De Facto
beberapa tulisan dan gambar merupakan hasil pencarian dari mesin pencari. ini adalah project final exam project, yang menjadi fokus adalah desain dari majalah :D
beberapa tulisan dan gambar merupakan hasil pencarian dari mesin pencari. ini adalah project final exam project, yang menjadi fokus adalah desain dari majalah :D
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PANDORA<br />
lobi - lobi politik<br />
Kemenangan Tergantung Lobi Politik<br />
MALANG-Turunnya rekomendasi PDIP ke pasangan Sri<br />
Rahayu (SR) - Priatmoko Utomo akan membuat peta politik di Kota<br />
Malang amburadul. Diperkirakan Sri Rahayu bakal bertarung dengan<br />
Heri Pudji Utami (HP) yang tidak<br />
mengantongi rekomendasi PDIP.<br />
Pengamat politik,<br />
Wahyudi memperkirakan HP<br />
akan meloncat ke <strong>De</strong>mokrat.<br />
Sinyal-sinyal pendekatan ini<br />
sudah terlihat sejak be-berapa waktu lalu.<br />
Di antaranya, Ketua DPC PDIP Kota Malang, Peni<br />
Suparto yang juga suami HP sempat mengenakan baju <strong>De</strong>mokrat.<br />
Saat itu Peni mengaku sebagai Walikota Malang.<br />
Menurut Wahyudi, langkah ini diambil setelah Peni memiliki<br />
rasat DPP tidak akan menurunkan rekomendasi untuk<br />
HP. Makanya Peni bermanuver mengumpulkan sejumlah DPC se-<br />
Jatim menggoyang kepemimpinan Sirmadji di DPD PDIP Jatim.<br />
“<strong>De</strong>mokrat juga tidak tergesa-gesa mengumumkan<br />
calonnya. <strong>De</strong>mokrat masih menunggu kabar dari PDIP,” kata Wahyudi,<br />
Minggu (17/2/2013).<br />
Pertarungan SR dan HP ini akan menguntungkan kandidat lain.<br />
Sebab, suara PDIP akan terpecah. SR akan mendapat dukungan dari kader<br />
rasional, sedangkan HP disokong pendukung fanatik yang tradisional.<br />
Meski nantinya meloncat ke <strong>De</strong>mokrat, HP belum tentu meraih<br />
kemenangan. Wahyudi menilai <strong>De</strong>mokrat hanya memiliki massa<br />
mengambang ( oating mass). Hanya elit politik saja yang mendukungnya.<br />
Begitu pula bila SR nantinya merangkul poros tengah atau<br />
partai lain. Wahyudi menganggap partai ini hanya bersikap pragmatis.<br />
Artinya, pencalonan SR tidak akan disosialisasikan ke massa-nya.<br />
“Pilkada adalah perang gur. Tergantung kemampuan gur<br />
mensosialisasikan dirinya ke pendukung,” terang <strong>De</strong>kan Fakultas Ilmu Sosial<br />
dan Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.<br />
Lobi Politik dalam Pemilihan Hakim<br />
Agung di DPR<br />
Kamis (18/2), jarum jam baru berlalu beberapa menit dari<br />
4 | <strong>De</strong> <strong>Facto</strong> |Juni | 2013<br />
pukul delapan malam. Ruang Komisi III DPR masih lengang. Hanya<br />
ada beberapa Anggota Komisi III yang masih asyik bercengkrama.<br />
Ada pula yang sedang asyik mengisap dan mengepulkan asap rokok.<br />
Sedianya, Komisi bidang hukum DPR itu menggelar rapat pada<br />
pukul 19.30. Faktanya, rapat<br />
yang beragendakan pemilihan<br />
calon hakim agung itu baru<br />
dimulai hampir sejam kemudian.<br />
Ketua Komisi III Benny<br />
K Harman yang memimpin<br />
persidangan langsung menyebutkan beberapa agenda, seperti soal<br />
kesepakatan berapa jumlah calon hakim agung yang akan dipilih.<br />
Pilkada adalah perang fi gur. Tergantung kemampuan fi gur mensosialisasikan<br />
dirinya ke pendukungnya<br />
“Apakah kita bisa sepakati jumlah calon hakim agung yang dipilih<br />
adalah enam orang?” kata Benny.<br />
“Setuju,” 46 anggota yang hadir dari 55 jumlah anggota Komisi III<br />
langsung menyahut. <strong>De</strong>ngan persetujuan itu, tiap anggota komisi diberi<br />
hak untuk memilih enam calon hakim agung. Setelah mengabsen,<br />
Benny mempersilakan tiap anggota untuk memasukkan kertas suara<br />
yang telah diisi kedalam kotak suara yang diletakkan di tengah ruang<br />
sidang. Anggota Komisi III yang tak hadir, bisa menitipkan suaranya.<br />
Saat para anggota komisi itu sedang memasukkan kertas<br />
suara ke kotak suara, di kalangan wartawan yang meliput acara<br />
malam itu, sudah beredar enam nama. Yaitu Salman Luthan, Surya<br />
Jaya, Supandi, Achmad Yamanie, Soltoni Mohdaly dan Yulius.<br />
Setelah semua anggota komisi menyampaikan suaranya, tiba<br />
saat penghitungan. Nama Salman Luthan selalu muncul dalam tiap<br />
kertas suara. Walhasil ia memperoleh dukungan penuh dari semua<br />
anggota komisi dengan 55 suara. Selain Salman, lima nama lain yang<br />
sudah beredar di wartawan ternyata juga beroleh suara yang besar.<br />
Artinya, enam nama itu menyisihkan 14 calon hakim agung yang lain.<br />
Lobi politik<br />
Kesamaan nama yang beredar di wartawan dengan hasil pemilihan<br />
yang ditetapkan Komisi III, menimbulkan tanda tanya. Kebetulan<br />
belaka atau memang pengetahuan dan pengalaman enam orang itu yang<br />
paling mencolok hingga sudah bisa ditebak kalau mereka yang akan terpilih?<br />
Pertanyaan makin besar ketika melihat fakta kalau calon yang mendapatkan<br />
suara hanya 13 orang. Tujuh orang sisanya tak bisa meraih suara.