ANALISA ANOMALI AVO PADA DATA SESIMIK 2D ... - Digilib ITS
ANALISA ANOMALI AVO PADA DATA SESIMIK 2D ... - Digilib ITS
ANALISA ANOMALI AVO PADA DATA SESIMIK 2D ... - Digilib ITS
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>ANALISA</strong> <strong>ANOMALI</strong> <strong>AVO</strong> <strong>PADA</strong> <strong>DATA</strong> <strong>SESIMIK</strong> <strong>2D</strong> DAN 3D LAPANGAN EINSTEIN<br />
CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA<br />
Oleh :<br />
1) 2)<br />
Prof.Dr.rer.nat. Bagus Jaya Santosa,SU, Muhammad Arief Harvityan<br />
Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika<br />
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam<br />
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya<br />
Jl.Arif Rachman hakim,Sukolilo-Surabaya (60111),Telp/Fax (031)591 4696<br />
1)<br />
bjs@physics.its.ac.id, 2) matsutaka@physics.its.ac.id<br />
ABSTRAK<br />
Analisa anomali <strong>AVO</strong> seperti biasa diterapkan untuk mengidentifikasi bright-spot sebagai<br />
indikasi adanya reservoir batu pasir yang mengandung gas. Dengan menggunakan angle plot pada<br />
data prekondisi, crossplot atribut intercept dan gradient, ditemukan anomali <strong>AVO</strong> kelas IIp sesuai<br />
dengan klasifikasi <strong>AVO</strong> Rutherford dan William. Dari inversi <strong>AVO</strong> didapatkan atribut angle stack,<br />
impedansi akustik, Poisson ratio, lambda*rho dan mu*rho yang menunjukkan respon amplitudo<br />
yang berbeda pada setiap atribut di lapisan 2000 ms. Untuk angle stack, respon amplitudo semakin<br />
meningkat di setiap batasan sudutnya (near, mid, far), pada atribut lain seperti impedansi akustik,<br />
rasio Poisson, lambda*rho respon amplitudo melemah, sedangkan pada atribut mu*rho respon<br />
amplitudo meningkat.<br />
Kata kunci : Anomali <strong>AVO</strong>, Inversi <strong>AVO</strong>, Intercept, Gradient, Angle Stack , Impedansi Akustik,<br />
Poisson Rati, Lambda*Rho dan Mu*Rho<br />
BAB I. PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Permintaan akan gas bumi semakin<br />
meningkat setelah Pemerintah melakukan<br />
konversi bahan bakar rumah tangga dari<br />
minyak tanah ke gas maupun sebab lain seperti<br />
makin banyaknya produksi mesin berbahan<br />
bakar gas dikarenakan menghasilkan emisi<br />
yang ramah lingkungan. Apalagi dengan<br />
hendak didirikannya desa Gas di beberapa<br />
kabupaten provinsi<br />
Untuk menaggulangi hal tersebut, PT.<br />
Pertamina EP Region Jawa, sebagai salah satu<br />
BUMN yang berurusan di bidang distribusi<br />
bahan bakar migas, membuka lapangan gas<br />
baru, salah satunya lapangan Einstein yang<br />
berada di blok Cemara, Provinsi Jawa Barat.<br />
Sebagai metode yang paling akurat untuk<br />
mendeteksi keberadaan hidrokarbon berupa<br />
gas, maka metode <strong>AVO</strong> (Amplitude Variation<br />
with Offset) pun di aplikasikan. Untuk<br />
keakuratan interpretasi yang baik maka di<br />
pakai data seismik 3D.<br />
Selama ini, metode geofisika yang<br />
digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon<br />
adalah metode seismik refleksi karena dapat<br />
1<br />
memberikan gambaran struktur geologi dan<br />
perlapisan batuan bawah permukaan dengan<br />
cukup detail dan akurat. Dengan<br />
meningkatnya kebutuhan gas bumi untuk<br />
perindustrian dan kemajuan yang dicapai<br />
dalam teknologi pengolahan gas maka<br />
perhatian eksplorasi hidrokarbon yang semula<br />
lebih banyak difokuskan kepada minyak bumi,<br />
kini juga diarahkan untuk menemukan gas<br />
bumi. Gas bumi umumnya menempati batuan<br />
berpori dengan nilai porositas yang cukup<br />
besar. Dari sudut seismik eksplorasi, kenaikan<br />
porositas secara lokal menyebabkan pantulan<br />
yang kuat terhadap gelombang seismik, gejala<br />
ini disebut bright spot, dan dikenal sejak tahun<br />
1976 sebagai indikasi adanya akumulasi gas<br />
dibawah permukaan yang terlihat oleh data<br />
seismik. Namun demikian, dalam<br />
kenyataannya tidak semua bright spot<br />
mengandung gas, banyak kondisi-kondisi<br />
bawah permukaan yang lain dapat<br />
memberikan efek bright spot, misal sisipan<br />
tipis batubara, batuan berpori atau rekahrekah,<br />
lapisan garam, konglomerat, turbidit,<br />
ataupun efek tuning dari lapisan tipis. Ini
erarti bahwa konsep bright spot bukanlah<br />
merupakan indikator langsung hidrokarbon<br />
yang dapat dijadikan jaminan (Munadi,1993).<br />
Metode <strong>AVO</strong> (Amplitude Variation<br />
with Offset) adalah suatu metode yang<br />
mengamati variasi amplitudo gelombang P<br />
terhadap kenampakan bright spot atau dim<br />
spot pada penampang seismik. Metode ini<br />
mulai dikembangkan tahun 1982 oleh<br />
Ostrander, yang menunjukkan adanya variasi<br />
koefisien refleksi pasir gas terhadap<br />
bertambahnya sudut datang atau offset.<br />
Secara prinsip konsep <strong>AVO</strong> berdasar<br />
kepada suatu anomali bertambahnya<br />
amplitudo sinyal terpantul dengan<br />
bertambahnya offset apabila gelombang<br />
seismik dipantulkan oleh reservoar gas. Offset<br />
mempunyai batas maksimum yang tidak boleh<br />
dilewati yaitu sudut kritis, karena untuk offset<br />
lebih besar dari sudut kritis respon amplitudo<br />
sinyal terpantul tidak sesuai dengan konsep<br />
<strong>AVO</strong>.<br />
Deteksi hidrokarbon berdasarkan<br />
respon <strong>AVO</strong> lebih efektif untuk reservoir<br />
batupasir karena perubahan Vp/Vs ratio<br />
terhadap perubahan kandungan fluida relatif<br />
lebih sensitif dibandingkan dengan jenis<br />
litologi yang lain seperti batuan karbonat.<br />
Inversi <strong>AVO</strong> adalah tahapan penting pada<br />
proses ekstraksi atribut <strong>AVO</strong>, yaitu mengubah<br />
data seismik kedalam reflektifitas–reflektifitas<br />
guna memperlihatkan bentuk-bentuk respon<br />
amplitudo yang jelas.<br />
1.2 Tujuan Penelitian<br />
Berdasarkan latar belakang maka<br />
perumusan masalah pada penelitian ini adalah<br />
bagaimana melakukan inversi <strong>AVO</strong> dengan<br />
menggunakan atribut hasil pendekatan Aki &<br />
Richard (1980), pendekatan Shuey (1985) dan<br />
Angle Stack serta attribut <strong>AVO</strong> untuk<br />
mendeteksi respon amplitudo pada lapisan<br />
yang mengandung hidrocarbon dari data<br />
seismic 3-D time migrated CRP gather dan<br />
data log sumur.<br />
1.3 Batasan Masalah<br />
Adapun batasan masalah dalam<br />
penelitihan tugas akhir ini adalah:<br />
2<br />
1. Data log yang digunakan adalah data<br />
sumur <strong>ITS</strong>-02, <strong>ITS</strong>-09, <strong>ITS</strong>-10, <strong>ITS</strong>-<br />
12, <strong>ITS</strong>-14.<br />
2. Data penampang seismik <strong>2D</strong> dan data<br />
PSTM 3D pada lapangan Einstein.<br />
3. Prosesing data seismik digunakan<br />
software Probe<strong>2D</strong>3D dan Geolog<br />
2.7.1.<br />
4. Penyesuaian anomali dilakukan<br />
dengan analisa petrofisika perlapisan<br />
pada data sumur.<br />
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA<br />
2.1 Geologi Cekungan Jawa Barat Utara<br />
Sedimentasi Cekungan Jawa Barat<br />
Utara mempunyai kisaran umur dari Kala<br />
Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua<br />
adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi<br />
Jatibarang yang terendapkan secara tidak<br />
selaras diatas Batuan Dasar.<br />
Urutan startigrafi regional dari yang<br />
paling tua sampai yang muda adalah Batuan<br />
Dasar, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan<br />
Bawah (Talang Akar, Baturaja), Formasi<br />
Cibulakan Atas (Massive, main, Pre-Parigi),<br />
Formasi Parigi dan Formasi Cisubuh (Gambar<br />
2.2). Urutan Startigrafi tersebut dari yang<br />
paling tua sampai yang termuda adalah<br />
sebagai berikut.<br />
Gambar 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Jawa<br />
Barat Utara. (Pertamina, 2001)<br />
2.2 Teori Fisika Batuan (Rock Physics)<br />
Parameter fisis dari suatu batuan dapat<br />
digunakan untuk mendelineasikan kondisi
atuan suatu reservoir. Sifat fisis ini nanti akan<br />
menentukan bagaimana perilaku penjalaran<br />
suatu gelombang didalam batuan. Sifat fisis<br />
batuan yang dimaksud diantaranya adalah<br />
kecepatan gelombang P (Vp) dan kecepatan<br />
gelombang S (Vs) dan densitas ( ) yang<br />
besarnya ditentukan oleh tipe matriks,<br />
porositas ( ), saturasi (S), elastisitas, modulus<br />
young (E), modulus geser ( ), modulus bulk<br />
(k), konstanta lame ( ), rasio poisson’s ( ),<br />
dan impedansi akustik (I).<br />
2.2.1 Densitas<br />
Densitas ( ) secara sederhana<br />
didefinisikan sebagai massa (kg) dibagi<br />
volume (m 3 ), densitas merupakan salah satu<br />
parameter fisis yang berubah secara signifikan<br />
terhadap perubahan tipe batuan akibat mineral<br />
dan porositas yang dimilikinya, serta<br />
parameter yang digunakan dalam persamaan<br />
kecepatan gelombang P, gelombang S dan<br />
Akustik Impedansi. Semuanya itu<br />
mempengaruhi respon amplitudo gelombang<br />
seismik saat merambat dibawah permukaan<br />
bumi.<br />
Densitas bulk dari suatu batuan<br />
dipengaruhi oleh komposisi mineral yang<br />
berbeda, porositas batuan dan jenis fluida yang<br />
mengisi ruang berpori suatu batuan. Densitas<br />
bulk batuan didefinisikan sebagai rata – rata<br />
densitas dari komponen densitas yang<br />
menyusun batuan tersebut.<br />
Berdasarkan persamaan Wyllie besarnya<br />
densitas bulk adalah :<br />
b m<br />
( 1)<br />
w.<br />
Sw. HC<br />
( 1<br />
Sw)<br />
....<br />
..................(2.1)<br />
dengan b adalah bulk densitas batuan,<br />
m adalah densitas. matrik batuan, w adalah<br />
densitas air, HC adalah densitas<br />
hidrokarbon, φ adalah porositas, Sw adalah<br />
saturasi air, 1 – Sw adalah saturasi<br />
hidrokarbon. Dari persamaan 2.1 dapat<br />
dipahami bahwa besarnya densitas pada<br />
reservoir yang berisi gas akan turun lebih<br />
cepat dibanding dengan densitas pada<br />
reservoir yang berisi minyak. Karakter ini<br />
menjadi hal yang penting untuk interpretasi<br />
seismik pada reservoir tersebut, seperti<br />
ditunjukkan pada Gambar 2.2.<br />
3<br />
Gambar 2.2 Sw vs Densitas. Aplikasi<br />
Persamaan Wyllie pada reservoar minyak<br />
dan gas (Russell et all 2001)<br />
2.2.2 Porositas (φ)<br />
Porositas suatu batuan adalah<br />
perbandingan volume ruang berpori dalam<br />
suatu batuan dengan volume total seluruh<br />
batuan. Porositas akan menjadi tinggi<br />
bilamana semua butirannya mempunyai<br />
ukuran relatif seragam, dan akan bernilai<br />
rendah bilamana butiran batuan bervariasi<br />
sehingga butiran yang kecil akan mengisi<br />
ruang diantara butiran yang besar.<br />
Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam<br />
persen.<br />
vol . pori pori<br />
porositas ( ) <br />
x100<br />
%<br />
vol . total<br />
Porositas suatu batuan tidak bisa<br />
mencapai 100% yang berarti bahwa dalam<br />
suatu batuan tidak seluruhnya berupa ruang<br />
berongga atau berpori, dikarenakan masih ada<br />
butiran – butiran yang merupakan penyusun<br />
dari batuan tersebut.<br />
2.2.3 Saturasi (S)<br />
Saturasi didefinisikan sebagai<br />
besarnya jenis fluida tertentu secara kuantitas<br />
yang mengisi ruang berongga dalam batuan.<br />
Misalnya, Saturasi air Sw sebesar 40%, hal ini<br />
berarti ruang berpori dalam suatu batuan<br />
terdiri dari 40% air dan 60% adalah<br />
hidrokarbon (Shc = 1 – Sw) . Hampir semua<br />
besarnya parameter elastik batuan ditentukan<br />
dari properti matrik batuan, porositas dan<br />
komposisi fluida yang mengisi pori – pori<br />
batuan.<br />
2.2.4 Elastisitas<br />
Proses perambatan gelombang seismik<br />
yang merambat ke bawah permukaan yang<br />
terjadi selama akuisisi data, dikontrol oleh
sifat elastisitas batuan. Hal ini menentukan<br />
bagaimana respon batuan yang terkena gaya<br />
yang diakibatkan oleh penjalaran gelombang<br />
seismik. Setiap batuan mempunyai sifat<br />
keelastisitasan yang berbeda, oleh karena itu<br />
batuan yang lebih lunak akan mempunyai<br />
respon yang berbeda terhadap strain, begitu<br />
juga terhadap respon yang ditimbulkan batuan<br />
yang lebih keras. Teori elastisitas berhubungan<br />
dengan deformasi yang disebabkan oleh<br />
tekanan yang dikenakan pada batuan tertentu.<br />
Tekanan atau Stress (σ) adalah gaya per satuan<br />
luas sedangkan Strain (e) adalah jumlah<br />
deformasi material per satuan luas. Jika stress<br />
diterapkan pada batuan maka batuan tersebut<br />
akan terdeformasi yang menyebabkan<br />
terjadinya strain.<br />
2.2.5 Hukum Hooke<br />
Hukum Hooke menyatakan bahwa<br />
terdapat hubungan linear antara stress dan<br />
strain pada batuan (antara gaya yang<br />
diterapkan dan besarnya deformasi).<br />
C. e .......................................(2.2)<br />
Strain (e) dan Stress (σ) merupakan<br />
besaran tensor, sedangkan C adalah konstanta<br />
yang berupa matriks (tensor) yang menentukan<br />
sifat dasar elastisitas dari suatu batuan. Pada<br />
material isotropik, koefisien – koefisien<br />
matriks C tersebut direduksi menjadi dua<br />
macam parameter elastik bebas yang<br />
mencirikan sifat elastisitas batuan.<br />
Beberapa kombinasi dari beberapa<br />
parameter bebas ini disebut Modulus Elastik.<br />
Beberapa Modulus Elastik tersebut adalah :<br />
1. Modulus Young (E)<br />
Modulus Young didefinisikan sebagai<br />
perubahan panjang (longitudinal strain)<br />
dari sebuah material ketika stress<br />
longitudinal tersebut mengenai material<br />
tersebut.<br />
4<br />
Gambar 2.3 Modulus Young. (Canning, 2000)<br />
................................(2.3)<br />
Dimana σl adalah strain longitudinal, E adalah<br />
Modulus Young, ΔL/L adalah perubahan<br />
panjang relative, seperti yang diperlihatkan<br />
pada gambar 2.3.<br />
2. Modulus Shear – Rigiditas (μ)<br />
Modulus Shear adalah modulus elastik<br />
yang menghubungkan shear strain dengan<br />
shear stress<br />
Y<br />
s <br />
X ...............<br />
.......................................(2.4)<br />
dengan adalah gaya yang bekerja, adalah<br />
modulus geser, ΔY adalah pergeseran yang<br />
terjadi, X adalah jarak antara permukaan,<br />
seperti ilustrasi Gambar 2.4.<br />
Gambar 2.4 Modulus Shear (Rigidity)<br />
.(Canning,2000)<br />
3. Modulus Bulk (Inkompressibilitas)<br />
Modulus Bulk (K) adalah modulus<br />
elastik yang mengukur resistensi suatu<br />
material terhadap stress volumetrik (suatu<br />
gaya yang bekerja secara seragam ke segala<br />
arah / tekanan hidrostatik).<br />
V<br />
P K<br />
V .........................(2.5)
dengan P adalah tekanan hidrostatik, K (N/m 2<br />
)<br />
V<br />
adalah modulus bulk dan adalah<br />
V<br />
perubahan volume secara relatif seperti pada<br />
Gambar 3.4. Modulus bulk adalah modulus<br />
elastis yang sering dipakai dalam analisa<br />
<strong>AVO</strong>.<br />
Gambar 2.5 Modulus Bulk<br />
Inkompressibilitas (Canning, 2000)<br />
4. Kostanta Lame (λ)<br />
Konstanta Lame merupakan parameter<br />
elastic yang menggambarkan sifat<br />
inkompressibilitas suatu batuan. Modulus ini<br />
bukan merupakan sifat yang bisa langsung<br />
diukur di laboratorium, tetapi bisa ditentukan<br />
dari modulus elastic lainnya :<br />
K = λ + 2/3 μ ........................................(2.6)<br />
dengan K adalah modulus bulk, μ adalah<br />
modulus geser dan λ adalah konstanta lame.<br />
2.3 Hubungan Vp, Vs, dan Densitas<br />
2.3.1 Mudrock Line<br />
Dari percobaan fisika batuan<br />
ditunjukkan bahwa kebanyakan batupasir<br />
memiiliki hubungan linear antara kecepatan<br />
gelombang P dengan kecepatan gelombang S<br />
untuk saturasi cair. Hubungan ini akan<br />
bervariasi untuk jenis batuan dan daerah yang<br />
berbeda (Canning, 2000). Untuk merumuskan<br />
suatu hubungan antara kecepatan gelombang P<br />
dan gelombang S didefinisikan persamaan<br />
Mudrock Line sebagai hubungan Vp dan Vs<br />
untuk saturasi cair.<br />
5<br />
Gambar 2.6 Mudrock Line. Hubungan<br />
antara Vp dan Vs (Castagna, 1993)<br />
Di Teluk Meksiko, Castagna (1993)<br />
merumuskan persamaan Mudrock Line sebagai<br />
: Vp = 1.16Vs + 1.36 (km/s), yang secara<br />
umum hubungan ini ditulis :<br />
Vp = A . Vs + B..............................(2.7)<br />
dengan A dan B adalah konstanta spesifik<br />
untuk setiap kasus tertentu, seperti yang<br />
terlihat pada Gambar 2.6.<br />
2.3.2 Relasi Gardner<br />
Relasi Gardner adalah relasi antara<br />
kecepatan gelombang P dan densitas yang<br />
didefinisikan oleh Gardner (1974) berdasarkan<br />
dari data percobaan. Relasi ini diungkapkan<br />
dalam skala logaritmik sebagai berikut :<br />
log (ρ) = A . log (Vp) + B.....................(2.8)<br />
dengan A dan B adalah konstanta spesifik<br />
untuk setiap kasus tertentu. Dan dari<br />
percobaannya didapatkan hasil :<br />
log (ρ) = 0.25 . log (Vp) – 0.51.............(2.9)<br />
Nilai ini dapat digunakan sebagai parameter<br />
dasar jika tidak tersedia data lokal.<br />
2.3.3 Substitusi Fluida Gassmann<br />
Substitusi fluida merupakan salah satu<br />
hal yang penting dalam reservoir dan menjadi<br />
kajian dalam seismik rock physic. Fluida<br />
tertentu yang tersubstitusi oleh fluida yang lain<br />
akan mengakibatkan terjadinya perubahan<br />
respon seismik. Respon seismik yang berubah<br />
mengindikasikan adanya perubahan dalam<br />
properti seismik. Didalam substitusi fluida<br />
sangat diperlukan untuk mengetahui kecepatan<br />
gelombang seismik, karena batuan yang<br />
tersaturasi fluida yang berbeda maka akan<br />
menghasilkan kecepatan gelombang seismik<br />
yang berbeda pula. Dari kecepatan seismik<br />
inilah kita bisa mendapatkan parameter elastis<br />
yang lain seperti Impedansi Akustik,<br />
Poisson’s Ratio, Lambda*Rho dan Mu*Rho
yang sangat berguna dalam karakterisasi<br />
reservoir.<br />
Substitusi fluida merupakan salah satu<br />
bagian penting dalam analisa seismik atribut<br />
karena substitusi fluida merupakan alat bagi<br />
interpreter dalam mengukur dan<br />
memodelkan berbagai macam skenario fluida<br />
yang mungkin bisa menjelaskan anomali <strong>AVO</strong><br />
yang teramati. Pemodelan dalam substitusi<br />
fluida harus terlebih dahulu menghilangkan<br />
pengaruh dari fuida yang pertama.<br />
2.4 Amplitude Variation With Offset<br />
(<strong>AVO</strong>)<br />
2.4.1 Prinsip Dasar <strong>AVO</strong><br />
<strong>AVO</strong> pertama kali ditujukan sebagai<br />
suatu teknik untuk menganalisa respon<br />
amplitudo pada seismik yang berasosiasi<br />
dengan kehadiran gas pada reservoir<br />
(Ostrander, 1984).<br />
Anomali <strong>AVO</strong> muncul sebagai akibat<br />
penurunan dari koefisien refleksi gelombang<br />
seimik secara drastis dari puncak lapisan<br />
mengandung gas bila dibandingkan dengan<br />
koefisien refleksi dari lapisan – lapisan di<br />
sekitarnya.<br />
Analisa <strong>AVO</strong> mengacu pada<br />
perubahan amplitudo sinyal terpantul pada<br />
bidang interface terhadap jarak dari sumber<br />
gelombang ke geophone penerima. Prinsip<br />
dasar <strong>AVO</strong> adalah berawal dari adanya suatu<br />
anomali yaitu bertambahnya amplitudo sinyal<br />
refleksi terhadap pertambahan jarak sumber<br />
gelombang seismik ke penerima (offset),<br />
apabila gelombang seismik dipantulkan oleh<br />
lapisan batuan berisi gas (Munadi, 1993).<br />
Jarak sumber ke penerima ini (offset)<br />
berhubungan dengan sudut datang sinar<br />
seismik (angle of incidence) terhadap bidang<br />
pemantulan. Semakin besar offset maka<br />
semakin besar pula sudut datangnya. Adapun<br />
konversinya ada di (Lampiran B).<br />
<strong>AVO</strong> muncul sebagai akibat dari<br />
partisi energi pada bidang batas lapisan.<br />
Sebagian energi dipantulkan dan sebagian<br />
energi ditransmisikan. Ketika gelombang<br />
seismik menuju batas lapisan pada sudut<br />
datang tidak sama dengan nol maka konversi<br />
gelombang P menjadi gelombang S terjadi.<br />
Amplitudo dari energi yang<br />
terefleksikan dan tertransmisikan tergantung<br />
pada sifat fisik diantara bidang reflektor.<br />
Sebagai konsekuensinya, koefisien refleksi<br />
menjadi fungsi dari kecepatan gelombang (Vp),<br />
kecepatan gelombang S (Vs), densitas (ρ) dari<br />
6<br />
setiap lapisan, serta sudut datang (θ1) sinar<br />
seismik.<br />
Gambar 2.7. Refleksi dan Transmisi energi<br />
gelombang Seismik. untuk sudut datang lebih<br />
dari nol pada bidang batas (Yilmaz, 2001)<br />
Oleh karena itu terdapat empat kurva<br />
yang dapat diturunkan yaitu : amplitudo<br />
refleksi gelombang P, amplitudo transmisi<br />
gelombang P, amplitudo refleksi gelombang S,<br />
dan amplitudo transmisi gelombang S seperti<br />
yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7. berikut.<br />
Pada bidang interface tersebut<br />
kecepatan gelombang P dan kecepatan<br />
gelombang S tentulah berbeda. Perbedaan<br />
kecepatan pada bidang batas ini akan<br />
menyebabkan variasi nilai koefisien refleksi,<br />
yang sebagaimana kita tahu bahwa hal inilah<br />
yang menjadi dasar dari analisa <strong>AVO</strong>, seperti<br />
ilustrasi pada Gambar 2.8. Sebagai contoh jika<br />
terdapat gas maka kecepatan gelombang P<br />
akan turun sedangkan kecepatan gelombang S<br />
tidak berubah.<br />
Lintasan gelombang pada gambar 3.9<br />
tersebut mengikuti hukum snell, yaitu:<br />
'<br />
sin1 sin1<br />
sin<br />
2 sin1<br />
sin1<br />
p<br />
V V V V<br />
V p1<br />
p1<br />
p2<br />
s1<br />
s2<br />
Keterangan :<br />
θ 1 : Sudut datang gelombang P,<br />
θ 1<br />
’<br />
: Sudut refleksi gelombang P,<br />
θ : Sudut transmisi gelombang P,<br />
2<br />
.........(2.10)<br />
φ : Sudut refleksi gelombang S,<br />
1<br />
φ : Sudut transmisi gelombang S,<br />
2<br />
p : Parameter gelombang,<br />
Vp1 : Kecepatan gelombang P pada medium<br />
pertama,
Vp2 : Kecepatan gelombang P pada medium<br />
kedua,<br />
Vs1 : Kecepatan gelombang S pada medium<br />
pertama,<br />
Vs2: Kecepatan gelombang S pada medium<br />
kedua.<br />
Gambar 2.8. Hubungan antara offset<br />
dengan sudut dating dan sinyal datang<br />
yang terekam dalam titik reflektor yang<br />
sama (Chiburis et.al.,1993)<br />
Zoeppritz (1919) telah<br />
menghubungkan parameter-parameter yang<br />
berupa amplitudo refleksi dan transmisi<br />
sebagai fungsi dari sudut datang, ΔVp, ΔVs,<br />
dan Δρ dari fenomena perambatan gelombang<br />
untuk sudut datang tidak sama dengan nol<br />
menjadi matriks sebagai berikut:<br />
Dengan:<br />
R : koefisien refleksi gelombang P<br />
PP<br />
θ’1: sudut refleksi gelombang P<br />
R : koefisien refleksi gelombang S<br />
PS<br />
θ : sudut transmisi gelombang P<br />
2<br />
T : koefisien transmisi gelombang P<br />
PP<br />
φ : sudut refleksi gelombang S<br />
1<br />
T : koefisien transmisi gelombang S<br />
PS<br />
φ : sudut transmisi gelombang S<br />
2<br />
Vp : kecepatan gelombang P<br />
ρ : densitas<br />
Vs : kecepatan gelombang S<br />
1,2 : indeks medium lapisan 1 dan 2<br />
Penyelesaian dari persamaan matriks<br />
diatas dikenal sebagai persamaan Zoeppritz<br />
7<br />
(lampiran A) yang menghasilkan koefisien<br />
refleksi dan transmisi pada satu bidang batas<br />
sebagai fungsi sudut datang bila yang datang<br />
adalah gelombang P.<br />
2.4.2 Aproksimasi Persamaan Zoeppritz<br />
2.4.2.1 Aki dan Richard (1980)<br />
Perumusan persamaan Zoeppritz<br />
cukup sulit dan kurang praktis. Kerumitannya<br />
muncul pada saat perhitungan koefisien<br />
refleksi atau transmisi melampaui sudut kritis.<br />
Aki dan Richards (1980) menggunakan asumsi<br />
persamaan Zoeppritz (2) dengan<br />
menambahkan konsep nilai perubahan densitas<br />
lapisan, kecepatan gelombang P dan S pada<br />
bidang batas, diperoleh hubungan sebagai<br />
berikut:<br />
<br />
Vp<br />
Vs<br />
R(<br />
) a b c<br />
V p V<br />
.............(2.11)<br />
s<br />
dengan:<br />
sin1<br />
<br />
<br />
cos1<br />
<br />
sin2<br />
1<br />
<br />
<br />
cos2<br />
1<br />
<br />
cos1<br />
sin1<br />
vP1<br />
cos2<br />
1<br />
vS1<br />
vS1<br />
sin2<br />
1<br />
vP1<br />
sin2<br />
cos2<br />
2<br />
2vS<br />
2vP1<br />
cos2<br />
2<br />
1<br />
1v<br />
S1vP2<br />
2vP2<br />
cos2<br />
2<br />
1v<br />
P1<br />
cos2<br />
<br />
sin<br />
R<br />
<br />
2 PP<br />
<br />
<br />
<br />
2vS2vP<br />
1 <br />
cos2<br />
<br />
RPS<br />
<br />
2 2<br />
<br />
<br />
<br />
1v<br />
T<br />
S1<br />
PP <br />
<br />
2vS2<br />
sin2<br />
TPS<br />
<br />
2<br />
<br />
1vP1<br />
<br />
sin1<br />
<br />
<br />
<br />
cos1<br />
<br />
sin2<br />
1<br />
<br />
cos2<br />
1<br />
<br />
2<br />
1 <br />
<br />
2V<br />
s 2<br />
a . sin ;<br />
<br />
2<br />
2 <br />
<br />
V p <br />
1 1<br />
2<br />
b ( 1 tan );<br />
2<br />
2.<br />
cos 2<br />
2 <br />
<br />
4V<br />
s c 2<br />
. sin ;<br />
2 <br />
V p <br />
V<br />
V V ; V<br />
V ;<br />
p<br />
p1<br />
p 2<br />
s<br />
s1<br />
s 2<br />
1<br />
<br />
1 2 ; V p ( V p1<br />
V p 2 );<br />
2<br />
1<br />
1<br />
V s ( V s1<br />
V s 2 ); ( 1 2 );<br />
2<br />
2<br />
1<br />
<br />
V <br />
p 2<br />
( ); <br />
<br />
1 2 t arcsin . sin <br />
<br />
i<br />
2<br />
<br />
V p1<br />
<br />
2.12
2.4.2.2 Shuey (1985)<br />
Δ ρ : perbedaan densitas yang melewati<br />
Shuey (1985) menyusun<br />
persamaan Aki dan Richard<br />
kembali<br />
(1980)<br />
bidang batas 2 1<br />
berdasarkan sudut datang menjadi:<br />
2<br />
2<br />
1<br />
V<br />
1 <br />
p <br />
<br />
Vp<br />
Vs<br />
Vs<br />
Vs<br />
<br />
2<br />
R(<br />
)<br />
<br />
4 2 sin<br />
2<br />
2 <br />
2 <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
VP<br />
<br />
<br />
2 Vp<br />
Vp<br />
Vs<br />
Vp<br />
<br />
Rp adalah koefisien refleksi dengan sudut<br />
datang normal (θ = 0<br />
1 V<br />
p 2<br />
2<br />
(tan<br />
sin ) <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
(<br />
2.<br />
13)<br />
<br />
2 Vp<br />
<br />
Dengan memasukkan perbandingan Vp/Vs<br />
dalam besaran rasio poisson untuk koefisien<br />
refleksi pada bidang batas lapisan ke<br />
persamaan (3.28) didapatkan pendekatan<br />
:<br />
<br />
2<br />
R(<br />
)<br />
RP<br />
RP<br />
. H 0 sin 2 <br />
( 1<br />
) <br />
1 V<br />
p 2<br />
2<br />
(tan<br />
sin )<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
( 2.<br />
14)<br />
<br />
2 V p <br />
0<br />
), suku kedua untuk<br />
kisaran sudut menengah dan suku ketiga untuk<br />
sudut datang besar. Pada kondisi real<br />
dilapangan, θ tidak pernah lebih besar dari 40 0<br />
.<br />
Untuk sudut yang kecil, dengan pendekatan<br />
pada sudut mencapai 30 0<br />
, sin 2<br />
θ ≈ tan 2<br />
3.28<br />
θ,<br />
sehingga persamaan (3.29) 3.29<br />
dapat ditulis<br />
kembali menjadi:<br />
2<br />
2<br />
R( ) Rp<br />
G sin<br />
A Bsin<br />
<br />
Persamaan (3.30) merupakan<br />
persamaan linier dengan G adalah fungsi dari<br />
rasio Poisson dan densitas dari lapisan<br />
pemantul, dan dikenal sebagai gradient <strong>AVO</strong><br />
atau slope, yaitu G = B = Rp.H0 +<br />
Dengan :<br />
1 V<br />
<br />
p <br />
<br />
R<br />
<br />
P ;<br />
2 <br />
V p <br />
( 1 2 )<br />
;<br />
2<br />
<br />
2 <br />
1 ;<br />
V<br />
Vp<br />
H ;<br />
V<br />
p <br />
<br />
V <br />
1<br />
2<br />
H 0 H 2(<br />
1<br />
H)<br />
1<br />
<br />
dengan: σ : rata – rata poisson ratio<br />
Δσ : perbedaan σ yang melewati bidang<br />
batas 2 <br />
1<br />
Vp : rata – rata kecepatan gelombang<br />
p1<br />
p2<br />
2<br />
V V <br />
P <br />
ΔVp : perbedaan Vp yang melewati bidang<br />
V V<br />
batas p2<br />
p1<br />
θ : rata – rata sudut datang dan sudut<br />
1 <br />
2<br />
transmisi <br />
2<br />
1 2<br />
ρ : rata – rata densitas formasi =<br />
2<br />
p<br />
p<br />
8<br />
dan Rp = A adalah reflektisitas normal<br />
incidence atau dikenal dengan intercept. Jadi<br />
terlihat dengan jelas bahwa ada perubahan<br />
nilai R(θ) terhadap sudut atau offset.<br />
2.5 Analisa Anomali <strong>AVO</strong><br />
Model dasar untuk anomali <strong>AVO</strong> bisa<br />
diilustrasikan memakai suatu lapisan pasirgas<br />
diantara dua lapisan shale (Gambar 2.8).<br />
Amplitudo gelombang seismik yang<br />
dihasilkan pada gather offset adalah refleksi<br />
negatif pada offset dekat dan semakin negatif<br />
pada offset jauh, yang dimanifestasikan<br />
dengan nilai absolut dari kenaikan amplitudo<br />
terhadap offset.<br />
2.5.1 Klasifikasi Rutherford dan<br />
Williams<br />
Rutherford dan Williams (1989)<br />
mempopulerkan klasifikasi anomali <strong>AVO</strong><br />
yang membagi anomali <strong>AVO</strong> (berdasarkan<br />
kandungan minyak dan gas) menjadi tiga kelas<br />
yaitu: kelas I, (high impedance contrast<br />
sands); kelas II, (near-zone impedance<br />
contrast sands); dan kelas III, (low impedance<br />
contrast sands). Tahun 1998 Castagna et al.<br />
memperkenalkan sandstone kelas IV setelah ia<br />
melakukan crossplot <strong>AVO</strong> berdasarkan<br />
klasifikasi Rutherford dan Williams (gambar<br />
3.9.a).
Gambar 2.9.a Klasifikasi anomali <strong>AVO</strong> menurut<br />
Rutherford dan William (1989), Castagna (1998)<br />
op.cit (Canning, 2000)<br />
Gambar 2.9.b Crossplot antara intercept (A)<br />
dan gradient (B), memperlihatkan kelas dari<br />
pasir-gas yang terbagi menjadi empat kuadran.<br />
(Castagna..et. al., 1998)<br />
2.5.1.1 Kelas I (High Impedance Contrast<br />
Sands)<br />
Gas sand kelas I mempunyai nilai<br />
impedansi akustik (IA) lebih tinggi<br />
dibandingkan lapisan penutupnya (gambar<br />
2.9b). Koefisien refleksi dari normal incidence<br />
adalah positif pada top batupasir dan negatif<br />
pada base batupasir. Terletak di kuadran IV,<br />
dan penurunan amplitudo (dimming effect)<br />
dengan kenaikan offset. Perubahan amplitudo<br />
terhadap offset dikenal sebagai gradient, pada<br />
9<br />
umumnya gradient kelas I lebih besar daripada<br />
gradient kelas II, dan III.<br />
2.5.1.2 Kelas II (Near-Zone Impedance<br />
Contrast Sands)<br />
Gas sand kelas II memiliki nilai<br />
Akustik impedansi yang hampir sama dengan<br />
cap. Koefisien refleksi dari normal incidence<br />
bernilai kecil pada top dan base pasirgas,<br />
tetapi amplitudonya lebih besar daripada<br />
sekitarnya. Tipe pasir jenis ini lebih kompak<br />
dan terkonsolidasi. Pasirgas kelas II dibagi<br />
menjadi dua yaitu kelas II dan IIp. Kelas II<br />
mempunyai koefisien refleksi nol pada offset<br />
sama dengan nol, sedangkan kelas IIp<br />
mempunyai koefisien refleksi positif pada zero<br />
offset dan terjadi pembalikan polaritas di dekat<br />
near offset.<br />
2.5.1.3 Kelas III (Low Impedance Contrast<br />
Sands)<br />
Gas sand kelas III memiliki akustik<br />
impedansi lebih rendah dibandingkan cap.<br />
Koefisien refleksi dari normal incidence selalu<br />
bernilai negatif dan semakin negatif dengan<br />
kenaikan offset. Pada data stack seismik,<br />
batupasir kelas III mempunyai amplitudo dan<br />
koefisien refleksi yang tinggi di keseluruhan<br />
offset. Pasir tipe ini biasanya kurang<br />
terkompaksi dan terkonsolidasi.<br />
2.5.1.4 Kelas IV (Low Impedance Contrast<br />
Sands)<br />
Gas sand kelas IV berada di kuadran<br />
II, dengan intercept negatif dan gradien<br />
positif. Pada data stack seismik berupa bright<br />
spot tetapi amplitudo refleksi turun dengan<br />
kenaikan offset. Batupasir kelas IV biasanya<br />
muncul pada porous sand yang dibatasi oleh<br />
litologi dengan kecepatan gelombang seismik<br />
tinggi, seperti hard shale (contoh: siliceous<br />
atau calcareous), siltstone, tightly cemented<br />
sand atau carbonate.<br />
2.5.2 Polaritas<br />
SEG mendefinisikan polaritas normal sebagai :<br />
1. Sinyal seismik positif akan<br />
menghasilkan tekanan akustik positif<br />
pada hidropon di air atau pergerakan<br />
awal keatas pada geopon didarat.<br />
2. Sinyal seismik yang positif akan<br />
terekam sebagai nilai negatif pada<br />
tape, defleksi negatif pada monitor dan<br />
trough pada penampang seismic.<br />
Oleh karena itu dengan menggunakan<br />
konvensi ini, maka pada penampang seismik
yang menggunakan konvensi SEG akan<br />
didapatkan :<br />
1. Pada bidang batas refleksi dimana IA2<br />
> IA1 akan berupa trough.<br />
2. Pada bidang batas refleksi dimana IA2<br />
> IA1 akan berupa peak.<br />
2.5.3 Efek Amplitudo Seismik Terhadap<br />
Jenis Fluida<br />
Pengaruh jenis fluida terhadap<br />
karakter seismik akan tergantung pada<br />
impedansi akustik relatif dari reservoar dan<br />
litologi disekitar reservoar. Kehadiran<br />
hidrokarbon yang memiliki densitas dan<br />
kecepatan yang lebih rendah daripada air akan<br />
mengakibatkan turunnya impedansi akustik<br />
batuan reservoar. Berikut ini beberapa karakter<br />
seismik yang merupakan penanda dari<br />
kehadiran hidrokarbon (gas):<br />
Bright spot ditandai oleh peningkatan<br />
amplitudo apabila IA reservoar < IA<br />
litologi sekitarnya<br />
Dim spot ditandai oleh penurunan<br />
amplitudo apabila IA reservoar > IA<br />
litologi sekitarnya<br />
Pembalikan polaritas bila IA reservoir<br />
sedikit lebih besar dari dari IA<br />
litologi sekitarnya.<br />
Flat-spot akibat water oil/ gas kontak<br />
2.5.4 Bright Spot dan Dim Spot<br />
Sebelum analisis <strong>AVO</strong> berkembang,<br />
interpretasi <strong>AVO</strong> sering menggunakan<br />
brightspot pada penampang stack sebagai<br />
indikator gas. Brightspot merupakan refleksi<br />
amplitudo yang besar pada penampang stack<br />
yang mengandung gas.<br />
Gambar 2.10 Model ideal penentuan polaritas<br />
(a) fasa minimum dan (b) fasa nol pada wavelet<br />
pada batas Brightspot peningkatan merupakan impedansi anomali akustik. <strong>AVO</strong><br />
kelas (Badley, III, 1985) yaitu ketika distack diperoleh<br />
10<br />
amplitudo tinggi. Anomali <strong>AVO</strong> kelas I dan<br />
kelas II dapat menghasilkan efek yang<br />
berlawanan, yaitu dimspot yang dicirikan<br />
dengan jika kita men-stack even-even maka<br />
amplitudo justru akan hilang. Jika terdapat<br />
pembalikan fase sepanjang sumbu offset,<br />
maka ketika kita stack pada semua offset,<br />
maka offset dekat akan menggagalkan offset<br />
jauh dan hasilnya adalah refleksi amplitudo.<br />
Tabel 2.1. Model Amplitudo Anomali <strong>AVO</strong><br />
( Canning,2000)<br />
2.5.5 Atribut <strong>AVO</strong><br />
Atribut <strong>AVO</strong> berguna dalam<br />
peningkatan interpretasi, evaluasi reservoar<br />
dan memahami hubungan sifat-sifat fluida dan<br />
batuan. Dalam penelitian ini atribut yang<br />
digunakan antara lain adalah Intercept (A) dan<br />
Gradient (B).<br />
2.5.5.1 Intercept (A)<br />
Intercept (A) merupakan nilai<br />
koefisien refleksi gelombang seismik pada<br />
zero offset atau sumbu sudut datang nol (zero<br />
angle axis). Intercept merupakan suku pertama<br />
dari pendekatan Shuey terhadap persamaan<br />
Zoeppritz,<br />
<br />
2<br />
R( ) RP<br />
RP<br />
. H 0 sin <br />
2 <br />
( 1 ) <br />
Dengan A = R0 = Koefisien Refleksi pada zero<br />
offset<br />
2.5.5.2 Gradient (B)<br />
Gradient (B) merupakan kemiringan<br />
garis atau slope yang menggambarkan<br />
perubahan amplitudo relatif dengan sudut<br />
datang θ. Untuk mengetahui perubahan atau<br />
pengurangan amplitudo terhadap offset, atribut<br />
ini harus digunakan dengan atribut intercept.<br />
2.5.5.3 Intercept*Gradient (A*B)<br />
Atribut ini merupakan perkalian antara<br />
intercept dengan gradient dan dapat digunakan<br />
sebagai indikator hidrokarbon secara langsung.<br />
Apabila nilai hasil perkalian kedua atribut<br />
tersebut positif berarti ada suatu pertambahan
nilai amplitudo mutlak terhadap offset. Dan<br />
apabila hasil perkalian bernilai negatif, berarti<br />
ada pengurangan amplitudo absolut terhadap<br />
offset.<br />
BAB III. METODOLOGI<br />
1. Alur Penelitian<br />
11<br />
Mulai<br />
Time migrated PSTM, CRP Gather,<br />
model kecepatan, data log pada well (GR,<br />
RhoB, Nphi, MSFL, ILM, ILD, PeF,<br />
Litologi)<br />
Uji kelayakan data<br />
Set parameter prekondisi<br />
Inversi atribut <strong>AVO</strong> 3D<br />
Output Atribut <strong>AVO</strong><br />
Crosplot Atribut <strong>AVO</strong><br />
Analisa data Log,<br />
Petrofisika &<br />
Seismic<br />
Analisa Lengkap & Kesimpulan<br />
Selesai<br />
kurang baik<br />
Gambar 3.1 diagram alir penelitihan<br />
Input PSTM<br />
Well Seismic Tie<br />
Seismogram<br />
Sintetik<br />
Mulai<br />
Input data seismic<br />
(CRP Gather + model kecepatan)<br />
Uji Kelayakan &<br />
persiapan data <strong>AVO</strong><br />
Set parameter prekondisi<br />
Data seismic prekondisi<br />
(CRP Gather + angle of incidence)<br />
Inversi <strong>AVO</strong><br />
output : angle stack<br />
(near, mid, far),<br />
intercep, gradien<br />
Analisa<br />
baik<br />
Analisa Log<br />
Bright Spot :<br />
+Zona sand<br />
+Resistivitas formasi<br />
tinggi<br />
+Cros-over nilai Nphi<br />
& RhoB<br />
Analisa Petrofisika<br />
Output Petrofisika :<br />
+Saturasi Air<br />
+Saturasi Hidrocarbon
BAB IV. <strong>ANALISA</strong> DAN PEMBAHASAN<br />
4.1 Analisa Data Sumur<br />
Analisa Data Sumur diperlukan untuk<br />
penentuan zona telitian dan litologi sebagai<br />
parameter awal dalam pencarian anomali<br />
<strong>AVO</strong>. Dapat dilihat pada gambar 4.1<br />
Gambar 4.1 kurva log pada zona peneltian<br />
Gambar 4.1 menunjukkan adanya persilangan<br />
pada log RHOB dan NPHI (kolom ke-3)<br />
dimana pada kedalaman yang ditandai dengan<br />
warna merah pada kolom 2 dan 3. Nilai<br />
keduanya saling mengecil dan bersilang<br />
ditandai dengan warna kuning pada kolom 5.<br />
Tabel 4.1 Domain Waktu zona penelitian<br />
Kedalaman dan domain waktunya diperjelas<br />
pada tabel 4.1 dimana domain kedalaman 2360<br />
– 2371 m yang ditandai warna merah berada<br />
12<br />
pada waktu sekitar 2.02459 – 2.02993 ms.<br />
Pada domain waktu tersebut terkandung<br />
minyak dengan saturasi hidrokarbon antara<br />
0.25 – 0.75 seperti yang terlihat pada tabel 4.2<br />
yang memperlihatkan perhitungan Saturasi<br />
Hidrokarbon per-lapisan<br />
Tabel 4.2 Analisa Saturasi Hidrokarbon<br />
per-lapisan<br />
Untuk melakukan kontrol daerah<br />
terdapatnya anomali dilakukan krosplot log<br />
RHOB, NPHI dengan spesifikasi warna<br />
gamma ray. Didapatkan krosplot seperti<br />
gambar 4.2 . Setelah itu dilakukan uji<br />
kelayakan pada data seismik untuk mengetahui<br />
stabilitas lapisan daerah tersebut.<br />
Gambar 4.2 Crossplot log RHOB, NPHI dan<br />
GR<br />
4.2 Uji Kelayakan<br />
Faktor kelayakan dilakukan dengan<br />
spesifikasi penafsiran shuey. Software Probe
memberikan nilai kelayakan antara 0-2 untuk<br />
masing-masing titik. Dari uji kelayakan yang<br />
telah dilakukan didapatkan nilai sebesar 0.58<br />
pada kedalaman warna merah.<br />
Gambar 4.3 Hasil uji kelayakan<br />
Dengan begitu pada kedalaman waktu<br />
yang berwarna merah (gambar 4.3) terbilang<br />
stabil untuk dilakukan proses <strong>AVO</strong>. Hal ini<br />
sesuai dengan domain waktu dan kedalaman<br />
daerah penelitian pada data sumur.<br />
4.3 Tes Prekondisi<br />
Sebelum dilakukan ada baiknya<br />
memperhatikan parameter prekondisi terlebih<br />
dahulu. Yaitu dengan pembatasan data pada<br />
sudut mulai dari 0-35 o .<br />
Hasil prekondisi dapat dilihat pada<br />
gambar 4.4a . (tengah). Noise pada data CRP<br />
dikurangi sehingga menjadikan data<br />
prekondisi lebih halus dan siap untuk<br />
menganalisa <strong>AVO</strong> maupun sebagai input awal<br />
inversi atribut <strong>AVO</strong>.<br />
4.4<br />
Gambar 4.4a Well-Seismic tie<br />
Well – Seismic Tie<br />
Pada proses ini Wavelet yang<br />
digunakan adalah Bandpass yang diestimasi<br />
13<br />
dari keadaan asli seismik di sekitar sumur<br />
yang akan diikat dengan sesimik. Jadi pada<br />
batas kedalaman 2360 – 2371 m dan waktu<br />
2.02 – 2.03 ms reflektornya disejajarkan.<br />
Proses ini juga mengutamakan zona di sekitar<br />
kedalaman waktu yang stabil sewaktu uji<br />
kelayakan data seismik.<br />
Gambar 4.4b Well-Seismic tie<br />
Nilai korelasi maksimum pada<br />
pengikatan sumur <strong>ITS</strong>-9 dengan data seimik<br />
cukup baik yaitu 0.712 (gambar 4.4c). Yang<br />
artinya kesetaraan antara kedalaman dan<br />
waktu tempuh cukup baik.<br />
Setelah itu dilakukan pengikatan<br />
seismik (well-seismic tie) ,seperti gambar<br />
4.4b, pada sumur <strong>ITS</strong>-09 dan dibandingkan<br />
dengan langkah serupa pada seumur lain dan<br />
didapatkan nilai korelasi maksimum dengan<br />
hasil yang tidak jauh beda sekitar 0.7 pada tiap<br />
sumur yang diikat.<br />
Gambar 4.4c Nilai korelasi maksimum<br />
Well- Seismic tie sebesar 0.712
4.5 Inversi <strong>AVO</strong><br />
4.5.1 Regresi Crossplot Vp dan Vs<br />
Regresi didapatkan setelah melakukan<br />
crossplot antara data log Vp dan Vs (gambar<br />
4.5a) pada sumur <strong>ITS</strong>-12 yang memiliki log<br />
kecepatan gelombang seismik dan gelombang<br />
sesar asli. Untuk selanjutnya konstanta yang<br />
didapatkan dapat digunakan untuk penentuan<br />
parameter inversi.<br />
Pada penelitian ini, terdapat<br />
persamaan regresi Vs = 0.862*Vp – 1171,972.<br />
Nilai yang digunakan dalam penentuan<br />
parameter adalah konstanta senilai 0.86<br />
dan -1172. Persamaan serupa juga<br />
diperoleh sama pada data log kecepatan<br />
turunan yang didapatkan pada sumur lain.<br />
Gambar 4.5a Crossplot Vp dan Vs<br />
4.5.2 Inversi Atribut <strong>AVO</strong><br />
Inversi dilakukan untuk mendapatkan<br />
atribut <strong>AVO</strong> yang sesuai dengan penafsiran<br />
shuey pada uji kelayakan. Ada beberapa<br />
atribut yang sesuai dengan pendekatan shuey.<br />
Angle Plot, intersep, gradien, lambda-rho, murho,<br />
Poisson ratio dipilih untuk melihat adanya<br />
anomali <strong>AVO</strong>.<br />
Pada waktu inversi perlu diperhatikan<br />
atribut yang akan dihasilkan berdasarkan uji<br />
kelayakan, dalam hal ini berdasarkan<br />
pendekatan Shuey. nilai konstanta pada<br />
crossplot Vp dan Vs sebelumnya disertakan<br />
untuk menghasilkan atribut hasil inversi<br />
tersebut.<br />
4.5.3 Analisa Data Prekondisi dan<br />
perubahan Amplitudo<br />
Pada penampang prekondisi terdapat<br />
amplitudo dari pengumpulan tras-tras seismik<br />
hasil refleksi dari reflektor yang akan dianalisa<br />
anomali <strong>AVO</strong>.<br />
Pada gambar 4.5b didapatkan<br />
pembalikan polaritas pada kedalaman waktu<br />
14<br />
2420 ms yang mengindikasikan kelas IIp<br />
anomali <strong>AVO</strong>.<br />
Gambar 4.5b Anomali pada prekondisi<br />
Setelah dilakukan analisa kelas<br />
dengan angle plot dan hasilnya didapatkan<br />
kelas <strong>AVO</strong> IIp (gambar 4.5c) dikarenakan<br />
kurva yang terlihat melintas dari amplitudo<br />
positif menujam ke arah amplitudo negatif.<br />
Nilai negatif hanya menandakan arah<br />
perubahan lembah menjadi puncak, namun<br />
amplitudo tetap dianggap meningkat.<br />
Gambar 4.5c Kelas IIp <strong>AVO</strong><br />
4.6 Analisa Atribut <strong>AVO</strong><br />
4.6.1 Analisa Krosplot Intersep dan<br />
Gradien<br />
Gambar 4.6a adalah atribut intersep<br />
(kiri) dan gradien yang dihasilkan dari inversi<br />
atribut <strong>AVO</strong>. Kemudian dari itu dilakukan<br />
crossplot antara keduanya (gambar 4.6b).<br />
Crossplot dilakukan dengan terlebih dahulu<br />
membatasi volume intersep dan gradien hanya<br />
disekitar daerah telitian (didalam batas garis<br />
hitam).<br />
Sedangkan kelas <strong>AVO</strong> yang telah<br />
diketahui adalah IIp, dari situ dilakukan<br />
pembatasan pada crossplot (poligon merah).<br />
Didalam poligon itu terdapat zona coklat muda
pada penampang intersep dan gradien pada<br />
gambar 4.6a.<br />
Gambar 4.6a Atribut Intersep dan Gradien<br />
Gambar 4.6b Crossplot Intersep dan Gradien<br />
4.6.2 Analisa Angle Stack Near, Mid, Far<br />
Angle Stack menggambarkan<br />
perjalanan gelombang seismik dari sumber<br />
sampai sudut yang ditentukan, dimana sudut<br />
tersebut menggantikan fungsi jarak. Biasanya<br />
batas sudut maksimal adalah 35˚ dan<br />
keseluruhannya dibagi menjadi Near, Mid dan<br />
Far Angle Stack untuk dapat melihat jenjang<br />
perubahan nilai amplitudo secara bertahap.<br />
Gambar 4.7 Angle Stack 2-D<br />
Pada gambar 5.9a dapat dilihat adanya<br />
penguatan amplitudo pada Angle Stack <strong>2D</strong><br />
pada inline 1266 dan crossline 4283 (dekat<br />
15<br />
dengan semua sumur) yang sudah dipisahkan<br />
masing-masing menjadi Near Angle Stack,<br />
10˚-25˚ untuk Medium Angle Stack dan 25˚-<br />
35˚ untuk Far Angle Stack.<br />
Gambar 4.8a Near Angle Stack<br />
Gambar 4.8b Mid Angle Stack<br />
Pada gambar 5.9a ditunjukkan<br />
amplitudo pada sudut dekat. Dari situ dapat<br />
terlihat besar nilai amplitudo awal di sekitar<br />
sumur. Setelah itu dilanjutkan pada gambar<br />
5.9b yang merupakan mid angle stack. Dapat<br />
dilihat respon amplitudo setelah melewati<br />
lapisan lebih besar ditandai dengan semakin<br />
tegasnya warna pada lapisan tersebut. Begitu<br />
juga pada gambar 5.9c yang berupa far angle<br />
stack.<br />
Gambar 4.8c Far Angle Stack<br />
Dari ketiga gambar diatas dapat<br />
dijelaskan struktur lapisan pada kedalaman
waktu 2.02 – 2.03 ms di sekitar daerah<br />
penelitian.<br />
Nilai amplitudo semakin bertambah<br />
pada far-angle dilapisan yang sama. Ditandai<br />
dengan semakin kontasnya warna merah dan<br />
hitam. Warna merah menginformasikan peak<br />
amplitudo dan hitam menginformasikan<br />
trough seperti yang dapat terlihat pada garis<br />
biru di data prekondisi.<br />
4.6.3 Analisa Beberapa Atribut <strong>AVO</strong><br />
4.6.3.1 Analisa Poisson Ratio<br />
Respon amplitudo terhadap poison<br />
ratio bernilai negatif yang berarti ada<br />
penurunan poisson ratio pada daerah sekitar<br />
adanya log setelah pada lapisan sebelumnya<br />
bernilai positif. Namun respon amplitudo tetap<br />
dianggap naik hanya arahnya saja ke sumbu<br />
negatif.<br />
Gambar 4.9a Poisson Ratio<br />
4.6.3.2 Analisa Impedansi Akustik<br />
Gambar 4.9b Impedansi Akustik<br />
Sebagaimana telah dijelaskan pada<br />
dasar teori bahwa impedansi akustik adalah<br />
kemampuan untuk melewatkan gelombang<br />
seismik. Dapat terlihat pada gambar 4.9b<br />
warna hitam pada lapisan tersebut<br />
menunjukkan penurunan amplitudo ke sumbu<br />
negatif diakibatkan lapisan yang dilewatkan<br />
oleh gelombang seismik memiliki densitas<br />
16<br />
kecil. Sebagaimana diketahui impedansi<br />
akustik adalah produk perkalian densitas<br />
dengan kecepatan gelombang P.<br />
4.6.3.3 Analisa Lambda*Rho dan Mu*Rho<br />
Lambda*Rho dan Mu*rho dapat<br />
mengidentifikasikan zona reservoir secara<br />
langsung. Dapat dilihat pada gambar 4.10a dan<br />
4.10b. Lambda*rho menunjukkan respon nilai<br />
negatif pada amplitudo yang melewati lapisan.<br />
Sedangkan pada Mu*rho mengalami<br />
pembalikan dimana respon amplitude lebih<br />
cenderung bernilai positif. Hal tersebut<br />
menunjukkan zona hidrokarbon.<br />
Gambar 4.10a Lambda*Rho<br />
Gambar 4.10b Mu*Rho<br />
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN<br />
5.1 Kesimpulan<br />
Dari penelitian yang telah dilakukan<br />
dapat diambil beberapa kesimpulan.<br />
1. Pada analisa hasil crossplot dan<br />
perhitungan Petrofisika pada data log<br />
yang dilakukan pada sumur <strong>ITS</strong>-09<br />
telah menunjukkan bahwa litologi<br />
adalah reservoir yang berisi<br />
Hidrokarbon, minyak dan gas.
demikian juga pada sumur <strong>ITS</strong>-02,<br />
<strong>ITS</strong>-10, <strong>ITS</strong>-12 dan <strong>ITS</strong>-14 setelah<br />
dilakukan korelasi pada lapisan atribut<br />
<strong>AVO</strong> 3D yang sama. Dari parameter<br />
tersebut dilanjutkan dengan analisa<br />
<strong>AVO</strong>.<br />
2. Berdasarkan angle plot kelas anomali<br />
<strong>AVO</strong> yang terbentuk pada reservoir<br />
batugamping ini termasuk kedalam<br />
kelas IIp klasifikasi Rutherford and<br />
Williams. Anomali <strong>AVO</strong> terbukti<br />
tidak selalu sebagai indikator gas.<br />
Dalam penelitian ini ditemukan<br />
anomali <strong>AVO</strong> dalam lapisan yang<br />
mengandung minyak. Sesuai dengan<br />
respon amplitudo yang besar<br />
berbentuk flat spot pada penampang<br />
atribut <strong>AVO</strong> 3D di kedalaman waktu<br />
2000ms.<br />
3. Respon Amplitudo pada masingmasing<br />
atribut <strong>AVO</strong> menunjukkan<br />
tren meningkat. Namun pada atribut<br />
Lambda*Rho dan Mu*Rho terlihat<br />
saling berketebalikan diantaranya. Hal<br />
ini mengindikasikan adanya<br />
hidrokarbon pada penampang seismik<br />
di kedalaman 2000ms<br />
5.2 Saran<br />
Sangat dianjurkan untuk mempelajari<br />
Petrofisika dan interpretasi sumur untuk lebih<br />
mengetahui keadaan di bawah permukaan<br />
bumi. Hal ini dapat membantu dalam hal<br />
karakterisasi reservoir berdasarkan anomali<br />
<strong>AVO</strong>.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Aki A., and Richard P.G., 1980,<br />
Quantitative Seismology: Theory and<br />
Methods, W.H.Freeman &<br />
Company.<br />
Canning, A., 2000, Introduction to <strong>AVO</strong><br />
Theory, Paradigm Geophysical.<br />
Castagna, J.P., Swan, H.W., and Foster,<br />
D.J., 1998, Framework For <strong>AVO</strong><br />
Gradient and Intercept<br />
Interpretation, Geophysics, 63, 948-<br />
956.<br />
Gardner, G.H.F., Gardner, L.W., and<br />
Gregory, A.R. 1974, Formation<br />
velocity and density – The diagnostic<br />
basis for stratigraphic traps.<br />
Geophysics 39, 770-780.<br />
17<br />
Goodway, et.al., 1997, Improved <strong>AVO</strong> fluid<br />
detection and lithology<br />
discrimination using Lame<br />
petrophysical parameter; ””, ””,<br />
and ”” fluid stack, from P and S<br />
inversion: CSEG Recorder.<br />
Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan<br />
Aplikasi Log, Schlumberger Oilfield<br />
Service, Edisi ke-8, Jakarta.<br />
Ostrander W.J., 1984, Plane wave reflection<br />
coefficients for gas sands at nonnormal<br />
angles of incidence,<br />
Geophysics 49, 1637-1648.<br />
Rutherford, S., and Williams, R., 1989,<br />
Amplitude versus offset variation in<br />
gas sands, Geophysics 54, 680-688.<br />
Smith, G.C., and Gidlow, P.M., 1987,<br />
Weighted stacking for rock property<br />
estimation in gas sands, Geophys.<br />
Prosp., 35 993-1014.<br />
Shuey, R.T., 1985, A simplification of the<br />
Zoeppritz equations, Geophysics 50,<br />
609-614.<br />
Sumirah., 2007, Deteksi Reservoar Gas<br />
Menggunakan Analisis <strong>AVO</strong> dan<br />
Inversi λρ & μρ Data Seismik 3D.,<br />
Skripsi-S1 Geofisika FMIPA UGM,<br />
Yogyakarta.<br />
Wyllie, M.R.J., Gregory, A.R., and<br />
Gardner, L.W., 1956, Elastic wave<br />
velocities in heterogeneous and<br />
porous media, Geophysics 21, 41-70.<br />
Yilmaz, Oz, 2001, Seismic Data Analysis:<br />
Processing, Interpretation and<br />
Inversion, Society of exploration<br />
Geophysics.<br />
Zoeppritz, R., 1919. On the reflektion and<br />
propagation of seismic waves,<br />
Erdbebenwellen VIIIB; Gottinger<br />
Nachrichten I, 66-68.