26.12.2014 Views

Volume 02 Nomor 02, Agustus 2005 ISSN 1829-510X - USUpress ...

Volume 02 Nomor 02, Agustus 2005 ISSN 1829-510X - USUpress ...

Volume 02 Nomor 02, Agustus 2005 ISSN 1829-510X - USUpress ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

trium<br />

<strong>Volume</strong> <strong>02</strong> <strong>Nomor</strong> <strong>02</strong>, <strong>Agustus</strong> <strong>2005</strong> <strong>ISSN</strong> <strong>1829</strong>-<strong>510X</strong><br />

PEMIMPIN UMUM/CHAIRMAN<br />

Nurlisa Ginting, Ir., M.Sc<br />

PEMIMPIN REDAKSI/MANAGING EDITOR<br />

Dwira N. Aulia, Ir., M.Sc<br />

DEWAN REDAKSI/BOARD OF MANAGEMENT<br />

Prof. M. Nawawiy Loebis, Ir., M.Phil, PhD<br />

Achmad Delianur Nasution, ST, MT<br />

PENYUNTING/EDITOR<br />

Prof. Ghani Salleh, Universiti Sains Malaysia<br />

BA, M.Sc, PhD, PERANCANGAN URBAN<br />

Dr. Abdul Majid, Universiti Sains Malaysia<br />

BA, B.Arch, PhD, TEKNOLOGI BANGUNAN<br />

Dr. Julaihi Wahid, Universiti Sains Malaysia<br />

BSc, B.Arch, M.Arch, PhD, PERANCANGAN ARSITEKTUR<br />

Prof. Dr. M. Nawawiy Loebis, Universitas Sumatera Utara<br />

Ir, M.Phil, PhD, SEJARAH DAN TEORI ARSITEKTUR<br />

Prof. Mas Santosa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember<br />

Ir, M.Sc, PhD, TEKNOLOGI BANGUNAN<br />

PENYUNTING PEMERIKSA/REVIEW EDITOR<br />

A. Ridwan Siregar, Universitas Sumatera Utara<br />

Drs., SH, M.Lib, METODOLOGI PENELITIAN<br />

PENYUNTING PELAKSANA/EDITORIAL ASSISTANT<br />

Achmad Delianur Nasution, ST, MT, PERKOTAAN<br />

Basaria Talarosha, Ir., MT, TEKNOLOGI BANGUNAN<br />

Bauni Hamid, Ir., M.DesS, PERANCANGAN ARSITEKTUR<br />

Dwi Lindarto, Ir., MT, SEJARAH DAN TEORI ARSITEKTUR<br />

Dwira N. Aulia, Ir., M.Sc PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN<br />

Budi Faisal, PERANCANG LANSEKAP<br />

DESAIN DAN TATA LETAK/DESIGN AND LAYOUT<br />

Hajar Suwantoro<br />

SEKRETARIAT/SECRETARIAT<br />

R. Lisa Suryani, ST<br />

Novi Yanthi<br />

ALAMAT PENERBIT/EDITORIAL CORRESPONDENCE<br />

Program Magister Teknik Arsitektur<br />

Gedung D Fakultas Teknik<br />

Universitas Sumatera Utara<br />

Jalan Perpustakaan Kampus USU<br />

Medan 20155 Indonesia<br />

Tel. 061-8219525 Fax. 061-8223525<br />

Email: mtausu@telkom.net<br />

http://www.arch-usu.net/atrium<br />

DICETAK OLEH/PRINTED BY<br />

USU Press<br />

Jalan Perpustakaan No. 1 Kampus USU<br />

Medan 20155 Indonesia<br />

Tel. 061-8218666 Ext. 244<br />

Harga berlangganan untuk satu tahun (3 kali terbit) sudah termasuk ongkos kirim/Subscription rates for the customers for one year (3 issues)<br />

include the postage (by airmail):<br />

Pulau Sumatera Rp 90.000<br />

Luar Sumatera Rp 120.000


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. 01, April <strong>2005</strong> : 1-4<br />

trium<br />

<strong>Volume</strong> <strong>02</strong> <strong>Nomor</strong> <strong>02</strong>, <strong>Agustus</strong> <strong>2005</strong> <strong>ISSN</strong> <strong>1829</strong>-<strong>510X</strong><br />

DAFTAR ISI<br />

Kajian Pembentuk Citra Kawasan Perumahan<br />

Studi Kasus: Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan<br />

Achmad Aryanto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />

Kajian Pengaruh Perumahan (Housing Estate) Terhadap Tingkat Pelayanan<br />

Jalan. Studi Kasus: Perumahan Setiabudi Indah Medan<br />

Ahmad Syaukani, Abdul Majid Ismail, Dwira N. Aulia, Rahmad Dian<br />

Community-Based Planning And Design Computation: Towards Sustainable<br />

Urban Spatial Development<br />

Bauni Hamid<br />

Perbaikan Fisik Bangunan Ditinjau Dari Tingkat Kesejahteraan Penghuni. Studi<br />

Kasus: Perumnas Mandala Medan<br />

Immanuel Hutabarat, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />

Evaluasi Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah.<br />

Studi Kasus: Perumahan Simalingkar<br />

Suhadianto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia<br />

Analisis Kinerja Jalan Akibat Peningkatan Intensitas Bangunan Perumahan<br />

Pada Kawasan Permukiman<br />

Studi Kasus: Jalan Jenderal Besar A.H. Nasution (Jalan Lingkar Luar Medan)<br />

Heriansyah Siregar, Abdul Ghani Salleh, Basaria Talarosha, Filiyanti T.A Bangun<br />

1-8<br />

9-18<br />

19-26<br />

28-34<br />

35-47<br />

48-55<br />

Jurnal Arsitektur “Atrium” adalah jurnal ilmiah dalam bidang arsitektur serta ilmu-ilmu terapannya dalam bidang-bidang:<br />

perancangan arsitektur, perancangan tapak dan lingkungan, perkotaan dan permukiman, teknologi bangunan ,serta teori<br />

dan kritik arsitektur.<br />

Bagi penulis yang berminat memasukkan tulisan dalam jurnal ini harap merujuk pada ketentuan dan format penulisan pada<br />

bagian dalam sampul belakang.<br />

Jurnal Arsitektur “Atrium” diterbitkan oleh Program Magister Teknik Arsitektur Program Pascasarjana Universitas Sumatera<br />

Utara, dengan frekuensi penerbitan tiga kali (nomor) untuk setiap tahun (volume).<br />

Ide maupun opini yang tertuang dalam tulisan yang dimuat di jurnal ini merupakan murni berasal dari penulis, dan sama sekali<br />

tidak mencerminkan pandangan, kebijakan, maupun keyakinan dari anggota Dewan Redaksi, penyunting maupun Program<br />

Magister Teknik Arsitektur USU sebagai institusi penerbit.


KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />

MEDAN<br />

Achmad Aryanto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Agus Suriadi<br />

KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH, MEDAN<br />

Achmad Aryanto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />

Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />

Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />

Abstract. One of the efforts of attempting to understand the residential image and its surroundings is<br />

by using human mental map as the observer. Mental map is concern about how the observer gains,<br />

organize, store, and recall the information about location, distance and arrangement in the physical<br />

environment (residential area). Mental map has basic concept that called imagibility, which is the<br />

capability to bring the image. Imagibility is closely related with the legibility, which is the easiness to<br />

understand/ visualize and able to organized to be a coherent pattern. In order to make the image of<br />

residential area easy to recognize, therefore the residential area has to have characters. The reason is<br />

because the character of residential area needed to comprehend about residential area identity,<br />

according with the existing potencies. In this case, characters are a soul, realization of disposition,<br />

both physical and unphysical, that bring the image and identity of residential area.<br />

Keywords: image, mental map, imagibility, legibility<br />

1. Pendahuluan<br />

1.1. Latar Belakang<br />

Dalam suatu proses penataan kawasan,<br />

penataan dilakukan sesuai dengan panduanpanduan<br />

perencanaan yang dikeluarkan oleh<br />

pemerintah daerah setempat atau instansi terkait<br />

demi memperoleh bentuk tata kawasan yang<br />

baik. Penilaian mengenai baik atau tidaknya hash<br />

dari citra kawasan menjadi bersifat obyektif<br />

karena indikatornya hanya berdasarkan panduanpanduan<br />

tersebut. Penilaian ini, prosesnya<br />

kemudian dilakukan dengan pengidentifikasian<br />

terpenuhi atau tidaknya setiap bagian dalam<br />

panduan, sehingga memenuhi persyaratan atau<br />

dengan kata lain penataan kawasan yang telah<br />

dilakukan berhasil dengan baik.<br />

Namun hal di atas dapat dikatakan sebagai<br />

penilaian sepihak terhadap kualitas suatu<br />

kawasan terutama aspek citra / image kawasan<br />

walaupun sangat obyektif. Citra sebetulnya<br />

hanya menunjuk suatu "gambaran" (image),<br />

suatu kesan penghayatan yang menangkap arti<br />

bagi seseorang (Mangunwijaya, 1988).<br />

Penghuni atau warga suatu kawasan yang<br />

berpenetrasi ke kawasan yang terbentuk tersebut<br />

datang dari berbagai latar belakang yang<br />

berbeda-beda sehingga belum tentu penghuni<br />

di kawasan tersebut adalah perencana itu sendiri.<br />

Penghuni yang kemudian disebut sebagai<br />

pengamat ini akan menangkap suatu kesan ke<br />

dalam memori mereka, berupa penilaian<br />

lingkungan interaksi mereka dan penilaian itu<br />

1


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />

berbeda-beda pula diantara masingmasing<br />

pengamat.<br />

Perumahan terencana dapat dilihat sebagai<br />

suatu bentuk kota vane memiliki itra / image<br />

kawasan tersendiri yang memberikan banyak hal<br />

yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti<br />

kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan<br />

cepat disertai perasaan nyaman karena tidak<br />

merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap<br />

suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan<br />

tempat-tempat yang lain.<br />

Interaksi manusia sebagai sebuah/seorang sistem<br />

pengamat dalam lingkungannya merupakan<br />

interaksi atau hubungan yang saling<br />

menyesuaikan. Ketika lingkungan terbentuk,<br />

manusia sebagai pengamat mulai melakukan<br />

pengenalan terhadap lingkungannya melalui<br />

panca indera/pengalaman fisik dan pengalaman<br />

psikis. Proses input pengalaman dan menyatakan<br />

kembali tentang pengalaman terhadap lingkungan<br />

tersebut merupakan pemetaan kesadaran/mental<br />

(kognitif) yang telah dilakukan oleh pengamat.<br />

Pemetaan kognitif dapat dijadikan alat untuk<br />

evaluasi dari hasil penataan suatu kawasan. Jika<br />

hal ini dapat dipelajari dengan menghubungkan<br />

elemen kota dengan opini pengamat melalui peta<br />

kognitif, maka peta kognitif memungkinkan<br />

untuk dijadikan bagian dari panduan seperti yang<br />

disebut di atas. Kesan-kesan yang dinyatakan<br />

oleh pengamat dapat menjadi kriteria dalam<br />

penilaian citra suatu kawasan. Oleh karena itu<br />

perlu mengkaji lebih dalam mengenai proses<br />

interaksi ini dan bagaimana elemen-elemen yang<br />

keluar dalam pemetaan kognitif pengamat dapat<br />

menceritakan citra dari tata kawasan yang dihuni<br />

pengamat tersebut.<br />

Kawasan Perumahan Taman Setiabudi Indah<br />

yang berada di kelurahan Tanjung Rejo, di<br />

antara kecamatan Medan Sunggal dan Medan<br />

Selayang, Kota Medan, merupakan kawasan<br />

perumahan terencana berbentuk real estate<br />

pertama di Kota Medan. Kawasan ini merupakan<br />

kawasan real estate dengan sarana dan prasarana<br />

yang cukup lengkap, sehingga dapat juga dilihat<br />

sebagai kota satelit mini yang memerlukan<br />

perencanaan yang baik layaknya sebuah kota,<br />

terutama berhubungan dengan citra kawasan<br />

yang membentuk persepsi bagi penghuni dan<br />

pendatang kawasan tersebut. Keberadaan elemen<br />

citra kawasan akan berpengaruh bagi penghuni<br />

untuk menyesuaikan dirinya terhadap<br />

lingkungan yang ditempati.<br />

1.2 Perumusan Masalah<br />

Melihat latar belakang tersebut diatas, maka<br />

yang menjadi permasalah dalam penelitian ini<br />

adalah untuk mengidentifikasi elemen-elemen<br />

yang berpotensi dalam membentuk citra<br />

kawasan pada lingkungan perumahan.<br />

Penelitian ini dilakukan pada kawasan<br />

Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan,<br />

sehingga hasil yang akan diperoleh belum tentu<br />

sama dengan kawasan lain karena latar belakang<br />

kondisi kawasan yang berbeda.<br />

1.3. Tujuan Penelitian<br />

Dengan mengambil kasus kawasan perumahan<br />

terencana dan dibatasi pada kajian citra (image)<br />

kawasan sebagai elemen fisik pembentuk<br />

kualitas tata kawasan perumahan terencana,<br />

tujuan dari penelitian ini adalah:<br />

• Mengkaji dan membuktikan elemenelemen<br />

yang potensial sebagai pembentuk citra<br />

suatu kawasan terutama pada kawasan<br />

perumahan terencana.<br />

• Mengkaji bagaimana elemen-elemen yang<br />

keluar dalam pemetaan kognitif pengamat<br />

dapat menceritakan citra dari kawasan yang<br />

dihuni oleh pengamat tersebut.<br />

2. Tinjauan Pustaka<br />

Teori mengenai citra place merupakan suatu<br />

teori penting dalam perancangan kota, karena<br />

sejak tahun 1960an teori `citra kota'<br />

mengarahkan pandangan perancangan kota ke<br />

arah yang memperhatikan pikiran terhadap<br />

kota dari orang yang hidup didalamnya.<br />

Individu mengalami reaksi terhadap lingkungan<br />

fisik bangunan dan perkotaan yang mereka<br />

lihat, reaksi tersebut menjadi pengalaman<br />

berupa citra (image) lingkungan yang tersimpan<br />

dalam ingatan, dan kemudian citra inilah yang<br />

akan mempengaruhi perilaku.<br />

Obyek-obyek arsitektur dan perkotaan<br />

merupakan bahan-bahan informasi yang siap<br />

dipersepsikan, diingat dan digunakan. Ketiga<br />

proses tersebut adalah yang paling dekat dengan<br />

proses psikologis manusia dan merupakan<br />

penjelasan mengenai pemetaan mental (kognit J<br />

2


KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />

MEDAN<br />

Achmad Aryanto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Agus Suriadi<br />

Peta mental yaitu satu upaya pemahaman suatu<br />

tempat khususnya suatu kota. Istilah peta mental<br />

mengacu pada definisi oleh Stea (1973), yaitu<br />

proses yang memungkinkan kita untuk<br />

mengumpulkan,mengorganisasikan, menyimpan<br />

dalam ingatan, memanggil, serta menguraikan<br />

kembali informasi tentang lokasi relatif dan<br />

tanda-tanda tentang lingkungan fisik. Image<br />

yang terbentuk termasuk elemen yang diperoleh<br />

dari pengamatan langsung, dari seseorang yang<br />

pernah mendengar langsung tentang suatu<br />

tempat, dan dari informasi yang telah<br />

dibayangkan.<br />

Kevin Lynch (1960), seorang tokoh peneliti kota<br />

melakukan riset yang berdasarkan pada<br />

pemetaan kognitif sejumlah penduduk dari kota<br />

tersebut. Dalam risetnya, is menemukan betapa<br />

pentingnya peta kognitif itu karena citra yang<br />

jelas akan memberikan banyak hal yang sangat<br />

penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan<br />

untuk berorientasi dengan mudah dan cepat<br />

disertai perasaan nyaman karena tidak merasa<br />

tersesat, dan keselarasan hubungan dengan<br />

tempattempat lain. Kualitas fisik yang diberikan<br />

oleh suatu kawasan dapat menimbulkan suatu<br />

citra/image yang cukup kuat dari seorang<br />

pengamat. Kualitas ini disebut dengan<br />

imageability (imagibilitas) atau kemampuan<br />

mendatangkan kesan. Imagibilitas mempunyai<br />

hubungan yang sangat erat dengan legibility<br />

(legibilitas), atau kemudahan untuk dapat<br />

dipahami/dikenali dan dapat diorganisir menjadi<br />

satu pola yang koheren/berkelanjutan. Dalam<br />

Zahnd (1999), Lynch dalam bukunya "Image of<br />

the City" mendefinisikan citra kota sebagai<br />

berikut:<br />

"Sebuah citra kota adalah gambaran mental dari<br />

sebuah kawasan sesuai dengan rata-rata<br />

pandangan masyarakatnya."<br />

Inti dari penelitian Lynch terfokus kepada<br />

mengidentifikasi elemen-elemen struktur fisik<br />

yang membuat kota dapat memberikan kesan.<br />

Dia menyimpulkan bahwa terdapat lima kategori<br />

elemen yang digunakan orang untuk menyusun<br />

kesadaran atas image kawasan. Elemenelemen<br />

tersebut adalah: paths, edges, districts, nodes,<br />

dan landmarks.<br />

Teori citra kota yang diformulasikan Lynch ini<br />

akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji<br />

elemen-elemen pembentuk citra kawasan<br />

melalui temuan karakter fisik kawasan.<br />

3. Metoda Penelitian<br />

Penelitian ini dipergunakan langkahlangkah<br />

ilmiah dengan metode penelitian fenomenologis<br />

deskriptif dengan pendekatan studi kasus.<br />

Proses analisa dan sintesa menentukan<br />

keberhasilan dari penelitian ini. Pada tahap<br />

pertama, dari teori citra kawasan dikeluarkan<br />

variabel yang akan menjadi parameter kajian<br />

dalam mengidentifikasi karakter-karakter fisik<br />

yang sangat dikenal oleh penghuni perumahan.<br />

Pada tahap kedua, temuan karakter fisik yang<br />

diperoleh akan dipergunakan untuk menganalisa<br />

elemen-elemen pembentuk citra kawasan pada<br />

Perumahan Taman Setiabudi Indah, sehingga<br />

pada akhirnya akan ditemukan elemen-elemen<br />

yang berpotensi dalam membentuk citra<br />

kawasan perumahan serta memberikan<br />

rekomendasi bagi perencanaan dan perancangan<br />

kawasan perumahan yang lebih baik.<br />

Lokasi penelitian ini berada di Perumahan<br />

Taman Setibudi Indah. Kelurahan Tanjung Rejo,<br />

Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan<br />

dengan mengambil salah satu rute yang<br />

menghubungkan pintu gerbang utama<br />

Perumahan Taman Setiabudi Indah 1 dengan<br />

Perumahan Taman Setiabudi Indah II yang<br />

berada didalamnya. Rute yang diambil tersebut<br />

akan dibagi menjadi 6 segmen sesuai dengan<br />

jumlah segmen jalan yang akan dilalui dan<br />

masing-masing segmen tersebut memiliki<br />

kualitas ruang yang berbeda-beda (Gambar 1).<br />

Gambar 1. Peta Lokasi Kawasan dan Segmen<br />

Penelitian<br />

3


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />

3.1. Variabel Penelitian<br />

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah<br />

elemen-elemen citra kota/kawasan yang<br />

dipergunakan orang untuk menstrukturkan<br />

gambaran kognisi dari sejumlah tempat.<br />

Elemen-elemen tersebut adalah:<br />

1. Path merupakan suatu ”lorong” yang dapat<br />

memberikan keleluasaan bergerak yang<br />

potensial. Path dapat berupa jalan<br />

kendaraan atau pejalan kaki, saluran air, rel<br />

kereta api, dan sebagainya. Dan akan lebih<br />

memiliki identitas jika path tersebut<br />

menghubungi dua tempat yang menarik<br />

(besar), seperti stasiun, tugu, alun-alun dan<br />

lain sebagainya. Citra lingkungan akan<br />

terbentuk jika orang melalui path ini.<br />

2. Edge merupakan batas antara dua daerah<br />

yang berbeda karakter fisiknya. Batas ini<br />

juga sebagai daerah peralihan. Batas<br />

tersebut dapat berupa pagar / pembatas<br />

solid atau batas tersebut dapat juga berupa<br />

sebuah garis non-visual dimana berada<br />

pada satu daerah yang sating terkait, seperti<br />

pantai sebagai peralihan daratan dengan<br />

laut.<br />

3. District merupakan suatu kawasan didalam<br />

suatu kota yang memiliki karakter khusus<br />

yang mudah dikenal, Dapat di identifikasi<br />

secara non-visual dengan memperhatikan<br />

kesamaan karakter dan kebiasaan<br />

masyarakat dan juga dapat di identifikasi<br />

secara visual apabila ada sebuah tanda fisik<br />

pada kawasan tersebut.<br />

4. Nodes merupakan suatu titik simpul yang<br />

posisinya strategis di dalam suatu kota<br />

yang menjadi karakter khusus yang mudah<br />

dikenal bagi pendatang. Nodes dapat juga<br />

difungsikan sebagai orientasi dengan<br />

menempatkan sebuah karakter fisik sebagai<br />

penutup kawasan tersebut.<br />

5. Landmark merupakan suatu objek fisik<br />

yang dapat dikenali karena bentuknya yang<br />

jelas, menonjol, atau kontras dengan<br />

lingkungan disekitarnya. Biasanya dapat<br />

berupa bangunan, papan nama selamat<br />

datang, deretan pertokoan ataupun<br />

pegunungan. Landmark biasanya<br />

mencerminkan sebuah orientasi urban pada<br />

kawasan tersebut.<br />

3.2. Sampel Penelitian<br />

Rancangan pengambilan sampel pada penelitian<br />

ini adalah Non Probabilitas dengan teknik<br />

pengambilan sampel purposif (purposial<br />

sampling) dimana sumber sampel akan<br />

ditentukan terlebih dahulu dengan pertimbangan<br />

dibutuhkan data yang lebih bervariatif.<br />

Menurut Bechtel (1987), sampel atau responden<br />

yang terlibat dalam penelitian pemahaman<br />

lingkungan disebut dengan istilah "research<br />

participants", digolongkan dalam tiga<br />

kelompok, yaitu:<br />

1. Mahasiswa yang berasal dari universitas<br />

(university samples), terdiri dari:<br />

a. Mahasiswa bagian arsitektur, desain dan<br />

perencanaan;<br />

b. Mahasiswa diluar bagian tersebut diatas.<br />

Selanjutnya disebut Kelompok Responden<br />

A<br />

2. Kelompok profesi arsitek (professional<br />

samples). Selanjutnya disebut Kelompok<br />

Responden B.<br />

3. Masyarakat umum yang bertempat tinggal<br />

(community samples). Selanjutnya disebut<br />

Kelompok Responden C.<br />

Ketiga kelompok responden diatas akan<br />

digunakan sebagai sumber sampel yang berasal<br />

dari penghuni perumahan yang memiliki latar<br />

belakang yang berbeda sehingga diharapkan<br />

peneliti menemukan variasi jawaban yang akan<br />

menambah keobjektifan penilaian.<br />

Adapun kriteria penghuni yang akan<br />

diikutsertakan dalam penelitian ini adalah:<br />

a. Penghuni adalah pemilik atau penghuni<br />

kontrakan yang menggunakan rute tersebut<br />

untuk kegiatannya sehari-hari atau sekurangkurangnya<br />

penghuni tersebut mengetahui<br />

dan pernah melalui rute tersebut.<br />

b. Lama huni ditentukan minimal 3 bulan<br />

dengan harapan penghuni telah mengenal<br />

dan beradaptasi dengan lingkungan<br />

perumahan tersebut.<br />

Dengan tujuan untuk menjaring opini, maka<br />

penelitian ini memerlukan sampel atau<br />

responden dengan jumlah yang cukup terwakili<br />

untuk ketiga kelompok responden diatas. Namun<br />

dengan keterbatasan jumlah responden dari<br />

kelompok mahasiswa (kelompok A) dan profesi<br />

arsitek (kelompok B), maka ditentukan jumlah<br />

responden untuk masingmasing kelompok<br />

tersebut adalah 10 sampel termasuk kelompok<br />

responden C yang jumlahnya mengikuti jumlah<br />

kelompok responden lainnya, sehingga jumlah<br />

keseluruhan adalah 30 sampel.<br />

4


KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />

MEDAN<br />

Achmad Aryanto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Agus Suriadi<br />

Dalam penelitian ini, alat pengumpul data yang<br />

digunakan adalah:<br />

a. Angket (Kuesioner)<br />

b. Wawancara (Interview)<br />

c. Pengamatan (Observasi)<br />

Kegiatan observasi dilakukan secara langsung<br />

(direct) oleh peneliti untuk memperoleh data<br />

tambahan yang lebih obyektif dalam melengkapi<br />

opini penghuni yang telah disampaikan melalui<br />

kuesioner dan interview. Melalui observas<br />

diperoleh data tambahan berupa: (1) Data<br />

lingkungan perumahan secara fisik dan sosiokultural;<br />

(2) Kondisi interaksi penghuni seharihari<br />

dengan lingkungan fisik, khususnya yang<br />

bertalian dengan aspek sosiologi dan psikologi.<br />

Kegiatan observasi di lapangan selain dilakukan<br />

pada setiap kali kejadian interview dengan<br />

responden, juga dilakukan secara informal<br />

terhadap kegiatan seharihari.<br />

4. Hasil dan Pembahasan<br />

4.1. Kajian Karakter Fisik Kawasan<br />

Untuk dapat melakukan analisa terhadap<br />

elemen-elemen yang berpotensi sebagai<br />

pembentuk citra kawasan, maka akan dikaji<br />

terlebih dahulu karakterkarakter yang telah<br />

memberikan kesan dan mudah diingat oleh<br />

penghuni berdasarkan segmen yang telah dibagi<br />

pada gambar 1.<br />

a. Segmen A, yaitu:<br />

• Eks Kantor Bank Uniland di Ujung<br />

Persimpangan Jalan<br />

• Gedung Pengelola Perumahan IRA<br />

WIDYA UTAMA.<br />

b. Segmen B, yaitu:<br />

• Papan Penunjuk Arah di Ujung Segmen<br />

• Keramaian di Sepanjang Segmen B.<br />

c. Segmen C, yaitu:<br />

• Bundaran Taman di Tengah Perempatan<br />

Jalan<br />

• Sungai<br />

• Jembatan.<br />

d. Segmen D, yaitu:<br />

• Lapangan Latihan Golf<br />

• Kapling Kosong di Ujung Segmen.<br />

e. Segmen E, yaitu:<br />

• Blok Bangunan Rumah Toko (Ruko)<br />

• Pedagang.<br />

f. Segmen F, yaitu:<br />

• Lapangan Sepak Bola<br />

• Jalur Jalan yang Lebar dengan Parit<br />

Besar di Tengah Boulevard<br />

• Perumahan Bukit Hi au Regency di<br />

Tengah Segmen F.<br />

4.2. Kajian Elemen Pembentuk Citra<br />

Kawasan<br />

Pada 4.1. telah diperoleh karakterkarakter fisik<br />

yang berpotensi menjadi elemen pembentuk<br />

citra kawasan perumahan. Karakter-karakter<br />

tersebut memiliki identitas, struktur, dan makna<br />

tersendiri yang menjadikannya sebagai karakter<br />

yang sangat dikenal dan di ingat oleh penghuni.<br />

Karakter-karakter yang dimaksud, berdasarkan<br />

definisi dan sifat elemen pembentuk citra<br />

kawasan adalah:<br />

a. Elemen Path; merupakan elemen yang<br />

menjadi jalur pergerakan dalam kawasan<br />

perumahan, baik untuk kendaraan<br />

berrnotor, pejalan kaki, dan aliran air.<br />

Karakter yang termasuk elemen ini adalah:<br />

Sungai pada segmen C, Jembatan di<br />

segmen C, dan Jalan dengan Boulevard di<br />

segmen F.<br />

b. Elemen Edge: merupakan karakter yang<br />

terbentuk sebagai pembatas atau pemisah<br />

dua kelompok blok perumahan secara<br />

berkesinambungan, yaitu Sungai, terbentuk<br />

sebagai pemisah dan wilayah pertemuan<br />

antara lapangan sepak bola dengan blok<br />

perumahan adalah elemen Jalur Jalan<br />

dengan Boulevard<br />

c. Elemen District; merupakan zona dalam<br />

suatu kawasan yang memiliki kesamaan<br />

ciri khas baik dalam bentuk, pola, kegiatan<br />

ataupun wujudnya, serta batas wilayahnya<br />

yang jelas. Karakter yang termasuk elemen<br />

adalah: Blok Bangunan Rumah Toko/Ruko,<br />

dan Perumahan Bukit Hijau Regency di<br />

Tengah Segmen F.<br />

d. d. Elemen Node; merupakan karakter yang<br />

menjadi orientasi baik dalam bentuk<br />

aktivitas yang aktif, pemusatan jalur atau<br />

pemusatan aktivitas yang posisinya sebagai<br />

penangkap pergerakan di persimpangan<br />

jalur (titik simpul). Keberadaan elemen ini<br />

sangat jelas dan mudah diingat oleh<br />

penghuni perumahan. Karakter yang<br />

termasuk elemen ini adalah: Eks Kantor<br />

5


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />

Bank Uniland, Papan penunjuk Arah di<br />

Ujung Segmen, Keramaian di sepanjang<br />

Segmen B, Bundaran Taman di Tengah<br />

Perempatan Jalan, Jembatan, Lapangan<br />

Latihan Golf, Kapling Kosong di Ujung<br />

Segmen, Pusat Pedagang Makanan, dan<br />

Lapangan Sepak Bola.<br />

e. Elemen Landmark; merupakan karakter<br />

tunggal yang menjadi orientasi kawasan<br />

perumahan secara makro atau mikro yang<br />

memberikan identitas tersendiri yang unik.<br />

Karakter tersebut memiliki kekontrasan<br />

fisik dengan lingkungan disekitarnya<br />

sehingga bentuknya tampak dengan jelas.<br />

Karakter yang termasuk elemen ini adalah:<br />

Gedung Pengelola Perumahan IRA<br />

WIDYA UTAMA, Bundaran Taman di<br />

Tengah Perempatan Jalan, dan Lapangan<br />

Sepak Bola.<br />

Diantara karakter-karakter yang telah disebutkan<br />

diatas, terdapat beberapa karakter yang<br />

berfungsi ganda atau memiliki dua fungsi<br />

elemen citra kawasan, yaitu:<br />

• Bundaran Taman di Tengah Perempatan<br />

Jalan; berfungsi sebagai Node dan<br />

keberadaannya diperkuat lagi dengan<br />

tanaman hias dan lampu yang juga bersifat<br />

Landmark kawasan.<br />

• Sungai; selain merupakan jalur pergerakan<br />

air/saluran air yang membelah kawasan<br />

perumahan (path), sungai ini juga sebagai<br />

pembatas atau pemisah kelompok blok<br />

perumahan (edge).<br />

• Jembatan; berfungsi sebagai path karena<br />

menjadi jalur yang menghubungkan dua<br />

zona perumahan, dan sebagai node di lain<br />

hal karena posisinya yang strategis dan<br />

memiliki kepadatan arus kendaraan yang<br />

cukup tinggi.<br />

• Lapangan Sepak Bola; berfungsi sebagai<br />

node yang dipengaruhi oleh aktivitas yang<br />

terjadi didalamnya tergolong aktif. Selain<br />

itu ukuran lapangan sepak bola tersebut<br />

yang cukup luas dan memberikan orientasi<br />

serta identitas kawasan yang sangat dikenal<br />

oleh penghuni bahkan masyarakat luar<br />

perumahan menjadikannya sebuah<br />

Landmark kawasan Perumahan Taman<br />

Setiabudi Indah, Medan. dengan Boulevard<br />

• Jalur Jalan dengan Boulevard, berfungsi<br />

sebagai Path karena merupakan jalur utama<br />

(major route) kawasan yang berbentuk<br />

boulevard, dan juga berfungsi sebagai Edge<br />

disebabkan karena terbentuk sebagai<br />

pemisah dan wilayah pertemuan antara<br />

lapangan sepak bola dengan blok<br />

perumahan di segmen F.<br />

5. Kesimpulan dan Rekomendasi<br />

5.1. Kesimpulan<br />

Dalam menjawab permasalahan yang timbul<br />

dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang<br />

dapat dirumuskan yaitu:<br />

1. Elemen-elemen yang berpotensi dalam<br />

membentuk citra 1 image suatu kawasan<br />

pada lingkungan perumahan adalah:<br />

a. Karakter Fisik Alam; seperti sungai,<br />

taman penghijauan, ataupun lapangan<br />

olah raga merupakan elemen yang<br />

mudah diingat oleh pengamat.<br />

keberadaan zona ini memberikan<br />

penanda atau identitas yang sangat<br />

jelas bagi penghuni. Lokasi dan<br />

persentase luas yang sebanding dengan<br />

zona terbangun akan membantu<br />

penghuni untuk beradaptasi/mengenal<br />

lingkungannya. Karakter fisik alam ini<br />

dapat sengaja dibuat ataupun memang<br />

telah ada sebelumnya namun<br />

keberadaannya lebih ditonjolkan.<br />

b. Pengelompokan zona; pembagian<br />

antara zona pemukiman dengan zona<br />

komersial akan memberikan identitas<br />

yang jelas bagi penghuni untuk<br />

membedakan zona di dalam kawasan.<br />

c. Keberadaan Street furniture; dapat<br />

berupa lampu penerangan , papan<br />

penunjuk arah atau benda-benda<br />

lainnya dapat menjadi hal yang mudah<br />

diingat bagi penghuni. informasiinformasi<br />

kecil yang diperoleh dapat<br />

memperkuat proses persepsi bagi<br />

penghuni.<br />

d. Konsentrasi Aktivitas; aktivitas sosial<br />

maupun ekonomi memiliki potensi<br />

besar dalam mempertegas keberadaan<br />

nodes ataupun district seperti<br />

keberadaan para pedagang makanan di<br />

beberapa titik simpul atau kawasan<br />

pertokoan dengan beragam bentuk<br />

tampilan bangunan yang memberikan<br />

karakter tersendiri terhadap kawasan<br />

tersebut.<br />

e. Karakter Jalur Sirkulasi; penataan<br />

jalur untuk kendaraan, jalur pejalan<br />

kaki, saluran air pembuangan harus<br />

cukup mudah diidentifikasi antara jalur<br />

utama dan jalur lingkungan.<br />

6


KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />

MEDAN<br />

Achmad Aryanto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Agus Suriadi<br />

Keberadaannya<br />

akan<br />

menegaskan/meberikan informasi<br />

kepada pengamat mengenai posisinya<br />

di dalam sistem lingkungan.<br />

2. Penilaian pengamat terhadap elemenelemen<br />

pembentuk citra/image kawasan perumahan<br />

sangat berbedabeda yang dipengaruhi latar<br />

belakang psikologis dari pengamat.<br />

Penilaian tersebut dipengaruhi oleh<br />

beberapa faktor, yaitu:<br />

a. Gaya Hidup (Lifestyle). Gaya hidup<br />

atau yang biasa disebut juga kebiasaan<br />

mempengaruhi setiap penekanan<br />

dalam menerima persepsi dari<br />

lingkungan.<br />

b. Keakraban (Familiarity). Keakraban<br />

dan frekuensi dalam berinteraksi<br />

dengan lingkungan mempengaruhi<br />

keakuratan penggambaran peta<br />

mental.<br />

c. Keterlibatan Sosial. Karakter<br />

lingkungan yang tergambar di dalam<br />

peta kognitif j uga dipengaruhi oleh<br />

hubungan sosial masing-masing<br />

individu.<br />

d. Kelas Sosial. Perbedaan sosial<br />

berhubungan positif dengan jangkauan<br />

citra urban atau luasan dari cakupan<br />

peta mental. Ini dipercaya disebabkan<br />

oleh kelas sosial yang mempengaruhi<br />

kemampuan mobilitas spasial tiap<br />

individu, dibandingkan kelas<br />

menengah ke bawah, golongan<br />

menengah ke atas memiliki mobilitas<br />

lebih tinggi karena kemampuan<br />

mereka memiliki kendaraan dan<br />

kemudahan yang dapat dibeli.<br />

e. Perbedaan Gender. Tercatat peta<br />

mental pria lebih luas cakupannya<br />

dibandingkan wanita. Ini disebabkan<br />

oleh perilaku yang sudah terpola<br />

secara tradisi tentang aturan gender, di<br />

mana contohnya wanita lebih<br />

menggunakan waktunya di lingkungan<br />

terbatas sebagai ibu rumah tangga,<br />

dan pria berkegiatan di lingkungan<br />

yang lebih luas sebagai pencari<br />

nafkah.<br />

Sedangkan citra/image terhadap suatu kawasan<br />

perumahan berkaitan Berat dengan tiga<br />

komponen, yaitu:<br />

a. Identitas, dari beberapa obyek/elemen<br />

dalam suatu kawasan perumahan yang<br />

berkarakter dan khas sebagai jatidiri yang<br />

dapat membedakan dengan kawasan<br />

perumahan lainnya<br />

b. Struktur, yaitu mencakup pola hubungan<br />

antara obyek/elemen dengan obyek/elemen<br />

lain dalam kawasan perumahan yang dapat<br />

dipahami dar dikenali oleh pengamat,<br />

struktui berkaitan dengan fungsi kawasar<br />

tempat obyek/elemen tersebut berada.<br />

c. Makna, merupakan pemahaman art oleh<br />

pengamat terhadap dua komponer (identitas<br />

dan struktur kawasan) melalu dimensi:<br />

simbolik, fungsional emosional, historik,<br />

budaya, dan politik.<br />

5.2. Rekomendasi<br />

Definisi dari masing-masing kelima elemen citra<br />

kawasan dapat sama untuk setiap kawasan<br />

namun pemahamannya perlu diadaptasi<br />

berdasarkan kondis setempat dari berbagai latar<br />

belakang.<br />

Untuk mendapatkan gambaran yank lebih tepat<br />

tentang citra suatu kawasar menggunakan<br />

kelima elemen citra kawasan tersebut perlu<br />

diterjemahkan dar dicocokkan menjadi definisi<br />

baru yang berlaku untuk kawasan yang<br />

bersangkutan, misalnya unsur kawasan seperti<br />

“patokan” yang sering dikenal di Indonesia perlu<br />

diterjemahkan di mana letak kesamaar<br />

karaktemya dengan salah satu elemer kawasan<br />

tersebut.<br />

Perlu adanya penataan terhadal elemen-elemen<br />

citra/image kawasar perumahan terutama pada<br />

perletakkan dan komposisinya terhadap<br />

lingkungan. Pado dasarnya elemen-elemen<br />

tersebut berperar, besar dalam membantu<br />

penghuni/warga dalam melakukan penyesuaian<br />

diri. Proses persepsi yang dilakukan akan<br />

menangkal elemen-elemen citra kawasan<br />

tersebut karena keberadaannya yang menonjol.<br />

Lalu kemudian proses persepsi ini yang<br />

dijadikan alat untuk menjadikan lingkungan<br />

sekitar pengamat menjadi `bersahabat' dengan<br />

penghuni. Adaptasi dapat terjadi lebih cepat dan<br />

penghuni menjadi lebih cepat menilai kawasan<br />

kediamannya, maka segala perubahan yang<br />

menanggapi penilaian tersebut dapat cepal<br />

ditindaklanjuti.<br />

7


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />

Hasil penelitian tentang pembentuk citra<br />

kawasan terhadap lingkungan perumahan<br />

terencana ini adalah memberikan masukan<br />

umpan balik bagi perencana dalam menciptakan<br />

lingkungan perumahan yang lebih baik serta<br />

menjadi pengkayaan wawasan terhadap tuntutan<br />

kebutuhan penghuni rumah bagi para pihak yang<br />

terlibat dan terkait dengan pembangunan<br />

perumahan.<br />

Daftar Pustaka<br />

Lynch (1960) “The Image of The City”, The<br />

MIT Press, Cambridge, Massachusetts<br />

Zahnd, Markus (1999) “Perancangan Kota<br />

Secara Terpadu”, Kanisius, Yogyakarta<br />

Bechtel B Robert; Marans W. Robert &<br />

Michelson William (1987) “Methods in<br />

Environmental and Behavioral Research”,<br />

Van Nostrand Reinhold<br />

8


KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />

TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />

Ahmad Syaukani<br />

Abdul Majid Ismail<br />

Dwira N. Aulia<br />

Rahmad Dian<br />

KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />

TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />

Ahmad Syaukani, Abdul Majid Ismail, Dwira N. Aulia, Rahmad Dian<br />

Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />

Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />

Abstract. The impact of the existence of Taman Setiabudi Indah (TASBI) housing estate on the level of road path<br />

intensity service is fairly significant. It can be seen by the interruption of traffic line especially on peak hours at<br />

the junction over the main gate of TASBI estate. Based on the actual observation, a further study is needed to<br />

determine the impact values of vehicles intensity passing through the main gate of TASBI estate as a cause of<br />

increasing traffic towards jalan Setiabudi, as well as to evaluate the level of road path intensity around the<br />

housing complex ever since it was firstly built. In analysing this matter, the using data was taken from the result<br />

of survey on traffic at jalan Setiabudi, the main gate of TASBI, the main gate of another estate at jalan Asoka,<br />

and the other housing at jalan Perjuangan. Then there comes the analysis on their capacity and the level of road<br />

path intensity referring to MKJI regulation 1997 and Regresi Eksponential equation<br />

As an outcome of the research, the level of road path intensity can be defined in level D – it is due to the growth<br />

of the estate between 1984 and 1987. Subsequently, the level is declining to level B in year 2000 and hence it<br />

raises up to level C in year 2004. A clear figure on those over-capacity of vehicles volume can be understood by<br />

looking at the dynamic circulation where ± 53 % of the total percentage of vehicles getting in and out the estate<br />

is in fact concentrating at the main gate.<br />

Keywords: housing complex, capacity level of intensity<br />

1. Pendahuluan<br />

Meningkatnya intensitas pergerakan akibat<br />

adanya lokasi permukiman Taman Setiabudi<br />

Indah sangat berdampak pada tingkat pelayanan<br />

Jalan Setiabudi, serta semakin kuatnya interaksi<br />

antar wilayah dalam kota memberikan<br />

konsekuensi pada bertambahnya volume<br />

pergerakan pada ruas Jalan Setiabudi.<br />

Seharusnya dengan terjadinya perubahan<br />

terhadap fungsi kegiatan dan intensitasnya yang<br />

menimbulkan tambahan bangkitan pergerakan<br />

baru diimbangi dengan penyediaan prasana jalan<br />

yang memadai. Penambahan lebar perkerasan<br />

dan fasilitasnya telah dilakukan, namun belum<br />

dapat mengimbangi pertumbuhan lokasi yang<br />

begitu cepat serta kurangnya pengendalian<br />

sehingga menimbulkan permasalahan<br />

transportasi berupa tundaan dan kemacetan<br />

lalulintas, yang antara lain disebabkan oleh<br />

percampuran pergerakan lokal dan menerus<br />

(mixed traffic).<br />

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat<br />

dilihat bahwa kondisi kapasitas dan tingkat<br />

kinerja jalan Setiabudi sebagai jalan kolektor<br />

primer, akibat adanya perumahan Taman<br />

Setiabudi Indah sangat berpengaruh khususnya<br />

pada jam-jam sibuk. Hal ini terutama disebabkan<br />

besarnya volume lalulintas yang keluar dan<br />

masuk permukiman melalui ruas jalan utama<br />

ditambah lagi kegiatan komersial di sekitar jalan<br />

yang tidak difasilitasi dengan lokasi parkir.<br />

9


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />

2. LANDASAN TEORI<br />

2.1. Sistem Tata Guna Lahan dan<br />

Hubungannya Terhadap Transportasi<br />

Guna lahan ( land use ) merupakan istilah yang<br />

berasal dari ekonomi pertanian, yang artinya<br />

adalah sebidang tanah dan penggunaan<br />

ekonomisnya. Istilah guna lahan, kemudian<br />

diadopsi ke dalam perencanaan wilayah kota<br />

dengan arti yang bergeser dari aslinya. Secara<br />

umum “Guna Lahan Perkotaan“ diartikan<br />

sebagai distribusi keruangan (spatial<br />

distribution) atau pola geografis dan fungsifungsi<br />

perkotaan, seperti perumahan,<br />

perdagangan, perkantoran, rekreasi, industri dan<br />

lain-lain (Djunaedi, 2003 ).<br />

Kemampuan transportasi atau penyediaan<br />

angkutan menunjukan potensi untuk<br />

menghubungkan antar kegiatan guna lahan.<br />

Kemampuan ini disediakan oleh berbagai moda<br />

angkutan seperti angkutan jalan raya, laut, udara<br />

dan lain-lain. Kemampuan transportasi bisa juga<br />

multi-moda seperti perjalanan ke kantor<br />

dilakukan dengan jalan kaki dari rumah ke<br />

pemberhentian bus kota, naik bus kota, turun<br />

dari bus dan kemudian naik becak ke kantor.<br />

Fasilitas transportasi termasuk pula tempat<br />

perpindahan antar moda.<br />

TRANSPORTASI<br />

Selain itu transportasi juga dapat dilihat sebagai<br />

fungsi dari beberapa sub sistem, seperti<br />

transportasi pribadi, transportasi publik dan<br />

transportasi barang ( Orn, 20<strong>02</strong> ). Keseluruhan<br />

elemen tersebut merupakan hal penting yang<br />

harus dipertimbangkan dalam proses<br />

pembangunan kota. Penambahan arus lalulintas<br />

tidak dapat dimengerti dengan baik tanpa<br />

mempelajari guna lahan dan demografi. Pada<br />

sisi lain, sistem transportasi dan pengembangan<br />

prasarana jalan dapat mempengaruhi dan<br />

memegang peranan dalam menentukan nilai jual<br />

tanah. Kebutuhan beraktifitas pada suatu guna<br />

lahan dilayani oleh sistem kegiatan sedangkan<br />

kebutuhan transportasi dilayani oleh system<br />

jaringan. Interaksi antara sistem kegiatan dan<br />

sistem jaringan menghasilkan sistem pergerakan<br />

yang merupakan umpan balik bagi sistem<br />

kegiatan dan sistem jaringan menghasilkan<br />

sistem pergerakan yang merupakan umpan balik<br />

bagi sistem kegiatan dan sistem jaringan.<br />

Transportasi meningkatkan interaksi antar<br />

aktifitas atau guna lahan. Interaksi tersebut<br />

diukur melalui aksesibilitas yang meliputi daya<br />

tarik suatu tempat sebagai asal dan tujuan. Pola<br />

guna lahan adalah hal yang penting karena akan<br />

menentukan peluang ataupun aktifitas yang ada<br />

dalam jangkauan suatu tempat. Potensi antara<br />

dua tempat untuk interaksi akan bergantung<br />

pada biaya dari pergerakan antara keduanya,<br />

baik dalam terminologi uang ataupun waktu,<br />

sehingga konsekwensinya, struktur dan kapasitas<br />

dari jaringan transportasi akan mempengaruhi<br />

tingkat aksesibilitas.<br />

Publik<br />

Pribadi<br />

GUNA LAHAN<br />

Barang<br />

TRANS<br />

PORTASI<br />

AKSESIBI<br />

LITAS<br />

GUNA<br />

LAHAN<br />

Gambar 2. Hubungan Trasnportasi dan Guna<br />

Lahan ( Black, 1984 )<br />

DEMOGRAFI<br />

Gambar 1. Hubungan Transportasi, Guna Lahan<br />

dan Demografi Pada Suatu Sistem Kota (Orn, 20<strong>02</strong>)<br />

Lahan merupakan ruang (space) dengan kegiatas<br />

diatasnya. Guna lahan diartikan sebagai kegiatan<br />

yang dominan yang ada pada suatu lahan.<br />

Apabila diambil perumpamaan, suatu lahan akan<br />

digubungkan dengan suatu saluran (channel ),<br />

yang dalam hal ini antar lahan dihubungkan oleh<br />

jalan raya. Hubungan antar guna lahan yang<br />

melewati channel ini berupa lalu lintas (Traffic),<br />

baik guna lahan maupun transportasi, keduanya<br />

diperlukan untuk menumbuhkan lalu lintas. Bila<br />

terdapat guna lahan maupun transportasi, maka<br />

10


KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />

TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />

Ahmad Syaukani<br />

Abdul Majid Ismail<br />

Dwira N. Aulia<br />

Rahmad Dian<br />

besaran lalu lintas yang terjadi ditentukan<br />

dengan tingkat kegiatan lahan-lahan tersebut dan<br />

karakteristik fasilitas transportasinya.<br />

Penggunaan lahan mendorong pertumbuhan lalu<br />

lintas, yang selanjutnya dalam proses<br />

perencanaan transportasi mendorong<br />

dibangunnya jalan raya, yang kemudian<br />

mendorong perubahan guna lahan disekitar jalan<br />

tersebut.<br />

2.2. Kapasitas Jalan Dalam Kota<br />

a. Kapasitas<br />

Menurut buku Standart Design untuk jalan<br />

perkotaan yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina<br />

Marga, Kapasitas dasar didefenisikan sebagai<br />

volume maksimum pedam yang dapat lewat<br />

pada suatu potongan potongan lajur jalan<br />

(untuk jalan multi lajur) pada kondisi jalan dan<br />

arus lalu lintas ideal. Untuk menentukan<br />

kapasitas suatu jalan digunakan persamaan<br />

sebagai berikut<br />

C = C o x FC sp x FC sf x FC cs x FC w ............... 1<br />

Dimana:<br />

Co = Kapasitas dasar ( SMP/Jam)<br />

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah<br />

FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.<br />

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan<br />

FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping<br />

dan lebar bahu.<br />

b. Derajat Kejenuhan (DS)<br />

Derajat kejenuhan definisikan sebagai ratio<br />

volume (Q) terhadap kapasitas (C) dan<br />

digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan<br />

penilaian lalu lintas pada suatu ruas jalan. Nilai<br />

derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas<br />

jalan akan mempunyai masalah atau tidak<br />

dinyatakan dalam SMP/jam.<br />

b. Kecepatan arus bebas (Fv)<br />

Kecepatan arus bebas (Fv) di di definisikan<br />

sebagai kecepatan pada saat tingkatan arus nol,<br />

sesuai dengan kecepatan yang dipilih pengemudi<br />

seandainya mengenderai kenderaan bermotor<br />

tanpa halangan kenderaan bermotor. Kecepatan<br />

arus bebas mobil penumpang 10-15% lebih<br />

tinggi dari jenis kenderaan lain, dengan<br />

menggunakan rumus kecepatan arus bebas<br />

FV = (FV O + FV W ). FFV SF . FFV CS ................. 3<br />

Dimana:<br />

FV = Kecepatan arus bebas kenderaan<br />

ringan pada kondisi lapangan<br />

(Km/Jam)<br />

FVo = Kecepatan arus bebas dasar<br />

kenderaan ringan pada jalan dan<br />

Alignmen yang diamati (Km/Jam)<br />

FVw = Penyesuai kecepatan akibat lebar<br />

jalur lalu-lintas (Km/Jam)<br />

FFV SF = Faktor penyesuaian hambatan<br />

samping dan lebar bahu/jarak<br />

kenderaan ke penghalang<br />

FFV CS = Faktor penyesuaian ukuran kota<br />

3. METODE PENELITIAN<br />

Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan<br />

dan sasaran kajian adalah mengidentifikasi data<br />

geometrik jalan, data perumahan TASBI, serta<br />

data kepemilikan kenderaan penghuni<br />

perumahan TASBI, data volume lalu lintas jalan<br />

yang berakses ke perumahan TASBI serta<br />

menganalisis data dan memberikan saran. Pada<br />

gambar 3 akan dijelaskan mengenai metode<br />

pengumpulan data, kerangka pemikiran dan<br />

metode analisis serta tahapan pengerjaan kajian.<br />

Q<br />

DS = .................................................. 2<br />

C<br />

Dimana:<br />

DS = Derajat kejenuhan<br />

Q = <strong>Volume</strong> lalu-Iintas<br />

C = Kapasitas<br />

11


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />

Kebijakan Transportasi Kota Medan<br />

Perkembangan Pusat Kota Medan<br />

Meningkatnya Interaksi Kota<br />

Medan dengan Kota-Kota Kecil<br />

Sekitarnya<br />

• Masalah Perkembangan Kota<br />

• Keterbatasan Lahan Untuk<br />

Kegiatan Produktif<br />

• Konsentrasi Kegiatan di Pusat Kota<br />

• Kota Sebagai Kawasan Perdagangan<br />

dan Permukiman<br />

Interaksi<br />

Utara -<br />

Selatan<br />

Interaksi<br />

Barat -<br />

Timur<br />

Terjadinya Fenemona Penetrasi/Invasi Kegiatan<br />

yang Membentuk Pola Linier ( Ribbon<br />

Development ) pada jalur utama Kota Medan<br />

Aktivitas Permukiman Taman Setiabudi Indah<br />

yang Berpotensi Menimbulkan Bangkitan dan<br />

Tarikan Lalulintas<br />

Peningkatan Pergerakan di Ruas Jalan Setiabudi<br />

Evaluasi tingkat pelayanan jalan pada periode<br />

perkembangan jalan dan perumahan<br />

Taman Setiabudi Indah<br />

Tingkat pelayanan<br />

Q/C<br />

• <strong>Volume</strong> Lalu Lintas<br />

• Kapasitas Jalan<br />

• Pola Guna Lahan<br />

Pemukiman<br />

Derajat Kejenuhan<br />

Q/C<br />

Q/C > 0,8<br />

• Arus Tidak Stabil, Tersendat<br />

• Kinerja jalan buruk<br />

0,1 < Q/C < 0,8<br />

• Arus bebas, stabil<br />

• Kinerja jalan baik<br />

Usulan Meningkatkan dan<br />

Mengembangkan Jaringan Jalan<br />

Upaya Memepertahankan Pelayanan<br />

Jl<br />

12


KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />

TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />

Ahmad Syaukani<br />

Abdul Majid Ismail<br />

Dwira N. Aulia<br />

Rahmad Dian<br />

4. Hasil Analisa<br />

4.1 Perkembangan Perumahan dan<br />

Kenderaan di Taman Setiabudi Indah<br />

Perkembangan pembangunan yang terjadi di<br />

perumahan TASBI saat ini telah mengalami 2<br />

tahap pembangunan antara lain perumahan<br />

Taman Setiabudi Indah 1 dan 2. Pengembangan<br />

perumahan hingga tahap ke 2 ini dapat dihitung<br />

jumlah perumahan yang telah dibangun 2.645<br />

unit rumah. Akibat perkembangan perumahan<br />

juga berdampak terhadap perkembangan jumlah<br />

kenderaan yang ada di perumahan TASBI.<br />

Perkembangan kenderaan yang terjadi di<br />

perumahan Taman Setiabudi Indah ± 147 %<br />

(tabel 1 ) dibandingkan dengan perkembangan<br />

rumahnya dimana kenderaan tersebut dibagi atas<br />

3 jenis yaitu kenderaan roda 4, roda 2 dan<br />

sepeda. Jika dilihat besarnya perkembangan<br />

jumlah kenderaan dibandingkan dengan rumah,<br />

hal ini dapat diartikan tiap pemilik rumah ada<br />

yang memiliki kenderaan lebih dari satu.<br />

Tabel 1. Persentase Pertumbuhan Kenderaan dibandingkan dengan Perumahan di Perumahan Taman<br />

Setiabudi Indah<br />

Tahapan<br />

Jumlah<br />

Rumah<br />

Pertumbuhan Kenderaan<br />

Roda 4 Roda2 Sepeda<br />

Total<br />

Kenderaan<br />

Unit % Unit % Unit % Unit % Unit %<br />

1984 665 634 106 66 806 121%<br />

1987 788 54% 797 56% 219 67% 166 72% 1182 150%<br />

1999 580 29% 575 29% 180 36% 111 32% 866 149%<br />

2000 371 15% 319 14% 111 18% 83 19% 513 138%<br />

20<strong>02</strong> 194 7% 163 7% 89 13% 42 9% 294 152%<br />

2003 47 2% 55 2% 10 1% 15 3% 80 170%<br />

Diagram Batang Pertumbauhan Perumahan dan Jenis-<br />

Jenis Kenderaan di Perumahan Taman Setiabudi Indah<br />

Unit<br />

800<br />

750<br />

700<br />

650<br />

600<br />

550<br />

500<br />

450<br />

400<br />

350<br />

300<br />

250<br />

200<br />

150<br />

100<br />

50<br />

0<br />

1984 1987 1999 2000 20<strong>02</strong> 2003<br />

Tahun<br />

Rumah Roda 4 Roda 2 Sepeda<br />

Gambar 4. Perkembangan kenderaan milik warga berdasarkan jenis kenderaan seiring dengan<br />

perkembangan rumah di perumahan Taman Setiabudi Indah<br />

13


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />

4.2 Analisa Kapasitas Jalan dan Tingkat<br />

Derajat Kejenuhan<br />

Keberadaan perumahan Taman Setiabudi Indah<br />

di jalan Setiabudi memberikan dampak yang<br />

cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya<br />

pertumbuhan sosial, ekonomi dan kegiatankegiatan<br />

lainnya seperti sekolah ataupun<br />

perumahan-perumahan lainnya.<br />

Berdasarkan analisa tersebut diperoleh bahwa<br />

derajat kejenuhan yang terbesar terjadi di Jalan<br />

Setiabudi diantara jam 17.00 - 19.00. hal ini di<br />

akibatkan banyaknya warga yang kembali dari<br />

pekerjaan dan juga aktifitas sosial masyarakat<br />

banyak dilakukan pada jam tersebut, akibatnya<br />

arus kenderaan yang terdapat di jalan Setiabudi<br />

menjadi terganggu. Tabel 2 merupakan hasil<br />

dari perbandingan antara volume dan kapasitas<br />

jalan untuk jalan-jalan yang dijadikan sarana<br />

menuju perumahan, berdasarkan hasil<br />

perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa Pintu<br />

gerbang utama dan pintu jalan Perjuangan<br />

merupakan jalan yang sering digunakan oleh<br />

masyarakat dari atau menuju perumahan TASBI<br />

Tabel 2. Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan yang Berakses ke Perumahan TASBI<br />

Q/C<br />

No Hari Jam<br />

Jl. Setiabudi Jl. Asoka Jl. Perjuangan<br />

1 Senin<br />

2 Selasa<br />

3 Rabu<br />

06.30 - 08.30 0.307 0.112 0.000<br />

10.00 - 12.00 0.414 0.067 0.454<br />

17.00 - 19.00 0.484 0.071 0.555<br />

06.30 - 08.30 0.412 0.089 0.371<br />

10.00 - 12.00 0.533 0.054 0.430<br />

17.00 - 19.00 0.724 0.079 0.323<br />

06.30 - 08.30 0.356 0.114 0.433<br />

10.00 - 12.00 0.472 0.057 0.521<br />

17.00 - 19.00 0.605 0.078 0.425<br />

4.3 Analisa Perkembangan Kapasitas Jalan<br />

Setiabudi tahun 1984 – 2004<br />

Pada tabel 3 dapat dilihat bagaimana<br />

perkembangan jalan Setiabudi seiring dengan<br />

perkembangan perumahan TASBI. Pada tahun<br />

1984 jalan Setiabudi mempunyai lebar 8 m<br />

dengan tingkat volume lalu lintas 3109 smp/jam.<br />

Berdasarkan volume tersebut dibandingkan<br />

dengan kapasitas jalan ternyata pada tahun 1984<br />

tingkat pelayanan jalan untuk jalan setiabudi<br />

berada pada level D (Kondisi arus mendekati<br />

tidak stabil, kecepatan yang terjadi rendah).<br />

Kondisi ini menyebabkan mulainya terjadi<br />

penundaan sehingga dibutuhkan pengembangan<br />

jalan Setiabudi. Pada tahun 1987 jalan Setiabudi<br />

di perlebar menjadi 12 meter. Jika ditinjau nilai<br />

Q/C, kondisi tahun 1987 lebih kecil<br />

dibandingkan tahun 1984, dimana hal ini<br />

disebabkan pertumbuhan lalu lintas jalan<br />

Setiabudi tidak begitu besar. Pada tahun tersebut<br />

tingkat pelayanan Jalan Setiabudi masih di level<br />

D sehingga dibutuhkan kembali pengembangan<br />

jalan Setiabudi. Akibat tingkat pelayanan pada<br />

level D dan perkembangan jalan semakin besar<br />

maka pada tahun 2000 jalan Setiabudi perbesar<br />

menjadi 20 m. Tingkat pelayanan jalan Setiabudi<br />

pada tahun tersebut cukup baik dengan tingkat B<br />

(Kondisi arus stabil, kecepatan sedikit terbatas<br />

oleh lalu lintas). Pada tahun 2004 tingkat<br />

pelayanan jalan Setiabudi kembali menjadi<br />

tingkat C.<br />

Kondisi pelayanan jalan Setiabudi sangat<br />

berbeda dengan jalan-jalan alternative yang ada<br />

disekitar perumahan, seperti jalan perjuangan<br />

ataupun jalan Asoka. Keberadaan jalan<br />

Perjuangan pada tahun 1987 memberikan<br />

dampak yang cukup baik terhadap jalan<br />

Setiabudi, hal tersebut juga terjadi pada jalan<br />

Asoka. Keberadaan jalan tersebut sangat<br />

membantu memberikan peningkatan pelayanan<br />

jalan Setiabudi akibat perkembangan kota<br />

khususnya perkembangan perumahan Taman<br />

Setabudi Indah. Untuk jalan Perjuangan dan<br />

Asoka, tingkat pelayanan kedua jalan tersebut di<br />

level A dan tingkat tersebut tetap stabil mulai<br />

dari dibukanya kedua jalan tersebut hingga<br />

sekarang.<br />

14


KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />

TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />

Ahmad Syaukani<br />

Abdul Majid Ismail<br />

Dwira N. Aulia<br />

Rahmad Dian<br />

Tabel. 3. Perkembangan Tingkat Pelayanan Jalan-Jalan di Sekitar Perumahan TASBI tahun<br />

1984 s/d 2004<br />

Jalan Setia Budi Jalan Perjuangan Jalan Asoka<br />

Keterangan<br />

1984 1987 2000 2004 1984 1987 2000 2004 1984 1987 2000 2004<br />

Lebar Jalan Lebar Jalan Lebar Jalan<br />

8 m 12 m 20 m 20 m 8 m 12 m 20 m 20 m 8 m 12 m 20 m 20 m<br />

<strong>Volume</strong> Lalu Lintas<br />

( Q ) (smp/jam)<br />

Kapasitas Jalan<br />

(smp/jam)<br />

3109 3293 46<strong>02</strong> 4903 1157 1617 1723 333 431<br />

3306 3769 6772 6772 3306 3769 3306 3769 3769<br />

Q/C 0.94 0.87 0.68 0.72 0.30 0.42 0.52 0.08 0.11<br />

Tingkat Pelayanan D D B C A A A A A<br />

4.4 Perhitungan <strong>Volume</strong> Kenderaan<br />

Berdasarkan data primer yang diambil dari pintu<br />

jalan Asoka, pintu jalan Perjuangan dan pintu<br />

gerbang utama Perumahan Taman Setiabudi<br />

Indah dapat dilihat bahwa jumlah volume<br />

kenderaan yang berasal dari perumahan Taman<br />

Setiabudi Indah menuju Jl. Setiabudi yang<br />

paling besar adalah melalui pintu gerbang utama<br />

Jika ditinjau jumlah volume kenderaan yang<br />

keluar masuk perumahan TASBI cukup besar,<br />

dari ketiga pintu gerbang keluar - masuk ratarata<br />

volume kenderaan dapat mencapai 10.542<br />

smp/jam, dimana pintu Gerbang Utama dan<br />

pintu gerbang jalan perjuangan merupakan<br />

pintu-pintu yang banyak dilalui kenderaan yaitu<br />

53 % pintu gerbang utama.<br />

Tabel 4. <strong>Volume</strong> Lalu Lintas yang berasal dari perumahan TASBI<br />

No. Hari Waktu<br />

Jl. Perjuangan<br />

<strong>Volume</strong> Lalu Lintas ( smp/jam )<br />

Jl.Asoka<br />

Pintu Gerbang<br />

TASBI<br />

06. 30 - 08. 30 0 422 1641 2063<br />

1 Senin 10. 00 - 12. 00 1500 252 1473 3225<br />

17. 00 19. 00 1836 269 1806 3910<br />

Jumlah<br />

3336 942 4920 9198<br />

06. 30 - 08. 30 1227 336 1628 3191<br />

2 Selasa 10. 00 - 12. 00 1421 204 1672 3296<br />

17. 00 19. 00 1067 204 1698 2969<br />

Jumlah<br />

3715 744 4997 9455<br />

06. 30 - 08. 30 1433 431 1599 3463<br />

3 Rabu 10. 00 - 12. 00 1723 215 1628 3566<br />

17. 00 19. 00 1404 294 1816 3514<br />

Jumlah<br />

4560 939 5043 10542<br />

Total<br />

15


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />

4.5 Pengaruh Pergerakan Kenderaan di<br />

Pintu Gerbang Utama Perumahan<br />

terhadap Jalan Setiabudi<br />

Pintu gerbang utama perumahan Taman<br />

Setiabudi Indah merupakan jalan alternative ke<br />

perumahan yang paling banyak dilintasi<br />

kenderaan, selain itu letak pintu gerbang utama<br />

berhubungan langsung dengan Jalan Setiabudi.<br />

Akibat letak dan fungsi gerbang utama sangat<br />

dominan mengakibatkan terjadinya kemacetan<br />

di jalan Setiabudi khususnya pada jam-jam sibuk<br />

Kemacetan yang terjadi di persimpangan<br />

gerbang utama tersebut disebabnya banyaknya<br />

kenderaan yang keluar masuk perumahan serta<br />

tidak adanya Traffic Light.<br />

Arus di jalan Setiabudi yang berasal dari<br />

Tanjung Sari (V1) akan mengalami hambatan di<br />

persimpangan pintu gerbang akibat adanya<br />

kenderaan yang masuk ke Perumahan (V6 dan<br />

V3) dan keluar ( V4 ) dari perumahan, begitu<br />

juga hambatan akan dialami kenderaan di jalan<br />

Setiabudi yang berasal dari pusat kota ( V8 )<br />

akibat kenderaan menuju perumahan ( V6 ) dan<br />

keluar (V5).<br />

Gambar 5. Kondisi pada posisi pintu masuk utama Perumahan Taman Setiabudi Indah yang bertemu<br />

secara langsung dengan Jalan Setiabudi<br />

Tabel 5. Data jumlah kenderaan dipersimpangan pintu gerbang utama perumahan dan Jalan Setiabudi<br />

Pos 2 Pos 3 Pos 4<br />

No Hari Jam<br />

Jumlah Kenderaan ( Unit )<br />

V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8<br />

1 Senin<br />

2 Selasa<br />

3 Rabu<br />

06.30 - 08.30 357 1784 373 604 403 560 27<strong>02</strong> 1125<br />

10.00 - 12.00 2171 2171 490 607 506 612 2780 2780<br />

17.00 - 19.00 2403 2403 842 509 424 936 2353 3530<br />

06.30 - 08.30 2609 1203 283 804 372 674 1877 1252<br />

10.00 - 12.00 2148 1430 673 616 616 673 3739 3877<br />

17.00 - 19.00 1946 2594 392 762 353 861 3638 6066<br />

06.30 - 08.30 1979 1425 323 711 355 648 1952 1301<br />

10.00 - 12.00 2159 1520 663 535 501 829 2809 3433<br />

17.00 - 19.00 2054 1370 440 783 391 881 2997 4496<br />

16


KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />

TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />

STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />

Ahmad Syaukani<br />

Abdul Majid Ismail<br />

Dwira N. Aulia<br />

Rahmad Dian<br />

4.6 Prediksi Perkembangan Kenderaan di<br />

Perumahan TASBI dan dampak<br />

terhadap Jalan Setiabudi<br />

Perkembangan perumahan Taman Setiabudi<br />

Indah yang akan datang juga memberikan<br />

dampak yang cukup besar terhadap kinerja jalan<br />

Setiabudi. Dampak yang sangat nyata adalah<br />

bertambahnya jumlah kenderaan pribadi milik<br />

dan juga moda pergerakan kenderaan dari<br />

aktivitas sosial ekonomi masyarakat perumahan<br />

TASBI. Berdasarkan data yang dikumpulkan<br />

disimpulkan bahwa perkembangan jumlah<br />

kenderaan pribadi di perumahan TASBI dari<br />

1984 sampai tahun 2004 sejumlah 3.911 unit<br />

dengan tingkat perkembangan kenderaan<br />

pertahunnya 5,94%.<br />

Melihat<br />

perkembangan kenderaan yang sangat pesat dan<br />

dampaknya yang ditimbulkannya cukup besar,<br />

maka diperlukan analisa prediksi jumlah<br />

kenderaan yang dimiliki penghuni dan yang<br />

keluar masuk perumahan Taman Setiabudi<br />

Indah yang pada<br />

Untuk memprediksi jumlah kenderaan 5 tahun<br />

akan datang digunakan persamaan bentuk<br />

matematika model Regresi Eksponensial (Bunga<br />

Berganda) adalah<br />

P t+u = P 0 (1+r) u<br />

................... 4<br />

Dimana :<br />

P 0 = Jumlah kenderaan di tahun awal<br />

proyeksi (tahun ke 0)<br />

P t+u = Jumlah kenderaan pada tahun<br />

proyeksi (tahun ke n dari tahun<br />

awal)<br />

r = tingkat pertambahan kenderaan ratarata<br />

setiap tahunnya (diambil dari<br />

data time series)<br />

u = jumlah tahun masa proyeksi<br />

Maka dengan menggunakan persamaan diatas<br />

dapatlah diperkirakan bahwa untuk 5 tahun<br />

mendatang jumlah kenderaan milik masyarakat<br />

perumahan TASBI sejumlah 4.932 unit<br />

kenderaan.<br />

4 Penutup<br />

5.1. Kesimpulan<br />

Berdasarkan dari analisa yang telah dilakukan<br />

maka dapat dismpulkan bahwa :<br />

• Pembangunan perumahan skala besar<br />

menimbulkan pergerakan lalu lintas cukup<br />

besar yang dampaknya berpengaruh<br />

terhadap tingkat pelayanan jalan. Hal ini<br />

dapat lihat dari tingkat pelayanan Jalan<br />

Setiabudi dari tahun 1984 sampai 2004<br />

seiring dengan perkembangan perumahan<br />

TASBI, yaitu berada di level C dan hanya<br />

pada tahun 2000 tingkat pelayan jalan<br />

Setiabudi berada di level B<br />

• Permukiman Taman Setiabudi Indah (real<br />

estate) membangkitkan pergerakan dengan<br />

jumlah yang besar khususnya terhadap Jalan<br />

Setiabudi.<br />

• Pergerakan yang melalui jalan akses lokal<br />

(pintu gerbang utama) mengakibatkan<br />

penambahan waktu tundaan (delay) bagi lalu<br />

lintas menerus (through traffic) pada jalan<br />

Setiabudi. Hal ini disebabkan dari 53<br />

% dari total jumlah kenderaan yang keluar<br />

masuk perumahan berasal dari pintu gerbang<br />

Utama<br />

• Jalan Setiabudi merupakan jalan<br />

masuk/keluar utama permukiman Taman<br />

Setiabudi Indah dimana ruas jalan tersebut<br />

adalah sebagai muara utama pergerakan<br />

warga perumahan Taman Setiabudi Indah<br />

dibandingkan dengan kedua akses yang lain<br />

(jalan Asoka dan jalan Perjuangan).<br />

• Ruas Jalan Setiabudi merupakan jalan<br />

kolektor primer yang memiliki volume lalu<br />

lintas yang relatif tinggi dibandingkan<br />

kedua jalan akses yang lain yang disertai<br />

dengan percampuran moda kenderaan<br />

(mixed traffic) antara lalu lintas lokal dan<br />

menerus.<br />

• Permukiman Taman Setiabudi Indah<br />

Mempunyai intensitas kegiatan yang tinggi<br />

dan warganya cenderung menggunakan/<br />

memiliki moda angkutan pribadi (mobil<br />

pribadi) yang jumlahnya lebih dari 1 unit per<br />

keluarga. Hal ini menimbulkan adanya<br />

tambahan bangkitan kenderaan pribadi<br />

terhadap volume lalu lintas terutama di ruas<br />

jalan Setiabudi.<br />

17


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />

• Ruas Jalan Setiabudi mengalami persoalan<br />

lalu lintas berupa kemacetan (congestion)<br />

dan tundaan (delay) lalu lintas sebagai<br />

akibat dari besarnya lalu lintas yang keluar–<br />

masuk jalan akses lokal (daerah<br />

permukiman).<br />

5.2. Saran<br />

Jika ditinjau dari hasil survey dan visualisasi di<br />

lapangan dan analisa, terlihat kondisi kapasitas<br />

jalan Setiabudi khususnya di bagian depan<br />

perumahan Taman Setiabudi Indah sangat padat.<br />

Kadang-kadang untuk waktu tertentu seperti jam<br />

sibuk, kemacetan sering terjadi. Hal ini<br />

menunjukan pengaruh adanya perumahan<br />

Taman Setiabudi Indah terhadap jalan setiabudi<br />

sangat besar.<br />

1. Perlunya ditambahnya pintu gerbang utama<br />

dengan mengembangkan pintu gerbang yang<br />

ada di jalan Perjuangan serta<br />

mengembangkan jalan Perjuangan tersebut,<br />

yang saat ini lebar badan jalan 8 meter<br />

diharapkan dikembangkan menjadi 12 meter<br />

dengan membebaskan tanah masyarakat<br />

sekitarnya dan biayanya dibebankan kepada<br />

pihak Developer<br />

2. Perlunya dipertimbangkan penempatan<br />

Traffic Light dengan menyesuaikan waktu<br />

pada persimpangan pintu gerbang utama<br />

untuk masuk dan keluar perumahan<br />

3. penempatan rambu lalu lintas dilarang<br />

berhenti bagi kenderaan roda empat maupun<br />

lebih di sisi jalan Setiabudi khususnya<br />

disekitar pintu gerbang perumahan akibat<br />

adanya kegiatan ekonomi.<br />

4. Diberlakukannya rambu-rambu lalu lintas<br />

khusus bagi kenderaan umum penumpang<br />

yang ingin menurunkan atau menaikkan<br />

penumpang dengan menempatkan halte di<br />

ruas jalan Setiabudi.<br />

5. Perlu dibuatnya jalan layang (fly over) untuk<br />

menuju keperumahan Taman Setia Budi<br />

Indah, baik kenderaan dari arah utara<br />

maupun selatan dengan biaya pihak<br />

Developer.<br />

Daftar Pustaka<br />

Black J.A (1984) The Land Use/Transport<br />

System, Secon Edition, Pergamenon Press,<br />

Sydney<br />

Djunaedi (2003), Perencanaan Guna<br />

Lahan/Kota dan Hubungannya Dengan<br />

Perencanaan Transportasi<br />

Oin (20<strong>02</strong>) Urban Traffic and Transport<br />

Building, Journal Lord University, Vol 12<br />

Sweden<br />

18


COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />

TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />

Bauni Hamid<br />

COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />

TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />

Bauni Hamid<br />

Department of Architecture, Faculty of Engineering<br />

University of North Sumatra, Medan<br />

Abstract. This paper discusses potential of implementing computation in planning and design process as an<br />

integrated part of an urban development program. The main issue of computation, which is explored more<br />

detailed here is about its role in facilitating communication among various participants involved within urban<br />

development setting. Possibility of involving local people is more opened especially by utilizing the power of<br />

computation in visualizing whole project through multiple representations. Digital model has been empowered<br />

by interactivity and comprehensiveness of related information in text format. All format of information should be<br />

bundled within an integrated information system, which is developed based on GIS. Sustainability as keyword<br />

for the success of this system can be achieved through integrating its operation, system development and<br />

updating mechanism with academic works through collaboration with local university.<br />

Keyword: community, computation, collaborative design, information system, GIS, urban development,<br />

sustainable<br />

1. Introduction<br />

Complicated problems around urban<br />

development issues are progressively diverging<br />

side by side with the more parties that<br />

characterize them. Certainly those issues need<br />

comprehensive and knowledge-based solution in<br />

order to balance its negative impacts. One of the<br />

most important problems that need to be<br />

anticipated is that of socialization of urban<br />

development program. This usually brings the<br />

issue about people’s resistance against program<br />

implementation. It might be understood since<br />

this party who will have direct implication of the<br />

physical development. Ironically, they almost<br />

never involved with the project implementation<br />

plan. This fact is usually happened on the project<br />

belonging to revitalization program, which<br />

means it develops on a settled neighborhood.<br />

Furthermore we could see clearly impacts of<br />

ineffective program along with its disorder<br />

operation and maintenance. Administrative<br />

mechanism and information system are some of<br />

basic problems and significant constraints in<br />

improving the situation at once. Local<br />

government seems to be lost of control in<br />

managing the urban physical development. We<br />

need a real and practical solution rather than<br />

ideal concepts, which tend to be slogan but still<br />

abstract in implementation. In anticipating this<br />

issue the idea of community computing should<br />

be considered as alternative to bridge the<br />

existing information gap.<br />

This paper discusses research findings regarding<br />

system of socialization and implementation of<br />

urban development program through the use of<br />

Information Technology (IT), as part of attempts<br />

to optimize development budget, to maintain<br />

public facilities and above all to open wider<br />

access of information to urban community as<br />

stakeholder.<br />

19


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />

2. Information Strategy for Community<br />

One significant aspect that characterizes a city is<br />

its rapid development. On the other hand local<br />

government usually failed to anticipate the<br />

dynamic of urban development. Its progressive<br />

movement is faster than what has been projected<br />

on early phases, and sometimes it has deviated<br />

from the anticipated planning. The deviation<br />

itself might be happened because of some<br />

aspects (Beauregard, 1996; Klosterman, 1996):<br />

a. The plan cannot reflect the most up to date<br />

situation, as its referred data is incomplete.<br />

Consequently government should arrange<br />

plan accurately in order to have a<br />

successful implication.<br />

b. There is usually found weaknesses in<br />

controlling the implementation of urban<br />

development program, since local<br />

government hasn’t had adequate expertise<br />

to conduct an ideal controlling process.<br />

Supplying experts is not a simple task.<br />

Local government should have<br />

collaboration with local universities to<br />

handle this aspect. Following this step an<br />

independent institution should be made to<br />

run the urban development controlling<br />

process.<br />

c. Rapid changes on the society itself should<br />

be realized as unavoidable facts.<br />

Consequently a plan should be<br />

continuously revised to anticipate the<br />

changes. In this case the rule of computer<br />

has been considered as main technological<br />

alternatives that may facilitate whole<br />

process in anticipating continuous changes.<br />

By using computer we can compile data, as it<br />

might be needed. And it can be collected from<br />

any sources including from community. People<br />

will have more opportunities to participate in<br />

data input process or even to utilize it.<br />

Computer has given more expectation to create<br />

balance between development program and<br />

dynamics of people as urban community. Urban<br />

spatial planning and design is a sustainable<br />

process generated by various involved parties,<br />

various interests and a mechanism of<br />

negotiation, which is existed as result of the<br />

process. Hence computation of planning and<br />

design has a big potential to utilize the<br />

complicated problems that has characterized an<br />

urban development issues (Gross et al., 1997).<br />

By using computer we may evaluate data and<br />

process it to be information. The information<br />

will be of use for any kind of purposes such as<br />

for local government, which needs it as basis for<br />

decision-making process. The information may<br />

be disseminated through any kind of electronic<br />

media, and specifically for digital information<br />

the Internet is very resourceful. These steps may<br />

also take any other kind of strategy such as using<br />

special column on local newspaper, which<br />

specifically publishes discussion on urban<br />

development issues. In a more sophisticated<br />

manner computer has also capability to perform<br />

simulation or prediction digitally. Changes<br />

occurred on an urban element for instance, may<br />

be tested or evaluated regarding its implication<br />

on whole urban system (Muhammadi, 2001).<br />

Apart from its abundant positive implication,<br />

further implementation of computer as means<br />

for communication and information should be<br />

criticized. This is to consider local situation in<br />

Indonesia as a developing country. Even<br />

accessibility for conventional media of<br />

communication and information is still limited<br />

within several groups of people. If it is forced to<br />

be implemented it will lead to situation where<br />

segregation between the have and the have not<br />

in the context of information accessibility<br />

implies more factual. The ideal plan for<br />

socializing urban planning and development<br />

program through the Information Technology<br />

(IT) application will take an affect in the form of<br />

polarization among the community (Castells,<br />

1999). Furthermore, after the negative tendency<br />

could be minimized, another critical question<br />

should be addressed. With various parties<br />

becoming the target of information on urban<br />

development some other questions could arise.<br />

Which information is really needed by each<br />

party And how computer can identify the<br />

variety of participants<br />

Another issue that should be anticipated early is<br />

sustainability of urban development information.<br />

Modeling of urban physical development plan<br />

should be a sustainable process either. An early<br />

model should be continuously developed and<br />

updated so that it won’t be only a static digital<br />

archive. This will be very contradictive with the<br />

character of urban development issues, which<br />

are very dynamic (Dokonal, 2001).<br />

20


COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />

TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />

Bauni Hamid<br />

3. Planning and Design Computation and<br />

Potential of Digital Visualization<br />

Visualization is one of the essential strategies in<br />

socializing planning and design phases<br />

concerning physical changes of a particular built<br />

environment. Design computation, or CAD<br />

(Computer Aided Design) in a more familiar<br />

terminology, is one of the more and more<br />

familiar tools for the implementation of<br />

visualization process. In its early stages this<br />

method is effective in bridging visual perception<br />

gap of a plan of a physical project. This is<br />

supported by the most recent development of<br />

digital modeling by CAD that enables the<br />

process to create a real simulation, and even<br />

tends to be exaggerated. In the next period,<br />

rational thinking of each person involved with<br />

urban development process or built-environment<br />

resettlement has stimulated a more critical view<br />

towards digital visualization method. This has<br />

the most effect among people who have a<br />

relatively higher education (Holmgren, 2001).<br />

Therefore it is recommended when visualization<br />

by computer will take effect in a community<br />

projects, people participation should be among<br />

the project implementation plan. By utilizing<br />

this strategy a more adaptable visual perception<br />

among the involved participants can be<br />

expected. One technical issue that should be<br />

considered is the utilization of interactive<br />

modeling that will be a more communicative<br />

alternative. An interface prototype by Hamid et<br />

al. (2001), which utilized interactive digital<br />

modeling by using VRML (Virtual Reality<br />

Modeling Language), has indicated that there<br />

has still been potential of digital visualization.<br />

The power of the digital model has been<br />

enhanced through attaching function that can<br />

enable viewers to explore model. Whole<br />

development process, from the large scale<br />

neighborhood revitalization context to the<br />

smallest one such as housing unit renovation,<br />

can be visually explored interactively through<br />

integrating 3D model produced with CAD<br />

application program with VRML model. This<br />

includes exploring revitalization process of the<br />

neighborhood interactively through digital<br />

model in a proposed integrated information<br />

system (Figure 1), customizing various<br />

alternatives of housing unit renovation through<br />

an interactive digital model developed with<br />

VRML (Figure 2), until exploring alternatives of<br />

interior arrangement of a renovated housing unit<br />

model in real time basis through VRML model<br />

(Figure 3). This method has also been equipped<br />

with function for displaying related non-visual<br />

information by attaching hyperlinks to the<br />

model. The simplest method of displaying the<br />

interface so far is by using web-based<br />

presentation format.<br />

Figure 1. The interface model of an interactive<br />

digital model in a proposed integrated<br />

information system (Hamid et al., 2001)<br />

Figure 2. An interactive digital model developed<br />

with VRML for customizing various alternatives<br />

of housing unit renovation (Hamid et al., 2001)<br />

21


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />

Figure 3. An interactive VRML model<br />

displaying a function where viewers can explore<br />

alternatives of interior arrangement of a<br />

renovated housing unit model in real time<br />

(Hamid et al., 2001)<br />

The extension of the ability of each model is<br />

very dependent on level of competency in<br />

utilizing modeling application program.<br />

Building digital model doesn’t only mean digital<br />

drafting or drawing which essentially isn’t<br />

different from works produced by draftsman<br />

manually. Competency in CAD program is very<br />

much needed in representing complicated<br />

planning and design problems (Rosenman and<br />

Gero, 1997; Murty et al., 1999). The issue will<br />

be easily understood if all actions taken in<br />

planning and design are viewed as integrated<br />

parts in a process, not just an end product that is<br />

judged by final presentation. Complexity of<br />

planning and design problems mostly occurred<br />

on early process, where compilation and<br />

integration of basic information are executed.<br />

Information regarding administrative and<br />

technical aspects will be frequently found here.<br />

It is in this point that CAD can be utilized<br />

further not only as drafting tools, but able to<br />

perform its maximum capacity as analysis tool.<br />

Urban and environmental planning issues such<br />

as ecological or economical factors that have<br />

been beyond the scope of CAD works until<br />

recently, can be involved within digital analysis<br />

of a particular physical plan (Medjdoub and<br />

Yannou, 2000; Donath et al., 20<strong>02</strong>).<br />

Complex model is a character of required model<br />

in representing complexity of urban physical<br />

problems. Integration of non-visual information<br />

within CAD model is a determinant factor to<br />

have a successful modeling project. Complexity<br />

in urban planning and development cannot only<br />

be represented by visualization through digital<br />

model of the subjected revitalized area. The<br />

dynamics of information exploration in line with<br />

changes in urban planning and development<br />

needs more than visualization in the context of<br />

computation works. It needs multiple<br />

representations (Dave and Bishop, 2000).<br />

Geographic Information System (GIS) is an<br />

example of a dynamic information system,<br />

which is based on multiple representations<br />

principles. The integration of CAD into GIS is<br />

basically a basis for building and developing an<br />

integrated urban development information<br />

system.<br />

Above all visualization should always be placed<br />

as foundation for communication aspects in<br />

representing most of urban problems. Mitchell<br />

(1995) has argued that visualization through<br />

using physical elements that has been familiar to<br />

targeted people as symbols of information in<br />

databases will be effective in the context of<br />

building sustainable information system.<br />

4. Proposed Integrated Information System<br />

4.1 A GIS-based Model<br />

In the beginning of 21st century, researches in<br />

the area of the implementation of information<br />

and communication technology for community<br />

or public interests have been developing more<br />

conducive and adaptable system with local<br />

needs. While on the early periods information<br />

system available in public computation facility<br />

has a character as one-way information, on its<br />

progress it has developed as more interactive<br />

information system. By using GIS-based<br />

program the information system could be<br />

utilized in order to enable it in identifying local<br />

people needs (Ceccato and Snickars, 2000). The<br />

collected information isn’t only that of related<br />

with spatial planning matters. Socio-economic<br />

data or SEDB (Social Economic Database) of<br />

urban population is included as databases for the<br />

integrated information system in GIS format<br />

(Nicolson, 1998). The included aspects could be<br />

summarized as following:<br />

a. Facilities and services, including:<br />

education, health, childcare, emergency<br />

service, religious facility, recreational<br />

facility, and public transportation.<br />

b. Land use, including: current land use, open<br />

space, industrial area, and commercial area.<br />

22


COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />

TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />

Bauni Hamid<br />

c. Population, including: population character,<br />

population projection<br />

d. Site and residential, including: number of<br />

dwellings, age and type of dwelling,<br />

available allocation, potential site for<br />

housing development, projection of<br />

housing needs in the future.<br />

Exploration of the development of GIS-based<br />

urban spatial and regional analysis has involved<br />

with more detailed information and having three<br />

dimensional performance representing urban<br />

elements and its implication, such as:<br />

specification of dwellings in a particular area<br />

and its related energy analysis (Holtier et al.,<br />

2000). People participation as part of attempts in<br />

increasing data quality, such as the information<br />

regarding their views and assessment of their<br />

environmental neighborhood, has been able to<br />

be accommodated through the use of Internet<br />

(Ceccato and Snickars, 2000). Therefore the idea<br />

of involving local people in the practice of<br />

making planning and implementing urban<br />

development program that is facilitated by IT is<br />

not merely theoretical anymore. The use of<br />

Internet, or strategy in supplying the IT’s ware<br />

that is affordable to people, or at least group of<br />

people, is one of some significant aspects to be<br />

explored further in implementing community<br />

participation. This should be following up in<br />

order to have a reliable representative and<br />

communal data.<br />

Urban development planning and design, which<br />

is essentially a sequence of decision-making<br />

process, has been made more accommodative by<br />

GIS program. The large number of people<br />

involved in an urban development project that<br />

brings various interests and needs of information<br />

has placed GIS as important tool for decisionmaking<br />

– Design Decision Support (Batara et<br />

al., 20<strong>02</strong>). On this area, potential of GIS in<br />

exploring the tasks will be much more maximal<br />

by integrating it with CAD. This is to be done<br />

for enhancing its capability to perform multiple<br />

representations. The integration should also go<br />

beyond CAD by including the most recent<br />

communication medias, such as: the Internet,<br />

multimedia applications, etc.<br />

4.2 Principles of Community-based<br />

Integrated Information System<br />

The development of GIS has indicated a<br />

phenomenon of its separation with the<br />

development of spatial planning issues and the<br />

development of the IT as well. Ironically the<br />

GIS itself is essentially originated and developed<br />

by the supports of dynamics of both issues. In<br />

this case, concept of integration as a whole<br />

system should be carefully examined in line with<br />

the development of GIS as planning process aid<br />

tool. The complexity of issues in planning<br />

process needs a particular spatial analysis<br />

system that can include all related aspects.<br />

During last two years researches on GIS-based<br />

topics have been actively executed as<br />

anticipation of more and more complicated<br />

planning problems. System such as Planning<br />

Support System (PSS) has been identified as a<br />

model of more flexible and comprehensive GISbased<br />

spatial analysis. It may facilitates wide<br />

range of spatial analysis from a small scale<br />

dynamic planning analysis, such as housing<br />

planning case (Donath and González, 2001) to a<br />

much more complicated issues such as the<br />

dynamics of urban planning itself, which<br />

requires a more adaptable and powerful IT tools<br />

(Geertman, 20<strong>02</strong>).<br />

The development of multimedia in computation<br />

has given contribution to GIS to extend its<br />

capability to be an integrated information<br />

system. In this case, communication problems,<br />

which is usually happened among people<br />

because of the IT’s unfriendly interfaces, can be<br />

reduced since visual aspects of GIS may be<br />

displayed in a more familiar format of<br />

visualization. Images, animated movement,<br />

sound effects, supported by its capability to be<br />

linked with digital information sources either<br />

textually or graphically has enabled an<br />

integrated information system to be easily<br />

accessible It might be customized according<br />

people’s information needs and people’s<br />

background as well. This model of hypermedia<br />

communication model has been successfully<br />

utilized through the World Wide Web (WWW)<br />

to facilitate collaboration in urban planning<br />

process among a number of participants<br />

including local people, who were previously put<br />

aside (Shiffer, 1995b; Maher et al., 1997; Dave<br />

and Bishop, 2000; Geertman et al., 20<strong>02</strong>).<br />

23


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />

The implementation of hypermedia in<br />

collaborative urban planning and design should<br />

examine some factors that may influence quality<br />

of collaborative process and its resulted product.<br />

Shiffer (1995a) has explained there are at least<br />

three significant factors: information<br />

organization system covering documents that<br />

form databases, analysis tools and computation<br />

tools; facilities for accommodating and<br />

integrating multimedia aspects, such as: digital<br />

map, graphic aspects, audio and/or video<br />

aspects; and representation methods to enable<br />

maximum exploration of descriptive capability<br />

of each communication mode.<br />

On a further research by Li and Yeh (2000), this<br />

multiple representation aspects have been<br />

developed through integration of what is called<br />

as Cellular Automata (CA) with GIS. Principally<br />

this method has opened the opportunity for<br />

integrating data not evolved through GIS<br />

program in order to hove extended flexibility in<br />

data formatting. Another important aspect is<br />

sustainability, which leads to an issue of how to<br />

integrate data updating methods with the system.<br />

While in the context of a developing country this<br />

application method is still long to be<br />

implemented widely, at least it offers an<br />

alternative to think research further about<br />

sustainability method of the integrated<br />

information system in local context.<br />

5. The Urgency of Community Information<br />

Center<br />

An urban information system will be useless<br />

without easy accessibility, particularly to bridge<br />

the information gap among the community.<br />

Therefore the system needs a method of<br />

accessing the information that can support a fair<br />

dissemination among the local people. An idea<br />

of developing local information center for local<br />

people who were always put aside in urban<br />

development socialization should be considered<br />

intensively in a framework of implementing fair<br />

dissemination of information.<br />

As a model, local information center has had<br />

progressive attention in the end of the 1990’s.<br />

Essentially this facility isn’t far different from<br />

Internet café or Information Technology kiosks<br />

that have been familiar enough in most of<br />

Indonesian big cities. We will agree with this<br />

view if we look at their available devices or<br />

tools and their function as a collective<br />

information access provider. But for a more<br />

strategic function as information provider or<br />

supplier, they aren’t function well or even<br />

nothing yet at all. In developed country itself,<br />

for instance in the United States, where level of<br />

information accessibility through Internet from<br />

each household is relatively higher than any<br />

other country in the world, it still needs a system<br />

of collective information access which is known<br />

as community computing program (Beamish,<br />

1999). This program has accelerated<br />

dissemination of public information especially to<br />

low-income groups. In general, information<br />

system within public computing facility displays<br />

public information with local content, which is<br />

very urgent to be addressed to whole city<br />

inhabitants. In line with that function<br />

visualization in the information system use<br />

urban element symbols that have been familiar<br />

to local people as one of its power as digital<br />

communication media (Shaw and Shaw, 1999).<br />

In a context of developing country, such as in<br />

Indonesia, computer wares are still considered<br />

expensive. It will be more contradictory if<br />

targeted functions of this machine are those of<br />

urban marginal people who clearly never<br />

thought the urgency of having it. Developing<br />

local information center for people needs critical<br />

thought in order to be able to manage wisely<br />

whole existing potential within people<br />

themselves or supports from concerned<br />

participants. The involvement of private sectors<br />

in giving contribution to provide adequate needs<br />

of computing facility should be considered as<br />

one potential resources. The strategy has been<br />

proved effective in solving the problems, in<br />

several cases within local communities in<br />

American metropolitans (Terry, 1999), and<br />

should be a precedence to be implemented in<br />

Indonesia. There are quite a number of largescale<br />

national and multinational companies that<br />

use computer in large quantity and periodically<br />

upgrade those equipments. This is a very<br />

prospective opportunity that should be followed<br />

up in order to create a mechanism of developing<br />

community information centers.<br />

Another strategic issue that should be carefully<br />

considered in the framework of developing<br />

community information center is sustainability.<br />

Including within this aspect is data updating<br />

mechanism through information system. In<br />

24


COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />

TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />

Bauni Hamid<br />

urban development information system, the<br />

centers are projected to be data input nodes.<br />

Strategic managerial aspects are critical enough<br />

in operating such facility as these information<br />

centers, which are generally non-profit oriented.<br />

In their research on architectural education,<br />

Ozersay and Szalapaj (1999) have concluded<br />

that there is a room for academics involvement<br />

in managing the problems. It should be<br />

reminded to those academics that they have to<br />

make community works as part of their<br />

responsibility. All higher education institution in<br />

the world should have this kind of program to be<br />

considered an ideal university. A small case has<br />

been implemented in a local context in the city<br />

of Medan. An alternative of urban revitalization<br />

program has been utilized digitally through<br />

involvement of students (Hamid et al., 2001). A<br />

prototype of a system that may sustain the<br />

program by keeping updated the resulted model<br />

is currently under progress (Figure 4). This is<br />

underutilized by integrating all works with<br />

course works of computation courses conducted<br />

at Department of Architecture University of<br />

North Sumatra (Hamid, 20<strong>02</strong>).<br />

DATA<br />

Academic<br />

works<br />

instruction<br />

Academic<br />

Institution<br />

Digital<br />

works<br />

product<br />

Input and Feedback<br />

M h i<br />

Government<br />

CIC = Community Information<br />

Center<br />

UDIC = Urban Development<br />

Information Center<br />

Figure 4. A model of updating and maintenance<br />

mechanism in a proposed sustainable integrated<br />

information system (Hamid, 20<strong>02</strong>)<br />

6. Conclusion<br />

A model of computation in urban planning and<br />

design can be implemented through integrated<br />

information system, in which GIS has a role as<br />

basis for databases development. Equal<br />

accessibility of the available information on the<br />

system among whole participants in the<br />

implementation of urban development program<br />

is a significant factor to have a successful model.<br />

Local people should be given the most attention<br />

in designing the access system. Community<br />

information center can be considered as an ideal<br />

model to facilitate the accessibility of this group.<br />

Sustainability of this program including<br />

updating information and developing digital<br />

model databases can be executed by integrating<br />

the program with academic program within<br />

participating university which have related<br />

academic program, for instance: architecture or<br />

urban planning.<br />

Acknowledgement<br />

The author would like to mention following<br />

names for giving contribution in enriching<br />

substantial ideas of this paper: Ir. Tavip K.<br />

Mustafa for his input on the implementation and<br />

significant role of dynamics system in<br />

facilitating urban spatial development program;<br />

Devin Defriza, ST who has developed a<br />

prototype of integrated information system in<br />

which discussion about information system in<br />

this paper referred to<br />

References<br />

Batara, A., Dave, B. and Bishop, I. (20<strong>02</strong>)<br />

Design Decision Support through<br />

Translation between Multiple<br />

Representations of Spatial Data, in<br />

Proceedings of DDSS20<strong>02</strong> – 6 th<br />

International Conference on Design and<br />

Decision Support Systems in<br />

Architecture and Urban Planning, The<br />

Netherlands, Ellecom.<br />

Beamish, A. (1999) Approaches to Community<br />

Computing: Bringing Technology to<br />

Low-Income Groups, in Donald A.<br />

Schön, Bish Sanyal, and William J.<br />

Mitchell (ed.), High Technology and<br />

Low-Income Groups, Cambridge, MIT<br />

Press, pp. 349-368.<br />

25


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />

Beauregard, R.A. (1996) Between Modernity<br />

and Postmodernity: The Ambiguous<br />

Position of U.S. Planning, in S.<br />

Campbell and S.S. Fainstein (ed.)<br />

Readings in Planning Theory, Oxford,<br />

Blackwell Publishers Ltd., pp. 213-233.<br />

Castells, M. (1999) The Informational City is a<br />

Dual City: Can it be Reversed, in<br />

Donald A. Schön, Bish Sanyal, and<br />

William J. Mitchell (ed.), High<br />

Technology and Low-Income Groups,<br />

Cambridge, MIT Press, pp. 25-41.<br />

Ceccato, V.A. and Snickars F. (2000) Adapting<br />

GIS Technology to the Needs of Local<br />

Planning, in Environment and Planning<br />

B: Planning and Design, vol. 27, no. 6,<br />

pp. 923-937.<br />

Dave, B and Bishop, I.D. (2000) Multiple<br />

Representations for Diverse<br />

Perspectives: Collaboration in Urban<br />

Design, in Proceedings of SDH2000 –<br />

9 th International Symposium on Spatial<br />

Data Handling, Beijing, August 10-12,<br />

2000.<br />

Dokonal, W. (2001) A Working Session on 3-D<br />

City Modeling, in Proceeding of the 19 th<br />

Conference on Education in Computer<br />

Aided Architectural Design in Europe,<br />

Helsinki, August 29-31, 2001, pp. 417-<br />

422.<br />

Donath, D. and González, L.F. (2001)<br />

Integrated Planning Support System for<br />

Low-Income Housing, in Dumont, G.G.<br />

(ed.), in SIGRADI 2001, Sociedad<br />

Iberoamericana de Gráfica Digital, Fifth<br />

International Conference on Digital<br />

Media in Design, Ediciones Universidas<br />

del Bio-Bio, 2001, pp. 113-116.<br />

Donath, D., Lömker, T.M. and Richter, K.,<br />

(20<strong>02</strong>) Plausibility in the Planning<br />

Process – Reason and Confidence in the<br />

Computer-Aided Design and Planning<br />

of Buildings, in Proceedings of<br />

ACADIA 20<strong>02</strong> Conference, Los<br />

Angeles, USA, October 20<strong>02</strong>.<br />

Geertman, S. (20<strong>02</strong>) Participatory Planning and<br />

GIS: a PSS to Bridge the Gap, in<br />

Environment and Planning B: Planning<br />

and Design, vol. 29, no. 1, pp. 21-35.<br />

Gross, M., Parker, L. and Elliot, A. (1997)<br />

MUD: Exploring Trade-Offs in Urban<br />

Design, in R. Junge (ed.), CAAD<br />

Futures 1997, Netherlands, Kluwer<br />

Academic Publishers, pp. 373-387.<br />

Hamid, B. et al. (2001) Sistem Informasi<br />

Terpadu Proyek Revitalisasi Kawasan<br />

Kota, Laporan Akhir Program Semi-<br />

QUE III Fakultas Teknik USU, Proyek<br />

Peningkatan Manajemen Pendidikan<br />

Tinggi (P2MPT), Ditjen Dikti,<br />

Depdiknas.<br />

Hamid, B. (20<strong>02</strong>) The Role of Academia in<br />

Promoting and Sustaining<br />

Implementation of Information<br />

Technology in Urban Spatial Design<br />

and Management, in Proceeding of the<br />

3 rd International Seminar on Sustainable<br />

Environmental Architecture, 9-10 Maret<br />

20<strong>02</strong>, Yogyakarta, Indonesia.<br />

Holmgren, S., Rüdiger, B. and Tournay, B.<br />

(2001) The 3D-City Model – A New<br />

Space, in Proceeding of the 19 th<br />

Conference on Education in Computer<br />

Aided Architectural Design in Europe,<br />

Helsinki, August 29-31, 2001, pp. 430-<br />

435.<br />

Holtier, S., Steadman, J.P. and Smith, M.G.<br />

(2000) Three-Dimensional<br />

Representation of Urban Built Form in a<br />

GIS, in Environment and Planning B:<br />

Planning and Design, vol. 27, no. 1, pp.<br />

51-72.<br />

Li, X. and Yeh, A. G. (2000) Modelling<br />

SustainableUrban Development by the<br />

Integration of Constrained Cellular<br />

Automata and GIS, in International<br />

Journal of Geographical Information<br />

Science, vol. 14, no. 2, pp. 131-152.<br />

Maher, M.L., .Cicognani, A. and Simoff, S.<br />

(1997) An Experimental Study of<br />

Computer Mediated Collaborative<br />

Design, in International Journal of<br />

Design Computing, vol. 1.<br />

Medjdoub, B. and Yannou, B. (2000) Separating<br />

Topology and Geometry in Space<br />

Planning, in Computer-Aided Design,<br />

vol. 32, no. 1, pp. 39-61.<br />

Mitchell, W.J. (1995) City of Bits, Cambridge,<br />

The MIT Press.<br />

26


COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />

TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />

Bauni Hamid<br />

Muhammadi dkk (2001) Analisis Sistem<br />

Dinamis, Lingkungan Hidup, Sosial,<br />

Ekonomi, Manajemen, Jakarta, UMJ<br />

Press.<br />

Murty, P., Chase, S. and Nappa, J. (1999)<br />

Evaluating the Complexity of CAD<br />

Models in Education and Practice, in<br />

CAADRIA 1999’ Proceedings of The<br />

Fourth Conference on Computer Aided<br />

Architectural Design Research in Asia,<br />

Shanghai, 5-7 May 1999.<br />

Nicolson, K. (1998) Planning for People:<br />

Integrating Social GIS Data in Urban<br />

Planning, in GIS Asia Pacific,<br />

August/September, 1998, pp. 20-24.<br />

Ozersay, F. and Szalapaj, P. (1999), Theorising<br />

a Sustainable Computer Aided<br />

Architectural Education Model, in<br />

Proceeding of the 17 th Conference on<br />

Education in Computer Aided<br />

Architectural Design in Europe:<br />

Architectural Computing: From Turing<br />

to 2000, CAAD Research Unit,<br />

University of Liverpool, September 15-<br />

17, 1999.<br />

Rosenman, M.A. and Gero, J.S. (1997)<br />

Collaborative CAD Modelling in<br />

Multidisciplinary Design Domains, in<br />

M.L. Maher, J.S. Gero and F. Sudweeks,<br />

Formal Aspects of Collaborative CAD,<br />

Key Centre of Design Computing,<br />

University of Sydney, Sydney,<br />

Australia, pp.387-404.<br />

Shaw, A. and Shaw, M. (1999) Social<br />

Empowerment through Community<br />

Networks, in Donald A. Schön, Bish<br />

Sanyal, and William J. Mitchell (ed.),<br />

High Technology and Low-Income<br />

Groups, Cambridge, MIT Press, pp.<br />

315-335.<br />

Shiffer, M.J. (1995a) Environmental Review<br />

with Hypermedia Systems, in<br />

Environment and Planning B: Planning<br />

and Design, vol. 22, 1995a, pp. 359-<br />

372.<br />

Shiffer, M.J. (1995b) Interactive Multimedia<br />

Planning Support: Moving from Stand-<br />

Alone Systems to the World Wide Web,<br />

in Environment and Planning: Planning<br />

and Design, vol. 22, pp. 649-664.<br />

Terry, S. (1999) Across the Great Divide, in Fast<br />

Company, July/August 1999, pp. 192-<br />

212.<br />

27


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />

PERBAIKAN FISIK BANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />

KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />

STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />

Immanuel Hutabarat, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />

Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />

Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />

Abstrak. Pada penelitian ini ingin dikaji aspek hubungan tingkat kesejahteraan terhadap kualitas<br />

perumahan di perumnas mandala. Menurut Turner merujuk pada teori Abrahai Maslow bahwa kebutuhan<br />

manusia akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dimana perumahan merupakan<br />

suatu kebutuhan dasar setelah sandang dan pangan juga akan mengalami peningkatan kualitas yang<br />

dilakukan pemilik sebagai indikatornya adalah pendapatan.<br />

Metodologi yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian dilapangan dengan objek studi pemilik<br />

rumah yan dipilih secara acak (cluster sample). Besarnya sampel adalah 99 responden yan iibagi<br />

menurut tipe rumah. Sebagai analisis data guna menjawab permasalaha digunakan pendekatan secara<br />

deskriftif dan kuantitatif. Pada analisis kuantitatif dipakai pendekatan statistik dengan menggunakan<br />

rumus Chi Kwadrat.<br />

Hasil yan liperoleh dari penelitian bahwa tingkat pendapatan responden sebagian besar antara Rp.<br />

750.000,- sampai Rp. 1.500.000,- (sebanyak 35%), tingkat pendidikan adala SLTA (sebanyak 47%).<br />

Ternyata perumahan perumnas mandala medan telah banya mengalami perubahan, perubahan ruang<br />

yang terbanyak dilakukan ruang tidur sebesar 33%), komponen lantai dirubah oleh sebagian besar<br />

responden yaitu 58%. Pada analisis Chi Kwadrat terdapat hubungan tingkat pendapatan terhadap<br />

perubahan komponen lantai, dinding, atap, dapur dan wc kemudian tingkat pendidikan juga mempunyai<br />

hubungan terhadap perubahan komponen lantai, dinding, wc, dan dapur. Dari sini dapat disimpulkan<br />

bahwa terdapat hubungan tingkat kesejahteraan terhadap perumahan di perumnas mandala dengan<br />

indikator pendapatan dan pendidikan.<br />

Katakunci: perubahan fisik bangunan, latar belakang sosio ekonomi<br />

1. Latar Belakang<br />

Seiring dengan pertambahan jumlah<br />

penduduk Indonesia, maka tingkat kebutuhan<br />

manusia juga semakin meningkat,<br />

perkembangan jumlah penduduk perkotaaan<br />

mengalami peningkatan yang cukup tinggi,<br />

pada tahun 1980-1990 laju pertumbuhan<br />

sekitar 5,4 % pertahun, padahal angka<br />

pertumbuhan penduduk di Indonesia secara<br />

nasional yang hanya sekitar 2% pertahun.<br />

Perkembangan penduduk diperkotaan tersebut<br />

disebabkan oleh urbanisasi. Urbanisasi terjadi<br />

akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan<br />

yang memadai di pedesaan. Demikian juga<br />

perkotaan tidak cukup tersedia lapangan<br />

pekerjaan bagi pendatang baru yang jumlahnya<br />

cukup besar. Dengan kata lain faktor<br />

pendorong (push faktor) daerah pedesaan jauh<br />

lebih besar dari pada faktor penarik (pull<br />

faktor) daerah perkotaan (Bintaro, 1984).<br />

28


PERBAIKAN FISIK PEMBANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />

KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />

STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />

Immanuel Hutabarat<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Agus Suriadi<br />

Dari gambaran diatas memperlihatkan bahwa<br />

dengan adanya pertumbuhan jumlah<br />

penduduk, akan berakibat pada peningkatan<br />

kebutuhan rumah tinggal. Oleh sebab itu<br />

pengadaan unit rumah tinggal minimal berada<br />

pada posisi sejajar dengan tingkat<br />

pertumbuhan penduduk, dengan asumsi<br />

bahwa jumlah unit rumah tinggal pada titik<br />

acuan awal telah memenuhi kebutuhan.<br />

Namun ada kenyataannya pemenuhan rumah<br />

tinggal masih belum memadai. Sementara itu<br />

tuntutan pengadaan unit rumah tinggal semakin<br />

meningkat secara eksponensial.<br />

Mengingat kondisi tersebut, maka masalah<br />

perumahan dan pemukiman mendapatkan<br />

perhatian yang besar, baik oleh pemerintah,<br />

swasta maupun masyarakat. Hal tersebut<br />

wajar, karena rumah tinggal merupakan<br />

salah satu kebutuhan dasar manusia, selain<br />

sandang dan pangan. Bahkan rumah tinggal<br />

mempunyai peran yang sangat strategis dalam<br />

bentuk watak serta kepribadian bangsa, hal<br />

tersebut mengakibatkan penataan rumah tinggal<br />

sangat penting bagi kelangsungan dan<br />

peningkatan kehidupan dan penghidupan<br />

manusia. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia<br />

berusaha mencukupi kebutuhan serta<br />

meningkatkan mutu perumahan dan<br />

pemukiman.<br />

Tonggak kebijakan dalam bidang perumahan<br />

di Indonesia berawal dari Konferensi<br />

Perumahan Sehat yang diadakan tahun 1950<br />

serta Lokakarya Perumahan Nsional I<br />

(Pertama) pada tahun 1972. Norma dan<br />

kriteria yang direkomendasikan dari<br />

konferensi tahun 1950 tersebut adalah:<br />

pertama luas minimum untuk dua ruang tidur<br />

adalah 36 m 2 dan minimum luas bangunan<br />

tambahan adalah 17,50 m 2 , serta kedua<br />

minimum tinggi plafon bangunan 2,75 m dan<br />

minimum bukaan adalah 10 dari luas lantai.<br />

Sedangkan Lokakarya tahun 1972<br />

merekomendasikan berdirinya Perumnas<br />

(Yudohusodo, 1991). Sejak Pelita II, tahun<br />

1974, Pemerntah mengembangkan beberapa<br />

program guna menangani permasalahan<br />

perumahan rakyat, antara lain: (1) pengadaan<br />

perumahan sederhana, (2) Pemugaran<br />

perumahan desa, (3) Perbaikan kampung, (4)<br />

penataan bangunan, (5) peremajaan<br />

pemukiman kota, (6) penunjang program<br />

perumahan rakyat.<br />

Usaha yang dilakukan oleh Pemerintah dalam<br />

memenuhi kebutuhan perumahan yang sehat dan<br />

teratur dipenuhi melalui PERUM PERUMNAS,<br />

yang dimulai sejak PELITA II. Sejalan dengan<br />

itu perusahaan swasta juga turut serta<br />

mengambil peranan. Pembangunan perumahan<br />

oleh Perumnas dan para developer swasta yang<br />

diperuntukkan bagi golongan masyarakat<br />

berpenghasilan rendah dan bagi yang<br />

berpenghasilan sedang dapat dibiayai dengan<br />

kredit pemilikan rumah dari BTN. Sedang bagi<br />

golongan masyarakat yang berpenghasilan<br />

menengah melalui kredit dari lembaga keuangan<br />

non bank yaitu PT. PAPAN SEJAHTERA. Dari<br />

tahun 1978 sampai dengan 2004, Perum<br />

Perumnas telah berhasil membangun 1.587.161<br />

unit rumah yang tersebar di 120 kota di<br />

Indonesia. Rumah yang telah dibangun terdiri<br />

dari 56,7 persen rumah inti; 41,3 persen rumah<br />

sederhana dan selebihnya rumah susun.<br />

Realisasi pembangunan perumahan melalui<br />

Perumnas dari tahun ke tahun tampak<br />

berfluktuasi, karena banyak faktor yang<br />

mempengaruhinya. Paula tahun 1992 berhasil<br />

dibangun sebanyak 14.717 unit rumah, dan pasta<br />

tahun 1993 realisasinya mencapai 17.346 unit.<br />

Sedangkan sampai dengan triwulan II tahun<br />

2004 telah dicapai sebanyak 533.993 unit<br />

rumah. di kota Medan dan sekitarnya<br />

dikembangkan pada beberapa lokasi, yaitu:<br />

Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Mandala<br />

Medan Kecamatan Kenangan, Simalingkar<br />

Kecamatan Medan Tuntungan dan Martubung<br />

Kecamatan Medan Deli.<br />

Setelah beberapa tahun ditempati oleh<br />

penghuni, banyak rumah-rumah sederhana<br />

yang telah dibangun oleh Perumnas<br />

mengalami perubahan dari rumah inti<br />

mengalami perubahan penambahan ruang<br />

baik secara horizontal maupun vertikal,<br />

bukan hanya penambahan ruang melainkan<br />

juga tingkat kualitas rumah yang semakin baik<br />

dari runah inti yang dibangun oleh Perumnas.<br />

Perubahan yang dilakukan oleh penghuni<br />

terhadap rumah sederhana ini disebabkan<br />

adanya perkembangan kebutuhan dan<br />

meningkatnya kesejahteraan penghuni.<br />

29


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />

Perubahan-perubahan yang dilakukan<br />

penghuni rumah sederhana ini sangat<br />

bermacam-macam tergantung dari tingkat<br />

kesejahteraan dan skala prioritas dalam<br />

memenuhi kebutuhannya kondist ini sangat<br />

sesuai dengan teori kebutuhan oleh Abraham<br />

Maslow bahwa semakin menigkat<br />

kesejahteraan seseorang maka akan meningkat<br />

pula kebutuhannya.<br />

Berangkat dari fenomena diatas , maka penulis<br />

merasa perlu meneliti dengan berpatokan<br />

bahwa perumahan merupakan suatu<br />

kebutuhan dasar manusia, sehingga<br />

pembangunan perumahan oleh pengembang<br />

dapat terukur sesuai dengan tingkat<br />

kesejahteraan dan kebutuhan penghuni.<br />

Dari uraian-uraian tersebut diatas maka<br />

penulis ingin meneliti apakah ada hubungan<br />

tingkat kesejahteraan terhadap kualitas rumah<br />

penduduk.<br />

2. Perumusan Masalah<br />

Melihat latar belakang tersebut diatas, maka<br />

yang menjadi rumusan masalah dalam<br />

penelitian ini adalah adakah hubungan tingkat<br />

kesejahteraan terhadap kualitas perumahan.<br />

3. Tujuan Penelitan<br />

Dengan mengambil kasus kawasan<br />

perumahan Mandala tujuan dari penelitian<br />

ini adalah:<br />

1. Untuk mengkaji dan mengetahui<br />

hubungan tingkat kesejahteraan<br />

penghuni terhadap kualitas perumahan.<br />

2. Untuk mengetahui skala prioritas<br />

penghuni dalam merubah rumah tinggal<br />

setelah kesejahteraan meningkat.<br />

4. Tinjauan Pustaka<br />

Menurut Maslow, kebutuhan yang ada ditingkat<br />

dasar pemuasannya lebih mendesak daripada<br />

kebutuhan yang ada diatasnya. Misalnya,<br />

kebutuhan akan makanan (fisiologis lebih<br />

mendesak untuk dipuaskan daripada kebutuhan<br />

akan rasa aman ini lebih mendesak dari pada<br />

kebutuhan yang lebih tinggi. Dalam menentukan<br />

prioritas tentang rumah, seseorang atau sebuah<br />

keluarga yang berpendapatan sangat rendah<br />

cenderung meletakkan prioritas utama pada<br />

lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat<br />

yang dapat memberikan kesempatan kerja.<br />

Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang<br />

kebutuhan sehari-hari,sulit bagi mereka untuk<br />

dapat mempertahankan hidupnya. Status<br />

pemilikan rumah dan lahan menempati prioritas<br />

kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas<br />

rumah prioritas yang ketiga. Yang terpenting<br />

pada tahap ini adalah tersedianya rumah untuk<br />

berlindung dan istirahat dalam upaya<br />

mempertahankan hidupnya.<br />

Selanjutnya seiring dengan meningkatnya<br />

pendapatan, prioritas kebutuhan perumahannya<br />

akan berubah pula. Status pemilikan rumah<br />

maupun lahan menjadi prioritas utama. Karena<br />

orang atau keluarga tersebut ingin mendapatkan<br />

kejelasan status kepemilikan rumahnya. Dengan<br />

demikian mereka yakin bahwa tidak akan<br />

digusur, sehingga mereka dapat bekerja dengan<br />

tenang untuk menaikkan pendapatannya.<br />

Tanpa jaminan adanya kejelasan tentang status<br />

pemilikan rumah dan lahannya,seseorang atau<br />

sebuah keluarga akan selalu tidak merasa aman<br />

sehingga mengurangi minat mereka untuk<br />

memperluas, memelihara atau meningkatkan<br />

kualitas rumahnya dengan baik. Prioritas<br />

kedekatan lokasi dengan fasilitas pekerjaan<br />

untuk buruh-buruh kasar menjadi prioritas<br />

kedua, karena kesempatan kerja bukan lagi<br />

masalah yang sangat mendesak. Sedangkan<br />

bentuk maupun kualitas rumah masih tetap<br />

menempati prioritas ketiga (Turner; 1972; 167-<br />

169). Teori tersebut diatas dapat dijadikan dasar<br />

bagi landasan teori penelitian di perumnas<br />

mandala,dimana keadaan ekonomi akan terus<br />

meningkat begitu pula setelah ekonomi<br />

meningkat maka setelah status rumah milik<br />

sendiri maka kualitas rumah akan lebih baik.<br />

Teori Turner ini menyarankan pembangunan<br />

yang dilakukan pemerintah yakni melalui Perum<br />

Perumnas hares memperhatikan standar<br />

bangunan mengingat kebutuhan penghuni akan<br />

tents meningkat seiring dengan kesejahteraannya<br />

yang akan meningkat. Penentuan standar fisik<br />

yang baku tanpa memperhatikan tingkat<br />

kesejahteraan penghuni akan menghadapi<br />

masalah.<br />

30


PERBAIKAN FISIK PEMBANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />

KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />

STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />

Immanuel Hutabarat<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Agus Suriadi<br />

Pada tahun 1971 di Manila disajikan melalul<br />

Pre-Conference Working Party (PCWP) dart<br />

Intemasional Conference of Social Welfare<br />

(ICSW) ke XV dimana tentang kesejahteraan<br />

disini dirumuskan kebutuhan terhadap aspek<br />

kehidupan manusia yang berhubungan dengan<br />

pendapatan, keamanan, kesehatan, perumahan,<br />

pendidikan, rekreasi, tradisi kebudayaan, dan<br />

sebagainya. Sehingga peneertian istilah<br />

kesejahteraan balk internasional dan nasional<br />

dapat terjawab.<br />

5. Metodologi Penelitian<br />

5.1 Lokasi Penelitian<br />

Penelitian ini mengarnbil lokasi di Perumahan<br />

Perumnas Mandala, Kelurahan Kenangan,<br />

Kecamatan Medan Denai, Kabupaten Deli<br />

Serdang.<br />

5.2 Populasi dan Sampel<br />

opulasi dan sampel dalam penelitian ini adalah<br />

Rumah yang terdapat di Perumnas Mandala<br />

Medan dimiliki oleh satu rumah tangga,oleh<br />

sebab itu responden yang dipergunakan adalah<br />

kepala rumah tangga,hal ini disebabkan karena<br />

kepala rumah tangga orang yang lebih dominan<br />

dalam pengambilan keputusan dalam hal<br />

rehabilitasi ataupun penambahan bangunan<br />

rumah dalatn suatu keluarga jumlah sampel<br />

dibulatkan menjadi 99 rumah tangga atau kepala<br />

keluarga.<br />

5.3 Teknik dan Pengambilan Data<br />

Penelitian Lapangan (Field Research).<br />

5.4 Teknik Analisa data<br />

Analisa data merupakan pemecahan terhadap<br />

data yang diperoleh dart lokasi penelitian dan<br />

kemudian dibagi-bagi sesuai dengan golongan<br />

yang sudah ditentukan dan selanjutnya<br />

dimasukkan dalam daftar tabel. Dalam<br />

penelitian ini analisa data dilakukan secara<br />

deskriftif dan kuantitatif untuk menjelaskan<br />

hubtmgan antara variabel-variabel yang diteliti.<br />

Untuk menguji hipotesa dan menggambarkan<br />

hubungan antara variabel digunakan rumus chi<br />

kwadrat yaitu: "Suatu teknik statistik yang<br />

memungkinkan penyelidik menilal probabilitas<br />

memperoleh perbedaan frekwensi yang nyata<br />

(yang diobservasi) dengan frekwensi yang<br />

diharapkan dalam kategori-kategori tertentu<br />

sebagai akibat dart kesalahan sampling".<br />

Adapun rumus bangun umum untuk chi kwadrat<br />

adalah sebagai berikut:<br />

Keterangan rumus:<br />

X 2 = chi kwadrat<br />

F o = frekwensi yang diperoleh dari (diobservasi<br />

dalam) sampel.<br />

F h = frekwensi yang diharapkan dalam sampel<br />

pencerminan dari frekwensi yang diharapkan<br />

dalam populasi.<br />

6. Hasil dan Analisis<br />

Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />

Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />

Merehab Lantai Rumah. Lantai berfungsi<br />

sebagai penutup ruangan bagian bawah,<br />

bangunan yang berfungsi sebagai<br />

isolator/pelindung terhadap panas dan dingin<br />

luar, juga lantai berfungsi untuk memikul beban<br />

mati, seperti perabot, dan beban hidup seperti<br />

manusia. Oleh sebab itu lantai harus kuat. Lantai<br />

dirumah-rumah sederhana di Perumnas Mandala<br />

Medan terbuat dart PC maupun dart tegel abuabudari<br />

semen cor. Hasil penelitian<br />

mernperlihatkan bahwa bahwa sampel yang<br />

mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp.<br />

500.000,- yang merehab total lantai rumah<br />

berjumlah 5 responden, sedangkan pendapatan<br />

besar dari Rp. 2.000.000,- yang merehab total<br />

lantai rumahnya berjumlah 9 responden.Yang<br />

terbanyak merehab total lantai adalah yang<br />

berpendapatan Rp.750.000; sampai<br />

Rp.1.500.000,- sebanyak 20 responden dan<br />

Rp.1500.000,- sampai Rp.2.000.000,- sebanyak<br />

19 responden. Hipotesis :<br />

Ho = tidak ada hubungan antara tingkat<br />

pendapatan terhadap merehab lantai rumah di<br />

perumnas mandala.<br />

Ha = terdapat hubungan antara tingkat<br />

pendapatan terhadap merehab lantai rumah di<br />

perumnas mandala.<br />

Dasar pengambilan keputusan. Berdasarkan Chi-<br />

Square hitting yang terdapat pada Tabel 3.2<br />

Lampiran.<br />

• Jika Chi-Square Hitting < Chi-Square Tabel<br />

Maka Ho diterima<br />

31


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />

• Jika Chi-Square Hitting > Chi-Square Tabel<br />

Maka Ho ditolak<br />

• Chi-Square Hitting = 23.512<br />

• Chi-Square Tabel Taraf kepercayaan 95%<br />

derajat bebas = (pendapatan - I x Rehab<br />

lantai - 1) = (5-1 x 3-1) =8 - Chi-Square<br />

Tabel (0,05;8) =15.507 Keputusan<br />

• Oleh karena Chi-Square Hitting > Chi-<br />

Square Tabel Maka Ho ditolak Berdasarkan<br />

probabilitasnya<br />

• Jika probabilitas (Asymp Sig) > 0.05 maka<br />

Ho diterirna<br />

• Jika probabilitas (Asymp Sig) < 0.05 maka<br />

Ho ditolak keputusan<br />

Oleh karena probabilitasnya (Asymp Sig) 0.<strong>02</strong>4<br />

< 0.05 maka Ho ditolak dengan kata lain bahwa<br />

artinya terdapat hubungan Tingkat Pendapatan<br />

terhadap Merehab Lantai Rumah di perumnas<br />

mandala.<br />

Dan tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />

Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />

Merehab Binding Rumah. Dinding bangunan<br />

mengemban beberapa fungsi, yaitu : memikul<br />

beban atasnya, penutup atau pembatas ruang<br />

dalam, serta menghadapi alam luar Radiasi sinar<br />

matahari. Seperti yang telah diuraikan dalam<br />

tabel 5.1 diatas, bahwa dinding rumah sederhana<br />

di Perumnas Mandala terdiri atas bahan-bahan:<br />

ferro Cement. Dan hasil penelitian<br />

memperlihatkan bahwa Bahwa sampel yang<br />

mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp.<br />

500.000,- yang merehab total dinding rumah<br />

berjumlah 6 responden,sedangkan pendapatan<br />

besar dari Rp. 2.000.000,- yang merehab total<br />

dinding rumahnya berjumlah 9 responden.Yang<br />

terbanyak merehab total dinding adalah yang<br />

berpendapatan Rp.1.500.000,- sampai Rp.<br />

2.000.000,- sebanyak 20 responden clan Rp.<br />

750.000,- sampai Rp. 1.500.000,sebanyak 15<br />

responden kebanyakan mengganti dengan bahan<br />

batu bata diplester.<br />

Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />

Responden dengan Jumlah Responden yang<br />

merehab atap rumah. Atap merupakan<br />

komponen bangaunan yang sangat penting untuk<br />

melindungi dari senngatan matahari ataupun dari<br />

cucuran hujan. Sedangkan dari ruangan dalam,<br />

atap berfungsi sama dengan dinding, yaitu<br />

sebagai isolator ruangan. Pada rumah-rumah<br />

sederhana di Perumnas Mandala Medan, atap<br />

bangunannya terbuat dari seng, dengan<br />

ditoppang oleh kuda-kuda kayu sembarang<br />

keras. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa<br />

sampel yang mempunyai pendapatan Rp.<br />

250.000,- s/d Rp. 500.000,- yang merehab total<br />

atap rumah berjumlah 5 responden,sedangkan<br />

pendapatan besar dari Rp. 2.000.000,- yang<br />

merehab total atap rumahnya berjumlah 6<br />

responden.Yang terbanyak merehab total atap<br />

adalah yang berpendapatan Rp. 1.500.000,-<br />

sainpai Rp. 2.000.000,- sebanyak 16 responden<br />

dan Rp. 750.000,- sampai Rp. 1.500.000,-<br />

sebanyak 16 responden. Kebanyakan penghuni<br />

mengganti dengan atap seng dan ada<br />

kecenderungan melalui pengamatan penulis,<br />

penghuni memakai dengan atap dan bahan multi<br />

roof, disini bahwa penghuni sudah<br />

memperhatikan estetika rumahnya.<br />

Berdasarkan Chi-Square hitung Tabel 3.3<br />

Lampiran<br />

Dari Tabulasi silang Tingkat Pendapatan<br />

Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />

Merehab dapur Rumah. Dapur atau tempat<br />

masak merupakan ruang yang sangat penting<br />

bagi sebuah rumah, bahkan kadang kala<br />

menyiratkan adanya denyut kehidupan, seperti<br />

ungkpan "dapur masih ngepul". Demikian juga<br />

rumah sederhana yang terdapat di Perumnas<br />

Mandala Medan, dapur yang dibangun pada<br />

mulanya dari meja dapur dilengkapi dengan<br />

service sink terbuata dan teraso, atau meja beton<br />

yang sangat sederhana. Dinding dapur hanya<br />

diplaster semen atau bahkan tidak. Hasil<br />

penelitian memperlihatkan bahwa Bahwa<br />

sampel yang mempunyai pendapatan Rp.<br />

250.000,- s/d Rp. 500.000,- yang merehab total<br />

dapur rumah berjumlah 6 responden,sedangkan<br />

pendapatan besar dari Rp. 2.000.000,- yang<br />

merehab total dapur rumahnya berjumlah 9<br />

responden.Yang terbanyak merehab total dapur<br />

adalah yang berpendapatan Rp.1.500.000,-<br />

sampai Rp. 2.000.000,- sebanyak 21 responden<br />

dan Rp. 750.000,- sampai Rp. 1.500.000,-<br />

sebanyak 17 responden. Kebanyakan penghuni<br />

sudh memakai meja beton yang dilapisi keramik<br />

begitu juga dengan dinding nya karena penghuni<br />

sudah memperhatikan kebersihan rumahnya<br />

terutama dapurnya.<br />

Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />

Responden dengan jumlah responden yang<br />

merehab we Rumah. Kamar mandi dan water<br />

closet atau bisa disingkat wc merupakan syarat<br />

32


PERBAIKAN FISIK PEMBANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />

KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />

STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />

Immanuel Hutabarat<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Agus Suriadi<br />

yang sangat penting bagai suatu rumah, fasilitas<br />

ini merupakan prasarana untuk memenuhi<br />

kebutuhan fiologis manusia. Hsil penelitian<br />

memperlihatkan bahwa sampel yang mempunyai<br />

pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp. 500.000,-<br />

yang merehab total wc rumah berjumlah 8<br />

responden,sedangkan pendapatan besar dari<br />

Rp.2.000.000,- yang merehab total we rumahnya<br />

berjumlah 9 responden.Yang terbanyak merehab<br />

total we adalah yang berpendapatan Rp.<br />

1.500.000,- sampai Rp.2.000.000,- sebanyak 23<br />

responden dan Rp .750.000,sampai Rp.<br />

1.500.000,- sebanyak 19 responden. Dan<br />

kebanyakan KM/WC sudah memakai keramik.<br />

Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />

Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />

Merehab air bersih Rumah. Bahwa sampel yang<br />

mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp.<br />

500.000,- yang merehab total air bersih rumah<br />

be rjumlah I responden,sedangkan pendapatan<br />

besar dari Rp. 2.000.000,- yang merehab total air<br />

bersih rumahnya berjumlah 1 responden. Yang<br />

terbanyak tidak merehab air bersih ini<br />

dikarenakan bahwa air bersih yang disediakan<br />

oleh perumnas sudah memenuhi kebutuhan<br />

penghuni jadi para penghuni tidak perlu<br />

melakukan perubahan.<br />

Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />

Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />

Merehab penerangan Rumah. Bahwa sampel<br />

yang mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d<br />

Rp. 500.000,- yang merehab total penerangan<br />

rumah berjumlah 2 responden,sedangkan<br />

pendapatan besar dari Rp. 2.000.000,- yang<br />

merehab total penerangan rumahnya berjumlah 1<br />

responden. Yang terbanyak tidak merehab<br />

penerangan ini dikarenakan bahwa penerangan<br />

yang disediakan oleh perumnas sudah memenuhi<br />

kebutuhan penghuni sehingga penghuni tidak<br />

banyak melakukan perubahan.<br />

Uji Hipotesis Minor Hubungan Tingkat<br />

Kesejahteraan Terhadap Kualitas Perumahan di<br />

Perumnas Mandala Medan.<br />

Dari kesimpulan diatas Uji Hipotesis Mayor<br />

bahwa ada Hubungan Tingkat Kesejahteraan<br />

Terhadap Kualitas Perumahan DI Perumnas<br />

Mandala Medan.<br />

5. Kesimpulan dan Saran<br />

5.1 Kesimpulan<br />

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis di<br />

perumahan perumnas mandala, dapat<br />

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:<br />

a. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />

perumnas mandala mengalami peningkatan<br />

kualitas terutama lantai, dinding, dapur dan<br />

wc ini dipengaruhi atau signifikan postif<br />

oleh tingkat kesejahteraan terutama<br />

pendapatan penghuni.<br />

b. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />

perumnas mandala mengalami peningkatan<br />

kualitas terutama lantai, dinding, atap,<br />

dapur dan wc ini dipengaruhi atau<br />

signifikan postif oleh tingkat kesejahteraan<br />

terutama tingkat pendidikan penghuni.<br />

c. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />

perumnas mandala tidak mengalami<br />

peningkatan kualitas terutama air bersih,<br />

penerangan dan Plafond karena tidak<br />

dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan<br />

terutama pendapatan penghuni.<br />

d. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />

perumnas mandala tidak mengalami<br />

peningkatan kualitas terutama air bersih,<br />

penerangan dan Plafond karena tidak<br />

33


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />

dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan<br />

terutama pendidikan penghuni.<br />

e. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />

perumnas mandala tidak mengalami<br />

peningkatan kualitas terutarna lantai,<br />

dinding, atap, dapur wc tidak dipengaruhi<br />

oleh jumlah penghuni.<br />

5.2 Saran<br />

a. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />

perumnas mandala mengalami peningkatan<br />

kualitas terutama lantai, dinding, dapur dan<br />

wc ini dipengaruhi atau signifikan postif<br />

oleh tingkat kesejahteraan terutama<br />

pendapatan penghuni Masyarakat perumnas<br />

mandala termasuk berpenghasilan rendah,<br />

mampu mendanai pengadaan<br />

perumahannya sendiri yang layak hum,<br />

sekiranya ada yang membimbing,<br />

mengarahkan dan membantu menyediakan<br />

dana maka masyarakat perumnas mandala<br />

yang termasuk golongan ekonomi<br />

menengah kebawah akan terbantu. Fakta<br />

ini memperkuat konspe Angel, Archer dan<br />

Payne yang mengatakan bahwa masyarakat<br />

dapat membangun perumahannya sendiri<br />

sekiranya bisa mendapatkan kapling dan<br />

prasarananya. Meskipun rumah yang<br />

dihasilkan pada awalnya kondisi kurang<br />

baik, dengan meningkatnya kemampuan<br />

ekonomi masyarakat, rumah-rumah<br />

tersebut secara bertahap diperbaiki.<br />

Kenyataan ini membuktikan kebenarannya<br />

konsep Turner dan Laquian yang<br />

mengusulkan agar rumah-rumah yang<br />

dibangun disesuaikan dengan kemampuan<br />

dan kebutuhan masyarakat atau basic<br />

housing. Selanjutnya masyarakat akan<br />

memperbaiki rumahnya sejalan dengan<br />

meningkatnya perekonomian mereka dan<br />

adanya keuntungan atau manfaat yang<br />

mereka dapatkan dari rumah tersebut<br />

(Turner; 1972;159-162). Masyarakat dapat<br />

berperan serta dalam pemeliharaan<br />

prasarana jalan, saluran dan air bersih<br />

sekiranya ada yang mengarahkan dan<br />

lnengkoordinasikan. Masyarakat<br />

memerlukan bantuan yang cukup besar<br />

dalam pengadaan dana dalarn merehab<br />

rumah, pembuatan rencana bangunan<br />

pengembangan dan pengurusan izin-izin<br />

yang diperlukan.<br />

b. Dalam peningkatan kualitas perumahan ada<br />

beberapa pelaku dengan tingkat peran serta<br />

yang berbeda. Menurut teori bahwa pada<br />

pelaksanaan peningkatan kualitas<br />

perumahan ditingkat lokal, tanggung jawab<br />

dan pengambilan keputusan pada berbagai<br />

kegiatan berada ditangan masyarakat<br />

terutama berpenghasilan rendah.<br />

Berdasarkan pemikiran tersebut, secara<br />

teoritis tingkat peran serta masyarakat<br />

sangat tinggi dalam semua kegiatan<br />

pelaksanaan pengadaan rumah, dibantu<br />

oleh pihak Pemda yang membantu dana<br />

sehingga dapat memberi kredit untuk<br />

merehab rumahnya secara wajar dengan<br />

harga yang terjangkau oleh masyarakat<br />

berpenghasilan rendah.<br />

c. Disarankan pihak Perum Perumnas dalam<br />

menetapkan kavling perumahan<br />

memperhitungkan pengembangan<br />

bangunan perumahan seiring meningkatnya<br />

kesejahteraan penghuni. Perlu<br />

mengembangkan Komponen bangunan<br />

sistim pasang/lepas,sehingga jika ada<br />

pengembangan atau rehab bangunan tidak<br />

merumitkan penghuni dalam perombakan<br />

yang sesuai dengan kebutuhannya.<br />

Disarankan pihak Perum Perumnas memberi<br />

advise kepada masyarakat dalam merehab rumah<br />

baik secara desain dan izin bangunan sehingga<br />

dalam pengembangan kualitas tetap<br />

memperhatikan estetika bangunan yang sesuai<br />

dengan pemukiman diperumnas mandala.<br />

6. Daftar Pustaka<br />

Pre-Conference Working Party (PCWP) (1971),<br />

Conference of Social Welfare (ICSW)<br />

XV, Manila<br />

Turner, John FC & Fuchler, Robert (1972)<br />

“Dweller Control of Housing Process in<br />

Freedom to Build, London<br />

Turner, John FC (1976) “Housing By People,<br />

Tavard Autonomy in Building<br />

Environments”, Morin Boyars Publisher<br />

Ltd, London<br />

Yudohusodo (1991) “RUmah Untuk Seluruh<br />

Rakyat”, Penerbit Djatmika, Jakarta<br />

34


EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS: PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS: PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia,<br />

Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />

Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />

Abstract. This research entitle Evaluation Housing Society have Low Production case study Housing in<br />

Simalingkar with amount of resident 32.479 is, wide region 268 Ha and have 7.000 house unit Sub-District<br />

Mango District Field Tuntungan.<br />

In this Research problems limited by 2 matter about determinant criterion housing Simalingkar and facility<br />

which provided by PERUMNAS as simple house organizer and to this problems also becoming the target of this<br />

research<br />

Method which used in this research to use survey technique, its appliance intervieuw, observation, questionare<br />

having the character of open and closed also in this research use research library, documentation study and<br />

institutions and appropriate satisfaction.<br />

From result of data analysis can be concluded : That house development with type 36, 45, 54 and also its facility<br />

aim to to give service quality of life created. Facility enough especially green band and air-gap. From 100<br />

accurate responder feel balmy and 85 responder feel to wish to linger on while 15 responder wish to move.<br />

Congestion happened because: Type 36 / 96 developing building become type 60 with rest of land;ground 36m2.<br />

Type 45/120 developed to become Type 90 with rest of land;ground 30m2 while Type 54/153 developed to<br />

become Type 100 with rest of land;ground 53m2.<br />

Becoming pursuant to priority analysis satisfaction dweller, dweller responder majority make a change building<br />

form for the satisfaction of dwelling, although standard with inappropriate realization but dweller feel balmy<br />

live in Perumnas Simalingkar.<br />

Keywords: Housing, Evaluation,, Expand<br />

1.1 Latar Belakang<br />

Perumahan dan permukiman dalam sejarah<br />

perkembangannya dengan semua fenomena<br />

sosial–ekonomi yang terjadi didalamnya<br />

merupakan dan selalu menjadi permasalahan<br />

yang tiada habisnya yang menuntut sebuah<br />

usaha penyelesaian yang serius karena<br />

permasalahan perumahan sangat erat kaitannya<br />

dengan kesejahteraan masyarakat khususnya<br />

dari golongan menengah kebawah. Di Indonesia,<br />

khususnya kota Medan permasalahan<br />

perumahan yang terutama adalah belum<br />

terpenuhinya kebutuhan jumlah unit rumah itu<br />

sendiri.<br />

Upaya–upaya pengadaan rumah telah banyak<br />

dilakukan baik oleh pemerintah, swasta maupun<br />

oleh swadaya masyarakat. Salah satu upaya<br />

pemerintah dalam upaya pengadaan perumahan<br />

adalah melalui program PERUMNAS<br />

(Perumahan Nasional) yang ditujukan bagi<br />

pengadaan perumahan terhadap golongan<br />

masyarakat golongan menengah kebawah karena<br />

35


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />

memang masyarakat yang berasal golongan<br />

inilah yang paling merasakan akibat dari<br />

permasalahan – permasalahan perumahan yang<br />

terjadi sekarang. Tujuan utama program<br />

PERUMNAS adalah menyediakan perumahan<br />

murah yang terjangkau oleh masyarakat<br />

golongan menengah kebawah secara ekonomi<br />

dengan kualitas hunian yang relatif baik.<br />

Perumahan PERUMNAS dalam<br />

perkembangannya telah mengalami perubahan<br />

yang tidak sesuai lagi dengan rencana awal<br />

disaat perkembangannya. Banyak faktor yang<br />

mempengaruhinya, antara lain :<br />

1. Peningkatan jumlah penghuni yang<br />

menyebabkan adanya penambahan ruang<br />

karena ruang yang tersedia sudah tidak<br />

mampu lagi mengakomodasikan kebutuhan<br />

penghuni.<br />

2. Peningkatan taraf ekonomi penghuni, hal ini<br />

menyebabkan bertambahnya kebutuhan<br />

yang berhubungan pula dengan<br />

bertambahnya kebutuhan akan ruang.<br />

3. Pengelolaan dan perawatan yang tidak<br />

berjalan dengan baik sehingga menyebabkan<br />

banyak sarana dan prasarana yang tidak<br />

berfungsi dengan baik.<br />

4. Harus diakui program PERUMNAS ini<br />

sangat spontan dan reaksioner sehingga<br />

pendekatan yang dilakukan adalah<br />

pendekatan fisik yang terjadi adalah<br />

pendekatan sosial – ekonomi – budaya<br />

masyarakat sering terlupakan yang<br />

menyebabkan tidak terpecahkannya<br />

permasalahan – permasalahan sosial –<br />

ekonomi – budaya masyarakat.<br />

kita jumpai dikawasan ini. Perumahan<br />

Simalingkar telah banyak mengalami perubahan<br />

jika dibandingkan dengan rencana awalnya.<br />

Dengan semua permasalahan yang ada dan<br />

pengamatan awal yang dilakukan,<br />

disinyalir/diduga pada kawasan perumahan ini<br />

telah terjadi pergeseran – pergeseran kualitatif<br />

maupun kuantitatif dalam lingkungan huniannya<br />

yang akhirnya berpengaruh kepada kualitas<br />

huniannya.<br />

1.2. Rumusan Masalah<br />

Dalam Rumusan Permasalahan ini<br />

menguraikan:<br />

a. Kriteria apa saja yang menentukan<br />

kepuasan penghuni pada Perumahan<br />

Simalingkar<br />

b. Fasilitas apa saja yang disediakan oleh<br />

pihak PERUMNAS selaku pengelola<br />

Rumah Sederhana.<br />

1.3. Lingkup Penelitian<br />

Penelitian ini akan lebih memfokuskan<br />

permasalahan pada usaha-usaha mencari kriteria<br />

kepuasan penghuni terhadap aspek fisik<br />

bangunan dan lingkungan perumahan dan<br />

permukiman, pada perumahan kelompok<br />

masyarakat berpendapatan menengah kebawah.<br />

1.4. Tujuan Penelitian<br />

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui<br />

kriteria kepuasan penghuni rumah sederhana<br />

yang disediakan Pemerintah bagi mayarakat<br />

menengah kebawah khususnya di Perumnas<br />

Simalingkar.<br />

Permasalahan – permasalahan yang terjadi telah<br />

menyebabkan tidak terciptanya sebuah<br />

lingkungan yang mempunyai kualitas hunian<br />

yang tidak baik dan seterusnya kualitas hunian<br />

yang tidak baik telah menciptakan permasalahan<br />

– permasalahan perumahan yang tidak kunjung<br />

selesai, begitulah terjadi hubungan timbal balik,<br />

sebab – akibat diantara keduanya. Mungkin<br />

usaha – usaha yang telah ditempuh sudah berada<br />

pada jalur yang tepat dalam penyelesaian<br />

permasalahan secara kuantitatif tetapi yang<br />

menjadi pertanyaan adalah apakah permasalahan<br />

kualitatif sudah terpecahkan, seperti<br />

permasalahan kualitas hunian.<br />

Perumahan Simalingkar adalah salah satu<br />

PERUMNAS yang ada di kota Medan.<br />

Permasalahan – permasalahan perumahan juga<br />

Gambar 1.1 : Peta Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kota Medan<br />

36


EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

2. Tinjauan Teori<br />

2.1. Pengertian Rumah<br />

Rumah adalah hasil ulah tangan dan akal<br />

manusia. Dia dirakit dan disusun dengan<br />

segenap kesadaran dan keyakinan bahwa di<br />

rumah ini (sebagian dari) hidup dan kehidupan<br />

manusia penghuni digantungkan padanya. Bila<br />

rumah ambruk penghuni bisa binasa, bila rumah<br />

terbakar atau tiris penghuninya bisa sengsara.<br />

Menurut Norman Crowe (1997), dalam<br />

mengenali rumah sebagai intergral dengan<br />

konsep tempat tinggal, khususnya sebagaimana<br />

yang tercemin dalam pengertian bahasanya,<br />

maka pengertian kita yang lebih luas tentang<br />

tempat dimana kita tinggal selalu meletakkan<br />

rumah itu pada pusatnya. Suatu definisi modern<br />

tentang “rumah” adalah suatu “ tempat tinggal<br />

pribadi”. Dalam suatu pengertian/arti, rumah<br />

menjadi perwujudan pusat tempat dimana kita<br />

tinggal--plot tanah/ground kita, atau ladang kita,<br />

daerah kita , atau “dunia”. Rumah sering dilihat<br />

sebagai pusat dari domain kita tak perduli<br />

bagaimanapun besarnya domain itu. Tepat<br />

ketika rumah itu ada pada bagian tengah dari<br />

suatu domain yang lebih besar, pada bagian<br />

tengah rumah itu terletak perapian. Perapian itu<br />

telah secara tradisional menjadi fokus simbolis<br />

dan fokus nyata kehidupan orang-orang yang<br />

tinggal disana. Dan itu juga tercermin dalam<br />

bahasa : misalnya, kata bahasa laten untuk<br />

perapian adalah “fokus”. Gaston Bachelard<br />

menggambarkan/merefleksikan suatu fakta<br />

umum bahwa rumah-rumah dalam pengalaman<br />

kita mempengaruhi cara kita memahami seluruh<br />

dunia : “karena rumah kita adalah sudut dunia<br />

kita”. Sebagaimana yang telah sering dikatakan,<br />

rumah itu adalah alam/jagad pertama kita, suatu<br />

kosmos nyata dalam setiap pengertian/artian dari<br />

kata itu”. Gaston Bachelard mengingatkan<br />

kepada kita bahwa rumah adalah dunia pertama<br />

manusia.<br />

2.2. Pemahaman Kontekstual<br />

Perumahan bukan merupakan tempat<br />

perlindungan atau hanya fasilitas tempat tinggal<br />

semata, tetapi terdiri dari sejumlah fasilitas,<br />

pelayanan dan utilitas yang menghubungkan<br />

individu dengan keluarganya untuk berkumpul<br />

dan bermasyarakat pada daerah yang tumbuh<br />

dan berkembang. Untuk itu keterlibatan calon<br />

penghuni dalam pengadaan perumahan dan<br />

permukiman perlu mendapat perhatian yang<br />

cukup besar. Keterlibatan ini terungkap dalam<br />

teori John. F. C. Turner (1979), yaitu:<br />

• Ketika calon penghuni (penghuni) dilibatkan<br />

dalam keputusan besar dan bebas membuat<br />

masukan kedalam design, konstruksi atau<br />

pengelolaan pada proses pembuatan rumah<br />

sekaligus lingkungan, hasilnya akan<br />

mendorong seseorang menjadi sejahtera.<br />

• Kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam<br />

rumah, masih dapat diterima jika mereka<br />

diberi tanggung jawab.<br />

Dalam hal proses pengadaan secara umum<br />

pengadaan perumahan dapat dibedakan menjadi<br />

tiga pola yaitu:<br />

1. Perumahan yang dibangun oleh swasta;<br />

bermutu baik, mahal, dan diperuntukkan<br />

bagi penduduk yang berpenghasilan<br />

menengah ke atas.<br />

2. Pengadaan perumahan yang pengadaannya<br />

untuk dipakai sendiri baik pribadi maupun<br />

oleh sebuah badan. Termasuk dalam pola ini<br />

adalah pengadaan rumah oleh pemerintah<br />

atau swasta.<br />

3. Pengadaan perumahan yang jumlahnya<br />

besar dan lokasinya menyebar luas, yaitu<br />

kampung. Perumahan ini umumnya<br />

dibangun oleh penghu-ninya sendiri, tanpa<br />

bantuan pemerintah dan selalu berubah<br />

menye-suaikan kesempatan dan keadaan.<br />

2.3. Pengertian Perumahan dan<br />

Permukiman<br />

Perumahan dan permukiman merupakan salah<br />

satu kebutuhan dasar manusia yang mempunyai<br />

kedudukan strategis dalam pembentukan watak<br />

dan kepribadian bangsa.<br />

Keterbatasan berprilaku dan berkegiatan dalam<br />

rumah ini perlu dilakukan agar dicapai<br />

keteraturan, kenyamanan dan keamanan didalam<br />

rumah. Aturan ini seringkali karena alasan<br />

kultur/budaya berbeda antara satu keluarga<br />

dengan keluarga lainnya.<br />

Perumahan juga tempat untuk<br />

menyelenggarakan kegiatan masyarakat dalam<br />

lingkup terbatas. Dalam pengertian tersebut,<br />

terkandung pengertian sebagai berikut :<br />

1. Terdiri dari kelompok rumah – rumah dengan<br />

fungsi dan batasan.<br />

37


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />

2. Harus dilengkapi dengan sarana dan<br />

prasarana, yang memungkinkan<br />

berlangsungnya :<br />

a. Kehidupan bermasyarakat antar keluarga<br />

yang menempati rumah – rumah di dalam<br />

lingkungan hunian tersebut.<br />

b. Pergerakan barang , orang dan jasa antar<br />

rumah dalam lingkungan dan dari dalam<br />

lingkungan perumahan kelingkungan lain<br />

di luarnya.<br />

3. Lingkungan terdiri dari :<br />

a. Lingkungan yang dihuni untuk<br />

dipergunakan secara :<br />

• Privat (pribadi) yaitu rumah dan ruang –<br />

ruang di dalamnya.<br />

• Bersama, seperti toko, kios, balai<br />

pertemuan, sekolah dan lain – lain.<br />

b. Lingkungan yang tiak dihuni untuk<br />

dipergunakan secara :<br />

• Privat (pribadi) yaitu pekarangan, kebun<br />

dan lain – lain.<br />

• Bersama, seperti taman lingkungan,<br />

pasar lokal dan lain – lain.<br />

4. Prasarana dan sarana termaksud meliputi :<br />

a. Prasarana lingkungan berupa kelengkapan<br />

dasar fisik lingkungan yang<br />

memungkinkan permukiman dapat<br />

berfungsi sebagaimana mestinya.<br />

b. Sarana lingkungan berupa fasilitas panjang<br />

yang meliputi aspek ekonomi, sosial dan<br />

budaya : antara lain bangunan perniagaan<br />

atau perbelanjaan yang tidak<br />

mencerminkan lingkungan, bangunan<br />

pelayanan umum dan pemerintahan,<br />

pendidikan, taman / ruang terbuka yang<br />

berfungsi untuk pengembangan kehidupan<br />

sosial, ekonomi dan budaya.<br />

c. Utilitas umum berupa sarana penunjang<br />

untuk pelayanan lingkungan.<br />

5. Prasarana dan sarana pada lingkungan<br />

perumahan tersebut dibatasi jenis dan<br />

jangkauannya dan kelengkapan dasar<br />

pelayanan umum berskala lingkungan yang<br />

bersifat :<br />

a. Tidak merusak atau menimbulkan<br />

pencemaran pada lingkungan perumahan<br />

yang ada.<br />

b. Memungkinkan tetap terpeliharanya fungsi<br />

utama sebagai lingkungan hunian (tempat<br />

tinggal).<br />

c. Tidak terganggu aktivitas yang bersifat<br />

lintas kawasan.<br />

6. Dibatasi jumlah penghuni, jenis fasilitas<br />

pelayanan umum dan jangkauan kegiatan dan<br />

pergerakannya agar :<br />

a. Terjadi hubungan sosial – ekonomi yang<br />

optimal antar warga..<br />

b. Tercapai efektifitas dan efisien penyediaan<br />

pelayanan administrasi pemerintahan dan<br />

pelayanan umum lainnya, bentuk riilnya<br />

antara lain dibentuknya kelembagaan<br />

pelayanan swadaya seperti RT / RW dan<br />

lain – lain.<br />

c. Terpeliharanya dari berbagai kegiatan yang<br />

dapat mengganggu fungsi utamanya<br />

sebagai lingkungan hunian.<br />

7. Pengertian bermasyarakat dalam lingkungan<br />

terbatas, adalah kegiatan yang mendukung<br />

dan tidak mengganggu fungsi utama hunian,<br />

untuk mengembangkan kehidupan dan<br />

penghidupan keluarga.<br />

3. Kawasan Kajian<br />

3.1. Pemilihan Lokasi Kawasan Kajian<br />

Untuk mendapatkan pemilihan lokasi penelitian<br />

diambil beberapa kriteria yang sesuai dengan<br />

beberapa penilaian diantara 3 Perumnas yang<br />

telah dibangun Pemerintah untuk kota Medan.<br />

Kriteria pemilihan lokasi antara lain :<br />

1. Type rumah hunian variatip dari yang<br />

paling sederhana type 18 sampai type yang<br />

paling layak huni type > dari type 70<br />

2. Tata letak geografi dari CBD mudah<br />

dijangkau angkutan dan tidak lebih dari 15<br />

km.<br />

3. Luas Lost space > 30% dari luas lahan.<br />

4. Kepadatan Pendudukan dengan luas ideal<br />

40– 50 unit/Ha<br />

5. Countor tanah relatip berbukit<br />

6. Iklim relatip sejuk<br />

7. Sosial Ekonomi masyarakat menengah<br />

kebawah<br />

8. Etnis yang menghuni kawasan Heterogen<br />

38


EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

3.2. Deskripsi Kawasan<br />

Gambar: 3.1. Peta Kota Medan dan Letak<br />

Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Pemerintah Kota Medan<br />

Perumnas Simalingkar terletak di Kecamatan<br />

Medan Tuntungan dan wilayah perumnas terbagi<br />

ke dalam beberapa kelurahan diantaranya<br />

Kelurahan Mangga dan desa Simalingkar<br />

Perumnas Simalingkar didirikan pada tahun<br />

1980 Dengan melewati masa pembanguna mulai<br />

dari tahun 1984 sampai tahun 1990 Jumlah unit<br />

rumah yang terbangun hingga saat ini berjumlah<br />

8.178 unit Dan terdiri dari 8 blok hunian. Pada<br />

Perumnas SImalingkar dibangun beberapa tipe<br />

rumah diantaranya tipe17, tipe21, tipe36, type<br />

45, type 54 dan 70. Luas lahan keseluruhan dari<br />

kawasan Perumnas Simalingkar seluas ± 286 ha.<br />

3.3. Sekilas Tentang Perum Perumnas<br />

Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan<br />

Nasional (Perum Perumnas) didirikan<br />

berdasarkan Peraturan Pemerintah <strong>Nomor</strong> 29<br />

Tahun 1974, yang kemudian penyempurnaannya<br />

diatur dalam Peraturan Pemerintah <strong>Nomor</strong> 21<br />

Tahun 1988 tentang Perusahaan Ummum<br />

Pembangunan Perumahan Nasional.<br />

Maksud dan tujuan didirikannya Perum<br />

Perumnas adalah untuk menyelenggarakan<br />

kemanfaatan umum berupa kegiatan-kegiatan<br />

produktif di bidang pelaksanaan pembangunan<br />

perumahan rakyat beserta sarana dan<br />

prasarananya serta melakukan pemupukan dana.<br />

Dengan tujuan melaksanakan kebijaksanaan dan<br />

program pemerintah dibidang pembangunan<br />

perumahan rakyat beserta sarana dan<br />

prasarananya yang mampu mewujudkan<br />

lingkungan permukiman sesuai dengan rencana<br />

pembangunan wilayah atau kota. Untuk<br />

mencapai maksud dan tujuan tersebut Perum<br />

Perumnas menyelenggarakan usaha-usaha<br />

sebagai berikut :<br />

1. Menyiapkan perencanaan proyek-proyek<br />

pembangunan perumahan rakyat dalam arti<br />

luas dan prasarana lingkungan<br />

2. Mengusahakan pembiayaan yang diperlukan<br />

dalam rangka pelaksanaan tugasnya.<br />

3. Menyiapkan, melaksanakan dan<br />

mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek<br />

pembangunan perumahan rakyat dan<br />

prasarana lingkungan yang mencakup<br />

penguasaan dan pematangan tanah,<br />

pembangunan perumahan, pembangunan<br />

prasarana lingkungan, perbaikan lingkungan<br />

dan kegiatan-kegiatan lainnya.<br />

4. Mengelola tanah-tanah yang dikuasai<br />

dengan kewenangan untuk : Merencanakan<br />

peruntukkan dan penggunaan tanah,<br />

Menggunakan tanah tersebut untuk<br />

keperluan usaha, Menyerahkan bagianbagian<br />

dari tanah berikut<br />

rumah/bangunannyadan atau memindah<br />

tangankan (menjual) tanah yang sudah<br />

dimatangkan kepada pihak ketiga.<br />

5. Melaksanakan dan mengusahakan unit-unit<br />

produksi bahan bangunan dan usaha<br />

penunjang lainnya dalam rangka<br />

pelaksanaan tugas pokok perusahaan dan<br />

melakukan hubungan kerja serta hal-hal<br />

lainnya.<br />

Dikota Medan pemerintah melalui Perum<br />

Perumnas pada tahun 1979/1980 telah<br />

membangun 10.000 unit rumah sederhana di<br />

Medan Timur (perumnas Mandala) dan di<br />

Medan Barat (perumnas Helvetia) sebanyak<br />

4.837 unit. Tahun 1981 dibangun 7.000 unit<br />

rumah sederhana di Medan Selatan (Perumnas<br />

Simalingkar) dan tahun 1985 dibangun rumah<br />

susun murah sebanyak 500 unit di lokasi Medan<br />

Sukaramai. Pada tahun 1993 dibangun rumah<br />

sederhana dan sangat sederhana (perumnas<br />

Martubung) yang meliputi Perumahan Pesona<br />

39


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />

Laguna I dan II yang sampai sekarang<br />

pembangunannya masih berlangsung dan telah<br />

selesai sebanyak 3.000 unit dari 12.000 unit<br />

rumah yang direncanakan secara bertahap.<br />

Kemudian diikuti dengan pembangunan Laguna<br />

Indah Permai I dan II.<br />

adalah lahan masyarakat dan lahan perbukitan<br />

serta perkebunan.<br />

Perumnas Simalingkar terbagi dalam 8 blok<br />

hunian, dimana seluruh blok terdapat di wilayah<br />

Kelurahan Mangga. Adapun rincian penyebaran<br />

hunian/ rumah berdasarkan lingkungan dan blok<br />

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.<br />

3.5. Penyebaran Perumahan Pada Blok A<br />

Gambar3.2. Peta Kawasan Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: PDAM Tirtanadi Prop.Sumatera Utara<br />

3.4. Sekilas Tentang Perumnas Simalingkar<br />

Kawasan Perumnas Simalingkar dibangun<br />

pada tahun 1981, perumahan ini secara<br />

administratif terletak pada Kecamatan Medan<br />

Tuntungan yang termasuk pada Wilayah Medan<br />

Selatan dan berada pada 2 wilayah kelurahan<br />

sekaligus yaitu Kelurahan Mangga dan Desa<br />

Simalingkar. Perumahan ini terdiri dari 7.000<br />

unit rumah sederhana yang menempati lahan<br />

seluas ± 286 Ha, di dalam kawasan perumahan<br />

ini pada awalnya terdapat tipe unit rumah yaitu :<br />

17,36,45,54,70,<br />

Pada awalnya kawasan perumahan ini dibangun<br />

dengan target pasar terutama masyarakat dengan<br />

pekerjaan antara lain : PNS, TNI/POLRI,<br />

Karyawan BUMN, Karyawan Swasta dan lain<br />

sebagainya. Lahan perumahan ini pada awalnya<br />

Gambar 3.3. : Peta Blok A Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />

Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok A 875 unit, terdiri<br />

dari 3 lingkungan yaitu : lingkungan IV,<br />

lingkungan V, dan lingkungan VII<br />

40


EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Penyebaran Perumahan Blok B<br />

Penyebaran Perumahan Blok D<br />

Gambar 3.4.: Peta Blok B Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />

Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok B 875 unit, terdiri dari<br />

2 lingkungan yaitu : lingkungan VIII, dan<br />

lingkungan X<br />

Gambar 3.6.: Peta Blok D Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />

Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok D 875 unit, terdiri<br />

dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XIX, dan<br />

lingkungan XX<br />

Penyebaran Perumahan Blok E<br />

Penyebaran Perumahan Blok C<br />

Gambar 35. : Peta Blok C Perumnas Simalingkar<br />

Sumber : Divisi Perencanaan PDAM<br />

Prop.Sumatera Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok C 875 unit, terdiri<br />

dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XV, dan<br />

lingkungan XVII<br />

Gambar 3.7: Peta Blok E Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />

Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok E 478 unit, terdiri<br />

dari 1 lingkungan yaitu : lingkungan XXI<br />

41


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />

Penyebaran Perumahan Blok F<br />

Penyebaran Perumahan Blok H<br />

Gambar 3.8 : Peta Blok F Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />

Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok F 563 unit, terdiri dari<br />

2 lingkungan yaitu : lingkungan XXI, dan<br />

lingkungan XXII<br />

Penyebaran Perumahan Blok G<br />

Gambar 3.10: Peta Blok H Perumnas Simalingkar<br />

Sumber : Divisi Perencanaan PDAM Prop.<br />

Sumatera Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok H 579 unit, terdiri<br />

dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XXIII<br />

4. Analisa Dan Kompilasi Data<br />

4.1. Analisa Data<br />

Dari data yang disebar terhadap responden di<br />

Perumnas Simalingkar tempat penelitian<br />

dilakukan dapat dilihat analisa data tertera di<br />

bawah ini :<br />

Tabel 4.1. Kelompok Etnis<br />

Kelompok<br />

Etnik<br />

Jumlah Prosentase<br />

Sumatera Utara 70 70%<br />

Luar Sumatera<br />

Utara<br />

25 25%<br />

ain-lain 5 5%<br />

Sumber : Data Primer Yang Diolah<br />

Gambar 3.9<br />

Peta Blok G Perumnas Simalingkar<br />

Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />

Utara<br />

Jumlah Hunian pada Blok G 623 unit, terdiri<br />

dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XXII, dan<br />

lingkungan XXIII<br />

Dari hasil survei 100 respondensi, responden di<br />

Perumahan Simalingkar 70% berasal dari<br />

Sumatera Utara 70% dari luar Sumatera Utara<br />

(25%) sedangkan (5%) berasal dari lain-lain<br />

yakni masyarakat Cina, Tamil, Arab dan<br />

Pakistan.<br />

Kehadiran sebagian besar penghuni dari Etnis<br />

Sumatera Utara sebanyak 70% dapat<br />

dikategorikan sesuatu yang wajar, mengingat<br />

42


EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

daerah kajian terletak pada daerah yang banyak<br />

dihuni oleh etnis Batak Karo,Batak Tapanuli dan<br />

Mandailing.<br />

Tabel 4.2. Agama<br />

Agama Jumlah Prosentase<br />

Islam 68 68%<br />

Protestan 15 15%<br />

Katolik 10 10%<br />

Budha 5 5%<br />

Hindu 2 2%<br />

Sumber: Data Primer Diolah<br />

Dilihat dari kelompok Agama, responden di<br />

Perumahan Simalingkar yang beragama Islam<br />

menduduki urutan pertama (68%), kemudian<br />

Protestan (15%), disusul Katolik (10%) dan<br />

Budha & Hindu (7%).<br />

Mayoritas Agama Islam (68%) di Perumahan<br />

Simalingkar, hal ini mengingat jumlah<br />

reesponden yang dibagikan secara acak<br />

sebanyak 68 orang beragama Islam.<br />

Tabel 4.3. Jumlah Penghuni Keluarga<br />

Penghuni<br />

Keluarga<br />

Jumlah Prosentase<br />

6 4 4%<br />

Sumber : Data Primer Yang Diolah<br />

Dari 100 responden wawancara yang dilakukan<br />

terhadap penghuni rumah (35%) menghuni 4<br />

orang tiap rumah, urutan kedua (24%)<br />

menempati rumah 3 orang menempati 1 rumah<br />

untuk 6 orang (12%), lebih dari 6 orang (4%),<br />

sedangkan yang menghuni kurang dari 3 orang<br />

sebanyak (5%).<br />

Tingkat hunian tertinggi sebanyak (35%), hal<br />

ini mengingat rata – rata jumlah keluarga dengan<br />

anak dua sesuai dengan program pemerintah<br />

dalam mengatasi lomjakan jumlah penduduk<br />

dalam program KB.<br />

Tabel 4.4. Status Penghuni<br />

Status Jumlah Prosentase<br />

Pemilik 75 75%<br />

Penyewa 10 10%<br />

Menumpang 8 8%<br />

Kost 7 7%<br />

Sumber : Data Primer Diolah<br />

Untuk status Penghuni rumah dapat dilihat<br />

(75%) pemilik rumah langsung, (10%) Penyewa,<br />

menumpang yang umumnya berasal dari<br />

keluarga yang tinggal dikampung lain sebanyak<br />

(8%) sedangkan penghuni status kost menempuh<br />

pendidikan dikota Medan atau bekerja (7%).<br />

Dari kemampuan penghuni (75%) pemilik<br />

rumah langsung, hal ini dapat dilihat<br />

kemampuan memiliki rumah dari penghasilan<br />

penghuni rumah (62%) pada tabel 5.8. yang<br />

berpenghasilan lebih dari satu juta rupiah.<br />

Sehingga punya kemampuan untuk dapat<br />

memiliki rumah.<br />

Tabel 4.5 Lama Menguni Rumah<br />

Lama<br />

Menghuni<br />

Jumlah Prosentase<br />

10 Tahun 59 59%<br />

Sumber : Data Primer yang Diolah<br />

Sebanyak 100 responden wawancara yang<br />

dilakukan terhadap penghuni rumah, untuk<br />

status Lama Menghuni rumah rumah dapat<br />

dilihat (59%) pemilik rumah tinggal lebih dari<br />

10 tahun, (59%) sedangkan penghuni yang<br />

tinggal 5-10 tahun (12%), yang tinggal 1-5<br />

tahun (18%) kurang dari 1 tahun (11%)<br />

Dilihat dari lamanya menghuni penghuni rumah<br />

(59%) lebih dari sepuluh tahun telah menghuni<br />

rumah, hal ini dapat dilihat pembangunan<br />

perumahan perumnas simalingkar sejak awal<br />

pembangunan sudah dimulai dihuni. Kurang dari<br />

5 tahun sebanyak (18%) dan (11%) kebanyakan<br />

penghuni kategori ini adalah orang yang<br />

menghuni rumah secara kontrakan (menyewa).<br />

43


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />

Tabel 4.6. Jenis Bangunan Berdasarkan Jumlah<br />

Lantai<br />

Jenis Jumlah Prosentase<br />

Lantai 1 85 85%<br />

Lantai 2 10 10%<br />

Lantai 3 5 5%<br />

Sumber: Data Primer yang Diolah<br />

Dari Jenis bangunan dengan jumlah lantai, dapat<br />

dilihat (85%) lantai 1 telah direhab secara<br />

Horizontal atau masih bangunan asli, lantai 2<br />

(10%) kebanyakan dari rehab yang dilakukan<br />

secara Vertikal, sedangkan lantai 3 (5%), ratarata<br />

ruko yang terdapat pada bangunan asli.<br />

Dilihat dari pengembangan rumah secara<br />

horizontal, masyarakat penghuni kebanyakan<br />

(85%) punya dana rehabilitasi secara bertahap<br />

dengan sistem rumah tumbuh yang tidak<br />

membutuhkan konstruksi berat misalnya<br />

bangunan berlantai tinggi.<br />

Tabel 4.7. Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga<br />

Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase<br />

Pegawai Negeri<br />

Sipil<br />

33 33%<br />

Karyawan<br />

Swasta<br />

45 45%<br />

Wiraswasta 15 15%<br />

Lain-lain 7 7%<br />

Sumber: Data Primer yang Diolah<br />

Untuk survei pekerjaan Kepala Keluarga<br />

penghuni terdapat (45%) karyawan Swasta,<br />

(33%) bekerja sebagai Pegawai Negri,<br />

Wiraswasta (15%) sedangkan lain-lain pedagang<br />

atau Petani (7%)<br />

Hasil survei ini menunjukkan minat terhadap<br />

hunian di perumnas simalingkar dari hasil<br />

penelitian yang dilakukan berdasarkan quisioner<br />

didominasi oleh karyawan swasta.<br />

Tabel 4.8. Pendapatan Kepala Keluarga<br />

Pendapatan<br />

Perbulan<br />

Jumlah Prosentase<br />

Rp. 500.000 – Rp<br />

1 juta<br />

23 23%<br />

Rp. 1 juta – Rp.<br />

1,5 juta<br />

62 62%<br />

> 1,5 juta 15 15%<br />

Sumber : Data Primer yang Diolah<br />

Kemampuan membayar dari penghuni pemilik<br />

rumah dimungkinkan dari penghasilan perbulan<br />

hal ini dapat dilihat dari Pendapatan Keluarga,<br />

(62%) berpenghasilan 1-1.5 Juta rupiah, (23%)<br />

berpenghasilan 500 ribu – 1 juta rupiah,<br />

sedangkan (15%) berpenhasilan diatas 1,5 Juta<br />

Rupiah,-.<br />

Tabel 4.9. Perubahan Fisik dari Bangunan Awal<br />

Perubahan Jumlah Prosentase<br />

Ya 84 84%<br />

Tidak 9 9%<br />

Tidak Tahu 7 7%<br />

Sumber : Data Primer yang Diolah<br />

Dari wawancara terhadap responden diketahui<br />

bahwa terdapat (7%) penghuni tidak mengetahui<br />

bahwa rumah hunian sudah terjadi perubahan<br />

fisik, namun (84%) rata-rata mengetahui telah<br />

terjadi perubahan, sebab memang telah<br />

dilakukan perubahan secara fisik, sedangkan<br />

(9%) belum melakukan perubahan, masih tetap<br />

pada kondisi rumah asli.<br />

Hal ini dapat diketahui mengingat rata–rata<br />

penghuni rumah telah menempati rumah tersebut<br />

selama lebih dari sepuluh tahun lihat tabel 5.5.<br />

(59%).<br />

Tabel 4.10. Keterlibatan Profesional dalam<br />

Perubahan Rumah<br />

Keterlibatan Jumlah Prosentase<br />

Ya 80 80%<br />

Tidak 20 20%<br />

Sumber : Data Primer Diolah<br />

Walaupun penghasilan rata – rata penghuni<br />

(62%) Rp. 1 – Rp.1,5 juta namun cara berpikir<br />

dan wawasan penghuni cukup luas hal ini dapat<br />

dilihat terhadap perubahan fisik bangunan,<br />

(80%) penghuni rumah menggunakan jasa<br />

profisional untuk mendapatkan desain rumah<br />

yang sesuai dengan kemajuan zaman, sedangkan<br />

(20%) melaksanakan perubahan fisik bangunan<br />

dengan cara amatiran, dilaksanakan dengan<br />

menggunakan jasa tukang atau dilakukan secara<br />

kekeluargaan.<br />

Tabel 4.11. Arah Pengembangan<br />

Arah<br />

Pengembangan<br />

Jumlah Prosentase<br />

Horisontal 79 79%<br />

Vertikal 10 10%<br />

Horisontal dan<br />

Vertikal<br />

11 11%<br />

Sumber: Data Primer yang Diolah<br />

44


EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

Bila dilihat terhadap perubahan fisik bangunan,<br />

penghuni rumah melakukan perubahan<br />

bangunan kearah Horizontal (79%) perubahan<br />

kearah Vertikal (10%) sedangkan (11%)<br />

melaksanakan perubahan fisik bangunan kearah<br />

keduanya. Lihat tabel. Dan analisisnya.<br />

Tabel 4.12. Keinginan Penghuni Untuk Pindah<br />

Keinginan<br />

untuk Pindah<br />

Jumlah Prosentase<br />

Ya 15 15%<br />

Tidak 85 85%<br />

Sumber: Data Primer Diolah<br />

Ternyata tinggal di Perumnas Simalingkar cukup<br />

menyenangkan, hal ini dapat dilihat (85%)<br />

penghuni tidak punya keinginan untuk pindah<br />

tempat tinggal, sedangkan (15%) punya<br />

keinginan untuk pindah rumah.<br />

Tabel 4.13. Batas Rumah<br />

Jenis Batas Depan Belakang<br />

Samping<br />

Kiri<br />

Samping<br />

Kanan<br />

Tembok - 22 42 27<br />

Pagar<br />

Permanen<br />

Pagar Semi<br />

Permanen<br />

Dinding<br />

Rumah<br />

95 1 10 12<br />

5 - - -<br />

- 72 65 78<br />

Tumbuhan 5 - - -<br />

Sumber : Data Primer Yang Diolah<br />

Batas rumah dapat dilihat sebanyak 78<br />

responden mengatakan bahwa batas rumah<br />

adalah dinding rumah yang berfungsi sebagai<br />

batas dan dinding belakang, samping dan<br />

belakang, batas depan berupa jalan dengan<br />

pembatas pagar permanen, sedikit dengan batas<br />

pagar semi permanen 5 responden.<br />

Tabel 4.14. Penyebab Perubahan<br />

Penyebab Jumlah Prosentase<br />

Kemampuan Ekonomi<br />

Membaik<br />

25 25%<br />

Pertambahan Anggota<br />

Keluarga<br />

65 65%<br />

Buka Tempat Usaha 10 10%<br />

Sumber: Data Primer Diolah<br />

Penyebab perubahan bentuk bangunan dari<br />

bangunan asli (65%) responden menyatakan<br />

bahwa perubahan dilakukan adnya pertambahan<br />

keluarga, kemampuan ekonomi membaik (25%),<br />

buka tempat usaha (10%).<br />

Dari rata – rata responden terhadap perubahan<br />

bentuk bangunan ternyata (65%) dilakukan<br />

perubahan bangunan adanya pertambahan<br />

keluarga sehingga bangunan yang ada terasa<br />

sempit sebab kamar terbatas maka dipilih<br />

alternatif dengan menambah ruangan, perubahan<br />

dari bangunan asli.<br />

4.2. Keriteria Kepuasan Penghuni<br />

Tabel 4.15. Jenis Bangunan Berdasarkan Jumlah<br />

Lantai<br />

Jenis Jumlah Prosentase<br />

Lantai 1 85 85%<br />

Lantai 2 10 10%<br />

Lantai 3 5 5%<br />

Sumber: Data Primer yang Diolah<br />

Dari Jenis bangunan dengan jumlah lantai, dapat<br />

dilihat (85%) lantai 1 telah direhab secara<br />

Horizontal atau masih bangunan asli, lantai 2<br />

(10%) kebanyakan dari rehab yang dilakukan<br />

secara Vertikal, sedangkan lantai 3 (5%), ratarata<br />

ruko yang terdapat pada bangunan asli.<br />

4.3. Kompilasi Data<br />

Dari data yang disebar terhadap responden di<br />

Perumnas Simalingkar tempat penelitian<br />

dilakukan dapat dilihat kompilasi data tertera di<br />

bawah ini :<br />

Tabel. 4.17. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)<br />

Koefisien<br />

No<br />

Tipe<br />

Persentase<br />

Dasar Bangunan<br />

1 36/96 0,375 37,5<br />

2 45/120 0,375 37,5<br />

3 54/153 0,375 37,5<br />

Sumber: Data Primer yang Diolah<br />

Dari data yang disebar terhadap 100 responden<br />

(35%) type 36/96 mengembangkan bangunan<br />

hingga menjadi type 60 dengan sisa tanah 36m 2<br />

KDB terhadap luas bangunan rata – rata<br />

berkembang menjadi (37,5%). Type 45/120<br />

dikembangkan menjadi type 90 dengan sisa<br />

tanah 30m 2 KDB terhadap luas bangunan rata –<br />

rata berkembang menjadi (37,5%). sedangkan<br />

untuk type 54/153 dikembangkan menjadi type<br />

100 dengan sisa tanah 53m 2 KDB terhadap luas<br />

45


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />

bangunan rata – rata berkembang menjadi<br />

(37,5%).<br />

Tabel 4.18. Pengembangan Luas Ruang<br />

No<br />

Tipe<br />

Denah<br />

Awal<br />

Denah<br />

Pengem<br />

bangan<br />

Ket<br />

1 36/96 36 60 Horizontal<br />

2 45/120 45 90<br />

Horizontal<br />

3 54/153 54 100<br />

Horizontal<br />

Sumber: Data Primer yang Diolah<br />

Dari 100 responden wawancara yang dilakukan<br />

terhadap penghuni rumah (35%) menghuni 4<br />

orang tiap rumah, dengan type 45 dengan<br />

pengembangan menjadi type 90m 2 hal ini rata –<br />

rata jumlah hunian keluarga dengan anak empat.<br />

Urutan kedua (24%) menempati 1 rumah untuk<br />

6 orang dengan type 54/153 dengan<br />

pengembangan rumah menjadi type 100m 2 hal<br />

ini rata – rata jumlah hunian keluarga dengan<br />

anak enam, Pengembangan rumah hunian kearah<br />

horizontal<br />

Dari fasilitas lingkungan dan fasilias sosial di<br />

Perumnas Simalingkar Medan yang tertera<br />

dalam tabel diatas Tabel 4.28 dibangun pihak<br />

perumnas dengan tujuan untuk memberikan<br />

pelayanan kepada masyarakat penghuni agar<br />

mutu kehidupan dan penghidupan secara layak<br />

dapat tercipta, sehingga dapat dinikmati<br />

penghuni rumah yang menimbulkan iklim sehat<br />

bagi masyarakatnya. Hasil penelitian<br />

memperlihatkan bahwa rata – rata fasilitas yang<br />

diberikan pihak perumnas cukup memadai<br />

bahkan pada beberapa fasilitas lebih dari cukup<br />

misalnya pada jalur hijau dan ruang terbuka.<br />

Tabel 4.21. Jarak Dari Rumah ke Fasilitas<br />

No Jarak (m) Responden Persen<br />

1 0 – 50 10 10 %<br />

2 50 – 100 30 30 %<br />

3 100 – 200 40 40 %<br />

4 > 200 20 20 %<br />

Sumber: Data Primer Diolah<br />

Penilaian – penilaian terhadap jarak tempuh dari<br />

rumah ke fasilitas dapat di gambarkan bahwa<br />

jarak terdekat yang dimaksud adalah<br />

kenyamanan terhadap penghuni, dimana jarak<br />

terjauh dari rumah responden (40 %) 100 – 200<br />

m merupakan jarak yang relatif dekat sehingga,<br />

penghuni rumah bila berjalan kaki hanya<br />

membutuhkan waktu 10 menit.<br />

Tabel 4.22. Kepuasan Penghuni<br />

No Uraian Populasi Keterangan<br />

Penambahan<br />

1 Ruang 25% Puas<br />

2 Ekonomi 24% Puas<br />

3 Iklim 26% Puas<br />

4 Lingkungan Alam 25% Puas<br />

Total 100%<br />

Sumber: Data Primer yang Diolah<br />

Menurut Laqiuian (1983) yaitu empat dinding<br />

yang beratap yang dapat dipergunakan sebagai<br />

ruang pribadi adanya kamar mandi serta dapur.<br />

Dalam penelitian ini jumlah ruang minimal yang<br />

dinilai oleh responden ialah adanya ruang tidur,<br />

kamar mandi, wc dan dapur, dari 100 responden<br />

menyatakan penambahan ruang (25%)<br />

mempunyai penilaian bahwa Dilihat darii 100<br />

responden terhadap kepuasan penghuni<br />

sebanyak (25%) menginginkan lingkungan alam<br />

antara lain : kesejukan, tanah yang<br />

bergelombang, sedangkan ekonomi (24%)<br />

merasa puas dengan keadaan ekonomi yang ada<br />

saat ini.<br />

5. Kesimpulan Dan Saran<br />

5. 1. Kesimpulan<br />

Dari hasil analisis data dan pembahasan yang<br />

telah dilakukan pada BAB terdahulu maka dapat<br />

diambil beberapa kesimpulan dan saran-saran,<br />

dirumuskan :<br />

1. Pada dasarnya pembangunan rumah dengan<br />

type 36, 45, dan 54 serta fasilitas lingkungan<br />

dan fasilias sosial di Perumnas Simalingkar<br />

Medan oleh pihak perumnas dengan tujuan<br />

untuk memberikan pelayanan kepada<br />

masyarakat penghuni agar kualitas<br />

kehidupan dan penghidupan secara layak<br />

dapat tercipta.<br />

2. Setelah pengembangan dilakukan penghuni<br />

rumah dengan jumlah penghuni yang<br />

variatif masih dalam ukuran terbatas dengan<br />

aktivitas yang masih memadai penghuni<br />

tetap merasa nyaman dan puas.<br />

46


EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />

BERPENGHASILAN RENDAH<br />

STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />

Suhadianto<br />

Julaihi Wahid<br />

Dwira N. Aulia<br />

3. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata<br />

– rata fasilitas yang diberikan pihak<br />

perumnas cukup memadai bahkan pada<br />

beberapa fasilitas lebih dari cukup misalnya<br />

pada jalur hijau dan ruang terbuka.<br />

4. Sebagian besar penghuni Perumnas<br />

Simalingkar merasa nyaman tinggal di<br />

Perumnas Simalingkar dan Dapat dilihat<br />

dari 100 orang responden penghuni pemilik<br />

rumah langsung 75 orang, Penyewa, 10<br />

orang, menumpang 8 orang responden<br />

sedangkan 7 orang responden.dengan<br />

penghuni status kost, merasa punya<br />

keinginan tetap tinggal di Perumnas<br />

Simalingkar karena merasa nyaman dengan<br />

keadaan saat ini 85 orang responden<br />

sedangkan untuk berkeinginan pindah hanya<br />

15 orang.<br />

5.2. Saran<br />

Berdasarkan Kesimpulan diatas, peneliti ingin<br />

menyumbangkan saran-saran sebagai berikut :<br />

1. Kontrol Pemerintah terhadap bentuk dari<br />

pengembangan perumahan Perumnas<br />

Simalingkar sangat dibutuhkan agar tidak<br />

terjadi pola pengembangan bangunan yang<br />

tidak teratur.<br />

2. Perlunya Pemerintah memperhatikan sarana<br />

dan prasarana serta sanitasi di Perumahan<br />

Simalingkar, mengingat peruntukan sarana<br />

dan prasarana perumahan Simalingkar<br />

cukup memadai namun masih perlunya<br />

perawatan.<br />

Daftar Pustaka<br />

Crowe Normah; (1977), Nature and The Idea of<br />

a Man Made World<br />

Dana, W, Dfefry; (1990), Ciri Perancangan kota<br />

Bandung, Gramedia, Jakarta<br />

Djajadiningrat Surna, T; (1992), Membangun<br />

Tampa Merusak Lingkungan, Kantor<br />

Menteri Negara Kependudukan dan<br />

Lingkungan Hidup, Jakarta<br />

___________, Badan Pemberdayaan Masyarakat<br />

Kota Medan, sumber data BPS, Laporan<br />

Rekapitulasi Kecamatan dalam angka<br />

Kota Medan<br />

___________, Monografi Kota Medan,<br />

BAPPEDA Kota Medan<br />

___________, Medan dalam angka 2001, BPS<br />

Kota Medan<br />

___________, Keputusan Menteri Pekerjaan<br />

Umum <strong>Nomor</strong> 378/KPTS/1987<br />

Turner. F. C, John; (1979), Self, Space and<br />

Shelter<br />

UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan<br />

Permukiman<br />

Peraturan Cipta Karya 1982 , Jakarta<br />

Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan<br />

Kota<br />

47


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />

ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />

BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />

STUDI KASUS : JALAN JENDERAL BESAR A. H. NASUTION<br />

(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />

Heriansyah Siregar, Abdul Ghani Salleh, Basaria Talarosha, Filiyanti T.A Bangun<br />

Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />

Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />

Abstract. Traffic represent problems faced by Indonesian cities, which start from decreasing of road<br />

performance until generate traffic jam in the end. The problems caused by some factors, like urbanization, rapid<br />

growth of population, growth of economics and growth of number of vehicles. These factors also influence<br />

growth of a city. To see how the increase of intensity of housing-building at settlement area influence the traffic<br />

volume and decreasing of road performance, hence conducted by analyze the movement systems. Movement<br />

systems analysis covers traffic volume and traffic composition, continued with road capacity analysis yielding<br />

indicators of Q/C and travel speed. While to see the growth of settlement in study area during the last five year<br />

done by using overlay method. This method applied to the 1999 and 2004 land use map. This map shows that the<br />

artery road encumbered by local traffic, which come from housing at study area. Minimization of conflict to<br />

movement system by regulate the land usage on both side of the street needed to overcome this condition<br />

together with limitation of settlements growth in Kecamatan Medan Johor, done by maintain the RUTRK Medan<br />

<strong>2005</strong> strategy, which arranged that Kecamatan Medan Johor is specified to become the catchment area and low<br />

density settlement.<br />

Keywords: road performance, housing-building intensity, local traffic<br />

Pendahuluan<br />

1.1 Latar Belakang<br />

Lalulintas merupakan permasalahan yang<br />

dihadapi kota-kota besar di Indonesia, yang<br />

berawal dari penurunan kinerja jalan hingga<br />

pada akhirnya menimbulkan kemacetan<br />

lalulintas. Beberapa faktor yang menyebabkan<br />

permasalahan tersebut antara lain urbanisasi,<br />

pertumbuhan penduduk yang pesat,<br />

pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan<br />

lalulintas yang tinggi (Sutomo, et al, 2001).<br />

Faktor-faktor tersebut diatas mempengaruhi<br />

perkembangan sebuah kota. Perkembangan kota<br />

yang semakin pesat juga menyebabkan<br />

terjadinya perubahan guna lahan kota. Tamin<br />

(1997) menyatakan, bahwa setiap guna lahan<br />

atau sistem kegiatan akan menghasilkan<br />

pergerakan (trip production) dan menarik<br />

pergerakan (trip attraction) dalam proses<br />

pemenuhan kebutuhan. Meningkatnya<br />

pergerakan ini akan menuntut penyediaan<br />

jaringan jalan yang semakin baik pula.<br />

Ketidakseimbangan antara penyediaan jaringan<br />

jalan dengan pemakainya akan menyebabkan<br />

permasalahan lalulintas. Ketimpangan antara<br />

peningkatan jaringan jalan dan jumlah<br />

kenderaan yang melalui jalan tersebut<br />

menyebabkan berbagai permasalahan, antara<br />

lain meningkatnya waktu perjalanan,<br />

menurunnya kenyamanan pemakai jalan dan<br />

seringkali menyebabkan kemacetan lalulintas.<br />

Masalah ini menjadi semakin parah akibat<br />

adanya percampuran pergerakan antara lalulintas<br />

menerus, regional dan lokal. Masalah ini<br />

seringkali terjadi pada kawasan yang<br />

mempunyai intensitas kegiatan yang tinggi dan<br />

terjadi terutama pada jam-jam puncak.<br />

Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution merupakan<br />

bagian dari jalan lingkar luar (outer ring road)<br />

48


ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />

BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />

STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />

(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />

Heriansyah Siregar<br />

Abdul Ghani Salleh<br />

Basaria Talarosha<br />

Filiyanti T. A. Bangun<br />

kota Medan, yang berfungsi sebagai jalan arteri<br />

primer dan merupakan jalan alternatif bagi<br />

pergerakan lalulintas yang diarahkan untuk tidak<br />

melalui pusat kota. Berdasarkan Peraturan<br />

Pemerintah No. 26/1985 pasal 7 disebutkan<br />

bahwa jalan arteri primer didesain berdasarkan<br />

kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.<br />

Selain itu, pada jalan arteri primer lalulintas<br />

regional tidak boleh terganggu oleh lalulintas<br />

ulang alik, lalulintas dan kegiatan lokal.<br />

Dalam kenyataannya, selain harus melayani arus<br />

menerus dan regional, jalan ini harus pula<br />

melayani pergerakan lokal dan internal kota.<br />

Pada kedua sisi koridor jalan tersebut saat ini<br />

telah bermunculan kegiatan-kegiatan komersial<br />

yang dapat mengakibatkan tundaan lalulintas<br />

sebagai akibat dari kendaraan yang menuju dan<br />

parkir pada pusat-pusat aktifitas tersebut.<br />

Munculnya perumahan-perumahan pada selatan<br />

Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution juga<br />

mempengaruhi beban lalulintas yang ditanggung<br />

oleh jalan tersebut. Tundaan yang diakibatkan<br />

oleh lalulintas yang menuju perumahanperumahan<br />

tersebut saat ini sudah dapat<br />

dirasakan, khususnya pada persimpanganpersimpangan<br />

yang merupakan akses menuju<br />

perumahan-perumahan tersebut.<br />

Terjadinya perubahan guna lahan pada kedua<br />

sisi dan selatan jalan ini menimbulkan dampak<br />

berupa penurunan kinerja jalan. Penurunan<br />

kinerja jalan tersebut berupa meningkatnya<br />

volume lalulintas, bertambahnya waktu<br />

perjalanan dan menurunnya kecepatan<br />

perjalanan yang menyebabkan peningkatan<br />

biaya perjalanan.<br />

1.2 Perumusan Masalah<br />

Permasalahan penurunan kinerja Jalan Jenderal<br />

Besar A. H. Nasution sebagai jalan arteri primer<br />

di Kota Medan disebabkan antara lain oleh<br />

berkembangnya permukiman yang<br />

memanfaatkan ruas jalan tersebut sebagai muara<br />

pergerakan warganya dan kegiatan-kegiatan di<br />

sepanjang kedua sisi jalan (road side activity)<br />

yang menimbulkan gangguan samping (side<br />

friction) yang menghambat lalulintas menerus.<br />

Dari uraian diatas, maka penelitian ini berusaha<br />

untuk mengidentifikasi pengaruh peningkatan<br />

intensitas bangunan perumahan terhadap kinerja<br />

ruas Jenderal Besar A. H. Nasution, khususnya<br />

mengenai volume, kecepatan rata-rata dan<br />

kepadatan/kerapatan lalulintas di ruas jalan<br />

tersebut.<br />

1.3 Tujuan Penelitian<br />

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh<br />

peningkatan intensitas bangunan terhadap<br />

kinerja ruas jalan pada Jalan Jenderal Besar A.<br />

H. Nasution, khususnya terhadap volume,<br />

kecepatan rata-rata dan kepadatan/kerapatan<br />

lalulintas di ruas jalan tersebut.<br />

Gambar 4.2. Penempatan Lokasi Pos Survey Pada Ruas Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />

Jl. Djamin Ginting<br />

I<br />

II<br />

III<br />

IV<br />

Jl. Jend. Besar A. H. Nasution<br />

Jl. Luku I<br />

Jl. Karya Wisata<br />

Jl. Karya Jaya<br />

Jl. Brigjen katamso<br />

49


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />

2. Tinjauan Pustaka<br />

2.1 Hubungan Guna Lahan Dan<br />

Transportasi<br />

Guna lahan (land use) merupakan istilah yang<br />

berasal dari ekonomi pertanian, yang arti aslinya<br />

adalah sebidang tanah dan penggunaan<br />

ekonomisnya (seperti untuk tanaman basah,<br />

tanaman kering). Istilah guna lahan kemudian<br />

diadopsi ke dalam perencanaan wilayah kota<br />

dengan arti yang bergeser dari aslinya. Secara<br />

umum, “guna lahan perkotaan” diartikan sebagai<br />

distribusi keruangan (spatial distribution) atau<br />

pola geografis dari fungsi-fungsi perkotaan,<br />

seperti perumahan, perdagangan, perkantoran,<br />

rekreasi, industri dan lain-lain (Djunaedi, 2003).<br />

Kemampuan transportasi, atau penyediaan<br />

angkutan (transpor), menunjukkan potensi untuk<br />

menghubungkan antar kegiatan guna lahan.<br />

Kemampuan ini disediakan oleh berbagai moda<br />

angkutan (angkutan jalan raya, laut, udara, dan<br />

jalan kaki). Kemampuan transportasi bisa juga<br />

multi-moda; contohnya : perjalanan ke kantor<br />

dilakukan dengan jalan kaki dari rumah ke<br />

pemberhentian bus kota, naik bus kota, turun<br />

dari bus dan kemudian naik becak ke kantor.<br />

Fasilitas transportasi termasuk pula tempat<br />

perpindahan antar moda (misal : terminal bus,<br />

kereta api, bandar udara).<br />

Dalam suatu sistem kota, seperti pada gambar 1,<br />

terdapat hubungan antara guna lahan, demografi<br />

dan transportasi. Transportasi sendiri dapat<br />

dilihat sebagai fungsi dari beberapa sub sistem,<br />

seperti transportasi pribadi, transportasi publik<br />

dan transportasi barang (Orn, 20<strong>02</strong>).<br />

Keseluruhan elemen tersebut merupakan hal<br />

penting yang harus dipertimbangkan dalam<br />

proses pembangunan kota. Penambahan arus<br />

lalulintas tidak dapat dimengerti dengan baik<br />

tanpa mempelajari guna lahan dan demografi.<br />

Pada sisi lain, sistem transportasi dan<br />

pengembangan prasarana jalan dapat<br />

mempengaruhi dan memegang peranan dalam<br />

menentukan nilai jual tanah.<br />

Transportasi<br />

Publik<br />

Barang<br />

Pribadi<br />

Demografi<br />

Guna<br />

Lahan<br />

Gambar 1. Hubungan Transportasi, Guna Lahan<br />

dan Demografi pada Suatu Sistem<br />

Kota.<br />

Sumber : Orn, 20<strong>02</strong>.<br />

Transportasi meningkatkan interaksi antar<br />

aktifitas atau guna lahan. Interaksi tersebut<br />

diukur melalui aksesibilitas, yang meliputi daya<br />

tarik suatu tempat sebagai asal dan tujuan. Pola<br />

guna lahan adalah hal yang penting karena akan<br />

menentukan peluang ataupun aktifitas yang ada<br />

dalam jangkauan suatu tempat. Potensi antara<br />

dua tempat untuk berinteraksi akan bergantung<br />

pada biaya dari pergerakan antara keduanya,<br />

baik dalam terminologi uang ataupun waktu.<br />

Sebagai konsekuensinya, struktur dan kapasitas<br />

dari jaringan transportasi akan mempengaruhi<br />

tingkat aksesibilitas.<br />

Transportasi Aksesibilitas Guna Lahan<br />

Gambar 2. Hubungan Transportasi dan<br />

Guna Lahan<br />

Sumber : Black, 1984.<br />

2.2 Perencanaan Transportasi<br />

Terdapat beberapa konsep perencanaan<br />

transportasi yang berkembang sampai saat ini.<br />

Diantaranya yang paling populer adalah Model<br />

Empat Tahap (Four Steps Model), yang terdiri 4<br />

(empat) sub model, yaitu (Tamin, 1997):<br />

1. Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)<br />

Bangkitan perjalanan merupakan tahapan<br />

pemodelan yang memperkirakan jumlah<br />

pergerakan yang berasal dari suatu zona<br />

50


ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />

BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />

STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />

(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />

Heriansyah Siregar<br />

Abdul Ghani Salleh<br />

Basaria Talarosha<br />

Filiyanti T. A. Bangun<br />

atau guna lahan dan jumlah perjalanan<br />

yang tertarik ke suatu zona atau guna<br />

lahan.<br />

2. Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)<br />

Pola sebaran perjalanan antara zona asal<br />

dan zona tujuan adalah hasil dari dua hal<br />

yang terjadi bersamaan, yaitu<br />

lokasi/intensitas guna lahan yang akan<br />

menghasilkan arus lalulintas serta<br />

pemisahan ruang dan interaksi antara dua<br />

guna lahan yang akan menghasilkan<br />

pergerakan manusia/barang. Sistem<br />

transportasi dapat mengurangi hambatan<br />

perjalanan dalam ruang, tetapi tidak<br />

mengurangi jarak. Jarak hanya dapat<br />

diatasi dengan memperbaiki sistem<br />

jaringan transportasi. Oleh karena itu,<br />

jumlah pergerakan lalulintas antara dua<br />

buah guna lahan tergantung dari intensitas<br />

kedua guna lahan dan pemisahan ruang<br />

(jarak, waktu dan biaya) (JICA, 2000).<br />

3. Pemilihan Moda (Moda Split)<br />

Model pemilihan moda bertujuan untuk<br />

mengetahui proporsi orang yang akan<br />

menggunakan setiap moda. Pemilihan<br />

moda, selain juga harus<br />

mempertimbangkan pergerakan yang<br />

menggunakan lebih dari satu moda dalam<br />

perjalanan yang sangat umum dijumpai,<br />

dipengaruhi oleh tiga faktor yang<br />

menentukan, yaitu ciri pengguna jalan, ciri<br />

perjalanan dan ciri fasilitas/moda<br />

transportasi dan ciri kota/zona (JICA,<br />

2000).<br />

4. Penentuan Rute (Route Choice)<br />

Pembebanan lalulintas adalah suatu proses<br />

dimana permintaan perjalanan, yang<br />

didapat dari tahap distribusi dibebankan<br />

ke rute jaringan jalan yang terdiri dari<br />

kumpulan ruas-ruas jalan.<br />

3. Metodologi Penelitian<br />

3.1 Pendekatan studi<br />

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan<br />

sebagai berikut:<br />

1. Melakukan pengamatan awal terhadap<br />

sistem pergerakan di Jalan Jenderal Besar<br />

A. H. Nasution untuk mendapatkan<br />

gambaran umum gangguan sistem<br />

pergerakan di jalan tersebut.<br />

2. Melakukan pengamatan awal terhadap<br />

sumber utama lalulintas lokal yang<br />

10.9%<br />

13.6%<br />

7.3%<br />

11.0%<br />

25.4%<br />

31.9%<br />

Citra Wisata Johor Indah Permai Johor Indah Permai II<br />

Vila Prima Indah Puri Katelia Griya Wisata<br />

membebani Jalan Jenderal Besar A. H.<br />

Nasution, yaitu perumahan yang aksesnya<br />

memanfaatkan ruas jalan tersebut.<br />

3. Melakukan pencacahan volume lalulintas<br />

(traffic count) pada titik-titik akses<br />

menuju perumahan di sekitar kawasan<br />

Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution.<br />

Pencacahan tersebut dilakukan dengan<br />

perkiraan waktu-waktu puncak tertentu<br />

sebagai berikut :<br />

a. Pagi hari : 06.30 – 08.30<br />

b. Sore Hari : 16.30 – 18.30<br />

dan dilakukan pada hari-hari yang<br />

mewakili keadaan dalam satu minggu,<br />

yaitu pada awal, tengah dan akhir minggu.<br />

Selanjutnya kinerja ruas jalan dianalisis<br />

berdasarkan perkiraan jam-jam puncak<br />

tersebut dengan menggunakan kriteria<br />

derajat kejenuhan (degree of<br />

saturation/DS) dan kecepatan perjalanan.<br />

6. Melakukan pencacahan volume lalulintas<br />

(traffic count) pada titik-titik masuk<br />

perumahan, dalam hal ini pada pintu-pintu<br />

masuk perumahan disepanjang Jalan<br />

Karya Wisata, yang diperkirakan<br />

merupakan kontributor terbesar dari<br />

lalulintas lokal yang membebani Jalan<br />

Jenderal Besar A. H. Nasution.<br />

Pencacahan tersebut dilakukan pada waktu<br />

dan hari yang sama dengan pencacahan<br />

yang dilakukan di Jalan Jenderal Besar A.<br />

H. Nasution.<br />

7. Melakukan analisis peningkatan intensitas<br />

bangunan perumahan pada kawasan<br />

permukiman di wilayah studi berdasarkan<br />

data-data sekunder pada masa lalu dan<br />

saat ini.<br />

51


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />

3.2 Data Yang Dibutuhkan<br />

Data-data yang dibutuhkan pada pelaksanaan<br />

penelitian ini adalah :<br />

1. Data primer, berupa :<br />

a. Data fisik (geometrik) Jalan<br />

Jenderal Besar A. H. Nasution, yang<br />

didapatkan dengan melakukan<br />

pengukuran menggunakan pita<br />

meter.<br />

b. Data volume lalulintas Jalan<br />

Jenderal Besar A. H. Nasution, yang<br />

didapatkan melalui pencacahan<br />

volume lalulintas (traffic count) di<br />

jalan tersebut. Pelaksanaan<br />

pencacahan volume lalulintas<br />

(traffic count) dilakukan secara<br />

manual dengan menghitung setiap<br />

kendaraan yang melewati pos-pos<br />

survey yang ditentukan dan dicatat<br />

pada formulir yang telah disediakan.<br />

Pencatatan volume kendaraan<br />

dilakukan berdasarkan komposisi<br />

kendaraan dan waktu per 15 menit.<br />

c. Data volume lalulintas keluar masuk<br />

perumahan di sepanjang Jalan Karya<br />

Wisata, yang didapatkan melalui<br />

pencacahan volume lalulintas<br />

(traffic count) di pada pintu-pintu<br />

perumahan tersebut. Pelaksanaan<br />

pencacahan volume lalulintas<br />

(traffic count) dilakukan dengan<br />

cara yang sama dengan pelaksanaan<br />

pencacahan volume lalulintas<br />

(traffic count) di Jalan Jenderal<br />

Besar A. H. Nasution<br />

2. Data sekunder, berupa :<br />

a. Peta penggunaan lahan kawasan<br />

studi.<br />

b. Data-data perumahan di sepanjang<br />

Jalan Karya Wisata, meliputi luas<br />

lahan perumahan dan jumlah rumah.<br />

c. Data-data sekunder lainnya, seperti<br />

Rencana Umum Tata Ruang Kota<br />

(RUTRK), pertumbuhan kendaraan<br />

bermotor dan sebagainya.<br />

4. Hasil dan Pembahasan<br />

4.1 Arus Lalulintas Keluar Masuk<br />

Perumahan<br />

Dari hasil penelitian terlihat bahwa arus<br />

lalulintas keluar masuk perumahan berfluktuasi<br />

sesuai dengan karakteristik arus lalulintas pada<br />

daerah perumahan, dimana arus lalulintas<br />

puncak terjadi pada pagi hari saat penghuni<br />

keluar untuk menuju ke pusat-pusat kegiatan<br />

(perkantoran dan sekolah) dan berulang pada<br />

sore hari dimana mereka kembali dari pusatpusat<br />

kegiatan tersebut.<br />

Arus lalulintas maksimum keluar dari lokasilokasi<br />

perumahan terjadi pada hari Senin pagi<br />

antara pukul 6.45 – 7.45 sebesar 656,4 smp/jam,<br />

sedangkan arus lalulintas maksimum masuk ke<br />

lokasi-lokasi perumahan terjadi pada hari Rabu<br />

sore antara pukul 17.00 – 18.00sebesar 375,0<br />

smp/jam.<br />

Gambar 3 dan 4 memperlihatkan persentase arus<br />

lalulintas keluar masuk tersebut pada masingmasing<br />

lokasi perumahan yang disurvey.<br />

14.1%<br />

11.2%<br />

7.9%<br />

8.3%<br />

26.1%<br />

32.4%<br />

Citra Wisata Johor Indah Permai Johor Indah Permai II<br />

Vila Prima Indah Puri Katelia Griya Wisata<br />

Gambar 3. Persentase Arus Lalulintas<br />

Maksimum Keluar dari Perumahan.<br />

Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />

10.9%<br />

13.6%<br />

7.3%<br />

11.0%<br />

25.4%<br />

31.9%<br />

Citra Wisata Johor Indah Permai Johor Indah Permai II<br />

Vila Prima Indah Puri Katelia Griya Wisata<br />

Gambar 3. Persentase Arus Lalulintas<br />

Maksimum Masuk ke Perumahan.<br />

Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />

4.2 Analisis Kapasitas Ruas Jalan Jenderal<br />

Besar A. H. Nasution<br />

Dari data pencacahan volume lalulintas (traffic<br />

count), selanjutnya dilakukan analisis kapasitas<br />

untuk masing-masing segmen ruas jalan dan<br />

dihitung derajat kejenuhan (Degree of<br />

Saturation/DS), yang merupakan faktor utama<br />

dalam penentuan tingkat kinerja jalan, yang<br />

52


ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />

BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />

STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />

(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />

Heriansyah Siregar<br />

Abdul Ghani Salleh<br />

Basaria Talarosha<br />

Filiyanti T. A. Bangun<br />

menunjukkan apakah segmen jalan mempunyai<br />

masalah kapasitas atau tidak.<br />

Dari hasil perhitungan analisis kapasitas Jalan<br />

Jenderal Besar A. H. Nasution terlihat bahwa<br />

beban lalulintas pada ruas jalan tersebut masih<br />

dibawah kapasitas, seperti terlihat pada gambar<br />

5 dan 6, walaupun pada beberapa segmen jalan<br />

telihat kecenderungan pertambahan nilai Q/C.<br />

Nilai Q/C maksimum pada ruas Jalan Jenderal<br />

Besar A. H. Nasution adalah 0,89, yang terjadi<br />

pada hari Senin antara pukul 7.00 – 8.00 pada<br />

segmen antara Jl. Karya Wisata – Jl. Karya Jaya<br />

(arah timur Jalan Jenderal Besar A. H.<br />

Nasution).<br />

Karya Wisata dan Jalan Karya Jaya). Besarnya<br />

kontribusi lalulintas lokal terhadap arus<br />

lalulintas di Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />

pada saat nilai Q/C maksimum diperlihatkan<br />

pada gambar 7 dan 8.<br />

79.8%<br />

Menerus<br />

Lokal<br />

20.2%<br />

Vol. Lalu Lintas (smp)<br />

3,500<br />

3,000<br />

2,500<br />

2,000<br />

1,500<br />

1,000<br />

500<br />

Gambar 7. Perbandingan Arus Lalulintas Lokal<br />

dan Menerus Pada Jalan Jenderal Besar A. H.<br />

Nasution Arah Jalan Brigjen Katamso Pada Saat<br />

Nilai Q/C Maksimum.<br />

Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />

0<br />

6.30 - 7.30 6.45 - 7.45 7.00 - 8.00 7.15 - 8.15 7.30 - 8.30<br />

Waktu<br />

Arah Timur Arah Barat Kapasitas<br />

79.8%<br />

Gambar 5. Grafik Fluktuasi Beban Lalulintas<br />

Maksimum Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />

Pada Pagi Hari.<br />

20.2%<br />

Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />

Menerus<br />

Lokal<br />

Vol. Lalu Lintas (smp)<br />

3,500<br />

3,000<br />

2,500<br />

2,000<br />

1,500<br />

1,000<br />

500<br />

Gambar 8. Perbandingan Arus Lalulintas Lokal<br />

dan Menerus Pada Jalan Jenderal Besar A. H.<br />

Nasution Arah Jalan Djamin Ginting Pada Saat<br />

Nilai Q/C Maksimum.<br />

Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />

0<br />

16.30 - 17.30 16.45 - 17.45 17.00 - 18.00 17.15 - 18.15 17.30 - 18.30<br />

Waktu<br />

Arah Timur Arah Barat Kapasitas<br />

Gambar 6. Grafik Fluktuasi Beban Lalulintas<br />

Maksimum Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />

Pada Sore Hari.<br />

Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />

Kontribusi lalulintas lokal cukup terasa terutama<br />

pada segmen III (antara persimpangan Jalan<br />

Jenderal Besar A. H. Nasution dengan Jalan<br />

4.4 Pengaruh Peningkatan Intensitas<br />

Bangunan Perumahan pada Kinerja<br />

Jalan<br />

Prediksi kinerja Jalan Jenderal Besar A. H.<br />

Nasution pada masa yang akan datang didapat<br />

dari hubungan prediksi jumlah penduduk,<br />

pertumbuhan kendaraan dan bangkitan<br />

lalulintas.<br />

53


Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />

Dari data perkembangan jumlah rumah dan<br />

penghuni pada keenam perumahan yang<br />

disurvey, prediksi jumlah penduduk penghuni<br />

perumahan pada masa yang akan datang<br />

dihitung dengan persamaan :<br />

P n = P 0 (1 + i) n …………………..(1)<br />

dimana :<br />

P 0 = jumlah penduduk saat ini.<br />

P n = jumlah penduduk tahun ke – n.<br />

I = tingkat pertumbuhan penduduk.<br />

Prediksi volume lalulintas menerus di Jenderal<br />

Besar A. H. Nasution tanpa arus lalulintas lokal<br />

yang berasal dari permukiman disekitarnya<br />

didapat dari persamaan :<br />

Y = 109,54 X + 1507,9 …………(2)<br />

dimana :<br />

Y = volume lalulintas.<br />

X = indeks tahun.<br />

Persamaan diatas didapat berdasarkan angka<br />

pertumbuhan kendaran bermotor, dengan<br />

mengasumsikan bahwa variabel kapasitas ruas<br />

jalan adalah konstan dan tanpa menyertakan<br />

faktor jam puncak (peak hour factor/PHF).<br />

<strong>Volume</strong> lalulintas yang merupakan dasar<br />

perhitungan adalah volume lalulintas menerus<br />

pada saat nilai Q/C di Jalan Jenderal Besar A. H.<br />

Nasution maksimum.<br />

Tingkat bangkitan lalulintas dari perumahan<br />

yang digunakan untuk menghitung prediksi<br />

volume lalulintas masa yang akan datang<br />

didapat dari data kuesioner yang disebar kepada<br />

100 responden di keenam perumahan yang<br />

disurvey. Persamaan bangkitan lalulintas dari<br />

perumahan adalah:<br />

O i = 0.1363 P + 16.158 ……..(3)<br />

dimana :<br />

O i = bangkitan lalulintas pada jam puncak<br />

pagi (orang/jam).<br />

P = jumlah penghuni (jiwa).<br />

Dari ketiga persamaan di atas, didapat prediksi<br />

kinerja Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution pada<br />

masa yang akan datang, seperti terlihat pada<br />

tabel 1.<br />

Tabel 1. Prediksi kinerja Jalan Jenderal Besar A.<br />

H. Nasution.<br />

Q total<br />

Tahun<br />

Q menerus<br />

*)<br />

O i Arah Jalan Q total /C<br />

(smp/jam) (smp/jam) Brigjen Katamso<br />

(smp/jam)<br />

(1) (2) = pers. 13 (3) = pers. 14 (4) = 0.546 x (3) + (2) (5)<br />

<strong>2005</strong> 2,274.7 403.3 2,678.0 0.83<br />

2006 2,384.2 410.0 2,794.3 0.86<br />

2007 2,493.8 416.0 2,909.8 0.90<br />

2008 2,603.3 421.6 3,<strong>02</strong>4.9 0.94<br />

2009 2,712.8 428.0 3,140.8 0.97<br />

*) : Perbandingan lalulintas lokal kearah Jalan<br />

Brigjen Katamso dan kearah Jalan Djamin<br />

Ginting adalah 54,6% : 45,4%.<br />

Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />

Dari hubungan tersebut di atas dapat dilihat<br />

bahwa nilai Q/C pada Jalan Jenderal Besar A. H.<br />

Nasution, dengan tambahan arus lalulintas lokal<br />

yang hanya berasal dari perumahan di sepanjang<br />

Jalan Karya Wisata, pada 5 (lima) tahun<br />

mendatang (2009) akan mencapai nilai 0,97<br />

dimana arus menjadi tidak stabil, kecepatan<br />

rendah dan volume mendekati kapasitas.<br />

5. Kesimpulan dan Saran<br />

5.1 Kesimpulan<br />

1. Ruas Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution,<br />

sebagai bagian dari jalan lingkar luar<br />

Medan (Medan Outer Ring Road) yang<br />

berfungsi sebagai jalan arteri primer, pada<br />

kenyataannya harus melayani lalulintas<br />

lokal dan juga terganggu oleh adanya<br />

kegiatan lokal di sepanjang sisi jalan. Hal<br />

ini menyebabkan penurunan kinerja jalan<br />

tersebut, dimana nilai Q/C maksimum<br />

telah mencapai 0,89 pada arah timur jalan<br />

tersebut pada saat volume lalulintas aktual<br />

2.875 smp/jam dan kecepatan 28,87<br />

km/jam.<br />

2. Besarnya lalulintas lokal yang berasal dari<br />

perumahan pada daerah selatan Jalan<br />

Jenderal Besar A. H. Nasution dibanding<br />

arus lalulintas total adalah 20,2% pada<br />

arah timur dan 33,9% pada arah barat,<br />

sementara pengaruh maksimum dari<br />

permukiman terhadap kinerja (Q/C) Jalan<br />

A.H. Nasution adalah sebesar 0,11 pada<br />

arah Timur (pagi) dan 0,17 pada arah<br />

Barat (sore).<br />

3. Pertumbuhan lalulintas menerus dan<br />

lalulintas yang berasal dari perumahan di<br />

sepanjang Jalan Karya Wisata akan<br />

54


ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />

BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />

STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />

(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />

Heriansyah Siregar<br />

Abdul Ghani Salleh<br />

Basaria Talarosha<br />

Filiyanti T. A. Bangun<br />

menyebabkan nilai Q/C di ruas Jalan<br />

Jenderal Besar A. H. Nasution pada 5<br />

(lima) tahun mendatang akan mencapai<br />

nilai 0,97, dimana arus menjadi tidak<br />

stabil, kecepatan rendah dan volume<br />

mendekati kapasitas (arus jenuh).<br />

5.2 Saran-saran<br />

1. Dengan nilai Q/C maksimum pada ruas<br />

0,89, maka diperlukan penanganan berupa<br />

pelebaran jalur jalan hingga nilai Q/C <<br />

0,8 dapat dicapai (Tamin, 1998), sehingga<br />

arus lalulintas akan menjadi stabil dan<br />

kecepatan dapat dikontrol.<br />

2. Perlunya pengaturan pola pemanfaatan<br />

lahan di sepanjang sisi jalan untuk<br />

meminimalkan konflik terhadap sistem<br />

pergerakan, misalnya dengan pembatasan<br />

kegiatan perkantoran dan perdagangan.<br />

3. Membatasi pertumbuhan permukiman di<br />

daerah Medan Johor dengan tetap<br />

mempertahankan strategi yang ditetapkan<br />

dalam RUTRK Medan <strong>2005</strong>, dimana<br />

Kecamatan Medan Johor diarahkan<br />

menjadi daerah resapan air dan<br />

permukiman dengan kepadatan rendah<br />

(KDB 0,3).<br />

4. Agar Pemerintah Kota menerapkan aturan<br />

agar pengembang (developer) melakukan<br />

studi analisis dampak lalulintas (traffic<br />

impact analysis) dan analisis dampak<br />

social (social impact analysis) sebelum<br />

melakukan pengembangan/pembangunan<br />

suatu perumahan/realestat.<br />

5. Mengingat ruas jalan lingkar (Medan<br />

Outer Ring Road) yang ada sekarang<br />

hanya melingkari setengah dari wilayah<br />

Kota Medan, Pemerintah Kota perlu<br />

memikirkan kembali konsep jalan lingkar<br />

ini dengan merencanakan/membangun<br />

jalan lingkar yang benar-benar melingkari<br />

seluruh wilayah Kota Medan, sehingga<br />

fungsi jalan lingkar sebagai jalan arteri<br />

primer tidak terganggu oleh arus lalulintas<br />

dan kegiatan-kegiatan lokal.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Black, J.A., Blunden, W.R. 1984. The Land-<br />

Use/Transport System 2 nd Edition.<br />

Pergamon Press. Sydney.<br />

Djunaedi, A. 2003. Perencanaan Guna<br />

Lahan/Kota dan Hubungannya dengan<br />

Perencanaan<br />

Transortasi.<br />

www.ugm.ac.id<br />

JICA. 2000. Pemodelan Sistem Transportasi<br />

(Transportation System Modelling).<br />

Forum Studi Transportasi Antar<br />

Perguruan Tinggi. Medan.<br />

Orn, H. 20<strong>02</strong>. Urban Traffic and Transport.<br />

Building Issues Vol. 12. Lund University.<br />

Lund. Sweden.<br />

Tamin, O.Z. 1997. Perencanaan dan<br />

Pemodelan Transportasi. ITB Press.<br />

Bandung.<br />

Tamin, O.Z., Nahdalina. 1998. Analisis<br />

Dampak Lalulintas (Andall). Jurnal<br />

Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 9<br />

No. 3 September 1998. Bandung.<br />

55


PEDOMAN PENGIRIMAN NASKAH<br />

Jurnal Arsitektur – ATRIUM<br />

TATA TULIS NASKAH :<br />

- Kategori naskah ilmiah hasil riset / penelitian, kritik, ulasan / apresiasi.<br />

- Naskah dituliskan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Jika naskah menggunakan<br />

Bahasa Indonesia maka di bagian awal naskah diterakan abstrak dalam Bahasa Inggris. Jika<br />

naskah menggunakan Bahasa Inggris maka di bagian awal naskah diterakan abstrak dalam<br />

Bahasa Indonesia. Naskah diketik pada kertas ukuran A-4. Spasi ganda dengan batas margin<br />

atas, kanan dan bawah 3 cm, batas kiri 4 cm dari tepi kertas. Panjang naskah / artikel minimum<br />

3000 kata dan maksimum 6000 kata, tidak termasuk Abstrak dan Daftar Pustaka. Huruf Times<br />

New Roman, ukuran font 11, huruf tegak.<br />

- Judul singkat, jelas, dituliskan format font 14, huruf tegak, cetak tebal, huruf kapital, mode<br />

centre line.<br />

- Nama Penulis naskah ditulis lengkap tanpa mencantumkan gelar, diterakan di bawah nama<br />

penulis dilengkapi institusi asal penulis.<br />

- Isi naskah berperspektif atau bertema Arsitektur dan ilmu terapannya dalam bidang-bidang:<br />

perancangan arsitektur, perancangan tapak dan lingkungan, perkotaan dan permukiman,<br />

teknologi bangunan, serta teori dan kritik arsitektur. Naskah asli bukan duplikasi ataupun<br />

pernah dipublikasikan di media cetak manapun.<br />

- Sistematika naskah :<br />

• Judul<br />

• Nama dan asal institusi penulis<br />

• Abstrak, setara 150 kata, 1 spasi, meliputi latar belakang, pendekatan, metode riset, hasil,<br />

temuan, manfaat secara umum dan keywords (kata kunci).<br />

• Isi Naskah, meliputi Pendahuluan, ( Masalah, Tujuan, Manfaat ), Kajian Pustaka /<br />

Landasan Teori, Metodologi Penelitian, Pembahasan, Simpulan dan Rekomendasi.<br />

• Daftar Pustaka<br />

- Gambar, grafik, tabel, foto harus disajikan dengan jelas. Format foto digital minimal 300 dpi.<br />

Keterangan gambar dll. dituliskan dalam format font lebih kecil dari format font tulisan isi.<br />

- Catatan ( Footnote dan Endnote ) berisi catatan penjelas bukan daftar asal kutipan<br />

- Daftar Pustaka diketik 1 spasi, dituliskan berurut menurut abjad (alphabetical). Judul Buku dan<br />

judul Jurnal dicetak miring (italic).<br />

- Contoh:<br />

Ball,M. (1998) Institutions in British Property Research: A Review, Urban Studies, 35, pp. 1501-1517.<br />

Edwards, M. (1992) A microcosm: redevelopment proposals at Kings Cross, in A. Thornley (Ed.) The Crisis<br />

of London, pp. 53-72. london: Routledge.<br />

Haughton, G. and Hunter, C. (1994) Sustainable Cities. London: Jessica Kingsley.<br />

KETERANGAN UMUM :<br />

- Naskah diserahkan dalam bentuk soft copy dalam floppy disk dan 1 (satu) eksemplar hard<br />

copy (cetakan / print out). Redaksi sangat menganjurkan pengiriman melalui media elektronik<br />

(e-mail).<br />

- Redaksi berhak untuk menyunting, mengedit ataupun menolak naskah yang diterima. Setiap<br />

tulisan yang masuk ke redaksi akan di review awal oleh tim Redaksi Pelaksana untuk menelaah<br />

kesesuaian atau konsistensi tulisan dengan misi dan kriteria redaksional jurnal. Selanjutnya<br />

setiap tulisan akan direview oleh anggota Dewan Redaksi untuk mendapatkan pertimbangan<br />

akhir apakah tulisan tersebut direkomendasikan untuk diterbitkan atau ditolak, lengkap<br />

dengan saran perbaikan jika tulisan tersebut diterima. Tulisan yang direkomendasikan oleh<br />

anggota Dewan Redaksi untuk diterbitkan akan dikembalikan lagi kepada penulis untuk<br />

diperbaiki sesuai saran dan tulisan hasil perbaikan harus sudah dikembalikan ke Redaksi<br />

Pelaksana sampai batas tenggat waktu yang ditentukan.<br />

- Redaksi akan mengembalikan naskah yang tidak memenuhi kriteria bila disertakan ongkos<br />

pengiriman.<br />

- Alamat redaksi:<br />

Program Magister Teknik Arsitektur<br />

Gedung D Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara<br />

Jalan Perpustakaan Kampus US, Medan 20155<br />

Tel. 061-8219525 Fax. 061-8223525<br />

E-mail: mtausu@telkom.net, citina@indosat.net.id, pondokdaun13@telkom.net<br />

Website: http://www.arch-usu.net/atrium


Sekolah Pascasarjana<br />

Universitas Sumatera Utara<br />

MAGÍSTER TEKNIK ARSITEKTUR<br />

Bidang Kekhususan:<br />

STUDI-STUDI ARSITEKTUR MANAJEMEN<br />

PEMBANGUNAN KOTA<br />

Program Magister Teknik Arsitektur Sekolah<br />

Pascasarjana Universitas (MTA PPs USU) Sumatera<br />

Utara berdiri berdasarkan SK Dirjen Dikti No.<br />

3091/D/T/2001, dengan dua Bidang Kekhususan:<br />

1. STUDI-STUDI ARSITEKTUR, dengan empat<br />

alur:<br />

Teori dan Perancangan Arsitektur, Teknologi<br />

Bangunan,<br />

Perancangan Kota, dan Perumahan dan<br />

Permukiman<br />

2. MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA<br />

Fasilitas:<br />

* Kegiatan perkuliahan dilaksanakan di ruangruang<br />

kelas khusus dan eksklusif (bentuk<br />

seminar dan kuliah), berpendingin udara<br />

dengan fasilitas multimedia terkini.<br />

* Perpustakaan khusus program MTA-PPs USU<br />

dilengkapi buku-buku terbaru di bidang<br />

arsitektur dan perencanaan serta jurnal<br />

referensi nasional dan internasional.<br />

Bidang Kekhususan STUDI-STUDI ARSITEKTUR<br />

Program pendidikan mensyaratkan setiap<br />

mahasiswa harus menempuh minimum 36 SKS<br />

termasuk Tesis sebagai prasyarat yang<br />

bersangkutan dinyatakan lulus program magister<br />

dan berhak menyandang gelar MT (Magister<br />

Teknik). Masa pendidikan normal adalah empat<br />

semester, namun kurikulum yang digunakan<br />

memungkinkan mahasiswa untuk menyelesaikan<br />

studi dalam tiga semester.<br />

Matakuliah wajib untuk semua alur (bobot sks):<br />

Filsafat Arsitektur (3), Arsitektur Regional (2),<br />

Metodologi Penelitian (2), Studio Kajian-Arsitektur<br />

(4), Pratesis (2), Kolokium & Seminar (2), Tesis (6).<br />

Teori dan Perancangan Arsitektur :<br />

Sejarah & Teori Arsitektur (4), Antropologi<br />

Arsitektur (2), Kritik Arsitektur (2), Metoda &<br />

Konsep Perancangan (2), Pilihan (6)<br />

Teknologi Bangunan:<br />

Teknologi Bangunan Lanjut (3), Struktur Konstruksi<br />

& Metoda Membangun (3), Pengendalian<br />

Bangunan & Lingkungan (2), Studio Teknologi<br />

Bangunan (4), Pilihan (6)<br />

Perancangan Kota<br />

Teori & Prinsip Perancangan Kota (2), Morfologi &<br />

Tipologi Kota (2), Ekonomi & Sosiologi Perkotaan<br />

(2), Isu Kontemporer Perancangan Kota (2), Studio<br />

Perancangan Kota (4), Pilihan (6)<br />

Perumahan dan Permukiman<br />

Teori Perkembangan Permukiman (3), Pranata<br />

Pembangunan (2), Sistem Penyediaan Perum. &<br />

Perm. (2), Manajemen Pembang. Permukiman (2),<br />

Konsep & Metode Pemb. Perumahan (4), Pilihan<br />

(6)<br />

Bidang Kekhususan MANAJEMEN<br />

PEMBANGUNAN KOTA<br />

Program pendidikan mensyaratkan setiap<br />

mahasiswa harus menempuh minimum 42 SKS<br />

termasuk Tesis sebagai prasyarat yang<br />

bersangkutan dinyatakan lulus program magister<br />

dan berhak menyandang gelar MT (Magister<br />

Teknik). Masa pendidikan termasuk penyelesaian<br />

tesis dapat diselesaikan dalam waktu 3 sampai<br />

dengan 4 semester.<br />

Matakuliah wajib (bobot sks):<br />

Sumber Daya & Pembiayaan Pembangunan Kota<br />

(3), Perencanaan Kota (2), Sosiologi & Partisipasi<br />

Masyarakat Kota (3), Struktur Ruang & Morfologi<br />

Kota (3), Metodologi Penelitian (2), Institusi &<br />

Kebijakan Pembangunan Kota (3), Perencanaan<br />

Sarana & Sarana Kota (3), Perancangan Kota (2),<br />

Studio Manajemen Pembangunan Kota (4), Pratesis<br />

(2), Kolokium & Seminar (2), Tesis (6), Pilihan (4)<br />

Perkuliahan:<br />

* Kuliah Bidang Studi-studi Arsitektur dan<br />

Manajemen Pembangunan Kota<br />

dilaksanakan sore & malam hari mulai pukul<br />

14.00 WIB.<br />

* Kuliah Bidang Manajemen Pembangunan<br />

Kota dilaksanakan sore & malam hari pukul<br />

14.00 WIB.


Penerimaan Mahasiswa Baru<br />

Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU<br />

Persyaratan Peserta<br />

Calon peserta program harus memenuhi<br />

persyaratan sebagai berikut :<br />

* Bidang kekhususan Studi-studi Arsitektur:<br />

lulusan sarjana (S1) arsitektur universitas<br />

negeri maupun swasta terakreditasi.<br />

* Bidang kekhususan Manajemen<br />

Pembangunan Kota: Menerima lulusan<br />

program S1 terakreditasi yang berbasis<br />

perencanaan dan manajemen atau yang<br />

telah berpengalaman kerja dalam bidang -<br />

bidang tersebut.<br />

Prosedur Penerimaan<br />

* Setiap calon mahasiswa diharuskan<br />

mengikuti prosedur penerimaaan sebagai<br />

berikut:<br />

* Mengisi formulir pendaftaran (rangkap dua),<br />

dilengkapi lampiran: Ijazah Sarjana/Ujian<br />

Negara (dilegalisasi), Transkrip Akademik<br />

(dilegalisasi), Pas Foto ukuran 3x4 cm dan<br />

2x3 cm masing-masing sebanyak tiga<br />

lembar, Daftar Riwayat Hidup, Rekomendasi<br />

dari dua orang mantan dosen atau atasan<br />

yang mengenal kemampuan akademik atau<br />

profesional peserta<br />

* Membayar biaya pendaftaran<br />

* Mengikuti ujian seleksi test tertulis berupa: tes<br />

potensi akademik<br />

* Wawancara, bagi yang telah lulus ujian<br />

seleksi tertulis.<br />

Informasi dan Pendaftaran<br />

Pendaftaran:<br />

Sekolah Pascasarjana<br />

Universitas Sumatera Utara<br />

Jalan Sivitas Akademika Kampus USU<br />

Medan 20155, Tel (061) 8212453<br />

Informasi program pendidikan:<br />

Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU<br />

Jalan Perpustakaan Kampus USU<br />

Medan 20155, Tel/Fax: (061) 8219525<br />

Formulir Berlangganan Jurnal Arsitektur Atrium<br />

Saya ingin berlangganan Jurnal Arsitektur Atrium Vol. <strong>02</strong> No. 1. 2, dan 3, <strong>2005</strong> (3 terbitan).<br />

Nama :<br />

Instansi :<br />

Alamat :<br />

Telp. :<br />

Fax. :<br />

Harga berlangganan untuk satu tahun (3 kali terbit) sudah termasuk ongkos kirim/Subscription rates for<br />

the customers for one year (3 issues) include the postage (by airmail):<br />

Pulau Sumatera Rp 90.000<br />

Luar Sumatera Rp 120.000<br />

Pembayaran melalui : Bank Mandiri KK USU Medan<br />

a.n. Dwira Nirfalini Aulia<br />

No. Rek. 106-00-9303008-1<br />

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------<br />

Kirimkan formulir berlangganan ini bersama dengan bukti pembayaran kepada:<br />

Program Magister Teknik Arsitektur<br />

Gedung D Fakultas Teknik<br />

Jalan Perpustakaan Kampus USU<br />

Universitas Sumatera Utara<br />

Medan 20155<br />

Tlp./Fax. : 061- 8219525, 822352

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!