02.11.2014 Views

10 Langkah Mengembangkan Kebijakan Publik - Komunitas AIDS ...

10 Langkah Mengembangkan Kebijakan Publik - Komunitas AIDS ...

10 Langkah Mengembangkan Kebijakan Publik - Komunitas AIDS ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>10</strong><br />

<strong>Langkah</strong><br />

<strong>Mengembangkan</strong><br />

<strong>Kebijakan</strong> <strong>Publik</strong><br />

Mencegah Penularan<br />

HIV/<strong>AIDS</strong><br />

Di Lingkungan<br />

Seks Komersial


<strong>10</strong> <strong>Langkah</strong><br />

<strong>Mengembangkan</strong> <strong>Kebijakan</strong> <strong>Publik</strong><br />

I


II<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK


<strong>10</strong> <strong>Langkah</strong><br />

<strong>Mengembangkan</strong> <strong>Kebijakan</strong> <strong>Publik</strong><br />

Mencegah Penularan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

di Lingkungan Seks Komersial<br />

ASA – INSIST<br />

2003<br />

III


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)<br />

Tim Penulis INSIST<br />

<strong>10</strong> <strong>Langkah</strong> <strong>Mengembangkan</strong> <strong>Kebijakan</strong> <strong>Publik</strong>:<br />

Mencegah Penularan HIV/<strong>AIDS</strong> di Lingkungan Seks Komersial,<br />

Yogyakarta: ReaD Book, November 2003<br />

83 + xxvii halaman 14.5 x 21 cm, ilustrasi, bibliografi<br />

1. Panduan Advokasi 2. Manual<br />

I Judul<br />

ISBN: 979-97233-6-1<br />

Cetakan pertama, November 2003<br />

Rancang Sampul: Martopo<br />

Ilustrasi: nTok<br />

Cetakan kedua, Maret 2007<br />

Redisain: Arifin Fitrianto<br />

Editor: Mansour Fakih dan Toto Rahardjo<br />

Penyelaras Akhir: Nanang Ananto<br />

Diterbitkan atas kerja sama Aksi Stop <strong>AIDS</strong> (ASA) dan INSIST<br />

ASA<br />

Kompleks P2M & PL Depkes RI<br />

Jl. Percetakan Negara No. 29<br />

Jakarta <strong>10</strong>560<br />

Telp : (021) 4223463<br />

Fax : (021) 4223455<br />

Email: program-asa@fhi.or.id<br />

INSIST<br />

Blimbingsari CT IV/38<br />

Yogyakarta 55281<br />

Telp/Fax: (0274) 446340<br />

Email: insist@insist.or.id<br />

Dicetak oleh<br />

INSIST Press Printing<br />

IV


Buku ini dipersembahkan<br />

dan didedikasikan bagi mereka yang tanpa lelah bekerja untuk<br />

manusia yang ditindas, didiskriminasi dan mengalami<br />

ketidakadilan<br />

V


VI<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK


Kata Salam<br />

Pasal Pertama dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia<br />

menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan merdeka, memiliki<br />

martabat dan hak-hak yang sama. Pasal pembuka tersebut sekaligus<br />

menjadi inti dari Hak Asasi Manusia yakni tidak boleh ada<br />

pembedaan perlakuan pada siapapun, tidak boleh ada diskriminasi<br />

pada segenap manusia, siapapun dia.<br />

Namun kenyataanya semangat anti diskriminasi tidak sekuat<br />

semangat kebalikannya. Kepentingan ekonomi dan kepentingan<br />

politik seringkali telah mengaburkan kepentingan kemanusiaan,<br />

bahkan dimana-mana dengan mengatasnamakan “moral” dipakai<br />

untuk meruntuhkan moral kemanusiaan itu sendiri.<br />

Diskriminasi terhadap orang-orang dengan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

merupakan contoh yang dapat dengan mudah kita saksikan.<br />

Permasalahan moralitas menjadi alasan utama mengapa mereka<br />

didiskriminasi.<br />

Sifat virus ini memang menular, namun cara pandang terhadap<br />

penyakit tersebut sungguh-sungguh merontokkan semangat anti<br />

diskriminasi. <strong>AIDS</strong> dilabeli sebagai sebuah penyakit yang terjadi<br />

vii VII


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Menangkal Ancaman Bencana Nasional <strong>AIDS</strong><br />

Melalui Gerakan Nasional Penanggulangan HIV/<br />

<strong>AIDS</strong><br />

Menyetujui hasil sidang khusus Majelis Umum PBB tentang HIV/<br />

<strong>AIDS</strong> dan 7th ASEAN Summit on HIV/<strong>AIDS</strong> dengan memberi fokus<br />

prioritas pada :<br />

a. Menciptakan kepemimpinan yang kuat di semua tingkat<br />

pemerintah, non pemerintah, masyarakat.<br />

b. Pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong> harus menjadi prioritas utama dan<br />

dilaksanakan melalui berbagai pendekatan, terutama pendekatan<br />

agama.<br />

c. Perawatan, dukungan dan pengobatan yang terintegrasi dengan<br />

upaya pencegahan.<br />

d. Pemberdayaan perempuan untuk mengurangi kerentanan<br />

penularan HIV/<strong>AIDS</strong> termasuk hak-hak reproduksi sehat.<br />

e. Merealisasikan pendidikan/penyuluhan kesehatan reproduksi<br />

pada remaja/ generasi muda dan memberikan keterampilan hidup<br />

sehat (life skill education)<br />

f. Merealisasikan hak asasi manusia untuk semua orang untuk<br />

mengurangi kerentanan, penghormatan atas hak-hak asasi<br />

penderita HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

g. Mengurangi dampak sosial melalui evaluasi dampak, memberi<br />

perlindungan hak dan martabat orang dengan HIV/<strong>AIDS</strong> di<br />

lingkungan tempat kerja.<br />

h. Melakukan, mengembangkan berbagai penelitian dan upaya<br />

selanjutnya untuk mengembangkan penggunaan obat terutama<br />

Anti-Retroviral (ARV) dan obat infeksi oportunistik yang dijamin<br />

kesediannya, murah dan terjangkau.<br />

i. Melakukan aksi untuk pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong> pada penduduk di<br />

tempat berisiko tinggi penularan HIV/<strong>AIDS</strong>, wilayah konflik,<br />

bencana alam, termasuk pengungsian.<br />

viii VIII


Kata Salam<br />

karena rendahnya moralitas seseorang. <strong>AIDS</strong> dianggap semata-mata<br />

disebabkan karena seseorang yang tak bermoral, karena seks bebas,<br />

orientasi seksual yang berbeda dan adanya para penjaja seksual.<br />

Dinafikan bahwa tenyata penularannya juga bisa melalui jarum suntik,<br />

dari transfusi darah, bahkan bisa melalui ibu yang menyusui.<br />

Diskriminasi berjalan terus, sehingga diam-diam menutup akses<br />

bagi mereka yang terkena untuk menikmati berbagai haknya seperti<br />

halnya manusia yang lain. Hak untuk mengembangkan diri, hak untuk<br />

bekerja, hak kesehatan dll.<br />

Mengapa buku ini diterbitkan, yakni terutama dalam rangka<br />

mendorong para penentu kebijakan agar sensitive sekaligus<br />

mengambil langkah agar ada kebijakan yang memihak pada para<br />

penderita terutama juga bagi perlindungan hak masyarakat pada<br />

umumnya. Karena kalau para pelaksana negara membiarkan<br />

diskriminasi dan tidak menganggap penting pada persoalan ini,<br />

sesungguhnya sama saja dengan membiarkan pelanggaran HAM<br />

itu beranak pinak.<br />

Dari berbagai pengalaman penanganan HIV/<strong>AIDS</strong> dan secara<br />

khusus tentang sosialisasi berbagai produk alat kontrasepsi dalam<br />

rangka perlindungan terhadap perempuan, selalu mengalami<br />

pertikaian-paling tidak pada cara pandang. Ada pandangan yang<br />

sama sekali menolak karena didasari oleh nilai-nilai tertentu yang<br />

dianut, ada pihak yang sangat gencar menawarkan alat-alat<br />

kontrasepsi, bahkan terkesan menjadi “sales”nya industri alat<br />

kontrasepsi, dan ada pihak yang menggunakan isu alat kontrasepsi<br />

dalam rangka mengejar target untuk menekan angka kelahiran (ini<br />

terjadi pada masa penggalakan program KB yang sebenarnya<br />

bentuk dominasi negara sampai ke tempat tidur rakyatnya). Di sisi<br />

lain ada juga pihak yang didasari oleh kepentingan terhadap<br />

perlindungan terhadap perempuan terutama menyangkut alat<br />

ix IX


xvi<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

reproduksinya. Jadi kewajiban penggunaan kondom diterapkan pada<br />

orang yang sudah beresiko, dan bukannya menggoda orang untuk<br />

masuk.<br />

Buku ini didasari oleh cara pandang dimana secara teknis tiada<br />

pilihan lain terhadap upaya melindungi masyarakat dari bahaya HIV/<br />

<strong>AIDS</strong> yang sampai sekarang belum ada pemecahan dan kalaupun<br />

ada, tak terjangkau oleh semua pihak.<br />

Buku ini didesain bukan untuk kepentingan training, namun lebih<br />

merupakan sebuah panduan bagi siapapun yang akan bertindak<br />

memprakarsai perubahan melalui kebijakan. Semoga melaui buku<br />

ini dapat mendorong semua pihak (bahkan masyarakat luas) untuk<br />

mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan lebih adil.<br />

Editor<br />

Mansour Fakih dan Toto Rahardjo<br />

i i x Xi<br />

v


ARGUMENTASI<br />

Mengapa Memilih Isu Penggunaan Kondom?<br />

Sampai saat ini industri seks terus menyebar di seluruh wilayah<br />

Indonesia, dengan perkiraan ada 190-270 ribu penjaja seks, dan<br />

ada 7-<strong>10</strong> juta lelaki yang menjadi pelanggannya. Lebih dari 50%<br />

lelaki pelanggan tersebut ternyata mempunyai pasangan tetap atau<br />

berstatus kawin. Ironisnya penggunaan kondom secara tetap oleh<br />

pelanggan para penjaja seks tidak mencapai <strong>10</strong>%. Angka<br />

penggunaan kondom yang rendah ini tidak berhubungan dengan<br />

tingkat pengetahuan seseorang menganai HIV/<strong>AIDS</strong>, bagaimana<br />

virus ini ditularkan dan bagaimana pencegahannya. (Sumber: Estimasi<br />

Nasional Depkes 2002; Survei Surveilans Perilaku, Depkes, P2M,<br />

BPS, ASA, IHPCP 2003).<br />

Upaya-upaya pencegahan diharapkan dapat mengurangi<br />

terjadinya penularan baru. Bila tidak ada upaya perluasan<br />

pencegahan yang intensif dan mampu menjangkau kelompokkelompok<br />

yang rawan tertular HIV/<strong>AIDS</strong>, maka penularan baru<br />

sulit dihindari. Berdasar hitungan matematis, dengan menggunakan<br />

informasi hasil perkiraan jumlah orang yang rawan tertular HIV/<strong>AIDS</strong>,<br />

diperkirakan ada 90 ribu orang yang akan tertular HIV/<strong>AIDS</strong> di<br />

tahun 2003 saja. Bila kita tidak bisa meningkatkan penggunaan<br />

kondom pada kegiatan seks komersial, maka penularan akan terus<br />

terjadi, tidak hanya dari penjaja seks ke pelanggan atau sebaliknya,<br />

tetapi juda meluas ke pasangan tetap (istri) dari suami yang<br />

merupakan pelanggan penjaja seks.<br />

xi XI


xvi<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Tidak ada alternatif lain, penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> harus<br />

dengan upaya peningkatan penggunaan kondom pada setiap<br />

kegiatan seks berisiko. Pengalaman di banyak negara menunjukkan,<br />

dengan semakin tinggi penggunaan kondom pada kegiatan seks<br />

beresiko mampu mencegah penularan HIV/<strong>AIDS</strong>. Penggunaan<br />

kondom tidak hanya mencegah penularan antar kelompok beresiko<br />

tinggi, tetapi juga mencegah penularan selanjutnya pada kelompok<br />

beresiko rendah, yaitu pasangan atau istri serta anak-anak yang akan<br />

dilahirkan.<br />

Untuk mengurangi lajunya penularan HIV/<strong>AIDS</strong>, dengan<br />

mengupayakan penggunaan kondom di lingkungan seks komersial,<br />

yang diperlukan tidak hanya kampanye penyadaran kepada<br />

masyarakat luas, tetapi juga dibutuhkan perangkat peraturan untuk<br />

mendukung usaha-usaha pencegahan. Di era desentralisasi saat ini,<br />

kebijakan di daerah tidak lagi tergantung dari pemerintah pusat.<br />

Diharapkan desentralisasi ini akn memberikan peluang bagi<br />

pemerintah daerah dan masyarakat untuk memantau dan mengelola<br />

kebijakan pembangunan di daerahnya dengan lebih demokratis,<br />

termasuk didalamnya pembangunan di bidang kesehatan. Perubahan<br />

situasi politik saat ini nampaknya memungkinkan masyarakat turut<br />

mendesakkan berbagai perubahan kebijakan demi kepentingan<br />

masyarakat luas.<br />

Di lain pihak, LSM dan kelompok-kelompok masyarakat lain<br />

yang telah lama bergerak di bidang kesehatan pada umumnya dan<br />

pencegahan penyebaran penyakit HIV/<strong>AIDS</strong> pada khususnya,<br />

seringkali tidak siap dan tidak cepat menanggapi perubahanperubahan<br />

politik dari tingkat lokal, nasional dan global. Dalam<br />

mengadvokasi sebuah kebijakan, seringkali mereka bertindak tidak<br />

strategis, tidak menguasai lapangan dan tidak tajam menganalisa<br />

siapa yang menjadi target advokasi mereka. Selain itu, terdapat<br />

indikasi lahirnya kebijakan-kebijakan baik di tingkat lokal maupun<br />

nasional yang justru menghalangi kerja-kerja pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

XII<br />

i i xii iv


Argumentasi<br />

Data Tahun 2002<br />

Jumlah orang rawan tertular HIV/<strong>AIDS</strong> di Indonesia<br />

diperkirakan antara 13 juta-20 juta orang.<br />

Jumlah orang dengan HIV/<strong>AIDS</strong> di Indonesia sampai 2002<br />

antara 90.000-130.000 orang.<br />

Hasil survei surveilans perilaku di beberapa kota di Indonesia<br />

menunjukkan bahwa lebih dari separuh kelompok lelaki dengan<br />

mobilitas tinggi membeli jasa seks setahun terakhir ini. Sebagian<br />

lelaki itu memiliki pasangan tetap yaitu istrinya.<br />

Diperkirakan ada 7-<strong>10</strong> juta lelaki pelanggan jasa seks di Indone<br />

sia. Yang memprihatinkan, ternyata tidak sampai <strong>10</strong>% yang mau<br />

melindungi diri dari resiko penularan, dengan menggunakan<br />

kondom secara teratur pada setiap kegiatan seks komersial<br />

tersebut.<br />

Tingkat prevalensi HIV pada kelompok waria penjaja seks telah<br />

mencapai sekitar 22%, meningkat tajam hampir 4 kali lipat<br />

dibandingkan tahun 1997.<br />

Penularan HIV/<strong>AIDS</strong> telah meluas ke istri. Telah dilaporkan<br />

pada beberapa wilayah Jakarta, ada sekitar 3% dari 500 ibu<br />

hamil yang dites secara sukarela telah terkena HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

Sumber: Komisi Penanggulangan <strong>AIDS</strong> Nasional 2002, Laporan Eksekutif<br />

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Ancaman HIV/<strong>AIDS</strong> di<br />

Indonesia 2002.<br />

xiii XIII


xvi<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Pengalaman-pengalaman dari Thailand<br />

Faktor penting yang mendukung kesuksesan Thailand adalah<br />

Komitmen Politik yang tinggi dari Perdana Menteri, Menteri<br />

Kesehatan, Kepolisian dan tokoh tokoh kampanye.<br />

Keterbukaan tentang keberadaan prostitusi, meskipun tetap<br />

ilegal, dan programnya ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat,<br />

yaitu memotong rantai penularan HIV, bukan legalitas prostitusi.<br />

Kerjasama antara Gubernur, Dinas Kesehatan, Polisi, para<br />

pemilik dan manajemen tempat hiburan, dan LSM.<br />

Program Pemerintah di tingkat nasional maupun propinsi yang<br />

didukung oleh kebijakan, strategi terpadu, petunjuk teknis,<br />

anggaran dan sumber daya lain yang memadai.<br />

Komponen program Thailand adalah:<br />

Kerja sama antara Dinas kesehatan, Kepolisian dan manajemen<br />

tempat hiburan sesuai dengan peran dan tanggung jawab<br />

masing-masing yang jelas.<br />

Strategi, termasuk anggaran dan manajemen dari Dinas<br />

Kesehatan untuk pelaksanaan dan evaluasi program.<br />

Kondom yang bermutu yang disediakan, disimpan dan<br />

didistribusikan secara gratis oleh Dinas Kesehatan untuk<br />

pelaksanaan dan evaluasi program.<br />

Pemeriksaan IMS dengan tujuan pengobatan, pencegahan<br />

monitoring dan evaluasi.<br />

i XIV i xiv iv


Argumentasi<br />

- Untuk penjaja seks, wajuib diperiksa setiap 2-4 bulan<br />

- Untuk pelanggan, dapat memeriksa diri ke klinik IMS yang<br />

memadai.<br />

Kampanye besar dengan sasaran laki-laki. Upaya ini berupa<br />

kampanye melalui media massa, program-program di<br />

tempatkerja, dan kegiatan LSM dengan tujuan meningkatkan<br />

permintaan akan kondom dari laki-laki pembeli jasa seks<br />

Manfaat Program<br />

Program tersebut menguntungkan semua pihak, lagipula tidak ada<br />

strategi alternatif lain yang efektif. Keuntungan tersebut yaitu;<br />

Bagi pemerintah: mengurangi beban dari HIV; pemimpin<br />

dipandang sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap<br />

kesejahteraan rakyat.<br />

Bagi PS: bisa “memaksa” penggunaan kondom dengan dukungan<br />

penuh dari pemilik dan manajemen tempat kerja.<br />

Bagi Pelanggan: program melindungi mereka dan pasangannya<br />

dan mengubah norma sosial sehingga penggunaan kondom adalah<br />

lazim pada transaksi seks komersial<br />

Bagi Industri Seks: mengurangi pendekatan “membumi<br />

hanguskan mereka; sehingga mereka tidak kehilangan penghasilan<br />

karena semua tempat mendukung dan diikutsertakan dalam<br />

program; PS akan lebih sehat sehingga “kinerja” mereka lebih baik;<br />

kerja sama kepolisian dan dinkes mengubah posisinya dari “akar<br />

masalah” ke “solusinya”<br />

xiv XV


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Misalnya saja dengan menutup atau membungihanguskan komplekskompleks<br />

pelacuran, kebijakan yang melahirkan stigmatisasi dan<br />

diskriminasi terhadap orang dengan HIV/<strong>AIDS</strong> (ODHA),<br />

pelanggaran menyediakan kondom bagi mereka yang beresiko tinggi,<br />

penangkapan terhadap pengguna narkotika yang bukan pedagang<br />

obat bius, dan lainnya.<br />

Karena itulah kami merasa penting untuk menerbitkan sebuah<br />

buku panduan dalam melakukan advokasi untuk mengembangkan<br />

kebijakan Program Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0% (PPK <strong>10</strong>0 %) di<br />

lingkungan seks komersial sehingga ada penggunaan kondom <strong>10</strong>0%<br />

pada <strong>10</strong>0% transaksi seks di <strong>10</strong>0% tempat transaksi seks di suatu<br />

daerah. Buku pegangan ini bukanlah buku teoritis mengenai apa itu<br />

advokasi tetapi lebih kepada langkah-langkah praktis melakukan<br />

advokasi mengembangkan kebijakan publik, khususnya penggunaan<br />

kondom <strong>10</strong>0% di lingkungan seks komersial.<br />

Bagaimana Menggunakan Buku Panduan<br />

<strong>10</strong> <strong>Langkah</strong> <strong>Mengembangkan</strong> <strong>Kebijakan</strong> <strong>Publik</strong>:<br />

Mencegah Penularan HIV/<strong>AIDS</strong> di Lingkungan Seks<br />

Komersial<br />

Buku ini adalah buku panduan dalam rangka melakukan kerjakerja<br />

mengembangkan kebijakan publik khususnya untuk<br />

memperjuangkan penggunaan kondom <strong>10</strong>0%. Maka buku ini sengaja<br />

diterbitkan bagi mereka yang mempunyai perhatian dan peduli<br />

terhadap HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

Membaca buku ini sebaiknya disejajarkan seperti halnya<br />

seorang aktor yang tengah mempelajari skenario yang akan dimainkan<br />

serupa dengan membaca suatu naskah drama. Bagi seorang<br />

advokator, bagaimana memperlakukan buku panduan ini diharapakan<br />

dapat membimbingnya pada suatu imajinasi tentang advokasi beserta<br />

seluruh aktivitasnya. Tanpa suatu imajinasi yang kuat, sulit untuk<br />

xvi XVI


Argumentasi<br />

memahami bagaimana tiap kegiatan dirancang untuk mencapai tujuan<br />

yang mengandung dimensi perubahan.<br />

Tentu tidak mudah utnuk mengembangkan kebijakan<br />

pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong> di lingkungan seks komersial dengan<br />

menekankan penggunaan kodom <strong>10</strong>0%, maka diperlukan suatu<br />

kelompok pendukung yang bergerak layaknya suatu pertunjukan<br />

opera, dimana para pelaku utama dan pendukung bahu membahu<br />

mempengaruhi untuk kemudian membentuk kebijakan. Singkat kata<br />

diperlukan kerja advokasi yang sungguh-sungguh. Buku ini adalh<br />

salah satu upaya untuk ikut memberi andil bagi terwujudnya advokasi<br />

termaksud. Para pengguna buku ini diharapkan tidak menelan<br />

mentah-mentah dan menerapkan begitu saja semuanya. Bisa jadi,<br />

ada sejumlah hal yang lebih baik diubah dan disesuaikan dengan<br />

keadaan, kecakapan maupun ketersediaan sumber daya.<br />

Jika kegiatan mengubah kebijakan publik dipelajari dengan<br />

cermat, maka akan tampak satu hal yang sama, yakni pada dasarnya<br />

ditujukan terhadap suatu kebijakan tertentu dari pemerintah yang<br />

menyangkut kepentingan umum. Mungkin saja hasil yang hendak<br />

dicapai atau diinginkan dari kegiatan itu memang berbeda; ada yang<br />

hanya sekedar agar peraturan tertentu dicabut atau dihentikan, ada<br />

juga yang menuntut peraturan tersebut diubah atau diganti sama<br />

sekali, bahkan ada yang melangkah lebih jauh lagi dengan mengajukan<br />

usul-usul perubahan yang mereka inginkan, malah sampai<br />

mengajukan konsep-konsep tandingan terhadap seluruh peraturan<br />

atau inti kebijakan yang mendasari satu atau beberapa peraturan<br />

tertentu. Namun tujuan atau sasaran akhir sebenarnya sama saja:<br />

terjadi perubahan peraturan atau kebijakan.<br />

Dengan kata lain, advokasi sebenarnya merupakan upaya untuk<br />

memperbaiki atau mengubah suatu kebijakan publik sesuai dengan<br />

kehendak atau kepentingan mereka yang mendesakkan terjadinya<br />

perbaikan atau perubahan tersebut.<br />

XVII xvii


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Maka menjadi penting untuk memahami apa sebenarnya<br />

kebijakan publik itu sendiri? Salah satu kerangka analisis yang<br />

berguna untuk memahami suatu kebijakan publik adalah dengan<br />

melihat kebijakan tersebut sebagai suatu “Sistem Hukum” (System<br />

of Law) yang terdiri dari :<br />

Isi Hukum (Content of Law); yakni uraian atau penjabaran<br />

tertulis dari suatu kebijakan yang tertuang dalam bentuk<br />

perundang undangan, peraturan-peraturan dan keputusankeputusan<br />

pemerintah. Ada juga kebijakan-kebijakan yang lebih<br />

merupakan “kesepakatan umum” (konvensi) tidak tertulis, tetapi<br />

dalam hal ini kita lebih menitik beratkan perhatian pada naskah<br />

(text) hukum tertulis, atau “aspek tekstual” dari sistem hukum<br />

yang berlaku.<br />

Tatanan Hukum (Structure of law); yakni semua perangkat<br />

kelembagaan dan pelaksana dari isi hokum yang berlaku. Dalam<br />

pengertian ini tercakup lembaga-lembaga hukum (pengadilan,<br />

penjara, birokrasi, pemerintahan, partai politik dll) dan para<br />

pelaksananya (hakim, jaksa, pengacara, polisi, tentara pejabat<br />

pemerintah, anggota parlemen dll)<br />

Budaya Hukum (Culture of Law); yakni persepsi,<br />

pemahaman, sikap penerimaan, praktek-praktek pelaksanaan<br />

penafsiran terhadap dua aspek system hukum diatas: sisi dan<br />

tatanan hukum. Dalam pengertian ini juga tercakup bentukbentuk<br />

tanggapan masyarakat luas terhadap pelaksanaan isi dan<br />

tatanan hukum tersebut. Karena itu, hal ini merupakan “aspek<br />

kontekstual” dari sistem hukum yang berlaku.<br />

Sebagai suatu kesatuan sistem tiga aspek hukum tersebut saling<br />

terkait satu sama lain. Karena itu idealnya, suatu kegiatan atau program<br />

advokasi, harus juga mencakup sasaran perubahan ketiganya.<br />

Karena dalam kenyataanya, perubahan yang terjadi pada salah satu<br />

XVIII xviii


Argumentasi<br />

aspek saja tidak dengan serta merta membawa perubahan pada<br />

aspek lainnya. Perubahan suatu naskah perundang-undangan atau<br />

peraturan pemerintah, tidak dengan sendirinya mengubah mekanisme<br />

kerja lembaga atau aparat pelaksananya. Banyak contoh selama ini<br />

jelas-jelas memperlihatkan bahwa naskah undang-undang atau<br />

peraturan pemerintah yang, betapapun baiknya secara normatif, tidak<br />

didukung oleh kesiapan perangkat kelembagaan atau aparat<br />

pelaksana yang memadai dan akhirnya tersisa sebagai retorika murni<br />

belaka.<br />

Demikian juga dengan budaya hukum. Naskah hukum mungkin<br />

sudah ada dan memenuhi semua tuntutan normatif yang diperlukan,<br />

juga tersedia perangkat kelembagaan dan aparat pelaksana yang<br />

cukup handal dan terpercaya, tetapi sikap dan perilaku masyarakat<br />

umumnya justru tidak mendukung isi maupun tatanan hukum tersebut.<br />

Sebaliknya juga demikian, tatanan hukum yang berubah tidak<br />

serta merta mengubah isi hukum yang berlaku. Budaya hukum yang<br />

juga berubah, tidak dengan sendiriya mengubah tatanan maupun isi<br />

hukum yang sudah ada.<br />

Semua uraian tersebut memperlihatkan bahwa sasaran<br />

perubahan terhadap suatu kebijakan publik mestulah mencakup<br />

ketiga aspek hukum atau kebijakan tersebut sekaligus. Dengan kata<br />

lain, suatu kegiatan atau advokasi yang baik adalah yang secara<br />

sengaja dan sistematis memang dirancang untuk mendesak<br />

akan terjadinya perubahan baik dalam isi, tatanan maupun<br />

budaya hukum yang berlaku. Kaidah ini tidak menafikan<br />

kenyataan bahwa perubahan bisa saja terjadi secara bertahap atau<br />

berjenjang, mulai dari salah satu aspek hukum tersebut yang memang<br />

dianggap se3bagai titik tolak menentukan kemudian berlanjut (atau<br />

diharapkan membawa pengaruh atau dampak perubahan) ke aspekaspek<br />

lainnya. Tetapi ini hanyalah masalah penentuan strategi dan<br />

XIX xix


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

prioritas dari kegiatan advokasi, tanpa harus mengorbankan prinsip<br />

dasarnya sebagai suatu upaya ke arah perubahan kebijakan<br />

secara menyeluruh.<br />

Kerangka Kerja Dasar<br />

Walaupun merupakan suatu kesatuan sistem yang saling berkait,<br />

namun tiga aspek hukum (kebijakan publik) yang menjadi sasaran<br />

advokasi tersebut harus didekati secara berbeda, terutama karena<br />

memang ketiganya terbentuk melalui proses proses legalisasi dan<br />

litigasi, sementara tatanan hukum dibentuk melalui proses-proses<br />

sosialisasi dan mobilisasi. Masing-masing proses ini memiliki tatacaranya<br />

sendiri. Karenan itu kegiatan advokasi juga harus<br />

mempertimbangkan dan memnempuh proses-proses yang sesuai.<br />

Secara garis besar, ketiga jenis proses tersebut dapat diuraikan<br />

sebagai berikut:<br />

Proses-proses legalisasi dan litigasi; proses ini meliputi<br />

seluruh proses penyusunan rancangan undang undang atau<br />

peraturan sesuai dengan konstitusi dan sistem ketatanegaraan<br />

yang berlaku, mulai dari pengajuan gagasan atau usul dan<br />

tuntunan perlunya penyusunan undang-undang atau, peraturan<br />

baru, perdebatan parlemen untuk membahas gagasan atau<br />

tuntunan tersebut, pembentukan kelompok kerja dalam kabinet<br />

dan parlemen, seminar akademik untuk penyusunan naskah<br />

awal, penyajian naskah awal kepada pemerintah , pengajuan<br />

kembali ke parlemen, sampai akhirnya disepakati atau disetujui<br />

dalam pemungutan suara dalam parlemen. Tetapi pengertian<br />

proses legislasi dapat juga berarti prakarsa pengajuan rancangan<br />

tandingan atau bahkan peninjauan ulang undang-undang.<br />

XX xx


Argumentasi<br />

Proses-proses politik dan birokrasi; proses ini meliputi semua<br />

tahap formasi dan konsolidasi organisasi pemerintahan sebagai<br />

perangkat kelembagaan dan pelaksana kebijakan publik. Bagian<br />

terpenting dan paling menentukan dalam keseluruhan proses ini<br />

adalah seleksi, rekrutmen dan induksi para aparat pelaksana<br />

pada semua tingkatan birokresasi yang terbentuk. Karena itu,<br />

seluruh tahapan tersebut sangat diwarnai oleh proses-proses<br />

politik dan manajemen hubungan (relasi-relasi) kepentingan<br />

kepentingan diantara berbagai kelompok yang terlibat di<br />

dalamnya, mulai dari lobi, mediasi, tawar menawar dan<br />

kolaborasi.<br />

Proses-proses sosialisasi dan mobilisasi ; proses ini meliputi<br />

semua bentuk pembentukan kesadaran dan pendapat umum<br />

serta tekanan massa terorganiser yang akan membentuk suatu<br />

pola perilaku tertentu dalam menyikapi suatu masalah bersama.<br />

Karena itu, proses-proses ini terwujud dalam berbgai bentuk<br />

tekanan politik mulai dari penggalangan pendapat dan dukungan<br />

(kampanye, debat umum, rangkaian diskusi dan seminar,<br />

pelatihan), pengorganisasian (pembentukan basis-basis massa<br />

dan konstituen, pendidikan politik kader), sampai ke tingkat<br />

pengerahan kekuatan.<br />

Secara skematis, proses-proses pembentukan kebijakan publik<br />

dan advokasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:<br />

XXI xx


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

PROSES-PROSES<br />

LEGISLASI & LITIGASI<br />

ISI/NASKAH HUKUM<br />

(pengajuan usul, konsep tanding &<br />

pembelaan)<br />

ISI<br />

HUKUM<br />

PROSES-PROSES<br />

PEMBENTUKAN/<br />

POLITIK & BIROKRASI<br />

KEBIJAKAN PUBLIK<br />

(mempengaruhi pembuat<br />

pelaksana peraturan)<br />

TATA<br />

LAKSANA<br />

HUKUM<br />

P<br />

E<br />

R<br />

U<br />

B<br />

A<br />

H<br />

A<br />

N<br />

K<br />

E<br />

B<br />

I<br />

J<br />

A<br />

K<br />

A<br />

N<br />

PROSES-PROSES<br />

SOSIALISASI & MOBILISASI<br />

(membentuk pendapat umum<br />

pengorganisasian basis<br />

Dan tekanan politik)<br />

BUDAYA<br />

HUKUM<br />

Kegiatan advokasi, walaupun sasarannya adalah perubahan<br />

kebijakan publik sebagai bagian dari sistem hukum, namum tidak<br />

berarti hanya dapat dilakukan melalui jalur-jalur “legal” (proses<br />

legislasi dan litigasi) saja, tetapi juga melalui jalur-jalur “para legal”<br />

(proses-proses politik dan birokrasi serta proses-proses sosialisasi<br />

dan mobilisasi)<br />

Barangkali memang perlu diperingatkan kembali disini bahwa<br />

salah satu tujuan kegiatan advokasi, khususnya dalam rangka<br />

pembentukan kegiatan umum dan penggalangan dukungan massa,<br />

bukanlah semata mata membuat orang “sekedar tahu”, tapi juga<br />

“mau terlibat dan bertindak”.<br />

xvii XXII


Argumentasi<br />

Maka, menjadi jelas pula, bahwa kegiatan advokasi memerlukan<br />

keterlibatan banyak pihak dengan spesifikasi keahlian yang berbeda<br />

dalam suatu koordinasi yang terpadu dan sistematis. Selain alasan<br />

kapasitas teknis, juga ada pertimbangan strategis lainnya untuk<br />

melibatkan semakin banyak pihak dalam suatu kegiatan advokasi,<br />

yakni besaran masalah dan dampak pengaruhnya yang diharapkan<br />

semakin membesar pula dengan semakin banyaknya pihak yang<br />

terlibat menyuarakan hal yang sama. Keterlibatan berbagai pihak<br />

atau organisasi yang saling berbeda tersebut dapat digambarkan<br />

dalam suatu segitiga koordinatif seperti tampak dibawah ini.<br />

KERJA PENDUKUNG<br />

Menyediakan dukungan dana, logistik,<br />

informasi, data dan akses<br />

KERJA BASIS<br />

”Dapur” gerakan advokasi:<br />

Membangun basis massa,<br />

Pendidikan Politik kader,<br />

membentuk lingkar inti,<br />

Mobilisasi aksi<br />

KERJA GARIS DEPAN<br />

Melaksanakan fungsi<br />

juru bicara, perunding,<br />

pelobbi, terlibat dalam<br />

proses legislasi dan<br />

litigasi, menggalang<br />

sekutu<br />

XXIII xxiii


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Meskipun dalam kenyataanya pembagian kerja antar ketiga<br />

unsur ini seringkali terkait satu sama lain, tetapi pemisahan fungsi<br />

utamanya masing-masing secara tegas harus disepakati antara semua<br />

pihak atau organisasi yang terlibat dalam kegiatan advokasi. Ini<br />

penting untuk menegaskan terjadinya kinerja optimum dari setiap<br />

fungsi yang berbeda. Karena sifatnya satu sama lain adalah saling<br />

mendukung dan saling melengkapi, maka mekanisme kinerja terbaik<br />

antara ketiganya adalah rangkaian pertemuan koordinasi berkala<br />

untuk menyepakati bersama pembagian tugas, alokasi sumber daya,<br />

penjadwalan kegiatan, penentuan langkah-langkah dalam proses<br />

pelaksanaan, tata cara pelaporan dan dokumentasi, dan sebagainya.<br />

Semua ini mengandaikan pentingnya kepemimpinan kolektif dalam<br />

suatu jaringan kerja advokasi, dimana tidak ada satu pihakpun yang<br />

merasa dirinya “pemimpin tertinggi”, tetapi lebih sebagai mitra kerja<br />

yang setara dan sinergik<br />

XXIV


Argumentasi<br />

XXV xxv


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Bagan <strong>10</strong> <strong>Langkah</strong> Advokasi Penggunaan Kondom<br />

Tentukan isu strategis Sosialisasi & Mobilisasi<br />

Bentuk Pokja Inti Riset & Olah Data Galang pendukung Kerja Media<br />

Pengaruhi<br />

pembuat kebijakan keb<br />

Rancang sasaran<br />

& strategi<br />

Adakan seminar<br />

XXVI xxvi


Daftar Isi<br />

Kata Salam dari Editor ⎯ vii<br />

Argumentasi ⎯ xi<br />

Daftar Isi ⎯ xxv<br />

<strong>Langkah</strong> Pertama: Membentuk Kelompoki Kerja<br />

(POKJA) Inti<br />

1. Bentuk Kelompok Kerja (POKJA)<br />

Inti Advokasi <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan Kondom 2<br />

Syarat Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Inti<br />

Advokasi <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan Kondom 3<br />

Proses Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Inti<br />

Advokasi <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan Kondom 4<br />

Contoh Lembar Daftar Anggota POKJA 5<br />

<strong>Langkah</strong> Dua: Kajian dan Olah Data<br />

2. Kajian, Olah Data dan Kemas Isu 8<br />

Kaidah dan Ciri Pokok Kajian Advokasi 9<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah Kajian Advokasi 9<br />

Apa yang Perlu Diperhatikan Ketika Mendesain Pesan <strong>10</strong><br />

Tunjuk Juru Bicara 11<br />

Ikhtisar Pengemasan Informasi Untuk Advokasi 12<br />

XXVII xxvi


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

<strong>Langkah</strong> Tiga: Menentukan Isu Strategis<br />

3. Tentukan Isu Strategis 14<br />

Tiga Ciri Pokok Isu Strategis 15<br />

Tolok Ukur Isu Strategis Advokasi Penggunaan Kondom 16<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah Menentukan Isu Strategis 18<br />

<strong>Langkah</strong> Empat: Menggalang Dukungan<br />

4. Galang Sebanyak Mungkin Pendukung Untuk<br />

Memperjuangkan <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan<br />

Kondom <strong>10</strong>0% di Lingkungan Seks Komersial 22<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah Menggalang Dukungan 23<br />

Kelompok Pendukung yang Efektif 25<br />

Individu atau Organisasi yang Dapat Mendukung<br />

Advokasi 26<br />

Cara Lain untuk Memperluas Dukungan 27<br />

Bangun Jaringan Pendukung 28<br />

Apa yang Dilakukan Kalau Menghadapi Perbedaanperbedaan<br />

28<br />

<strong>Langkah</strong> Lima: Merancang Sasaran dan Strategi<br />

5. Tentukan Sasaran dan Strategi Advokasi kebijakan<br />

Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0% 32<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah 32<br />

Susunlah Kerangka Dasar Strategi Advokasi 34<br />

<strong>Langkah</strong> Enam: Sosialisasi dan Mobilisasi<br />

6. Lakukan Sosialisasi dan Mobilisasi 38<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah 38<br />

xxvii XXVIII


Daftar Isi<br />

Media Sosialisasi 39<br />

<strong>Langkah</strong> Tujuh: Kerja Media<br />

7. Lakukan Sosialisasi dan <strong>Publik</strong>asi Melalui Media Massa 44<br />

Beberapa Kaidah 45<br />

Mengemas Pesan Pada Media 46<br />

Menyelenggarakan Talkshow 46<br />

Menyelenggarakan Konferensi Pers 47<br />

Feature 48<br />

Surat Pembaca 48<br />

Radio dan Televisi 48<br />

<strong>Langkah</strong> Delapan: Seminar<br />

8. Adakan Seminar 52<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah 53<br />

Persiapan Pelaksanaan 54<br />

Pelaksanaan 55<br />

Yang Perlu Diperhatikan 56<br />

Evaluasi 56<br />

<strong>Langkah</strong> Sembilan: Mempengaruhi Pembuat<br />

<strong>Kebijakan</strong><br />

9. Pengaruhi Pembuat <strong>Kebijakan</strong> 58<br />

Dasar Pelaksanaan Lobbi 58<br />

Siapa yang Akan Dilobbi? 59<br />

Cara-cara Melakukan Lobbi 60<br />

Kapan Melobbi? 63<br />

Beberapa Kiat Lobbi 64<br />

XXIX xxix


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

<strong>Langkah</strong> Sepuluh: Mendesakkan Perubahan<br />

<strong>Kebijakan</strong><br />

<strong>10</strong>. Lakukan Desan untuk Perubahan <strong>Kebijakan</strong> 70<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah Perumusan Legal Drafting 70<br />

Proses Konsultasi dan Pembentukan Opini <strong>Publik</strong> 72<br />

Pertemuan Evaluasi dan Sharing Proses di Tingkat<br />

Kabupaten, Propinsi dan Nasional 73<br />

Pustaka 75<br />

Appendix 77<br />

xxx XXX


<strong>Langkah</strong> Pertama<br />

<strong>Langkah</strong> Pertama<br />

Membentuk Kelompok Kerja<br />

(POKJA) Inti<br />

1


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

1<br />

Bentuk Kelompok Kerja (POKJA)<br />

Advokasi <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan<br />

Kondom di Lingkungan Seks Komersial<br />

Untuk mengurangi lajunya penyebaran HIV/<strong>AIDS</strong>, Komisi<br />

Penanggulangan <strong>AIDS</strong> (KPA), LSM, akademisi, media massa dan<br />

organisasi sosial serta orang-orang yang peduli <strong>AIDS</strong> perlu untuk<br />

mengadvokasi kebijakan penggunaan kondom <strong>10</strong>0% dalam seks<br />

komersial dengan cara mempengaruhi pemerintah dan parlemen agar<br />

mengembangkan, mengesahkan dan mengeluarkan kebijakan dan<br />

peraturan mendukung usaha-usaha pencegahan penularan HIV/<br />

<strong>AIDS</strong>.<br />

<strong>Langkah</strong> pertama dari proses advokasi adalah membentuk<br />

Kelompok Kerja Inti (POKJA). Dalam istilah advokasi sering disebut<br />

Tim Inti, yakni kumpulan orang-orang yang menjadi penggagas,<br />

pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama seluruh kegiatan<br />

advokasi. Sebagai upaya sistematik dan terorganisir untuk<br />

mengembangkan kebijakan publik dalam rangka penggunaan<br />

kondom <strong>10</strong>0%, POKJA inilah yang akan melakukan terwujudnya<br />

segala persyaratan advokasi. Mulai melakukan riset, menentukan<br />

isu strategis, merumuskan sasaran yang akan dicapai, merancang<br />

strategi dan taktik yang akan digunakan, menyiapkan penggalangan<br />

dukungan sumber daya yang dibutuhkan, sampai pada pemantauan<br />

seluruh proses, hasil dan termasuk apa dampaknya. POKJA inti<br />

gerakan advokasi merupakan ’tim kerja’ yang siap bekerja purnawaktu,<br />

saling mendukung dan kompak, ibarat menghadapi suatu<br />

pertarungan antara ’menang’-’kalah’, POKJA berperan memegang<br />

2


<strong>Langkah</strong> Pertama<br />

kendali utama dalam menjalankan strategi yang selalu siap setiap<br />

saat selama proses advokasi berlangsung.<br />

Karena itu, pembentukan POJA inti dalam suatu gerakan<br />

advokasi memrlikan beberapa prasyarat tertentu yang cukup ketat,<br />

terutama dalam hal kesatuan atau kesamaan visi dan analisis (bahkan<br />

juga ideologis), dan kepentingan yang jelas terhadap persoalan yang<br />

diadvokasikan.<br />

Syarat Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA)<br />

Inti Advokasi <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan Kondom<br />

Jumlah anggota POKJA sebaiknya tidak terlalu banyak untuk<br />

memudahkan koordinasi.<br />

POKJA terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan menjadi<br />

penggagas dan penggerak kegiatan advokasi.<br />

Anggota POKJA sebaiknya juga terdiri dari berbagai unsur seperti<br />

KPA, LSM yang berpengalaman di bidang HIV/<strong>AIDS</strong>, pengacara,<br />

akademisi serta mempunyai akses yang luas terutama kepada<br />

tokoh agama, pemerintah, legislatif dan tokoh masyarakat lain.<br />

Anggota POKJA harus memiliki visi,cara pandang dan<br />

kepentingan yang sama.<br />

Bersedia memberi waktu yang cukup sehingga dapat<br />

mencurahkan segala tenaga dan pikirannya.<br />

Rendah hati untuk bekerja dan menerima pembagian peran secara<br />

proporsional. Sebaliknya anggota POKJA tidak boleh merasa<br />

menjadi bintang apabila berada di garis depan.<br />

Mampu membedakan secara tegas kapan saatnya harus bersikap<br />

apa dan dengan cara bagaimana terhadap siapa.<br />

3


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Proses Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Advokasi<br />

<strong>Kebijakan</strong> Penggunaan Kondom<br />

Pembentukan POKJA dapat dimulai dengan memilih orang orang<br />

yang mempunyai kemampuan untuk menjadi penggagas dan<br />

penggerak kegiatan advokasi.<br />

Selanjutnya dilakukan pembagian peran dengan melihat rencana<br />

advokasi secara keseluruhan, sehingga dapat menentukan posisi<br />

dan peran masing-masing berdasar kemampuan yang dimiliki.<br />

Penentuan peran sampai perincian siapa yang akan menjalani<br />

fungsi kerja basis dan siapa yang bekerja di garis depan.<br />

Untuk menyatukan visi, cara pandang terhadap persoalan dan<br />

isu penggunaan kondom <strong>10</strong>0% yang akan diadvokasi perlu<br />

diadakan diskusi intensif dalam POKJA.<br />

Pertimbangkan, apakah jumlah orang dan kemampuan anggota<br />

POKJA telah mencukupi atau masih perlu menambah lagi. Jika<br />

masih dianggap perlu diskusikan bagian mana yang masih perlu<br />

dukungan dan pilihlah orang yang tepat untuk melakukannya.<br />

4


<strong>Langkah</strong> Pertama<br />

Contoh Lembar Daftar Anggota POKJA (DAP)<br />

Daftar Anggota POKJA<br />

No Nama Alamat Kemampuan Peran Keterangan<br />

5


<strong>Langkah</strong> Kedua<br />

Kajian dan Olah Data<br />

7


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

2<br />

Kajian, Olah Data dan Kemas Isu<br />

Berbeda dengan kajian akademis yang mementingkan formalitas<br />

baku dalam proses dan hasilnya, kajian untuk advokasi kebijakan<br />

lebih menitik beratkan pada manfaat praktis dari semua data, fakta<br />

dan informasi yang dihasilkannya. Karena itu, kajian advokasi<br />

sebenarnya lebih merupakan kajian praktis dan terapan terutama<br />

dalam bentuk kajian kebijakan.<br />

Tujuan utama kajian yakni untuk mengumpulkan sebanyak<br />

mungkin data/fakta, kemudian diolah dan dikemas menjadi informasi<br />

yang diperlukan untuk mendukung semua kegiatan lain dalam proses<br />

advokasi. Data/fakta sangat berguna untuk merumuskan isu strategis,<br />

juga sebagai bahan untuk melakukan langkah-langkah advokasi<br />

berikutnya, mosalnya dalam rangka untuk kebutuhan proses legislasi,<br />

lobbi, kampanye dan lain sebagainya.<br />

Dengan demikian, semua data dan informasi hasil riset itu pada<br />

akhirnya perlu dikemas sedemikian rupa untuk berbagai keperluan<br />

praktis. Data dan informasi yang sama, jika digunakan untuk<br />

keperluan melobbi pejabat pemerintah, misalnya, tentu saja<br />

memerlukan kemasan dan cara penyajian, dan sangat beda jika<br />

digunakan untuk menggalang dukungan langsung dan aktif dari<br />

berbagai pihak lain sebagai calon pendukung potensial atau jika<br />

digunakan untuk keperluan kampanye pembentukan pendapat<br />

umum.<br />

8


<strong>Langkah</strong> Kedua<br />

Kaidah dan Ciri Pokok Kajian Advokasi<br />

Tujuan kajian advokasi adalah pembuktian kasus dan berpegang<br />

pada kebenaran isu yang diadvokasikan.<br />

Manfaat kajian advokasi adalah adanya pengakuan hak atau<br />

pelayanan publik yang lebih baik.<br />

Kajian advokasi harus memihak dan dapat meyakinkan.<br />

Hindari kaidah-kaidah baku yang cenderung bersifat akademis.<br />

Penyajian hasil singkat, padat, jelas dan tegas.<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah Kajian Advokasi<br />

POKJA Inti terlebih dahulu perlu memilih kebijakan publik apa<br />

yang menjadi obyek kajian.<br />

Selanjutnya adalah menentukan tujuan melakukan kajian<br />

advokasi, dengan memperhatikan data dan informasi akan<br />

disampaikan kepada siapa atau digunakan untuk apa.<br />

Di samping orang yang berpengalaman melakukan kajian,<br />

pelaksanaan kajian harus melibatkan aktivis dan rakyat (mereka<br />

yang terkena dampak kebijakan).<br />

Agar kegiatan kajian dapat berjalan dengan lancar, sebaiknya<br />

juga dipikirkan hal-hal teknis, seperti pembuatan jadwal<br />

pelaksanaan kegiatan, pemilihan proses dan metoda<br />

pelaksanaannya.<br />

9


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Apa yang perlu diperhatikan ketika mendesain<br />

informasi<br />

Informasi hasil kajian kebijakan untuk keperluan kegiatan<br />

advokasi harus disajikan agar menarik dan mudah dipahami.<br />

Pikirkan mengenai siapa yang akan dijangkau, kemudian<br />

kemaslah pesan dan sesuaikan dengan bahasa kelompok sasaran.<br />

Jika kita ingin menjangkau remaja, gunakanlah bahasa mereka.<br />

Jika ingin menjangkau orang tua, gunakan pesan untuk<br />

menyampaikan bahaya <strong>AIDS</strong> terhadap anak-anak mereka.<br />

Sedangkan jika akan menjangkau pejabat, pilihlah pesan yang<br />

tepat bagi mereka.<br />

Kumpulkan fakta dan informasi pendukung untuk memperkuat<br />

pesan.<br />

Gunakan cerita pribadi jika memungkinkan. Orang akan lebih<br />

mengenali cerita dibanding fakta kering. Gunakan cerita tersebut<br />

untuk menggambarkan mengapa isu itu penting. Gunakan contoh<br />

atau cerita pribadi yang berhubungan dengan pesan atau isu yang<br />

disampaikan. Lebih bagus lagi kalau ada orang saksi, misalnya<br />

ODHA, orang tua ODHA, dsb.<br />

Kumpulkan kutipan dan pernyataan dari orang terkenal dan<br />

minta ijin untuk menggunakannya. Itu akan memberikan<br />

kredibilitas pada upaya yang dilakukan dan membuat orang lain<br />

memberi perhatian.<br />

Maksimalkan nilai positif dan minimalkan nilai negatif. Beberapa<br />

nilai positif dari pemakaian kondom adalah pilihan, kesehatan<br />

dan merupakan tanggung jawab. Sedangkan nilai negatif yang<br />

harus dihindari adalah pernikahan dini, melegalkan zina/seks<br />

<strong>10</strong>


<strong>Langkah</strong> Kedua<br />

bebas, tidak natural. Ingat bahwa penggunaan kata/ kalimat yang<br />

berbeda dapat menimbulkan arti berbeda pula, dan akan<br />

mempengaruhi pemahaman serta penerimaan seseorang.<br />

Gunakan nilai-nilai yang dapat diterima kelompok sasaran serta<br />

diterima juga oleh masyarakat luas. Perhatikan bahwa tiap daerah<br />

mempunyai budaya yang berbeda pula.<br />

Untuk setiap hal yang akan disampaikan, pastikan mengingatkan<br />

orang adanya lawan yang menentang. Sebagai contoh jika kita<br />

menekankan penggunaan kondom dalam mencegah <strong>AIDS</strong>, pasti<br />

akan berhadapan dengan orang yang menentang penggunaan<br />

kondom.<br />

Buat jelas dan singkat pesan yang akan disampaikan.<br />

Gunakan setiap kata terfokus pada isu yang akan dibicarakan.<br />

Ulangi pesan dalam setiap media yang digunakan. Dengan lebih<br />

banyak diulang, akan lebih , memungkinkan didengar atau dibaca.<br />

Buat poin yang lebih penting duluan. Latar belakang informasi<br />

seperti jumlah penduduk dapat disampaikan kemudian.<br />

Tunjuk Juru Bicara<br />

Setelah kita menentukan isu dan pesan yang akan disampaikan,<br />

langkah berikunya adalah menunjuk juru bicara. Tidak setiap orang<br />

yang terlibat dalam kegiatan advokasi dapat menyampaikan pesan<br />

secara baik. Maka pilihlah orang yang :<br />

Fasih berbicara di depan umum.<br />

Mengetahui (memahami) isu sepenuhnya.<br />

Dapat mengkomunikasikan pesan dengan jelas dan ringkas.<br />

11


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Orang yang dikenal, orang dengan kredibilitas (seperti dokter,<br />

DPR dan public figure lain) atau orang yang energik dan antusias<br />

terhadap persoalan HIV/<strong>AIDS</strong> biasanya adalah juru bicara yang<br />

baik.<br />

Ikhtisar Pengemasan Informasi Untuk Advokasi<br />

12


<strong>Langkah</strong> Ketiga<br />

Menentukan isu Strategis<br />

13


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

3<br />

Tentukan Apa Isu Strategis POKJA<br />

Advokasi <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan<br />

Kondom <strong>10</strong>0% di Lingkungan Seks<br />

Komersial<br />

Setelah POKJA terbentuk dan melakukan kajian, tugas mereka<br />

berikutnya adalah memilih dan menetapkan isu yang akan<br />

diadvokasikan. Bagaimana dapat menetukan Isu Strategis tentang<br />

kebijakan penggunaan kondom <strong>10</strong>0%?. Pertama yang harus<br />

dilakukan POKJA adalah melakukan riset, mengumpulkan data dan<br />

informasi sebanyak mungkin-termasuk mengumpulkan berbagai<br />

kebijakan yang menyangkut prostitusi dan Infeksi Menular Seksual<br />

(IMS). Data tersebut lalu diolah dan dipelajari yakni dengan<br />

menganalasis mana diantara sekian banyak isu aktual dalam<br />

masyarakat yang benar benar strategis untuk diadvokasikan. Isu<br />

strategis merupakan perumusan jawaban terhadap sejumlah<br />

pertanyaan atau msalah kebijakan paling mendasar yang akan<br />

mempengaruhi kerja-kerja advokasi selanjutnya.<br />

<strong>Kebijakan</strong> yang berlaku di masyarakat ada yang tertulis dan ada<br />

yang tidak tertulis. Pada beberapa tempat prostitusi telah memberikan<br />

sumbangan yang besar bagi pendapatan daerah, tetapi banyak<br />

kebijakan yang kontra produktif dengan melarang prostitusi. Adanya<br />

pelarangan itu tetap menempatkan istri pada posisi yang rentan<br />

tertular HIV. Pada sisi lain, PPK <strong>10</strong>0% bisa saja dilakukan tanpa<br />

‘melegalkan’ prostitusi.<br />

14


<strong>Langkah</strong> Ketiga<br />

Tiga Ciri Pokok Isu Strategis :<br />

a. Terumuskan secara singkat-padat-jelas, jika perlu dalam satu<br />

kalimat/ paragraf saja. Meskipun singkat rumusan ini harus<br />

mampu menjawab pertanyaan tentang apa yang dapat dilakukan<br />

POKJA terhadap isu tersebut. Kalau ternyata jawabannya<br />

adalah bahwa POKJA tidak dapat berbuat sesuatu apa pun,<br />

berarti isu tersebut bukanlah suatu isu yang strategis.<br />

b. Meskipun rumusannya singkat, namun rumusan itu merupakan<br />

hasil diskusi panjang dan mendalam tentang sejumlah faktor yang<br />

menjadi alasan mengapa penggunaan kondom <strong>10</strong>0% dapat<br />

dianggap sebagai suatu masalah kebijakan yang paling<br />

mendasar. Inilah yang menjadi dasar bagi perumusan isu.<br />

c. Meski ringkas, namun tersedia satu rumusan terpisah yang<br />

cukup rinci tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dialami<br />

POKJA jika nantinya gaagal menangani isu tersebut. Jika<br />

ternyata tidak ada konsekuensi atas kegagalan tersebut, maka<br />

isu tersebut tidak bisa dikatakan sebagai isu strategis. Sebaliknya<br />

jika konsekuensinya cukup berat jika terjadi kegagalan, maka<br />

berarti isu tersebut memeang sangat strategis dan harus ditangani.<br />

15


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Isu Strategis Advokasi <strong>Kebijakan</strong> Penggunaan<br />

Kondom <strong>10</strong>0%<br />

1. Kewajiban negara melindungi masyarakat, masyarakat melindungi<br />

individu, individu melindungi diri sendiri dari HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

2. Selama ini istri tidak berdaya terhadap perilaku suami yang beresiko.<br />

3. Laki-laki yang beresiko tingi diharuskan menggunakan kondom,<br />

karena mereka yang menentukan kondom digunakan atau tidak<br />

dalam transaksi seks komersial.<br />

4. Penjaja seks perlu dilindungi dari kekerasan, tekanan, ancaman,<br />

pungutan dalam penerapan PPK <strong>10</strong>0%<br />

Tolok Ukur Isu Strategis Advokasi Penggunaan<br />

Kondom<br />

Selain faktor aktualitas (sedang hangat atau sedang menjadi<br />

perhatian masyarakat), pada dasarnya suatu isu dapat dikatakan<br />

sebagai ’isu yang strategis’ jika:<br />

a. Isu Strategis sangat penting dan mendesak, dalam artian tuntutan<br />

tentang kepastian akan penggunaan kondom semakin meluas<br />

di masyarakat, jika tidak akan membawa dampak negatif lebih<br />

besar pada kehidupan masyarakat umum yakni tersebarnya<br />

HIV/<strong>AIDS</strong> dan penyakit lainnya.<br />

b. Berdampak positif pada perubahan kebijakan publik lainnya<br />

dalam rangka mengarah pada perubahan sosial yang lebih baik<br />

16


<strong>Langkah</strong> Ketiga<br />

c. Sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial yang lebih besar<br />

seperti yang dituntut oleh masyarakat dan juga dicanangkan oleh<br />

POKJA Advokasi Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0%<br />

d. Harus sesuai, cocok dengan kebutuhan dan aspirasi sebagian<br />

besar anggota masyarakat, khususnya bagi lapisan masyarakat<br />

bawah. Jika ada pendapat yang menentangnya, maka menjadi<br />

kewajiban POKJA Inti untuk meyakinkan pada masyarakat.<br />

PERHATIAN<br />

Dalam proses perumusan isu strategis sering ditemukan perbedaanperbedaan<br />

atau bahkan bisa jadi mengarah ke pertentangan.<br />

Perbedaan atau pertentangan itu biasa terjadi. Maka harus ditelusuri<br />

apa, bagaimana, mengapa, termasuk soal pilihan tempat (dimana),<br />

waktu (kapan) dan dengan siapa orang-orang atau kelompok yang<br />

nantinya akan memperoleh manfaat atau sebaliknya dirugikan. Karena<br />

itu POKJA dan semua pihak yang terlibat harus siap menghadapi<br />

perbedaan dan pertentangan.<br />

17


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah Menentukan Isu Strategis<br />

1. Lakukan tukar pendapat semua anggota POKJA yakni dengan<br />

cara mendaftar sebanyak mungkin isu yang mereka anggap<br />

penting.<br />

2. Setelah daftar isu terkumpul, lakukan penilaian terhadap setiap<br />

isu satu-persatu dengan menggunakan tolok ukur isu strategis<br />

yang telah dirumuskan dan disepakati<br />

3. Pilih salah satu isu, yakni yang paling memenuhi tolak ukur<br />

yang ada (jika ada beberapa isu yang memenuhi semua tolak<br />

ukur, POKJA harus tetap mendiskusikannya dan memilih salah<br />

satu saja!)<br />

4. Salah satu tulisan singkat (1-2 halaman saja) sebagai ’kertas<br />

posisi’ POKJA yang menjelaskan latar belakang data/ informasi<br />

dan alasan-alasan (argumentasi) mengapa isu tersebut dianggap<br />

penting dan perlu diadvokasikan.<br />

Dalam kenyataanya, ada kalanya isu strategis sudah dipilih dan<br />

ditetapkan lebih dahulu, dan baru belakangan POKJA dibentuk.<br />

Kalau terjadi praktek seperti itu maka POKJA yang telah terbentuk<br />

sebaiknya duduk bersama dan membahas bersama kembali, yakni<br />

dengan melakukan penilaian lagi apakah isu yang telah dipilih dan<br />

ditetapkan itu memang benar-benar strategis atau tidak menurut<br />

POKJA.<br />

18


<strong>Langkah</strong> Ketiga<br />

Dalam Strategi Nasional Penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> 2003-2007<br />

disebutkan upaya pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong> pada populasi beresiko<br />

tinggi seperti penjaja seks dan pelanggannya, ODHA dan<br />

pasangannya, penyalah guna napza suntik, dan petugas karena<br />

pekerjaanya beresiko terhadap penularan HIV/<strong>AIDS</strong> harus dilakukan<br />

dengan efektif seperti penggunaan kondom penerapan pengurangan<br />

dampak buruk dan penetapan kewaspadaan umum.<br />

UNGASS 2001 telah mendeklarasikan bahwa tahun 2003<br />

mengesahkan, mendukung atau menegakkan peraturan dan<br />

ketentuan lainnya sebagai perundang-undangan yang tepat untuk<br />

menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan memastikan pemilikan<br />

hak-hak asasi dan kemerdekaan secara sepenuhnya oleh ODHA<br />

dan kelompok rentan.<br />

19


20<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK


<strong>Langkah</strong> Keempat<br />

Menggalang Pendukung<br />

21


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

4<br />

Galang Sebanyak Mungkin Pendukung<br />

untuk Memperjuangkan <strong>Kebijakan</strong><br />

Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0% di Linfkungan<br />

Seks Komersial<br />

Kerja-kerja mengembangkan kebijakan publik (advokasi)<br />

penggunaan kondom <strong>10</strong>0% adalah serangkaian kegiatan yang sangat<br />

rumit. Banyak jenis kegiatan yang harus dilakukan bahkan pada<br />

saat bersamaan, mulai dari pengumpulan data dan informasi,<br />

merumuskan isu, menggalang sekutu, beracara di peradilan, melobbi<br />

pejabat pemerintah, menyelenggarakan kampanye, berurusan<br />

dengan media, sampai membangun basis basis masyarakat<br />

pendukung. Padahal, tiap jen is kegiatan itu saja sudah cukup menyita<br />

banyak waktu , tenaga, pikiran dan dana. Sehingga tidak ada<br />

seseorang atau suatu kelompok (seberapapun besar dan kuatnya)<br />

yang akan mampu sendiri melakukan semua kegiatan advokasi<br />

tersebut. Dalam hal inilah, penggalangan pendukung menjadi<br />

sangat vital dalam setiap kegiatan advokasi.<br />

Kesuksesan membangun opini jarang dihasilkan oleh sedikit<br />

orang. Kegiatan advokasi biasanya merupakan kerja sama dari<br />

berbagai orang dan organisasi dengan masing-masing<br />

menyumbangkan sumber daya, waktu dan tenaga. Orang dan<br />

organisasi saling bekerja sama karena adanya persamaan dan tujuan.<br />

Dengan menunjukkan kegiatan advokasi memiliki pendukung yang<br />

luas, merupakan kesempatan bagi tumbuhnya basis konstituen<br />

masyarakat dan semakin mengurangi bahkan menghilangkan pihakpihak<br />

yang menentang.<br />

22


<strong>Langkah</strong> Keempat<br />

Kelompok kerja (POKJA) dalam kegiatan mengembangkan<br />

kebijakan publik bisa perorangan, atau berasal dari kelompok atau<br />

organisasi yang memiliki sumber daya (keahlian, akses, pengaruh,<br />

informasi, prasarana dan sarana, juga dana) yang bersedia dan<br />

kemudian terlibat aktif langsung, mendukung dengan mengambil peran<br />

atau menjalankan suatu fungsi, tugas tertentu dalam seluruh rangkaian<br />

kegiatan advokasi secara terpadu. Adapun mereka yang tidak terlibat<br />

secara langsung, misalnya sekedar menyediakan sarana dan logistik<br />

yang dibutuhkan, atau tenaga ahli yang menyumbangkan<br />

pemikirannya, dapat kita katakan sebagai satuan pendukung. Terlibat<br />

langsung atau tidak langsung, tetap dibutuhkan proses-proses<br />

pendekatan kepada mereka agar bersedia terlibat. Jelas diperlukan<br />

berbagai keterampilan teknis dan kiat khusus untuk itu.<br />

Kejelasan pada tujuan yang dirumuskan akan menguatkan upaya<br />

advokasi dan mendorong orang lain melihat kelompok advokasi ini<br />

kompak, serius dan dapat dipercaya. Persepsi demikian akan<br />

menarik dukungan masyarakat lebih luas.<br />

<strong>Langkah</strong> <strong>Langkah</strong> Menggalang Dukungan<br />

Dalam menggalang dukungan terhadap kegiatan advokasi,<br />

telebih dahulu tentukan pihak-pihak yang akan diajak kerja sama<br />

dan bagilah tugas atau peran yang harus mereka lakukan.<br />

Tentukan tolak ukur utama untuk menilai seseorang atau suatu<br />

organisasi dapat dijadikan pendukung kegiatan advokasi.<br />

Untuk menjaga kelancaran kerja, rumuskan mekanisme<br />

penugasan mereka keseluruh koordinasi/ jaringan advokasi<br />

tersebut. Dengan demikian pendukung dapat dilibatkan dalam<br />

setiap kegiatan advokasi.<br />

Selanjutnya dapat dilakukan pengkajian apakah mereka<br />

23


24<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

melakukan perannya dengan baik, membantu kelancaran<br />

advokasi atau malah sebaliknya.<br />

Bila mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses kerja<br />

sama, segera atasi atau cari pemecahannya.<br />

Susun rencana kerja bersama satuan pendukung dalam rangka<br />

rencana strategi advokasi keseluruhan.<br />

Tanda keberhasilan advokasi adalah kemampuan untuk<br />

mengajak orang berfikir seperti apa yang kita fikirkan dan akhirnya<br />

mendukung upaya advokasi.<br />

Ketika telah mendapat dukungan, perhatikan hal-hal berikut:<br />

Hindari membentuk suatu struktur organisasi formal kecuali<br />

kalau memang sudah sangat dibutuhkan. Kalaupun terpaksa<br />

harus ada struktur formal, tetap pelihara situasi informal.<br />

Delegasikan tanggung jawab dan peran seluas mungkin kecuali<br />

pada hal-hal yang memang sangat strategis dan hanya boleh<br />

diketahui oleh POKJA inti.<br />

Usahakan selalu membuat keputusan secara bersama sama.<br />

Jadikan mekanisme keputusan bersama sebagai nilai penting.<br />

Pahami berbagai kendala, kekurangan dan keterbatasan yang<br />

dimiliki semua pihak yang terlibat. Beri peran dan fungsi yang<br />

sesuai dengan kendala dan keterbatasan mereka jangan<br />

membebani dengan hal-hal menyulitkan.<br />

Mutlak jaga kelancaran saluran komunikasi dengan mereka,<br />

POKJA harus mengambil prakarsa menghubungi mereka jika<br />

tidak terjadi komunikasi cukup lama, jangan tunggu mereka yang<br />

menghubungi. Jangan tunda menyampaikan informasi baru yang<br />

kita peroleh.


<strong>Langkah</strong> Keempat<br />

Kelompok Pendukung Yang Efektif<br />

Kelompok pendukung dalam kegiatan advokasi akan bekerja cukup<br />

baik dan efektif jika memenuhi beberapa hal berikut ini ;<br />

Terfokus pada tujuan atau sasaran advokasi yang telah disepakati<br />

bersama.<br />

Tegas menetapkan dan menggarap suatu isu tertentu atau<br />

menggarap beberapa isu sekaligus sepanjang disepakati bersama.<br />

Ada pembagian peran dan tugas yang jelas diantara semua yang<br />

terlibat.<br />

Terbentuk sebagai hasil atau dampak dari adanya pertentangan<br />

dalam masyarakat. Mereka yang bergabung adalah mereka yang<br />

benar-benar meraskan perlunya bekerja sama.<br />

Memanfaatkan berbagai ketegangan yang muncul dalam proses<br />

bekerja sama untuk menjaga dinamika dan perimbangan. Karena<br />

itu, kelenturan harus tetap dijaga tidak terlalu kaku dan serba<br />

mengikat.<br />

Memungkinkan lahirnya bentuk bentuk kerja sama yang baru<br />

yang lebih berkembang di masa masa mendatang. Kerja sama itu<br />

memungkinkan terjadinya proses saling membagi pengalaman,<br />

harapan, keahlian, informasi dan keterampilan.<br />

Ada mekanisme komunikasi yang lebih lancar, semua pihak<br />

mengetahui harus menghubungi siapa, tentang apa, pada saat<br />

kapan dan dimana.<br />

Dibentuk untuk jangka waktu tertentu yang jelas: jangka pendek,<br />

menengah atau panjang? Harus jelas ada batas waktu kapankerja<br />

sama itu selesai dan (jika dibutuhkan) boleh dimulai lagi.<br />

25


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

PERHATIAN<br />

Dalam menentukan apakah POKJA Inti perlu merekrut pendukung<br />

untuk mencapai tujuan, sebaiknya juga diperhatikan :<br />

Siapa yang saat ini menjadi mitra POKJA, mantapkan kembali<br />

hubungan POKJA dengan mereka sebelum mencari tanbahan<br />

teman.<br />

Apakah mencari partner yang tepat sesuai isu yang telah ditetapkan,<br />

pastikan kelompok atau individu lain yang mendukung dengan<br />

isu sejenis, sehingga tidak membawa isu lain.<br />

Dapat pula kelompok itu bekerja dalam area yang berbeda tetapi<br />

mempunyai isu yang sama.<br />

Pikirkan bagaimana cara menjangkau tiap pendukung potensial.<br />

Sebagai contoh kita perlu menggunakan pendekatan berbeda.<br />

Untuk mendekati penentu kebijakan dibanding mendekati media.<br />

Pendekatan pada individu yang telah terbiasa membicarakan<br />

kondom akan berbeda dengan individu yang tahu sedikit<br />

manfaatnya.<br />

Individu atau organisasi yang dapat diajak untuk<br />

mendukung advokasi<br />

Sebaiknya lakukan identifikasi pada berbagai pihak apakah<br />

ada kemungkinan sebagai pendukung, pikirkan orang yang akan<br />

bekerja pada isu sama atau mempunyai komitmen pada<br />

penanggulangan <strong>AIDS</strong>. Proses tersebut akan membantu kita untuk<br />

mengidentifikasi kelompok atau individu yang mungkin menjadi<br />

pendukung potensial. Kelompok atau individu yang dapat menjadi<br />

pendukung potensial adalah :<br />

26


Kelompok lokal/ nasional yang bekerja pada isu HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

Organisasi yang bekerja pada isu berbeda, tetapi mempunyai<br />

komitmen pada penanggulangan <strong>AIDS</strong>.<br />

Penentu kebijakan dan legislatif.<br />

Perawat, pekerja sosial dan pekerja kesehatan lain.<br />

Artis atau public figure yang dapat menambah kredibilitas upaya<br />

kita dan mempublikasikannya.<br />

ODHA.<br />

Tokoh masyarakat.<br />

Individu kaya yang dapat menyumbang dana untuk mencegah<br />

HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

Pemimpin agama.<br />

Petugas KB.<br />

Wartawan yang menulis tentang isu <strong>AIDS</strong>.<br />

Kelompok Perempuan.<br />

Cara lain untuk memperluas dukungan<br />

Setelah POKJA Inti memperolah dukungan dari pihak-pihak<br />

diatas, usahakan untuk selalu memperluas dukungan dan jangkauan,<br />

dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:<br />

Ajak perwakilan kelompok lain untuk berbicara atau sebagai<br />

peserta pada acara atau kegiatan yang kita lakukan.<br />

Buat daftra terbaru apa yang kelompok lain kerjakan, dimana<br />

kita dapat berpartisipasi, seperti dalam seminar, acara dan<br />

kegiatan lainnya.<br />

Beri perhatian pada kelompok atau individu yang bersimpati<br />

pada kasus <strong>AIDS</strong> tetapi hanya terlibat secara tidak langsung.<br />

27


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Ajak mereka pada acara seminar, atau bisa juga ajak mereka<br />

menjadi anggota kehormatan.<br />

Tidak kalah pentingnya untuk berbicara pada kelompok dan<br />

organisasi local, maka distribusikan informasi pada acara –acara<br />

local yang ada.<br />

Pasang informasi pada tempat umum dan sampaikan pada orang-orang<br />

bagaimana cara mereka dapat membantu.<br />

Putar film tentang kasus <strong>AIDS</strong> dan cara penanggulangannya<br />

pada masyarakat.<br />

Bangun Jaringan Pendukung<br />

Salah satu cara yang efektif agar kita dapat menjalin kerja sama<br />

adalah dengan berpartisipasi dalam sebuah jaringan. Jaringan adalah<br />

sebuah kelompok dari beberapa organisasi yang sependirian/<br />

sependapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Jaringan<br />

tersebut dapat bersifat tetap atau sementara, dengan isu tunggal<br />

penggunaan kondom <strong>10</strong>0%.<br />

Jaringan dapat berperan untuk :<br />

Membangun kelangsungan basis dukungan<br />

Meningkatkan pengaruh dan upaya advokasi<br />

Memperluas jaringan advokasi<br />

Meningkatkan keuangan dan sumber daya<br />

Apa yang dilakukan kalau menghadapi perbedaan<br />

pendapat<br />

Kalau dua atau lebih kelompok bergabung, senantiasa akan<br />

terdapat perbedaan pendapat. Sebelum menjadi anggota jaringan,<br />

28


<strong>Langkah</strong> Keempat<br />

sebaiknya dipikirkan apakah kita cukup fleksibel dan dapat<br />

melakukan kompromi, misalnya :<br />

Berapa banyak yang siap dikorbankan untuk mencapai tujuan<br />

bersama<br />

Apakah kita mau berbagi akses dengan organisasi lain<br />

Bagaiman mengatasi konflik diantra anggota jika terjadi.<br />

Pahami dan hargai kepentingan lembaga masing-masing. Cari<br />

tahu lebih dalam semua organisasi atau individu yang ada dalam<br />

jaringan itu; bagaimana sejarah, budaya nilai dan agenda mereka.<br />

Adalah penting untuk setiap anggota memahami hal tersebut dan<br />

menghargai perbedaan-perbedaan.<br />

Ketika konflik terjadi, gunakan itu sebagai kesempatan untuk<br />

menjaga dinamika dan menghargai perbedaan pandangan serta<br />

sikap. Pelihara agar upaya-upaya yang dilakukan dalam jaringan<br />

tetap terfokus pada tujuan bersama.<br />

29


30<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK


<strong>Langkah</strong> Kesepuluh<br />

<strong>Langkah</strong> Kelima<br />

Merancang Sasaran dan Strategi<br />

31


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

5<br />

Tentukan Sasaran dan Strategi Advokasi<br />

<strong>Kebijakan</strong> Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0%<br />

Apakah yang harus diingat dalam proses perumusan sasaran<br />

advokasi adalah hakekat dan tujuan utama advokasi itu sendiri<br />

sebagai upaya untuk mengembangkan kebijakan publik penggunaan<br />

kondom <strong>10</strong>0%, sehingga rumusan sasaran harus tetap mengacu pada<br />

tujuan tersebut. Ini penting diingatkankembali terlebih dahulu untuk<br />

mencegah kecenderungan merumuskan sasaran advokasi yang<br />

berlebihan atau sudah diluar batas lingkup advokasi. Ingat bahwa<br />

advokasi adalah gerakan yang menggunakan cara-cara bukan<br />

kekerasan melalui jalur, wadah dan proses demokrasi perwakilan<br />

yang ada.<br />

Karena itu sasaran advokasi memang hanya tertuju atau terarah<br />

pada kebijakan-kebijakan publik (atau bahkan hanya satu kebijakan<br />

publik tertentu) saja, dengan asumsi bahwa perubahan yang terjadi<br />

pada satu kebijakan tersebut akan membawa dampak positif atau,<br />

paling tidak merupakan titik awal dari perubahan-perubahan yang<br />

lebih besar.<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah<br />

Dalam merancang sasaran dan strategi hendaknya<br />

memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :<br />

Sebelum menentukan kebijakan sasaran advokasi, lihat kembali<br />

hasil perumusan Isu Strategis yang telah dirumuskan olah<br />

POKJA Inti.<br />

32


<strong>Langkah</strong> Kesepuluh<br />

Berdasar Isu Strategis tersebut kemudian kita dapat menentukan<br />

kebijakan publik mana yang akan menjadai sasaran advokasi.<br />

Jika berbentuk peratauran atau undang undang resmi, harus<br />

disebutkan secara jelas: nomor berapa, tentang apa, dan pada<br />

tingkatan apa (desa, daerah, nasional).<br />

Selanjutnya pilihlah aspek apa dari kebijakan publik tersebut<br />

yang akan difokuskan atau diprioritaskan sebagai sasaran<br />

advokasi. Aspek tersebut meliputi isi naskah, tatalaksana,<br />

budaya atau semuanya.<br />

Ukurlah rancangan strategi dengan tolak ukur<br />

‘SMART’<br />

Specific-Apakah rumusan sasarannya itu memaeng spesifik, konkrit<br />

dan jelas<br />

Measurable-Apakah hasilnya nanti cukup terukur (ada indicator<br />

yang jelas bisa dipantau dan diketahui)<br />

Achievable-Apakah sasaran atau hasil itu memang sesuatau yang<br />

mungkin dicapai atau diwujudkan (bukan mimpi dan angan-angan<br />

yang mustahil)?<br />

Realistic-Apakah team advokasi memang mungkin atau mampu<br />

melaksanakan dan mencapainya (punya kemampuan, sumber daya<br />

dan akses untuk itu)?<br />

Time-bound-Apakah ada batas waktu yang jelas (kapan dan berapa<br />

lama) tim advokasi mencanangkan pencapaian sasaran tersebut?<br />

33


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Rumuskan pula bentuk perubahan apa yang diinginkan sebagai<br />

hasil konkret dari rencana advokasi<br />

Perkiraan waktu yang diperlukan untuk melakukan advokasi<br />

dan mencapai sassaran tersebut<br />

Susunlah kerangka dasar strategi advokasi sebagai<br />

acuan kerja :<br />

Pilihlah proses-proses pembentukan kebijakan publik dan<br />

sasaran advokasi yang akan ditempuh dan diprioritaskan (proses<br />

legislasi-yuridiksi, proses politik birokrasi, atau prosses<br />

sosialisasi mobilisasi).<br />

Atas dasar itu, tentukan bentuk-bentuk kegiatan apa saja yang<br />

akan ditempuh.<br />

Tentukan siapa atau pihak-pihak mana saja yang akan diajak<br />

untuk bekerja sama mendukung advokasi tersebut. Mengapa<br />

dan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh masing-masing<br />

pihak tersebut?<br />

Rancanglah cara mengkoordinasikannya. (buatlah gambaran<br />

umum struktur kelompok dan mekanisme kerja yang akan<br />

diterapkan)<br />

Lihatlah sumber daya yang dimiliki dan darimana saja akan<br />

memperolehnya? Bagaimana cara mengatasi berbagai<br />

kelemahan yang mungkin dimiliki atau kemungkinan hambatan/<br />

ancaman yang dihadapi nanti.<br />

34


<strong>Langkah</strong> Kesepuluh<br />

Tabel kerangka dasar strategi advokasi<br />

Tujuan<br />

Proses yang<br />

akan ditempuh<br />

Bentuk<br />

Kegiatan<br />

Pihak yang<br />

diajak kerja<br />

sama<br />

Peran yang<br />

dilakukan<br />

Cara<br />

Koordinasi<br />

Sumber<br />

daya yang<br />

dimiliki<br />

35


36<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK


<strong>Langkah</strong> Keenam<br />

Sosialisasi dan Mobilisasi<br />

37


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

6<br />

Sosialisasi dan Mobilisasi<br />

Proses sosialsisasi dan mobilisasi, bentuk-bentuk kegiatannya<br />

lebih beragam dan majemuk, mulai dari kampanyepembentukan<br />

kesadaran masyarakat dan pendapat umum, kampanye penggalangan<br />

dukungan, pelatihan dan pendidikan politik tentang suatu isu kepada<br />

anggota dan waraga korban, pembentukan basis-basis organisasi<br />

gerakan, samapai pengerahan kekeuatan massa melakukan berbagai<br />

aksi-aksi kesetiakawanan, bahkan bilamana perlu lakukan aksi unjuk<br />

rasa.<br />

Kampanye pembentukan pandapat umum penting dalam<br />

kegiatan advokasi, bahkan mungkin bentuk kegiatan yang paling<br />

lazim dilakukan oleh banyak organisasi/ jaringan advokasi selama<br />

ini. Tetapi tidak banyak, terutama dikalangan ORNOP di Indonesia<br />

selama ini, yang pernah melakukannya secara cukup sistematis,<br />

efektif, kreatif, inovatif dan menarik! (bahkan ada kesan sering dibuat<br />

’asal-asalan’<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah<br />

Tentukan apa sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil kampanye<br />

pembentukan pendapat umum dalam kerangka kerja advokasi<br />

Kenali siapa saja yang akan menjadi sasaran utama kampanye.<br />

Pilih tema (pesan-pesan) pokok yang akan dikampanyekan<br />

dan siapkan bahan-bahan pendukungnya.<br />

Rancanglah penyajian pesan-pesan yang akan disampaikan.<br />

38


<strong>Langkah</strong> Keenam<br />

Pilih bentuk media yang tepat untuk menyampaikannya dan<br />

kemas pesan dengan efektif dan kreatif.<br />

Buatlah jadwal pelaksanaan kampanye; berapa kali dan berapa<br />

lama kampanye akan dilakukan? Kapan, pada saat apa dan<br />

dimana saja?<br />

Tentukan orang-orang yang akan melaksakan kampanye.<br />

Pikirkan cara mangkoordinasikannya secara terpadu dengan<br />

semua kegiatan advokasi lainnya.<br />

Media Sosialisasi<br />

Lembar Fakta<br />

Lembar fakta memuat tentang fakta dari berita/ suatu topik<br />

tertentu. Lembar fakta merupakan suatu cara yang sangat efektif<br />

untuk memberikan informasi ke publik, media pembuat kebijakan,<br />

karena lembar fakta menyimpulkan berita dengan ringkas. Lembar<br />

fakta juga seringkali menggunakan data yang menarik publik.<br />

Ketika menulis lembar fakta, yakinlah bahwa kita menggunakan<br />

data terkini yang ditemukan, dengan catatan kaki/ petunjuk dimana<br />

dan dari siapa data tesebut berasal. Hal ini akan sangat meningkatkan<br />

kredibilitas kita diamta orang-otrang yang membaca lembar fakta<br />

tersebut.<br />

Pamflet<br />

Pamflet merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan pesan<br />

yang akan disampaikan ke publik. Biasanya pamflet berisi 1 halaman<br />

dan memberikan informasi tentang siapa/ apa/ mengapa/ dimana/<br />

kapan kegiatan dilakukan. Selain disebarkan, dapat pula dipasang<br />

pada papan buletin perpustakaan, pusat kegiatan masyarakat, toko,<br />

universitas dan tempat-tempat umum lainnya. Pamflet sangat baik<br />

39


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

digunakan apabila kita ingin memberitahukan kepada publik tentang<br />

agenda aktifitas advokasi, misalnya; rencana pertemuan mendatang,<br />

konferensi pers, atau kegiatan untuk membawa informasi dengan<br />

cepat. Pamflet juga baik digunakan mengirimkan pesan-pesan untuk<br />

orang dengan jumlah banyak. Tetapi kita perlu hati-hati<br />

menggunakannya, terutama jika pesan yang disampaikan masih<br />

menimbulkan kontroversi.<br />

Brosur<br />

Brosur merupakan salah satu dari kebanyakan publikasi dengan<br />

biaya yang efisien yang bisa kita gunakan. Dalam beberapa hal brosur<br />

juga bisa lebih efektif. Brosur harus mengandung unsur; menyolok/<br />

menarik perhatian dan mudah dibaca.<br />

Brosur harus meringkas inti utama dari misi dan kegiatan advokasi<br />

sesingkat mungkin, dan brosur juga harus dapat dipahami semudah<br />

mungkin. Brosur dengan kat yang banyak akan kurang menarik untuk<br />

dibaca. Ukuran dari brosur dan desainnya tergantung pada banyaknya<br />

informasi yang ingin dimasukkan.<br />

Buku kecil/ Buku Saku<br />

Buku kecil memberikan berita/ tempat yang lebih lengkap dan<br />

membutuhkan perencanaan, penelitian dan penulidan yang seksama.<br />

Buku kecil lebih mahal dalam pembuatannya, karena buku kecil<br />

biasanya berisis lebih banyak dokumentasi dan penelitian yang<br />

substansif. Buku kecil dapat digunakan untuk menumbuhkan<br />

kredibilitas dan visibilitas pada media massa, pelajar, pendididk, dan<br />

pendukung lainnnya. Untuk membuat buku kecil menarik minat baca,<br />

berilah halaman ringkasan atau kata-kata penutup yang merupakan<br />

ringkasan dari berita utama. Buku kecil juga dapat dijual kepada<br />

publik, apabila informasi itu bagi mereka dinilai dirasa bernilai dan<br />

dibutuhkan.<br />

40


<strong>Langkah</strong> Keenam<br />

Laporan Berkala<br />

Laporan berkala berisi berita yang berkaitan dengan<br />

perkembangan organisasi. Laporan berkala secara luas bisa<br />

menimbulkan pendidikan publik dan berfungsi sebagai alat<br />

membangun dukungan. Namum demikian Laporan Berkala harus<br />

terbit dengan waktu yang teratur. Ini berarti kita harus menyediakan<br />

waktu yang cukup untuk mengumpulkan bahan dan membuatnya<br />

serta untuk memperbaharui daftar pengiriman dan penyebarannya.<br />

Pamflet dapat dikerjakan dengan cepat dan brosur dikerjakan dengan<br />

waktu yang sebentar, sedangkan laporan berkala memerlukan waktu<br />

yang lama.<br />

Laporan berkala dapat disajikan dalam bentuk yang panjang/<br />

pendek sesuai dengan yang dibutuhkan, namun dalam kampanye<br />

tertentu, laporan berkala yang berbentuk pendek biasanya lebih baik.<br />

Suatu laporan berkala berisi suatu gambaran dari organisasi dalam<br />

setiap laporan/ berita dan menjelaskan secara lengkap kemenangan/<br />

kekalahan kelompok pada saat ini.<br />

Laporan Tahunan<br />

Laporan tahunan merupakan dokumen komprehensif yang bisa<br />

dibuat oleh suatu organisasi. Laporan tahunan menjelaskan organisasi<br />

dan kegiatan kita selama setahun dan memberikan laporan keuangan<br />

yang lengkap, daftar karyawan, sumber-sember dana, dan preatasi<br />

organisasi.<br />

Naskah Posisi<br />

Naskah posisi menyatakan posisi organisasi kita pada maslahmasalah<br />

tertentu. Meskipun naskah posisi mudah dalam<br />

membuatnya, namun naskah posisi seringkali lebih sulit dalam<br />

menulisnya. Perhatikan betul betul isi tulisannya, karena akan berisi<br />

sikap organisasi kita.<br />

41


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Ketika menulis pernyataan/ naskah posisi, perhatikan hal-hal<br />

berikut:<br />

Gunakan bahasa yang tidak membingungkan dan pernyataan<br />

yang logis.<br />

Nyatakan posisi kita dengan jelas dan ringkas. Beri kesempatan<br />

pembaca unttk membenarkan suatu posisi secara perlahanlahan.<br />

Hindari penggunaan bahasa kelompok tertentu dan<br />

bahasa yang berlebih lebihan.<br />

Berilah kesempatan pembaca lainnya untuk menyatakannya dan<br />

meyakinkan bahwa naskah tersebut sudah jelas. Mintalah pada<br />

individu yang sama untuk mencermati sisi yang berlawanan dari<br />

posisi kita dan perhatikanlah kesalahan/ ketidak konsistenan<br />

dalam posisi kita sehingga perubahan dapat dibuat sebelum<br />

dokumen disebar luaskan.<br />

Petisi<br />

Petisimerupakan pengumpulan nama dan alamat orang orang<br />

yang mendukung suatu kampanye tertentu. Petisimerupakan cara<br />

yang efektif dalam mengumpulkan nama dan alamat dari pendukung<br />

dan sukarelawan baru yang potensial, dan untuk dokumentasi<br />

kekuatan dari konstituen yang mendukung kita. Setiap orang yang<br />

akan menandatangani petisi harus diminta untuk melakukan beberapa<br />

kegiatansukareladalamendukungupaya-<br />

upayadvokasi.<br />

42


<strong>Langkah</strong> Keenam<br />

<strong>Langkah</strong> Ketujuh<br />

Kerja Media<br />

43


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

7<br />

Lakukan Sosialisasi dan <strong>Publik</strong>asi Melalui<br />

Media Massa<br />

Berbagai macam media massa dapat digunakan untuk<br />

kepentingan advokasi, apakah dalam bentuk cetakan atau bentuk<br />

siaran, seperti surat kabar, jurnal, majalah, radio dan televisi. Semua<br />

bentuk media ini berguna untuk menyampaikan pesan atau informasi<br />

kepada masyarakat.<br />

Karakteristik masing-masing media tersebut sangat berbeda,<br />

oleh karena itu membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Media<br />

massa terutama media cetak dan elektronik memiliki dampak<br />

yang luas dan kompleks terhadap pola kehidupan sosial di kota<br />

maupun di desa. Pengaruh ini tidak hanya terbatas pada satu bidang<br />

tertentu, tetapi menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat,<br />

termasuk aspek kesehatan.<br />

Kerja media dapat dilakukan secara mandiri maupun dengan<br />

menggunakan atau bekerjasama dengan media massa yang ada, baik<br />

itu elektronik, cetak maupun cyber media. Kegiatan mandiri yang<br />

dapat dilakukan antara lain menerbitkan bulletin, newsletter atau<br />

mebentuk radio komunitas. Sedangkan kegiatan kerja yang dilakukan<br />

dengan menggunakan atau bekerjasama dengan media yang ada<br />

antara lain, menerbitkan press release (siaran pers), mengundang<br />

untuk liputan, talk show, spot iklan dan lain-lain.<br />

44


<strong>Langkah</strong> Ketujuh<br />

Garis besar tujuan dari kerja media ini adalah:<br />

Memberikan informasi dan penyadaran pada masyarakat<br />

mengenai isu yang sedang diadvokasi.<br />

Mengajak masyarakat untuk mendukung isu yang diadvokasi<br />

dalam bentuk perilaku.<br />

Membentuk pendapat umum dalam rangka menciptakan tekanan<br />

sosial-politik bagi terjadinya perubahan kebijakan publik.<br />

Beberapa Kaidah Asas<br />

Dalam melakukan kerja media perlu diperhatikan hal-hal<br />

sebagai berikut:<br />

Kenali dengan baik siapa (posisi, fungsi dan jenis) media massa<br />

tersebut.<br />

Ketahui dengan jelas siapa khalayak sasaran (segmen pemirsa,<br />

pembaca, pelanggan) utama mereka. Jangan memilih media yang<br />

segmennya bukan sasaran atau tidak sesuai dengan pesan-pesan<br />

yang akan disampaikan.<br />

Persiapkan diri sebaik mungkin sebelum berurusan dengan media<br />

massa. Kita harus yakin dan tahu persis apa pesan yang akan<br />

disampaikan, menguasai betul data dan fakta-fakta<br />

pendukungnya, dapat memperkirakan pertanyaan-pertanyaan<br />

apa saja yang mungkin akan diajukan dan mampu memutuskan<br />

secara cepat dan tepat apakah kita akan menjawabnya dan pada<br />

saat kapan.<br />

45


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Siap untuk selalu menyampaikan dan menceritakan kebenaran.<br />

Sekali berbohong, seumur hidup media tidak akan percaya lagi.<br />

Mengemas Pesan Pada Media<br />

Pesan (informasi fakta, pernyataan, dll) yang akan disampaikan lewat<br />

media sebaiknya:<br />

Mengandung unsur berita, aktual dan sesuai dengan isu yang<br />

diadvokasikan.<br />

Mengandung hal-hal yang menarik perhatian orang.<br />

Terkait dengan keadaan dan permasalahan setempat (unsur<br />

setempat).<br />

Ada orang yang memang tepat, cakap dan terpercaya bertindak<br />

sebagai ’juru bicara’ untuk menyampaikannya secara lancar dan<br />

mudah dipahami oleh masyarakat luas.<br />

Lebih bagus lagi dan sangat disarankan melengkapinya dengan<br />

bahan-bahan visual (foto, gambar, grafis, dll) terutama jika<br />

berhubungan dengan media elektronik (televisi).<br />

Peran Media dalam kasus HIV/<strong>AIDS</strong> ibarat pisau bermata dua. Di<br />

satu sisi bisa membantu dalam menyebarkan informasi yang benar,<br />

namun di sisi lain dengan menampilkan berita atau artikel yang<br />

penuh ‘bumbu’ atau bahkan yang tidak berdasarkan fakta, justru<br />

akan mankut-nakuti masyarakat.<br />

Menyelenggarakan Talk Show<br />

Seleksi dulu media yang akan diajak kerja sama<br />

menyelenggarakan talk show, siapa segmennya dan kapan akan<br />

ditayangkan/disiarkan?<br />

46


<strong>Langkah</strong> Ketujuh<br />

Pilih moderator dan pembicara yang cakap.<br />

Persiapkan Terms of Reference (ToR) kerangka acuan kegiatan<br />

untuk diberikan pada moderator dan pembicara agar talk show<br />

lebih terarah.<br />

Menyelenggarakan Konferensi Pers<br />

Seleksi dulu siapa saja wartawan dan dari media massa yang<br />

mana yang akan diundang?<br />

Pilih tempat yang mudah dijangkau oleh mereka.<br />

Tentukan waktu yang tepat (jika perlu, sepakati dengan mereka)<br />

agar tidak bentrok dengan kegiatan peliputan mereka di tempat<br />

lain.<br />

Kirimkan pemberitahuan awal tertulis (sehingga mereka tidak<br />

akan menyalahkan kita dengan alasan mereka tidak tahu rencana<br />

melakukan konferensi pers).<br />

Siapkan kemasan informasi sepadat mungkin untuk dibagikan<br />

kepada mereka yang hadir pada saat konferensi pers<br />

berlangsung.<br />

Pilih seorang moderator yang cakap dan faham apa yang<br />

umumnya diminati dan terbiasa atau tahu bagaimana caranya<br />

menghadapi wartawan yang suka suasana informal dan langsung<br />

pada pokok persoalan.<br />

Selama konferensi pers berlangsung, arahkan jawaban-jawaban<br />

dan pernyataan-pernyataan kita tetap terfokus pada inti tema<br />

atau pesan yang akan disampaikan, jangan terlalu longgar<br />

47


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

membiarkan pembicaraan berkembang kesana-kemari, jangan<br />

terpancing oleh ’keusilan’ wartawan yang suka mengaitkan<br />

sesuatu dengan banyak hal lain di luar permasalahan.<br />

Apabila ditanya tentang sesuatu yang kita tidak tahu, jawablah<br />

dengan sesuatu yang kita ketahui. Contohnya, jika ditanya<br />

berapa persentase pengidap HIV/<strong>AIDS</strong> secara nasional dan<br />

kita tidak mengetahuinya, katakanlah, “Saya tidak mempunyai<br />

jumlah yang pasti yang ada pada saya, tetapi saya benar-benar<br />

mengetahui bahwa jumlah pengidap HIV/<strong>AIDS</strong> di klinik kami<br />

meningkat 18 bulan yang lalu,” misalnya.<br />

Feature<br />

Kadang-kadang feature sering juga disebut “op-eds” yang<br />

merupakan opini editorial atau tulisan yang agak panjang yang ditulis<br />

dalam suatu berita tertentu yang muncul di halaman editorial surat<br />

kabar. Ketika menulis suatu bentuk opini, isi pernyataannya<br />

merupakan pemikiran kita tentang sesuatu dengan beberapa contoh<br />

atau anekdot yang dapat kita berikan untuk memperkuat argumen.<br />

Surat Pembaca<br />

Surat pembaca dapat ditulis dalam menanggapi tulisan terkini<br />

atau opini tokoh yang diterbitkan oleh surat kabar. Nyatakan<br />

persetujuan atau ketidaksetujuan kita dalam sebuah tulisan, juga<br />

berikan dukungan atau informasi tambahan. Surat pembaca<br />

mempunyai kesempatan yang besar untuk diterbitkan apabila surat<br />

tersebut ditulis dengan baik dan jelas serta disajikan dengan seringkas<br />

mungkin. Beberapa surat kabar dan majalah ada yang membatasi<br />

panjang maksimum yang akan mereka terbitkan, tetapi ada pula<br />

yang memberi kebebasan. Selalu harus cantumkan nama dan posisi<br />

kita dalam organisasi di samping nama sendiri.<br />

48


<strong>Langkah</strong> Ketujuh<br />

Radio dan Televisi<br />

Radio dan televisi merupakan salah satu media paling efektif<br />

untuk menyampaikan pesan yang kita berikan. Tetapi kita harus<br />

menyeleksi sumber pembicara yang akan muncul di radio atau di<br />

televisi. Berusahalan untuk menggunakan sumber pembicara yang<br />

mempunyai pengetahuan yang luas dan pandai berbicara, karena<br />

biasanya acara yang ditampilkan adalah dalam bentuk wawancara.<br />

Sebelum kita menyetujui melakukan wawancara, yakinkan bahwa<br />

kita mengetahui:<br />

Apakah programnya, apa sajakah informasi yang mereka punyai,<br />

alasan mereka ingin wawancara, apakah mereka mempunyai<br />

pengetahuan dan bahan-bahan pendukung yang sesuai.<br />

Apakah pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan dan berapa<br />

lama kita akan diberi kesempatan untuk berbicara?<br />

Apakah wawancara itu secara langsung atau direkam, apabila<br />

dalam bentuk wawancara langsung, maka menuntut kesiapan<br />

yang lebih besar.<br />

Hingga saat ini, pers masih banyak yang menuliskan berita (liputan)<br />

HIV/<strong>AIDS</strong> pada sisi sensasional semata-mata seperti yang terjadi<br />

pada kasus Surabaya November 1991. Pengambilan shot-shot di lokasi<br />

Wanita Pekerja Seks (WPS) Dolly oleh sebuah TV swasta, mengejar<br />

HIV/<strong>AIDS</strong> sampai ke kampung halaman, kendati berhasil mengangkat<br />

ketakutan massal terhadap sindrom ini, ternyata tidak mampu<br />

menimbulkan kesadaran yang justru amat dibutuhkan dan mitosmitos<br />

yang berkembang sama sekali tidak mampu diredam.<br />

Siyaranamual 1994:2 sebagai dikutip oleh Ishadi Siregar.<br />

49


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Bagaimana mengemas pesan agar media massa efektif<br />

menyampaikan pesan <strong>AIDS</strong>? Pesan yang disampaikan harus benar,<br />

karena pekerja media seringkali tidak memiliki pengetahuan yang<br />

benar tentang <strong>AIDS</strong>. Ketidakjelasan atau bahkan kekeliruan suatu<br />

informasi dapat berakibat luas, diantaranya menimbulkan kepanikan<br />

dan menanamkan pengetahuan yang keliru pada masyarakat, yang<br />

dapat menjadikan kepercayaan dan mitos yang tidak mudah untuk<br />

dikoreksi kembali.<br />

50


<strong>Langkah</strong> Kedelapan<br />

Seminar<br />

51


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

8<br />

Adakan Seminar<br />

Salah satu langkah penting lainnya untuk mempromosikan kasus<br />

dan mendidik masyarakat adalah melalui penyelenggaraan seminar.<br />

Seminar merupakan suatu kegiatan pertemuan atau persidangan<br />

untuk membahas suatu masalah dengan melibatkan dukungan orang<br />

yang dianggap pakar, biasanya kalangan akademisi.<br />

Dalam rangka advokasi mencegah penularan HIV/<strong>AIDS</strong>,<br />

penyelenggaraan seminar dapat ditujukan untuk:<br />

Menghadirkan orientasi, konsep, pandangan umum terhadap<br />

suatu permasalahan, misalnya permasalahan penyebaran HIV/<br />

<strong>AIDS</strong> dan cara pencegahannya.<br />

Memandu orang-orang untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan<br />

advokasi, seperti mendorong agar legislatif menganggap penting<br />

terhadp isu yang sedang diperjuangkan. Seminar juga dapat<br />

untuk mempererat hubungan dengan media.<br />

Membentuk pendapat umum dalam rangka menciptakan tekanan<br />

sosial politik bagi terbentuknya kebijakan dalam rangka<br />

penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

Menghasilkan pandangan akademik dan rekomendasi yang<br />

akan dijadikan acuan pembuatan legal draft kebijakan<br />

pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

52


<strong>Langkah</strong> Kedelapan<br />

<strong>Langkah</strong>-langkah<br />

Untuk menyelenggarakan seminar terdapat tiga langkah besar<br />

yang sangat penting untuk dilakukan :<br />

Perencanaan<br />

Jauh sebelum seminar diselenggarakan perlu dilakukan hal-hal<br />

berikut:<br />

Tentukan tujuan yang hendak dicapai dalam penyelenggaraan<br />

seminar. Desain dari seminar akan sangat memperngaruhi pada<br />

hasil yang akan dicapai. Contohnya : suatu seminar yang memberi<br />

informasi baru tentang HIV/<strong>AIDS</strong> kepada peserta akan berbeda<br />

dengan seminar yang memberikan kesempatan kepada peserta<br />

untuk berkomunikasi dan saling menukar strategi menanggulangi<br />

HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

Tentukan siapa yang akan menghadiri seminar tersebut.<br />

Kebanyakan seminar yang sukses adalah melibatkan orangorang<br />

dengan kesamaan latar belakang, tingkat pengalaman,<br />

atau orang-orang yang mempunyai kesamaan pandangan.<br />

Tentukan biayanya bagi peserta, dengan mempertimbangkan<br />

apakah dapat menutupi biaya seminar jika tidak ada sumbersember<br />

lain.<br />

Siapkan dengan baik muatannya. Untuk menghemat waktu dan<br />

energi, dan untuk mendisain suatu seminar yang bermanfaat,<br />

sebelumnya kenali apa yang telah diketahui oleh peserta dan<br />

apa yang ingin mereka ketahui tentang permasalahan yang akan<br />

dibahas dalam seminar.<br />

53


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Kirimkan suatu daftar pertanyaan yang ditujukan pada peserta<br />

yang potensial lebih dahulu, teleponlah dan tanyakan hal-hal<br />

apakah yang justru akan sangat bermanfaat bagi mereka.<br />

Tentukan tema, subtema dan nara sumber yang relevan serta<br />

pemandu dan moderator yang cakap. Tema seminar, subtema<br />

dan nara sumber dibuat berdasarkan isu yang akan diadvokasi<br />

dan tujuan dari penyelenggaraan seminar.<br />

Bentuklah kepanitiaan yang terdiri dari panitia pengarah dan<br />

panitia pelaksana. Panitia pelaksana dapat dibagi lagi dalam<br />

beberapa divisi disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan<br />

seperti sekretaris, bendahara, seksi perlengkapan, publikasi dan<br />

dokumentasi, dan lain lain.<br />

Tentukan waktu pelaksanaan seminar, jangan memakai hari libur<br />

minggu atau hari libur nasional karena kemungkinan sebagian<br />

peserta yang diundang dan diharapkan tanggapannya justru tidak<br />

akan datang.<br />

Persiapan Pelaksanaan<br />

Sebelum hari H pelaksanaan seminar perlu dilakukan hal-hal<br />

sebagai berikut ini :<br />

Menyebar undangan; meskipun undangan diumumkan kepada<br />

khalayak umum, akan lebih baik jika panitia menyiapkan beberpa<br />

undangan khusus yang diperkirakan dapat memberikan<br />

sumbangan pemikirannya dalam acara tersebut.<br />

Berikan surat balasan dengan tenggang waktu pada peserta<br />

sehingga mereka dapat mengirimkan kembali kepada panitia.<br />

54


<strong>Langkah</strong> Kedelapan<br />

Dengan cara ini panitia akan mengetahui siapakah yang akan<br />

datang atau tidak datang.<br />

Hubungi pembicara dan panelis dan undang mereka yang<br />

direncanakan menjadi nara sumber.<br />

Persiapkan tempat dan fasilitas lainnya: penentuan tempat dan<br />

fasilitas juga memiliki kedudukan penting utuk dipertimbangkan<br />

karena hal ini akan menunjang keberhasilan pencapaian tujuan.<br />

Siapkan bahan-bahan pendukung: bahan pendukung yang<br />

dimaksud adalah materi seminar. Meski pembicara atau nara<br />

sumber sudah memaparkan pemikirannya, materi yang<br />

dibicarakan lebih baik dicopy dan dibagikan kepada peserta agar<br />

lebih memahami apa yang dipaparkan nara sumber.<br />

Siapkan perekam proses: sebagai dokumen yang kemungkinan<br />

diperlukan sekaligus memudahkan pembuatan legal draft.<br />

Rekaman proses tidak hanya menulis kesimpulan hasil seminar<br />

tetapi seluruh dialog yang terjadi selama acara berlangsung.<br />

Dialog yang terjadi selama seminar merupakan bahan yang sangat<br />

relevan untuk menjadi acuan pembuatan legal draft.<br />

Siapkan perlengkapan pendukung, seperti komputer beserta<br />

printernya, tape recorder, ATK, dan lain-lain.<br />

Pelaksanaan :<br />

Selama pelaksana kegiatan panitaia pengarah maupun panitia<br />

pelaksana harus melakukan pengecekan ulang segala perlengkapan<br />

acara.<br />

Apakah pembicara sudah datang, siapa yang menjemput?<br />

55


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Apakah makalah sudah dibagikan?<br />

Apakah sound system dapat berfungsi dengan baik?<br />

Bagaimana dengan makan dan minum peserta? Apakah sudah<br />

disiapkan? Dan lain-lain.<br />

Yang perlu diperhatikan!<br />

Bekerjalah dengan deadline dalam setiap tahapan, seperti<br />

ketersediaan undangan, memesan tempat, dan pastikan bahwa<br />

semua sudah siap beberapa hari sebelum pelaksanaan. Sehingga<br />

penyelenggara harus mempunyai cukup waktu dalam perencanaan,<br />

pembuatan publikasi, dan penetapan pembicara.<br />

Evaluasi<br />

Pada akhir acara, sempatkan bertanya pada para peserta<br />

untuk memberikan umpan balik, sebagai evaluasi penyelenggaraan<br />

seminar. Bagikan formulir diakhir seminar untuk mengetahui pendapat<br />

para peserta tentang penyajian makalah, jalannya diskusi, dan<br />

makanan serta penginapan. Mintalah saran mereka dan gunakanlah<br />

umpan balik ketika merencanakan kegiatan yang akan datang.<br />

Evaluasi harus dalam bentuk spesifik dan hasilnya dapat terukur.<br />

56


<strong>Langkah</strong> Kedelapan<br />

<strong>Langkah</strong> Kesembilan<br />

Mempengaruhi Pembuat<br />

<strong>Kebijakan</strong><br />

57


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

9<br />

Pengaruhi Pembuat <strong>Kebijakan</strong><br />

Cara mempengaruhi pembuat kebijakan dapat dilakukan melalui<br />

proses lobbi. Istilah lobbi dalam kegiatan advokasi merupakan<br />

proses dimana masyarakat, secara perorangan maupun mewakili<br />

suatu kelompok, mencoba mempengaruhi wakil-wakil pilihan mereka<br />

di parlemen maupun pejabat pemerintah untuk memperhatikan,<br />

mendukung dan mengambil tindakan terhadap suatu isu tertentu yang<br />

sedang dipermasalahkan oleh masyarakat.<br />

Dalam hal ini seperti tujuan awal yang telah dikemukakan yaitu<br />

supaya penguasa (pembuat kebijakan) harus mendukung dan<br />

menetapkan kebijakan dalam bentuk peraturan daerah atau<br />

perangkat hukum lain tentang PPK <strong>10</strong>0% di lingkungan seks<br />

komersial. Jadi panduan singkat ini tidak membahas secara rinci<br />

proses-proses lobbi yang lebih rumit.<br />

Dasar Pelaksanaan Lobbi<br />

Alasan yang mendsari perlunya dilakukan lobbi adalah untuk<br />

menjawab pertanyaan mau perubahan atau tidak. Dengan kata lain,<br />

alasan utama mengapa harus mendekati para politisi dan pembuat<br />

kebijakan memperhatikan keluhan dan persoalan yang terjadi di<br />

masyarakat, mengerti perkembangan kasus <strong>AIDS</strong> dan akhirnya<br />

mengeluarkan kebijakan untuk mencegahnya. Kegiatan ini bertujuan<br />

untuk menuntut suatu hasil yang sangat rinci dan khas, yaitu<br />

diterbitkannya peraturan daerah atau perangkat hukum lainnya<br />

58


<strong>Langkah</strong> Kesembilan<br />

tentang penggunaan kondom <strong>10</strong>0% sebagai upaya mencegah dan<br />

menanggulangi HIV/<strong>AIDS</strong> di lingkungan seks komersial.<br />

Kegiatan ini diharapkan dapat bekerja secara cepat dan efektif<br />

dimana para pemimpin politik akan sensitif dan masyarakat akan<br />

melihat hal ini sebagai suatu langkah maju, pemimpin yang<br />

bertanggungjawab dan aktif mengambil tindakan yang efektif untuk<br />

melindungi masyarakat dari HIV/<strong>AIDS</strong>. Tanpa dilakukan lobbi,<br />

kadangkala bisa saja merupakan sesuatu yang nyaris mustahil dicapai<br />

melalui tindakan-tindakan atau proses-proses politik resmi.<br />

Siapa yang Akan Dilobbi?<br />

<strong>Langkah</strong> pertama sekali adalah menemukan bidang atau<br />

lembaga pemerintah mana yang terkait erat dengan isu pencegahan<br />

HIV/<strong>AIDS</strong>. Barangkali lebih baik mulai mendekati pejabat<br />

pemerintah yang berwenang pada departemen yang berkaitan, yaitu<br />

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Jika kemudian<br />

isunya banyak menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan undangundang<br />

dan peraturan, maka kalangan legislatif pun harus didekati.<br />

Kalangan legislatif yang dapat didekati adalah Komisi E-DPRD yang<br />

menengani masalah kesehatan.<br />

Untuk mendesakkan dikeluarkannya peraturan daerah<br />

penggunaan kondom <strong>10</strong>0%, DPRD adalah sasaran yang baik dan<br />

tepat untuk memulai lobbi. Jadi usahakan memperoleh daftar namanama<br />

anggota DPRD yang bertugas pada Komisi E yang menangani<br />

masalah kesehatan. Ushakan mendapat nama-nama mereka yang<br />

terpilih atau mewakili daerah dimana kasus terjadi, kalau perlu dari<br />

semua unsur partai atau fraksi. Temui pimpinan fraksinya, demikian<br />

seterusnya, sampai ketingkat nasional (DPR-RI). Kita juga harus<br />

tahu persis bagaimana cara terbaik, termudah dan tersingkat<br />

menghubungi mereka.<br />

59


60<br />

SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Cara-cara Melakukan Lobbi<br />

Berikut ini adalah beberpa cara lobbi yang umum digunakan<br />

dan disusun secara berurutan menurut tingkat keberhasilan atau<br />

efektifitasnya selama ini.<br />

Pertemuan Pribadi<br />

Kontak langsung atau tatap muka biasanya merupakan cara<br />

paling efektif untuk menyampaikan sikap, pandangan dan tuntutan<br />

kita, tetapi juga biasanya merupakan cara yang paling rumit<br />

diselenggarakan. Maka kita perlu mencari tahu anggota-anggota<br />

DPRD yang bisa “dihitung” sebagai sekutu, kemudian mereka di<br />

lobbi dulu sebagai langkah awal mengembangkan strategi.<br />

Kalau ternyata kita berhasil membujuk mereka dan mau<br />

bertemu, pastikan diri kita memang sangat menguasai<br />

permasalahannya secara keseluruhan atau bahkan serinci mungkin<br />

dan bersiaplah untuk menjawab semua kemungkinan pertanyaan<br />

atau sanggahan dengan sikap dingin dan serasional mungkin. Untuk<br />

itu sebaiknya kita menyiapkan ringkasan tertulis mengenai kasus atau<br />

isu dan tutntutan yang disampaikan, sehingga mereka bisa<br />

merujuknya kapan saja.<br />

Percakapan Telepon<br />

Percakapan lewat telepon sangat tepat untuk keperluan<br />

mendadak, seraba cepat dan langsung menghubungi para politisi<br />

yang akan dilobbi, juga tidak membutuhkan terlalu banyak waktu<br />

dan kerja persiapan. Karena persiapan inilah banyak pelobbi lebih<br />

suka memilih cara ini daripada pertemuan tatap muka langsung.<br />

Maka, sikap berendah hati dan kemampuan memberi penjelasan<br />

singkat, padat dan tidak bertele tele adalah penting sekali jika<br />

menggunakan cara ini.


<strong>Langkah</strong> Kesembilan<br />

Surat Pribadi<br />

(termasuk melalui fax, email dsb.). Ini adalah cara yang umum<br />

digunakan untuk menjelaskan lebih lengkap dan rinci tentang<br />

pandangan, sikap dan tuntutan kepada para politisi. Umumnya cukup<br />

efektif, meskipun tidak mampu menyampaikan pesan secara cepat<br />

dan bersifat langsung. Keuntungan cara ini adalah adanya<br />

kesempatan bagi para politisi untuk membacanaya kapan saja yang<br />

tidak bisa dilakukannya melalui pertemuan langsung.<br />

Surat Pribadi ke Beberapa Orang Secara Terpisah<br />

Kalau kita memiliki kekurangan atau kelemahan menulis suatu<br />

surat pribadi yang bagus dan menyentuh, maka kita bisa<br />

memanfaatkan membuat surat pribadi ke beberapa orang politisi<br />

sekaligus. Biasanya surat jenis ini lebih singkat, 1-2 halaman saja<br />

dengan catatan tambahan tentang apa, dimana dan bagaimana<br />

caranya mereka dapat memperoleh informasi lanjutan yang lebih<br />

lengkap jelas dan rinci.<br />

Surat Terbuka<br />

Ini adalah cara yang biasanya digunakan oleh kelompok pelobbi<br />

untuk program kampanye, yakni dalam bentuk meminta banyak<br />

orang menulis surat dan menandatanganinya bersama-sama ditujukan<br />

kepada satu atau beberapa orang politisi sekaligus tentang isu<br />

tertentu. Surat bisa saja ditulis oleh seseorang yang memang pakar<br />

lalu ditanda tangani beramai-ramai, tetapi bisa juag berbentuk satu<br />

surat jadi yang sudah siap atau kartu pos yang tinggal ditanda tangani<br />

saja.<br />

61


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Pernyataan (statement)<br />

Ini adalah cara yang biasanya dilakukan oleh para pelobbi atau<br />

jur kampanye pemula yang belum berpengalaman, karena memang<br />

paling gampang dilakukan dan sudah banyak contohnya, termasuk<br />

melalui email. Namun cara seperti ini sudah terlalu biasa bagi para<br />

politisi, sehingga mereka umumnya malas jarang atau malas lagi<br />

menanggapinya secara sungguh-sungguh, dan biasanya mereka pun<br />

hanya membacanya sepintas lalu.<br />

Minta Bantuan Profesional<br />

Ada banyak pelobbi professional yang bekerja demi uang atau<br />

demi kesenangan atau kepuasan pribadi mereka. Tapi biasanya<br />

mereka juga pasang harga mahal sebanding dengan pengalaman dan<br />

mutu pekerjaan mereka. Karena itu kalau kita ingin minta bantuan<br />

mereka, harus mempertimbangkan sumber dan kemampuan dana,<br />

selain itu harus juga memilih mereka yang benar-benar mampu dan<br />

dapat dipercaya.<br />

Melalui Organisasi Masyarakat<br />

Kita mungkin bisa menemukan atau membentuk satu organisasi<br />

khusus para relawan yang membantu. Carilah kelompok yang<br />

memiliki minat dan kepentingan yang sma terhadap isu pencegahan<br />

HIV/<strong>AIDS</strong>. Namun kelompok kelompok semacam ini biasanya<br />

memiliki urutan prioritas mereka sendiri, juga umumnya terbats<br />

sumber dayanaya, sehingga jangan terlalu berlebihan mengharapkan<br />

mereka melakukan sesuatu habis habisan untuk mendukung. Tetapi<br />

mereka tetap merupakan kelompok pendukung yang potensial dan<br />

mungkin saja memiliki beberapa kemampuan lobbi atau akses<br />

kepada para politisi.<br />

62


<strong>Langkah</strong> Kesembilan<br />

Unjuk-rasa Massa<br />

Cara ini biasanya dilakukan oleh kelompok pelobbi yang<br />

bekerja secara terselubung. Unjuk-rasa massa memang mampu<br />

memancing perhatian media massa, akhirnya pemberitaan mereka<br />

sama sekali tidak sebanding dengan besarnya peristiwa unjuk-rasa<br />

itu sendiri. Juga sudah menjadi rahasia umum bahwa para politisi<br />

lama kelamaan semakin terbiasa (imun) dengan berbagai unjuk rasa,<br />

lalu merasa hal itu bukan sesuatu yang penting untuk diperhatikan.<br />

Kalau tujuannya hanya untuk memancing perhatian, banyak teknik<br />

lain yang diuraikan disini jauh lebih efisien dan efektif mencapai hasil<br />

yang sama daripada melakukan pengerahan massa. Ibaratnya “jangan<br />

pakai bazoka untuk membunuh seekor nyamuk”<br />

Kapan Melobbi?<br />

Keberhasilan suatu lobbi tergantung juga pada waktu yang tepat,<br />

selain faktor-faktor lain.<br />

Manfaatkan Momentum Sebelum Pemilihan Umum<br />

Bulan-bulan menjelang pemilihan adalah waktu terbaik dan paling<br />

tepat untuk memulai mendekati para politisi yang mencalonkan<br />

diri, karena inilah saat mereka harus mendengarkan tuntutan-tuntutan<br />

rakyat jika ingin memperolah dukungan suara.<br />

Sebelum Isu Dimasyarakatkan<br />

Jika kita tahu bahwa isu penggunaan kondom akan segera mulai<br />

muncul dalam sorotan masyarakat, maka itulah saat terbaik utnuk<br />

juga segera mulai mendekati para politisi. Mereka umumnya sangat<br />

suka omong tentang suatu isu mendahului yang lain dan tidak akan<br />

terkejut lagi kalau isu itu akhirnya muncul dan meledak.<br />

63


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Pada Puncak Publisitas<br />

Untuk isu-isu yang terus bertahan dan tetap menarik perhatian<br />

masyarakat, ada saat-saat dimana isu tersebut mencapai puncaknya,<br />

biasanaya ketika ada perkembangan baru yang berkaitan dengannya,<br />

diberitakan lagi oleh media massa. Pada saat-saat puncak seperti<br />

itulah minat dan perhatian para politisi terhadap isu tersebut juga<br />

menjadi lebih besar.<br />

Sebelum Perdebatan Parlemen<br />

Jika isunya menyangkut perlunya perubahan undang-undang<br />

atau peraturan, maka inilah saatnya untuk melobbi pejabat<br />

pemerintah atau partai-partai politik dalam parlemen sebelum mereka<br />

bersepakat membuiat suatu keputusan. Jelas, jauh lebih mudah<br />

mempengaruhi suatu kebijakan yang masih dalam proses perumusan<br />

daripada kalau sudah terlanjur menjadi undang-undang atau<br />

peraturan yang sah.<br />

Selama Pembahasan Parlemen<br />

Kalau ternyata sudah terlambat untuk memmulai lobbi sebelum<br />

perdebatan parlemen, maka masih tetap ada kesempatan untuk<br />

melakukannya selama rancangan tesebut dibahas di parlemen.<br />

Beberapa Kiat Lobbi<br />

Sekali berhasil menggaet minat dan perhatian para politisi untuk<br />

bersedia bertemu atau bicara dengan kita, maka kitapun harus siap<br />

mengatakan sesuatu. Berikut ini adalah beberpa kiat penting yang<br />

perlu kita perhatikan ketika sedang melakukan lobbi.<br />

64


<strong>Langkah</strong> Kesembilan<br />

Nalar yang Memikat<br />

Dalam melakukan lobbi sebaiknya langsung menyampaikan<br />

pandangan, sikap dan tuntutan kita dengan alasan yang memikat<br />

dan masuk akal adalah kiat terbaik untuk memulai pembicaraan.<br />

Banyak politisi percaya bahwa diri mereka sedang berusaha<br />

membangun dunia yang lebih baik, dan tak ada ruginya bagi kita<br />

jika memberi mereka kesempatan untuk melakukan dan<br />

membuktikannya.<br />

Ingatkan Ideologi Mereka<br />

Akan sangat bermanfaat jika kita juga memiliki pengetahuan<br />

cukup tentang ideologi politik seseorang dan menyampaikan isu<br />

penggunaan kondom pada transaksi seks komersial dalam kerangka<br />

ideologi tersebut. Misalnya kita boleh menyitir ayat-ayat atau ajaran<br />

kitab suci untuk membingkai isu yang disampaikan kepada seorang<br />

politisi dari partai politik berbasis agama. Atau membingkai isu dengan<br />

mengutip kereangka dasar pemikiran kritis pada seorang politisi<br />

yang kritis dan sebagainya.<br />

Katakan yang Benar<br />

Jangan pernah berbohong tentang isu yang kita sampaikan.<br />

Kepercayaan terhadap kita adalah modal utama yang paling<br />

berharga. Jika ingin mempengaruhi pendapat orang lain. Sekali kita<br />

kemudian terbukti berbohong maka kita tak pernah atau sangat sulit<br />

untuk mereka percayai lagi.<br />

Kaitkan Dengan Minat Pribadi<br />

Kita harus siap dengan data dan infromasi memadai tentang<br />

pendapat masyarakat tersebut, kemudian coba kaitkan dengan<br />

pandangan-pandangan pribadi para politisi tersebut,<br />

65


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Pada Mulanya Kita Semua Alergi Politik<br />

Pada awalnya, penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> di Indonesia<br />

dikembangkan berdasarkan paradigma kesehatan modern yang<br />

berusaha bekerja profesional berdasarkan bukti-bukti yang ada.<br />

Selain itu pendekatan yang dilakukan masih sektoral, medis ’oriented’<br />

dan belum terpadu dengan mengandalkan kerja Lembaga<br />

Swadaya Masyarakat di lapangan. Sebagai contoh: Departemen<br />

Kesehatan memfokuskan diri pada surveilans di lingkungan<br />

kelompok perilaku resiko tinggi sedangkan Lembaga Swadaya<br />

Masyarakat diarahkan untuk melakukan pencegahan di lingkungan<br />

kelompok perilaku resiko tinggi dengan terutama utnuk program<br />

kampanye, pemasaran dan distribusi kondom. Anehnya kedua<br />

institusi itu hampir tidak pernah bertemu untuk berkoordinasi.<br />

Akibatnya yang terjadi bukan kerja sinergi tapi malah menempatkan<br />

LSM sebagai lembaga pemonitoring dan pengkritik kerja pemerintah<br />

yang tidak mengindahkan kerahasiaan dan informed consent ketika<br />

melakukan survei. Lalu media massa terutama koran sibuk<br />

melaporkan hasil temuan dari surveilans di lingkungan pelacuran<br />

menimbulkan sentimen anti lokalisasi. Anti lokalisasi muncul di Jawa<br />

Timur sejak 1993. Kemudian memuncak dengan demonstrasi<br />

masyarakat menuntut penutupan lokalisasi pelacuran di Jawa Timur.<br />

Sekarang lokalisasi di Jawa Timur banyak yang ditutup secara resmi<br />

oleh pemerintah daerah setempat. Yang masih bertahan adalh<br />

lokalisasi di Surabaya. (Lihat penelitian “Implementasi<br />

Penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> di Indonesia: Studi kasus di Surabaya”)<br />

Kerja sektoral seperti itu sekarang kita rasakan akibatnya yakni<br />

kerja surveilans di lingkungan pelacur dan kebijakan penggunaan<br />

kondom <strong>10</strong>0% di lingkungan pelacur menjadi semakin sulit sekali<br />

dilaksanakan. Para pelacur sekarang banyak yang menyebar di jalanjalan.<br />

Lalu bagaimana policy surveilans, KIE dan PPK <strong>10</strong>0% mau<br />

diterapkan? Pemerintah daerah setempat menjadi lebih berhati-hati<br />

ketika berhadapan dengan isu kondom dan lokalisasi pelacur. Mau<br />

tidak mau isu itu menjadi isu politik yang sensitif dan sama sekali<br />

tidak populer sekarang ini. Kelompok moderat di pemerintah<br />

66


<strong>Langkah</strong> Kesembilan<br />

sekarang inipun menjadi berhati hati ketika berhadapan dengan<br />

kedua isu tersebut.<br />

Memang pernah pemerintah pusat melalui Dirjen P2PL yakni<br />

almarhum Dokter Abednego membuat surat keputusan tentang<br />

Penggunaan kondom <strong>10</strong>0% di Lingkungan Pelacur. Surat keputusan<br />

itu mengundang protes dari Gubernur Jawa Timur yang merasa<br />

tidak terikat oleh surat keputusan itu kalau tidak ada persetujuan<br />

atau perintah dari Menteri Dalam Negeri. Surat keputusan itu<br />

akhirnya hanya tinggal surat keputusan tanpa ada satupun daerah<br />

lokalisasi di Indonesia yang melaksanakan surat keputusan<br />

tersebut.<br />

Apa yang bisa dipelajari dari Surat Keputusan Dirjen yang tidak<br />

implementaitif itu? Pertama, kebijakan penggunaan kondom <strong>10</strong>0%<br />

dari dirjen dibuat tergesa-gesa dengan tidak melibatkan orang-orang<br />

dan aparat yang terlibat dalam masalah tersebut. Kedua, kebijakan<br />

itu tidak dibuat melalui proses politik yakni proses legislasi yang<br />

dibuat oleh eksekutif maupun legislative. Ketiga, karena itu isunya<br />

kemudian hanya menjadi isu teknis medis semata. Orang-orang<br />

diluar kesehatan merasa tidak berurusan dan terlibat masalah<br />

tersebut. Padahal aparat setempat terutama Muspika di lingkungan<br />

pelacuran menempati posisi strategis dalam pelaksanaan PPK <strong>10</strong>0%.<br />

Pada merekalah kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan PPK <strong>10</strong>0%<br />

dapat dijalankan.<br />

Karena itu sekarang kita perlu berbesar hati untutk mau memulai<br />

proses yang belum kita lalui bersama yakni proses politik untuk<br />

kerja legislasi. Kelompok konsevatif sebaiknya tidak kita musuhi<br />

tetapi kita ajak bersama sama untuk menanggulangi HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

Untuk mengurangi sensitifitas para eksekutif dan legislatif maka<br />

perlu ada gerkan masyarakat yang mendukung adanya legislasi<br />

untuk melindungi warga negara yang sakit maupun yang sehat<br />

termasuk didalamnya kebijakan tentan PPK <strong>10</strong>0%<br />

-Ditulis oleh; Esti/ Hotline Surabaya<br />

67


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

atau dengan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi ketika<br />

berhadapan dengan masyarakat mengenai isu tersebut. Kiat ini<br />

terutama berhasil jika kita dapat meyakinkan mereka bahwa terdapat<br />

dukungan luas masyarakat terhadap isu penggunaan kondom dan<br />

pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong> yang akan bermanfaat nanti dalam pemilihan<br />

umum. Tetapi perlu diingat karena banyak politisi umumnya lebih<br />

peduli pada berbagai kemungkinan akibatnya terhadap karir politik<br />

mereka daripada peduli pada penegakan keadilan dan kebenaran<br />

sesungguhnya.<br />

Dukunglah Si Orang Baik<br />

Kalau ternyata politisi yang kita lobbi memang sudah terbukti<br />

sebagai politisi yang memiliki integritas pribadi dengan reputasi yang<br />

terpuji selama ini, mungkin tak ada salahnya kita juga menawarkan<br />

kemungkinan membantu mereka dalam kampanye politik pada<br />

pemilihan mendatang.<br />

68


<strong>Langkah</strong> Kesepuluh<br />

Mendesakkan Perubahan<br />

<strong>Kebijakan</strong><br />

69


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

70<br />

<strong>10</strong><br />

Lakukan Desakan untuk Perubahan<br />

<strong>Kebijakan</strong><br />

Upaya pendesakan perubahan kebijakan agar tiap daerah<br />

memiliki Perda terkait dengan penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> atau<br />

perangkat hukum lainnya, ditekankan pada proses-proses legislasi<br />

terutama yang sekaligus melibatkan dan banyak berkaitan dengan<br />

proses-proses politik dan proses-proses sosialisasi, yakni pengajuan<br />

rancangan tanding yang memang memungkinkan kalangan<br />

masyarakat awam sekalipun terlibat didalamnya , bukan hanya pakar<br />

maupun praktisi hukum semata-mata. Proses ini sekaligus merupakan<br />

inti semangat advokasi, yaitu adanya partisipasi masyarakat dalam<br />

proses-proses pembentukan kebijakan publik yang bermanfaat bagi<br />

kepentingan bersama.<br />

Salah satu tujuan kegiatan advokasi, khususnya dalam rangka<br />

pembentukan pendapat umum dan penggalangan dukungan massa,<br />

diharapkan tidak semata-mata membuat orang “sekedar tahu” tapi<br />

juga “mau terlibat dan bertindak”. Hal terakhir ini jelas lebih<br />

menyangkut soal afeksi (perasaan, keprihatinan, sikap dan perilaku)<br />

<strong>Langkah</strong> langkah Perumusan Legal Drafting<br />

Perumusan legal drafting dapat dimulai dengan meneliti dan<br />

menganalisa berbagai naskah kebijakan penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

sampai petunjuk pelaksanaannya di tingkat desa, kabupaten dan<br />

propinsi. Apabila didaerah belum ada, dapat mengacu pada<br />

peraturan bidang kesehatan secara umum. Selain itu juga perlu untuk<br />

melakukan kajian terhadap persoalan ekonomi, sosial budaya,<br />

maupun politik yang timbul berkaitan denan kebijakan yang ada.


<strong>Langkah</strong> Kesepuluh<br />

Hasil penelitian ini akan menjadi dasar bagi langkah-langkah strategis<br />

advokasi serta bahan masukan bagi draf kebijakan daerah.<br />

Dalam menganalisa naskah kebijakan, periksalah pasal demi<br />

pasal dari kebijakan penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> yang ada dan<br />

tentukan pasal-pasal mana saja yang kita setujui. Sebaliknya pasalpasal<br />

yang tidak kita setujui. Kemukakan alasan yang jelas mengapa<br />

kita menyetujui atau menilik suatu pasal. Alasan tersebut harus kuat<br />

sehingga dapat diterima pihak-pihak lain.<br />

Terhadap pasal-pasal yang tidak kita setujui, kemukakan apa<br />

saran untuk perbaikan atau perubahan tersebut secara lengkap.<br />

Perbaikan yang kita lakukan baik secar substansi maupun kalimat<br />

harus bisa diterima dan difahami pihak lain. Kita perlu mengajak<br />

ahli hukum dalam POKJA untuk melakukan langkah-langkah<br />

tersebut.<br />

Lakukan Workshop Untuk Mendapat Masukan<br />

Hasil riset penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> dan persoalan yang<br />

menyertainya yang telah dianalisis dan dirumuskan kemudian<br />

disosialisasikan untuk mendapatkan masukan dari berbagai elemen<br />

masyarakat. Maksud dilakukannya workshop yang diselenggarakan<br />

di tingkat kabupaten maupun propinsi ini adalah untuk mendapatkan<br />

input maupun umpan balik dari berbagai elemen masyarakat demi<br />

penyempurnaan pembuatan draf yang akan disusun.<br />

Selenggarakan Seminar Perumusan Kertas Posisi<br />

Rumusan hasil serial workshop kemudian diseminarkan bersama<br />

dengan para individu atau organisasi peduli <strong>AIDS</strong>, dibantu oleh pihak<br />

akademisi dan pakar hukum. Output dari seminar ini adalah sebuah<br />

kertas posisi (position paper) yang menjabatrkan berbagai rumusan<br />

71


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

penting sebagai bahan penyusunan draf kebijakan dan acuan<br />

kampanye, lobby dan tahapan proses advokasi selanjutnya.<br />

Proses Konsultasi Dan Pembentukan Opini <strong>Publik</strong><br />

Diseminasi Draft<br />

Setelah draf tersusun perlu dicopy dan didistribusikan kepada<br />

pihak-pihak yang berkompeten, terutama pada legislatif dan<br />

eksekutif daerah. Upaya ini dimaksudkan untuk mempromosikan,<br />

membentuk wacana dan selanjutnya mampu menggalang dukungan<br />

publik yang lebih luas.<br />

Sosialisasi<br />

Dalam rangka lebih memassifkan dan meningkatkan rasa<br />

kepemilikan dan kepedulian terhadap draft yang telah tersusun, perlu<br />

dilaksanakan beberapa diskusi intensif di tingkat kelompokkelompok.<br />

Kampanye<br />

Untuk mendukung pembentukan wacana dan opini publik<br />

terhadap draft yang telah disebarluaskan, langkah selanjutnya adalah<br />

melakukan kampanye melalui media (media cetak, audio visual, multi<br />

media), juga melalui media massa.<br />

Pembuatan Lobby Paper<br />

Untuk mensistematisir proses dan materi lobby dilakukan melalui<br />

pertemuan perumusan lobby paper yang akan dijadikan sebagai<br />

panduan bagi tim lobby ke legislatif daerah.<br />

72


<strong>Langkah</strong> Kesepuluh<br />

Proses Lobbi<br />

Tim lobbi yang telah terbentuk selanjutnya melakukan beberapa<br />

kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi pembuat kebijakan<br />

daerah. Kegiatan ini dilakukan baik dengan cara mendatangi wakil<br />

rakyat maupun mengundang mereka ke wilayah kasus. Pada saat<br />

itulah, akan didesakkan draft Perda atau usulan pembaruan<br />

kebijakan.<br />

Sampaikan hasil perubahan yang telah kita susun pada para<br />

legislator (DPRD) untuk segera ditindaklanjuti. Ajak pihak-pihak<br />

lain atau yang dapat membantu agar rancangan tanding tersebut dapat<br />

masuk ke dalam agenda pembahasan DPRD.<br />

Pelajari proses-proses legislasi di DPR/DPRD yang selama ini<br />

berlangsung, serta tata tertib dewan pada daerah masing-masing.<br />

Kenali kemungkinan peluang atau hambatannya untuk rancangan<br />

tanding yang kita usulkan.<br />

Pertemuan Evaluasi dan Sharing Proses di tingkat<br />

Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional<br />

Di tengah dan akhir proses advokasi kebijakan, lakukan<br />

pertemuan antar aktivis dan organisasi peduli <strong>AIDS</strong> di tingkat<br />

kabupaten/kota, propinsi dan nasional. Pertemuan ini dilakukan<br />

dalam rangka sharing dan evaluasi proses serta hasil-hasil yang telah<br />

dicapai. Hasil sharing dan evaluasi akan menjadi bagian penting bagi<br />

perubahan serta perencanaan kerja-kerja selanjutnya.<br />

73


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Lembaga<br />

Yudikatif<br />

Pemerintah<br />

Daerah<br />

Pemerintah<br />

& DPRD<br />

Partai politik<br />

Ormas<br />

Media massa<br />

Pakar<br />

Kelompok kepentingan<br />

Ornop<br />

Bagan umum proses Legislasi<br />

DPRD<br />

(Panja, pansus, Komisi)<br />

Bupati/<br />

Walikota<br />

74


PUSTAKA<br />

Topatimasang, Roem, et.al., 2000, Mengubah <strong>Kebijakan</strong> <strong>Publik</strong>:<br />

Panduan Pelatihan Advokasi, Yogkakarta: ReaD Book.<br />

Wiwat, Bahan Presentasi.<br />

_____ , 1995, Advocacy Guide, International Planned Parenthood<br />

Federation.<br />

_____ , 2002, Ancaman HIV/<strong>AIDS</strong> di Indonesia Semakin Nyata,<br />

Perlu Penanggulangan Lebih Nyata, Komisi<br />

Penanggulangan <strong>AIDS</strong> Nasional.<br />

_____ , 2000, Lembar Informasi Kondom Berseri, Jakarta: The<br />

Futures Group International.<br />

_____ , 2000, Program Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0% di<br />

Lingkungan Penjaja Seks, Bakti Husada, Indonesia Sehat<br />

20<strong>10</strong>.<br />

_____ , 1997, The UN<strong>AIDS</strong> Guide to the United Nations Human<br />

Rights Machinery.<br />

75


APENDIKS<br />

Hasil Rapat di Kantor Menko Kesra – Juli 2003<br />

Pengantar<br />

Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisir<br />

untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam<br />

suatu kebijakan. Agar mempunyai arah yang jelas, bagi suatu<br />

organisasi atau lembaga yang akan melakukan advokasi, perlu<br />

mempunyai pegangan yang menjadi dasar kemana kebijakan tersebut<br />

akan dikembangkan. Suatu tujuan dan harapan bersama yang<br />

dirumuskan secara jelas akan memudahkan organisasi tersebut<br />

menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan. Kejelasan suatu<br />

tujuan akhirnya akan dapat menjadi suatu gagasan yang dapat<br />

diterima oleh semua pihak dan akan menjadi landasan melakukan<br />

tindakan bersama. Berdasarkan hal tersebut, maka dipandang perlu<br />

untuk melampirkan hasil pertemuan pada tanggal 2 – 3 Juli 2003 di<br />

Kantor Menko Kesra, karena dalam pertemuan itu telah disepakati<br />

kerangka operasional kebijakan dan program penunjang Program<br />

Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0% di tempat transaksi seks komersial.<br />

PENDAHULUAN<br />

Dalam Konferensi <strong>AIDS</strong> Sedunia yang ke-14 yang<br />

diselenggarakan pada bulan Juli 2001, dilaporkan lebih dari 40 juta<br />

penduduk dunia hidup dengan HIV/<strong>AIDS</strong>. Tiga puluh juta<br />

77


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

diantaranya berada di Afrika dan sisanya tersebar di belahan dunia<br />

lain seperti Asia, Amerika Selatan, Australia dan Eropa.<br />

Diperkirakan setiap 13 detik terjadi satu kasus meninggal karena<br />

<strong>AIDS</strong> dan setiap 8 detik terjadi satu kasus infeksi baru. Meskipun<br />

sampai sekarang 75% kasus <strong>AIDS</strong> di seluruh duania diperkirakan<br />

berada di Afrika, namun Asia sekarang sedang menghadapi<br />

peledakan kasus baru HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

HIV/<strong>AIDS</strong> dilaporkan pertama kali di Indonesia pada tahun<br />

1987. Sampai dengan pertengahan 2003 Departemen Kesehatan<br />

memeprkirakan bahwa di Indonesia terdapat 80.000 – 120.000<br />

pengidap HIV, tapi hampir semua belum tahu bahwa dirinya telah<br />

terinfeksi. Sekitar 4000 orang di Indonesia telah meninggal karena<br />

<strong>AIDS</strong>, sebuah angka yang cukup memprihatinkan.<br />

Sejak HIV/<strong>AIDS</strong> menjadi fenomena yang mendunia, Indonesia<br />

sudah melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan Akan<br />

tetapi penanganan yang serius terpadu baru mulai dilaksanakan pada<br />

tahun 1994, ditandai oleh pembentukan Komisi Penanggulangan<br />

<strong>AIDS</strong> di pusat, disusul dengan pembentukan Komisi Penanggulangan<br />

<strong>AIDS</strong> di propinsi dan kabupaten berdasarkan Keputusan Presiden<br />

(Keppres) Republik Indonesia No. 36 Tahun 1994.<br />

Sebagai upaya tindak lanjut dan landasan operasional dari<br />

Keppres tersebut, menteri Koordinator Bidang kesejahteraan<br />

Rakyat yang secara ex officio menjadi Ketua komisi Penanggulangan<br />

<strong>AIDS</strong>, mengeluarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang<br />

Kesejahteraan Rakyat Nomor 05/Kep/Menko/Kesra/II/1995<br />

tentang Program Nasional Penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> Pelita VI yang<br />

kemudian dijadikan sebagai rujukan bagi propinsi dan kabupaten.<br />

Pada awal tahun 2003 Komisi Penanggulangan <strong>AIDS</strong><br />

mengeluarkan Strattegi Nasional Penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> Tahun<br />

78


Apendiks<br />

2003-2007. Dokumen Strategi Penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> yang<br />

baru ini disusun tidak saja dimaksud untuk menyesuaikan Keputusan<br />

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 05/Kep/<br />

Menko/Kesra/II/1995 tentang Program Nasional Penanggulangan<br />

HIV/<strong>AIDS</strong>, tetapi juga untuk mengakomodir perkembangan<br />

penanggulangan yang secara global dicanangkan dalam Dokumen<br />

UNGASS (Juni 2001) dan Sidang Khusus Kabinet Sesi Khusus<br />

tahun lalu (Maret 2002) Strategi Nasional 2003-2007 juga<br />

memperhatikan kecenderungan epidemi HIV/<strong>AIDS</strong>, perkembangan<br />

ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pengobatan, dan perubahan<br />

sistem pemerintahan ke arah desentralisasi.<br />

Secara umum StrategiNasional yang baru telah menggambarkan<br />

secara komprehensif segala hal yang diperlukan demi suksesnya<br />

upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> di Indonesia.<br />

Hal ini terlihat jelas dalam penetapan area prioritas yang meliputi: 1)<br />

Pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong>, 2) Perawatan, Pengobatan dan Dukuinga<br />

terhadap ODHA, 3) Surveilans HIV/<strong>AIDS</strong> dan IMS, 4) Penelitian,<br />

5) Lingkungan Kondusif, 6) Koordiansi Multipihak dan, 7)<br />

Kesinambungan Penanggulangan. (Strategi Nasional Penanggulangan<br />

HIV/<strong>AIDS</strong> 2003-2007, Bab III No. 1)<br />

Kendati demikian, dalam mengaplikasikan pelbagai area prioritas<br />

dan program yang ada dalam Strategi Nasional dirasakan masih<br />

ada kendala selain anggaran, khususnya dlam hal belum sinkronnya<br />

kebijakan nasional dan kebijakan daerah (di tingkat propinsi maupun<br />

kabupaten) baik dalam bidang legalitas maupun legitemasi yang<br />

diberikan; juga belum terpadunya program penanggulangan yang<br />

dilakukan oleh berbagai sektor terkait. Setiap propinsi dan kabupaten<br />

disarankan untuk mengembangkan rencana strategis disesuaikan<br />

dengan masalh HIV/<strong>AIDS</strong> di daerahnya.<br />

79


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Progam Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0%<br />

Departemen Kesehatan RI memperkirakan ada 7-<strong>10</strong> juta lakilaki<br />

di Indonesia yang membeli jasa seks dari penjaja seks setiap<br />

tahun. Hasil dari Survei Surveilens Perilaku (SSP) 2003 yang<br />

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kurang<br />

dari <strong>10</strong>% laki-laki tersebut tetap menggunakan kondom dalau<br />

berhubungan dengan penjaja seks. Salah satu akibat perilaku ini,<br />

selain penularan HIV dari laki-laki ke penjaja seks dan sebaliknya,<br />

adalah penularan IMS dan HIV makin meningkat diantara para istri<br />

dan bayi dari laki-laki yang berperilaku risiko tinggi tersebut.<br />

Intervensi perubahan perilaku untuk penjaja seks supaya mereka<br />

meminta para pelanggannya menggunakan kondom telah diterapkan<br />

sejak sepuluh tahun yang lalu. Namun, pendekatan tersebut jelas<br />

kurang memadai, terutama karena yang menentukan penggunaan<br />

kondom dalam transaksi seks komersial adalah pelanggan. Yang<br />

sangat dibutuhkan adalah program-program yang akan membawa<br />

perubahan perilaku pelanggan tersebut.<br />

Seperti yang ditulis dalam Strategi Nasional HIV/<strong>AIDS</strong> salah<br />

satu pendekatan adalah program untuk mendukung penggunaan<br />

kondom pada setiap transaksi seks komersial:<br />

“Cara-cara penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> yang terbukti efektif<br />

perlu menjadi perhatian utama, seperti...penggunaan kondom<br />

<strong>10</strong>0%...” (Bab II No. 1.2.)<br />

“Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaankondom<br />

<strong>10</strong>0% diantara penjaja seks dan pelanggannya, pasangan ODHA<br />

serta pemanfaatan fungsi ganda (dual protection) kondom dalam<br />

keluarga.” (Bab II No. 3.7)<br />

80


Apendiks<br />

Program penggunaan komdom <strong>10</strong>0% (PPK <strong>10</strong>0%) adalah<br />

program terpadu dan kebijakan terkait yang mempromosikan<br />

penggunaan kondom <strong>10</strong>0% pada <strong>10</strong>0% transaksi seks komersial<br />

di <strong>10</strong>0% tempat transaksi seks di daerah tertentu. Program<br />

Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0% tersebut dipelopori oleh Thailand dan<br />

Kampuchea dan dapat menurunkan angka prevalensi HIV secara<br />

drastis dan bermakna di kedua negara tersebut. Program ini terbukti<br />

berhasil bila memperoleh kesepakatan dari para pelaku, disertai<br />

program penunjang yang memadai, dan didukung dengan perangkat<br />

hukum dan kebijakan lain yang efektif.<br />

Pertemuan di Kantor Menko Kesra<br />

Sudah ada beberapa program perintis yang mendukung PPK<br />

<strong>10</strong>0% di Indonesia. Namun, semula ini telah berjalan tanpa<br />

kesepakatan bersama atau persepsi yang sama tentang elemenelemen<br />

program dan kebijakan yang menunjang, baik dari pihak<br />

pemerintah, maupun dari pihak pelaksana program tersebut atau<br />

para donor yang memberikan dana atau bantuan teknis.<br />

Oleh karena itu, pada tanggal 2-3 Juli 2003 diselenggarakan<br />

suatu pertemuan di Kantor Menko Kesra yang dihadiri staf teknis<br />

para lembaga donor, dan anggota KPAD dari beberpa propinsi<br />

prioritas, untuk membicarakan dan menyepakati hal-hal penting<br />

berkenaan dengan <strong>Kebijakan</strong> dan PPK <strong>10</strong>0%.<br />

Dalam dua hari pertemuan itu, para pesert telah mendengarkan<br />

presentasi tentang pelbagai hal penting yang berkenaan dengan PPK<br />

<strong>10</strong>0%, kemudian melakukan diskusi sampai tercapai suatu<br />

kesepakatan bersama. Yang direkomendasikan dari diskusi dan<br />

kesepakatan ini adalah dua hal penting, yakni kerangka dari<br />

serangkaian Program Penunjang PPK <strong>10</strong>0% yang dibutuhkan, dan<br />

prinsip-prinsip yang perlu dipakai sebagai dasar kebijakan terkait<br />

81


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

yang dapat mensukseskan PPK <strong>10</strong>0%. Hasil diskusi, kesepakatan<br />

dan rekomendasi tertera pada pembahasan berikut :<br />

82<br />

BAB II<br />

PROGRAM PENUNJANG<br />

KEBERHASILAN PROGRAM<br />

PENGGUNAAN KONDOM <strong>10</strong>0%<br />

Berdasarkan kajian dari program-program yang sudah<br />

diterapkan di luar negeri, dan konsultasi dengan berbagai pihak yang<br />

terkait, maka ditetapkan komponen-komponen program yang perlu<br />

ada untuk menunjang keberhasilan PPK <strong>10</strong>0%.<br />

1. Advokasi kepada semua pihak untuk mendukung dan<br />

melaksanakan PPK <strong>10</strong>0%<br />

2. Komitmen pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif,<br />

organisasi kemasyarakatan, pengelola tempat hiburan dan<br />

pekerja yang menyediakan jasa seks.<br />

3. Keikutsertaan berbagai instansi dan lembaga dengan peran dan<br />

tanggung jawab yang jelas<br />

4. Peningkatan kemampuan (capacity building)<br />

5. Akses terhadap kondom.<br />

6. Pendanaan.<br />

7. Monitoring dan evaluasi.<br />

1. ADVOKASI<br />

Yang ingin dicapai dari advokasi adalah terciptanya lingkungan<br />

yang mendukung (enabling environment) agar peningkatan


Apendiks<br />

pemakaian kondom dapat dilihat sebagai suatu upaya penting dalam<br />

menanggulangi penularan HIV/<strong>AIDS</strong> di daerah tersebut. Hal ini<br />

sesuai dengan Strategi Nasional HIV/<strong>AIDS</strong> Bab III No. 1.2.3, yang<br />

menyatakan bahwa salah satu kegiatan dalam rangka pencegahan<br />

penularan HIV adalah:<br />

“Meningkatkan penggunaan kondom sebagai alat pencegahan<br />

infeksi HIV dan IMS pada setiap hubungan seks beresiko”<br />

Yang paling utama perlu diadvokasikan agar program ini dapat<br />

diterima dengan baik dan mendapatkan legitemasi adalah para<br />

pejabat dan penentu kebijakan publik, baik eksekutif maupun<br />

legislatis. Diperlukan kesepakatan baik di tingkat propinsi maupun<br />

kecamatan atau kota agar merumuskan posisi terhadap PPK <strong>10</strong>0%<br />

sampai diterbitkan Perda dan peraturan lain yang terkait.<br />

Yang perlu diciptakan adalah iklim dimana para tokoh<br />

masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dll. Diharapkan dapat<br />

mengkampanyekan perilaku seksual yang bertanggung jawab dan<br />

tidak beresiko yang mengurangi penularan IMS dan HIV secara<br />

seksual, yaitu dengan abstinensi, setia pada satu pasangan serta tidak<br />

menghalangi pelaksanaan PPK <strong>10</strong>0% di tempat tertentu. Terutama<br />

pada para remaja dan generasi muda perlu dibudayakan perilaku<br />

seksual yang bertanggung jawab, dengan menunda hubungan seks,<br />

mengurangi jmlah pasangan dan memakai kondom pada setiap<br />

hubungan seks beresiko.<br />

Dalam melakukan advokasi, sebaiknya dipaparkan data<br />

penunjang, yang meliputi:<br />

Data Survei Surveilens Perilaku (SSP, yaitu Behavioural Surveillance<br />

Survey; sumber data dari Badan Pusat Statitstik);<br />

83


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Data estimasi populasi beresiko dan ODHA di wilayah tersebut<br />

(sumber data dari Departemen Kesehatan)<br />

Hasil dari penelitian perilaku seksual lainnya;<br />

Data mengenai dampak HIV/<strong>AIDS</strong> terhadap ekonomi di<br />

wilayah tersebut (misalnya tentang kemiskinan, pengangguran,<br />

kesehatan dll. bila ada).<br />

Advokasi merupakanproses yang penjang dan<br />

berkesinambungan. Teknik advokasi akan berbeda-beda, tergantung<br />

daerah masing-masing, dan juga tergantung kepada pihak mana<br />

advokasi itu ditujukan. Pihak yang terkait disetiap daerah perlu<br />

memilih sendiri advokatornya (advocate), target kegiatan dan<br />

strategi advokasi itusendiri.<br />

Indikator Keberhasilan Advokasi Adalah :<br />

Adanya dukungan penuh dari semua puhak, terutama:<br />

- Pimpinan daerah eksekutif dan legislatif;<br />

- Pihak masyarakat, menurut daerahnya, yangmeliputi tokoh<br />

masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh kaum<br />

perempuan antara lain; dan<br />

- Pengelola tempat hiburan dan penjaja seks.<br />

Tidak ada halangan pelaksanaannya PPK <strong>10</strong>0% didaerah<br />

tertentu dari pihak agama maupun masyarakat<br />

Adanya anggaran yang memadai untuk menjalankan program<br />

program HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

84


Apendiks<br />

2. KOMITMEN<br />

Kesuksesan PPK <strong>10</strong>0% dalam upaya pencegahan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

tidak akan tercapai tanpa adanya komitmen mutlak pada semua<br />

tingkat dan pihak, terutama pada para pimpinannya. Termasuk di<br />

sini adalah:<br />

Gubernur, Bupati, Walikota;<br />

DPRD;<br />

Sektor-sektor yang terkait;<br />

Kepolisian;<br />

Tokoh Masyarakat;<br />

Tokoh Agama;<br />

Pengelola Tempat Hiburan.<br />

Indikator keberhasilan adalah:<br />

Dari pihak Pemda, termasuk DPRD dan sektor terkait:<br />

Adanya dana yang memadai;<br />

- Adanya program multipihak yang memadai;<br />

- Adanya perangkat hukum yang efektif.<br />

Dari pihak pengelola tempat hiburan:<br />

- Dapat menyediakan kondom dengan mekanisme yang sesuai<br />

pada tempatnya;<br />

- Dapat mewajibkan laki-laki yang membeli jasa seks untuk<br />

memakai kondom;<br />

- Adanya upaya pemberdayaan kepada para penjaja seks<br />

agar mereka mampu menerapkan PPK <strong>10</strong>0%;<br />

3. KEIKUTSERTAAN INSTASI DAN LEMBAGA<br />

Dalam hal mengareahkan dan mengkoordinasikan program dan<br />

kegiatan penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong>, termasuk PPK <strong>10</strong>0%, KPAD<br />

hrus mapu mengambil peran utama. Untuk kepentingan ini,<br />

85


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

kelembagaan KPAD perlu ditingkatkan Perlu ada Sekretariat KPAD<br />

yang tetap beranggotakan orang-orang yang bekerja penuh waktu<br />

(full-time) untuk menjalankan kegitan sehari-hari secara profesional.<br />

Penanggung jawab KPAD tetap adalah pimpinan daerah.<br />

Agar PPK <strong>10</strong>0% bisa berhasil, maka diperlukan kepemimpinan<br />

yang kuat, serta hal-hal yang menunjang sebagai berikut:<br />

Ada Rencana Strategis dan rencana kerja di daerah tersebut<br />

yang melibatkan secara aktif dan jelas berbagai sektor dan pihak<br />

yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan.<br />

Ada pemberdayaan KPAD dalam rangka meningkatkan<br />

efektifitas dan kinerjanya.<br />

Ada kerja sama multipihak yang berkesinambungan anatra<br />

sektor pemerintah, sektor swasta dan masyarakat atau LSM.<br />

Hal ini sesuai dengan yang dicantumkan dlam Strategi Nasional<br />

Bab III No.6:<br />

“...masalah <strong>AIDS</strong> harus ditangani secara terkoordinasi oleh<br />

sektor pemerintah, sektor swasta/ dunia usaha dan LSM. Koordinasi<br />

mencakup aspek perencanaan, penyelenggaraan, monitoring dan<br />

ecvaluasi.”<br />

Dalam hal ini perlu dijelaskan mengenai:<br />

Mekanisme kerja KPAD:<br />

Uraian tugas (job description) masing-masing anggota<br />

Pembagian tugas yang jelas dan memadai.<br />

86


Apendiks<br />

Indikator keberhasilan adalah:<br />

Kinerja kelembagaan yang efektif. Dan merujuk pada Strategi<br />

Nasional Penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> 2003-2007 (Bab IV no.<br />

8), maka keberhasilan akan tercapai jika KPAD mampu:<br />

- Mengidentifikasi lokasi/ wilayah yang berpotensi untuk<br />

penyebaran HIV/<strong>AIDS</strong> dan membuat upaya tindak lanjut<br />

yang terkait dengan PPK <strong>10</strong>0%.<br />

- Memimpin, mengelola dan mengkoordinasikan sumber daya<br />

yang berasal dari daerah masyarakat secara efektif dan<br />

efisien untuk menjalankan PPK <strong>10</strong>0%;<br />

- Melakuka bimbingan tentang penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

kepada instansi terkait dan LSM di wilayahnya.<br />

- Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan PPK <strong>10</strong>0%<br />

di daerahnya dan melakukan langkah tindak lanjut.<br />

4. PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />

Agar PPK <strong>10</strong>0% dapat direncanakan, dilaksanakan dan<br />

dievaluasi secara efektif dan efisien, kemampuan masing-masing<br />

instansi dan pihak yang terkait perlu ditingkatkan. Upaya peningkatan<br />

kemampuan ini perlu ditujukan kepada:<br />

1. KPAD, dalam hal-hal yang diuraikan dalam no.3 diatas,<br />

peningkatan kemampuan ini dapat meliputi perencanaan,<br />

manajemen program penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> di propinsi,<br />

manajemen anggaran, dan momitoring dan evaluasi.<br />

2. Dinas kesehatan, khusunya dalam hal penanggulangan IMS<br />

yangmemadai sebagai dasar evaluasi program PPK <strong>10</strong>0% serta<br />

memberikan pelayanan konseling dan testing sukarela yang<br />

efektif.<br />

3. Organisasi kemsyarakatan, organisasi keagamaan dan LSM,<br />

untuk menggerakan dan menjadi juru bicara untuk masyarakat<br />

masing-masing.<br />

87


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

4. LSM , untuk menyelenggarakan program komunikasi perubahan<br />

perilaku untuk laki-laki pembeli jasa seks dan penjaja seks.<br />

5. DPRD, untuk merancang legislasi yang mendukung dan juga<br />

untuk memantau perkembangan program.<br />

6. Instansi terkait lainnya: Dinas Sosial, Kepolisian, TNI,<br />

BKKBN, Dinas Pariwisata dan Depnaker, dalam hal menunjang<br />

PPK <strong>10</strong>0% baik dari segi program maupun kebijakan, termsuk<br />

penyelenggaraan program penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> di tempat<br />

kerja.<br />

7. Sektor swasta, terutama yang memperkerjakan laki-laki yang<br />

berpotensi untuk membeli jasa seks pada penjaja seks,<br />

umpamanya laki-laki dengan mobilitas tinggi akibat sifat kerjanya<br />

(misalnya sopir truk, pelaut dll.).<br />

Indikator keberhasilan adalah:<br />

Jumlah orang yang dilatih<br />

Jumlah organisasi yang diikutsertakan<br />

Jumlah program yang bermutu yang berjalan didaerah tersebut.<br />

Keterpaduan dan keberlangsungan program<br />

Hasil evaluasi program.<br />

5. AKSES TERHADAP KONDOM<br />

Distribusi kondom perlu ditingkatkan dengan cara menjalin<br />

jejaring dengan perusahaan-perusahaan kondom yang ada di Indonesia.<br />

Perlu dipikirkan serangkaian mekanisme penjualan kondom<br />

yang memadai sesuai dengan situasi setempat, termasuk penjualan<br />

88


Apendiks<br />

kondom bergulir oleh LSM dan tempat hiburan, penyediaan yang<br />

cukup dari sektor terkait, dan sebagainya. Perlu dipikirkan juga<br />

mengenai harga kondom agar bisa terjangkau oleh semua orang<br />

yang membutuhkannya.<br />

Penerimaan msyarakat terhadap kondom perlu ditingkatan<br />

dengan menghilangkan “stigma” terhadap kondom, sebaliknya harus<br />

dipromosikan fungsi ganda kondom sebagai alat untuk mencegah<br />

kehamilan yang tak diinginkan maupun untuk mencegah penularan<br />

IMS dan HIV/<strong>AIDS</strong> di dalam maupun diluar pernikahan<br />

Masalah kualitas kondom yang dijual di Indonesia sudah<br />

dikontrol melalui standar internasional yang ditetapkan balai POM,<br />

sehingga mutu kondom tidak perlu didebatkan lagi.<br />

Penanggung jawab terhadap akses kondom adalah:<br />

Pemda, terutama Dinas Kesehatan;<br />

Pengelola tempat hiburan;<br />

Pengelola tempat penjualan kondom<br />

Indikator keberhasilan adalah:<br />

Jumlah tempat penjualan kondom<br />

Jumlah penjualan kondom di daerah tersebut<br />

Jumlah pemakaian kondom, yang diukur melalui Survei<br />

Surveilens Perilaku.<br />

Cara-cara lain sebagai teobosan baru, tergantung kreativitas<br />

masing-masing komunitas.<br />

6. PENDANAAN<br />

Sumber dana utama untuk progam penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

termasuk PPK <strong>10</strong>0% di tingakt propinsi dan kabupaten adalah dari<br />

89


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

APBD. Sumber ini seharusnya didukung oleh Dana Alokasi Khusus<br />

untuk HIV/<strong>AIDS</strong>.<br />

KPAD perlu memobilisasi sumber dana lain, seperti pihak<br />

swasta, donor dan LSM internasional.<br />

Perlu dipikirkan bahwa, bukan hanya jumlah dana yang penting,<br />

tetapi pemakaiannya secara efektif, yaitu berdasarkan rencana<br />

strategis. Pertanggung jawaban harus jelas dan terbuka.<br />

Indikator keberhasilan adalah:<br />

Jumlah dana<br />

Jumlah sumber dana<br />

Efektifitas dan efesiensi program<br />

7. MONITORING DAN EVALUASI<br />

Agar PPK <strong>10</strong>0% berhasil, perlu adanya klinik IMS (baik yang<br />

dikelola pemerintah, maupun yang tidak) yang beroperasi<br />

berdasarkan standar yang ditetapkan Departemen Kesehatan dan<br />

WHO, dengan pelayanan yang memadai dan dapat diakses oleh<br />

oran berperilaku beresiko tinggi yang membutuhkannya.<br />

Standar internasional petunjuk operasional PPK <strong>10</strong>0%<br />

termasuk Monitoring dan Evaluasi telah ditetapkan oleh WHO yang<br />

menjadi mitra kerja Departemen Kesehatan. Monitoring dan Evaluasi<br />

PPK <strong>10</strong>0% perlu dilakukan secara berkala dan mengikuti panduan<br />

(guidelines) yang telah ditetapkan oleh WHO.<br />

Penanggung jawab kegiatan ini adalah Dinas Kesehatan bekerja<br />

sama dengan KPAD.<br />

90


Apendiks<br />

Indikator keberhasilan adalah:<br />

Jumlah infeksi baru IMS/HIV pada penjaja seks dan pasangan<br />

seksualnya menurun<br />

Penjualan kondom meningkat<br />

Survei Surveilens Perilaku menunjukkan perubahan perilaku<br />

seksual yang memadai, yaitu perilaku beresiko menurun secara<br />

bermakna.<br />

BAB III<br />

KEBIJAKAN PROGAM PENGGUNAAN<br />

KONDOM <strong>10</strong>0%<br />

Menurut Strategi Nasional HIV/<strong>AIDS</strong> Bab II 3.7 upaya<br />

pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom <strong>10</strong>0%<br />

diantara penjaja seks dan pelanggannya, Menurut Bab II 3.11,<br />

seharusnya diusahakan agar peraturan perundang undangan<br />

mendukung dan selaras dengan Strategi Nasional Penanggulangan<br />

HIV/<strong>AIDS</strong> di semua tingkat. Berdasarkan dua hal ini dan mengingat<br />

program-program yang telah dilaksanakan dan berhasil di negara<br />

lain, ada beberpa prindip operasional yang harus diikuti untuk<br />

mengembangkan kebijakan yang efektif sebagai berikut:<br />

Prinsip-prinsip operasional untuk pengembangan<br />

kebijakan PPK <strong>10</strong>0%<br />

Peraturan dan kebijakan tentang PPK <strong>10</strong>0% pada tempat<br />

tertentu tidak terkait dengan legal tidaknya prostitusi, tetapi<br />

semata-mata terkait dengan upaya perlindungan kesehatan dan<br />

kesejahteraan masyarakat.<br />

91


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

PPK <strong>10</strong>0% layak untuk diterapkan pada tempat-tempat yang<br />

ada penjaja seks dengan adanya sistem pengelolaan, dan ada<br />

perizinan sebagai tempat hiburan malam, atau sejenisnya dari<br />

sektor pemerintah tertentu, sesuai denga situasi di daerah<br />

masing-masing.<br />

Upaya kesehatan masyarakat ini dilaksanakan dalam rangka<br />

memotong mata rantai penularan IMS/HIV sehingga menurunkan<br />

angka prevalensi IMS/HIV<br />

PPK <strong>10</strong>0% adalah intevensi struktural di tempat tertentu yang<br />

dapat diatur pemerintah, dikendalikan dan diawasi dengan<br />

evaluasi yang membuktikan keberhasilannya menurut panduan<br />

standar (Depkes/WHO)<br />

<strong>Kebijakan</strong> ditujukan pada pengelola tempat untuk<br />

menerapkannya, bukan pada penjaja seks dan pelanggannya,<br />

meskipun merekalah yang menerapkan “penggunaan” kondom<br />

itu sendiri.<br />

Sanksi terfokus pada ssanksi administratif, seperti proses denda<br />

diikuti pencabutan izin.<br />

Sanksi tidak dijatuhkan melalui proses peradilan pidana.<br />

KUHAP Pasal 281 tidak melarang orang membawa atau<br />

menggunakan kondom, tetapi hanya melarang<br />

mempertontonkan alat kontrasepsi kepada orang dibawah umur.<br />

Produk hukum dari sektor lain serta pengertiannya, yang<br />

bertentangan dan yang dapat mengurangi efektifitas program<br />

kesehatan masyarakat ini agar ditinjau kembali dengan<br />

koordinasi dan pengawasan dari KPAD (sesuai dengan Strategi<br />

92


Apendiks<br />

Nasional Bab III, 3.11). Sebagai contoh, Perda yang<br />

mempermasalahkan adanya tempat hiburan atau orang yang<br />

menyediakan kondom<br />

<strong>Kebijakan</strong> perlu menghindari diskriminasi, stigmatisasi dan<br />

kesempatan untuk kolusi atau korupsi.<br />

Advokasi<br />

Merujuk pada Strategi Nasional Penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong><br />

2003-2007, Bab III No. 5.2.2, maka salah satu kegiatan yang<br />

diperlukan adalah:<br />

“Advokasi kepada pemerintah dan DPRD untuk membuat<br />

peraturan perundang undangan agar tercipta lingkungan yang<br />

kondusif, serta peraturan perundangan yang mendukung<br />

pelaksanaan penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong> yang bersifat khusus,<br />

seperti Program Penggunaan Kondom <strong>10</strong>0% dan pengurangan<br />

dampak buruk akibat penyalahgunaan Napza suntik”<br />

Proses advokasi ini menyangkut tiga bidang yaitu:<br />

Substansi hukum, yang ditempuh dengan legislasi dan proses<br />

pengadilan<br />

Tatanan hukum, yang ditempuh dengan proses birokrasi dan<br />

proses politik.<br />

Budaya hukum, yang ditempuh dengan mendidik masyarakat<br />

tentang perauran dan penerapannya.<br />

93


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

Agar menghasilkan produk hukum yang baik, efektif dan dapat<br />

diterima, proses advokasi perlu dilakukan sepanjang proses<br />

pembuatan perangkat hukum, baik sebelum, pada saat dan<br />

setelahnya.<br />

KPAD memfasilitasi proses pengembangan keputusan dan<br />

kebijakan<br />

Pada waktu yang sama, melakukan advokasi pada penentu<br />

kebijakan di semua tingkat (Gubernur, Bupati, Walikota, ketua<br />

DPRD, anggota KPAD, tokoh agama dll. Dalam rangka<br />

penanggulangan HIV/<strong>AIDS</strong>).<br />

Advokasi juaga ditujukan kepada pemilik atau pengelola tempat<br />

hiburan, masyarakat dan pihak lain yang terkait.<br />

Proses pembuatan Perda juga perlu koordinasi multipihak. Yang<br />

harus dilibatkan adalah Biro Hukum dari Sekretariat Daerah semua<br />

tingkat, yang perlu diberdayakan untuk menangani hal-hal yang terkait<br />

dengan pengembangan dan penerapan kebijakan tersebut.<br />

Program Legislasi Daerah di tingkat pusat dan Kanwil<br />

Kehakiman dan HAM juga perlu dilibatkan.<br />

Bentuk Perangkat Hukum<br />

Ada berbagai macam perangkat hukum yang dapat<br />

dikembangkan untuk mendukung PPK <strong>10</strong>0%. Masing-masing punya<br />

keuntungan dan kerugian sendiri.<br />

Surat Edaran:<br />

Keuntungan: Mudah diproses; dapat dipakai sebagai “test<br />

94


Apendiks<br />

case” untuk mengukur reaksi masyarakat, karena tidak mengikat<br />

secara yuridis.<br />

Kerugian: Hanya berupa himbauan, sehingga tidak ada sanksi<br />

Surat Keputusan Bersama/Memorandum of<br />

Understanding:<br />

Surat keputusan bersama antara Pemerintah Kecamatan,<br />

Pemerintah Kota/ Kabupaten, dan Pemerintah Propinsi dengan pihak<br />

pengelola atau yang lain.<br />

Keuntungan: Cepat, praktis dan mengatur hal teknis<br />

koordinatif; dalam prinsip saling menguntungkan. Wewenang penuh<br />

ada pada kepala instansi<br />

Kerugian: Hanya mengikat sektor-sektor terkait dengan garis<br />

kerja yang ketat; tidak ada saksi<br />

Surat Keputusan (SK)<br />

Perangkat ini dipandang perlu untuk mengatasi hal-hal tertentu.<br />

Surat Keputusan merupakan instrumen pelaksana dari peraturan<br />

yang lebih tinggi (misalnya, Keputusan Gubernur atau Bupati). Dalam<br />

SK ini dapat disebutkan hal-hal operasional yang tidak ada dalam<br />

ketentuan yang lebih tinggi.<br />

Keuntungan: SK merupakan “embrio” dari Perda. Mudah<br />

dicabut, bila setelah evaluasi dibuktikan kurang efektif, atau isinya<br />

sudah ditampung ke dalam Perda<br />

Kerugian: Oleh karena SK hanya mengikat lingkungan<br />

eksekutif, dan tidak mengikat masyarakat, maka sanksi hanya<br />

terhadap lingkungan eksekutif<br />

Instruksi<br />

Perangkat hukum ini bersifat perintah untuk tindakan yang<br />

95


SEPULUH LANGKAH MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN PUBLIK<br />

insidentil dan segera, untuk jangka waktu yang terbatas dan tretentu.<br />

Peraturan Daerah (Perda)<br />

Keuntungan: Perda mengikat secara yuridis keluar dan<br />

kedalam, maka masyarakat luas terikat. Perda dapat dijadikan upaya<br />

hukum, karena telah ada sanksi dan mekanismenya.<br />

96

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!