, 1992; BERGER dan MERCHEN, 1995).<br />
Ternak Ransum A Ransum B Rata-rata<br />
Konsumsi bahan kering (kg/ekor/hari)<br />
Sapi 8,71 7,48 8,10 a<br />
Kerbau 7,98 7,89 7,94 a<br />
Rata-rata 8,35 a 7,68 a<br />
Sapi 7,31<br />
Konsumsi bahan organik (kg/ekor/hari)<br />
6,67 6,99 a<br />
Kerbau 6,67 7,03 6,85 a<br />
Rata-rata 6,99 a 6,85 a<br />
Sapi 2,53<br />
Konsumsi bahan kering (% BB/ekor/hari)<br />
2,13 2,33 a<br />
Kerbau 2,71 2,55 2,63 a<br />
Rata-rata 2,60 a 2,30 a<br />
Keterangan: Huruf yang sama pada nilai rata-rata dalam kolom dan baris yangsama, tidak berbeda nyata (P>0.05)<br />
Tingginya konsumsi bahan kering<br />
ransum dengan bahan <strong>pakan</strong> basal jerami<br />
terkait langsung dengan persentase kadar<br />
bahan kering (95,25 %), dan sebaliknya<br />
terhadap konsumsi bahan organik yang lebih<br />
rendah. Walaupun secara statistik tidak<br />
berbeda nyata (P > 0,05), ternak sapi<br />
mengkonsumsi bahan kering maupun<br />
bahan organik lebih tinggi dibandingkan ternak<br />
<strong>kerbau</strong> disebabkan karena bobot badan dan<br />
umurnya berbeda.<br />
Kecernaan bahan kering maupun bahan<br />
organik kedua jenis ransum (Tabel 4) ternyata<br />
berbanding terbalik dengan konsumsi, sesuai<br />
hasil penelitian kecernaan in vivo.
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi<br />
Tabel 4. Kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum percobaan<br />
Ternak Ransum A Ransum B Rata-rata<br />
Sapi 57,79<br />
Kecernaan in vivo bahan kering (%)<br />
66,90 62,35 a<br />
Kerbau 51,93 62,01 56,97 a<br />
Rata-rata 55,44 a 64,94 a<br />
Kecernaan in vivo bahan organik (%)<br />
Sapi 62,12 67,27 64,70 a<br />
Kerbau 56,46 62,10 59,28 a<br />
Rata-rata 59,85 a 65,20 a<br />
Kecernaan in vitro bahan kering pangola (%)<br />
Sapi 42,36 43,31 41,84 a<br />
Kerbau 43,39 43,29 43,34 a<br />
Rata-rata 42,88 a 43,30 a<br />
Kecernaan in vitro bahan organik pangola (%)<br />
Sapi 44,86 45,76 45,31 a<br />
Kerbau 46,19 46,65 46,42 a<br />
Rata-rata 45,53 a 46,21 a<br />
Keterangan: Huruf yang sama pada nilai rata-rata dalam kolom dan barisyang sama, tidak berbeda nyata (P > 0,05)<br />
Rata-rata nilai kecernaan ransum pada<br />
ternak sapi dan <strong>kerbau</strong> tidak berbeda nyata<br />
(P > 0,05). Hal ini disebabkan karena NH3,<br />
pH, total koloni bakteria dan aktivitas<br />
enzim relatif sama (Tabel 4 dan 5). Nilai<br />
cerna in vitro rumput pangola yang diuji<br />
dengan cairan rumen sapi maupun <strong>kerbau</strong><br />
juga tidak berbeda (P > 0,05). Konstannya<br />
nilai cerna ransum oleh kedua spesies<br />
Tabel 5. pH dan N-NH3 cairan rumen selama 24 jam pengamatan<br />
ternak percobaan sesungguhnya berhubungan<br />
dengan keseimbangan komposisi kimianya yang<br />
tidak bervariasi. Dengan kata lain, kadar<br />
nutrien seperti misalnya protein kasar berada<br />
pada kisaran kebutuhan ternak ruminansia.<br />
Pemanfaatan <strong>pakan</strong> oleh ruminansia<br />
dipengaruhi oleh ekologi rumen dan rasio<br />
protein (PRESTON dan LENG, 1987).<br />
Ternak Ransum A Ransum B Rata-rata<br />
Sapi 6,41<br />
pH cairan rumen<br />
6,65 6,53 a<br />
Kerbau 6,61 6,53 6,57 a<br />
Rata-rata 6,51 a 6,59 a<br />
Kadar NH3 cairan rumen (mg N/liter)<br />
Sapi 102,6 92,44 97,52 a<br />
Kerbau 96,05 111,42 103,74 a<br />
Rata-rata 99,32 a 101,93 a<br />
Keterangan: Huruf yang sama pada nilai rata-rata dalam kolom dan baris yang sama, tidak berbeda nyata (P > 0,05)<br />
Gambar 1 dan 2 berikut ini<br />
menunjukkan variasi pH cairan rumen sapi<br />
dan <strong>kerbau</strong> selama 24 jam observasi dengan<br />
ransum yang berbeda. pH normal cairan<br />
rumen berkisar 5,5 – 7,0 (THEODOROU dan<br />
FRANCE, 1993). pH cairan rumen untuk<br />
kedua jenis ransum berkisar 6,1 – 7,4 selama 24<br />
jam, masih dalam batas normal untuk <strong>pakan</strong><br />
<strong>berserat</strong> yaitu 6,2 – 7,0 (AKIN, 1982; 1998;<br />
THEODOROU dan FRANCE, 2005), meskipun ada<br />
beberapa data melebihi 7,0.<br />
235
pH<br />
7.5<br />
7.0<br />
6.5<br />
6.0<br />
5.5<br />
5.0<br />
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi<br />
J. Padi Hj. Jagung<br />
07.00<br />
08.00<br />
09.00<br />
10.00<br />
11.00<br />
12.00<br />
14.00<br />
16.00<br />
18.00<br />
20.00<br />
22.00<br />
24.00<br />
02.00<br />
04.00<br />
06.00<br />
Waktu (jam) pengambilan<br />
Gambar 1. Variasi pH cairan rumen sapi selama 24 jam observasi<br />
KESIMPULAN<br />
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat<br />
disimpulkan bahwa ternak Kerbau<br />
Sumbawa mampu mencerna jerami padi<br />
atau jerami jagung secara normal. Dengan<br />
kata lain, ternak <strong>kerbau</strong> dapat dijadikan<br />
<strong>sebagai</strong> pilar utama penunjang<br />
pembangunan peternakan di Tana’ Samawa.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
AKIN, D.E. 1982. Microbial Breakdown of Feed<br />
in the Digestive Tract. J.B. HACKER<br />
(editor). In: Nutritional Limit to Animal<br />
Production from Pasture. Proceeding of an<br />
International Symposium Held at St.Lucia,<br />
Queensland Australia, Pp. 201 – 223.<br />
Commonwealth Aqricultural Bureaux.<br />
BAAN, A.V.D., W.A. NIEKERK, N.F.G. RETHMAN,<br />
and R.J. COERTZE. 2004. The<br />
Determination of Digestibility of Atriplex<br />
Mummularia cv. De Kock (Oldman’s<br />
Saltbush) Using Different in vitro<br />
techniques. S. Afr. J. Anim. Sci., 34(1): 95<br />
-97.<br />
BACHRUDDIN, Z., R. UTOMO, L.M. YUSIATI,<br />
WIDYANTORO, and ASMARA. 1994.<br />
Manipulation of Microbial Rumen Carabao<br />
and its Application for Increasing of<br />
Quantity and Quality of Ruminant<br />
Production in Utization of Crude Fibre. 2.<br />
Manipulation and Selection of Carabao<br />
Microbial Rumen Treating by Different of Crude<br />
Fibre. Laporan penelitian HB II/2.<br />
BERGER, L. L. and N.R. MERCHEN. 1995. Influence of<br />
Protein Level on Intake of Feedlot Cattle – Role<br />
of Ruminal Ammonia Supply. OWE, F.N.,<br />
D.R.GILL, K.S. LUSBY, and F.T. MC COLLUM<br />
(editors), Symposium: Intake by Feedlot Cattle.<br />
Oklahoma Agricultural experiment station,<br />
Oklahoma State University, Stilwater, USA. Pp.<br />
272 – 280<br />
BLUMMEL, M., A. KARSLI, and J.R. RUSSELL. 2003.<br />
Influence of Diet on Growth Yields of Rumen<br />
Micro-Organisme in vitro and in vitro: Influence<br />
on Growth Yield of Variable Carbon Fluxes to<br />
Fermention Products. Br. J. Nutr., 90: 625 – 634.<br />
BORBA, A.E.S., P.J.A.CORRELA, J.M.M. FERNANDES<br />
and A.F.R.S. BORBA. 2001. Comparison of Three<br />
Sources of Inocula for Predicting Apparent<br />
Digestibility of Ruminant Feedstuff. J. Anim.<br />
Res., 50: 265-273.<br />
CHICKWANDA, A.T. and C. MUTISI. 2001. The Use of<br />
Faecal Fluid in Evaluating Ruminant Feeds.<br />
TSAP Proceeding, Volume 28.<br />
EL-MEADAWAY, A., Z. MIR, P.S. MIR, M.S. ZAMAN and<br />
L.J. YANKE. 1988. Relatif Efficacy of Inocula<br />
from Rumen Fluid or Faecal Solution for<br />
Determining in vitro Digestibility and Gas<br />
Production. Can. J. .Anim. Sci., 78:673-679.<br />
GIVENS, D.I. and A.R. MOSS. 1995. The Nutrition<br />
Value of Cereal Straw for Ruminant – A Review.<br />
Nutr. Abstr. Rev. (B), 65 (11): 793 - 811.<br />
235
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi<br />
HARRIS, L.E. 1970. Nutrition Rresearch<br />
Techniques for Domestic and Wild<br />
Animals. Volume 1. An International<br />
Record System and Procedures for<br />
Analyzing Samples.<br />
HVELPLUND, T., M.R. WEISBJERG, and K.<br />
SOEGAARD. 1999. Use of in vitro<br />
Digestibility Methods to Estimate in vivo<br />
Digestibility of Straw. Dan. Inst. Agric.<br />
Sci. Diakses di internet 2/16/2005.<br />
http://www.ihh.kvl.dk/htm/php/Tsap99/6hvelplund.htm.<br />
HERVANDEZ, M., A. DE LA VEGA, and A. SOTELO.<br />
1984. Determination of in vitro and in<br />
vitro Protein Digestability in Cereal and<br />
Legumes, Raw and Cooked. Arch. Lat.<br />
Nutr. 34 (3): 513 – 522.<br />
KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirements of<br />
Ruminants in Countries. International<br />
Feedstuff Institute, Utah Agriculturel<br />
Experiment Station, Utah State University,<br />
Logan, Utah 84322, USA.<br />
LÓPEZ, S. 2005. In vitro and In situ Techniques<br />
for Estimating Digestibility. J.DIJKTRA,<br />
J.M. FORBES and J. FRANCE (editors). In<br />
Quantitative Asfects of Ruminant<br />
Digestion and Metabolism, 2 nd edition,<br />
CABI Publishing. Pp. 87- 122.<br />
MAENG, W. J., H. PARK, and H. J. KIM. 1997. The<br />
Role of Carbohydrate Supplementation in<br />
Microbial Protein Synthesis in the Rumen.<br />
RYOJI ONODERA, HISAO ITABHASI,<br />
KAZUNARI USHIDA, HIDEO YANO, and<br />
YASUYUKI SASAKI (editors). In: Rumen<br />
Microbes and Digestive Physiology in<br />
Ruminants. Japan Scientific Societies<br />
Press, Karger. Pp. 107 - 119.<br />
MAHADEVAMMA, S., T.R. SHAMALA, and R.N.<br />
THARANATHAN. 2004. Resistant Starch<br />
Derived from Processed Legumes: in vitro<br />
and in vivo Fermentation Characteristics.<br />
Ir. J. Food Sci. Nutr., 55 (5): 399-405.<br />
MINSON, D.J. and M.N. MCLEOD, 1972. The in<br />
vitro Technique: its Modification for<br />
Number of Tropical Pasture Samples.<br />
Commonwealth Scientific and Industrial<br />
Research Organization, Australia.<br />
NAHM, K.H. 1992. Practical Guide to Feed,<br />
Forage and Water Analysis. Yoo Han<br />
Publishing Inc. Seoul, Korea Republic.<br />
Evaluation in Ruminant Nutrition. CAB<br />
International, pp. 135-154.<br />
NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1984. Nutrient<br />
Requirements of Domestic Animal. Nutrient<br />
Requirements of Beef Cattle; Buffalo. Sixth<br />
Revised Edition.<br />
OLIVERA, and REDIMIO M. PEDRAZA. 1998. Use of in<br />
vitro Gas Production Technique to Assess the<br />
Contribution of Both Soluble and Insoluble<br />
Fraction on the Nutritive Value of Forages. A<br />
Thesis Submitted to the University of Aberdeen,<br />
Scotland, in Partial Fulfillment of the Degree of<br />
Master of Science in Animal Nutrition. August<br />
1998.<br />
ORSKOV E.R. 2000. The in-situ Technique for the<br />
Estimation of Forage Degradability in<br />
Ruminants. In: D.I. GIVENS, E.OWEN, R.F.E.<br />
AXFORD and H.M. ORMED (Ed.). Forage<br />
Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI<br />
Publishing, UK.<br />
PRESTON, T.R. 1995. Tropical Animal Feeding: A<br />
Manual for Research Workers. FAO, Animal<br />
Podiction and Health, Paper no. 126, Roma.<br />
PRESTON, T. R. and R. A. LENG, 1987. Matching<br />
Ruminant Profuction System with Available<br />
Resources in the Tropics and Sub-tropics.<br />
Penambul Books, Armidale, Australia. Pp 161 -<br />
180.<br />
SCHNEIDER, B.H. and W.P. FLATT. 1975. The<br />
Evaluation of Feeds Through Digestibility<br />
Experiment. University of Georgia Press,<br />
Athens-USA.<br />
SATTER L.D. and R.E. ROFFLER. 1981. Influence of<br />
Nitrogen and Carbohydrate Inputs on Rumen<br />
Fermentation. HARESIGN, W. and D.J.A. COLE<br />
(editors). Recent Development in Ruminant<br />
Nutrition. Butterworths. Pp. 115 -156.<br />
TILLEY, J.M. and R.A.TERRY 1963. A Two-Stage<br />
Technique for the in vitro Digestion of Forage<br />
Crops. J. Br. Grass. Soc., 18:105-111<br />
THU, N.V. 2003. Effect of Different Strategies of<br />
Processing Rice Straw on in vitro Digestibility<br />
using Rumen Fluid or Faecal Inocula of Local<br />
Cattle. In Proceedings of Final National<br />
Seminar-Workshop on Sustainable Livestock<br />
Production on Local Feed Resources (editor:<br />
REG PRESTON and BRIAN OGLE). HUAF-SAREC,<br />
Hue City, 25 – 28 March 2003.<br />
THEODOROU, M.K. and FRANCE, J. 2005. Rumen<br />
Microorganism and their Interaction. J. DIJKTRA,<br />
J.M. FORBES and J. FRANCE (editors). In:<br />
Quantitative Asfects of Ruminant Digestion and<br />
Metabolism, 2 nd edition, CABI Publishing. Pp.<br />
207- 228.<br />
235