07.11.2014 Views

LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum) SECARA IN-VITRO

LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum) SECARA IN-VITRO

LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum) SECARA IN-VITRO

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sariani dan Baharuddin : Keragaman Cendawan Antagonis Pada Rizosfer Kentang (Solanum tuberosum L) Dan Uji Efektivitasnya Terhadap<br />

Penyakit Layu <strong>Fusarium</strong> (<strong>Fusarium</strong> <strong>oxysporum</strong>) secara In-vitro.<br />

KERAGAMAN CENDAWAN ANTAGONIS PADA RIZOSFER KENTANG<br />

(Solanum tuberosum L.) DAN UJI EFEKTIFITASNYA TERHADAP PENYAKIT<br />

<strong>LAYU</strong> <strong>FUSARIUM</strong> (<strong>Fusarium</strong> <strong>oxysporum</strong>) <strong>SECARA</strong> <strong>IN</strong>-<strong>VITRO</strong><br />

Sariani dan Baharuddin<br />

Program Studi IHPT, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin<br />

ABSTRACT<br />

Use of antagonist microorganism to control of <strong>Fusarium</strong> <strong>oxysporum</strong> (wilt disease on potato) is a<br />

environment friendly method. Some antagonist fungi of potato rhizosfer have effectiveness in<br />

blocking expansion of <strong>Fusarium</strong> wilt. This research was aimed to know the effectiveness antagonist<br />

fungus inhibit the growth of F.<strong>oxysporum</strong> on potato. Antagonist fungi was explorated and isolated<br />

from potato soil sample. Three different fungi was isolated but only two of them showed ability to<br />

inhibit the growth of F.<strong>oxysporum</strong>, namely Trichoderma sp. and Gliocladium sp.<br />

Key words : Potato, antagonist, fusarium wilt<br />

PENDAHULUAN<br />

Tanaman kentang (Solanum tuberosum) termasuk jenis sayuran penting di Indonesia. Nilai<br />

ekonomi komoditas ini tergolong tinggi diantara jenis sayuran lain,selain itu harga kentang relatif lebih<br />

stabil, dibanding misalnya dengan cabai, tomat, atau bawang merah yang harga berfluktuasi amat tajam<br />

dari waktu kewaktu. Kondisi seperti inilah yang membuat komoditas kentang termasuk produksi<br />

bibitnya, patut dipertimbangkan sebagai pilihan usaha (Hartus, 2001).<br />

Secara statistik, potensi pasar kentang dapat dilihat dari hasil analisis bank dunia tahun 1992<br />

yang memproyeksikan permintaan sayuran yang meningkat rata-rata 3,6 – 4% pertahun dalam periode<br />

1998 – 2010 mendatang. Pemenuhan target sayuran khususnya kentang di Indonesia telah dilakukan<br />

strategi dasar melalui pola intensifikasi, ekstensifikasi, difersifikasi, dan rehabilitasi yang lainnya<br />

mencapai kelestarian sumber daya alam dalam ruang lingkup bidang pertanian (Salampessy, 2003).<br />

Peningkatan produksi kentang secara optimal dapat dilakukan dengan memadukan teknologi<br />

budidaya pengendalian hama, dan penyakit secara terpadu, penanganan pasca panen dan lain-lain. Namun<br />

pada kenyataannya di lapangan sering ditemui kendala yang mempengaruhi produksi, antara lain kendala<br />

biologi berupa gangguan penyakit. Ada beberapa jenis penyakit yang sering ditemukan pada pertanaman<br />

kentang antara lain penyakit layu, penyakit daun menggulung, busuk umbi, dan hawar daun kentang<br />

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).<br />

Penyakit layu fusarium adalah penyakit yang utama pada tanaman kentang yang disebabkan oleh<br />

F. oxysforum. Bila penyakit ini menyerang tanaman dapat menyebabkan tanaman menjadi layu dan pada<br />

akhirnya mati, infeksi pada umbi menyebabkan kebusukan yang disebut busuk umbi, dalam<br />

penyebarannya ternyata cendawan F. oxysforum tidak hanya menyerang tanaman dan umbi di kebun,<br />

tetapi juga menyerang umbi kentang digudang penyimpanan. Cendawan F. oxysforum menyerang tanaman<br />

pada segala tingkatan umur dan menginfeksi tanaman dan umbi melalui luka-luka. Tanaman yang<br />

terinfeksi memperlihatkan gejala yaitu mula-mula tulang daun tampak memucat, terutama pada daun -<br />

daun di bagian atas selanjutnya tanaman tampak merunduk layu dan mati (Samadi, 1997)<br />

30


Untuk memperkecil kehilangan hasil pertanian yang disebabkan oleh penyakit tanaman khususnya<br />

yang disebabkan oleh cendawan berbagai cara pengendalian telah dilaksanakan diantaranya sanitasi<br />

lingkungan, penggunaan varietas resisten dan pemakaian bahan kimia, akan tetapi hasil yang diperoleh<br />

belum memuaskan. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai agen pengendali penyakit idealnya<br />

menggunakan potensi musuh alami setempat dengan harapan bahwa mikroorganisme tersebut akan<br />

bekerja lebih efektif dan didukung oleh faktor lingkungan yang sesuai tidak menyebabkan terjadinya<br />

perubahan ekosistem dan lebih murah untuk diformulasikan.<br />

Dalam usaha pengendalian diusahakan pengendalian secara hayati sebagai salah satu alternatif<br />

untuk mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida. Pengendalian secara biologi dengan<br />

menggunakan cendawan yang bersifat antagonis terhadap cendawan patogen adalah alternatif<br />

pengendalian yang tepat karena tidak berdampak negatif terhadap lingkungan (Sastrahidayat, 1990)<br />

Salah satu mikroorganisme antagonis yang mampu menekan patogen adalah dari kelompok<br />

cendawan khususnya pada famili Moniliales, misalnya Verticillum sp, Trichoderma sp dan Gliocladium sp.<br />

Pada genus Trichorderma sp. diketahui ada beberapa spesies yang dapat memarasit cendawan lain dan<br />

sangat potensial untuk digunakan sebagai agen pengendali hayati. Salah satu yang telah banyak diteliti<br />

adalah T.harsianum yang memarasit inangnya dengan cara menutupi dan menembus hifa dan skletoria,<br />

melalui enzim B-(1,3)-Glucinase dan Chitinase yang dihasilkannya (Elad, 1982 dalam Howel, 1989).<br />

Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan penelitian untuk mengetahui keragaman cendawan<br />

antagonis pada risosfer kentang dalam menghambat pertumbuhan penyakit layu fusarium (F. oxysforum)<br />

secara in vitro. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam memanfaatkan<br />

agens hayati yang mampu mengendalikan patogen sekaligus meningkatkan pertumbuhan tanaman.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bioteknologi, Pusat Kegiatan Penelitian Universitas<br />

Hasanuddin Makassar, mulai Desember 2007 sampai Juni 2008. Penelitian dilakukan dalam dua tahap,<br />

yaitu : tahap isolasi cendawan dan tahap pengujian. Tahap isolasi cendawan dimaksudkan untuk<br />

melakukan eksplorasi cendawan patogen dan cendawan pada rhizosfer kentang kemudian memperbanyak<br />

isolat-isolat pada media PDA. Tahap pengujian dimaksudkan untuk menguji kemampuan isolat-isolat pada<br />

rhizosfer dalam menekan perkembangan penyakit layu fusarium tanaman kentang. Isolat patogen yang<br />

digunakan dalam percobaan adalah isolat F. <strong>oxysporum</strong> yang diisolasi dari sentra pertanaman kentang<br />

di Kabupaten Gowa, Malino. Isolasi cendawan antagonis dilakukan dari tanah yang ada dalam daerah<br />

perakaran. Sampel tanah diambil dari perakaran sehat , dapat dilihat pada Tabel 1.<br />

Tabel 1. Sampel Tanah Tanaman Kentang Untuk Mengisolasi Cendawan antagonis.<br />

No Kode Isolat Varietas<br />

Fase<br />

pertumbuhan<br />

1. ATL Atlantik Benih<br />

(19 HST)<br />

2. GN Granola Perkecambahan<br />

(23 HST)<br />

3. GNL Granola Perkecambahan<br />

(34 HST)<br />

4 NO Granola Pembesaran umbi<br />

(46 HST)<br />

Lokasi<br />

Screen House (LABIOTA), Dusun Bulu Balea, Desa Patappang,<br />

Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Malino, dengan<br />

ketinggian tempat ± 1400 m dpl<br />

Lapangan (LABIOTA), Dusun Bulu Balea, Desa Patappang,<br />

Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Malino, dengan<br />

ketinggian tempat ± 1400 m dpl.<br />

Screen House (LABIOTA), Dusun Bulu Balea, Desa Patappang,<br />

Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Malino, dengan<br />

ketinggian tempat ± 1400 m dpl.<br />

Screen House (LABIOTA), Dusun Bulu Balea, Desa Patappang,<br />

Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Malino, dengan<br />

ketinggian tempat ± 1400 m dpl.<br />

Tahap pengujian dimaksudkan untuk menguji kemampuan isolat-isolat cendawan pada rhizosfer kentang<br />

dalam menekan penyakit layu fusarium. Untuk menguji kemampuan menekan penyakit dilakukan dengan<br />

31


Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010<br />

uji pertumbuhan patogen. Uji pertumbuhan patogen dilakukan menggunakan cara oposisi lansung antara<br />

patogen F.<strong>oxysporum</strong> dengan isolat cendawan pada rhizosfer kentang dalam media PDA. Oposisi lansung<br />

antara F.<strong>oxysporum</strong> dengan isolat-isolat cendawan rhizosfer berjarak 3 cm pada cawan petri bergaris<br />

9 cm, menggunakan 3 kali ulangan. Pengamatan dilakukan satu hari setelah cendawan patogen<br />

ditumbuhkan dengan interval waktu dua hari. Penghambatan pertumbuhan patogen dihitung berdasarkan<br />

rumus :<br />

R =<br />

R − R<br />

R<br />

1 2<br />

×<br />

1<br />

100 %<br />

Keterangan, R 1 = Diameter pertumbuhan cendawan patogen pada kontrol (cm),<br />

R 2 = Diameter pertumbuhan cendawan patogen pada antagonis (cm),<br />

R = Persentase penghambatan pertumbuhan (%).<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Hasil identifikasi isolat cendawan yang ditemukan pada rhizosfer kentang ada tiga yaitu<br />

cendawan Rhizopus sp, Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Uji penghambatan pertumbuhan dengan cara<br />

menumbuhkan 12 isolat secara oposisi terhadap F.<strong>oxysporum</strong> (Gambar 1) dan diperoleh hasil seperti<br />

pada Tabel 2, yakni bahwa ada 4 isolat yang dengan sangat nyata menghambat pertumbuhan<br />

F.<strong>oxysporum</strong> dan 8 isolat yang tidak nyata menghambat pertumbuhan F.<strong>oxysporum</strong> .<br />

Hasil identifikasi, isolat ATL yang menunjukkan paling berpotensi sebagai agen pengendali di<br />

banding 3 isolat lainnya, mempunyai ciri-ciri : pertumbuhan koloni cepat, hifa bercabang-cabang, konidia<br />

hialin, bulat dan banyak.<br />

a<br />

b<br />

Gambar 1. Biakan F.<strong>oxysporum</strong> yang ditumbuhkan secara oposisi dengan<br />

cendawan antagonis (A) dan kontrol (B).<br />

Ciri-ciri tersebut diatas menurut Barnet and Hunter, (1972) ditunjukkan oleh genus<br />

Trichoderma sp. Genus ini terdiri dari banyak spesies yang ciri-ciri makroskopis dan mikroskopisnya<br />

sering sejenis.<br />

Isolat GN3, NO1 dan GNL1 merupakan isolat rangking ke dua yang berpotensi sebagai agens<br />

pengendali F.<strong>oxysporum</strong>. Isolat ini mempunyai ciri-ciri : berwarna hijau keputihan, hifa yang bersepta,<br />

konidia lonjong,. Ciri-ciri tersebut adalah ciri Gliocladium sp. Barnet dan Hunter, (1972).<br />

Dari ke empat isolat berpotensi tersebut, satu diantaranya merupakan cendawan Tichoderma<br />

sp. Ada beberapa mekanisme kerja Trichoderma sp. Untuk mengendalikan organisme lain dapat melalui<br />

antibiosis, kompetisi dan mikoparasit. Hasil penelitian Howel, 1989 dalam Aryani (2001). mendapatkan<br />

bahwa Trichoderma sp. menghasilkan senyawa toksin yang dapat menghambat F. <strong>oxysporum</strong>. Diketahui<br />

bahwa cendawan ini mampu mematikan cendawan lain dengan toksin yang dihasilkan, antara lain<br />

32


Trichodermin dan Trichotoxin. Selain itu Trichoderma sp. mampu bersaing dalam mendominasi<br />

pemanfaatan ruang dan nutrisi yang menyebabkan pertumbuhan F. <strong>oxysporum</strong> menjadi terhambat.<br />

Trichoderma sp. selain mengeluarkan toxin juga sangat agresif terhadap cendawan lain,<br />

pertumbuhannya cepat dan lebih kuat berkompetisi.<br />

Tabel 2. Reaksi penghambatan beberapa isolat cendawan yang diperoleh dari rhisofer tanaman<br />

kentang yang sehat pada uji antagonis secara invitro<br />

No<br />

Isolat Antagonis<br />

Kode Isolat<br />

Fase pertumbuhan<br />

Reaksi Penghambatan<br />

1 ATL Atlantik (Benih 19 HTS) ++<br />

2 GN1 Granola (Perkecambahan 23 HST) -<br />

3 GN2 Granola (Perkecambahan 23 HST) -<br />

4 GN3 Granola (Perkecambahan 23 HST) ++<br />

5 NO1 Granola (Perkecambahan 35 HST) ++<br />

6 NO2 Granola (Perkecambahan 35 HST) -<br />

7 GNL1 Granola (Pembesaran umbi 46 HST) ++<br />

8 GNL2 Granola (Pembesaran umbi 46 HST) -<br />

9 GNL3 Granola (Pembesaran umbi 46 HST) -<br />

10 GNL4 Granola (Pembesaran umbi 46 HST) -<br />

11 GNL5 Granola (Pembesaran umbi 46 HST) -<br />

12 GNL6 Granola (Pembesaran umbi 46 HST) -<br />

Keterangan: - : Tidak menghambat<br />

+ : Penghambatan < 50 %<br />

++ : Penghambatan > 50 %<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

• Berdasarkan hasil identifikasi cendawan yang ditemukan pada rhizosfer kentang adalah Rhizopus<br />

sp., Trichoderma sp., dan Gliocladium sp.<br />

• Berdasarkan uji penghambatan secara Invitro, terdapat empat isolat yang bersifat antagonis<br />

terhadap F. <strong>oxysporum</strong> yaitu isolat GN3, NO1 dan GNL1 yang merupakan cendawan Gliocladium sp.<br />

dan isolat ATL yang merupakan cendawan Trichoderma sp. Cendawan yang paling baik<br />

penghambatannya terhadap F. oxysforum adalah Trichoderma sp. dengan tingkat penghambatan<br />

sebesar 59,94 %.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Agrios, G.N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.<br />

Ainsworth, G.H. and G.R. Bisby, 1971. Dictionary of Fungi Sixth Edition Common Wealth Micological.<br />

Inst.Kew, Surrey.<br />

Anonim, 2005. <strong>Fusarium</strong> solani. www.Uwinnipeg. co.id. Diakses Tanggal 16 Januari 2005.<br />

Anonim, 2006a. Rhizopus sp. www. Uwinnipeg. co. Diakses Tanggal 25 November 2006.<br />

Anonim, 2006b. Mikroba Antagonis. www. Uwinnipeg. co.id. Diakses Tanggal 25 November 2006.<br />

Anonim, 2007a. <strong>Fusarium</strong> sp. http://www.Pustaka. Deptan. Co.id. Diakses Tanggal 2 Juli 2007.<br />

Anonim, 2007b.Trichoderma sp. http://www.Google. co.id.<br />

Amaliah, 2006. Penggunaan Media Organik Untuk Pertumbuhan Cendawan Antagonis Trichoderma<br />

harzianum dan Gliocladium virens. Universitas Hasanuddin, Makassar.<br />

33


Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010<br />

Ariyani, F., 2001. Uji Efektifitas Konsentrasi Suspensi Trichoderma sp. Dan Gliocladium sp. Terhadap<br />

Pertumbuhan Sclerotium rolfsii Penyebab Busuk Batang pada Kacang Tanah. Jurusan Hama dan<br />

Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.<br />

Skripsi S1.<br />

Barnett, H.G. and E.J.Hunter, 1972. Illustrated Genera of Imfertech Fungi. Burgess Publishing<br />

Company, St. Paul. P 241.<br />

Campbell, R, 1989. Biological Control of Microbial Plant Pathogens. Combridge University Press,<br />

Combridge Great Britain.<br />

Chet, I., 1989. Trichoderma spp. Aplication, Mode Of Action, and Potential as a Biocontrol Agent Of<br />

Soil Borne Plant phatogenic Fungi. Innovative Approaches to Plant Disease Control. A Wiley and<br />

Sons Inc, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Pp 137-155.<br />

Cook. R..J., and K.F. Baker, 1984. The Nature and of Practice Biological Control Of Plant Pathogens.<br />

American Phytopath. Coc. St. pa<br />

Efri, 1994. Analisis Aplikasi Pseudomonas ul. Minnessota. P 538. Kelompok Fluorescens dan Trichoderma<br />

viridae Pers. Ex Gray untuk Pengendalian Layu <strong>Fusarium</strong> pada Tomat. Institus Pertanian Bogor,<br />

Bogor.<br />

Elad, I., I. Chet and J. Katan., 1982. Trichoderma harsianum as Biological control Effective Agains<br />

Sclerotium rolfsii and Rhizoctonia solani. Phytophatology. 70:119-121.<br />

Gandjar, Robert A., Samon, Karin V.D.T., A. Outari, Iman Santoso, 1999. Pengenalan Kapang Tropik<br />

Umum. Yayasan Obor Indonesia.<br />

Gould, W.D., 1990. Biological Control Of Plant Root Diseases by Bacteria. In James, PN,and Hagedom,<br />

C, (Eds) Biotechnologi Of Plant Microba Interactions. MC Graw. Hill Inc. America. Pp. 287-309.<br />

Hartus, T., 2001. Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus, Penebar Swadaya.<br />

Howel. Devay, J.E., Garber, R.H., and Batson W.E., 1997. Field Control of Cotton Seedling Diseases<br />

With Trichoderma virens in Combination With Fungicide Seed Treatments. The Journal of<br />

Cotton Science 1: 15-20.<br />

Mahr S., 1994. Biocontrol of Soil borne plant pathogen. University of Wisconsin Madison. P 125<br />

Nanik, N.S., Meity, dan S. Astiana, 1993. Potensi Antagonisme Gliocladium sp. Dan Trichoderma sp.<br />

Serta Penambahan zeolit pada limbah media Jamur untuk Pengendalian rebah kecambah tomat.<br />

Jurusan Hama dan Penyakit tumbuhan, fakultas pertanian, Institut Pertanian bogor, Bogor.<br />

Buletin HPT 6 (2): 104-106.<br />

Papavizas, G.C., 1985. Trichoderma sp. And Gliocladium sp. Biology, Ecology and Potential for Biocontrol.<br />

Annual Review of Pythopathology 23 : 23-54.<br />

Rubatzky, V.E., dan Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, Produksi dan Gizi, Institut Pertanian<br />

Bogor, Bogor.<br />

Salampessy, Z., 2003. Analisis Pendapat Usaha Tani Kentang di Benteng Alla, Kecamatan Alla,<br />

Kabupaten Enrekang. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan,<br />

Universitas Hasanuddin, Makassar (Skripsi S1).<br />

Samadi, B., 1997. Usaha Tani Kentang. Kanisius, Jakarta.<br />

Sastrahidayat, I.R., 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional, Surabaya.<br />

34

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!