Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
kelam batu bara<br />
Pasokan batu<br />
bara tetap<br />
berjalan<br />
sesuai dengan<br />
perjanjian yang<br />
ada selama ini<br />
triliun), dan disebut untuk menutup utang. Tapi,<br />
tidak bisa dimungkiri, saat Tata melepas dan<br />
Anil Sardana<br />
mengurangi kepemilikan tambang di Indonesia,<br />
pemerintah India sedang mengajukan RAPBN<br />
ke parlemen, yang bakal memukul impor batu<br />
bara dari Indonesia. Dalam RAPBN itu, bea<br />
masuk batu bara naik dari 2 persen menjadi 2,5<br />
persen, dan pajak energi bersih naik dua kali<br />
lipat menjadi 100 rupee per ton.<br />
Harga batu bara impor menjadi mahal dan,<br />
menurut harian lokal Business Standard, akan<br />
mengubah strategi para pemilik pembangkit<br />
listrik. Mereka mungkin akan seperti Tata,<br />
yang melepas atau mengurangi kepemilikan<br />
tambang di luar negeri. Di luar Tata, perusahaan<br />
lain, seperti Adani dan GVK, juga memiliki<br />
tambang batu bara di luar negeri, yakni<br />
di Australia.<br />
Bagi Indonesia, kebijakan India ini datang<br />
pada saat yang “salah” karena industri batu<br />
bara sedang lesu. Dari harga di atas US$ 127<br />
per ton pada 2011, sekarang harganya tinggal<br />
di level US$ 70-an per ton. Kebijakan baru<br />
India ini akan sangat berpengaruh pada Indonesia,<br />
apalagi sekarang harga yang rendah<br />
sudah membuat perusahaan tambang batu<br />
bara Indonesia—terutama yang kecil—menjadi<br />
terengah-engah.<br />
Meski begitu, pemerintah Indonesia tetap<br />
optimistis kebijakan baru India itu tidak akan<br />
berakibat terlalu buruk. R. Sukhyar, Direktur<br />
Jenderal Mineral dan Batu Bara, malah mem-<br />
Majalah detik 21 - 27 juli 2014