03.05.2013 Views

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

2.1. Bahan baku<br />

BAB <strong>II</strong><br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

Kayu merupakan bahan mentah yang sangat tua. Beribu – ribu tahun yang<br />

lalu, ketika hutan lebat menutupi kawasan yang luas di permukaan bumi,<br />

orang – orang primitif menggunakan kayu untuk bahan bakar dan<br />

perkakas. Karena kayu merupakan bahan alami, berfungsi sebagai penguat<br />

batang, cabang dan akar dari pohon atau tanaman lainnya, ia akan kembali<br />

pada daur ulang alami setelah menunaikan fungsinya, dan terdegradasi<br />

menjadi unsur – unsur dasarnya. Selama periode prasejarah dan<br />

sesudahnya kayu tidak hanya digunakan untuk bahan bangunan tetapi<br />

semakin penting sebagai bahan mentah kimia untuk pembuatan arang, ter,<br />

getah serta kalium. Kayu merupakan sumber utama untuk pembuatan pulp<br />

dan kertas, disamping non kayu.<br />

Komposisi dan sifat-sifat kimia dari komponen-komponen kayu<br />

sangat berperan dalam proses pembuatan pulp. Pada setiap pemasakan,<br />

kita ingin mengambil sebanyak mungkin sellulosa dan hemisellulosanya,<br />

disisi lain lignin dan ekstraktif tidak dibutuhkan/dipisahkan dari serat<br />

kayunya. Komposisi kimia kayu bervariasi untuk setiap spesies. Secara<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


umum, hardwood atau kayu jarum (Gymnospermae) mengandung lebih<br />

banyak sellulosa, hemisellulosa dan ekstraktif dibanding dengan softwood<br />

atau kayu daun (Angiospermae).<br />

Kayu tersusun atas sel-sel yang memanjang, kebanyakan<br />

diantaranya berorientasi dalam arah longitudinal batang. Mereka<br />

dihubungkan satu dengan yang lainnya melalui pintu-pintu, yang<br />

dinyatakan sebagai noktah. Sel-sel ini, yang bentuknya bervariasi<br />

tergantung pada fungsinya, memberikan kekuatan mekanik yang<br />

diperlukan oleh pohon, dan juga melakukan fungsi pengangkut cairan<br />

maupun penyimpan persediaan cadangan makanan. Struktur makroskopis<br />

kayu seperti terlihat dengan mata. Empelur yang terletak dipusat dapat<br />

dilihat sebagai garis gelap ditengah batang atau cabang. (Hardjono, 1995).<br />

Kayu lunak (softwood) yang homogen , berserat lurus dan ringan<br />

lebih disukai untuk dijadikan kayu – kayu konstruksi kayu lapis. Xylem<br />

kayu lunak (softwood) sangat sederhana. Kebanyakan spesies memiliki<br />

tidak lebih dari empat atau lima macam sel yang berbeda, dan hanya satu<br />

atau dua tipe sel banyak terdapat. Karena kesederhanaan dan keseragaman<br />

struktur inilah, kayu lunak (softwood) cenderung serupa dalam<br />

kenampakannya. Dilain pihak, kayu keras (softwood) tersusun atas jenis –<br />

jenis sel yang sangat berbeda dengan variasi proporsi yang luas dan<br />

karenanya sering menjadi unik bahkan memiliki gambaran kayu yang<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


sangat indah. Karena gambaran unik yang banyak dimiliki oleh spesies –<br />

spesies kayu keras (hardwood), maka kayu – kayu tersebut banyak<br />

digunakan untuk perabot rumah tangga, panil, dan tujuan – tujuan<br />

dekoratif yang lain. (Haygreen, 1996).<br />

2.1.1. Selulosa<br />

Selulosa merupakan bagian utama yang membentuk dinding sel daripada<br />

kayu. Merupakan polimerisasi yang sangat kompleks dari gugus<br />

karbohidrat yang mempunyai persen komposisi yang mirip dengan<br />

“starch” yaitu glukosa yang terhidrolisa oleh asam.<br />

Sifat – sifat polimer selulosa<br />

Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan,<br />

menggunakan pelarut seperti CED atau Kadoksen. Berdasarkan sifat-sifat<br />

larutan kesimpulan dapat diperoleh mengenai berat molekul rata-rata,<br />

polidisperitas, dan konformasi polimer. Pengukuran-pengukuran berat<br />

molekul menunjukkan bahwa selulosa kapas dalam keadaan asalnya<br />

mengandung kira-kira 15000 dan selulosa kayu mengandung kira-kira<br />

10000 sisa glukosa. (Hardjono, 1995).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


2.1.2. Hemiselulosa<br />

Hemisellulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan<br />

glukosa yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemisellulosa merupakan<br />

polimer dari lima bentuk gula yang berlainan yaitu : glukosa, mannosa,<br />

galaktosa, xylosa dan arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek<br />

dibandingkan dengan rantai sellulosa, karena hemiselulosa mempunyai<br />

derajat polimerisasi yang lebih rendah. Molekul hemisellulosa terdiri dari<br />

300 unit gugus gula. Berbeda dengan sellulosa, polimer hemisellulosa<br />

berbentuk tidak lurus, tapi merupakan polimer-polimer yang berarti<br />

hemisellulosa tidak akan dapat membentuk struktur Kristal dan serat<br />

mikro seperti halnya selulosa. Pada proses pembuatan pulp hemisellulosa<br />

bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan sellulosa.<br />

2.1.3. Lignin<br />

Lignin adalah polimer yang sangat kompleks, juga merupakan komponen<br />

utama penyusun kayu dengan kandungan antara 17-32% berat kayu<br />

kering. Adanya lignin didalam pulp menyebabkan warna pada pembuatan<br />

kertas untuk maksud tertentu seperti kertas cetak. Lignin perlu dipisahkan<br />

dari pulp melalui proses pemutihan. Struktur molekul lignin sangat<br />

berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem<br />

aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil propana. Dalam kayu lunak<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


kandungan lignin lebih banyak bila dibandingkan dalam kayu keras. Sifat<br />

kimia lignin sangat rumit oleh karena itu tidak banyak ahli yang<br />

menjelaskan tentang lignin.<br />

Lignin merupakan senyawa yang tidak diharapkan dalam<br />

pembuatan pulp karena akan membuat lembaran kaku dan mengurangi<br />

aktivitas ikatan permukaan antara serat dan akan menghalangi<br />

pengembangan serta sehingga menurunkan kualitas pulp yang dihasilkan.<br />

Sifat-sifat lignin secara umum antara lain tidak larut dalam air, berat<br />

molekul berkisar antara 2000 - 15000, molekul lignin mengandung gugus<br />

hidroksil, metoksil dan karboksil dan bila didegradasi oleh basa akan<br />

membentuk turunan benzene. (Fessenden, 1992).<br />

Lignin merupakan zat yang tidak bersama-sama dengan sellulosa<br />

membentuk dinding sel dari pohon kayu. Ia berfungsi sebagai bahan<br />

perekat atau semen antara sel-sel selulosa yang membuat kayu menjadi<br />

kuat. Lignin merupakan polimer tiga dimensi yang bercabang banyak.<br />

Molekul utama pembentuk lignin adalah phenyl propane. Satu molekul<br />

Lignin dengan derajat polimerisasi yang tinggi merupakan molekul yang<br />

besar, karena ukurannya dan struktur tiga dimensinya. lignin didalam kayu<br />

berfungsi sebagai lem atau semen. Lapisan (lamella) tengah, dengan<br />

kandungan utamanya adalah lignin, mengikat sel-sel itu dan sehingga<br />

terbentuk struktur kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


dinding sel, lignin bersama dengan hemisellulosa,membentuk semen<br />

(matriks) dimana tersusunlah sellulosa yang berupa “mikrofibrils”.<br />

Ada beberapa test prosedur yang sekarang digunakan untuk<br />

menentukan lignin, seperti:<br />

1. Lignin Klason : mengukur lignin dalam kayu secara langsung<br />

2. Kappa Number : Jumlah konsumsi permanganat dalam sampel<br />

pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi<br />

3. Hypo test : Jumlah konsumsi hypo dalam sample pulp yang<br />

mengandung lignin yang belum bereaksi<br />

4. Chlorine Number : Jumlah konsumsi klorin dalam pulp yang<br />

mengandung lignin yang belum bereaksi<br />

5. Nu-Number : Test absorbsi spektrofotometer lignin yang terlarut<br />

dalam asam dengan panjang gelombang 425 nm<br />

6. Pulp Permittivity : Dielectric strength atau permititivitas pulp sheet<br />

yang berhubungan dengan kandungan lignin dalam sampel.<br />

7. Spectrophotometric Methods : Absorpsi sinar UV pada sampel<br />

yang mengandung lignin. (Chemistry.org).<br />

2.1.4. Ekstraktif<br />

Ekstraktif adalah senyawa kimia dengan BM rendah yang dapat larut<br />

dalam air dan pelarut organik. Pada umumnya kadar ekstraktif yang<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


terkandung dalam bahan baku nonwood lebih tinggi daripada kayu daun<br />

dan kayu jarum. Zat ekstraktif terdiri dari senyawa yang mudah menguap<br />

seperti terpentin, resin, asam lemak, fenol, karbohidrat dengan BM rendah<br />

dan juga pektin. Zat ekstraktif yang larut dalam air meliputi gula, pektin,<br />

garam-garam organik dan zat warna. Sedangkan ekstraktif yang larut<br />

dalam pelarut organik yaitu tannin , asam lemak, resin, dan terpen. Pelarut<br />

organik yang biasa digunakan yaitu; petroleum eter, metanol, alkohol<br />

benzen, dan etanol benzen.<br />

Ekstraktif dapat mengkonsumsi bahan kimia banyak juga dapat<br />

menghambat proses penetrasi larutan kemasan. Pada pembuatan kertas<br />

akan timbul masalah yang biasa disebut pitch trouble, hal ini disebabkan<br />

karena pitch yang dilepaskan pada waktu proses penggilingan akan<br />

cenderung terkumpul sebagai partikel suspensi koloidal sehingga akan<br />

menyumbat kawat kasa pada mesin kertas atau terkumpul pada felt serta<br />

melekat pada mesin sebagai gumpalan selap. Dengan adanya hal ini, akan<br />

menyebabkan kertas berlubang transparan (bernoda) dan kotor.Kayu<br />

biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak<br />

yang disebut dengan istilah “extractive”. Zat-zat ini dapat diambil /<br />

dipisahkan dari kayu apakah dengan memakai pelarut air maupun pelarut<br />

organik seperti eter atau alkohol.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Asam-asam lemak, asam-asam resin, lilin, terpentin dan gugus<br />

phenol adalah merupakan beberapa grup yang juga merupakan ekstraktif.<br />

Kebanyakan dari ekstraktif itu terpisahkan dalam proses pembuatan pulp<br />

dengan cara Kraft Pulping. Minyak mentah terpentin dapat diperoleh dari<br />

digester pada waktu mengeluarkan gas. Lemak-lemak, asam-asam lemak<br />

akan membentuk sabun (soap) pada proses “Kraft” dan terlarut dalam<br />

larutan pemasak. Soap ini selanjutnya akan dipisahkan dari black liquor<br />

dan daur ulang sebagai “tall oil”. Beberapa / sebagian kecil dari ekstraktif<br />

yang terlarut akan menyebabkan timbulnya getah (“pitch”) dalam<br />

pembuatan pulp secara kraft dan pada pembuatan kertas. Bentuk ini<br />

merupakan gumpalan yang mengotori peralatan seperti halnya screen dan<br />

wire.<br />

2.1.5. Mineral<br />

Mineral atau senyawa anorganik didalam kayu mempunyai kadar kurang<br />

dari 1%. Didalam pulp senyawa ini kadang-kadang masih terkandung<br />

yang berasal dari bahan baku, bahan kimia, air dan peralatan yang<br />

digunakan. Untuk mengetahui kadar mineral dalam air dilakukan<br />

pengabuan dimana abu tersebut terdiri dari garam-garam karbonat, fosfat,<br />

oksalat, sulfat dan sisanya merupakan senyawa logam seperti besi,<br />

kalsium, tembaga dan mangan.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Abu yang tidak larut dalam HCl (asam klorida) 6M biasanya<br />

mengandung banyak silikat terutama dalam bahan baku bukan kayu.<br />

Adanya abu dalam pulp akan menggangu pada hasil atau kualitas<br />

kertasnya, sedangkan silika yang tinggi akan mengakibatkan pengerakan<br />

atau korosi dalam digester, alat-alat pipa recovery dan dapat menumpulkan<br />

pisau pemotong.<br />

2.2. Proses Pembuatan Pulp<br />

Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan<br />

kertas, tetapi juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa, seperti<br />

sutera rayon dan selofan. Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk<br />

melepaskan serat – serat yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara<br />

mekanik atau dengan kombinasi kedua perlakuan tersebut. Pemisahan<br />

serat sellulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam kayu dapat<br />

dilakukan dengan berbagai macam cara/proses, yaitu :<br />

a. Proses mekanik<br />

b. Proses semi kimia<br />

c. Proses kimia<br />

Dalam proses pembuatan pulp secara mekanik, pemisahan serat<br />

dilakukan dengan cara menggunakan tenaga mekanik. Proses ini dilakukan<br />

dengan menggerinda kayunya menjadi serat pulp dan menghasilkan<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


andemen sebesar 90-95 %, tetapi menyebabkan kerusakan pada serat.<br />

Penggunaan pulp yang dihasilkan pada proses mekanik ini nilainya kecil<br />

sekali, juga pulp itu masih mengandung banyak lignin, dan serat-serat nya<br />

tidak murni sebagai serat.<br />

Proses semi kimia meliputi pengolahan secara kimia yang diikuti<br />

dengan perbaikan secara mekanik dan beroperasi pada randemen yang<br />

tingginya dibawah proses mekanik. Biasanya bahan kimia yang digunakan<br />

pada proses ini adalah sodium sulphite (Na2S). Pada proses kimia, bahan-<br />

bahan yang terdapat ditengah lapisan kayu akan dilarutkan agar serat dapat<br />

terlepas dari zat yang mengikatnya. Hal yang merugikan pada proses ini<br />

adalah randemen yang rendah yaitu 45-55 %.<br />

Proses kimia dibagi menjadi tiga kategori :<br />

1. Soda Process<br />

2. Sulphite Process<br />

3. Sulphate Process<br />

Dalam proses soda, kayu dimasak dengan larutan sodium<br />

hidroksida (NaOH). Larutan sisa pemasakan dipekatkan dan kemudian<br />

dibakar, yang akan menghasilkan sodium karbonat (Na2CO3), dan apabila<br />

diolah dengan menambahkan batu kapur akan menghasilkan sodium<br />

hidroksida (NaOH). Nama proses “soda” karena bahan kimia yang<br />

ditambahkan kedalam prosesnya berupa sodium karbonat (Na2CO3).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Proses ini sekarang sudah tidak dipakai lagi. Pada proses sulfit, larutan<br />

pemasak yang dipakai adalah asam-asam yang mengandung sulfur dari<br />

logam alkali, atau alkali tanah berupa bisulfit.<br />

Proses pembuatan pulp yang paling banyak dipakai saat ini adalah<br />

proses sulphate atau disebut juga proses kraft. Kraft berasal dari bahasa<br />

Jerman yang berarti kuat.Kekuatan dari proses kraft ini dikarenakan<br />

adanya bahan kimia yang terkandung dalam larutan pemasak yang disebut<br />

“sulfidity”.Yang menjadi target pada proses ini adalah untuk memisahkan<br />

serat-serat yang terdapat dalam kayu secara kimia dan melarutkan<br />

sebanyak mungkin lignin yang terdapat pada dinding-dinding serat.<br />

2.2.1. Unit Persiapan Kayu<br />

Secara umum operasi persiapan kayu (Wood Handling and Preparation<br />

Plant) meliputi:<br />

1. Penimbunan kayu batangan di areal TPK (Tempat Penimbunan Kayu)<br />

2. Hasil pemotongan kayu di timbun di Chip File.<br />

Eukaliptus dan akasia adalah bahan baku utama proses pembuatan<br />

pulp di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea. Persiapan bahan baku dimulai<br />

dari penebangan, pemupukan, pemotongan, pengulitan, penyerpihan, dan<br />

pengangkutan.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


2.2.2. Unit Pemasak (Digester)<br />

Digester adalah alat pemasak chip/serpihan kayu yang berbentuk silinder<br />

yang dilas bersusun tegak, mempunyai volume 200m 3 dan tinggi 18,67 m,<br />

diameter 4,2 m yang dirancang untuk bekerja pada tekanan tinggi hingga<br />

12 kg/cm 2 , temperatur 195 o C dan terdapat dua saringan yang diletakkan di<br />

dalam digester. Dimana tempat saringan terletak dibagian atas digester<br />

yang disebut relief striner dan yang terletak di tengah digester disebut<br />

middle strainer. Fungsi dari strainer tersebut untuk menjaga agar serat-<br />

serat kayu yang sedang dimasak tidak keluar dari digester pada waktu<br />

mensirkulasikan cairan pemasak dan pada waktu membuang gas yanga<br />

ada di digester.<br />

2.2.3. Washing<br />

Bubur pulp dari blowing tank dengan konsistensi 4 - 4,2% yang<br />

dipompakan ke pressure knotter dengan menambahkan cairan pengencer<br />

hingga konsistensinya 2% agar memudahkan pemisahan antara hasil<br />

dengan sisa. Hasil dari primary dan secondary knotter masuk ke vibrating<br />

knotter. Serat kasar dari vibrating knotter masuk ke drum trailer untuk di<br />

angkut ke chip pile dan airnya dibuang keselokan.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Bubur pulp dari knotter dicuci dalam empat unit washer.<br />

Didalamnya dilengkapi dengan sistem vakum sehingga bubur pulp dapat<br />

dicuci dengan baik dengan hasil cuciannya tidak melekat pada dinding<br />

washer yang terus berputar. Di daerah masukan, bubur pulp dicuci dengan<br />

sistem penyemprotan secara berlawanan. Air pencuci unutk washer satu<br />

diambil dari filtrat no.4 sedangkan bubur pulp pada washer empat dicuci<br />

dengan air panas yang baru. Bubur pulp yang menempel pada dinding<br />

washer dipotong dengan doctor blade yang dipasang sedemikian rupa<br />

sehingga bubur pulp yang sudah bersih tidak bercampur dengan bubur<br />

pulp yang kotor. Bubur pulp dari doctor blade dihancurkan lagi dengan<br />

menggunakan repulper low speed dan high speed yang memiliki sudu-<br />

sudu.<br />

Cara kerja repulper pada washer 1, 2, 3 dan 4 sama, yang berbeda<br />

hanya pada washer 3 karena memiliki satu repulper yang berbentuk screw.<br />

Hasil pencucian dari washer 4 dimasukkan ke washer stock tank dengan<br />

konsistensi 10-12% untuk selanjutnya dikirim ke unit penyaring.<br />

2.2.4. Screening<br />

Setelah washing, bubur pulp yang masuk pada washer stock selanjutnya<br />

dimasukkan ke unit screening. Tujuannya adalah untuk mendapatkan<br />

bubur pulp yang benar-benar bersih. Screener ada enam unit, yang terdiri<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


dari 3 unit primary screen, 1 unit tertiari screen, 1 unit swing screen serta<br />

dilengkapi dengan vibrating screen. Bubur pulp dari wash stock masuk ke<br />

primary screen. Hasil penyaringannya yaitu accept masuk ke washer ke<br />

empat dan reject masuk ke secondary screen dengan diamater 2 mm. Hasil<br />

dari secondary screen masuk ke primary screen dan buangaannya masuk<br />

ke tertiary screen. Hasil dari tertiary screen masuk ke secondary screen<br />

dan sisanya masuk ke vibrating screen. Hasil screening dan vibrating<br />

screen dikembalikan lagi ke tertiary screen, reject dari vibrating screen<br />

akan dimasukkan ke screw press untuk dipisahkan antara air dan serat<br />

kasar. Air dari screw press dikembalikkan ke wash stock tank untuk<br />

dilution dan sisanya akan diolah lagi ke digester. Dengan menggunakan<br />

pump bubur pulp hasil screening akan dipompakan ke high density<br />

unbleach stock tower sebagai tempat penyimpana<br />

2.2.5. Proses Pemutihan (Bleaching Plant)<br />

Pada normalnya proses penghilangan lignin adalah melarutkan pulp ke<br />

bentuk yang larut dalam air. Penghilangan bentuk-bentuk lignin<br />

merupakan kehilangan sebahagian dari hasil pada proses pemutihan, yang<br />

mana ini adalah antara 5% sampai dengan 10% (dihitung mulai dari pulp<br />

yang telah selesai dimasak), tergantung pada metode pemasakan dan<br />

sasaran brightness dari pulp. Warna pada pulp yang belum diputihkan<br />

umumnya disebabkan oleh lignin yang tersisa. Penghilangan lignin dapat<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang<br />

banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan kualitas pulp yang<br />

rendah. Oleh karena itu, proses pemasakan agar benar-benar cukup dimana<br />

proses penghilangan lignin dengan bahan kimia, umumnya memiliki suatu<br />

dampak terhadap dekomposisi dari lignin.<br />

Operasi pemutihan (Bleaching) terdiri dari 4 tahap, untuk 2 tahap<br />

yang pertama pada BKP dan DKP adalah sama, tahap pertama adalah<br />

perlakuan pengolahan terhadap pulp dengan menggunakan Klorin<br />

Dioksida yang diikuti dengan Ekstraksi oleh Kaustik/Oksigen pada tahap<br />

yang kedua. Pemutihan (Bleaching) pada tahap ketiga dan keempat pada<br />

BKP adalah perlakuan dengan Klorin Dioksida. Untuk DKP tahap yang<br />

ketiga adalah perlakuan pengelolahan dengan Klorin Dioksida yang diikuti<br />

dengan Sodium Hypo-Khlorite pada tahap yang terakhir.<br />

Pulp dari bagian pemutihan (Bleaching) disimpan di dalam Bleach<br />

High Density Stored Tower dengan konsistensi 12%.Pulp tersebut<br />

kemudian dikirim ke unit penyaringan dan Centri-Cleaner sebelum<br />

dijadikan ke dalam bentuk lembaran pada pulp machine dan dikeringkan<br />

di dalam sebuah alat pengeringan dengan nama Air Borne Flakt Drier,<br />

sesudah itu, lembaran tersebut dipotong-potong, ditimbang, dibungkus,<br />

diikat dengan kawat dan diberi tanda serta disimpan di Gudang.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Cairan lindi hitam (Black Liquor) berkonsentrasi rendah yang<br />

berasal dari unit pencucian dipekatkan dengan menggunakan Evaporator<br />

jenis failling film plate dan Konsentrator. Cairan yang sudah dipekatkan<br />

dengan konsentrasi 65% padatan selanjutnya dibakar didalam sebuah<br />

Ketel Uap dan pemutih bahan kimia. Uap air tekanan tinggi diproduksi<br />

dengan membakar bahan organik yang dapat di dalam cairan, ini<br />

digunakan untuk menghasilkan sumber elektrik pada Turbo Generator dan<br />

kelebihan steam digunakan untuk tujuan pemanasan pada proses.<br />

Tahap I, Klorin Dioksida (D0)<br />

Pulp hasil pencucian dan pennyaringan dialirkan dengan stock pump<br />

menuju unbleach tower yang berkapasitas 2000 m 3 . Klorin dioksida (ClO2)<br />

dicampur didalam stock tank kemudian dialirkan ke unbleach tower.<br />

Campuran pulp dengan bahan kimia ClO2 dialirkan ke blow stock<br />

blending tank, dan didalamnya campuran pulp dan bahan kimia tersebut<br />

akan bereaksi. Kemudian pulp dipompakan menuju D0 tower (menara<br />

klorinasi) melalui sebuah pipa. Dan didalam pipa, ClO2 diinjeksikan lagi<br />

dan juga terdapat mixer untuk mencampurnya.<br />

Campuran bahan kimia dan pulp ini masuk kedalam D0 tower yang<br />

berkapasitas 335 m 3 , pada bagian bawah dan keluar melalui bagian atas.<br />

• Temperatur reaksi : 60-65 o C<br />

• Brightness akhir : 55-60% ISO<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


• Waktu : ± 45 menit<br />

• pH reaksi : 2-4<br />

Tahap <strong>II</strong>, ekstraksi Peroksida( EP)<br />

Konsistensi pulp pada tahap ini adalah 10% dan alkali/caustic soda<br />

(NaOH) akan ditambah sebelum pulp masuk ke ekstrak tower atau menara<br />

ekstraksi. Jumlah NaOH yang ditambahkan diatur melalui katub pH.<br />

Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, O2, H2O2.<br />

• Temperatur reaksi : 70-75 o C<br />

• Brightness akhir : 65-75% ISO<br />

• Waktu : 45-60 menit<br />

• pH reaksi : 10,8-11<br />

Tahap <strong>II</strong>I, Dioksida I (DI)<br />

Tahap lanjutan ini juga memakai klorin dioksida (ClO2) sebagai<br />

bahan pengelantang dan NaOCl (sodium hipoklorit) juga diperlukan.<br />

Tujuan utama dalah untuk menaikkan brightness pulp sesuai dengan target<br />

yang ingin dicapai.<br />

Proses pada tahap ini berlangsung :<br />

• Temperatur reaksi : (HYPO) 40- 50 o C<br />

(ClO2) 78- 80 o C<br />

• Brightness akhir : 85-88% ISO<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


• Waktu : 180 menit<br />

• pH reaksi : 3,0-3,5<br />

Tahap IV, Peroksida (D<strong>II</strong>)<br />

Pulp dari tahap dioksida pertama diproses selanjutnya ditahap<br />

peroksida. Prinsip perlakuan kimia pada tahap ini sama dengan tahap<br />

dioksida pertama. Tujuannya adalah untuk penyempurnaan kemurnian<br />

pulp dan tercapainya brightness pulp. Bahan kimia yang dipakai juga<br />

menggunakan ClO2.<br />

• Temperatur reaksi : 78-80 o C<br />

• Brightness akhir : 89-90% ISO<br />

• Waktu : 240 menit<br />

• pH reaksi : 3,0-3,5<br />

2.2.6. Pulp Machine<br />

Pulp machine merupakan intergrasi dari bagian operasi pabrik pulp. Kini<br />

dengan perkembangan teknologi telah menghasilkan tingkat efesiensi yang<br />

tinggi. Pulp machine dirancang mengubah suspensi pulp yang dikirim dari<br />

bleaching plant atau proses bleaching menjadi lembaran pulp kering yang<br />

selanjutnya diproses kedalam bentuk bal-bal unutk dikirim ke konsumen.<br />

Mengatur dan mengubah suspensi pulp menjadi lembaran dengann kadar<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


air 10% lalu dilakukan pengebalan yang tujuannya untuk mempermudah<br />

pengiriman dalam transportasi.<br />

Pulp machine dirancang dengan fungsi utamanya memisahkan air<br />

dari buburan pulp dengan cara efesiensi tanpa merusak struktur serat, berat<br />

dasar dan formasi pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan lembaran yang<br />

maksimum. Pulp machine merupakan tahapan terakhir dari proses<br />

produksi pulp yang memiliki kepentingan sendiri. Setiap menit kehilangan<br />

waktu produksi menggambarkan kehilangan penghasilan, karena itu<br />

kemampuan operasi dalam bagian ini sangat diperlukan unutk menurunkan<br />

down time seminimum mungkin.<br />

2.3. Bilangan Kappa (Kappa Number)<br />

Agar supaya pengendalian tahapan pemutihan berjalan dengan efesien<br />

untuk mendapatkan pulp dengan kualitas yang diharapkan maka dilakukan<br />

beberapa pengujian, yaitu:<br />

• Kappa Number (bilangan kappa) yaitu : pengujian untuk<br />

mengetahui tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan<br />

kesanggupannya untuk diputihkan.<br />

• Brightness (Kecerahan) yaitu : sifat lembaran pulp untuk<br />

memantulkan cahaya yang diukur pada suatu kondisi yang baku,<br />

digunakan sebagai indikasi tingkat keputihan. Keputihan pulp<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


diukur dengan kemampuan memantulkan cahaya monokromatik<br />

dan diperbandingkan dengan standar yang telah diketahui<br />

(biasanya Magnesium Oksida), dan diukur dengan alat<br />

Brightnessmeter (Elrepho)<br />

• Viskositas yaitu : pengujian terhadap kekuatan dari pada pulp,<br />

pengujian mengevaluasi derajat polimerisasi dari pada selulosa<br />

atau dengan kata lain degradasi dari pada selulosa. (Sirait, 2003).<br />

2.4. Analisis Titrimetri<br />

Reaksi yang digunakan dalam analisis titrimetri dapat dibagi dalam dua<br />

golongan utama :<br />

a) Reaksi dimana tidak terjadi perubahan keadaan oksidasi; reaksi ini<br />

bergantung pada bersenyawanya ion – ion.<br />

b) Reaksi oksidasi – reduksi, ini melibatkan suatu perubahan keadaan<br />

okidasi, atau dengan kata lain, pemindahan elektron. (Basset, 1994).<br />

Titrimetri atau analisis volumetrik adalah salah satu cara<br />

pemeriksaan jumlah zat kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini<br />

disebabkan karena beberapa alasan. Pada satu segi, cara ini<br />

menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan<br />

ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena<br />

dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


sifat yang berbeda - beda. Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari<br />

pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi<br />

secara stokiometri dengan zat yang akan ditentukan. Larutan pereaksi itu<br />

biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti, dan disebut pentiter atau<br />

larutan baku. Sedangkan proses penambahan pentiter ke dalam larutan zat<br />

yang akan ditentukan disebut titrasi.<br />

Dalam proses satu bagian demi bagian pentiter ditambahkan ke<br />

dalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat yang disebut<br />

buret sampai tercapai titik kesetaraan. Titik kesetaraan adalah titik pada<br />

saat pereaksi dan zat yang ditentukan bereaksi sempurna secara<br />

stokiometri. Titrasi harus dihentikan pada atau dekat titik kesetaraan ini.<br />

Jumlah volume ini disebut volume kesetaraan. Dengan mengetahui<br />

volume kesetaraan kadar pentiter dan faktor stokiometri, maka jumlah zat<br />

yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah.<br />

Agar proses titrasi dapat berjalan dengan baik sehingga<br />

memberikan hasil pemeriksaan yang tepat dan teliti, maka persyaratan<br />

berikut perlu diperhatikan dalam setiap titrasi :<br />

1) Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung<br />

secara stokiometri dengan faktor stokiometrinya berupa bilangan bulat.<br />

Faktor stokiometri ini harus diketahui atau ditetapkan secara pasti,<br />

karena faktor ini perlu dalam penghitungan hasil titrasi.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


2) Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat<br />

3) Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung<br />

secara terhitung. Artinya, sesuai dengan ketepatan yang dapat dicapai<br />

dengan peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri, reaksi harus<br />

sempurna sekurang-kurangnya 99.9% pada titik kesetaraan.<br />

Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah<br />

warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya.<br />

Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa nya.<br />

Sebagai contoh fenolftalein(PP), mempunyai pKa 9.4 (perubahan warna<br />

antara pH 8.4 – 10.4). Struktur fenolftalein akan mengalami penataan<br />

ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol<br />

dari PP sehingga pHnya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan<br />

warna. Metil orange (MO) mempunyai pKa (perubahan warna antara pH<br />

2.7 dan pH 4.7), mengalami hal serupa terkait dengan perubahan warna<br />

yang tergantung pada pH. Kedua indikator ini berada pada kisaran titik<br />

balik (titik infleksi) pada titrasi asam kuat dan basa kuat.<br />

Fenolftalein adalah indikator dari golongan ftalein yang banyak<br />

digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan kimia. Fenolftalein merupakan<br />

senyawa hablur putih yang mempunyai kerangka lakton. Indikator ini<br />

sukar larut dalam air, tapi dapat bereaksi dengan air hingga cincin<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


laktonnya terbuka dan membentuk asam yang tidak berwarna. (Rohman,<br />

2007).<br />

2.3.1. Proses Oksidasi – Reduksi<br />

Pada mulanya, proses oksidasi dan reduksi diberi batasan sebagai reaksi<br />

pelepasan dan penangkapan oksigen oleh suatu zat. Sekarang, untuk<br />

memperjelas inti sari gejala tersebut, telah dikemukakan batasan yang<br />

lebih umum, yaitu : oksidasi adalah proses pelepasan elektron dari suatu<br />

zat, sedangkan reduksi adalah proses penangkapan elektron oleh suatu zat.<br />

Pada waktu melepaslan elektron suatu zat berubah menjadi bentuk<br />

teroksidasinya, karena zat itu bertindak sebagai zat pereduksi. Sebaliknya,<br />

zat pengoksidasi adalah zat yang menerima elektron dan karena itu zat<br />

tersebut mengalami reduksi.<br />

Bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi dari suatu zat merupakan<br />

suatu system yang berpasangan yang disebut system redoks atau pasangan<br />

redoks. Bentuk teroksidasi sering ditandai dengan “ox” dan bentuk<br />

tereduksi ditandai dengan “red”. Kesetimbangan reaksinya ditulis sebagai<br />

berikut :<br />

ox + n e = red proses reduksi<br />

red = ox + n e proses oksidasi<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Disini n adalah jumlah elektron yang dilepaskan atau diterima. Dari<br />

batasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada kemiripan antara reaksi<br />

oksidasi – reduksi dengan reaksi asam – basa. Perbedaan pokok antara<br />

kedua proses itu adalah bahwa pada reaksi oksidasi – reduksi elektron<br />

merupakan zarah dasar yang dipindahkan antara bentuk teroksidasi dan<br />

bentuk teroksidasi berpasangan, sedangkan reaksi asam – basa hanya satu<br />

proton yang dapat saling dipertukarkan, sedangkan pada reaksi oksidasi –<br />

reduksi lebih dari satu elektron dapat terlibat dalam reaksi. (Rivay, 1995).<br />

2.3.2. Titrasi Permanganometri<br />

Kalium permanganat digunakan secara luas sebagai pereaksi yang mudah<br />

diperoleh, tidak mahal, dan tidak memerlukan suatu indikator kecuali<br />

kalau digunakan larutan yang sangat encer. Satu tetes 0.1 N KMnO4<br />

memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan<br />

yang biasanya digunakan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk<br />

menunjukkan kelebihan pereaksi.<br />

Permanganat mengalami reaksi kimia yang bermacam – macam<br />

dalam keadaan – keadaan oksidasi. Reaksi yang paling banyak dijumpai<br />

berada dalam laboratorium pendahuluan yaitu dalam larutan yang sangat<br />

asam. Permanganat bereaksi sangat cepat dengan banyak pereaksi tetapi<br />

beberapa zat memerlukan pemanasan atau penggunaan katalis untuk<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


mempercepat reaksinya. Kelebihan yang sedikit dari permanganat yang<br />

ada pada titik akhir satu titrasi cukup untuk menyebabkan pengendapan<br />

beberapa MnO2 akan tetapi karena reaksinya lambat maka MnO2 biasanya<br />

tidak diendapkan pada titik akhit tiitrasi permanganometri. (Underwood,<br />

1988).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!