14.07.2013 Views

risalah suluk seh malaya - SKP

risalah suluk seh malaya - SKP

risalah suluk seh malaya - SKP

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Author : siswono<br />

Publish : 19-10-2011 09:06:40<br />

KARYA SASTRA JAWA<br />

(Risalah Isi Suluk Seh Malaya)<br />

Oleh: Siswono, S.S.<br />

<strong>risalah</strong> <strong>suluk</strong> <strong>seh</strong> <strong>malaya</strong><br />

Serat ini berupa <strong>suluk</strong> yang diadaptasikan dari teks hasil terjemahan Marsono. Melalui kegiatan ini diharapkan<br />

masyarakat bisa mengetahui ajaran-ajaran spiritual yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam meniti titian<br />

rohani. Kita semua telah mengetahui bahwa dalam hasil karya-karya peradaban klasik masyarakat jawa sarat<br />

dengan ajaran-ajaran moral dan tuntunan dalam hidup, baik dalam hal sosialitas, etika, estetika dan<br />

religiusitas. Seperti dalam teks ini mengisahkan bagaiamna perjalanan Kanjeng Sinuhun Kalijaga (dijuluki<br />

juga dengan Seh Malaya) dalam menuntut ilmu agama untuk mencari kesempurnaan hidup. Dalam cerita ini,<br />

Sinuhun Kanjeng Sunan Bonang adalah guru spiritualnya. Diceritakan dalam serat ini bahwa telah sekian lama<br />

meguru kepada Sunan Bonang, Kalijaga tidak kunjung diajarkan ilmu yang dimaksud dan yang membuat<br />

heranya lagi oleh Sang Yogi, selama satu tahun Ia malah disuruh menunggui gurda (pohon beringin) yang<br />

tumbuh di tengah-tengah hutan yang berada di desa Bonang dan setelah itu disuruh berkhalawat dengan cara<br />

ditanam di dalam tanah selama satu tahun pula.<br />

Setelah menjalankan perintahnya tersebut, Sunan Bonang berkenan memberikan wejangan-wejangannya yang<br />

berisi seperti yang dimaksudkan oleh Kalijaga. Beberapa wejangan tersebut diantaranya, peliharalah agama<br />

karena ia yang mengarahkanmu kepada Yang Maha Tahu, Yang Maha Agung dan Yang Widi, anugrahnya<br />

mempunyai kekuatan untuk keutamaan. Selalu ingatlah kepada tujuan yang awal yang menguasai diri pribadi,<br />

kekuasaan atas dirimu tetapi engkau tidak memiliki, engkau dijadikan oleh Yang Agung dan besar<br />

anugrahnya.<br />

Untuk menjawab pertanyaan iman hidayat, Sunan Bonang menjawab: bagaikan hidayat yang jernih, warna<br />

iman hidayat, kelihatan dengan nyata. Tetapi ketahuilah, tidak dapat engkau kira-kira dan tidak dapat juga<br />

engkau lihat dengan mata kepala. Ketika akan mengakhiri wejangan tersebut Sunan Bonang berpesan agar<br />

Kalijaga terus melanjutkan perjalanannya itu untuk memperoleh ilmu kesempurnaan hidup, lebih lanjut Sunan<br />

Bonang memberikan pertanda berupa arah dimana tempat berikutnya untuk berolah syarak bagi Kalijaga,<br />

berkata: jika engkau ingin yang terakhir yaitu kesempurnaan, matikanlah ragamu, belajar matilah engkau.<br />

Senyampang engkau masih hidup bersemedilah ke hutan rimba, dan jangan sampai ketahuan manusia yang<br />

lain. Tampaknya Kalijaga memahami perintah itu, ia berjalan menuju ke hutan dan selanjutnya bertempat<br />

tinggal disana untuk menjalankan laku (disebut juga sebagai laku bagaikan kijang, maksudnya menyatukan<br />

diri hidup dengan kijang dan rusa di tengah hutan ) seperti yang dimanatkan oleh sang guru selama satu tahun.<br />

Genap satu tahun menjalankan laku bagai kijang, Seh Malaya ditemuai oleh Sang Yogi yang tengah berlarian<br />

dengan kencangnya bagai kijang karena kaget ada orang. Untuk menangkapnya Sunan Bonang membuat tiga<br />

genggaman nasi untuk dilemparkan kearahnya dan mengenai punggungnya. Selanjutnya Sunan Bonang<br />

berpesan kepada Seh Malaya supaya menunaikan ibadah haji. Perjalanan yang ditempuhnya sangatlah sulit<br />

karena harus melewati gunung, jurang dan pantai. Ketika perjalanannya telah sampai ditepi pantai Seh Malaya<br />

merasa kebingungan, bagaimana melanjutkan perjalanan ini . tiba-tiba munculah Nabi Kilir dan bertanya,<br />

engkau datang kesini dengan mempertaruhkan jiwa-raga pastinya ada maksud, apabila engkau hendak<br />

menunaikan ibadah haji untuk melaksanakan perintah gurumu tetapi tidak tahu maksud untuk apa, jika<br />

Engkau berniat naik haji ada apa? Mekah hanya bekas. Nabi Ibrahim dahulu yang membuat masjid, batu<br />

tergantung tanpa pengait. Apakah itu yang hendak engkau sembah? Dengan demikian menyembah berhala,<br />

seperti orang kafir, sebab engkau pergi karena tidak tahu kakbah yang sejati, tidak mengetahui iman hidayat,<br />

kata Nabi Kilir. Atas perintah Nabi Kilir, Kalijaga masuk kedalam rahimnya, didalamnya ia menceritakan<br />

hanya awang-awang, angkasa kosong yang jauh tidak terhingga, tidak terlihat utara-selatan-timur-barat,<br />

atas-bawah, depan maupun belakang. Dengan cahayanya dari Nabi Kilir terlihatlah oleh Kalijaga tiga warna<br />

yang segera hilang, yang masih terlihat ada empat warna yaitu hitam, merah, kuning dan putih.<br />

Page 1


isalah <strong>suluk</strong> <strong>seh</strong> <strong>malaya</strong><br />

Nabi Kilir kemudian menjelaskan warna-warna itu, ketiganya melambangkan bagaimana hawa nafsu<br />

mendorong kepada perbuatan angkara murka dan dapat mengurungkan semua laku untuk mencapai<br />

manunggalnya hamba dengan tuhanya merupakan hakikat dari kesempurnaan hidup, sedangkan warna putih<br />

tiada berteman hanya sendiri <strong>seh</strong>ingga selalu kalah, tempatnya ditengah pamungkas dari segala hal yang<br />

angkuh. Warna-warna itulah yang mengisi kehidupan dunia, bila mereka hilang jagat ini akan kosong dan<br />

terkumpul dalam warna yang sejati. Kilatan indah sebuah cahaya yang muncul dari sebuah benda seperti<br />

boneka kencana dilihat oleh Kalijaga, Nabi Kilir menerangkan bahwa warna itu bukanlah yang sejati, tetapi<br />

Hyang Permana yang menghidupkan badan dan diberikan anugrah memiliki hidup yang disebut inti rasa zat.<br />

Yang sejati adalah yang menguasai segalanya, tidak dapat dilihat, tiada berwujud, tidak berbentuk, dan tidak<br />

kasatmata, juga tiada bertempat.<br />

Jauhar awal merupakan awal kehidupan di semesta. Jika orang mati darahnya tidak ada karena menyatu<br />

dengan suksma. Suksma hilang bertempat dengan alif (manunggal dengan illahi) karena alif itu disebut roh<br />

ilafi yang merupakan jisim dan latif, seperti sabda-NYA kepada Muhammad bahwa sesungguhnya engkau dan<br />

saya manunggal, namamu ya namaku menjadi satu namaku, sifatmu telah menjadi satu wujud dengan Saya.<br />

Zat tuhan ada pada engkau, segala cipta rasa dan karsamu telah menjadi satu janganlah ragu engkau. Jika<br />

engkau masih ragu dan khawatir sungguh akan kena marah<br />

Merasa banyak mendapat petunjuk spiritual dari sang nabi, Kalijaga mengungkapkan keengganannya untuk<br />

kembali, oleh Nabi Kilir diperbolehkan bila sudah menjalani mati. Lebih lanjut Kalijaga mendapat pesan dari<br />

sang yogi supaya eling lawan waspada kepada hal yang membatalkan laku, janganlah tenggelam dalam<br />

kenikmatan yang sesat dan tetap konsisten pada jalan yang benar. Mengenai ajaran ini sang yogi memintak<br />

agar tidak membocorkanya kepada yang lainnya dan agar tetap bisa menahannya untuk tidak<br />

memperbicangkannya kepada orang lain meskipun ada yang memancing kecuali dengan anugrah-NYA karena<br />

ajaran ini adalah rahasia.<br />

Ilmu kesempurnaan ini sangatlah luas, bila dibandingkan dengan jagad raya lebih luas ilmu ini. Ilmu ini adalah<br />

sangat halus lebih halus dari setetes air, juga sangat kecil bila dibandingkan dengan tengau walaupun kecil<br />

tetapi menguasai seluruh yang ada di dunia. Ilmu ini tidak boleh digunakan untuk berlaku sombong, ingatlah<br />

kepada Yang Menguasai untuk mendapatkanya engkau harus berguru dan badanmu harus dicuci bersih.<br />

Dalam menerapkannya berlakulah dengan sikap merendah. Ajaran ini bagaikan biji, yang menerimanya ibarat<br />

tempat tumbuhnya. Jika engkau bijaksana maka penglihatanmu akan dapat menghilangkan semua (godaan<br />

setan) yang ada di dunia ini dan menjadi penglihatan yang suksma. Mati dalam hidup dan hidup dalam mati,<br />

hidup kekal selamanya. Yang mati nafsunya, badan lahir yang menjalani, diterima oleh badan batin sebagai<br />

badan sesungguhnya, manunggal menjadi satu.<br />

Setelah mendapat wejangan dari Nabi Kilir, hati Seh Malaya merasa mantap, tidak ragu, ia sudah tahu keadaan<br />

dirinya sendiri, seolah seluruh jagad raya sudah dikuasainya. Jika dahulu bunga masih kuncup, sekarang telah<br />

mekar dan berbau harum. Budinya halus, indah bagai warna mekarnya bunga kasturi. Selain keempat<br />

wejangan yang berupa warna-warna, ia pun tak lupa walau sekejap terhadap wejangan yang kelima yaitu<br />

waspada. Siang-malam Seh Malaya mencari prisai pamungkas kesombangan. Ia melihat tingkah laku para resi<br />

yang keliru kehendaknya yang terbawah hingga meninggal. Ada yang meninggal menjadi burung, ia memilih<br />

hinggap saja di kayu yang indah warnanya, ada yang menitis menjadi raja agar banyak isteri, banyak harta dan<br />

banyak prajuritnya.<br />

Menurutnya, orang yang melihat kodrat kematian seperti itu belum menjadi manusia utama. Jika terlanjur<br />

dalam tempat menitisnya, tidak bisa melebur menjadi satu dengan-NYA. Begitu juga dengan para pendeta<br />

yang bertapa dengan duduk berjungkung, hingga badanya kurus kering untuk mencari kesemprnaan hidup.<br />

Mengira sudah luar biasa, tetapi hal itu dilakukanya tanpa petunjuk, tidak dengan berguru, kosong sama<br />

sekali. Bertapa dengan hanya mengandalkan keteguhan ciptanya tidak akan mendapat jalan yang<br />

sesungguhnya, jalanya hanya berputar-putar.<br />

Orang hidup ini hendaklah berhati-hati, jangan memikirkan perihal lahiriah belaka, pikirkanlah juga perihal<br />

nisbat. Pesan Seh Malaya: orang yang senang kepada hal batin, tidak hanya memperhatikan hal lahiriah. Yang<br />

menyukai hal lahiriah itu saudagar, hatinya kotor. Jika orang hatinya sudah kotor, niatnya jelek, akhirnya jahil.<br />

Page 2


isalah <strong>suluk</strong> <strong>seh</strong> <strong>malaya</strong><br />

Orang jahil cepat meninggalnya, meninggalnya pun dalam kesesatan. Berbeda dengan yang senang<br />

memperhatikan hal batin, tutur katanya, tingkah lakunya mengenakan hati sesamanya. Yang seperti ini akan<br />

dikasihi oleh yang maha tahu.<br />

Sebelum mengakhiri wejangannya, Nabi Kilir menyampaikan bahwa syahadat ada tiga hal, yang pertama<br />

adalah muta-awilah, kedua muta-asitah dan yang ketiga muta-wakirah. Ketahuilah bahwa syahadat yang<br />

pertama mengucap kalimah syahadat, makamnya nafsu luamah. Syahadat yang kedua disebut tarekat,<br />

makamnya amarah, yang ketiga disebut syahadat hakikat, makamnya nafsu supiyah. Keempat disebut dengan<br />

syahadat makrifat, makamnya disebut dengan nafsu mutmainah yang sejati. Syahadat hati, adalah yang kelima<br />

sedangkan makam dan hidupnya nyawa rahmani. Yang keenam disebut dengan syahadat gaib, makamnya ada<br />

dalam rasa menyatu hamba dengan tuhanya, syahadat ini yang paling tinggi. Ketujuh kali ada syahadat barzah,<br />

pertemuan yang sesungguhnya antara hamba dengan tuhannya.<br />

Seh Malaya sudah mendapatkan semuanya, segera Nabi Kilir menyuruhnya untuk pulang ke Tanah Jawa,<br />

setelah mendapatkan semua wejangan dari Sang Yogi merasakan hatinya suci, jernih yang betul-betul<br />

mendapatkan anugrah. Merasakan kotoran hati telah musnah, mendapatkan keterangan dunia akhirat, suka<br />

luhur dalam segala tingkah geraknya dan merasa bahagia tiada terhingga. Perasaan hatinya, sudah nyata<br />

terkuasai oleh petunjuk, sudah mengetahui jalan menuju kesempurnaan.<br />

Page 3

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!