rancangan undang-undang republik indonesia nomor 31 ... - ProPatria
rancangan undang-undang republik indonesia nomor 31 ... - ProPatria
rancangan undang-undang republik indonesia nomor 31 ... - ProPatria
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Menimbang<br />
RANCANGAN<br />
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br />
NOMOR <strong>31</strong> TAHUN 2002<br />
TENTANG<br />
PARTAI POLITIK<br />
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />
a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diakui dan<br />
dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />
b. bahwa usaha untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan<br />
pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat<br />
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis, dan<br />
berdasarkan hukum;<br />
c. bahwa kaidah-kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, transparansi, keadilan,<br />
aspirasi, tanggung jawab, dan perlakuan yang tidak diskriminatif dalam Negara Kesatuan Republik<br />
Indonesia perlu diberi landasan hukum;<br />
d. bahwa partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat yang penting dalam<br />
mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan,<br />
kebersamaan, dan kejujuran;<br />
e. bahwa merupakan kenyataan sejarah bangsa Indonesia, Partai Komunis Indonesia yang menganut<br />
paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme telah melakukan penghianatan terhadap<br />
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu Ketetapan Majelis<br />
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang<br />
Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh<br />
Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan<br />
untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme<br />
harus tetap diberlakukan dan dilaksanakan secara konsekuen;<br />
f. bahwa Undang-<strong>undang</strong> Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik sudah tidak sesuai dengan<br />
perkembangan masyarakat dan perubahan ketatanegaraan, serta atas dasar amanat Ketetapan<br />
Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001 tentang laporan Pelaksanaan Putusan<br />
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang<br />
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001 dan Ketetapan Majelis<br />
Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan<br />
Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA<br />
pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002, karena<br />
itu perlu diperbaharui;<br />
g. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f perlu<br />
dibentuk <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> tentang partai politik;<br />
Mengingat :<br />
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A, Pasal 20 ayat (1), ayat (2), Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C (1), Pasal 27<br />
ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama antara<br />
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />
dan<br />
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />
MEMUTUSKAN:<br />
Menetapkan : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PARTAI POLITIK.<br />
Dalam <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini yang dimaksud dengan:<br />
BAB I<br />
KETENTUAN UMUM<br />
Pasal 1<br />
Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia<br />
secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan<br />
anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.<br />
BAB II<br />
PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK<br />
Pasal 2<br />
(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang warga negara<br />
Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun ke atas dengan akta notaris.<br />
(2) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat anggaran dasar dan anggaran rumah<br />
tangga serta kepengurusan tingkat nasional.<br />
(3) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman<br />
dengan syarat:<br />
a. memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan Undang-Undnag Dasar Negara<br />
Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an lainnya;<br />
b. mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50%<br />
(lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25%<br />
(dua lima puluh persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan;<br />
c. memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya<br />
atau keseluruhannya dengan nama, lambang dan tanda gambar partai politik lain; dan<br />
d. memiliki kantor tetap.<br />
Pasal 3<br />
(1) Departemen Kehakiman menerima pendaftaran pendirian Partai Politik yang telah memenuhi syarat<br />
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.<br />
(2) Pengesahan Partai Politik sebagai badan hukum dilakukan oleh Menteri Kehakiman selambatlambatnya<br />
30 (tiga puluh) hari setelah penerimaan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).<br />
(3) Pengesahan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan dalam Berita Negara<br />
Republik Indonesia.
Pasal 4<br />
Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, nama, lambang, dan<br />
tanda gambar partai politik didaftarkan ke Departemen Kehakiman.<br />
BAB III<br />
ASAS DAN CIRI<br />
Pasal 5<br />
(1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara<br />
Republik Indonesia Tahun 1945.<br />
(2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang<br />
tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun<br />
1945, dan <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>.<br />
BAB IV<br />
TUJUAN<br />
Pasal 6<br />
(1) Tujuan umum partai politik adalah:<br />
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan<br />
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />
b. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi<br />
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan<br />
c. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.<br />
d. cita-citanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.<br />
(2) Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat,<br />
berbangsa, dan bernegara.<br />
(3) Tujuan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara<br />
konstitusional.<br />
BAB V<br />
FUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN<br />
Pasal 7<br />
Partai Politik berfungsi sebagai sarana:<br />
a. pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Republik<br />
Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,<br />
dan bernegara;<br />
b. penciptaan iklim yang kondusif dan program konkrit serta sebagai perekat persatuan dan<br />
kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat;<br />
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam<br />
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;<br />
d. partisipasi politik warga negara; dan<br />
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan<br />
memperhatikan kesetaraan gender.
Pasal 8<br />
Partai Politik berhak:<br />
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;<br />
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;<br />
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar partainya dari Departemen<br />
Kehakiman sesuai dengan peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an;<br />
d. ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undang-<strong>undang</strong> Pemilihan Umum;<br />
e. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat;<br />
f. mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan<br />
peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an;<br />
g. mengusulkan pemberhentian anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan<br />
per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an; dan<br />
h. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan peraturan<br />
per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an.<br />
Pasal 9<br />
Partai Politik berkewajiban:<br />
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia<br />
Tahun 1945dan peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an lainnya;<br />
b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;<br />
c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional;<br />
d. menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;<br />
e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik;<br />
f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;<br />
g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;<br />
h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima,<br />
serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah;<br />
i. membuat laporan neraca keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada Komisi Pemilihan<br />
Umum setelah diaudit oleh akuntan publik; dan<br />
j. memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca<br />
keuangan hasil audit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam)<br />
bulan setelah hari pemungutan suara.<br />
BAB VI<br />
KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA<br />
Pasal 10<br />
(1) Warga negara Republik Indonesia dapat menjadi anggota partai politik apabila telah berumur 17<br />
(tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.<br />
(2) Keanggotaan partai politik bersifat sukarela, terbuka dan tidak diskriminatif bagi setiap warga negara<br />
Indonesia yang menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai yang bersangkutan.<br />
Pasal 11<br />
(1) Kedaulatan partai politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut anggaran dasar dan<br />
anggaran rumah tangga.<br />
(2) Anggota partai politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan, hak memilih dan dipilih.<br />
(3) Anggota partai politik wajib mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta<br />
berkewajiban untuk berpartisipasi dalam kegiatan partai politik.<br />
Pasal 12<br />
Anggota partai politik yang menjadi anggota lembaga perwakilan rakyat dapat diberhentikan<br />
keanggotaannya dari lembaga perwakilan rakyat apabila:
a. menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik yang bersangkutan atau<br />
menyatakan menjadi anggota partai politik lain;<br />
b. diberhentikan dari keanggotaan partai politik yang bersangkutan karena melanggar anggaran<br />
dasar dan anggaran rumah tangga; atau<br />
c. melakukan pelanggaran peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an yang menyebabkan yang bersangkutan<br />
diberhentikan.<br />
BAB VII<br />
KEPENGURUSAN<br />
Pasal 13<br />
(1) Partai politik mempunyai kepengurusan tingkat nasional dan dapat mempunyai kepengurusan<br />
sampai tingkat desa/kelurahan atau dengan sebutan lainnya.<br />
(2) Kepengurusan partai politik tingkat nasional berkedudukan di ibukota negara.<br />
(3) Kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui forum musyawarah<br />
partai politik sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dengan memperhatikan<br />
kesetaraan dan keadilan gender.<br />
(4) Dalam hal terjadi pergantian dan penggantian kepengurusan partai politik tingkat nasional sesuai<br />
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, susunan pengurus baru didaftarkan kepada<br />
Departemen Kehakiman paling cepat 7 (tujuh) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak<br />
terjadinya pergantian dan penggantian kepengurusan tersebut.<br />
(5) Departemen Kehakiman memberikan keputusan terdaftar kepada pengurus baru sebagaimana<br />
dimaksud pada ayat (4) paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pendaftaran diterima.<br />
Pasal 14<br />
(1) Apabila terjadi keberatan dari sekurang-kurangnya setengah peserta forum musyawarah atau<br />
terdapat kepengurusan ganda partai politik yang didukung oleh sekurang-kurangnya setengah<br />
peserta forum musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), keberatan itu<br />
diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.<br />
(2) Apabila penyelesaian musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat<br />
dicapai, para pihak dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.<br />
(3) Selama dalam proses penyelesaian, kepengurusan partai politik yang bersangkutan dilaksanakan<br />
untuk sementara oleh pengurus partai politik hasil forum musyawarah sebagaimana dimaksud dalam<br />
Pasal 13 ayat (3).<br />
Pasal 15<br />
Pengurus dan/atau anggota partai politik yang berhenti atau diberhentikan dari kepengurusan dan/atau<br />
keanggotaan partainya tidak dapat membentuk kepengurusan atas partai politik yang sama dan/atau<br />
membentuk partai politik yang sama.<br />
BAB VIII<br />
PERADILAN PERKARA PARTAI POLITIK<br />
Pasal 16<br />
(1) Perkara partai politik berkenaan dengan ketentuan <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini diajukan melalui pengadilan<br />
negeri.<br />
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan<br />
kasasi kepada Mahkamah Agung.<br />
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60<br />
(enam puluh) hari dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(1) Keuangan partai politik bersumber dari:<br />
e. iuran anggota;<br />
f. sumbangan yang sah menurut hukum; dan<br />
g. bantuan dari anggaran negara.<br />
BAB IX<br />
KEUANGAN<br />
Pasal 17<br />
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa uang, barang, fasilitas,<br />
peralatan, dan/atau jasa.<br />
(3) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada partai<br />
politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat.<br />
(4) Tata cara penyaluran bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan<br />
peraturan pemerintah.<br />
Pasal 18<br />
(1) Sumbangan dari anggota dan bukan anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf<br />
b paling banyak senilai Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.<br />
(2) Sumbangan dari perusahaan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)<br />
huruf b paling banyak senilai Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu)<br />
tahun.<br />
(3) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberikan oleh perusahaan dan/atau badan<br />
usaha harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an.<br />
BAB X<br />
LARANGAN<br />
Pasal 19<br />
(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang atau tanda gambar yang sama dengan :<br />
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;<br />
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;<br />
c. nama, bendera, atau lambang negara lain dan nama, bendera, atau lambang lembaga/badan<br />
internasional;<br />
d. nama dan gambar seseorang; atau<br />
e. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan partai politik lain.<br />
(2) Partai politik dilarang :<br />
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />
Indonesia Tahun 1945 atau peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an lainnya;<br />
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;<br />
atau<br />
c. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah negara dalam<br />
memelihara persahabatan dengan negara lain dalam rangka ikut memelihara ketertiban dan<br />
perdamaian dunia.<br />
(3) Partai politik dilarang :<br />
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun, yang<br />
bertentangan dengan peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an;<br />
b. menerima sumbangan, baik berupa barang maupun uang, dari pihak mana pun tanpa<br />
mencantumkan identitas yang jelas; atau
c. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, i badan usaha milik daerah,<br />
badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya, koperasi, yayasan, lembaga swadaya<br />
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.<br />
(4) Partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha.<br />
(5) Partai politik dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham<br />
Komunisme/Marxisme-Leninisme.<br />
Partai politik bubar apabila:<br />
a. membubarkan diri atas keputusan sendiri;<br />
BAB XI<br />
PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN<br />
Pasal 20<br />
b. menggabungkan diri dengan partai politik lain; atau<br />
c. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.<br />
Pasal 21<br />
(1) Partai politik dapat bergabung dengan partai politik lain dengan cara:<br />
a. bergabung membentuk partai politik baru dengan nama, lambang, dan tanda gambar baru; atau<br />
b. bergabung dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda gambar salah satu partai politik.<br />
(2) Partai politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus<br />
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.<br />
(3) Partai politik yang menerima penggabungan dari partai politik lain sebagaimana dimaksud pada ayat<br />
(1) huruf b tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan<br />
Pasal 3.<br />
Pasal 22<br />
Pembubaran partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dan huruf b dan penggabungan<br />
partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diumumkan dalam Berita Negara oleh Departemen<br />
Kehakiman.<br />
BAB XII<br />
PENGAWASAN<br />
Pasal 23<br />
Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini meliputi tugas sebagai berikut:<br />
a. melakukan penelitian secara administratif dan substantif terhadap akta pendirian dan syarat<br />
pendirian partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 5;<br />
b. melakukan pengecekan terhadap kepengurusan partai politik yang tercantum dalam akta pendirian<br />
partai politik dan kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b;<br />
c. melakukan pengecekan terhadap nama, lambang, dan tanda gambar partai politik sebagaimana<br />
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);<br />
d. menerima laporan perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, nama, lambang, dan<br />
tanda gambar partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan pergantian atau<br />
penggantian kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4);<br />
e. meminta hasil audit laporan keuangan tahunan partai politik dan hasil audit laporan keuangan dana<br />
kampanye pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf h, huruf i, dan huruf j; dan<br />
f. melakukan penelitian terhadap kemungkinan dilakukannya pelanggaran terhadap laranganlarangan<br />
partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), (3), (4), dan (5);
Pasal 24<br />
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan oleh:<br />
a. Departemen Kehakiman di dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud<br />
dalam Pasal 23 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d;<br />
b. Komisi Pemilihan Umum di dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud<br />
dalam Pasal 23 huruf e; dan<br />
c. Departemen Dalam Negeri melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />
23 huruf f.<br />
(2) Tindak lanjut pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan<br />
per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an.<br />
Pasal 25<br />
Pemerintah tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi dan hak partai politik sebagaimana<br />
dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8.<br />
BAB XIII<br />
SANKSI<br />
Pasal 26<br />
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 5 ayat (1) dikenai<br />
sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran sebagai partai politik oleh Departemen<br />
Kehakiman.<br />
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 huruf h dikenai sanksi<br />
administratif berupa teguran secara terbuka oleh Komisi Pemilihan Umum.<br />
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 huruf I dan huruf j dikenai<br />
sanksi administratif berupa diberhentikannya bantuan dari anggaran negara.<br />
Pasal 27<br />
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dikenai sanksi<br />
administratif berupa penolakan pendaftaran partai politik oleh Departemen Kehakiman.<br />
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dikenai sanksi<br />
administratif berupa pembekuan sementara partai politik paling lama 1 (satu) tahun oleh pengadilan<br />
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).<br />
(3) Pelarangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dikenai sanksi<br />
administratif berupa teguran secara terbuka oleh Komisi Pemilihan Umum.<br />
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dikenai sanksi<br />
administratif berupa larangan mengikuti pemilihan umum berikutnya oleh pengadilan sebagaimana<br />
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).<br />
(5) Sebelum dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat 92), ayat (3), dan<br />
ayat (4) pengurus pusat partai politik yang bersangkutan terlebih dahulu didengar keterangannya.<br />
Pasal 28<br />
(1) Setiap orang yang memberikan sumbangan kepada partai politik melebihi ketentuan sebagaimana<br />
diatur dalam Pasal 18 diancam dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau pidana<br />
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).<br />
(2) Pengurus partai politik yang menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/bdan<br />
usaha yang melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18, diancam dengan pidana<br />
kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima<br />
ratus juta rupiah).<br />
(3) Setiap orang yang mempengaruhi atau memaksa sehingga seseorang dan/atau perusahaan/badan<br />
usaha memberikansumbangan kepada partai politik melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam<br />
Pasal 18, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda<br />
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Sumbangan yang diterima partai politik dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang<br />
melebihi batas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, disita untuk negara.<br />
(5) Pengurus partai politik yang melakukan pelanggaran sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 19<br />
ayat (3) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling<br />
banyak Rp 1,000.000.000,00 (satu miliar rupiah)<br />
(6) Pengurus partai politik yang menggunakan partainya untuk melakukan kegiatan sebagaimana<br />
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999<br />
tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap<br />
Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, dan huruf e, dan partainya dapat dibubarkan.<br />
BAB XIV<br />
KETENTUAN PERALIHAN<br />
Pasal 29<br />
(1) Partai Politik yang menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik telah<br />
disahkan sebagai badan hukum oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia diakui keberadaannya<br />
dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini selambat-lambatnya 9 (sembilan)<br />
bulan ejak berlakunya <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini.<br />
(2) Partai Politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatalkan<br />
keabsahannya sebagai badan hukum dan tidak diakui keberadaannya menurut <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini.<br />
(3) Dengan berlakunya <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini, penyelesaian perkara partai politik yang sedang dalam<br />
proses peradilan menyesuaikan dengan ketentuan <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini.<br />
Pasal 30<br />
Sebelum Mahkamah Konstitusi dibentuk, kewenangan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan<br />
pembubaran partai politik dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.<br />
BAB XV<br />
KETENTUAN PENUTUP<br />
Pasal <strong>31</strong><br />
Pada saat mulai berlakunya <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini, Undang-<strong>undang</strong> Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik<br />
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3809) dinyatakan tidak<br />
berlaku lagi.<br />
Pasal 32<br />
Undang-<strong>undang</strong> ini mulai berlaku pada tanggal di<strong>undang</strong>kan.<br />
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng<strong>undang</strong>an <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini dengan<br />
menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br />
Di<strong>undang</strong>kan di Jakarta<br />
pada tanggal<br />
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,<br />
BAMBANG KESOWO<br />
Disahkan di Jakarta<br />
pada tanggal<br />
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br />
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN …… NOMOR …
I. UMUM<br />
PENJELASAN<br />
ATAS<br />
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br />
NOMOR <strong>31</strong> TAHUN 2002<br />
TENTANG PARTAI POLITIK<br />
Pembentukan, pemeliharaan, dan pengembangan partai politik pada dasarnya merupakan salah satu<br />
pencerminan hak warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat. Melalui partai<br />
politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan<br />
masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Partai Politik merupakan komponen yang sangat<br />
penting dalam sistem politik demokrasi. Dengan demikian, penataan kepartaian harus bertumpu pada<br />
kaidah-kaidah kedaulatan rakyat, yaitu memberikan kebebasan, kesetaraan, dan kebersamaan.<br />
Melalui kebebasan yang bertanggung jawab, segenap warga negara memiliki hak untuk berkumpul dan<br />
berserikat guna mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata. Kesetaraan merupakan prinsip yang<br />
memungkinkan segenap warga negara berpikir dalam kerangka kesederajatan sekalipun kedudukan,<br />
fungsi, dan peran masing-masing berbeda. Kebersamaan adalah wahana untuk mencapai tujuan<br />
berbangsa dan bernegara sehingga segala bentuk tantangan lebih mudah dihadapi. Partai politik dapat<br />
mengambil peran penting dalam menumbuhkan kebebasan, kesetaraan, dan kebersamaan sebagai<br />
upaya untuk membentuk bangsa dan negara yang padu.<br />
Di dalam sistem politik demokrasi, kebebasan dan kesetaraan tersebut diimplementasikan agar dapat<br />
merefleksikan rasa kebersamaan yang menjamin terwujudnya cita-cita kemasyarakatan secara utuh..<br />
Disadari bahwa proses menuju kehidupan politik yang memberikan peran kepada partai politik sebagai<br />
aset nasional berlangsung berdasarkan prinsip perubahan dan kesinambungan yang makin lama makin<br />
menumbuhkan kedewasaan dan tanggung jawab berdemokrasi. Hal ini dapat dicapai melalui penataan<br />
kehidupan kepartaian, di samping adanya sistem dan proses pelaksanaan pemilihan umum secara<br />
memadai.<br />
Keterkaitan antara kehidupan kepartaian yang sehat dengan proses penyelenggaraan pemilihan umum<br />
akan dapat menciptakan lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang lebih berkualitas. Untuk merancang<br />
keterkaitan sistemik antara sistem kepartaian, sistem pemilihan umum dengan sistem konstitusional,<br />
seperti tercermin dalam sistem pemerintahan, diperlukan adanya kehidupan kepartaian yang mampu<br />
menampung keberagaman.<br />
Untuk mewujudkan tujuan kemasyarakatan dan kenegaraan yang berwawasan kebangsaan, diperlukan<br />
adanya kehidupan dan sistem kepartaian yang sehat dan dewasa; yaitu sistem multipartai sederhana.<br />
Dalam sistem multipartai sederhana akan lebih mudah dilakukan kerja sama menuju sinergi nasional.<br />
Mekanisme ini di samping tidak cenderung menampilkan monolitisme, juga akan lebih menumbuhkan<br />
suasana demokratis yang memungkinkan partai politik dapat berperan secara optimal. Perwujudan<br />
sistem multipartai sederhana dilakukan dengan menetapkan persyaratan kualitatif ataupun kuantitatif,<br />
baik dalam pembentukan partai maupun dalam penggabungan partai-partai yang ada.<br />
Partai politik sebagai peserta pemilihan umum mempunyai kesempatan memperjuangkan kepentingan<br />
rakyat secara luas, mengisi lembaga-lembaga negara, dan untuk membentuk pemerintahan.<br />
Partai politik melalui pelaksanaan fungsi pendidikan politik, sosialisasi politik, perumusan dan<br />
penyaluran kepentingan serta komunikasi politik secara riil akan meningkatkan kesadaran dan<br />
partisipasi politik masyarakat, merekatkan berbagai kelompok dan golongan dalam masyarakat,<br />
mendukung integrasi dan persatuan nasional, mewujudkan keadilan, menegakkan hukum,<br />
menghormati hak asasi manusia, serta dan menjamin terciptanya stabilitas keamana.<br />
Dalam rangka menegakkan aturan dalam <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini, diperlukan pengawasan dan sanksi<br />
terhadap pelanggaran atas ketentuan <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini.
II. PASAL DEMI PASAL<br />
Pasal 1<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 2<br />
Ayat (1)<br />
Cukup jelas.<br />
Ayat (2)<br />
Cukup jelas.<br />
Ayat (3)<br />
Pasal 3<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 4<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 5<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 6<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 7<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 8<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 9<br />
Huruf a<br />
Yang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik<br />
Indonesia Tahun 1945 adalah bahwa pembentukan, anggaran dasar dan anggaran rumah<br />
tangga, maksud, tujuan, asas, program kerja dan perjuangan Partai Politik tidak<br />
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan<br />
peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an yang berlaku.<br />
Huruf b<br />
Yang dimaksud dengan sekurang-kurangnya 50% dari jumlah provinsi, sekurangkurangnya<br />
50% dari jumlah kabupaten/kota, dan sekurang-kurangnya 50% dari jumlah<br />
kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan adalah hasil penghitungan<br />
dengan pembulatan ke atas.<br />
Kabupaten/kotamadya administratif di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta<br />
kedudukannya setara dengan kabupaten/kota di provinsi lain.<br />
Huruf c<br />
Yang dimaksud dengan tidak mempunyai persamaan pada pokoknya dengan nama,<br />
lambang, dan tanda gambar partai politik lain adalah tidak memiliki kemiripan yang<br />
menonjol yang nyata-nyata menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai<br />
bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur yang<br />
terdapat dalam nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lain.<br />
Huruf d<br />
Yang dimaksud dengan mempunyai kantor tetap adalah mempunyai alamat sekretariat<br />
yang jelas yang ditunjukkan dengan dokumen yang sah dan ketentuan ini berlaku dari<br />
pusat sampai dengan tingkat kabupaten/kota.<br />
Huruf a<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf b<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf c<br />
Cukup jelas.
Pasal 10<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 11<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 12<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 13<br />
Ayat (1)<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf d<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf e<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf f<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf g<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf h<br />
Penggunaan dana bantuan dari anggaran negara kepada partai politik dilaporkan setiap<br />
tahun kepada Pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri, dan diaudit oleh<br />
Badan Pemeriksa Keuangan.<br />
Huruf i<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf j<br />
Yang dimaksud dengan rekening khusus dana kampanye adalah rekening yang khusus<br />
menampung dana kampanye pemilihan umum, yang dipisahkan dari rekening keperluan<br />
lain.<br />
Ayat (2)<br />
Yang dimaksud dengan berkedudukan di ibukota negara adalah dapat berkantor pusat di DKI<br />
Jakarta, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, dan Kota Bekasi.<br />
Ayat (3)<br />
Kesetaraan dan keadilan gender dicapai melalui peningkatan jumlah perempuan secara signifikan<br />
dalam kepengurusan partai politik di setiap tingkatan.<br />
Ayat (4)<br />
Cukup jelas.<br />
Ayat (5)<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 14<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 15<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 16<br />
Sepanjang tidak diatur tersendiri dalam <strong>undang</strong>-<strong>undang</strong> ini, tata cara penyelesaian perkara partai<br />
politik dilakukan menurut hukum acara yang berlaku.<br />
Pasal 17<br />
Ayat (1)<br />
Huruf a<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf b<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf c
Ayat (2)<br />
Cukup jelas.<br />
Yang dimaksud dengan anggaran negara adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja<br />
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.<br />
Ayat (3)<br />
Yang dimaksud dengan lembaga perwakilan rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik<br />
Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah<br />
kabupaten/kota.<br />
Partai politik yang mendapatkan kursi di:<br />
a. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia diberi bantuan keuangan yang bersumber<br />
dari anggaran pendapatan dan belanja negara;<br />
b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi diberi bantuan keuangan yang bersumber dari<br />
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi; dan<br />
c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota diberi bantuan keuangan yang<br />
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.<br />
Bantuan yang dimaksud dilaksanakan oleh pemerintah dan disampaikan kepada partai politik<br />
untuk biaya administrasi dan/atau sekretariat partai politik sesuai dengan kemampuan keuangan<br />
negara dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an.<br />
Ayat (4)<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 18<br />
Ayat (1)<br />
Cukup jelas.<br />
Ayat (2)<br />
Yang dikecualikan dari perusahaan atau badan usaha lain adalah badan usaha milik negara,<br />
badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya.<br />
Ayat (3)<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 19<br />
Ayat (1)<br />
Huruf a<br />
Yang dimaksud dengan lambang negara Republik Indonesia adalah burung Garuda<br />
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Penggunaan sebagian dari<br />
gambar/simbol yang ada dalam lambang negara tidak termasuk dalam ketentuan ini.<br />
Huruf b<br />
Yang dimaksud dengan lambang lembaga negara adalah lambang dari lembaga-lembaga<br />
negara yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun<br />
1945 dan peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an lainnya.<br />
Yang dimaksud dengan lambang pemerintah adalah lambang instansi pemerintah seperti<br />
departemen, lembaga pemerintah non-departemen, dan pemerintah daerah.<br />
Huruf c<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf d<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf e<br />
Yang dimaksud dengan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan nama, lambang,<br />
dan tanda gambar partai politik lain adalah memiliki kemiripan yang menonjol yang nyatanyata<br />
menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan,<br />
cara penulisan maupun kombinasi antara unsur-unsur yang tedapat dalam nama,<br />
lambang, dan tanda gambar partai politik lain.<br />
Dalam hal terdapat partai politik yang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar<br />
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama,<br />
lambang, atau tanda gambar tersebut. Partai politik yang mendaftar lebih akhir harus<br />
mengubah nama, lambang, atau tanda gambarnya.
Ayat (1)<br />
Ayat (3)<br />
Ayat (4)<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf a<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf b<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf c<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf a<br />
Yang dimaksud dengan pihak asing adalah warga negara asing, organisasi<br />
kemasyarakatan asing dan pemerintahan asing.<br />
Huruf b<br />
Yang dimaksud dengan identitas yag jelas adalah meliputi keterangan tentang nama dan<br />
alamat lengkap perseorangan atau perusahaan.<br />
Huruf c<br />
Cukup jelas.<br />
Huruf d<br />
Cukup jelas.<br />
Ayat (5)<br />
Yang dimaksud dengan paham Komunisme/Marxisme-Leninisme adalah paham yang dilarang<br />
sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.<br />
Pasal 20<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 21<br />
Ayat (1)<br />
Cukup jelas.<br />
Ayat (2)<br />
Penggabungan partai-partai politik dideklarasikan serta dituangkan dalam berita acara<br />
penggabungan dan didaftarkan ke Departemen Kehakiman sesuai dengan ketentuan <strong>undang</strong><strong>undang</strong><br />
ini.<br />
Ayat (3)<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 22<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 23<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 24<br />
Ayat (1)<br />
Cukup jelas.<br />
Ayat (2)<br />
Hal-hal yang belum diatur akan diatur kemudian dengan peraturan per<strong>undang</strong>-<strong>undang</strong>an.<br />
Pasal 25<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 26<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 27<br />
Cukup jelas.
Pasal 28<br />
Yang dimaksud dengan pengurus dalam Pasal 28 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) adalah unsur<br />
pengurus partai politik yang melakukan tindakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal<br />
tersebut.<br />
Pasal 29<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 30<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal <strong>31</strong><br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 32<br />
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR….