28.05.2015 Views

Draf RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan ...

Draf RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan ...

Draf RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>RUU</strong> SUSDUK<br />

RANCANGAN<br />

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br />

NOMOR ..... TAHUN 2002<br />

TENTANG<br />

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN<br />

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT,<br />

DEWAN PERWAKlLAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT DAERAH<br />

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />

Menimbang :<br />

a. bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat<br />

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan<br />

rakyat, lembaga perwakilan rakyat, <strong>dan</strong> lembaga perwakilan daerah yang mampu mencerminkan nilainilai<br />

demokrasi serta dapat menyerap <strong>dan</strong> memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk kepentingan<br />

daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa <strong>dan</strong> bernegara;<br />

b. bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat <strong>dan</strong> lembaga<br />

perwakilan daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu penataan susunan <strong>dan</strong> kedudukan<br />

Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, <strong>dan</strong> Dewan<br />

Perwakilan Rakyat Daerah;<br />

c. bahwa dalam rangka peningkatan peran <strong>dan</strong> tanggung jawab lembaga permusyawaratan rakyat. <strong>dan</strong><br />

lembaga perwakilan rakyat, serta mengatur lembaga perwakilan daerah. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 4<br />

Tahun 1999 <strong>tentang</strong> <strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kedudukan</strong> Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dewan Perwakilan<br />

Rakyat, <strong>dan</strong> Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan<br />

politik <strong>dan</strong> ketatanegaraan;<br />

d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, <strong>dan</strong> huruf c. dipan<strong>dan</strong>g perlu mengganti<br />

Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 4 Tahun 1999 <strong>tentang</strong> <strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kedudukan</strong> Majelis Permusyawaratan<br />

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, <strong>dan</strong> Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />

<strong>tentang</strong> <strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kedudukan</strong> Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan<br />

Perwakilan Daerah, <strong>dan</strong> Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;<br />

Mengingat :<br />

1. Pasal1 ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20 ayat (1 ), Pasal<br />

20A, Pasal 21, Pasal 22B, Pasal 22C, Pasal 22D, <strong>dan</strong> Pasal 22E ayat (2), ayat (3) <strong>dan</strong> ayat (4), Un<strong>dan</strong>g-<br />

Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945;<br />

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/<strong>MPR</strong>/1999 <strong>tentang</strong> Garis-<br />

Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004;<br />

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/<strong>MPR</strong>/2001 <strong>tentang</strong> Laporan<br />

Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara<br />

pada Si<strong>dan</strong>g Tahunan <strong>MPR</strong>-RI Tahun 2001 ;


4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor Vl/<strong>MPR</strong>/2002 <strong>tentang</strong><br />

Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia<br />

oleh Presiden, <strong>DPR</strong>, BPK, MA, pada Si<strong>dan</strong>g Tahunan <strong>MPR</strong> Tahun 2002;<br />

5. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 22 Tahun 1999 <strong>tentang</strong> Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999<br />

Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);<br />

6. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor ..... Tahun 2002 <strong>tentang</strong> Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor<br />

....., Tambahan Lembaran Negara Nomor .....);<br />

7. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor ..... Tahun 2002 <strong>tentang</strong> Pemilihan Umum (Lembaran Negara Tahun 2002<br />

Nomor ....., Tambahan Lembaran Negara Nomor ..... );<br />

Dengan persetujuan bersama<br />

DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />

DAN<br />

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />

Menetapkan :<br />

MEMUTUSKAN:<br />

UNDANG-UNDANG TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS<br />

PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT, DEWAN<br />

PERWAKlLAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT DAERAH.<br />

BAB I<br />

KETENTUAN UMUM<br />

Pasal 1<br />

Dalam Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g ini yang dimaksud dengan :<br />

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disebut <strong>MPR</strong>, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat<br />

sebagaimana dimaksud dalam Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945.<br />

2. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut <strong>DPR</strong>, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana<br />

dimaksud dalam Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945.<br />

3. Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disebut <strong>DPD</strong>, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana<br />

dimaksud dalam Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945.<br />

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. selanjutnya disebut <strong>DPR</strong>D. adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah<br />

sebagaimana dimaksud dalam Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945.<br />

BAB II<br />

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT<br />

Bagian Pertama<br />

<strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> Keanggotaan<br />

Pasal 2<br />

<strong>MPR</strong> terdiri atas anggota <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> anggota <strong>DPD</strong> yang dipilih melalui Pemilihan Umum.<br />

Pasal 3<br />

Keanggotaan <strong>MPR</strong> diresmikan dengan Keputusan Presiden.


Pasal 4<br />

Masa bakti anggota <strong>MPR</strong> adalah 5 (lima) tahun, <strong>dan</strong> berakhir bersamaan pada saat anggota <strong>MPR</strong> yang baru<br />

mengucapkan sumpah/janji.<br />

Pasal 5<br />

(1) Sebelum memangku jabatannya. anggota <strong>MPR</strong> mengucapkan sumpah/janji bersama-sama yang dipandu<br />

oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>MPR</strong>.<br />

(2) Tata Cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata<br />

Tertib <strong>MPR</strong>.<br />

Pasal 6<br />

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal5 ayat (1) adalah sebagai berikut :<br />

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai<br />

anggota/Ketua/Wakil Ketua Majelis Permusyawaratah Rakyat dengan sebaik-baiknya <strong>dan</strong> seadil-adilnya;<br />

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 serta peraturan<br />

perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku;<br />

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa <strong>dan</strong> Negara;<br />

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat <strong>dan</strong> daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan<br />

nasional dalam kepentingan bangsa <strong>dan</strong> Negara Kesatuan Republik Indonesia."<br />

Bagian Kedua<br />

Pimpinan <strong>MPR</strong><br />

Pasal 7<br />

(1) Pimpinan <strong>MPR</strong> terdiri atas seorang Ketua <strong>dan</strong> 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari <strong>dan</strong> oleh anggota<br />

<strong>MPR</strong> dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>MPR</strong>;<br />

(2) Ketua <strong>MPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota <strong>DPR</strong> atau anggota <strong>DPD</strong>, se<strong>dan</strong>gkan<br />

Wakil Ketua <strong>MPR</strong> terdiri atas seorang dari lembaga <strong>DPR</strong> dipilih oleh anggota <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> seorang dari lembaga<br />

<strong>DPD</strong> dipilih oleh anggota <strong>DPD</strong>;<br />

(3) Pimpinan <strong>MPR</strong> tidak boleh dirangkap oleh Pimpinan <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> Pimpinan <strong>DPD</strong>;<br />

(4) Selama Pimpinan <strong>MPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk,<strong>MPR</strong> dipimpin oleh Pimpinan<br />

Sementara <strong>MPR</strong>;<br />

(5) Pimpinan Sementara <strong>MPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu Ketua <strong>DPR</strong> sebagai Ketua Sementara<br />

<strong>MPR</strong> <strong>dan</strong> Ketua <strong>DPD</strong> sebagai Wakil Ketua Sementara <strong>MPR</strong>;<br />

(6) Dalam hal Ketua <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong>/atau Ketua <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhalangan.<br />

kedudukannya digantikan oleh salah satu Wakil Ketua <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong>/atau Wakil Ketua <strong>DPD</strong>;<br />

(7) Ketua <strong>dan</strong> Wakil Ketua <strong>MPR</strong> diresmikan dengan Keputusan <strong>MPR</strong>.<br />

(8) Tatacara pemilihan Pimpinan <strong>MPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Pertaturan Tata<br />

Tertib <strong>MPR</strong>.<br />

Pasal 8<br />

(1) Pimpinan <strong>MPR</strong> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;


c. berhenti atau diberhentikan sebagai anggota <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong>/atau anggota <strong>DPD</strong>;<br />

d. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pimpinan <strong>MPR</strong>;<br />

<strong>dan</strong><br />

e. ditetapkan oleh Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong> untuk diberhentikan karena melanggar Kode Etik <strong>MPR</strong>.<br />

(2) Dalam hal Ketua <strong>MPR</strong> berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah satu Wakil<br />

Ketua <strong>MPR</strong> memimpin si<strong>dan</strong>g-si<strong>dan</strong>g <strong>MPR</strong> sampai terpilihnya Ketua <strong>MPR</strong> definitif.<br />

(3) Tata cara pemberhentian <strong>dan</strong> penggantian Pimpinan <strong>MPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <strong>dan</strong> ayat<br />

(2) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>.<br />

Bagian Ketiga<br />

<strong>Kedudukan</strong><br />

Pasal 9<br />

<strong>MPR</strong> merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang anggotanya meliputi wakil rakyat <strong>dan</strong> wakil daerah.<br />

Bagian Keempat<br />

Tugas <strong>dan</strong> Wewenang<br />

Pasal 10<br />

<strong>MPR</strong> mempunyai tugas <strong>dan</strong> wewenang :<br />

a. mengubah <strong>dan</strong> menetapkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar;<br />

b. melantik Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>MPR</strong>;<br />

c. memutuskan usul <strong>DPR</strong> berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden<br />

<strong>dan</strong>/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden <strong>dan</strong>/atau Wakil Presiden diberi<br />

kesempatan untuk memberikan penjelasan di dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>MPR</strong>;<br />

d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak<br />

dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;<br />

e. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil<br />

Presiden dalam masa jabatannya;<br />

f. memilih Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya,<br />

dari dua paket calon Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai<br />

politik yang paket calon Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama <strong>dan</strong> kedua dalam<br />

pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya.<br />

a. menetapkan Peraturan.Tata Tertib <strong>dan</strong> Kode Etik <strong>MPR</strong>.<br />

Bagian Kelima<br />

Hak <strong>dan</strong> Kewajiban<br />

Pasal 11<br />

(1) Dalam melaksanakan tugas <strong>dan</strong> wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, anggota <strong>MPR</strong><br />

mempunyai hak :<br />

a. mengajukan usul perubahan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar;<br />

b. menentukan sikap <strong>dan</strong> pilihan dalam pengambilan keputusan;<br />

c. protokoler;<br />

d. keuangan <strong>dan</strong> administratif;<br />

(2) Tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>.<br />

Pasal 12<br />

Anggota <strong>MPR</strong> mempunyai kewajiban :<br />

a. mengamalkan Pancasila;<br />

b. melaksanakan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan;


c. menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia <strong>dan</strong> kerukunan nasional;<br />

d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok <strong>dan</strong> golongan;<br />

e. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat <strong>dan</strong> wakil daerah.<br />

Bagian Keenam<br />

Si<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> Putusan<br />

Pasal 13<br />

(1) <strong>MPR</strong> bersi<strong>dan</strong>g sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara;<br />

(2) Selain si<strong>dan</strong>g sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <strong>MPR</strong> bersi<strong>dan</strong>g untuk melaksanakan tugas <strong>dan</strong><br />

wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;<br />

(3) Si<strong>dan</strong>g <strong>MPR</strong> sah apabila dihadiri :<br />

a. sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah Anggota <strong>MPR</strong> untuk memutus usul <strong>DPR</strong> untuk<br />

memberhentikan Presiden <strong>dan</strong>latau Wakil Presiden;<br />

b. sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota <strong>MPR</strong> untuk mengubah <strong>dan</strong> menetapkan<br />

Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar;<br />

c. sekurang-kurangnya 50 % (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) dari jumlah Anggota <strong>MPR</strong> untuk<br />

selain si<strong>dan</strong>g-si<strong>dan</strong>g sebagaimana dimaksud pada huruf a <strong>dan</strong> b.<br />

(4) Tata cara penyelenggaraan si<strong>dan</strong>g-sj<strong>dan</strong>g sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) <strong>dan</strong> ayat (3)<br />

diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>.<br />

Pasal 14<br />

(2) Putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)<strong>dan</strong> ayat (3) huruf a ditetapkan dengan<br />

persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota <strong>MPR</strong> yang hadir;<br />

(3) Putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) <strong>dan</strong> ayat (3) huruf b ditetapkan dengan<br />

persetujuan 50 % (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) dari seluruh jumlah Anggota <strong>MPR</strong>;<br />

(4) Putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) <strong>dan</strong> ayat (3) huruf c ditetapkan dengan suara<br />

yang terbanyak;<br />

(5) Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (3). terlebih<br />

dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.<br />

BAB III<br />

DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT<br />

Bagian Pertama<br />

<strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> Keanggotaan<br />

Pasal 15<br />

<strong>DPR</strong> terdiri atas anggota Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang terpilih berdasarkan hasil Pemilihan<br />

Umum.<br />

Pasal 16<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong> berjumlah 550 (lima ratus lima puluh) orang.<br />

(2) Keanggotaan <strong>DPR</strong> diresmikan dengan Keputusan Presiden.<br />

(3) Anggota <strong>DPR</strong> berdomisili di Ibukota Negara Republik Indonesia.


Pasal 17<br />

Masa bakti anggota <strong>DPR</strong> adalah 5 (lima) tahun. <strong>dan</strong> berakhir bersamaan pada saat anggota <strong>DPR</strong> yang baru<br />

mengucapkan sumpah/janji.<br />

Pasal 18<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong> sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah janji secara bersama-sama yang<br />

dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>DPR</strong>.<br />

(2) Tata cara pengucapan sumpah janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan Tata<br />

Tertib <strong>DPR</strong>.<br />

Pasal 19<br />

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 adalah sebagai berikut :<br />

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota<br />

(Ketua/wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya <strong>dan</strong> seadil-adilnya;<br />

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 serta peraturan<br />

perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku;<br />

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa <strong>dan</strong> Negara;<br />

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya Wakili untuk mewujudkan tujuan nasional dalam<br />

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia."<br />

Bagian Kedua<br />

Pimpinan<br />

Pasal 20<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong> terdiri atas seorang Ketua <strong>dan</strong> 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang dipilih dari <strong>dan</strong> oleh anggota<br />

<strong>DPR</strong> dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>DPR</strong>.<br />

(2) Selama Pimpinan <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, <strong>DPR</strong> dipimpin oleh Pimpinan<br />

Sementara <strong>DPR</strong>.<br />

(3) Pimpinan Sementara <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua <strong>dan</strong> seorang<br />

Wakil Ketua yang berasal dari 2 (dua) Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama <strong>dan</strong> kedua<br />

di <strong>DPR</strong>.<br />

(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, Ketua <strong>dan</strong><br />

Wakil Ketua sementara <strong>DPR</strong> ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada<br />

di <strong>DPR</strong>.<br />

(5) Tata cara pemilihan Pimpinan <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata<br />

Tertib <strong>DPR</strong>.<br />

Pasal 21<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;<br />

c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pimpinan <strong>DPR</strong> ;<br />

d. ditetapkan oleh Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong> untuk diberhentikan karena melanggar Kode Etik <strong>DPR</strong>; <strong>dan</strong>


e. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,<br />

karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun<br />

penjara.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud daJam PasaJ 20 ayat (1) diberhentikan sementara dari jabatannya<br />

apabila dinyatakan bersalah oJeh pengadilan karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman hukuman<br />

serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;<br />

(3) Dalam hal salah seorang Pimpinan <strong>DPR</strong> diberhentikan dari jabatannya, para anggota pimpinan Jainnya<br />

mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampai terpilihnya ,pengganti<br />

definitif.<br />

(4) Tata cara pemberhentian <strong>dan</strong> penggantian Pimpinan <strong>DPR</strong> sebagaimana<br />

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), <strong>dan</strong> ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>.<br />

Bagian Ketiga<br />

<strong>Kedudukan</strong> <strong>dan</strong> Fungsi<br />

Pasal 22<br />

<strong>DPR</strong> merupakan lembaga perwakilan rakyat yang memperjuangkan aspirasi <strong>dan</strong> kepentingan rakyat sebagai<br />

ba<strong>dan</strong> legislatif.<br />

<strong>DPR</strong> mempunyai fungsi :<br />

a. legislasi;<br />

b. anggaran; <strong>dan</strong><br />

c. pengawasan.<br />

Pasal 23<br />

Bagian Keempat<br />

Tugas <strong>dan</strong> Wewenang<br />

Pasal 24<br />

<strong>DPR</strong> mempunyai tugas <strong>dan</strong> wewenang :<br />

a. membentuk Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g bersama Presiden;<br />

b. menetapkan Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja Negara bersama Presiden dengan memperhatikan<br />

pertimbangan <strong>DPD</strong>;<br />

c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g, Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> BeJanja<br />

Negara, serta kebijakan Pemerintah;<br />

d. membahas usulan <strong>RUU</strong> di bi<strong>dan</strong>g tertentu yang diajukan <strong>DPD</strong>;<br />

e. membahas hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Ba<strong>dan</strong><br />

Pemeriksa Keuangan;<br />

f. membahas <strong>dan</strong> memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g;<br />

g. membahas hasil pengawasan yang diajukan oleh <strong>DPD</strong> terhadap pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g mengenai<br />

otonomi daerah, pembentukan, pemekaran <strong>dan</strong> penggabungan daerah, hubungan pusat <strong>dan</strong> daerah,<br />

sumber daya alam <strong>dan</strong> sumber daya ekonomi Jainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, <strong>dan</strong> Agama;<br />

h. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, <strong>dan</strong><br />

perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat<br />

yang luas <strong>dan</strong> mendasar bagi kehidupan rakyat;<br />

i. memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara<br />

lain, <strong>dan</strong> memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti <strong>dan</strong> abolisi;<br />

j. memilih anggota Ba<strong>dan</strong> Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan <strong>DPD</strong>;<br />

k. memberikan persetujuan calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai<br />

Hakim Agung oleh Presiden;


l. memberikan persetujuan calon anggota Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai anggota Komisi Yudisial<br />

oleh Presiden;<br />

m. menampung <strong>dan</strong> menindaklanjuti aspirasi masyarakat.<br />

Bagian Kelima<br />

Hak <strong>dan</strong> Kewajiban<br />

Pasal 25<br />

<strong>DPR</strong> mempunyai hak :<br />

a. interpelasi (mengajukan pertanyaan);<br />

b. angket (mencari <strong>dan</strong> meminta keterangan);<br />

c. menyatakan pendapat.<br />

Anggota <strong>DPR</strong> mempunyai hak :<br />

a. mengajukan rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g;<br />

b. mengajukan pertanyaan;<br />

c. menyampaikan usul <strong>dan</strong> pendapat;<br />

d. imunitas;<br />

e. protokoler;<br />

f. keuangan <strong>dan</strong> administratif.<br />

Pasal 26<br />

Pasal 27<br />

Anggota <strong>DPR</strong> mempunyai kewajiban :<br />

a. mengamalkan Pancasila;<br />

b. melaksanakan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> mentaati segala peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan;<br />

c. membina kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;<br />

d. mempertahankan <strong>dan</strong> memelihara kerukunan nasional <strong>dan</strong> keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;<br />

e. menerima <strong>dan</strong> mengikutsertakan <strong>DPD</strong> membahas usulan rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang disampaikan<br />

<strong>DPD</strong>;<br />

f. memperhatikan pertimbangan <strong>DPD</strong> atas <strong>RUU</strong> APBN <strong>dan</strong> rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan<br />

pajak, pendidikan, <strong>dan</strong> agama, serta dalam hal penetapan anggota BPK;<br />

g. menindaklanjuti hasil-hasil pengawasan yang disampaikan oleh <strong>DPD</strong>;<br />

h. meningkatkan kesejahteraan rakyat;<br />

i. memperhatikan, menyerap, menyalurkan aspirasi <strong>dan</strong> menerima pengaduan masyarakat serta memfasilitasi<br />

tindak lanjut penyelesaiannya.<br />

j. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok <strong>dan</strong> golongan;<br />

k. memberikan pertanggungjawaban secara moral <strong>dan</strong> politis kepada pemilih <strong>dan</strong> daerah pemilihannya;<br />

l. mentaati Kode Etik <strong>dan</strong>..Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>; <strong>dan</strong><br />

m. menjaga etika <strong>dan</strong> norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.<br />

Pasal 28<br />

<strong>DPR</strong> dalam melaksanakan tugas <strong>dan</strong> wewenangnya, berhak meminta pejabat<br />

negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk meberikan keterangan <strong>tentang</strong> sesuatu hal yang<br />

perlu ditangani demi kepentingan Negara <strong>dan</strong> bangsa.<br />

Pasal 29<br />

Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal<br />

27. <strong>dan</strong> Pasal 28 diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>.


BAB IV<br />

DEWAN PERWAKlLAN DAERAH<br />

Bagian Pertama<br />

<strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> Keanggotaan<br />

Pasal 30<br />

<strong>DPD</strong> terdiri atas wakil-wakil daerah Provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.<br />

Pasal 31<br />

(1) Anggota <strong>DPD</strong> dari setiap Provinsi ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang.<br />

(2) Jumlah anggota <strong>DPD</strong> tidak lebih dari 113 (sepertiga) jumlah anggota <strong>DPR</strong>.<br />

(3) Keanggotaan <strong>DPD</strong> diresmikan dengan Keputusan Presiden.<br />

(4) Anggota <strong>DPD</strong> berdomisili di Ibukota Negara Republik Indonesia.<br />

Pasal 32<br />

Masa bakti anggota <strong>DPD</strong> adalah 5 (lima) tahun, <strong>dan</strong> berakhir bersamaan pada saat anggota <strong>DPD</strong> yang baru<br />

mengucapkan sumpah/janji.<br />

Pasal 33<br />

(1) Anggota <strong>DPD</strong> sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang<br />

dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>DPD</strong>.<br />

(2) Tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan Tata<br />

Tertib <strong>DPD</strong>.<br />

Pasal 34<br />

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 adalah sebagai berikut :<br />

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai<br />

anggota/Ketua/Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah dengan sebaik-baiknya <strong>dan</strong> seadil-adilnya;<br />

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 serta peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan<br />

yang berlaku;<br />

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa <strong>dan</strong> Negara;<br />

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional dalam<br />

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia."<br />

Bagian Kedua<br />

Pimpinan<br />

Pasal 35<br />

(1) Pimpinan <strong>DPD</strong> terdiri atas seorang Ketua <strong>dan</strong> 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari <strong>dan</strong> oleh anggota<br />

<strong>DPD</strong> dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>DPD</strong>.<br />

(2) Selama Pimpinan <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk,<strong>DPD</strong> dipimpin oleh Pimpinan<br />

Sementara <strong>DPD</strong>.<br />

(3) Pimpinan Sementara <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua Sementara <strong>dan</strong><br />

seorang Wakil Ketua Sementara yang diambilkan dari anggota tertua <strong>dan</strong> anggota termuda usianya.<br />

(4) Dalam hal anggota tertua <strong>dan</strong>/atau anggota termuda usianya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)<br />

berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota tertua <strong>dan</strong>/atau anggota termuda berikutnya.<br />

(5) Tata cara pemilihan Pimpinan <strong>DPD</strong> diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPD</strong>.


Pasal 36<br />

(1) Pimpinan <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;<br />

c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pimpinan <strong>DPD</strong>;<br />

d. ditetapkan oleh Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPD</strong> untuk diberhentikan karena melanggar Kode Etik <strong>DPD</strong>; atau<br />

e. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,<br />

karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun<br />

penjara.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) diberhentikan sementara dari jabatannya<br />

apabila dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman hukuman<br />

serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara.<br />

(3) Dalam hal salah seorang Pimpinan <strong>DPD</strong> diberhentikan dari jabatannya, para anggota pimpinan lainnya<br />

mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampai terpilihnya pengganti<br />

definitif.<br />

(4) Tata cara pemberhentian <strong>dan</strong> penggantian Pimpinan DpD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),<br />

<strong>dan</strong> ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPD</strong>.<br />

Bagian Ketiga<br />

<strong>Kedudukan</strong> <strong>dan</strong> Fungsi<br />

Pasal 37<br />

<strong>DPD</strong> merupakan lembaga perwakilan daerah yang memperjuangkan aspirasi <strong>dan</strong> kepentingan daerah.<br />

Pasal 38<br />

<strong>DPD</strong> mempunyai fungsi :<br />

a. mengajukan usul, ikut membahas <strong>dan</strong> memberikan pertimbangan di bi<strong>dan</strong>g legislasi tertentu;<br />

b. pengawasan atas pelaksanaan legislasi tertentu.<br />

Bagian Keempat<br />

Tugas <strong>dan</strong> Wewenang<br />

Pasal 39<br />

(1) <strong>DPD</strong> dapat mengajukan kepada <strong>DPR</strong> rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan otonomi daerahJ<br />

hubungan Pusat <strong>dan</strong> Daerah, pembentukan <strong>dan</strong> pemekaran, <strong>dan</strong> penggabungan daerah, pengelolaan<br />

sumber daya alamJ <strong>dan</strong> sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan perimbangan keuangan pusat<br />

<strong>dan</strong> daerah.<br />

(2) <strong>DPD</strong> mengusulkan rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong><br />

mengun<strong>dan</strong>g <strong>DPD</strong> untuk membahas sesuai tata tertib <strong>DPR</strong>.<br />

(3) Pembahasan rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum <strong>DPR</strong><br />

membahas rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g dimaksud pada ayat (1) dengan Pemerintah.<br />

Pasal 40<br />

(1) <strong>DPD</strong> ikut membahas bersama <strong>DPR</strong> atas rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan otonomi<br />

daerahJ hubungan Pusat <strong>dan</strong> Daerah, pembentukan <strong>dan</strong> pemekaran, <strong>dan</strong> penggabungan daerah,<br />

pengelolaan sumber daya alam <strong>dan</strong> sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan perimbangan<br />

keuangan pusat <strong>dan</strong> daerah, yang diajukan oleh pemerintah atau hak inisiatif <strong>DPR</strong>.


(2) <strong>DPD</strong> diun<strong>dan</strong>g oleh <strong>DPR</strong> untuk pembahasan antara <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />

yang dilakukan sebelum <strong>DPR</strong> membahas rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g dimaksud dengan pemerintah.<br />

Pasal 41<br />

(1) <strong>DPD</strong> memberikan pertimbangan kepada <strong>DPR</strong> atas rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g anggaran pendapatan <strong>dan</strong><br />

belanja negara, <strong>dan</strong> rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, <strong>dan</strong> agama.<br />

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki<br />

tahapan pembahasan antara <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> pemerintah.<br />

(3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi bahan bagi <strong>DPR</strong> dalam melakukan<br />

pembahasan dengan pemerintah.<br />

Pasal 42<br />

(1) <strong>DPD</strong> memberikan pertimbangan kepada <strong>DPR</strong> dalam pemilihan anggota Ba<strong>dan</strong> Pemeriksa Keuangan.<br />

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1} disampaikan secara tertilis sebelum pemilihan anggota<br />

Ba<strong>dan</strong> Pemeriksa Keuangan.<br />

Pasal 43<br />

(1) <strong>DPD</strong> dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g mengenai otonomi daerah,<br />

pembentukan, pemekaran <strong>dan</strong> penggabungan daerah, hubungan pusat <strong>dan</strong> daerah, pengelolaan sumber<br />

daya alam <strong>dan</strong> sumber daya ekonomi lainnya. pelaksanaan anggaran pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara,<br />

pajak, pendidikan. <strong>dan</strong> agama.<br />

(2) Pengawasan sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) merupakan pengawasan atas pelaksanaan un<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>g<br />

<strong>dan</strong> dampak pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g dimaksud.<br />

(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada <strong>DPR</strong> sebagai bahan<br />

pertimbangan untuk ditindaklanjuti.<br />

Pasal 44<br />

<strong>DPD</strong> menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Ba<strong>dan</strong> Pemeriksa Keuangan untuk dijadikan bahan<br />

membuat pertimbangan bagi <strong>DPR</strong> <strong>tentang</strong> rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan anggaran<br />

pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara.<br />

Bagian Kelima<br />

Hak <strong>dan</strong> Kewajiban<br />

Pasal 45<br />

<strong>DPD</strong> mempunyai hak :<br />

a. mengajukan rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 <strong>dan</strong> ayat 2 kepada<br />

<strong>DPR</strong>;<br />

b. ikut membahas rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1;<br />

c. menentukan anggaran belanja <strong>DPD</strong>.<br />

Anggota <strong>DPD</strong> mempunyai hak :<br />

a. menyampaikan usul <strong>dan</strong> pendapat;<br />

b. imunitas;<br />

c. protokoler; <strong>dan</strong><br />

d. keuangan <strong>dan</strong> administratif.<br />

Pasal 46


Pasal 47<br />

Anggota <strong>DPD</strong> mempunyai kewajiban :<br />

a. mengamalkan Pancasila;<br />

b. melaksanakan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> mentaati segala peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan.<br />

c. membina demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;<br />

d. mempertahankan <strong>dan</strong> memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia <strong>dan</strong> kerukunan<br />

nasional;<br />

e. meningkatkan kesejahteraan rakyat;<br />

f. memperhatikan, menyerap, menyalurkan aspirasi masyarakat <strong>dan</strong> daerah;<br />

g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok <strong>dan</strong> golongan ;<br />

h. memberikan pertanggungjawaban secara moral <strong>dan</strong> politis kepada pemilih <strong>dan</strong> daerah pemilihannya;<br />

i. mentaati Kode Etik <strong>dan</strong> Tata Tertib <strong>DPD</strong>; <strong>dan</strong><br />

j. menjaga etika <strong>dan</strong> norma adat daerah yang diwakilinya.<br />

Pasal 48<br />

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal<br />

43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, <strong>dan</strong> Pasal 47 diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPD</strong>.<br />

BAB V<br />

DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT DAERAH PROVINSI<br />

Bagian Pertama<br />

<strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> Keanggotaan<br />

Pasal 49<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi terdiri atas anggota Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang terpilih berdasarkan hasil<br />

Pemilihan Umum.<br />

Pasal 50<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi berjumlah sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) orang <strong>dan</strong> sebanyak-banyaknya<br />

100 (seratus) orang.<br />

(2) Keanggotaan <strong>DPR</strong>D Provinsi diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.<br />

(3) Anggota <strong>DPR</strong>D Provjnsi berdomisili di Ibukota Provinsi yang bersangkutan.<br />

Pasal 51<br />

Masa bakti anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi adalah 5 (lima) tahun, <strong>dan</strong> berakhir bersamaanpada saat anggota <strong>DPR</strong>D<br />

Provjnsi yang baru mengucapkan sumpah/janji.<br />

Pasal 52<br />

(2) Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji bersama-sama yang<br />

dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata<br />

Tertib <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

Pasal 53<br />

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 adalah sebagai berikut :


"Demi Allah [Tuhan) saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota<br />

(Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan sebaik-baiknya <strong>dan</strong> seadil-adilnya;<br />

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 serta peraturan<br />

perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku;<br />

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa <strong>dan</strong> Negara;<br />

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional dalam<br />

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia."<br />

Bagian Kedua<br />

Pimpinan<br />

Pasal 54<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi terdiri atas seorang Ketua <strong>dan</strong> 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang dipilih dari <strong>dan</strong> oleh<br />

Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

(2) Selama Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, <strong>DPR</strong>D Provinsi<br />

dipimpin oleh Pimpinan Sementara <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

(3) Pimpinan Sementara <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua <strong>dan</strong><br />

seorang Wakil Ketua yang berasal dari 2 (dua) Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama <strong>dan</strong><br />

kedua di <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang mernperoleh kursi terbanyak sarna, Ketua <strong>dan</strong><br />

Wakil Ketua sementara <strong>DPR</strong>D Provinsi ditentukan secara rnusyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan<br />

yang ada di <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

(5) Tata cara pemilihan Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan<br />

Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

Pasal 55<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri atas perrnintaan sendiri;<br />

c. tidak dapat melak5anakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pimpinan <strong>DPR</strong>D<br />

Provinsi;<br />

d. ditetapkan oleh Ba<strong>dan</strong> Kehorrnatan <strong>DPR</strong>D Provinsi untuk diberhentikan karena melanggar Kode Etik<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi; <strong>dan</strong><br />

e. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,<br />

karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun<br />

penjara.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) diberhentikan sementara dari<br />

jabatannya apabila dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman<br />

hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;<br />

(3) Dalam hal salah seorang Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi diberhentikan dari jabatannya, para anggota pimpinan<br />

lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampai terpilihnya<br />

pengganti definitif.<br />

(4) Tata cara pemberhentian <strong>dan</strong> penggantian Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),<br />

ayat (2), <strong>dan</strong> ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Provinsi.


Bagian Ketiga<br />

<strong>Kedudukan</strong>, Fungsi, Tugas <strong>dan</strong> Wewenang,<br />

Hak, serta Kewajiban<br />

Pasal 56<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang memperjuangkan aspirasi <strong>dan</strong> kepentingan<br />

rakyat sebagai ba<strong>dan</strong> legislatif daerah.<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi mempunyai fungsi :<br />

a. legislasi daerah;<br />

b. anggaran; <strong>dan</strong><br />

c. pengawasan.<br />

Pasal 57<br />

Pasal 58<br />

(1) <strong>DPR</strong>D Provinsi mempunyai tugas <strong>dan</strong> wewenang :<br />

a. membentuk peraturan daerah bersama-sama dengan Gubernur;<br />

b. menetapkan Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja Daerah bersama-sama dengan Gubernur;<br />

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan :<br />

1) peraturan daerah <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan;<br />

2) keputusan Gubernur;<br />

3) Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;<br />

4) kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program<br />

pembangunan daerah;<br />

5) kerjasama internasional di daerah;<br />

d. mengusulkan pengangkatan <strong>dan</strong> pemberhentian Gubernur, Wakil Gubernur kepada Presiden melalui<br />

Menteri Dalam Negeri;<br />

e. memberikan pendapat <strong>dan</strong> pertimbangan kepada pemerintah daerah Provinsi terhadap rencana<br />

perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;<br />

f. meminta keterangan laporan pertanggungjawaban Gubernur dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.<br />

(2) Selain tugas <strong>dan</strong> wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <strong>DPR</strong>D Provinsi mempunyai tugas <strong>dan</strong><br />

wewenang sebagaimana diatur dalam un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g lainnya.<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi mempunyai hak :<br />

a. Interpelasi;<br />

b. angket; <strong>dan</strong><br />

c. menyatakan pendapat.<br />

Pasal 59<br />

Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi mempunyai hak :<br />

a. mengajukan rancangan peraturan daerah;<br />

b. mengajukan pertanyaan;<br />

c. menyampaikan usul <strong>dan</strong> pendapat;<br />

d. imunitas;<br />

e. protokoler; <strong>dan</strong><br />

f. keuangan <strong>dan</strong> administratif.<br />

Pasal 60


Pasal 61<br />

Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi mempunyai kewajiban :<br />

a. mengamalkan Pancasila;<br />

b. melaksanakan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> mentaati segala peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan;<br />

c. membina kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;<br />

d. mempertahankan <strong>dan</strong> memelihara kerukunan nasional <strong>dan</strong> keutuhan Negara Kesatuan Republik<br />

Indonesia <strong>dan</strong> Daerah;<br />

e. meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah.<br />

f. memperhatikan, rnenyerap, menyalurkan aspirasi masyarakat;<br />

g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok <strong>dan</strong> golongan;<br />

h. memberikan pertanggungjawaban secara moral <strong>dan</strong> politis kepada pemilih <strong>dan</strong> daerah pemilihannya;<br />

i. mentaati Kode Etik <strong>dan</strong> Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Provinsi; <strong>dan</strong><br />

j. menjaga etika <strong>dan</strong> norrna dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.<br />

Pasal 62<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi dalarn melaksanakan tugas <strong>dan</strong> wewenangnya, berhak meminta pejabat negara tingkat Provinsi,<br />

pejabat pemerintah Provinsi, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan <strong>tentang</strong> sesuatu hal yang<br />

perlu ditangani demi kepentingan Negara <strong>dan</strong> bangsa.<br />

Pasal 63<br />

Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56 Pasal 57<br />

<strong>dan</strong> Pasal 58 diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

BAB VI<br />

DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA<br />

Bagian Pertama<br />

<strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> Keanggotaan<br />

Pasal 64<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota terdiri atas anggota Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang terpilih berdasarkan<br />

hasil Pemilihan Umum.<br />

Pasal 65<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota berjumlah sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang <strong>dan</strong> sebanyakbanyaknya<br />

45 (empat puluh lima) orang.<br />

(2) Keanggotaan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota diresmikan dengan Keputusan Gubernur atas nama Presiden.<br />

(3) Anggota OPRD Kabupaten/Kota berdomisili di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.<br />

Pasal 66<br />

Masa bakti anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota adalah 5 (lima) tahun, <strong>dan</strong> berakhir bersamaan pada saat anggota<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.<br />

Pasal 67<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah janji bersamasama<br />

yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.


(2) Tata cara pengucapan sumpah janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata<br />

Tertib <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Pasal 68<br />

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 adalah sebagai berikut :<br />

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota<br />

(Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya <strong>dan</strong> seadiladilnya;<br />

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 serta peraturan<br />

perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku;<br />

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa <strong>dan</strong> Negara;<br />

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional dalam<br />

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia."<br />

Bagian Kedua<br />

Pimpinan<br />

Pasal 69<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota terdiri atas seorang Ketua <strong>dan</strong> 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang dipilih dari<br />

<strong>dan</strong> oleh Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dalam Si<strong>dan</strong>g Paripuma <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

(2) Selama Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagajmana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk. <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota dipimpin oleh Pimpinan Sementara <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

(3) Pimpjnan Sementara <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagajmana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang<br />

Ketua <strong>dan</strong> seorang Wakil Ketua yang berasal dari 2 (dua) Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak<br />

pertama <strong>dan</strong> kedua di <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama. Ketua <strong>dan</strong><br />

Wakil Ketua sementara <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik<br />

bersangkutan yang ada di <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

(5) Tata cara pemilihan Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam<br />

Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Pasal 70<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) berhenti dari jabatannya<br />

karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;<br />

c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pimpinan <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota;<br />

d. ditetapkan oleh 8a<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota untuk diberhentikan karena melanggar Kode<br />

Etik <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota; <strong>dan</strong><br />

e. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.<br />

karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun<br />

penjara.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) diberhentikan sementara<br />

dari jabatannya apabila dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a dengan<br />

ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;


(3) Dalam hal salah seorang Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota diberhentikan dari jabatannya. para anggota<br />

pimpinan lajnnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampaj<br />

terpjljhnya pengganti definitif.<br />

(4) Tata cara pemberhentian <strong>dan</strong> penggantian Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada<br />

ayat (1). ayat (2). <strong>dan</strong> ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Bagian Ketiga<br />

<strong>Kedudukan</strong>, Fungsi, Tugas <strong>dan</strong> Wewenang,<br />

Hak, serta Kewajiban<br />

Pasal 71<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang memperjuangkan aspirasi <strong>dan</strong><br />

kepentingan rakyat sebagai ba<strong>dan</strong> legislatif daerah.<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota mempunyai fungsi :<br />

a. legislasi;<br />

b. anggaran; <strong>dan</strong><br />

c. pengawasan.<br />

Pasal 72<br />

Pasal 73<br />

(1) <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota mempunyai tugas <strong>dan</strong> wewenang :<br />

a. membentuk peraturan daerah bersama-sama dengan Bupati/Walikota;<br />

b. menetapkan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah bersama-sama dengan Bupati/Walikota;<br />

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan :<br />

1) peraturan daerah <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan;<br />

2) keputusan Bupati/Walikota;<br />

3) Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;<br />

4) kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program<br />

pembangunan daerah;<br />

5) kerjasama internasional di daerah;<br />

d. mengusulkan pengangkatan <strong>dan</strong> pemberhentian Bupati/Walikota/Wakil Bupati/Wakil Walikota kepada<br />

Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur;<br />

e. memberikan pendapat <strong>dan</strong> pertimbangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap<br />

rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah; <strong>dan</strong><br />

f. meminta keterangan laporan pertanggungjawaban Bupati/Walikota dalam pelaksanaan tugas<br />

desentralisasi;<br />

(2) Selain tugas <strong>dan</strong> wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota mempunyai tugas<br />

<strong>dan</strong> wewenang sebagaimana diatur dalam un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g lainnya.<br />

Pasal 74<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota mempunyai hak :<br />

a. interpelasi (meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah);<br />

b. angket (melakukan penyelidikan); <strong>dan</strong><br />

c. menyatakan pendapat.<br />

Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota mempunyai hak :<br />

a. mengajukan rancangan peraturan daerah;<br />

b. mengajukan pertanyaan;<br />

c. menyampaikan usul <strong>dan</strong> pendapat;<br />

d. imunitas;<br />

Pasal 75


e. protokoler; <strong>dan</strong><br />

f. keuangan <strong>dan</strong> administratif.<br />

Pasal 76<br />

Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban :<br />

a. mengamalkan Pancasila;<br />

b. melaksanakan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> mentaati segala peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan;<br />

c. membina kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah<br />

d. mempertahankan <strong>dan</strong> memelihara kerukunan nasional <strong>dan</strong> keutuhan Negara Kesatuan Republik<br />

Indonesia <strong>dan</strong> Daerah;<br />

e. meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah;<br />

f. memperhatikan, menyerap, menyalurkan aspirasi masyarakat;<br />

g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok <strong>dan</strong> golongan;<br />

h. memberikan pertanggungjawaban secara moral <strong>dan</strong> politis kepada pemilih <strong>dan</strong> daerah pemjlihannya;<br />

i. mentaati Kode Etik <strong>dan</strong> Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota; <strong>dan</strong> menjaga etiKa <strong>dan</strong> norma dalam<br />

hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.<br />

Pasal 77<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas <strong>dan</strong> wewenangnya berhak meminta pejabat negara tingkat<br />

Kabupaten/Kota, pejabat pemerjntah, atau warga masyarakat untuk meberikan keterangan <strong>tentang</strong> sesuatu hal<br />

yang perlu ditangani demi kepentingan Negara <strong>dan</strong> bangsa.<br />

Pasal 78<br />

Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagajmana dimaksud dalam Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71 Pasal 72<br />

<strong>dan</strong> Pasal 73 diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

BAB VII<br />

PENGGANTIAN ANTARWAKTU<br />

Bagian Pertama<br />

Penggantian Antarwaktu Anggota <strong>MPR</strong><br />

Pasal 79<br />

(1) Penggantian antarwaktu anggota <strong>MPR</strong> terjadi, apabila terjadi penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong> atau<br />

<strong>DPD</strong>.<br />

(2) Pemberhentian <strong>dan</strong> pengangkatan penggantian antarwaktu anggota <strong>MPR</strong> diresmikan dengan Keputusan<br />

Presiden.<br />

Bagian Kedua<br />

Penggantian Antarwaktu Anggota <strong>DPR</strong><br />

Pasal 80<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong> berhenti antarwaktu karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri;<br />

c. diusulkan oleh Partai Politik yang bersangkutan; <strong>dan</strong><br />

d. diberhentikan.<br />

(2) Anggota <strong>DPR</strong> yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d karena :<br />

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota <strong>DPR</strong>.


. tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon anggota <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud dalam Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />

<strong>tentang</strong> Pemilihan Umum;<br />

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji <strong>dan</strong>/atau Kode Etik <strong>DPR</strong>;<br />

d. melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan;<br />

e. tidak melaksanakan fungsi sebagai wakil rakyat;<br />

f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap<br />

karena melanggar tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman pi<strong>dan</strong>a serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;<br />

g. berhenti atau diberhentikan sebagai anggota Partai Politik oleh Pimpinan Partai Politik yang<br />

bersangkutan setelah diputuskan secara demokratis <strong>dan</strong> terbuka sesuai dengan Anggaran Dasar <strong>dan</strong><br />

Anggaran Rumah Tangga Partai Politik yang bersangkutan.<br />

(3) Anggota <strong>DPR</strong> yang dianggap telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat<br />

diajukan oleh anggota <strong>DPR</strong>/Pengurus Partai Politik/Masyarakat/Pemilih kepada Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong><br />

untuk dilakukan penyelidikan, verifikasi, <strong>dan</strong> pengambilan keputusan.<br />

(4) Tata cara pengaduant pembelaan <strong>dan</strong> pengambilan keputusan oleh Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong> sebagaimana<br />

dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>.<br />

Pasal 81<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong> yang berhenti atau diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasa176 ayat (1)<br />

<strong>dan</strong> ayat (2) digantikan oleh calon pengganti dengan ketentuan :<br />

a. calon pengganti adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam Daftar<br />

Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong> Wakil Partai Politik yang bersangkutan dari Daerah<br />

Pemilihan di Provinsi atau bagian-bagian Provinsi yang sama dengan yang digantikan berdasarkan<br />

Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>tentang</strong> Pemilihan Umum;<br />

b. apabila calon pengganti dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong> sebagaimana<br />

dimaksud pada huruf a mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon pengganti yang<br />

memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.<br />

(2) Apabila tidak ada lagi calon dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong> wakil partai politik<br />

dari Daerah Pemilihan atau di salah satu bagian dari Provinsi yang sama, Pengurus Partai Politik yang<br />

bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti dengan ketentuan :<br />

a. calon pengganti yang memperoleh suara terbanyak diambilkan dari Daftar Peringkat Perolehan Suara<br />

Calon Anggota <strong>DPR</strong> dari Daerah Pemilihan di bagian Provinsi terdekat dalam Provinsi yang<br />

bersangkutan;<br />

b. nama calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikeluarkan dari Daftar Peringkat<br />

Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong> dari daerah Pemilihan di bagian Provinsi lain.<br />

(3) Apabila tidak ada lagi calon dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong> wakil partai politik<br />

dari Daerah Pemilihan di Provinsi yang sama, Pengurus Partai Politik yang bersangkutan dapat mengajukan<br />

calon baru sebagai pengganti melalui pemilihan yang demokratis sesuai dengan ketentuan anggaran dasar<br />

<strong>dan</strong> anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan.<br />

(4) Anggota <strong>DPR</strong> pengganti antarwaktu akan mengakhiri masa jabatannya bersamaan dengan masa bakti<br />

anggota <strong>DPR</strong> yang digantikan.<br />

Pasal 82<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong> menyampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memverifikasi nama anggota<br />

<strong>DPR</strong> yang diberhentiKan <strong>dan</strong> nama calon pengganti antarwaktu yang diusulkan oleh pengurus partai politik<br />

di tingkat pusat yang bersangkutan.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPR</strong> menyampaikan kepada Presiden untuk meresmikan pemberhentian <strong>dan</strong> pengangkatah<br />

anggota <strong>DPR</strong> tersebut setelah menerima rekomendasi Komisi Pemjlihan Umum (KPU) sebagajmana<br />

dimaksud ayat (1 ).


(3) Peresmian pemberhentjan <strong>dan</strong> pengangkatan penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong> ditetapkan dengan<br />

Keputusan Presiden.<br />

(4) Sebelum memangku jabatannya, anggota <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <strong>dan</strong> ayat (3)<br />

mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Pimpinan <strong>DPR</strong> lainnya dengan tata<br />

cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 <strong>dan</strong> Pasal 19.<br />

(5) Penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong> tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota <strong>DPR</strong> kurang<br />

dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan anggota <strong>DPR</strong> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.<br />

Bagian Ketiga<br />

Penggantian Antarwaktu Anggota <strong>DPD</strong><br />

Pasal 83<br />

(1) Anggota <strong>DPD</strong> berhenti antarwaktu karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkandiri sebagai anggota atas permintaan sendiri;<br />

c. diberhentikan.<br />

(2) Anggota <strong>DPD</strong> diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. karena :<br />

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota <strong>DPD</strong>;<br />

b. tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai anggota lembaga perwakilan daerah sebagaimana dimaksud<br />

dalam Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>tentang</strong> Pemilihan Umum;<br />

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji <strong>dan</strong>/atau Kode Etik <strong>DPR</strong>;<br />

d. melanngar larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang<br />

berlaku;<br />

e. tidak melaksanakan fungsi sebagai wakil daerah;<br />

f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap<br />

karena melanggar tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman pi<strong>dan</strong>a serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;<br />

(3) Anggota <strong>DPD</strong> dapat diadukan <strong>dan</strong> diusulkan untuk berhenti, diajukan oleh masyarakat kepada <strong>DPR</strong>D<br />

Provinsi sesuai domisili yang bersangkutan.<br />

(4) <strong>DPR</strong>D Provinsi mengadakan penyelidikan <strong>dan</strong> verifikasi, serta meminta klarifikasi yang bersangkutan, <strong>dan</strong><br />

mengadakan si<strong>dan</strong>g paripurna untuk mengambil keputusan.<br />

(5) Hasil si<strong>dan</strong>g paripurna <strong>DPR</strong>D Provinsi yang menyatakan sahnya usul pemberhentian anggota <strong>DPD</strong><br />

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pimpinan <strong>DPD</strong> <strong>dan</strong> Pimpinan <strong>MPR</strong>.<br />

(6) Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPD</strong> melakukan penelitian atas usul <strong>DPR</strong>D Provlnsl sebagaimana dimaksud pada ayat<br />

(5) <strong>dan</strong> memberikan pertimbangan kepada Pimpinan <strong>DPD</strong>.<br />

(7) Pimpinan <strong>DPD</strong> mengambil keputusan atas pertimbangan yang disampaikan Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPD</strong><br />

sebagaimana dimaksud pada ayat (6).<br />

Pasal 84<br />

(3) Anggota <strong>DPD</strong> yang berhenti atau diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1)<br />

<strong>dan</strong> ayat (2) digantikan oleh calon pengganti dengan ketentuan :<br />

a. calon pengganti adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam Daftar<br />

Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPD</strong> Daerah Pemilihan di Provinsi yang sama dengan yang<br />

digantikan berdasarkan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>tentang</strong> Pemilihan Umum;<br />

b. apabila calon pengganti dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPD</strong> sebagaimana<br />

dimaksud pada huruf a mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon pengganti yang<br />

memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.


(4) Anggota <strong>DPD</strong> pengganti antarwaktu mengakhiri masa jabatannya bersamaan dengan masa bakti anggota<br />

<strong>DPD</strong> yang digantikannya.<br />

Pasal 85<br />

(1) Pimpinan <strong>DPD</strong> meminta kepada KPU untuk melaksanakan verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti<br />

anggota <strong>DPD</strong> dari Provinsi yang bersangkutan.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPD</strong> setelah menerima rekomendasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai hasil verifikasi<br />

terhadap persyaratan calon anggota <strong>DPD</strong>, mengusulkan kepada Presiden untuk meresmikan pemberhentian<br />

<strong>dan</strong> pengangkatan anggota <strong>DPD</strong> tersebut.<br />

(3) Peresmian pemberhentian <strong>dan</strong> pengangkatan penggantian antarwaktu anggota <strong>DPD</strong> ditetapkan dengan<br />

Keputusan Presiden.<br />

(4) Sebelum memangku jabatannya, anggota <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 mengucapkan<br />

sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Pimpinan <strong>DPD</strong> lainnya, dengan tata cara<br />

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 <strong>dan</strong> Pasal 34.<br />

(5) Penggantian antarwaktu anggota <strong>DPD</strong> tidak dilaksanakan apabila sisa masa bakti anggota <strong>DPD</strong> kurang dari<br />

6 (enam) bulan dari masa bakti anggota <strong>DPD</strong> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.<br />

Bagian Keempat<br />

Penggantian Antarwaktu Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi<br />

Pasal 86<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi berhenti antarwaktu sebagai anggota karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri;<br />

c. diusulkan oleh Partai Politik yang bersangkutan; <strong>dan</strong><br />

d. diberhentikan.<br />

(2) Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, karena :<br />

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota <strong>DPR</strong>D<br />

Provinsi.<br />

b. tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Un<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>g<br />

<strong>tentang</strong> Pemilihan Umum;<br />

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji <strong>dan</strong>/atau Kode Etik <strong>DPR</strong>D Provinsi;<br />

d. melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang<br />

berlaku;<br />

e. tidak melaksanakan fungsi sebagai wakil rakyat;<br />

f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap<br />

karena melanggar tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman pi<strong>dan</strong>a serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;<br />

<strong>dan</strong><br />

g. berhenti atau diberhentikan sebagai anggota Partai Politik oleh Pimpinan Partai Politik yang<br />

bersangkutan setelah diputuskan secara demokratis <strong>dan</strong> terbuka sesuai dengan Anggaran Dasar <strong>dan</strong><br />

Anggaran Rumah Tangga Partai Politik yang bersangkutan.<br />

(3) Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi yang dianggap telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)<br />

dapat diajukan oleh anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi/Pengurus Partai Politik/Masyarakat/Pemilih kepada Ba<strong>dan</strong><br />

Kehormatan <strong>DPR</strong>D Provinsi untuk dilakukan penyelidikan, verifikasi, <strong>dan</strong> permintaan klarifikasi, serta<br />

pengambilan keputusan.<br />

(4) Tata cara pengaduan, pembelaan <strong>dan</strong> pengambilan keputusan oleh Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong>D Provinsi<br />

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Provinsi.


Pasal 87<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi yang berhenti atau diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />

82 ayat (1) <strong>dan</strong> ayat (2) digantikan oleh calon pengganti dengan ketentuan :<br />

a. calon pengganti adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam Daftar<br />

Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi Wakil Partai Politik yang bersangkutan dari<br />

Daerah Pemilihan di Kabupaten/Kota atau bagian-bagian Kabupaten/Kota yang sama dengan yang<br />

digantikan berdasarkan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>tentang</strong> Pemilihan Umum; <strong>dan</strong><br />

b. apabila calon pengganti dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi<br />

sebagaimana dimaksud pada huruf a mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon<br />

pengganti yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.<br />

(2) Apabila tidak ada lagi calon dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi wakil<br />

partai politik dari Daerah Pemilihan di salah satu bagian dari Kabupaten/Kota yang sama, Pengurus Partai<br />

Politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti dengan ketentuan :<br />

a. calon pengganti yang memperoleh suara terbanyak diambilkan dari Daftar Peringkat Perolehan Suara<br />

Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi dari Daerah Pemilihan di bagian Kabupaten/Kota terdekat dalam<br />

Kabupaten/Kota yang bersangkutan;<br />

b. nama calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikeluarkan dari Daftar Peringkat<br />

Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi dari Daerah Pemilihan di bagian Kabupaten/Kota lain.<br />

(3) Apabila tidak ada lagi calon dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi wakil<br />

partai politik dari Daerah Pemilihan di Kabupaten/Kota yang sama, Pengurus Partai Politik yang<br />

bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti melalui pemilihan yang demokratis sesuai<br />

dengan ketentuan anggaran dasar <strong>dan</strong> anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan.<br />

(4) Anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi pengganti antarwaktu akan mengakhiri masa jabatannya bersamaan dengan masa<br />

bakti anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi yang digantikan.<br />

Pasal 88<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi menyampaikan kepada Sekretariat Pemilu Provinsi untuk memverifikasi nama<br />

anggota <strong>DPR</strong> yang diberhentikan <strong>dan</strong> nama calon pengganti antarwaktu yang diusulkan oleh pengurus<br />

partai politik di Provinsi yang bersangkutan.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi menyampaikan kepada Gubernur untuk meresmikan pemberhentian <strong>dan</strong><br />

pengangkatan anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi tersebut setelah menerima rekomendasi Sekretariat Pemilu Provinsi<br />

sebagaimana dimaksud ayat (1).<br />

(3) Peresmian pemberhentian <strong>dan</strong> pengangkatan penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi ditetapkan<br />

dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.<br />

(4) Sebelum memangku jabatannya, anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <strong>dan</strong> ayat (3)<br />

mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Pimpinan <strong>DPR</strong>D Provinsi lajnnya<br />

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 <strong>dan</strong> Pasal 49.<br />

(5) Penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi sebagaimana<br />

dimaksud dalam Pasal47.<br />

Bagian Kelima<br />

Penggantian Antarwaktu Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

Pasal 89<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu sebagai anggota karena :<br />

a. meninggal dunia;<br />

b. mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri;<br />

c. diusulkan oleh Partai Politik yang bersangkutan; <strong>dan</strong><br />

d. diberhentikan.


(2) Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, karena :<br />

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota.<br />

b. tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam<br />

Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>tentang</strong> Pemilihan Umum;<br />

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji <strong>dan</strong>/atau Kode Etik <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota;<br />

d. melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang<br />

berlaku;<br />

e. tidak melaksanakan fungsi sebagai wakil rakyat<br />

f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap<br />

karena melanggar tindak pi<strong>dan</strong>a dengan ancaman pi<strong>dan</strong>a serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;<br />

<strong>dan</strong><br />

g. berhenti atau diberhentikan sebagai anggota Partai Politik oleh Pimpinan Partai Politik yang<br />

bersangkutan setelah diputuskan secara demokratis <strong>dan</strong> terbuka sesuai dengan Anggaran Dasar <strong>dan</strong><br />

Anggaran Rumah Tangga Partai Politik yang bersangkutan.<br />

(3) Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang dianggap telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada<br />

ayat (2) dapat diajukan oleh anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota/Pengurus Partai Politik/MasyarakatlPemilih<br />

kepada Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota untuk dilakukan penyelidikan, verifikasi, <strong>dan</strong><br />

pengambilan keputusan.<br />

(4) Tata cara pengaduan, pembelaan <strong>dan</strong> pengambilan keputusan oleh Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota.<br />

Pasal 90<br />

(1) Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang berhenti atau diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud<br />

dalam Pasal 85 ayat (1) <strong>dan</strong> ayat (2) digantikan oleh calon pengganti dengan ketentuan :<br />

a. calon pengganti adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam Daftar<br />

Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota Wakil Partai Politik yang bersangkutan<br />

dari Daerah Pemilihan di Kecamatan yang sama dengan yang digantikan berdasarkan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />

<strong>tentang</strong> Pemilihan Umum; <strong>dan</strong><br />

b. apabila calon pengganti dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

sebagaimana dimaksud pada huruf a mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon<br />

pengganti yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.<br />

(2) Apabila tidak ada lagi calon dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

wakil partai poljtik dari Daerah Pemilihan di salah satu bagian dari Kecamatan yang sama, Pengurus Partai<br />

Politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti dengan ketentuan :<br />

a. calon pengganti yang memperoleh suara terbanyak diambjlkan dari Daftar Peringkat Perolehan Suara<br />

Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dari Daerah Pemilihan di Kecamatan terdekat dalam Kecamatan<br />

yang<br />

bersangkutan;<br />

b. nama calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikeluarkan dari Daftar Perjngkat<br />

Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dari Daerah Pemilihar, di Kecamatan lain.<br />

(3) Apabila tidak ada lagi calon dalam Daftar Peringkat Perolehan Suara Calon Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

wakil partai politik dari Daerah Pemilihan di Kecamatan yang sama, Pengurus Partai Politik yang<br />

bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti melalui pemilihan yang demokratis sesuai<br />

dengan ketentuan anggaran dasar <strong>dan</strong> anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan.<br />

(4) Anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota penggantj antarwaktu akan mengakhiri masa jabatannya bersamaan<br />

dengan masa baktl anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang digantikannya;


Pasal 91<br />

(1) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota menyampaikan kepada Sekretariat Pemilu Kabupaten/Kota untuk<br />

memverifikasi nama anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang diberhentikan <strong>dan</strong> nama calon pengganti<br />

antarwaktu yang diusulkan oleh pengurus partai politik di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.<br />

(2) Pimpinan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota menyampaikan kepada Bupati/Walikota untuk meresmikan pemberhentian<br />

<strong>dan</strong> pengangkatan anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tersebut setelah menerima rekom.endasi Sekretariat<br />

Pemilu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (1).<br />

(3) Peresmian pemberhentian <strong>dan</strong> pengangkatan penggantian antarwaktu anggota<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

ditetapkan dengan Keputusan Gubernur atas nama Presiden.<br />

(4) Sebelum memangku jabatannya, anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <strong>dan</strong><br />

ayat (3) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Pimpinan <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 <strong>dan</strong> Pasal 64.<br />

(5) Penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan<br />

anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota kurang dari 6(enam) bulan dari masa jabatan anggota <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.<br />

Pasal 92<br />

Tata cara verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti antarwaktu anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi,<br />

<strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota ditetapkan oleh KPU.<br />

BAB VIII<br />

ALAT KELENGKAPAN, PROTOKOLER, KEUANGAN,<br />

DAN PERATURAN TATA TERTIB<br />

Bagian Pertama<br />

Alat Kelengkapan <strong>dan</strong> Pendukung<br />

(1) Alat kelengkapan <strong>MPR</strong> terdiri atas :<br />

a. Pimpinan;<br />

b. Panitia Ad Hoc;<br />

Pasal 93<br />

(2) Alat kelengkapan <strong>DPR</strong> terdiri atas :<br />

a. Pimpinan;<br />

b. Komisi <strong>dan</strong> Sub-Komisi;<br />

c. Ba<strong>dan</strong> Musyawarah,<br />

d. Ba<strong>dan</strong> Legislasi.<br />

e. Ba<strong>dan</strong> Kerja-sama Antar-Parlemen,<br />

f. Ba<strong>dan</strong> Kehormatan;<br />

g. Panitia Anggaran;<strong>dan</strong><br />

h. Alat kelengkapan lain yang diperlukan.<br />

(3) Alat kelengkapan <strong>DPD</strong> terdiri atas :<br />

a. Pimpinan;<br />

b. Ba<strong>dan</strong> Kehormatan, <strong>dan</strong><br />

(4) Alat kelengkapan <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong> Kabupaten/Kota terdiri atas :<br />

a. Pimpinan;<br />

b. Komisi;<br />

c. Ba<strong>dan</strong> Kehormatan;<br />

d. Panitia Anggaran; <strong>dan</strong><br />

e. Alat kelengkapan lain yang diperlukan.


(5) Pembentukan, susunan, tugas <strong>dan</strong> wewenang alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat<br />

(2), ayat (3), <strong>dan</strong> ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota.<br />

(6) Selain alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), <strong>dan</strong> ayat (4), anggota <strong>DPR</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi,<br />

<strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dapat berhimpun dalam fraksi yang bukan merupakan alat kelengkapan <strong>DPR</strong>,<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Pasal 94<br />

(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/<br />

Kota, dibentuk Sekretariat yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan dengan Keputusan<br />

Presiden.<br />

(2) Untuk membantu pelaksanaan tugas <strong>dan</strong> fungsi <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan.<br />

(3) Para pakar/ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kelompok staf ahli di bawah koordinasi<br />

<strong>dan</strong> bagian Sekretariat <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Bagian Kedua<br />

Protokoler <strong>dan</strong> Keuangan<br />

Pasal 95<br />

<strong>Kedudukan</strong> protokoler <strong>dan</strong> keuangan Pimpinan <strong>dan</strong> anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota diatur oleh setiap lembaga tersebut bersama-sama Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai<br />

dengan peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku.<br />

Bagian Ketiga<br />

Peraturan Tata Tertib<br />

Pasal 96<br />

(1) Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota ditetapkan oleh masingmasing<br />

lembaga permusyawaratan/perwakilan yang berfungsi memperjelas pelaksanaan tugas serta<br />

mengatur mekanisme <strong>dan</strong> tata kerja anggota lembaga.<br />

(2) Peraturan Tata Tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk kepentingan intern masingmasing<br />

lembaga permusyawaratan/perwakilan.<br />

(3) Peraturan Tata Tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mempunyai keterkaitan pihak lain/suatu<br />

lembaga di luar lembaga permusyawaratan/perwakilan harus mendapat persetujuan dari pihak<br />

lain/lembaga yang terkait.<br />

(4) Peraturan Tata Tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi tata cara :<br />

a. pengucapan sumpah/janji;<br />

b. pemilihan <strong>dan</strong> penetapan pimpinan;<br />

c. pemberhentian <strong>dan</strong> penggantian pimpinan;<br />

d. penyelenggaraan si<strong>dan</strong>g/rapat;<br />

e. pelaksanaan fungsi, tugas, kewajiban, <strong>dan</strong> wewenang serta hak anggota/lembaga;<br />

f. pengaduan <strong>dan</strong> tugas Ba<strong>dan</strong> Kehormatan dalam proses penggantian antarwaktu;<br />

g. pembentukan, susunan, tugas <strong>dan</strong> wewenang serta kewajiban;<br />

h. pembuatan keputusan;<br />

i. melakukan konsultasi antara legislatif-eksekutif;<br />

j. menerima pengaduan <strong>dan</strong> penyaluran aspirasi masyarakat;<br />

k. hubungan kerja sekretariat <strong>dan</strong> pakar/ahli; <strong>dan</strong><br />

l. protokoler <strong>dan</strong> penetapan pengaturan kode etik serta alat kelengkapan lembaga.


(5) Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud<br />

pada ayat (1) tidak boleh ber<strong>tentang</strong>an dengan peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong> kepentingan umum.<br />

BAB IX<br />

KEKEBALAN, LARANGAN, DAN PENYIDlKAN TERHADAP ANGGOTA <strong>MPR</strong>,<br />

<strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D PROVINSI, DAN <strong>DPR</strong>D KABUPATEN/KOTA<br />

Bagian Pertama<br />

Kekebalan<br />

Pasal 97<br />

(1) Anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dalam menyatakan pendapat, pikiran,<br />

pernyataan, <strong>dan</strong> pertanyaan pada rapat-rapat <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

tidak dapat dituntut di hadapan Pengadilan, sepanjang pendapat, pikiran, pernyataan, <strong>dan</strong> pertanyaan<br />

yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis berdasarkan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan<br />

<strong>dan</strong> tidak melanggar tata tertib serta kode etik masing-masing lembaga <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi,<br />

<strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota serta lembaga yang terkait.<br />

(2) Anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tidak dapat diganti antarwaktu karena<br />

pernyataan <strong>dan</strong>/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota, kecuali jika melakukan perbuatan melanggar hukum yang dapat dikenai sanksi pi<strong>dan</strong>a.<br />

Bagian Kedua<br />

Larangan<br />

Pasal 98<br />

(1) Anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tidak boleh merangkap :<br />

a. jabatan kenegaraan lainnya;<br />

b. hakim pada ba<strong>dan</strong> peradilan;<br />

c. Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/Polri, Pegawai pada Ba<strong>dan</strong> Usaha Milik Negara, Ba<strong>dan</strong> Usaha Milik<br />

Daerah <strong>dan</strong>/atau Ba<strong>dan</strong> lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.<br />

(2) Anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tidak boleh melakukan pekerjaan<br />

sebagai pejabat struktural <strong>dan</strong> fungsional pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan,<br />

advokat/pengacara, notaris, dokter praktek <strong>dan</strong> pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas,<br />

wewenang, <strong>dan</strong> hak sebagai anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

(3) Anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tidak boleh melakukan korupsi, kolusi<br />

<strong>dan</strong> nepotisme.<br />

(4) Anggota <strong>DPR</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan sebagaimana<br />

dimaksud pada ayat (1), statusnya sebagai anggota <strong>DPR</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsj, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota secara<br />

otomatis diberhentikan.<br />

(5) Anggota <strong>DPD</strong> yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <strong>dan</strong> (2) wajib melepaskan<br />

jabatannya sementara waktu selama yang bersangkutan menjadi anggota <strong>DPD</strong>.<br />

(6) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diusulkan untuk diberhentikan sebagai<br />

Anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota oleh Pimpinan <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D<br />

Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota berdasarkan usul <strong>dan</strong> pertimbangan dari Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>MPR</strong>,<br />

<strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang bersangkutan.<br />

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), <strong>dan</strong> ayat (5)<br />

dlatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.


Pasal 99<br />

(1) <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota wajib menyusun Kode Etik yang berisi normanorma<br />

yang harus dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat,<br />

kehormatan, citra, <strong>dan</strong> kredibilitas <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

(2) Kode Etik <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota juga memuat jenis sanksi <strong>dan</strong><br />

mekanisme penegakan Kode Etik ditetapkan oleh lembaga masing-masing.<br />

(3) Pelanggaran terhadap Kode Etik <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>. <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dikenai sanksi<br />

oleh Pimpinan <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota berdasarkan usul Ba<strong>dan</strong><br />

Kehormatan lembaga tersebut setelah melalui proses penyelidikan <strong>dan</strong> verifikasi.<br />

Bagian Ketiga<br />

Penyidikan<br />

Pasal 100<br />

(1) Dalam hal anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong> diduga melakukan perbuatan pi<strong>dan</strong>a, pemanggilan. permintaan<br />

keterangan, <strong>dan</strong> penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.<br />

(2) Dalam hal seorang anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi diduga melakukan perbuatan pi<strong>dan</strong>a, pemanggilan, permintaan<br />

keterangan. <strong>dan</strong> penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama<br />

Presiden.<br />

(3) Dalam hal seorang anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota diduga melakukan perbuatan pi<strong>dan</strong>a, pemanggilan,<br />

permintaan keterangan, <strong>dan</strong> penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Gubernur atas nama<br />

Presiden.<br />

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), <strong>dan</strong> ayat (3) tidak berlaku apabila anggota <strong>MPR</strong>,<br />

<strong>DPR</strong>. <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota melakukan tindak pi<strong>dan</strong>a korupsi <strong>dan</strong> terorisme serta<br />

tertangkap tangan.<br />

(5) Setelah tindakan penyidikan pada ayat (4) dilakukan, harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang<br />

memberikan ijin selambat-lambatnya dalam 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.<br />

(6) Selama anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota menjalani proses penyidikan,<br />

penuntutan. pemeriksaan di depan pengadilan, yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan <strong>dan</strong><br />

administrasi sampai dengan a<strong>dan</strong>ya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.<br />

BAB X<br />

KETENTUAN LAIN-LAIN<br />

Pasal 101<br />

(1) Pada Provinsi yang dibentuk setelah Pemilihan Umum tidak diadakan pemilihan anggota <strong>DPD</strong> sampai<br />

dengan Pemilihan Umum berikutnya.<br />

(2) Anggota <strong>DPD</strong> pada Provinsi induk juga mewakili Provinsi yang dibentuk setelah Pemilihan Umum.<br />

Pasal 102<br />

(1) Pengisian anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi/<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota pada Provinsi/Kabupaten/Kota yang dibentuk<br />

setelah Pemilihan Umum, dilakukan dengan cara :<br />

a. memindahkan anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dari provinsi/Kabupaten/Kota induk<br />

yang mewakili Kabupaten/Kota/Kecamatan yang masuk Provinsi/Kabupaten/Kota baru; <strong>dan</strong><br />

b. mengangkat anggota baru dari daftar calon tetap anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi/Kabupaten/Kota induk<br />

berdasarkan perimbangan perolehan suara partai politik peserta pemilihan umum <strong>dan</strong> peringkat<br />

perolehan suara dari setiap calon pada pemilihan umum sebelumnya di Provinsi/Kabupaten/Kota induk.<br />

(2) Pengisian anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi/Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh<br />

KPU.


(3) Penetapan <strong>dan</strong> tata cara pengisian anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi/Kabupate/Kota diatur dalam Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />

Pembentukan daerah yang bersangkutan.<br />

BAB XI<br />

KETENTUAN PERALIHAN<br />

Pasal 103<br />

Pada saat mulai berlakunya Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g ini susunan, kedudukan, keanggotaan, hak <strong>dan</strong> kewajiban <strong>MPR</strong>,<br />

<strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D hasil Pemilu 1999 tetap berlaku sampai dengan pengucapan sumpah/janji anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>.<br />

<strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota hasil Pemilu berikutnya.<br />

BAB XII<br />

KETENTUAN PENUTUP<br />

Pasal 104<br />

Dengan berlakunya Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g ini, Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 4 Tahun 1999 <strong>tentang</strong> <strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong><br />

<strong>Kedudukan</strong> Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, <strong>dan</strong> Dewan Perwakilan Rakyat Daerah<br />

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 24. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3811) dinyatakan tidak<br />

berlaku.<br />

Pasal 105<br />

Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g ini mulai berlaku pada tanggal diun<strong>dan</strong>gkan.<br />

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengun<strong>dan</strong>gan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g ini dengan penempatannya<br />

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br />

Disahkan di Jakarta<br />

pada tanggal .....<br />

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br />

Diun<strong>dan</strong>gkan di Jakarta<br />

pada tanggal .....<br />

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,<br />

BAMBANG KESOWO<br />

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ..... NOMOR .....


PENJELASAN<br />

ATAS<br />

RANCANGAN<br />

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br />

NOMOR ..... TAHUN 2002<br />

TENTANG<br />

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN<br />

MAJELlS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,<br />

DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT, DEWAN PERWAKlLAN DAERAH,<br />

DAN DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT DAERAH<br />

I. UMUM<br />

Sesuai Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945, kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia diselenggarakan<br />

berdasarkan kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.<br />

Untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam kehidupan demokrasit perlu dibentuk lembaga permusyawaratan<br />

<strong>dan</strong> perwakilan rakyat untuk menjamjn tegaknya kedaulatan rakyat <strong>dan</strong> mampu memperjuangkan kepentjngan<br />

rakyat <strong>dan</strong> daerah yang adil <strong>dan</strong> beradab.<br />

Sesuai dengan perkembangan politik bangsa telah dilakukan amandemen UUD Tahun 1945 yang antara lain<br />

menghapus Keanggotaan <strong>MPR</strong> Utusan Daerah <strong>dan</strong> Utusan Golongan. Sebagai konsekwensi amandemen<br />

tersebut maka untuk mewujudkan kedaulatan rakyatt dibentuk lembaga <strong>MPR</strong> yang terdiri atas Anggota <strong>DPR</strong><br />

<strong>dan</strong> Anggota <strong>DPD</strong>. Di Provinsi <strong>dan</strong> Kabupaten/Kota dibentuk <strong>DPR</strong>D sebagai lembaga perwakilan rakyat di<br />

daerah.<br />

Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 4 Tahun 1999 <strong>tentang</strong> <strong>Susunan</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kedudukan</strong> <strong>MPR</strong>/<strong>DPR</strong>, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D tidak sesuai lagi<br />

dengan perkembangan politik bangsa sehjngga perlu penyesuaian dengan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar Tahun 1945<br />

yang telah diamandemen. Penyesuaian Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g tersebut akan lebih menjamin keterwakilan penduduk<br />

<strong>dan</strong> daerah pertanggungjawaban wakil rakyat kepada pemilihnya pemberdayaan ba<strong>dan</strong> ermusyawaratan/<br />

perwakilan rakyat dalam melaksanakan tugas <strong>dan</strong> kewenangannya, mengembangkan kemitraan <strong>dan</strong><br />

kesetaraan lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif, serta meningkatkan kualitas, produktivitas <strong>dan</strong> kinerja<br />

anggota lembaga permusyawaratan perwakilan.<br />

Dalam rangka menjamin keterwakilan penduduk anggota <strong>DPR</strong> <strong>DPR</strong>D dipilih secara langsung oleh rakyat melalui<br />

pemilihan umum agar pemilih lebih mengenal <strong>dan</strong> dikenal wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan. Prinsip<br />

keterwakilan daerah juga diwujudkan dengan ditetapkannya jumlah yang sama bagi anggota <strong>DPD</strong> untuk<br />

masing-masing Provinsi sebagai wakil daerah di <strong>MPR</strong>, yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum.<br />

Pasal 1<br />

Cukup jelas<br />

II. PASAL DEMI PASAL<br />

Pasal 2<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 3<br />

Peresmian anggota <strong>MPR</strong> sekaligus dengan peresmian anggota <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> <strong>DPD</strong> yang ditetapkan satu naskah<br />

dalam Keputusan Presiden. Nama-nama anggota <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> <strong>DPD</strong> berdasarkan hasil pemilihan umum,<br />

dilaporkan oleh KPU kepada Presiden.<br />

Pasal 4<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 5


Cukup jelas<br />

Pasal 6<br />

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masingmasing,<br />

yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" <strong>dan</strong> untuk<br />

penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya", Untuk agama<br />

Budha "Demi Hyang Adi Budha", untuk agama Hindu "Om Atah Paramawisesa".<br />

Hakekatnya, sumpah/janji adalah tekad untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya <strong>dan</strong><br />

memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945, <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan<br />

yang berlaku mengandung konsekuensi berupa kewajiban <strong>dan</strong> tanggung jawab yang harus<br />

dilaksanakan/diamalkan oleh setiap anggota <strong>MPR</strong>. Apabila rakyat di daerah pemilihannya atau daerah<br />

merasa tidak diperjuangkan aspirasinya <strong>dan</strong> anggota <strong>MPR</strong> tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila <strong>dan</strong><br />

ketentuan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945, serta peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku maka rakyat<br />

yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan atas sikap <strong>dan</strong> tingkah laku anggota <strong>MPR</strong> tersebut kepada<br />

Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>MPR</strong> agar pengaduan dimaksud ditindak lanjuti.<br />

Pasal 7<br />

Ayat (1)<br />

Penetapan Pimpinan <strong>MPR</strong> sebanyak 3 orang didasarkan atas seorang Ketua yang bertindak sebagai<br />

koordinator <strong>dan</strong> juru bicara (House Speaker), se<strong>dan</strong>gkan 2 orang Wakil Ketua mengacu kepada tugas<br />

wewenang <strong>MPR</strong> yang berkaitan dengan tugas mengubah <strong>dan</strong> menetapkan UUD 1945 <strong>dan</strong> melantik<br />

Presiden/Wakil Presiden serta a<strong>dan</strong>ya 2 (dua) lembaga <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> <strong>DPD</strong>;<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Pimpinan <strong>MPR</strong> tidak boleh dirangkap oleh Pimpinan <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> Pimpinan <strong>DPD</strong> dimaksudkan agar terwujud<br />

suatu konsentrasi tugas <strong>dan</strong> tanggungjawab kepada fungsionaris Lembaga masing-masing sehingga beban<br />

tugas <strong>dan</strong> tanggungjawab tidak menumpuk kepada Pimpinan <strong>DPR</strong> <strong>dan</strong> Pimpinan <strong>DPD</strong>.<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (6)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (7)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (8)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 8<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat keterangan Dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas


Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap, adalah<br />

menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal, <strong>dan</strong><br />

dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat(3)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 9<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 10<br />

Huruf a<br />

Cukup jelas<br />

Huruf b.<br />

<strong>MPR</strong> melantik Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden diartikan sebagai peresmian hasil pemilihan umum Presiden<br />

<strong>dan</strong> Wakil Presiden yangditandai dengan pengucapan sumpah/janji dalam Si<strong>dan</strong>g Paripurna <strong>MPR</strong>.<br />

Huruf c.<br />

Usul yang diajukan <strong>DPR</strong> kepada <strong>MPR</strong> untuk memberhentikan Presiden <strong>dan</strong>/atau Wakil Presiden dalam<br />

masa jabatannya didasarkan pada fakta <strong>dan</strong> data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.<br />

Huruf d.<br />

Cukup jelas<br />

Huruf e.<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f.<br />

Cukup jelas<br />

Huruf g.<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 11<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 12<br />

Cukup jelas


Pasal 13<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 14<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 15<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 16<br />

Ayat (1)<br />

Cukup Jelas<br />

Ayat (2)<br />

Peresmian keanggotaan <strong>DPR</strong> sekaligus dengan peresmian keanggotaan <strong>MPR</strong> yang ditetapkan satu<br />

naskah dalam Keputusan Presiden. Nama-nama anggota <strong>DPR</strong> berdasarkan hasil pemilihan umum,<br />

dilaporkan oleh KPU kepada Presiden.<br />

Ayat(3)<br />

Selama menjadi anggota <strong>DPR</strong>, yang bersangkutan berdomisili di Ibukota Negara Republik Indonesia,<br />

karena penuh waktu <strong>dan</strong> untuk menjamin kelancaran tugas-tugas <strong>DPR</strong>.<br />

Pasal 17<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 18<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 19<br />

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masingmasing,<br />

yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" <strong>dan</strong> untuk<br />

penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya". Untuk agama<br />

Budha "Demi Hyang Adi Budha", untuk agama Hindu "Om Atah Paramawisesa".<br />

Hakekatnya sumpah/janji adalah tekad untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya <strong>dan</strong><br />

memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan<br />

yang berlaku mengandung konsekuensi berupa kewajiban <strong>dan</strong> tanggung jawab yang harus<br />

dilaksanakan/diamalkan oleh setiap anggota <strong>DPR</strong>. Apabila rakyat di daerah pemilihannya merasa tidak<br />

diperjuangkan aspirasinya <strong>dan</strong> anggota <strong>DPR</strong> tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila <strong>dan</strong> ketentuan<br />

Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945, serta peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku maka rakyat yang<br />

bersangkutan dapat mengajukan keberatan atas tindakan anggota <strong>DPR</strong> tersebut kepada Ba<strong>dan</strong><br />

Kehormatan <strong>DPR</strong> agar pengaduan tersebut ditindaklanjuti.<br />

Pasal 20<br />

Ayat (1 )<br />

Penetapan seorang Ketua <strong>dan</strong> 3 (tiga) orang Wakil Ketua mengacu pada tugas Ketua sebagai Pimpinan<br />

Si<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> juru bicara Dewan (House Speaker), se<strong>dan</strong>gkan 3 orang Wakil Ketua merujuk pada<br />

fungsi <strong>DPR</strong> yaitu fungsi legislasi, pengawasan, <strong>dan</strong> anggaran.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas


Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 21<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan Surat Dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap, adalah<br />

menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal, <strong>dan</strong><br />

dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.<br />

Huruf d<br />

Melanggar Kode Etik adalah suatu etika perilaku sebagai acuan kinerja anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

dalam melaksanakan tugasnya.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 22<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 23<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah fungsi <strong>DPR</strong> untuk membentuk un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g bersama<br />

pemerintah.<br />

Huruf b<br />

Yang dimaksud dengan fungsi anggaran adalah fungsi <strong>DPR</strong> bersama-sama dengan Pemerintah untuk<br />

menyusun <strong>dan</strong> menetapkan anggaran pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara yang didalamnya termasuk<br />

anggaran untuk pelaksanaan tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>.<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi <strong>DPR</strong> untuk melakukan pengawasan terhadap<br />

pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam pencapaian sasaran<br />

<strong>dan</strong> tujuan yang ditetapkan <strong>dan</strong> tidak melaksanakan fungsi auditing.


Pasal 24<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 25<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud dengan hak interpelasi <strong>DPR</strong> adalah hak untuk mengajukan pertanyaan baik lisan maupun<br />

tertulis kepada Pemerintah yang bertalian dengan bi<strong>dan</strong>g tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>. Tata cara<br />

dalam pengajuan hak ini dilaksanakan dengan memperhatlkan etika politik <strong>dan</strong> etika pemerintahan serta<br />

norma sosial budaya yang berlaku atau diakui oleh masyarakat.<br />

Huruf b<br />

Yang dimaksud dengan hak angket <strong>DPR</strong> adalah hak untuk mencari <strong>dan</strong> meminta keterangan yang bertalian<br />

dengan tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong> kepada Pemerintah, masyarakat <strong>dan</strong> pihak-pihak lain yang<br />

terkait dengan pokok permasalahan yang dimintakan keterangan itu.<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud dengan hak menyatakan pendapat adalah hak <strong>DPR</strong> untuk menyampaikan pernyataan<br />

pendapat baik secara lisan maupun tertuljs yang ditujukan kepada Pemerintah, masyarakat <strong>dan</strong> pihak-pihak<br />

lain yang bertalian dengan bi<strong>dan</strong>g tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>. Penyampaian pernyataan itu<br />

harus didasarkan kepada fakta <strong>dan</strong> referensi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tata cara<br />

penyampaiannya dilaksanakan dengan memperhatikan etika politik <strong>dan</strong> etika pemerintahan serta norma<br />

sosjal budaya yang berlaku atau diakui oleh masyarakat.<br />

Pasal 26<br />

Huruf a<br />

Hak ini dimaksudkan untuk mendorong, memacu kreatifitas, semangat <strong>dan</strong> kualitas anggota <strong>DPR</strong> dalam<br />

menyikapi serta menyalurkan <strong>dan</strong> menindaklanjuti aspirasi rakyat yang diwakilinya dalam bentuk<br />

pengajuan usul rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g.<br />

Huruf b<br />

Hak anggota <strong>DPR</strong> untuk menyampaikan pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis kepada pemerintah<br />

bertalian dengan tugas <strong>dan</strong> wewenang <strong>DPR</strong>.<br />

Huruf c<br />

Hak anggota <strong>DPR</strong> untuk mendapatkan keleluasaan menyampaikan suatu usul <strong>dan</strong> pendapat baik kepada<br />

pemerintah maupun kepada <strong>DPR</strong> sendiri sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati<br />

nurani serta kredibilitasnya. Oleh karena itu setiap anggota <strong>DPR</strong> tidak dapat diarahkan oleh siapapun di<br />

dalam proses pengambilan keputusan, namun demikian tatacara penyampaian usul <strong>dan</strong> pendapat imaksud<br />

tetap dengan memperhatikan tatakrama, etika <strong>dan</strong> moral serta sopan santun <strong>dan</strong> kepatutan sebagai wakil<br />

rakyat.<br />

Huruf d<br />

Hak imunitas anggota <strong>DPR</strong> dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bertalian dengan<br />

pernyataan yang disampaikan didalam rapat-rapat baik yang dilakukan dengan pemerintah maupun<br />

dalam rapat-rapat internal <strong>DPR</strong>.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas


Pasal 27<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 28<br />

<strong>DPR</strong> adalah lembaga yang mencerminkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena<br />

itu setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, <strong>dan</strong> masyarakat harus menjunjung tinggi kehormatan <strong>dan</strong><br />

martabat <strong>DPR</strong>, dengan memenuhi panggilan lembaga tersebut <strong>dan</strong> memberikan keterangan yang diminta.<br />

Pasal 29<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 30<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 31<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Peresmian keanggotaan <strong>DPD</strong> sekaligus dengan peresmian keanggotaan <strong>MPR</strong> yang ditetapkan satu<br />

naskah dalam Keputusan Presiden. Nama-nama calon anggota <strong>DPD</strong> berdasarkan hasil pemilihan umum,<br />

secara administratif dilaporkan oleh KPU kepada Presiden.<br />

Ayat (4)<br />

Selama menjadi anggota <strong>DPD</strong>, yang bersangkutan berdomisili di Ibukota Negara Republik Indonesia,<br />

karena penuh waktu <strong>dan</strong> untuk menjamin kelancaran tugas-tugas <strong>DPD</strong><br />

Pasal 32<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 33<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 34<br />

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masingmasing,<br />

yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" <strong>dan</strong> untuk<br />

penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya", Untuk agama<br />

Budha "Demi Hyang Adi Budha", untuk agama Hindu "Om Atah Paramawisesa".<br />

Hakekatnya sumpah/janji adalah tekad untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya <strong>dan</strong><br />

memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan<br />

yang berlaku mengandung konsekuensi berupa kewajiban <strong>dan</strong> tanggung jawab yang harus<br />

dilaksanakan/diamalkan oleh setiap anggota <strong>DPD</strong>. Apabila daerah merasa tidak diperjuangkan aspirasinya<br />

<strong>dan</strong> anggota <strong>DPD</strong> tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila <strong>dan</strong> ketentuan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar<br />

1945, serta peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku maka rakyat yang bersangkutan dapat<br />

mengajukan keberatan atas tindakan anggota <strong>DPD</strong> tersebut kepada Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPD</strong> agar<br />

pengaduan tersebut ditindaklanjuti.


Pasal 35<br />

Ayat (1 )<br />

Penetapan seorang Ketua <strong>dan</strong> dua orang Wakil Ketua mengacu pada tugas Ketua sebagai Pimpinan<br />

<strong>dan</strong> Juru bicara (House Speaker) se<strong>dan</strong>gkan 2 orang Wakil Ketua menunjuk pada fungsi <strong>DPD</strong>.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 36<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetapi<br />

adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara<br />

normal <strong>dan</strong> dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang<br />

Huruf d<br />

Melanggar Kode Etik adalah suatu etika perilaku sebagai acuan kinerja anggota <strong>DPD</strong> dalam<br />

pelaksanakan tugasnya.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat(4)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 37<br />

Yang dimaksud dengan memperjuangkan aspirasi <strong>dan</strong> kepentingan daerah adalah, aspirasi <strong>dan</strong><br />

kepentingan daerah yang mendukung terwujudnya tujuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan<br />

Republik Indonesia.


Pasal 38<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud dengan legislasi tertentu dalam hal fungsi pengajuan usul <strong>dan</strong> ikut membahas<br />

rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g adalah menyangkut rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan<br />

otonomi daerah, hubungan pusat <strong>dan</strong> daerah, pembentukan <strong>dan</strong> pemekaran serta penggabungan<br />

daerah, pengelolaan sumber daya alam <strong>dan</strong> sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan<br />

keuangan pusat <strong>dan</strong> daerah. Se<strong>dan</strong>gkan dalam hal menyangkut fungsi pemberian pertimbangan atas<br />

rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g adalah menyangkut rancangan un<strong>dan</strong>g- un<strong>dan</strong>g anggaran pendapatan <strong>dan</strong><br />

belanja negara. <strong>dan</strong> rancangan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan pajak. pendidikan, <strong>dan</strong> agama.<br />

Huruf b<br />

Yang dimaksud dengan fungsi pengawasan atas pelaksanaan legislasi tertentu adalah pengawasan<br />

terhadap pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang berkaitan dengan otonomi daerah. pembentukan,<br />

pemekaran <strong>dan</strong> penggabungan daerah, hubungan pusat <strong>dan</strong> daerah, pengelolaan sumberdaya alam<br />

<strong>dan</strong> sumberdaya ekonomi lainnya. Pelaksanaan anggaran pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara, pajak.<br />

pendidikan, <strong>dan</strong> agama. Pengawasan dimaksud menyangkut seberapa jauh un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g tersebut<br />

dilaksanakant hambatan serta dampak yang terjadi atas pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g tersebut <strong>dan</strong><br />

tidak melaksanakan fungsi auditing.<br />

Pasal 39<br />

Ayat (1)<br />

Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya alam <strong>dan</strong> sumber daya ekonomi lainnya dalam hal ini<br />

adalah <strong>DPD</strong> melakukan pengawasan atas pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g yang mengatur <strong>tentang</strong><br />

pengelolaan sumber daya alam <strong>dan</strong> sumber daya ekonomi lainnya yang berada di daerah <strong>dan</strong><br />

menguasai hajat hidup orang banyak dalam arti masyarakat luas, sehingga dapat menjamin<br />

kepentingan masyarakat setempat <strong>dan</strong> bangsa Indonesia secara keseluruhan dengan tetap menjaga<br />

<strong>dan</strong> memelihara kelestariannya.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 40<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 41<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas


Pasal 42<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 43<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 44<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 45<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 46<br />

Huruf a.<br />

Hak anggota <strong>DPD</strong> untuk mendapatkan keleluasaan menyampaikan suatu usul <strong>dan</strong> pendapat kepada<br />

<strong>DPR</strong> sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya.<br />

Oleh karena jtu setiap anggota <strong>DPD</strong> tidak dapat diarahkan oleh siapapun di dalam proses pengambilan<br />

keputusan, namun demikian tatacara penyampaian usul <strong>dan</strong> pendapat dimaksud tetap dengan<br />

memperhatikan tatakrama, etika <strong>dan</strong> moral serta sopan santun <strong>dan</strong> kepatutan sebagai wakil daerah.<br />

Huruf b<br />

Hak imunitas anggota <strong>DPD</strong> dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bertalian dengan<br />

pernyataan yang disampaikan di dalam rapat-rapat baik yang dilakukan dengan pemerintah, <strong>DPR</strong><br />

maupun rapat-rapat internal <strong>DPD</strong>. Hak imunitas anggota <strong>DPD</strong> melekat pula dalam kapasitas anggota<br />

<strong>MPR</strong>.<br />

Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 47<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 48<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 49<br />

Cukup jelas


Pasal 50<br />

Ayat (1)<br />

Jumlah anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi Papua mengakomodir ketentuan eksplisit UU Nomor 21 Tahun 2001<br />

<strong>tentang</strong> Otonomi Khusus bagi Papua.<br />

Ayat (2)<br />

Peresmian keanggotaan <strong>DPR</strong>D Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama<br />

Presiden. Nama-nama anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi berdasarkan hasil pemilihan umum secara administratif<br />

dilakukan oleh Panitia Pemilu Provinsi <strong>dan</strong> dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur<br />

<strong>dan</strong> tembusannya kepada KPU<br />

Ayat (3)<br />

Selama menjadi anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi, yang bersangkutan berdomisili di Ibukota Provinsi yang<br />

bersangkutan, karena penuh waktu <strong>dan</strong> untuk memperlancar pelaksanaan tugas.<br />

Pasal 51<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 52<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 53<br />

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masingmasing,<br />

yaitu untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" <strong>dan</strong> untuk penganut agama<br />

Kristen/Katolik diakhiri dengan kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya", Untuk agama Budha "Demi<br />

Hyang Adi Budha", untuk agama Hindu "Om Atah Paramawisesa".<br />

Hakekatnya sumpah/janji adalah tekad untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya <strong>dan</strong><br />

memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan<br />

yang ber1aku mengandung konsekuensi berupa kewajiban <strong>dan</strong> tanggung jawab yang harus<br />

dilaksanakan/diamalkan oleh setiap anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

Apabila rakyat di daerah pemilihannya merasa tidak diperjuangkan aspirasinya <strong>dan</strong> anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi<br />

tidak meJaksanakan nilai-nilai Pancasila <strong>dan</strong> ketentuan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945, serta peraturan<br />

perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku, maka rakyat yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan atas<br />

tindakan anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi tersebut kepada Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong>D Provinsi agar pengaduan<br />

tersebut ditindaklanjuti.<br />

Pasal 54<br />

Ayat (1)<br />

Penetapan seorang Ketua <strong>dan</strong> 3 (tiga) orang Wakil Ketua mengacu pada tugas Ketua sebagai Pimpinan<br />

Si<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> juru bicara Dewan (House Speaker), se<strong>dan</strong>gkan 3 orang Wakil Ketua merujuk pada<br />

fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi yaitu fungsi legislasi, pengawasan, <strong>dan</strong><br />

anggaran.<br />

Ayat(2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jeJas


Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 55<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap,<br />

adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara<br />

normal,<br />

<strong>dan</strong><br />

dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.<br />

Huruf d<br />

Kode Etik adalah suatu etika perilaku sebagai acuan kinerja anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi dalam<br />

melaksanakan tugasnya.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 56<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 57<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi<br />

untuk membentuk peraturan daerah provinsi bersama Gubernur <strong>dan</strong> membuat ketentuan yang<br />

menyangkut internal <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

Huruf b<br />

Yang dimaksud dengan fungsi anggaran adalah fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi bersama-sama dengan<br />

pemerintah daerah untuk menyusun <strong>dan</strong> menetapkan anggaran pendapatan <strong>dan</strong> belanja daerah yang<br />

didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi untuk melakukan pengawasan<br />

terhadap pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daJam<br />

pencapaian sasaran <strong>dan</strong> tujuan yang ditetapkan <strong>dan</strong> tidak melaksanakan fungsi auditing.


Pasal 58<br />

Ayat(1)<br />

Huruf a<br />

Cukup jelas<br />

Huruf b<br />

Dalam menentukan anggaran <strong>DPR</strong>D Provinsi, <strong>DPR</strong>D Provinsi wajib mempedomani peraturan<br />

perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku<br />

Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 59<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud dengan hak interpelasi <strong>DPR</strong>D Provinsi adaJah hak untuk mengajukan pertanyaan baik<br />

lsan maupun tertulis kepada Pemerintah Daerah yang bertalian dengan bi<strong>dan</strong>g tugas <strong>dan</strong> wewenang<br />

serta fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi. Tata cara dalam pengajuan hak ini dilaksanakan dengan memperhatikan<br />

etika politik <strong>dan</strong> etika pemerintahan serta norma sosial budaya yang berlaku atau diakui oleh<br />

masyarakat setempat.<br />

Huruf b<br />

Yang dimaksud dengan hak angket <strong>DPR</strong>D Provinsi adaJah hak untuk mencari <strong>dan</strong> meminta keterangan<br />

yang bertalian dengan tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi kepada perangkat Pemerintah<br />

di Daerah, masyarakat <strong>dan</strong> pihak-pihak lain yang terkait dengan pokok permasalahan yang dimintakan<br />

keterangan itu.<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud dengan hak menyatakan pendapat adalah hak <strong>DPR</strong>D Provinsi untuk menyampaikan<br />

pernyataan pendapat baik secara lisan maupun tertulis yang ditujukan kepada perangkat Pemerintah di<br />

Daerah atau masyarakat <strong>dan</strong> pihak-pihak lain yang bertalian dengan bi<strong>dan</strong>g tugas <strong>dan</strong> wewenang serta<br />

fungsi <strong>DPR</strong>D Provinsi. Penyampaian pernyataan itu harus didasarkan kepada fakta <strong>dan</strong> referensi yang<br />

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tata cara penyampaiannya dilaksanakan dengan<br />

memperhatikan etika politik <strong>dan</strong> etika pemerintahan serta norma sosiaJ budaya yang berlaku atau<br />

diakui oleh masyarakat setempat.<br />

Pasal 60<br />

Huruf a<br />

Hak ini dimaksudkan untuk mendorong, memacu kreatifitas, semangat <strong>dan</strong> kualitas anggota <strong>DPR</strong>D<br />

Provinsi dalam menyikapi serta menyalurkan <strong>dan</strong> menindaklanjuti aspirasi rakyat yang diwakilinya<br />

daJam bentuk pengajuan usul rancangan peraturan daerah.


Huruf b<br />

Hak anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi untuk mengajukan pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis kepada<br />

pemerintah bertalian dengan tugas <strong>dan</strong> wewenang <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

Huruf c<br />

Hak anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi untuk mendapatkan keleluasaan menyampaikan suatu usul <strong>dan</strong> pendapat<br />

balk kepada pemerintah maupun kepada <strong>DPR</strong>D Provinsi sendiri sehingga ada jaminan kemandirian<br />

sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Oleh karena itu setiap anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi<br />

tidak dapat diarahkan oleh siapapun di daJam proses pengambilan keputusan, namun demikian<br />

tatacara penyampaian usul <strong>dan</strong> pendapat dimaksud tetap dengan memperhatikan tatakrama, etika <strong>dan</strong><br />

moral serta sopan santun <strong>dan</strong> kepatutan sebagai wakil rakyat.<br />

Huruf d<br />

Hak imunitas anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bertalian<br />

dengan pernyataan yang disampaikan didalam rapat-rapat baik yang dilakukan dengan pemerintah<br />

maupun dalam rapat-rapat internal <strong>DPR</strong>D Provinsi.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 61<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 62<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi adalah lembaga yang mencerminkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan<br />

daerah. Oleh karena itu setiap pejabat negara di Provinsi, pejabat pemerintah, <strong>dan</strong> masyarakat harus<br />

menjunjung tinggi kehormatan <strong>dan</strong> martabat <strong>DPR</strong>D Provinsi, dengan memenuhi panggilan lembaga<br />

tersebut <strong>dan</strong> memberikan keterangan yang diminta.<br />

Pasal 63<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 64<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 65<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Peresmian keanggotaan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Gubernur atas nama<br />

Presiden. Nama-nama anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota berdasarkan hasil pemilihan umum secara<br />

administratif dilakukan oleh Panitia Pemilu Kabupaten/Kota <strong>dan</strong> dilaporkan kepada Gubernur melalui<br />

Bupati/Walikota <strong>dan</strong> tembusannya kepada KPU.<br />

Ayat (3)<br />

Selama menjadi anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota, yang bersangkutan berdomisili di Kabupaten/Kota<br />

yang bersangkutan, secara penuh waktu untuk memperlancar pelaksanaan tugas.


Pasal 66<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 67<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 68<br />

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masingmasing,<br />

yaitu untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" <strong>dan</strong> untuk penganut agama<br />

Krjsten/Katolik diakhiri dengan kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya", Untuk agama Budha "Demi<br />

Hyang Adi Budha", untuk agama Hindu "Om Atah Paramawisesa".<br />

Hakekatnya sumpah/janji adalah tekad untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya <strong>dan</strong><br />

memegang teguh Pancasila <strong>dan</strong> menegakkan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945 <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan<br />

yang berlaku mengandung konsekuensi berupa kewajiban <strong>dan</strong> tanggung jawab yang harus<br />

dilaksanakan/diamalkan oleh setiap anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota. Apabila rakyat di daerah pemilihannya<br />

merasa tidak diperjuangkan aspirasinya <strong>dan</strong> anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tidak melaksanakan nilai-nilai<br />

Pancasila <strong>dan</strong> ketentuan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar 1945, serta peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku,<br />

maka rakyat yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan atas tindakan anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/<br />

Kota tersebut kepada Ba<strong>dan</strong> Kehormatan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota agar pengaduan tersebut ditindaklanjuti.<br />

Pasal 69<br />

Ayat (1)<br />

Penetapan seorang Ketua <strong>dan</strong> 3 (tiga) orang Wakil Ketua mengacu pada tugas Ketua sebagai Pimpinan<br />

Si<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> juru bicara Dewan (House Speaker), se<strong>dan</strong>gkan 3 orang Wakil Ketua merujuk pada fungsi<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yaitu fungsi legislasi, pengawasan, <strong>dan</strong>anggaran.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat(5)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 70<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Cukup jelas<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Kriteria berhalangan tetap, diatur dalam Peraturan Tata Tertib <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota mengenai<br />

batas waktu ketidak hadiran anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dalam atau kegiatan lainnya, tanpa<br />

keterangan dari yang berwajib.<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap,<br />

adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara<br />

normal, <strong>dan</strong> dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.


Huruf d<br />

Melanggar Kode Etik adalah suatu etika perilaku sebagai acuan kinerja anggota <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya.<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 71<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 72<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi <strong>DPR</strong>D Kabupaten<br />

/Kota untuk membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama Bupati/Walikota <strong>dan</strong> membuat<br />

ketentuan yang menyangkut internal <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Huruf b<br />

Yang dimaksud dengan fungsi anggaran adalah fungsi <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota bersama-sama dengan<br />

Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyusun <strong>dan</strong> menetapkan anggaran pendapatan <strong>dan</strong> belanja<br />

daerah yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota untuk melakukan<br />

pengawasan terhadap pelaksanaan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah<br />

dalam pencapaian sasaran <strong>dan</strong> tujuan yang ditetapkan <strong>dan</strong> tidak melaksanakan fungsi auditing.<br />

Pasal 73<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Cukup jelas<br />

Huruf b<br />

Dalam menentukan anggaran <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota, <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota wajib mempedomani<br />

peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku<br />

Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas.


Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup Jelas<br />

Pasal 74<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud dengan hak interpelasi <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota adalah hak untuk mengajukan<br />

pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada Pemerintah Daerah yang bertalian dengan bi<strong>dan</strong>g tugas<br />

<strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota. Tata cara dalam pengajuan hak ini dilaksanakan<br />

dengan memperhatikan etika politik <strong>dan</strong> etika pemerintahan serta norma sosial budaya yang berlaku<br />

atau diakui oleh masyarakat setempat.<br />

Huruf b<br />

Yang dimaksud dengan hak angket <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota adalah hak untuk mencari <strong>dan</strong> meminta<br />

keterangan yang bertalian dengan tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota kepada<br />

perangkat Pemerintah di Daerah, masyarakat <strong>dan</strong> pihak-pihak lain yang terkait dengan pokok<br />

permasalahan yang dimintakan keterangan itu.<br />

Huruf c<br />

Yang dimaksud dengan hak menyatakan pendapat adalah hak <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota untuk<br />

menyampaikan pernyataan pendapat baik secara .lisan maupun tertulis yang ditujukan kepada<br />

perangkat Pemerintah di Daerah atau masyarakat <strong>dan</strong> pihak-pihak lain yang bertalian dengan<br />

bi<strong>dan</strong>g tugas <strong>dan</strong> wewenang serta fungsi <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota. Penyampaian pernyataan itu harus<br />

didasarkan kepada fakta <strong>dan</strong> referensi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tata cara<br />

penyampaiannya dilaksanakan dengan memperhatikan etika politik <strong>dan</strong>. etika pemerintahan serta<br />

norma sosial budaya yang berlaku atau diakul oleh masyarakat setempat.<br />

Pasal 75<br />

Huruf a<br />

Hak ini dimaksudkan untuk mendorong, memacu kreatifitas, semangat <strong>dan</strong> kualitas anggota <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota dalam menyikapi serta menyalurkan <strong>dan</strong> menindaklanjuti aspirasi rakyat yang<br />

diwakilinya dalam bentuk pengajuan usul rancangan peraturan daerah<br />

Huruf b<br />

Hak anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota untuk mengajukan pertanyaan baik secara Jisan maupun tertulis<br />

kepada pemerintah bertalian dengan tugas <strong>dan</strong> wewenang <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Huruf c<br />

Hak anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota untuk mendapatkan keleluasaan menyampaikan suatu usul <strong>dan</strong><br />

pendapat baik kepada pemerintah maupun kepada <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota sendiri sehingga ada<br />

jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya.<br />

Oleh karena itu setiap anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tidak dapat diarahkan oleh siapapun di dalam<br />

proses pengambilan keputusan, namun demikian tatacara penyampaian usul <strong>dan</strong> pendapat dimaksud<br />

tetap dengan memperhatikan tatakrama, etika <strong>dan</strong> moral serta sopan santun <strong>dan</strong> kepatutan sebagai<br />

wakil rakyat.<br />

Huruf d<br />

Hak imunitas anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum<br />

bertalian dengan pernyataan yang disampaikan didalam rapat-rapat baik yang dilakukan dengan<br />

pemerintah maupun dalam rapat-rapat internal <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.


Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 76<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 77<br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota adalah lembaga yang mencerminkan demokrasi dalam penyelenggaraan<br />

pemerintahan daerah. Oleh karena itu setiap Rejabat negara di Kabupaten/Kota, pejabat pemerintah, <strong>dan</strong><br />

masyarakat harus menjunjung tinggi kehormatan <strong>dan</strong> martabat <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota, dengan memenuhi<br />

panggilan lembaga tersebut <strong>dan</strong> memberikan keterangan yang diminta.<br />

Pasal 78<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 79<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 80<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Cukup Jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup Jelas<br />

Ayat (2)<br />

Huruf a.<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap,<br />

adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara<br />

normal, <strong>dan</strong> dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang<br />

Huruf b.<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c.<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas


Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Huruf g<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 81<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup Jelas<br />

Ayat (4)<br />

Dalam hal Anggota <strong>DPR</strong> berhenti antarWaktu, maka peresmian pemberhentiannya terhitung sejak<br />

anggota pengganti antaIWaktu mengucapkan sumpah/janji. Anggota pengganti antarwaktu<br />

menyelesaikan masa keanggotaan <strong>DPR</strong> yang diganti, kecuali anggota pengganti antarwaktu tersebut<br />

terkena ketentuan pemberhentian antaIWaktu dengan tidak hormat.<br />

Pasal 82<br />

Ayat (1)<br />

Proses verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti anggota <strong>DPR</strong> dilakukan oleh KPU.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Apabila waktu pelaksanaan penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong> kurang dari 6 (enam) bulan<br />

menjelang berakhirnya keanggotaan <strong>DPR</strong>, maka tidak perlu diadakan penggantian antarwaktu<br />

keanggotaan <strong>DPR</strong> dalam tenggang waktu tersebut, sehingga kursi bagi anggota <strong>DPR</strong> tersebut<br />

dikosongkan sampai pengucapan sumpah/janji anggota <strong>DPR</strong> hasil pemilihan umum berikutnya.<br />

Pasal 83<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Pengunduran diri dilakukan secara tertulis kepada Pimpinan <strong>DPD</strong>


Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap,<br />

adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara<br />

normal, <strong>dan</strong> dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (6)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (7)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 84<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Dalam hal anggota <strong>DPD</strong> berhenti antarwaktu, maka peresmian pemberhentiannya terhitung sejak<br />

anggota pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji. Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan<br />

masa keanggotaan <strong>DPD</strong> yang diganti, kecuali anggota pengganti antarwaktu tersebut terkena<br />

ketentuan pemberhentian antarwaktu dengan tidak hormat.<br />

Pasal 85<br />

Ayat (1)<br />

Proses verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti anggota <strong>DPD</strong> dilakukan oleh KPU.


Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Apabila waktu pelaksanaan penggantian antarwaktu anggota <strong>DPD</strong> kurang dari 6 (enam) bulan<br />

menjelang berakhirnya keanggotaan <strong>DPD</strong>, maka tidak perlu diadakan penggantian antarwaktu<br />

keanggotaan <strong>DPD</strong> dalam tenggang waktu tersebut, sehingga kursi bagi anggota <strong>DPD</strong> dikosongkan<br />

sampai pengucapan sumpah janji anggota <strong>DPD</strong> hasil pemilihan umum berikutnya.<br />

Pasal 86<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap,<br />

adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi<br />

secara normal, <strong>dan</strong> dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Huruf g<br />

Cukup jelas


Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 87<br />

Ayat (1 )<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukupjelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Dalam hal anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi berhenti antarwaktu, maka peresmian pemberhentiannya terhitung<br />

sejak anggota pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji. Anggota pengganti antarwaktu<br />

menyelesaikan masa keanggotaan <strong>DPR</strong>D Provinsi yang diganti, kecuali anggota pengganti antarwaktu<br />

tersebut terkena ketentuan pemberhentian antarwaktu dengan tidak hormat.<br />

Pasal 88<br />

Ayat (1)<br />

Setelah Panitia Pemilu Provinsi dibubarkan, proses verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti<br />

antarwaktu anggota OPRO Provinsi dilakukan oleh Sekretariat Pemilu Provinsi. Hasil Penelitian <strong>dan</strong><br />

pemeriksaan disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri untuk peresmian pengangkatan<br />

/pemberhentian.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Apabila waktu pelaksanaan penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi kurang dari 6 (enam)<br />

bulan menjelang berakhirnya keanggotaan <strong>DPR</strong>D Provinsi, maka tidak perlu diadakan penggantian<br />

antarwaktu keanggotaan <strong>DPR</strong>D Provinsi dalam tenggang waktu tersebut, sehingga kursi bagi anggota<br />

<strong>DPR</strong>D Provinsi tersebut dikosongkan sampai pengucapan sumpah/janji anggota <strong>DPR</strong>D Provinsi hasil<br />

pemilihan umum berikutnya.<br />

Pasal 89<br />

Ayat (1)<br />

Huruf a<br />

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat dokter yang berwenang.<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas


Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Huruf a<br />

Yang dimaksud tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap,<br />

adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara<br />

normal, <strong>dan</strong> dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang<br />

Huruf b<br />

Cukup jelas<br />

Huruf c<br />

Cukup jelas<br />

Huruf d<br />

Cukup jelas<br />

Huruf e<br />

Cukup jelas<br />

Huruf f<br />

Cukup jelas<br />

Huruf g<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat(4)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 90<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukupjelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Dalam hal anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu, maka peresmian pemberhentiannya<br />

terhitung sejak anggota pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji. Anggota pengganti<br />

antarwaktu menyelesaikan masa keanggotaan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota yang diganti, kecuali anggota<br />

pengganti antarwaktu tersebut terkena ketentuan pemberhentian antarwaktu dengan tidak hormat.


Pasal 91<br />

Ayat (1)<br />

Setelah Panitia Pemilu Kabupaten/Kota dibubarkan, proses verifikasi terhadap calon pengganti<br />

antarwaktu anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dilakukan oleh Sekretariat Pemilu Kabupaten/Kota. Hasil<br />

Penelitian <strong>dan</strong> pemeriksaan disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur untuk peresmian<br />

pengangkatan/pemberhentian.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Apabila waktu pelaksanaan penggantian antarwaktu anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota kurang dari 6<br />

(enam) bulan menjelang berakhirnya keanggotaan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota, maka tidak perlu diadakan<br />

penggantian antarwaktu keanggotaan <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota dalam tenggang waktu tersebut,<br />

sehingga kursi anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota tersebut dikosongkan sampai pengucapan sumpah/janji<br />

anggota <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota hasil pemilihan umum berikutnya.<br />

Pasal 92<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 93<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (6)<br />

Fraksi bukan merupakan alat kelengkapan <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Fraksi tidak mempunyai hak-hak <strong>dan</strong> kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tidak<br />

memperoleh fasilitas sebagaimana yang diperoleh alat kelengkapan <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong><br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota seperti kantor, pegawai, kendaraan, pembiayaan <strong>dan</strong> lain-Iain.<br />

Pasal 94<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)


Kelompok pakar/staf ahli bertugas membantu para anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D<br />

Kabupaten/Kota dalam mengumpulkan data <strong>dan</strong> menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan<br />

tugas-tugas para anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota.<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 95<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 96<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 97<br />

Ayat (1)<br />

Anggota <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong> <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D memiliki kedudukan yang sama didepan hukum <strong>dan</strong> pemerintahan.<br />

Sehingga dalam hal mengajukan pertanyaan <strong>dan</strong>. pernyataan harus dilakukan dengan tata cara yang<br />

mengindahkan etika politik <strong>dan</strong> pemerintahan. <strong>dan</strong> senantiasa menggunakan tata krama, sopan santun,<br />

norma, serta adat budaya bangsa.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 98<br />

Ayat (1)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (3)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (4)<br />

Yang dimaksud dengan secara otomatis berhenti dari keanggotaan <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D Provinsi <strong>dan</strong><br />

<strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota adalah hilangnya status keanggotaan yang bersangkutan pada saat terjadinya<br />

pelanggaran tersebut.<br />

Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (6)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (7)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 99<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 100<br />

Ayat (1)<br />

Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan tertulis langsung dari Presiden tanpa hak substitusi.


Ayat (2)<br />

Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan ter1ulis langsung dari Menteri Dalam Negeri atas nama<br />

Presiden tanpa hak substitusi.<br />

Ayat (3)<br />

Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan tertulis Jangsung dari Gubernur atas nama Presiden<br />

tanpa hak Substitusi.<br />

Ayat (4)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (5)<br />

Cukup jelas<br />

Ayat (6)<br />

Hak-hak sebagajmana dimaksud ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib <strong>MPR</strong>, <strong>DPR</strong>, <strong>DPD</strong>, <strong>DPR</strong>D<br />

Provinsi, <strong>dan</strong> <strong>DPR</strong>D Kabupaten/Kota<br />

Pasal 101<br />

Ayat (1)<br />

Pada Provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum, tidak diadakan pemilihan anggota <strong>DPD</strong> sampai<br />

dengan pemilihan umum berikutnya. Anggota <strong>DPD</strong> pada Provinsi induk juga mewakili Provinsi yang<br />

dibentuk setelah pemilihan umum.<br />

Ayat (2)<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 102<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 103<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 104<br />

Cukup jelas<br />

Pasal 105<br />

Cukup jelas<br />

Diun<strong>dan</strong>gkan di Jakarta<br />

pada tanggal<br />

SEKRETARIS NEGARA<br />

REPUBLIK INDONESIA,<br />

BAMBANG KESOWO<br />

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!