neraca hara n, p, k pada beberapa pola tumpangsari sayuran organik
neraca hara n, p, k pada beberapa pola tumpangsari sayuran organik
neraca hara n, p, k pada beberapa pola tumpangsari sayuran organik
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
20<br />
D. Setyorini dan W. Hartatik<br />
<strong>hara</strong> yang cukup tinggi, maka sebaiknya dikembalikan lagi ke lahan sebagai<br />
kompos sisa tanaman. Serapan <strong>hara</strong> N, P, K terendah dicapai tanaman caisim<br />
karena hanya terdiri atas biomassa saja tanpa buah/bunga/umbi. Kombinasi<br />
pupuk <strong>organik</strong> dari kotoran ayam dan kambing dengan sisa tanaman, tithonia dan<br />
arang sekam dengan takaran 10-13 t/ha (diturunkan setengah dari tahun 2007)<br />
tidak dapat mencukupi kebutuhan <strong>hara</strong> tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh<br />
perhitungan <strong>neraca</strong> negatif untuk N dan K dalam jumlah yang cukup tinggi. Untuk<br />
kombinasi pertanaman seperti ini, takaran pupuk <strong>organik</strong> hendaknya ditingkatkan<br />
menjadi sekitar 15-20 t/ha agar tidak terjadi penurunan produktivitas. Hasil<br />
penelitian Wong et al. (1999) memperlihatkan bahwa penambahan 25 t/ha<br />
kompos kotoran hewan dapat memberikan hasil kol tertinggi 0,75 t/ha bahan<br />
kering.<br />
Hasil serupa ditunjukkan oleh Andriest-Rangel et al. (2006) dalam Agus et<br />
al. (2009) yang menyatakan bahwa lahan yang dibudidayakan secara<br />
konvesional dan pertanian <strong>organik</strong> selama 18 tahun mengalami <strong>neraca</strong> K negatif<br />
sebesar -21 hingga -60 kg K/ha/tahun <strong>pada</strong> sistem pertanian konvensional dan<br />
-22 sampai -75 kg K/ha/tahun di bawah sistem pertanian <strong>organik</strong>. Kondisi ini<br />
mengindikasikan bahwa pengelolaan <strong>hara</strong> K sangat dibutuhkan dalam semua<br />
sistem pertanian. Sebaliknya, Khai et al. (2007) menunjukkan bahwa sistem<br />
pertanian di Hanoi memberikan <strong>neraca</strong> N positif sebesar 85 sampai 882 kg/ha/<br />
tahun, dan untuk P dan K mengalami surplus P 109-196 kg/ha/tahun dan surplus<br />
K 20-306 kg/ha/tahun. Surplus N, P, K ini berbahaya bagi lingkungan karena<br />
akan terakumulasikan di badan-badan air yang berisiko terhadap rantai makanan.<br />
Neraca <strong>hara</strong> negatif untuk N dan K memberikan arti bahwa <strong>hara</strong> yang<br />
terangkut keluar lebih tinggi dibandingkan input yang ditambahkan ke lahan.<br />
Dalam jangka panjang kondisi ini dapat menguras <strong>hara</strong> tanah yang berakibat<br />
<strong>pada</strong> penurunan kesuburan tanah. Hara N yang sangat dibutuhkan tanaman,<br />
khususnya tanaman <strong>sayuran</strong> berdaun harus ditambahkan kembali agar<br />
pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Strategi penambahan N dapat melalui<br />
rotasi dengan tanaman legum yang mempunyai kemampuan fiksasi N2 udara<br />
atau memberikan pupuk hijau dari tanaman legum.