Teknik Pembentukan Kelompok Binaan - Kemenag Sumsel
Teknik Pembentukan Kelompok Binaan - Kemenag Sumsel
Teknik Pembentukan Kelompok Binaan - Kemenag Sumsel
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
A. Pendahuluan<br />
<strong>Teknik</strong> <strong>Pembentukan</strong> <strong>Kelompok</strong> <strong>Binaan</strong> Penyuluh Agama<br />
Oleh Drs. H. Nawawi. N, M.Pd.I<br />
Widyaiswara Madya<br />
Balai Diklat Keagamaan Palembang<br />
Penyuluh Agama adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung<br />
jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk<br />
melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui<br />
bahasa agama. Bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan yang<br />
menjadi tugas pokok penyuluh agama meliputi 4 (empat) unsur kegiatan ialah:<br />
Persiapan bimbingan atau penyuluhan; Pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan;<br />
Pelayanan konsultasi agama dan pembangunan. Pemantauan, evaluasi dan<br />
pelaporan hasil pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan<br />
Di samping persyaratan formal, setiap penyuluh agama harus memiliki<br />
persepsi dan wawasan pengetahuan yang akurat tentang fungsi dan peranan yang<br />
mesti dijalankannya di tengah masyarakat. Persepsi dan wawasan dimaksud harus<br />
dibangun dengan dilandasi sepenuhnya oleh konsistensi penghayatan dan<br />
pengamalan ajaran agama serta sikap peduli terhadap problema yang aktual di<br />
dalam masyarakat.<br />
Setiap penyuluh agama juga dituntut agar memiliki mutu integritas<br />
kepribadian dan akhlak yang dapat dijadikan teladan di tengah masyarakat.<br />
Mohammad Natsir dalam bukunya Fiqhud Dakwah mengatakan, "Sudah banyak<br />
alat-alat modern yang dapat meringankan pekerjaan mubaligh (juru dakwah).<br />
Suara dapat disambung dengan mikrofon, disimpan dan digandakan; mimbar<br />
dapat disambung dengan pentas. <strong>Teknik</strong> dan retorika bisa ditambah melalui<br />
kuliah, seminar, perpustakaan dan di pasar buku. Semuanya dapat diperkaya dan<br />
didaya ciptakan oleh mubaligh sendiri. Akan tetapi, perkembangan jiwa pribadi,<br />
mental set-up seorang mubaligh (juru dakwah), tak ada alat-alat modern yang<br />
dapat melengkapinya, kecuali hanyalah dengan usaha dan latihan diri sendiri."<br />
Pada dasarnya tugas fungsional penyuluh agama adalah bersifat mandiri,<br />
Namun dalam rangka kelancaran dan keberhasilan tugasnya, seorang penyuluh<br />
agama harus melakukan sinergi dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak,<br />
instansi dan lembaga yang memiliki keterkaitan secara langsung ataupun tidak<br />
langsung dengan kegiatan penyuluhan agama.<br />
<strong>Kelompok</strong> sasaran adalah bagian tidak terpisahkan dari pencapaian tujuan<br />
bimbingan dan penyuluhan pada masyarakat yang dilakukan oleh penyuluh<br />
agama. Oleh karena itu, kelompok sasaran menurut sudut pandang tugas seorang<br />
penyuluh agama itu harus ada, karena tanpa kelompok sasaran seorang penyuluh<br />
agama dalam melaksanakan tugas tanpa target dan tujuan yang jelas sehingga apa<br />
yang telah dilaksanakan tidak akan membawakan hasil yang telah ditetapkan.<br />
<strong>Kelompok</strong> sasaran berdasarkan kenyataan di tengah masyarakat ada yang<br />
sudah terbentuk dan ada pula yang belum terbentuk. Bagi kelompok sasaran yang<br />
sudah terbentuk akan memudahkan seorang penyuluh agama memberikan<br />
bimbingan dan penyuluhan, tetapi apabila kelompok sasaran tersebut sudah ada<br />
pengelelolanya atau penyuluhnya, maka perlu dibentuk kelompok sasaran yang<br />
lain, selanjutnya dijadikan kelompok <strong>Binaan</strong>.<br />
Dalam ketentuan bahwa bagi penyuluh agama yang bertugas di wilayah yang<br />
padat penduduk harus mempunyai kelompok binaan sebanyak 20 kelompok ,
sedangkan di daerah pedesaan yang penduduknya jarang dan sedikit, jumlah<br />
kelompok binaannya sebanyak 10 kelompok, kenyataan yang ada di lapangan<br />
dalam Kota Palembang rata-rata penyuluh agama membina 4-5 kelompok binaan,<br />
terdiri dari Majelis Taklim, Taman Pendidikan al-Quran dan Rumah Ibadan<br />
termasuk dalamnya remaja masjid, selama ini kelompok binaan itu di bawah<br />
naungan dan wilayah binaan Bidang Penamas/ Bidang Penerangan Agama Islam.<br />
B. <strong>Teknik</strong> <strong>Pembentukan</strong> <strong>Kelompok</strong> <strong>Binaan</strong><br />
1. Tahap Persiapan.<br />
Penyuluh agama terlebih dahulu mengadakan observasi atau studi lapangan<br />
di lingkungan masyarakat yang menjadi objek sasaran penyuluhan agama<br />
Islam. Selanjutnya penyuluh agama mengumpulkan data dan informasi yang<br />
berkaitan dengan kelompok masyarakat yang menjadi objek sasaran<br />
penyuluhan. Data dan informasi yang penting diketahui ialah jumlah<br />
penduduk, agama, mata pencaharian, tokoh-tokoh masyarakat, ulama dan<br />
kecenderungan masyarakat tersebut terhadap agama dan kegiatan keagamaan.<br />
Setelah data dan informasi terkumpul dan dipelajari secara cermat maka<br />
penyuluh agama melakukan langkah pendekatan personal kepada unsur<br />
masyarakat yang memiliki pengaruh di lingkungannya. Tujuan pendekatan<br />
adalah untuk meyakinkan mereka terhadap manfaat pembinaan keagamaan<br />
secara teratur dan intensif melalui pembentukan kelompok sasaran (binaan)<br />
penyuluhan agama Islam.<br />
Sebagai contoh, untuk pembentukan kelompok pengajian pemuda, pendekatan<br />
dilakukan terhadap organisasi pemuda, organisasi olah raga atau remaja<br />
masjid di lingkungan masyarakat tersebut. Setelah langkah pendekatan<br />
membawa hasil yang positif, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan<br />
pertemuan untuk membentuk kelompok pengajian pemuda.<br />
2. Tahap <strong>Pembentukan</strong>.<br />
Langkah pembentukan kelompok pengajian pemuda dimulai dengan<br />
menetapkan susunan pengurus, nama kelompok pengajian jika diperlukan,<br />
tempat dan frekuensi kegiatan, dan dukungan pendanaan.<br />
Dalam penentuan pengurus sebaiknya penyuluh agama hanya sebagai<br />
fasilitator, sedangkan pimpinan pengurusnya diserahkan kepada para pemuda<br />
sendiri sehingga tidak timbul kesan bahwa kelompok pengajian yang dibentuk<br />
itu membawa misi dari luar. <strong>Kelompok</strong> pengajian yang dibentuk harus<br />
dirasakan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat setempat, dikelola oleh,<br />
dari dan untuk kepentingan mereka sendiri. <strong>Kelompok</strong> pengajian pemuda yang<br />
baru itu dibentuk bukan bersifat sementara, tetapi dirancang dan dibina untuk<br />
jangka waktu yang tidak terbatas.<br />
Seorang penyuluh agama dapat datang dan pergi karena tugasnya, tetapi<br />
kelompok sasaran yang dibinanya adalah untuk jangka waktu yang panjang.<br />
Dengan penyampaian dakwah agama secara monoton. Jiwa pemuda yang<br />
kritis dan labil harus dibimbing dan digembleng dengan sentuhan dakwah<br />
seorang penyuluh agama yang cerdas dan simpatik.<br />
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk kelengkapan organisasi<br />
bagi kelompok sasaran (binaan) segera ditetapkan visi dan misi yang<br />
diterangkan di bawah ini.<br />
Tahap berikutnya setelah penyuluh Agama Islam berhasil membentuk<br />
kelompok binaan dalam suatu organisasi, baik itu organisasi yang sederhana<br />
maupun organisasi yang rapi adalah menetapkan visi organisasi/kelompok
inaan. Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana kelompok binaan<br />
harus dibawa agar tetap eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu<br />
gambaran yang menantang.<br />
Tujuan Penetapan Visi <strong>Kelompok</strong> <strong>Binaan</strong> antara lain: Menggambarkan<br />
apa yang ingin dicapai oleh kelompok sasaran (binaan). Memberikan arah dan<br />
tujuan strategi yang jelas. Dapat menimbulkan perekat dan pengatur dari<br />
berbagai gagasan strategi; Berorientasi terhadap masa depan;<br />
Menimbulkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan kelompok sasaran<br />
(binaan); Memberikan kepastian kesinambungan kepemimpinan kelompok<br />
sasaran (binaan).<br />
Selanjutnya penetapan misi kelompok, misi merupakan masa depan<br />
organisasi yaitu bagaimana organisasi ada. Misi harus dapat menjawab<br />
beberapa pertanyaan yaitu: Mengapa organisasi ada dan apa tujuannya? Apa<br />
yang unik dan berbeda dari organisasi? Apa yang kelihatannya akan<br />
berbeda mengenai kegiatan organisasi pada 3 sampai dengan 5 tahun<br />
mendatang?; Siapa customer kita?; Apa produk organisasi kita?; Apa yang<br />
menjadi perhatian kita mengenai agama dan perekonomian umat yang<br />
mendasar ?; Apa kepercayaan, nilai, aspirasi dan prioritas filosofi kita.<br />
Langkah-langkah dalam perumusan misi dimaksud dapat ditempuh<br />
sebagai berikut:<br />
a. Seorang ditetapkan untuk menghimpun hasrat aspirasi dan keinginan yang<br />
dihadapi organisasi. Kesan atau masukan tersebut bisa datang dari luar<br />
organisasi.<br />
b. <strong>Kelompok</strong> atau tim pengkaji semua unsur yang terkait dengan organisasi<br />
seperti ulama, pemuka masyarakat, generasi muda, kelompok profesi,<br />
LSM keagamaan, media. <strong>Kelompok</strong> di atas merupakan pihak-pihak yang<br />
terkait dengan organisasi pemerintah.<br />
c. Sesudah diadakan pengkajian mengenai pihak yang terkait, tiap anggota<br />
mengisi formulir misi dengan rumusan masing-masing. Kemudian diikuti<br />
dengan diskusi kelompok tentang misi yang ditulis masing-masing anggota<br />
sehingga menghasilkan rumusan bersama yang jelas.<br />
d. Hasil rumusan ini sudah berbentuk rencana misi dan dikembalikan kepada<br />
tiap anggota kelompok untuk didiskusikan. Hasilnya disusun dalam bentuk<br />
rumusan misi yang telah disepakati kelompok.<br />
3. Tahap Konsolidasi.<br />
Setelah kelompok pengajian pemuda resmi terbentuk, maka penyuluh<br />
agama memfasilitasi penyusunan agenda kegiatan, pemilihan tema pengajian<br />
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta serta inventarisasi anggota<br />
pengajian. Keanggotaan pengajian terdiri dari anggota tetap dan anggota lepas.<br />
Dalam rangka konsolidasi maka keberadaan kelompok pengajian pemuda<br />
perlu disosialisasikan dan dikomunikasikan sejak dini kepada segenap unsur<br />
dan lapisan masyarakat agar mereka memberi support (dukungan). <strong>Kelompok</strong><br />
pengajian yang dibentuk bukanlah kelompok yang tertutup dan ekslusif, tetapi<br />
kelompok yang terbuka.<br />
Sasaran/ <strong>Binaan</strong> Penyuluh Agama<br />
Sasaran penyuluhan agama Islam dalam masyarakat Indonesia<br />
kontemporer (Pedoman Penyuluh Agama, Departemen Agama, 2001) terdiri<br />
dari:
a. <strong>Kelompok</strong> sasaran masyarakat umum, terdiri dari: Masyarakat pedesaan<br />
dan Masyarakat transmigrasi<br />
b. Masyarakat perkotaan terdiri dari:<br />
Komplek Perumahan, Real Estate, Asrama, Daerah pemukiman baru,<br />
Masyarakat pasar, Masyarakat daerah rawan Karyawan instansi<br />
pemerintah/swasta tingkat Kabupaten/Propinsi, Masyarakat industri,<br />
Masyarakat sekitar kawasan industri<br />
c. <strong>Kelompok</strong> Sasaran Masyarakat khusus, terdiri dari:<br />
1). Cendekiawan, meliputi kelompok binaan Pegawai/karyawan instansi<br />
pemerintah, <strong>Kelompok</strong> profesi, Kampus/masyarakat akademis,<br />
Masyarakat peneliti serta para ahli<br />
2). Generasi muda terdiri dari kelompok binaan: Remaja Masjid, Karang<br />
Taruna Pramuka<br />
3). Lembaga Pendidikan Masyarakat (LPM), terdiri dari kelompok binaan:<br />
Majelis Taklim; Pondok Pesantren; TPA/TKA<br />
4). <strong>Binaan</strong> Khusus, terdiri dari kelompok binaan: Panti Rehabilitasi/<br />
Pondok, Sosial, Rumah Sakit, Masyarakat gelandangan dan pengemis,<br />
Lokalisasi Wanita Tuna Susila (WTS) dan Lembaga Pemasyarakatan<br />
(LP)<br />
5). Daerah Terpencil, terdiri dari kelompok binaan: Masyarakat Daerah<br />
Terpencil Komunitas Adat Terpencil.<br />
d. Lembaga Keagamaan Khusus<br />
1). Majelis Taklim<br />
a). Dasar, Pengertian dan Sejarah<br />
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem<br />
Pendidikan Nasional pada bagian Pendidikan Non Formal ditetapkan<br />
Majelis Taklim sebagai Lembaga Resmi dan Satuan Pendidikan Non<br />
Formal bercirikan Agama Islam. Oleh karena itu Departemen Agama RI<br />
pada tahun 2004 telah menerbitkan Pedoman Bimbingan Majelis Taklim.<br />
Hakekat pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia<br />
Indosesia seutuhnya. Untuk mencapai manusia Indosesia seutuhnya<br />
diperlukan Dakwah dan pembangunan. antara dakwah dan pembangunan<br />
berfungsi komplementer, keduanya saling mengisi untuk membentuk<br />
manusia Indonesia seutuhnya. Sesuai dengan perkembangan masyarakat<br />
maka pelaksanaan dakwah saat mi harus dilakukan dengan berlapis-lapis<br />
untuk segmen masyarakat.<br />
Salah satu sarana pokok dalam menyampaikan dakwah adalah<br />
melalui Majelis Taklim. Saat ini Majelis Taklim telah tunibuh menjadi<br />
lembaga yang handal sebagai sarana internalisasi nilai-nilai agama kepada<br />
masyarakat.<br />
Majelis Taklim adalah lembaga Pendikan Islam non formal yang<br />
memiliki kurikulum tersendiri, diselengarakan secara berkala, teratur dan<br />
diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak.<br />
Tujuan Majelis Taklim untuk membina dan mengembangkan<br />
hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah SWT; antara<br />
sesama manusia dan antara manusia dengan lingkunannya dalam rangka<br />
membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.<br />
Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam<br />
walaupun tidak disebut Majelis Taklim. Namun pengajian Nabi<br />
Muhammad SAW yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi dirumah
sahabat Arkam bin Abil Arqam RA. dizaman Makkah, dapat dianggap<br />
majelis taklim menurut pengertian sekarang. Setelah terang-terangan<br />
pengajian seperti itu terus berkembang ditempat-tempat lainnya yang<br />
diselengarakan secara terbuka.<br />
Peranan Majelis Taklim Dalam Kehidupan Umat<br />
Keberadaan majelis taklim dalam era globalisasi sangat penting<br />
terutama dalam menangkal dampak negatif dan globalisasi tersendiri.<br />
Tetapi untuk menjaga eksistensi majelis taklim itu sendiri, majelis taklim<br />
harus memanfaatkan dampak positif globalisasi tersebut.<br />
Keberadaan majelis taklim menjadi sangat penting karena ia berada<br />
ditengah-tengah masyarakat dan masyarakat adalah salah satu dari tiga<br />
lingkungan pendidikan di samping rumah tangga dan sekolah.<br />
Jadi majelis taklim yang berada ditengah-tengah masyarakat<br />
merupakan salah satu benteng terpenting dalam menghadapi pengaruh<br />
negatif yang terjadi dalam masyarakat akibat globalisasi.<br />
Kedudukan majelis taklim sebagai lembaga pendidikan non formal<br />
menjadi penting antara lain kalau berfungsi:<br />
1). Membina dan mengembangkan Agama Islam dalam rangka<br />
membentuk masyarakat yang taqwa kepada Allah Yang Maha Esa.<br />
2). Sebagai taman rekreasi rohani, karena diselenggarakan dengan serius<br />
tapi santai.<br />
3). Sebagai ajang silaturrahmi yang dapat menghidup suburkan dakwah<br />
Islamiah.<br />
4). Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama, umara dan<br />
umat.<br />
5). Sebagai media penyampai gagasan moderenisasi yang bermanfaat bagi<br />
pembangunan umat.<br />
Materi Dakwah<br />
1). Ilmu Al Qur’an<br />
Yaitu kemampuan membaca dengan fasih. Oleh karena berpidato selalu<br />
membaca ayat Al Qur’an atau Hadits, maka kemampuan membaca dengan<br />
benar menjadi syarat mutlak seorang guru.<br />
2). Ilmu Agama<br />
Yaitu kemampuan menguasai ilmu fiqh. tauhid atau akhlak. Ilmu-ilmu<br />
tersebut menjadi bahan berpidato. Luas sempitnya uraian, sangat<br />
bergantung pada ilmu yang dikuasainya.<br />
3). Pengetahuan Umum<br />
Kemampuan menguasai pengetahuan umum memberikan wawasan dan<br />
bahan untuk keberhasilan berpidato. Bobot pidatonya relevan dengan<br />
masalah aktual, relevan dengan masalah yang dihadapi pendengar.<br />
4). Penguasaan <strong>Teknik</strong> dan Sistematika Pidato<br />
Kemampuan ini mempengaruhi penampilan muballigh/muballighah<br />
berpidato. isi pidatonya menjadi mudah difahami dan menarik pendengar.<br />
Penguasaan aspek-aspek tersebut diatas akan menentukan tingkat kepopuleran<br />
muballigh juga akan lebih memantapkan keberadaan majelis Taklim yang<br />
dipimpin oleh guru/para muballigh tersebut.
2. Taman Pendidikan Al-Quran.<br />
a. Pengajian Anak-Anak.<br />
Pengajian anak-anak inierupakan kegiatan pendidikan agama untuk<br />
melengkapi pendidikan agama di sekolah. Kegiatan tersebut<br />
dimaksudkan untuk membimbing anak-anak agar mampu membaca Al-<br />
Qur’an dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan baik.<br />
b. Pengajian Remaja.<br />
Untuk mengisi waktu di luar waktu belajar di sekoah perlu<br />
diselenggarakan pengajian remaja (usia antara 15-20 tahun) Tujuannya<br />
adalah untuk memperdalam ajaran againa Islam secara teori dan praktek.<br />
Pengajian ditekankan pada membaca dan memahami Al-Qur’an,<br />
mempelajàri akidah, syariah dan akhlak serta masalah-masalah<br />
kemasyarakatan.<br />
3. Pembinaan Rumah Ibadah<br />
Rumah ibadah seperti masjid, mushalla atau langgar adalah suatu tempat<br />
untuk melaksanakan kegiatan ibadah, baik ibadah mahdhah seperti shalat,<br />
tadarus Al Qur’an maupun ibadah sosial seperti pendidikan, koperasi dan<br />
sebagainya.<br />
a. Pembinaan Idarah (Pengorganisasian).<br />
Untuk mengelola masjid dengan baik diperluan adanya pengurus<br />
sekurang-kurangnya terdiri dan ketua, sekretaris, Bendahara. seksi imarah<br />
yang mencakup peribadatan, pendidikan dan kegiatan kemasyarakatan<br />
dan seksi ri’ayah yang mencakup bidang pemeliharaan sarana fisik,<br />
perlengkapan dan pertamanan.<br />
Salah satu tugas pengurus adalah mengelola administrasi masjid atau<br />
mushalla, yaitu seksi idarah.<br />
Hal-hal yang perlu diadministrasikan adalah<br />
1). Jamaah.<br />
Administrasi jamaah masjid tidak mudah diterapkan bagi masjid<br />
yang dikunjungi 50-100 jamaah, apabila masjid tersebut berada di pusat<br />
kota. yang sebagian jamaahnya sering berganti-ganti. Walaupun begitu<br />
pengurus masjid dapat membedakan tentang adanya jamaah tetap dan<br />
jamaah tidak tetap.<br />
Jamaah tetap ialah. mereka yang tinggal di sekitar masjid dan<br />
secara tetap, baik dalam shalat rawatib atau hanya shalat jum’at selalu<br />
datang di masjid. Untuk administrasi jamaah ini perlu adanya satu buku<br />
yang memuat nama dan data anggota jamaah serta data kehadiran jamaah.<br />
2). Surat Menyurat.<br />
Suatu masjid tentu pernah menerima surat atau juga mengirim surat atau<br />
membalas surat. Kalau pengurus masjid semakin aktif, sebagai<br />
akibatnya jumlah surat akan makin banyak. Surat yang banyak perlu<br />
dicatat sebaik mungkin agar memudahkan mencarinya.<br />
3). Jurnal Masjid.<br />
Jurnal niasjid ini ia1ah ikhtisar kegiatan masjid, baik oleh<br />
pimpinan, bidang-bidang atau siapa saja di dalam pengurus masjid.<br />
Kemanfaatannya ialah sebagai suatu rekaman kegiatan untuk bahan
evaluasi atau penilaian di kemudian hari. Jurnal juga berguna untuk<br />
menyusun laporan bagi pengurus masjid.<br />
4). Khatib<br />
Untuk pengaturan khatib diperlukan:<br />
khutbah.<br />
5). Keuangan.<br />
a. Daftar khatib. b. Tema<br />
b. Pembinaan Imarah (Kemakmuran).<br />
Pernbinaan penbadatan dalam suatu masjid perlu diperhatikan<br />
masalah shalat fardhu, shalat Jum’at, shalat Sunat, Tadarus Al Qur’an dan<br />
lain-lain.<br />
1). Shalat Fardhu.<br />
Dalam hal shalat fardhu agar diperhatikan<br />
a). Menyiapkan muadzin dan imam shalat lima waktu. b). Adzan setiap<br />
waktu. c). Mengadakan shalat berjama’ah. d). Membagikan buku<br />
pedoman shalat.<br />
2). Shalat Jum`at<br />
a). Sarana.<br />
Menjelang shalat Jum’at disiapkan tikar, karpet atau permadani,<br />
membersihkan mihrab, mimbar, menyediakan sejadah bagi imam.;<br />
membersihkan tempat wudhu dan wc, mengecek alat-alat elektronik<br />
seperti pengeras suara dan alat perekam.<br />
b). Khatib.<br />
Pemberitahuan khatib dilakukan seminggu sebelumnya, sesuai<br />
dengan jadwal yang sudah disepakati dengan khatib yang bersangkutan.<br />
Hal tersebut dimaksud agar dapat di cari penggantinya apabila khatib yatg<br />
bersangkutan berhalangan. Penyusunan daftar khatib sebaiknya<br />
direncanakan dalam jangka waktu yang cukup panjang, misalnya untuk<br />
satu kuartal atau bahkan untuk masa satu tahun. Pengumumanpengumuman<br />
yang dianggap penting untuk diumumkan kepada jama’ah<br />
disampaikan sebelum khatib naik mimbar.<br />
c). Jama’ah.<br />
Jamaah diatur dalam shaf-shaf yang rapat dan lurus. Hendaknya shaf<br />
tersebut sudah diatur sebelum khutbah Jum’at/ shalat dimulai. Anak-anak<br />
diatur di belakang orang tua. Hendaknya ada petugas khusus untuk<br />
mengatur/mengawasi anak-anak tersebut sehingga mereka tidak gaduh.<br />
d). Imam dan Muadzin.<br />
Imam dan muadzin hendaknya orang yang fasih bacaannya. bagus<br />
suaranya dan mempunyai akhlak yang baik.<br />
3). Shalat Sunnat.<br />
Dalam hal ini diatur terlaksananya:<br />
a). Shalat sunnat rawatib, qabliyah dan ba’diyah.<br />
b). Shalat tarawih yang biasa dilakukan ada dua macam, yaitu 8 rakaat<br />
ditambah 3 rakaat witir atau 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir.<br />
Apabila suatu masjid atau mushalla terdapat dua macan pengikut<br />
tarawih tersebut, sebaiknya ada dua imam dan dua pembaca shalawat;<br />
yang satu untuk mereka yang shalat tarwih 8 rakaat dan yang lainnya<br />
untuk mereka yang shalat shalat tarawih 20 rakaat.<br />
Caranya sebagai berikut : pada mulanya jamaah shalat bersamasama<br />
sampai dengan rakaat ke delapan. Bagi yang melaksanakan shalat<br />
tarawih 8 rakaat, mereka meneruskan dengan shalat witir 3 rakaat.
Sementara itu, yang akan melasanakan shalat tarawih 20 rakaat dapat<br />
meneruskan setelah shalat witir kelompok pertama selesai. Demikianlah<br />
yang selama ini dilaksanakan di masjid-masjid.<br />
4). Tadarus Al Qur’an.<br />
Tadarus Al Qur’an umumnya diadakan pada bulan Ramadhan. Di luar<br />
bulan Ramadhan, masjid dan mushalla juga . harusnya perlu diramaikan<br />
dengan Tadarus Al-Qur’an, paling tidak sekali seminggu setiap malam<br />
Jum’at.<br />
4. Lembaga Penerangan dan Pengamalan Agama Islam (LP2A)<br />
Dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 513<br />
Tahun 2003 Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga<br />
Lembaga Pendidikan dan Pengamalan Agama Islam (LP2A)<br />
Organisasi LP2A berasaskan Islam dan Pancasila. Sedangkan Tujuan<br />
LP2A adalah terwujudnya masyarakat Islam yang mampu melaksanakan<br />
ajaran Islam dengan baik dan benar, aktif dalam wadah Negara Kesatuan<br />
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar<br />
1945.<br />
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut LP2A mempunyai usaha-usaha<br />
sebagai berikut :<br />
a. menyelenggarakan dan membina pendidikan agama Islam di masyarakat;<br />
b. menyelenggarakan dakwah pada kelompok masyarakat khusus;<br />
c. membina, mengkoordinasikan dan memberdayakan penyuluh agama Islam<br />
baik fungsional maupun honorer; -<br />
d. membina dan menyelenggarakan perpustakaan dan seni budaya yang<br />
bernafaskan Islam;<br />
e. menyelenggarakan dan mendorong usaha pembangunan dan<br />
pengembangan ekonoini masyarakat/umat.<br />
LP2A Mempunyai susunan organisasi : LP2A Pusat; Provinsi;<br />
Kabupaten/Kota; Kecamatan; dan Desa/Lurah. Pengurus LP2A Kecamatan<br />
diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan<br />
Agama Kecamatan Pengurus LP2A Kecamatan. Pengurus LP2A Kecamatan<br />
terdiri dan: Penasehat, Pembina, Ketua dan Wakil Ketua, Sekretaris,<br />
Bendahara dan Bagian-bagian sesuai dengan kebutuhan. Camat dan<br />
Ketua MUI Kecamatan karena jabatannya Penasehat LP2A Kecamatan, serta<br />
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Badan I Dinas Kantor<br />
Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan dan Suku Dinas Pendidikan Kecamatan<br />
karena jabatannya adalah Pembina LP2A Kecamatan. Ketua LP2A Kecamatan<br />
adalah Penyuluh Agama Islam/Pemuka Agama Islam. Sekretaris LP2A<br />
Kecamatan adalah Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat<br />
Kantor Urusan Agama Kecamatan/Pemuka Agama Islam. Anggota Pengurus<br />
lainnya dapat ditunjuk dan Cendikiawan dan Pemuka Agama Islam<br />
serta Pejabat Pemerintah dan LSM Keagamaan Tingkat Kecamatan.<br />
Pengurus LP2A Desa/Kelurahan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua<br />
LP2A Kecamatan atas usul Kepala Desa/Lurah. Pengurus LP2A Desa<br />
/Kelurahan terdiri dan: Penasehat, Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggotaanggota.<br />
Kepala Desa/Lurah dan Ketua MUI Kelurahan karena jabatannya<br />
adalah Penasehat LP2A Desa/Kelurahan, sedangkan Ketua LP2A<br />
Desa/Kelurahan adalah Penyuluh Agama Islam/Pemuka Agama Islam.
Anggota Pengurus lainnya dapat ditunjuk dan Pemuka Agama Islam atau<br />
karyawan yang berdomisili di Desa/Keurahan. LP2A mempunyal hubungan<br />
organisasi yang bersifat vertikal. Kepengurusan LP2A Tingkat Pusat sampai<br />
dengan Tingkat Kecamatan dilengkapi dengan<br />
a. Bagian Pendidikan Masyarakat Desa; /<br />
b. Bagian Pendidikan Masyarakat Khusus;<br />
c. Bagian Pendidikan Agama;<br />
d. Bagian Perpustakaan dan Tamaddun;<br />
e. Bagian Usaha dan Pengembangan ekonoini;<br />
f. Bagian Sekretariat.<br />
5. Forum Komunikasi Lembaga Dakwah ( FKLD )<br />
Untuk memantapkan komunikasi Lembaga-lembaga Dakwah terutama<br />
dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang terus berubah, maka<br />
kehadiran Forum Komunikasi menjadi strategis. Forum tersebut sebagai<br />
sarana untuk memungkinkan terjadiriya saling tukar fikiran, tukar pengalaman<br />
dan kerjasama untuk mengembangkan pelaksanaan dakwah yang sebaikbaiknya.<br />
Melalui tukar pengalaman yang teratur dalam forum konsultasi<br />
tersebut diharapkan dapat tercipta persamaan persepsi mengenai<br />
masalahrnasalah yang dihadapi serta ditemukan konsepsi-konsepsi kegiatan<br />
untuk mengatasinya. Adanya wadah komunikasi dan konsultasi lembagalembaga<br />
dakwah itu juga akan menyederhariakan hubungan dan mekanisme<br />
konsultasi antara Lembaga-lembaga Dakwah dengan aparatur pemerintah yang<br />
terkait. Disinilah arti penting kehadiran Forum Komunikasi Lembaga Dakwah<br />
(FKLD).<br />
Keberadaan Forum Komunikasi Lembaga Dakwah (FKLD) adalah juga<br />
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 yang secara jelas<br />
menyebutkan antara lain “Mengingat pentingnya organisasi kemasyarakatan<br />
sehingga pengaturadan pembinaan perlu diarahkan kepada pencapaian dua<br />
sasaran pokok” yaitu<br />
Pertama, terwujudnya organisasi kemasyarakatan yang mampu memberikan<br />
pendidikan kepada masyarakat ke arah makin mantapnya kesadaran kehidupan<br />
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tumbuhnya gairah dan dorongan<br />
yang kuat pada manusia dan masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam<br />
pembangunan nasional.<br />
Kedua, terwujudnya organisasi kemasyarakatan yang mandiri dan mampu<br />
berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berorganisasi guna<br />
menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional.<br />
Forum Komunikasi Lembaga Dakwah dapat didayagunakan sebagai wahana<br />
untuk membangun persepsi yang sama terhadap berbagai permasalahan<br />
dakwah dan wadah yang berfungsi sebagai filter pengamanan yang ampuh.<br />
Kehadiran FKLD dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi dan<br />
kerjasama antar Lembaga Dakwah dan antara Lembaga Dakwah dengan<br />
pemerintah. FKLD dibentuk di tingkat Pusat dan di seluruh propinsi.<br />
<strong>Pembentukan</strong> FKLD diarahkan semata-mata untuk lebih mengefektifkan<br />
kegiatan dakwah khususnya dan pembangunan bangsa pada umumnya. Forum<br />
ini tidak merupakan induk dari organisasi Lembaga Dakwah yang ada. Oleh<br />
karena itu FKLD diarahkan bukan untuk mematikan atau membatasi ruang<br />
gerak kegiatan Lembaga Dakwah yang sudah berjalan selama ini tetapi justeru<br />
membantu pelaksanaan program-program Lembaga Dakwah.
Pengelolaan FKLD di tingkat Pusat ditangani oleh Lembaga-lembaga<br />
Dakwah di tingkat Pusat. Adapun di tingkat propinsi dibentuk dan dikelola<br />
oleh Lembaga-lembaga Dakwah yang ada di propinsi yang bersangkutan.<br />
Tidak ada garis komando antara FKLD di tingkat Pusat dengan FKLD di<br />
tingkat daerah, yang ada hanya hubungan yang bersifat koordinatif.<br />
Fungsi Forum Komunikasi Lembaga Dakwah di tingkat Pusat dan<br />
Daerah adalah sebagai berikut<br />
1. Fungsi konsultatif, yakni sebagai forum untuk saling membina dan<br />
membimbing ke arah pengembangan dakwah yang berkualitas.<br />
2. Fungsi komunikatif, yakni sebagai forum untuk membina saling pengertian<br />
dan kepercayaan guna memupuk ukhuwah Islamiah dan persaudaraan<br />
sesama Lembaga Dakwah khususnya umat Islam pada umumnya.<br />
3. Fungsi edukatif, yakni sebagai forum untuk tukar menukar informasi<br />
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan dakwah, sekaligus<br />
mengembangkan sistem informasi dakwah.