20.07.2013 Views

Kisah Klan Otori_1_Across The Nightingale Floor

Kisah Klan Otori_1_Across The Nightingale Floor

Kisah Klan Otori_1_Across The Nightingale Floor

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id<br />

ACROSS THE NIGHTINGALE FLOOR<br />

mulutmu?"<br />

Mereka mengolok-olokku, tapi tidak kasar, dan saat pelayan itu kembali, dia<br />

datang bersama seorang lakilaki vang aku duga sebagai salah seorang nelavan Lady<br />

Maruyama. Dia memakai jaket bersimbol puncak gunung yang dikelilingi lingkaran.<br />

Dia berkata padaku dengan sopan, "Tuanku ingin bertemu denganmu!"<br />

Aku ragu untuk menerima ajakannya. Tapi wajahnya nampak tulus dan aku juga<br />

ingin melihat wanita misterius itu sehingga aku memutuskan untuk ikut dengannya.<br />

Kami melewati koridor yang panjang, lalu taman yang di kelilingi tembok. Dia<br />

melangkah ke beranda dan berlutut di pintu. Dia berbicara singkat, lalu berbalik ke<br />

arahku dan memberi tanda agar aku segera masuk.<br />

Seteiah memandangnya sekilas, aku berlutut dan menundukkan kepala hingga<br />

menyentuh lantai. Aku merasakan kehadiran seorang ratu. Rambutnya yang hitam<br />

lembut menyentuh lantai dalam satu sapuan panjang. Kulitnya seputih salju.<br />

Kimononya berwarna krem gelap, gading, dan abu-abu lembut serta dihiasi bordir<br />

berwarna merah dan juga merah muda. Dia tenang seperti sungai di gunung, namun<br />

tiba-tiba bayangan tentang ketenangannya itu berubah menjadi seperti Jato, pedang<br />

ular dari baja yang tajam.<br />

"Mereka mengatakan kau tidak bisa bicara," dia berkata. Suaranya sebening dan<br />

sejelas air.<br />

Aku merasa ada pandangan iba di matanya, dan darah berdesir di wajahku.<br />

"Kau boleh bicara padaku," lanjutnya. Dia meraih tanganku dan jarinya<br />

menggambarkan simbol Hidden di telapak tanganku. Apa yang dia lakukan<br />

membuatku tersentak, aku seperti tersengat jelatang. Aku tak mampu menarik<br />

tanganku.<br />

"Ceritakan padaku apa yang telah kau lihat," dia berkata, kelembutan suaranya<br />

tidak berkurang meskipun nada bicaranya memaksa. Ketika aku masih juga tidak<br />

menjawab, dia berkata, "Pasti karena ulah Iida Sadamu, kan?"<br />

Tanpa sadar aku memandangnya. Dia tersenyum tanpa rasa senang.<br />

LIAN HEARN<br />

BUKU PERTAMA<br />

16

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!