Volume 02 Nomor 02, Agustus 2005 ISSN 1829-510X - USUpress ...
Volume 02 Nomor 02, Agustus 2005 ISSN 1829-510X - USUpress ...
Volume 02 Nomor 02, Agustus 2005 ISSN 1829-510X - USUpress ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
trium<br />
<strong>Volume</strong> <strong>02</strong> <strong>Nomor</strong> <strong>02</strong>, <strong>Agustus</strong> <strong>2005</strong> <strong>ISSN</strong> <strong>1829</strong>-<strong>510X</strong><br />
PEMIMPIN UMUM/CHAIRMAN<br />
Nurlisa Ginting, Ir., M.Sc<br />
PEMIMPIN REDAKSI/MANAGING EDITOR<br />
Dwira N. Aulia, Ir., M.Sc<br />
DEWAN REDAKSI/BOARD OF MANAGEMENT<br />
Prof. M. Nawawiy Loebis, Ir., M.Phil, PhD<br />
Achmad Delianur Nasution, ST, MT<br />
PENYUNTING/EDITOR<br />
Prof. Ghani Salleh, Universiti Sains Malaysia<br />
BA, M.Sc, PhD, PERANCANGAN URBAN<br />
Dr. Abdul Majid, Universiti Sains Malaysia<br />
BA, B.Arch, PhD, TEKNOLOGI BANGUNAN<br />
Dr. Julaihi Wahid, Universiti Sains Malaysia<br />
BSc, B.Arch, M.Arch, PhD, PERANCANGAN ARSITEKTUR<br />
Prof. Dr. M. Nawawiy Loebis, Universitas Sumatera Utara<br />
Ir, M.Phil, PhD, SEJARAH DAN TEORI ARSITEKTUR<br />
Prof. Mas Santosa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember<br />
Ir, M.Sc, PhD, TEKNOLOGI BANGUNAN<br />
PENYUNTING PEMERIKSA/REVIEW EDITOR<br />
A. Ridwan Siregar, Universitas Sumatera Utara<br />
Drs., SH, M.Lib, METODOLOGI PENELITIAN<br />
PENYUNTING PELAKSANA/EDITORIAL ASSISTANT<br />
Achmad Delianur Nasution, ST, MT, PERKOTAAN<br />
Basaria Talarosha, Ir., MT, TEKNOLOGI BANGUNAN<br />
Bauni Hamid, Ir., M.DesS, PERANCANGAN ARSITEKTUR<br />
Dwi Lindarto, Ir., MT, SEJARAH DAN TEORI ARSITEKTUR<br />
Dwira N. Aulia, Ir., M.Sc PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN<br />
Budi Faisal, PERANCANG LANSEKAP<br />
DESAIN DAN TATA LETAK/DESIGN AND LAYOUT<br />
Hajar Suwantoro<br />
SEKRETARIAT/SECRETARIAT<br />
R. Lisa Suryani, ST<br />
Novi Yanthi<br />
ALAMAT PENERBIT/EDITORIAL CORRESPONDENCE<br />
Program Magister Teknik Arsitektur<br />
Gedung D Fakultas Teknik<br />
Universitas Sumatera Utara<br />
Jalan Perpustakaan Kampus USU<br />
Medan 20155 Indonesia<br />
Tel. 061-8219525 Fax. 061-8223525<br />
Email: mtausu@telkom.net<br />
http://www.arch-usu.net/atrium<br />
DICETAK OLEH/PRINTED BY<br />
USU Press<br />
Jalan Perpustakaan No. 1 Kampus USU<br />
Medan 20155 Indonesia<br />
Tel. 061-8218666 Ext. 244<br />
Harga berlangganan untuk satu tahun (3 kali terbit) sudah termasuk ongkos kirim/Subscription rates for the customers for one year (3 issues)<br />
include the postage (by airmail):<br />
Pulau Sumatera Rp 90.000<br />
Luar Sumatera Rp 120.000
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. 01, April <strong>2005</strong> : 1-4<br />
trium<br />
<strong>Volume</strong> <strong>02</strong> <strong>Nomor</strong> <strong>02</strong>, <strong>Agustus</strong> <strong>2005</strong> <strong>ISSN</strong> <strong>1829</strong>-<strong>510X</strong><br />
DAFTAR ISI<br />
Kajian Pembentuk Citra Kawasan Perumahan<br />
Studi Kasus: Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan<br />
Achmad Aryanto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />
Kajian Pengaruh Perumahan (Housing Estate) Terhadap Tingkat Pelayanan<br />
Jalan. Studi Kasus: Perumahan Setiabudi Indah Medan<br />
Ahmad Syaukani, Abdul Majid Ismail, Dwira N. Aulia, Rahmad Dian<br />
Community-Based Planning And Design Computation: Towards Sustainable<br />
Urban Spatial Development<br />
Bauni Hamid<br />
Perbaikan Fisik Bangunan Ditinjau Dari Tingkat Kesejahteraan Penghuni. Studi<br />
Kasus: Perumnas Mandala Medan<br />
Immanuel Hutabarat, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />
Evaluasi Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah.<br />
Studi Kasus: Perumahan Simalingkar<br />
Suhadianto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia<br />
Analisis Kinerja Jalan Akibat Peningkatan Intensitas Bangunan Perumahan<br />
Pada Kawasan Permukiman<br />
Studi Kasus: Jalan Jenderal Besar A.H. Nasution (Jalan Lingkar Luar Medan)<br />
Heriansyah Siregar, Abdul Ghani Salleh, Basaria Talarosha, Filiyanti T.A Bangun<br />
1-8<br />
9-18<br />
19-26<br />
28-34<br />
35-47<br />
48-55<br />
Jurnal Arsitektur “Atrium” adalah jurnal ilmiah dalam bidang arsitektur serta ilmu-ilmu terapannya dalam bidang-bidang:<br />
perancangan arsitektur, perancangan tapak dan lingkungan, perkotaan dan permukiman, teknologi bangunan ,serta teori<br />
dan kritik arsitektur.<br />
Bagi penulis yang berminat memasukkan tulisan dalam jurnal ini harap merujuk pada ketentuan dan format penulisan pada<br />
bagian dalam sampul belakang.<br />
Jurnal Arsitektur “Atrium” diterbitkan oleh Program Magister Teknik Arsitektur Program Pascasarjana Universitas Sumatera<br />
Utara, dengan frekuensi penerbitan tiga kali (nomor) untuk setiap tahun (volume).<br />
Ide maupun opini yang tertuang dalam tulisan yang dimuat di jurnal ini merupakan murni berasal dari penulis, dan sama sekali<br />
tidak mencerminkan pandangan, kebijakan, maupun keyakinan dari anggota Dewan Redaksi, penyunting maupun Program<br />
Magister Teknik Arsitektur USU sebagai institusi penerbit.
KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />
MEDAN<br />
Achmad Aryanto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Agus Suriadi<br />
KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH, MEDAN<br />
Achmad Aryanto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />
Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />
Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />
Abstract. One of the efforts of attempting to understand the residential image and its surroundings is<br />
by using human mental map as the observer. Mental map is concern about how the observer gains,<br />
organize, store, and recall the information about location, distance and arrangement in the physical<br />
environment (residential area). Mental map has basic concept that called imagibility, which is the<br />
capability to bring the image. Imagibility is closely related with the legibility, which is the easiness to<br />
understand/ visualize and able to organized to be a coherent pattern. In order to make the image of<br />
residential area easy to recognize, therefore the residential area has to have characters. The reason is<br />
because the character of residential area needed to comprehend about residential area identity,<br />
according with the existing potencies. In this case, characters are a soul, realization of disposition,<br />
both physical and unphysical, that bring the image and identity of residential area.<br />
Keywords: image, mental map, imagibility, legibility<br />
1. Pendahuluan<br />
1.1. Latar Belakang<br />
Dalam suatu proses penataan kawasan,<br />
penataan dilakukan sesuai dengan panduanpanduan<br />
perencanaan yang dikeluarkan oleh<br />
pemerintah daerah setempat atau instansi terkait<br />
demi memperoleh bentuk tata kawasan yang<br />
baik. Penilaian mengenai baik atau tidaknya hash<br />
dari citra kawasan menjadi bersifat obyektif<br />
karena indikatornya hanya berdasarkan panduanpanduan<br />
tersebut. Penilaian ini, prosesnya<br />
kemudian dilakukan dengan pengidentifikasian<br />
terpenuhi atau tidaknya setiap bagian dalam<br />
panduan, sehingga memenuhi persyaratan atau<br />
dengan kata lain penataan kawasan yang telah<br />
dilakukan berhasil dengan baik.<br />
Namun hal di atas dapat dikatakan sebagai<br />
penilaian sepihak terhadap kualitas suatu<br />
kawasan terutama aspek citra / image kawasan<br />
walaupun sangat obyektif. Citra sebetulnya<br />
hanya menunjuk suatu "gambaran" (image),<br />
suatu kesan penghayatan yang menangkap arti<br />
bagi seseorang (Mangunwijaya, 1988).<br />
Penghuni atau warga suatu kawasan yang<br />
berpenetrasi ke kawasan yang terbentuk tersebut<br />
datang dari berbagai latar belakang yang<br />
berbeda-beda sehingga belum tentu penghuni<br />
di kawasan tersebut adalah perencana itu sendiri.<br />
Penghuni yang kemudian disebut sebagai<br />
pengamat ini akan menangkap suatu kesan ke<br />
dalam memori mereka, berupa penilaian<br />
lingkungan interaksi mereka dan penilaian itu<br />
1
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />
berbeda-beda pula diantara masingmasing<br />
pengamat.<br />
Perumahan terencana dapat dilihat sebagai<br />
suatu bentuk kota vane memiliki itra / image<br />
kawasan tersendiri yang memberikan banyak hal<br />
yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti<br />
kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan<br />
cepat disertai perasaan nyaman karena tidak<br />
merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap<br />
suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan<br />
tempat-tempat yang lain.<br />
Interaksi manusia sebagai sebuah/seorang sistem<br />
pengamat dalam lingkungannya merupakan<br />
interaksi atau hubungan yang saling<br />
menyesuaikan. Ketika lingkungan terbentuk,<br />
manusia sebagai pengamat mulai melakukan<br />
pengenalan terhadap lingkungannya melalui<br />
panca indera/pengalaman fisik dan pengalaman<br />
psikis. Proses input pengalaman dan menyatakan<br />
kembali tentang pengalaman terhadap lingkungan<br />
tersebut merupakan pemetaan kesadaran/mental<br />
(kognitif) yang telah dilakukan oleh pengamat.<br />
Pemetaan kognitif dapat dijadikan alat untuk<br />
evaluasi dari hasil penataan suatu kawasan. Jika<br />
hal ini dapat dipelajari dengan menghubungkan<br />
elemen kota dengan opini pengamat melalui peta<br />
kognitif, maka peta kognitif memungkinkan<br />
untuk dijadikan bagian dari panduan seperti yang<br />
disebut di atas. Kesan-kesan yang dinyatakan<br />
oleh pengamat dapat menjadi kriteria dalam<br />
penilaian citra suatu kawasan. Oleh karena itu<br />
perlu mengkaji lebih dalam mengenai proses<br />
interaksi ini dan bagaimana elemen-elemen yang<br />
keluar dalam pemetaan kognitif pengamat dapat<br />
menceritakan citra dari tata kawasan yang dihuni<br />
pengamat tersebut.<br />
Kawasan Perumahan Taman Setiabudi Indah<br />
yang berada di kelurahan Tanjung Rejo, di<br />
antara kecamatan Medan Sunggal dan Medan<br />
Selayang, Kota Medan, merupakan kawasan<br />
perumahan terencana berbentuk real estate<br />
pertama di Kota Medan. Kawasan ini merupakan<br />
kawasan real estate dengan sarana dan prasarana<br />
yang cukup lengkap, sehingga dapat juga dilihat<br />
sebagai kota satelit mini yang memerlukan<br />
perencanaan yang baik layaknya sebuah kota,<br />
terutama berhubungan dengan citra kawasan<br />
yang membentuk persepsi bagi penghuni dan<br />
pendatang kawasan tersebut. Keberadaan elemen<br />
citra kawasan akan berpengaruh bagi penghuni<br />
untuk menyesuaikan dirinya terhadap<br />
lingkungan yang ditempati.<br />
1.2 Perumusan Masalah<br />
Melihat latar belakang tersebut diatas, maka<br />
yang menjadi permasalah dalam penelitian ini<br />
adalah untuk mengidentifikasi elemen-elemen<br />
yang berpotensi dalam membentuk citra<br />
kawasan pada lingkungan perumahan.<br />
Penelitian ini dilakukan pada kawasan<br />
Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan,<br />
sehingga hasil yang akan diperoleh belum tentu<br />
sama dengan kawasan lain karena latar belakang<br />
kondisi kawasan yang berbeda.<br />
1.3. Tujuan Penelitian<br />
Dengan mengambil kasus kawasan perumahan<br />
terencana dan dibatasi pada kajian citra (image)<br />
kawasan sebagai elemen fisik pembentuk<br />
kualitas tata kawasan perumahan terencana,<br />
tujuan dari penelitian ini adalah:<br />
• Mengkaji dan membuktikan elemenelemen<br />
yang potensial sebagai pembentuk citra<br />
suatu kawasan terutama pada kawasan<br />
perumahan terencana.<br />
• Mengkaji bagaimana elemen-elemen yang<br />
keluar dalam pemetaan kognitif pengamat<br />
dapat menceritakan citra dari kawasan yang<br />
dihuni oleh pengamat tersebut.<br />
2. Tinjauan Pustaka<br />
Teori mengenai citra place merupakan suatu<br />
teori penting dalam perancangan kota, karena<br />
sejak tahun 1960an teori `citra kota'<br />
mengarahkan pandangan perancangan kota ke<br />
arah yang memperhatikan pikiran terhadap<br />
kota dari orang yang hidup didalamnya.<br />
Individu mengalami reaksi terhadap lingkungan<br />
fisik bangunan dan perkotaan yang mereka<br />
lihat, reaksi tersebut menjadi pengalaman<br />
berupa citra (image) lingkungan yang tersimpan<br />
dalam ingatan, dan kemudian citra inilah yang<br />
akan mempengaruhi perilaku.<br />
Obyek-obyek arsitektur dan perkotaan<br />
merupakan bahan-bahan informasi yang siap<br />
dipersepsikan, diingat dan digunakan. Ketiga<br />
proses tersebut adalah yang paling dekat dengan<br />
proses psikologis manusia dan merupakan<br />
penjelasan mengenai pemetaan mental (kognit J<br />
2
KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />
MEDAN<br />
Achmad Aryanto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Agus Suriadi<br />
Peta mental yaitu satu upaya pemahaman suatu<br />
tempat khususnya suatu kota. Istilah peta mental<br />
mengacu pada definisi oleh Stea (1973), yaitu<br />
proses yang memungkinkan kita untuk<br />
mengumpulkan,mengorganisasikan, menyimpan<br />
dalam ingatan, memanggil, serta menguraikan<br />
kembali informasi tentang lokasi relatif dan<br />
tanda-tanda tentang lingkungan fisik. Image<br />
yang terbentuk termasuk elemen yang diperoleh<br />
dari pengamatan langsung, dari seseorang yang<br />
pernah mendengar langsung tentang suatu<br />
tempat, dan dari informasi yang telah<br />
dibayangkan.<br />
Kevin Lynch (1960), seorang tokoh peneliti kota<br />
melakukan riset yang berdasarkan pada<br />
pemetaan kognitif sejumlah penduduk dari kota<br />
tersebut. Dalam risetnya, is menemukan betapa<br />
pentingnya peta kognitif itu karena citra yang<br />
jelas akan memberikan banyak hal yang sangat<br />
penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan<br />
untuk berorientasi dengan mudah dan cepat<br />
disertai perasaan nyaman karena tidak merasa<br />
tersesat, dan keselarasan hubungan dengan<br />
tempattempat lain. Kualitas fisik yang diberikan<br />
oleh suatu kawasan dapat menimbulkan suatu<br />
citra/image yang cukup kuat dari seorang<br />
pengamat. Kualitas ini disebut dengan<br />
imageability (imagibilitas) atau kemampuan<br />
mendatangkan kesan. Imagibilitas mempunyai<br />
hubungan yang sangat erat dengan legibility<br />
(legibilitas), atau kemudahan untuk dapat<br />
dipahami/dikenali dan dapat diorganisir menjadi<br />
satu pola yang koheren/berkelanjutan. Dalam<br />
Zahnd (1999), Lynch dalam bukunya "Image of<br />
the City" mendefinisikan citra kota sebagai<br />
berikut:<br />
"Sebuah citra kota adalah gambaran mental dari<br />
sebuah kawasan sesuai dengan rata-rata<br />
pandangan masyarakatnya."<br />
Inti dari penelitian Lynch terfokus kepada<br />
mengidentifikasi elemen-elemen struktur fisik<br />
yang membuat kota dapat memberikan kesan.<br />
Dia menyimpulkan bahwa terdapat lima kategori<br />
elemen yang digunakan orang untuk menyusun<br />
kesadaran atas image kawasan. Elemenelemen<br />
tersebut adalah: paths, edges, districts, nodes,<br />
dan landmarks.<br />
Teori citra kota yang diformulasikan Lynch ini<br />
akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji<br />
elemen-elemen pembentuk citra kawasan<br />
melalui temuan karakter fisik kawasan.<br />
3. Metoda Penelitian<br />
Penelitian ini dipergunakan langkahlangkah<br />
ilmiah dengan metode penelitian fenomenologis<br />
deskriptif dengan pendekatan studi kasus.<br />
Proses analisa dan sintesa menentukan<br />
keberhasilan dari penelitian ini. Pada tahap<br />
pertama, dari teori citra kawasan dikeluarkan<br />
variabel yang akan menjadi parameter kajian<br />
dalam mengidentifikasi karakter-karakter fisik<br />
yang sangat dikenal oleh penghuni perumahan.<br />
Pada tahap kedua, temuan karakter fisik yang<br />
diperoleh akan dipergunakan untuk menganalisa<br />
elemen-elemen pembentuk citra kawasan pada<br />
Perumahan Taman Setiabudi Indah, sehingga<br />
pada akhirnya akan ditemukan elemen-elemen<br />
yang berpotensi dalam membentuk citra<br />
kawasan perumahan serta memberikan<br />
rekomendasi bagi perencanaan dan perancangan<br />
kawasan perumahan yang lebih baik.<br />
Lokasi penelitian ini berada di Perumahan<br />
Taman Setibudi Indah. Kelurahan Tanjung Rejo,<br />
Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan<br />
dengan mengambil salah satu rute yang<br />
menghubungkan pintu gerbang utama<br />
Perumahan Taman Setiabudi Indah 1 dengan<br />
Perumahan Taman Setiabudi Indah II yang<br />
berada didalamnya. Rute yang diambil tersebut<br />
akan dibagi menjadi 6 segmen sesuai dengan<br />
jumlah segmen jalan yang akan dilalui dan<br />
masing-masing segmen tersebut memiliki<br />
kualitas ruang yang berbeda-beda (Gambar 1).<br />
Gambar 1. Peta Lokasi Kawasan dan Segmen<br />
Penelitian<br />
3
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />
3.1. Variabel Penelitian<br />
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah<br />
elemen-elemen citra kota/kawasan yang<br />
dipergunakan orang untuk menstrukturkan<br />
gambaran kognisi dari sejumlah tempat.<br />
Elemen-elemen tersebut adalah:<br />
1. Path merupakan suatu ”lorong” yang dapat<br />
memberikan keleluasaan bergerak yang<br />
potensial. Path dapat berupa jalan<br />
kendaraan atau pejalan kaki, saluran air, rel<br />
kereta api, dan sebagainya. Dan akan lebih<br />
memiliki identitas jika path tersebut<br />
menghubungi dua tempat yang menarik<br />
(besar), seperti stasiun, tugu, alun-alun dan<br />
lain sebagainya. Citra lingkungan akan<br />
terbentuk jika orang melalui path ini.<br />
2. Edge merupakan batas antara dua daerah<br />
yang berbeda karakter fisiknya. Batas ini<br />
juga sebagai daerah peralihan. Batas<br />
tersebut dapat berupa pagar / pembatas<br />
solid atau batas tersebut dapat juga berupa<br />
sebuah garis non-visual dimana berada<br />
pada satu daerah yang sating terkait, seperti<br />
pantai sebagai peralihan daratan dengan<br />
laut.<br />
3. District merupakan suatu kawasan didalam<br />
suatu kota yang memiliki karakter khusus<br />
yang mudah dikenal, Dapat di identifikasi<br />
secara non-visual dengan memperhatikan<br />
kesamaan karakter dan kebiasaan<br />
masyarakat dan juga dapat di identifikasi<br />
secara visual apabila ada sebuah tanda fisik<br />
pada kawasan tersebut.<br />
4. Nodes merupakan suatu titik simpul yang<br />
posisinya strategis di dalam suatu kota<br />
yang menjadi karakter khusus yang mudah<br />
dikenal bagi pendatang. Nodes dapat juga<br />
difungsikan sebagai orientasi dengan<br />
menempatkan sebuah karakter fisik sebagai<br />
penutup kawasan tersebut.<br />
5. Landmark merupakan suatu objek fisik<br />
yang dapat dikenali karena bentuknya yang<br />
jelas, menonjol, atau kontras dengan<br />
lingkungan disekitarnya. Biasanya dapat<br />
berupa bangunan, papan nama selamat<br />
datang, deretan pertokoan ataupun<br />
pegunungan. Landmark biasanya<br />
mencerminkan sebuah orientasi urban pada<br />
kawasan tersebut.<br />
3.2. Sampel Penelitian<br />
Rancangan pengambilan sampel pada penelitian<br />
ini adalah Non Probabilitas dengan teknik<br />
pengambilan sampel purposif (purposial<br />
sampling) dimana sumber sampel akan<br />
ditentukan terlebih dahulu dengan pertimbangan<br />
dibutuhkan data yang lebih bervariatif.<br />
Menurut Bechtel (1987), sampel atau responden<br />
yang terlibat dalam penelitian pemahaman<br />
lingkungan disebut dengan istilah "research<br />
participants", digolongkan dalam tiga<br />
kelompok, yaitu:<br />
1. Mahasiswa yang berasal dari universitas<br />
(university samples), terdiri dari:<br />
a. Mahasiswa bagian arsitektur, desain dan<br />
perencanaan;<br />
b. Mahasiswa diluar bagian tersebut diatas.<br />
Selanjutnya disebut Kelompok Responden<br />
A<br />
2. Kelompok profesi arsitek (professional<br />
samples). Selanjutnya disebut Kelompok<br />
Responden B.<br />
3. Masyarakat umum yang bertempat tinggal<br />
(community samples). Selanjutnya disebut<br />
Kelompok Responden C.<br />
Ketiga kelompok responden diatas akan<br />
digunakan sebagai sumber sampel yang berasal<br />
dari penghuni perumahan yang memiliki latar<br />
belakang yang berbeda sehingga diharapkan<br />
peneliti menemukan variasi jawaban yang akan<br />
menambah keobjektifan penilaian.<br />
Adapun kriteria penghuni yang akan<br />
diikutsertakan dalam penelitian ini adalah:<br />
a. Penghuni adalah pemilik atau penghuni<br />
kontrakan yang menggunakan rute tersebut<br />
untuk kegiatannya sehari-hari atau sekurangkurangnya<br />
penghuni tersebut mengetahui<br />
dan pernah melalui rute tersebut.<br />
b. Lama huni ditentukan minimal 3 bulan<br />
dengan harapan penghuni telah mengenal<br />
dan beradaptasi dengan lingkungan<br />
perumahan tersebut.<br />
Dengan tujuan untuk menjaring opini, maka<br />
penelitian ini memerlukan sampel atau<br />
responden dengan jumlah yang cukup terwakili<br />
untuk ketiga kelompok responden diatas. Namun<br />
dengan keterbatasan jumlah responden dari<br />
kelompok mahasiswa (kelompok A) dan profesi<br />
arsitek (kelompok B), maka ditentukan jumlah<br />
responden untuk masingmasing kelompok<br />
tersebut adalah 10 sampel termasuk kelompok<br />
responden C yang jumlahnya mengikuti jumlah<br />
kelompok responden lainnya, sehingga jumlah<br />
keseluruhan adalah 30 sampel.<br />
4
KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />
MEDAN<br />
Achmad Aryanto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Agus Suriadi<br />
Dalam penelitian ini, alat pengumpul data yang<br />
digunakan adalah:<br />
a. Angket (Kuesioner)<br />
b. Wawancara (Interview)<br />
c. Pengamatan (Observasi)<br />
Kegiatan observasi dilakukan secara langsung<br />
(direct) oleh peneliti untuk memperoleh data<br />
tambahan yang lebih obyektif dalam melengkapi<br />
opini penghuni yang telah disampaikan melalui<br />
kuesioner dan interview. Melalui observas<br />
diperoleh data tambahan berupa: (1) Data<br />
lingkungan perumahan secara fisik dan sosiokultural;<br />
(2) Kondisi interaksi penghuni seharihari<br />
dengan lingkungan fisik, khususnya yang<br />
bertalian dengan aspek sosiologi dan psikologi.<br />
Kegiatan observasi di lapangan selain dilakukan<br />
pada setiap kali kejadian interview dengan<br />
responden, juga dilakukan secara informal<br />
terhadap kegiatan seharihari.<br />
4. Hasil dan Pembahasan<br />
4.1. Kajian Karakter Fisik Kawasan<br />
Untuk dapat melakukan analisa terhadap<br />
elemen-elemen yang berpotensi sebagai<br />
pembentuk citra kawasan, maka akan dikaji<br />
terlebih dahulu karakterkarakter yang telah<br />
memberikan kesan dan mudah diingat oleh<br />
penghuni berdasarkan segmen yang telah dibagi<br />
pada gambar 1.<br />
a. Segmen A, yaitu:<br />
• Eks Kantor Bank Uniland di Ujung<br />
Persimpangan Jalan<br />
• Gedung Pengelola Perumahan IRA<br />
WIDYA UTAMA.<br />
b. Segmen B, yaitu:<br />
• Papan Penunjuk Arah di Ujung Segmen<br />
• Keramaian di Sepanjang Segmen B.<br />
c. Segmen C, yaitu:<br />
• Bundaran Taman di Tengah Perempatan<br />
Jalan<br />
• Sungai<br />
• Jembatan.<br />
d. Segmen D, yaitu:<br />
• Lapangan Latihan Golf<br />
• Kapling Kosong di Ujung Segmen.<br />
e. Segmen E, yaitu:<br />
• Blok Bangunan Rumah Toko (Ruko)<br />
• Pedagang.<br />
f. Segmen F, yaitu:<br />
• Lapangan Sepak Bola<br />
• Jalur Jalan yang Lebar dengan Parit<br />
Besar di Tengah Boulevard<br />
• Perumahan Bukit Hi au Regency di<br />
Tengah Segmen F.<br />
4.2. Kajian Elemen Pembentuk Citra<br />
Kawasan<br />
Pada 4.1. telah diperoleh karakterkarakter fisik<br />
yang berpotensi menjadi elemen pembentuk<br />
citra kawasan perumahan. Karakter-karakter<br />
tersebut memiliki identitas, struktur, dan makna<br />
tersendiri yang menjadikannya sebagai karakter<br />
yang sangat dikenal dan di ingat oleh penghuni.<br />
Karakter-karakter yang dimaksud, berdasarkan<br />
definisi dan sifat elemen pembentuk citra<br />
kawasan adalah:<br />
a. Elemen Path; merupakan elemen yang<br />
menjadi jalur pergerakan dalam kawasan<br />
perumahan, baik untuk kendaraan<br />
berrnotor, pejalan kaki, dan aliran air.<br />
Karakter yang termasuk elemen ini adalah:<br />
Sungai pada segmen C, Jembatan di<br />
segmen C, dan Jalan dengan Boulevard di<br />
segmen F.<br />
b. Elemen Edge: merupakan karakter yang<br />
terbentuk sebagai pembatas atau pemisah<br />
dua kelompok blok perumahan secara<br />
berkesinambungan, yaitu Sungai, terbentuk<br />
sebagai pemisah dan wilayah pertemuan<br />
antara lapangan sepak bola dengan blok<br />
perumahan adalah elemen Jalur Jalan<br />
dengan Boulevard<br />
c. Elemen District; merupakan zona dalam<br />
suatu kawasan yang memiliki kesamaan<br />
ciri khas baik dalam bentuk, pola, kegiatan<br />
ataupun wujudnya, serta batas wilayahnya<br />
yang jelas. Karakter yang termasuk elemen<br />
adalah: Blok Bangunan Rumah Toko/Ruko,<br />
dan Perumahan Bukit Hijau Regency di<br />
Tengah Segmen F.<br />
d. d. Elemen Node; merupakan karakter yang<br />
menjadi orientasi baik dalam bentuk<br />
aktivitas yang aktif, pemusatan jalur atau<br />
pemusatan aktivitas yang posisinya sebagai<br />
penangkap pergerakan di persimpangan<br />
jalur (titik simpul). Keberadaan elemen ini<br />
sangat jelas dan mudah diingat oleh<br />
penghuni perumahan. Karakter yang<br />
termasuk elemen ini adalah: Eks Kantor<br />
5
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />
Bank Uniland, Papan penunjuk Arah di<br />
Ujung Segmen, Keramaian di sepanjang<br />
Segmen B, Bundaran Taman di Tengah<br />
Perempatan Jalan, Jembatan, Lapangan<br />
Latihan Golf, Kapling Kosong di Ujung<br />
Segmen, Pusat Pedagang Makanan, dan<br />
Lapangan Sepak Bola.<br />
e. Elemen Landmark; merupakan karakter<br />
tunggal yang menjadi orientasi kawasan<br />
perumahan secara makro atau mikro yang<br />
memberikan identitas tersendiri yang unik.<br />
Karakter tersebut memiliki kekontrasan<br />
fisik dengan lingkungan disekitarnya<br />
sehingga bentuknya tampak dengan jelas.<br />
Karakter yang termasuk elemen ini adalah:<br />
Gedung Pengelola Perumahan IRA<br />
WIDYA UTAMA, Bundaran Taman di<br />
Tengah Perempatan Jalan, dan Lapangan<br />
Sepak Bola.<br />
Diantara karakter-karakter yang telah disebutkan<br />
diatas, terdapat beberapa karakter yang<br />
berfungsi ganda atau memiliki dua fungsi<br />
elemen citra kawasan, yaitu:<br />
• Bundaran Taman di Tengah Perempatan<br />
Jalan; berfungsi sebagai Node dan<br />
keberadaannya diperkuat lagi dengan<br />
tanaman hias dan lampu yang juga bersifat<br />
Landmark kawasan.<br />
• Sungai; selain merupakan jalur pergerakan<br />
air/saluran air yang membelah kawasan<br />
perumahan (path), sungai ini juga sebagai<br />
pembatas atau pemisah kelompok blok<br />
perumahan (edge).<br />
• Jembatan; berfungsi sebagai path karena<br />
menjadi jalur yang menghubungkan dua<br />
zona perumahan, dan sebagai node di lain<br />
hal karena posisinya yang strategis dan<br />
memiliki kepadatan arus kendaraan yang<br />
cukup tinggi.<br />
• Lapangan Sepak Bola; berfungsi sebagai<br />
node yang dipengaruhi oleh aktivitas yang<br />
terjadi didalamnya tergolong aktif. Selain<br />
itu ukuran lapangan sepak bola tersebut<br />
yang cukup luas dan memberikan orientasi<br />
serta identitas kawasan yang sangat dikenal<br />
oleh penghuni bahkan masyarakat luar<br />
perumahan menjadikannya sebuah<br />
Landmark kawasan Perumahan Taman<br />
Setiabudi Indah, Medan. dengan Boulevard<br />
• Jalur Jalan dengan Boulevard, berfungsi<br />
sebagai Path karena merupakan jalur utama<br />
(major route) kawasan yang berbentuk<br />
boulevard, dan juga berfungsi sebagai Edge<br />
disebabkan karena terbentuk sebagai<br />
pemisah dan wilayah pertemuan antara<br />
lapangan sepak bola dengan blok<br />
perumahan di segmen F.<br />
5. Kesimpulan dan Rekomendasi<br />
5.1. Kesimpulan<br />
Dalam menjawab permasalahan yang timbul<br />
dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang<br />
dapat dirumuskan yaitu:<br />
1. Elemen-elemen yang berpotensi dalam<br />
membentuk citra 1 image suatu kawasan<br />
pada lingkungan perumahan adalah:<br />
a. Karakter Fisik Alam; seperti sungai,<br />
taman penghijauan, ataupun lapangan<br />
olah raga merupakan elemen yang<br />
mudah diingat oleh pengamat.<br />
keberadaan zona ini memberikan<br />
penanda atau identitas yang sangat<br />
jelas bagi penghuni. Lokasi dan<br />
persentase luas yang sebanding dengan<br />
zona terbangun akan membantu<br />
penghuni untuk beradaptasi/mengenal<br />
lingkungannya. Karakter fisik alam ini<br />
dapat sengaja dibuat ataupun memang<br />
telah ada sebelumnya namun<br />
keberadaannya lebih ditonjolkan.<br />
b. Pengelompokan zona; pembagian<br />
antara zona pemukiman dengan zona<br />
komersial akan memberikan identitas<br />
yang jelas bagi penghuni untuk<br />
membedakan zona di dalam kawasan.<br />
c. Keberadaan Street furniture; dapat<br />
berupa lampu penerangan , papan<br />
penunjuk arah atau benda-benda<br />
lainnya dapat menjadi hal yang mudah<br />
diingat bagi penghuni. informasiinformasi<br />
kecil yang diperoleh dapat<br />
memperkuat proses persepsi bagi<br />
penghuni.<br />
d. Konsentrasi Aktivitas; aktivitas sosial<br />
maupun ekonomi memiliki potensi<br />
besar dalam mempertegas keberadaan<br />
nodes ataupun district seperti<br />
keberadaan para pedagang makanan di<br />
beberapa titik simpul atau kawasan<br />
pertokoan dengan beragam bentuk<br />
tampilan bangunan yang memberikan<br />
karakter tersendiri terhadap kawasan<br />
tersebut.<br />
e. Karakter Jalur Sirkulasi; penataan<br />
jalur untuk kendaraan, jalur pejalan<br />
kaki, saluran air pembuangan harus<br />
cukup mudah diidentifikasi antara jalur<br />
utama dan jalur lingkungan.<br />
6
KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,<br />
MEDAN<br />
Achmad Aryanto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Agus Suriadi<br />
Keberadaannya<br />
akan<br />
menegaskan/meberikan informasi<br />
kepada pengamat mengenai posisinya<br />
di dalam sistem lingkungan.<br />
2. Penilaian pengamat terhadap elemenelemen<br />
pembentuk citra/image kawasan perumahan<br />
sangat berbedabeda yang dipengaruhi latar<br />
belakang psikologis dari pengamat.<br />
Penilaian tersebut dipengaruhi oleh<br />
beberapa faktor, yaitu:<br />
a. Gaya Hidup (Lifestyle). Gaya hidup<br />
atau yang biasa disebut juga kebiasaan<br />
mempengaruhi setiap penekanan<br />
dalam menerima persepsi dari<br />
lingkungan.<br />
b. Keakraban (Familiarity). Keakraban<br />
dan frekuensi dalam berinteraksi<br />
dengan lingkungan mempengaruhi<br />
keakuratan penggambaran peta<br />
mental.<br />
c. Keterlibatan Sosial. Karakter<br />
lingkungan yang tergambar di dalam<br />
peta kognitif j uga dipengaruhi oleh<br />
hubungan sosial masing-masing<br />
individu.<br />
d. Kelas Sosial. Perbedaan sosial<br />
berhubungan positif dengan jangkauan<br />
citra urban atau luasan dari cakupan<br />
peta mental. Ini dipercaya disebabkan<br />
oleh kelas sosial yang mempengaruhi<br />
kemampuan mobilitas spasial tiap<br />
individu, dibandingkan kelas<br />
menengah ke bawah, golongan<br />
menengah ke atas memiliki mobilitas<br />
lebih tinggi karena kemampuan<br />
mereka memiliki kendaraan dan<br />
kemudahan yang dapat dibeli.<br />
e. Perbedaan Gender. Tercatat peta<br />
mental pria lebih luas cakupannya<br />
dibandingkan wanita. Ini disebabkan<br />
oleh perilaku yang sudah terpola<br />
secara tradisi tentang aturan gender, di<br />
mana contohnya wanita lebih<br />
menggunakan waktunya di lingkungan<br />
terbatas sebagai ibu rumah tangga,<br />
dan pria berkegiatan di lingkungan<br />
yang lebih luas sebagai pencari<br />
nafkah.<br />
Sedangkan citra/image terhadap suatu kawasan<br />
perumahan berkaitan Berat dengan tiga<br />
komponen, yaitu:<br />
a. Identitas, dari beberapa obyek/elemen<br />
dalam suatu kawasan perumahan yang<br />
berkarakter dan khas sebagai jatidiri yang<br />
dapat membedakan dengan kawasan<br />
perumahan lainnya<br />
b. Struktur, yaitu mencakup pola hubungan<br />
antara obyek/elemen dengan obyek/elemen<br />
lain dalam kawasan perumahan yang dapat<br />
dipahami dar dikenali oleh pengamat,<br />
struktui berkaitan dengan fungsi kawasar<br />
tempat obyek/elemen tersebut berada.<br />
c. Makna, merupakan pemahaman art oleh<br />
pengamat terhadap dua komponer (identitas<br />
dan struktur kawasan) melalu dimensi:<br />
simbolik, fungsional emosional, historik,<br />
budaya, dan politik.<br />
5.2. Rekomendasi<br />
Definisi dari masing-masing kelima elemen citra<br />
kawasan dapat sama untuk setiap kawasan<br />
namun pemahamannya perlu diadaptasi<br />
berdasarkan kondis setempat dari berbagai latar<br />
belakang.<br />
Untuk mendapatkan gambaran yank lebih tepat<br />
tentang citra suatu kawasar menggunakan<br />
kelima elemen citra kawasan tersebut perlu<br />
diterjemahkan dar dicocokkan menjadi definisi<br />
baru yang berlaku untuk kawasan yang<br />
bersangkutan, misalnya unsur kawasan seperti<br />
“patokan” yang sering dikenal di Indonesia perlu<br />
diterjemahkan di mana letak kesamaar<br />
karaktemya dengan salah satu elemer kawasan<br />
tersebut.<br />
Perlu adanya penataan terhadal elemen-elemen<br />
citra/image kawasar perumahan terutama pada<br />
perletakkan dan komposisinya terhadap<br />
lingkungan. Pado dasarnya elemen-elemen<br />
tersebut berperar, besar dalam membantu<br />
penghuni/warga dalam melakukan penyesuaian<br />
diri. Proses persepsi yang dilakukan akan<br />
menangkal elemen-elemen citra kawasan<br />
tersebut karena keberadaannya yang menonjol.<br />
Lalu kemudian proses persepsi ini yang<br />
dijadikan alat untuk menjadikan lingkungan<br />
sekitar pengamat menjadi `bersahabat' dengan<br />
penghuni. Adaptasi dapat terjadi lebih cepat dan<br />
penghuni menjadi lebih cepat menilai kawasan<br />
kediamannya, maka segala perubahan yang<br />
menanggapi penilaian tersebut dapat cepal<br />
ditindaklanjuti.<br />
7
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 1-8<br />
Hasil penelitian tentang pembentuk citra<br />
kawasan terhadap lingkungan perumahan<br />
terencana ini adalah memberikan masukan<br />
umpan balik bagi perencana dalam menciptakan<br />
lingkungan perumahan yang lebih baik serta<br />
menjadi pengkayaan wawasan terhadap tuntutan<br />
kebutuhan penghuni rumah bagi para pihak yang<br />
terlibat dan terkait dengan pembangunan<br />
perumahan.<br />
Daftar Pustaka<br />
Lynch (1960) “The Image of The City”, The<br />
MIT Press, Cambridge, Massachusetts<br />
Zahnd, Markus (1999) “Perancangan Kota<br />
Secara Terpadu”, Kanisius, Yogyakarta<br />
Bechtel B Robert; Marans W. Robert &<br />
Michelson William (1987) “Methods in<br />
Environmental and Behavioral Research”,<br />
Van Nostrand Reinhold<br />
8
KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />
TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />
Ahmad Syaukani<br />
Abdul Majid Ismail<br />
Dwira N. Aulia<br />
Rahmad Dian<br />
KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />
TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />
Ahmad Syaukani, Abdul Majid Ismail, Dwira N. Aulia, Rahmad Dian<br />
Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />
Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />
Abstract. The impact of the existence of Taman Setiabudi Indah (TASBI) housing estate on the level of road path<br />
intensity service is fairly significant. It can be seen by the interruption of traffic line especially on peak hours at<br />
the junction over the main gate of TASBI estate. Based on the actual observation, a further study is needed to<br />
determine the impact values of vehicles intensity passing through the main gate of TASBI estate as a cause of<br />
increasing traffic towards jalan Setiabudi, as well as to evaluate the level of road path intensity around the<br />
housing complex ever since it was firstly built. In analysing this matter, the using data was taken from the result<br />
of survey on traffic at jalan Setiabudi, the main gate of TASBI, the main gate of another estate at jalan Asoka,<br />
and the other housing at jalan Perjuangan. Then there comes the analysis on their capacity and the level of road<br />
path intensity referring to MKJI regulation 1997 and Regresi Eksponential equation<br />
As an outcome of the research, the level of road path intensity can be defined in level D – it is due to the growth<br />
of the estate between 1984 and 1987. Subsequently, the level is declining to level B in year 2000 and hence it<br />
raises up to level C in year 2004. A clear figure on those over-capacity of vehicles volume can be understood by<br />
looking at the dynamic circulation where ± 53 % of the total percentage of vehicles getting in and out the estate<br />
is in fact concentrating at the main gate.<br />
Keywords: housing complex, capacity level of intensity<br />
1. Pendahuluan<br />
Meningkatnya intensitas pergerakan akibat<br />
adanya lokasi permukiman Taman Setiabudi<br />
Indah sangat berdampak pada tingkat pelayanan<br />
Jalan Setiabudi, serta semakin kuatnya interaksi<br />
antar wilayah dalam kota memberikan<br />
konsekuensi pada bertambahnya volume<br />
pergerakan pada ruas Jalan Setiabudi.<br />
Seharusnya dengan terjadinya perubahan<br />
terhadap fungsi kegiatan dan intensitasnya yang<br />
menimbulkan tambahan bangkitan pergerakan<br />
baru diimbangi dengan penyediaan prasana jalan<br />
yang memadai. Penambahan lebar perkerasan<br />
dan fasilitasnya telah dilakukan, namun belum<br />
dapat mengimbangi pertumbuhan lokasi yang<br />
begitu cepat serta kurangnya pengendalian<br />
sehingga menimbulkan permasalahan<br />
transportasi berupa tundaan dan kemacetan<br />
lalulintas, yang antara lain disebabkan oleh<br />
percampuran pergerakan lokal dan menerus<br />
(mixed traffic).<br />
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat<br />
dilihat bahwa kondisi kapasitas dan tingkat<br />
kinerja jalan Setiabudi sebagai jalan kolektor<br />
primer, akibat adanya perumahan Taman<br />
Setiabudi Indah sangat berpengaruh khususnya<br />
pada jam-jam sibuk. Hal ini terutama disebabkan<br />
besarnya volume lalulintas yang keluar dan<br />
masuk permukiman melalui ruas jalan utama<br />
ditambah lagi kegiatan komersial di sekitar jalan<br />
yang tidak difasilitasi dengan lokasi parkir.<br />
9
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />
2. LANDASAN TEORI<br />
2.1. Sistem Tata Guna Lahan dan<br />
Hubungannya Terhadap Transportasi<br />
Guna lahan ( land use ) merupakan istilah yang<br />
berasal dari ekonomi pertanian, yang artinya<br />
adalah sebidang tanah dan penggunaan<br />
ekonomisnya. Istilah guna lahan, kemudian<br />
diadopsi ke dalam perencanaan wilayah kota<br />
dengan arti yang bergeser dari aslinya. Secara<br />
umum “Guna Lahan Perkotaan“ diartikan<br />
sebagai distribusi keruangan (spatial<br />
distribution) atau pola geografis dan fungsifungsi<br />
perkotaan, seperti perumahan,<br />
perdagangan, perkantoran, rekreasi, industri dan<br />
lain-lain (Djunaedi, 2003 ).<br />
Kemampuan transportasi atau penyediaan<br />
angkutan menunjukan potensi untuk<br />
menghubungkan antar kegiatan guna lahan.<br />
Kemampuan ini disediakan oleh berbagai moda<br />
angkutan seperti angkutan jalan raya, laut, udara<br />
dan lain-lain. Kemampuan transportasi bisa juga<br />
multi-moda seperti perjalanan ke kantor<br />
dilakukan dengan jalan kaki dari rumah ke<br />
pemberhentian bus kota, naik bus kota, turun<br />
dari bus dan kemudian naik becak ke kantor.<br />
Fasilitas transportasi termasuk pula tempat<br />
perpindahan antar moda.<br />
TRANSPORTASI<br />
Selain itu transportasi juga dapat dilihat sebagai<br />
fungsi dari beberapa sub sistem, seperti<br />
transportasi pribadi, transportasi publik dan<br />
transportasi barang ( Orn, 20<strong>02</strong> ). Keseluruhan<br />
elemen tersebut merupakan hal penting yang<br />
harus dipertimbangkan dalam proses<br />
pembangunan kota. Penambahan arus lalulintas<br />
tidak dapat dimengerti dengan baik tanpa<br />
mempelajari guna lahan dan demografi. Pada<br />
sisi lain, sistem transportasi dan pengembangan<br />
prasarana jalan dapat mempengaruhi dan<br />
memegang peranan dalam menentukan nilai jual<br />
tanah. Kebutuhan beraktifitas pada suatu guna<br />
lahan dilayani oleh sistem kegiatan sedangkan<br />
kebutuhan transportasi dilayani oleh system<br />
jaringan. Interaksi antara sistem kegiatan dan<br />
sistem jaringan menghasilkan sistem pergerakan<br />
yang merupakan umpan balik bagi sistem<br />
kegiatan dan sistem jaringan menghasilkan<br />
sistem pergerakan yang merupakan umpan balik<br />
bagi sistem kegiatan dan sistem jaringan.<br />
Transportasi meningkatkan interaksi antar<br />
aktifitas atau guna lahan. Interaksi tersebut<br />
diukur melalui aksesibilitas yang meliputi daya<br />
tarik suatu tempat sebagai asal dan tujuan. Pola<br />
guna lahan adalah hal yang penting karena akan<br />
menentukan peluang ataupun aktifitas yang ada<br />
dalam jangkauan suatu tempat. Potensi antara<br />
dua tempat untuk interaksi akan bergantung<br />
pada biaya dari pergerakan antara keduanya,<br />
baik dalam terminologi uang ataupun waktu,<br />
sehingga konsekwensinya, struktur dan kapasitas<br />
dari jaringan transportasi akan mempengaruhi<br />
tingkat aksesibilitas.<br />
Publik<br />
Pribadi<br />
GUNA LAHAN<br />
Barang<br />
TRANS<br />
PORTASI<br />
AKSESIBI<br />
LITAS<br />
GUNA<br />
LAHAN<br />
Gambar 2. Hubungan Trasnportasi dan Guna<br />
Lahan ( Black, 1984 )<br />
DEMOGRAFI<br />
Gambar 1. Hubungan Transportasi, Guna Lahan<br />
dan Demografi Pada Suatu Sistem Kota (Orn, 20<strong>02</strong>)<br />
Lahan merupakan ruang (space) dengan kegiatas<br />
diatasnya. Guna lahan diartikan sebagai kegiatan<br />
yang dominan yang ada pada suatu lahan.<br />
Apabila diambil perumpamaan, suatu lahan akan<br />
digubungkan dengan suatu saluran (channel ),<br />
yang dalam hal ini antar lahan dihubungkan oleh<br />
jalan raya. Hubungan antar guna lahan yang<br />
melewati channel ini berupa lalu lintas (Traffic),<br />
baik guna lahan maupun transportasi, keduanya<br />
diperlukan untuk menumbuhkan lalu lintas. Bila<br />
terdapat guna lahan maupun transportasi, maka<br />
10
KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />
TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />
Ahmad Syaukani<br />
Abdul Majid Ismail<br />
Dwira N. Aulia<br />
Rahmad Dian<br />
besaran lalu lintas yang terjadi ditentukan<br />
dengan tingkat kegiatan lahan-lahan tersebut dan<br />
karakteristik fasilitas transportasinya.<br />
Penggunaan lahan mendorong pertumbuhan lalu<br />
lintas, yang selanjutnya dalam proses<br />
perencanaan transportasi mendorong<br />
dibangunnya jalan raya, yang kemudian<br />
mendorong perubahan guna lahan disekitar jalan<br />
tersebut.<br />
2.2. Kapasitas Jalan Dalam Kota<br />
a. Kapasitas<br />
Menurut buku Standart Design untuk jalan<br />
perkotaan yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina<br />
Marga, Kapasitas dasar didefenisikan sebagai<br />
volume maksimum pedam yang dapat lewat<br />
pada suatu potongan potongan lajur jalan<br />
(untuk jalan multi lajur) pada kondisi jalan dan<br />
arus lalu lintas ideal. Untuk menentukan<br />
kapasitas suatu jalan digunakan persamaan<br />
sebagai berikut<br />
C = C o x FC sp x FC sf x FC cs x FC w ............... 1<br />
Dimana:<br />
Co = Kapasitas dasar ( SMP/Jam)<br />
FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah<br />
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.<br />
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan<br />
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping<br />
dan lebar bahu.<br />
b. Derajat Kejenuhan (DS)<br />
Derajat kejenuhan definisikan sebagai ratio<br />
volume (Q) terhadap kapasitas (C) dan<br />
digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan<br />
penilaian lalu lintas pada suatu ruas jalan. Nilai<br />
derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas<br />
jalan akan mempunyai masalah atau tidak<br />
dinyatakan dalam SMP/jam.<br />
b. Kecepatan arus bebas (Fv)<br />
Kecepatan arus bebas (Fv) di di definisikan<br />
sebagai kecepatan pada saat tingkatan arus nol,<br />
sesuai dengan kecepatan yang dipilih pengemudi<br />
seandainya mengenderai kenderaan bermotor<br />
tanpa halangan kenderaan bermotor. Kecepatan<br />
arus bebas mobil penumpang 10-15% lebih<br />
tinggi dari jenis kenderaan lain, dengan<br />
menggunakan rumus kecepatan arus bebas<br />
FV = (FV O + FV W ). FFV SF . FFV CS ................. 3<br />
Dimana:<br />
FV = Kecepatan arus bebas kenderaan<br />
ringan pada kondisi lapangan<br />
(Km/Jam)<br />
FVo = Kecepatan arus bebas dasar<br />
kenderaan ringan pada jalan dan<br />
Alignmen yang diamati (Km/Jam)<br />
FVw = Penyesuai kecepatan akibat lebar<br />
jalur lalu-lintas (Km/Jam)<br />
FFV SF = Faktor penyesuaian hambatan<br />
samping dan lebar bahu/jarak<br />
kenderaan ke penghalang<br />
FFV CS = Faktor penyesuaian ukuran kota<br />
3. METODE PENELITIAN<br />
Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan<br />
dan sasaran kajian adalah mengidentifikasi data<br />
geometrik jalan, data perumahan TASBI, serta<br />
data kepemilikan kenderaan penghuni<br />
perumahan TASBI, data volume lalu lintas jalan<br />
yang berakses ke perumahan TASBI serta<br />
menganalisis data dan memberikan saran. Pada<br />
gambar 3 akan dijelaskan mengenai metode<br />
pengumpulan data, kerangka pemikiran dan<br />
metode analisis serta tahapan pengerjaan kajian.<br />
Q<br />
DS = .................................................. 2<br />
C<br />
Dimana:<br />
DS = Derajat kejenuhan<br />
Q = <strong>Volume</strong> lalu-Iintas<br />
C = Kapasitas<br />
11
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />
Kebijakan Transportasi Kota Medan<br />
Perkembangan Pusat Kota Medan<br />
Meningkatnya Interaksi Kota<br />
Medan dengan Kota-Kota Kecil<br />
Sekitarnya<br />
• Masalah Perkembangan Kota<br />
• Keterbatasan Lahan Untuk<br />
Kegiatan Produktif<br />
• Konsentrasi Kegiatan di Pusat Kota<br />
• Kota Sebagai Kawasan Perdagangan<br />
dan Permukiman<br />
Interaksi<br />
Utara -<br />
Selatan<br />
Interaksi<br />
Barat -<br />
Timur<br />
Terjadinya Fenemona Penetrasi/Invasi Kegiatan<br />
yang Membentuk Pola Linier ( Ribbon<br />
Development ) pada jalur utama Kota Medan<br />
Aktivitas Permukiman Taman Setiabudi Indah<br />
yang Berpotensi Menimbulkan Bangkitan dan<br />
Tarikan Lalulintas<br />
Peningkatan Pergerakan di Ruas Jalan Setiabudi<br />
Evaluasi tingkat pelayanan jalan pada periode<br />
perkembangan jalan dan perumahan<br />
Taman Setiabudi Indah<br />
Tingkat pelayanan<br />
Q/C<br />
• <strong>Volume</strong> Lalu Lintas<br />
• Kapasitas Jalan<br />
• Pola Guna Lahan<br />
Pemukiman<br />
Derajat Kejenuhan<br />
Q/C<br />
Q/C > 0,8<br />
• Arus Tidak Stabil, Tersendat<br />
• Kinerja jalan buruk<br />
0,1 < Q/C < 0,8<br />
• Arus bebas, stabil<br />
• Kinerja jalan baik<br />
Usulan Meningkatkan dan<br />
Mengembangkan Jaringan Jalan<br />
Upaya Memepertahankan Pelayanan<br />
Jl<br />
12
KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />
TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />
Ahmad Syaukani<br />
Abdul Majid Ismail<br />
Dwira N. Aulia<br />
Rahmad Dian<br />
4. Hasil Analisa<br />
4.1 Perkembangan Perumahan dan<br />
Kenderaan di Taman Setiabudi Indah<br />
Perkembangan pembangunan yang terjadi di<br />
perumahan TASBI saat ini telah mengalami 2<br />
tahap pembangunan antara lain perumahan<br />
Taman Setiabudi Indah 1 dan 2. Pengembangan<br />
perumahan hingga tahap ke 2 ini dapat dihitung<br />
jumlah perumahan yang telah dibangun 2.645<br />
unit rumah. Akibat perkembangan perumahan<br />
juga berdampak terhadap perkembangan jumlah<br />
kenderaan yang ada di perumahan TASBI.<br />
Perkembangan kenderaan yang terjadi di<br />
perumahan Taman Setiabudi Indah ± 147 %<br />
(tabel 1 ) dibandingkan dengan perkembangan<br />
rumahnya dimana kenderaan tersebut dibagi atas<br />
3 jenis yaitu kenderaan roda 4, roda 2 dan<br />
sepeda. Jika dilihat besarnya perkembangan<br />
jumlah kenderaan dibandingkan dengan rumah,<br />
hal ini dapat diartikan tiap pemilik rumah ada<br />
yang memiliki kenderaan lebih dari satu.<br />
Tabel 1. Persentase Pertumbuhan Kenderaan dibandingkan dengan Perumahan di Perumahan Taman<br />
Setiabudi Indah<br />
Tahapan<br />
Jumlah<br />
Rumah<br />
Pertumbuhan Kenderaan<br />
Roda 4 Roda2 Sepeda<br />
Total<br />
Kenderaan<br />
Unit % Unit % Unit % Unit % Unit %<br />
1984 665 634 106 66 806 121%<br />
1987 788 54% 797 56% 219 67% 166 72% 1182 150%<br />
1999 580 29% 575 29% 180 36% 111 32% 866 149%<br />
2000 371 15% 319 14% 111 18% 83 19% 513 138%<br />
20<strong>02</strong> 194 7% 163 7% 89 13% 42 9% 294 152%<br />
2003 47 2% 55 2% 10 1% 15 3% 80 170%<br />
Diagram Batang Pertumbauhan Perumahan dan Jenis-<br />
Jenis Kenderaan di Perumahan Taman Setiabudi Indah<br />
Unit<br />
800<br />
750<br />
700<br />
650<br />
600<br />
550<br />
500<br />
450<br />
400<br />
350<br />
300<br />
250<br />
200<br />
150<br />
100<br />
50<br />
0<br />
1984 1987 1999 2000 20<strong>02</strong> 2003<br />
Tahun<br />
Rumah Roda 4 Roda 2 Sepeda<br />
Gambar 4. Perkembangan kenderaan milik warga berdasarkan jenis kenderaan seiring dengan<br />
perkembangan rumah di perumahan Taman Setiabudi Indah<br />
13
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />
4.2 Analisa Kapasitas Jalan dan Tingkat<br />
Derajat Kejenuhan<br />
Keberadaan perumahan Taman Setiabudi Indah<br />
di jalan Setiabudi memberikan dampak yang<br />
cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya<br />
pertumbuhan sosial, ekonomi dan kegiatankegiatan<br />
lainnya seperti sekolah ataupun<br />
perumahan-perumahan lainnya.<br />
Berdasarkan analisa tersebut diperoleh bahwa<br />
derajat kejenuhan yang terbesar terjadi di Jalan<br />
Setiabudi diantara jam 17.00 - 19.00. hal ini di<br />
akibatkan banyaknya warga yang kembali dari<br />
pekerjaan dan juga aktifitas sosial masyarakat<br />
banyak dilakukan pada jam tersebut, akibatnya<br />
arus kenderaan yang terdapat di jalan Setiabudi<br />
menjadi terganggu. Tabel 2 merupakan hasil<br />
dari perbandingan antara volume dan kapasitas<br />
jalan untuk jalan-jalan yang dijadikan sarana<br />
menuju perumahan, berdasarkan hasil<br />
perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa Pintu<br />
gerbang utama dan pintu jalan Perjuangan<br />
merupakan jalan yang sering digunakan oleh<br />
masyarakat dari atau menuju perumahan TASBI<br />
Tabel 2. Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan yang Berakses ke Perumahan TASBI<br />
Q/C<br />
No Hari Jam<br />
Jl. Setiabudi Jl. Asoka Jl. Perjuangan<br />
1 Senin<br />
2 Selasa<br />
3 Rabu<br />
06.30 - 08.30 0.307 0.112 0.000<br />
10.00 - 12.00 0.414 0.067 0.454<br />
17.00 - 19.00 0.484 0.071 0.555<br />
06.30 - 08.30 0.412 0.089 0.371<br />
10.00 - 12.00 0.533 0.054 0.430<br />
17.00 - 19.00 0.724 0.079 0.323<br />
06.30 - 08.30 0.356 0.114 0.433<br />
10.00 - 12.00 0.472 0.057 0.521<br />
17.00 - 19.00 0.605 0.078 0.425<br />
4.3 Analisa Perkembangan Kapasitas Jalan<br />
Setiabudi tahun 1984 – 2004<br />
Pada tabel 3 dapat dilihat bagaimana<br />
perkembangan jalan Setiabudi seiring dengan<br />
perkembangan perumahan TASBI. Pada tahun<br />
1984 jalan Setiabudi mempunyai lebar 8 m<br />
dengan tingkat volume lalu lintas 3109 smp/jam.<br />
Berdasarkan volume tersebut dibandingkan<br />
dengan kapasitas jalan ternyata pada tahun 1984<br />
tingkat pelayanan jalan untuk jalan setiabudi<br />
berada pada level D (Kondisi arus mendekati<br />
tidak stabil, kecepatan yang terjadi rendah).<br />
Kondisi ini menyebabkan mulainya terjadi<br />
penundaan sehingga dibutuhkan pengembangan<br />
jalan Setiabudi. Pada tahun 1987 jalan Setiabudi<br />
di perlebar menjadi 12 meter. Jika ditinjau nilai<br />
Q/C, kondisi tahun 1987 lebih kecil<br />
dibandingkan tahun 1984, dimana hal ini<br />
disebabkan pertumbuhan lalu lintas jalan<br />
Setiabudi tidak begitu besar. Pada tahun tersebut<br />
tingkat pelayanan Jalan Setiabudi masih di level<br />
D sehingga dibutuhkan kembali pengembangan<br />
jalan Setiabudi. Akibat tingkat pelayanan pada<br />
level D dan perkembangan jalan semakin besar<br />
maka pada tahun 2000 jalan Setiabudi perbesar<br />
menjadi 20 m. Tingkat pelayanan jalan Setiabudi<br />
pada tahun tersebut cukup baik dengan tingkat B<br />
(Kondisi arus stabil, kecepatan sedikit terbatas<br />
oleh lalu lintas). Pada tahun 2004 tingkat<br />
pelayanan jalan Setiabudi kembali menjadi<br />
tingkat C.<br />
Kondisi pelayanan jalan Setiabudi sangat<br />
berbeda dengan jalan-jalan alternative yang ada<br />
disekitar perumahan, seperti jalan perjuangan<br />
ataupun jalan Asoka. Keberadaan jalan<br />
Perjuangan pada tahun 1987 memberikan<br />
dampak yang cukup baik terhadap jalan<br />
Setiabudi, hal tersebut juga terjadi pada jalan<br />
Asoka. Keberadaan jalan tersebut sangat<br />
membantu memberikan peningkatan pelayanan<br />
jalan Setiabudi akibat perkembangan kota<br />
khususnya perkembangan perumahan Taman<br />
Setabudi Indah. Untuk jalan Perjuangan dan<br />
Asoka, tingkat pelayanan kedua jalan tersebut di<br />
level A dan tingkat tersebut tetap stabil mulai<br />
dari dibukanya kedua jalan tersebut hingga<br />
sekarang.<br />
14
KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />
TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />
Ahmad Syaukani<br />
Abdul Majid Ismail<br />
Dwira N. Aulia<br />
Rahmad Dian<br />
Tabel. 3. Perkembangan Tingkat Pelayanan Jalan-Jalan di Sekitar Perumahan TASBI tahun<br />
1984 s/d 2004<br />
Jalan Setia Budi Jalan Perjuangan Jalan Asoka<br />
Keterangan<br />
1984 1987 2000 2004 1984 1987 2000 2004 1984 1987 2000 2004<br />
Lebar Jalan Lebar Jalan Lebar Jalan<br />
8 m 12 m 20 m 20 m 8 m 12 m 20 m 20 m 8 m 12 m 20 m 20 m<br />
<strong>Volume</strong> Lalu Lintas<br />
( Q ) (smp/jam)<br />
Kapasitas Jalan<br />
(smp/jam)<br />
3109 3293 46<strong>02</strong> 4903 1157 1617 1723 333 431<br />
3306 3769 6772 6772 3306 3769 3306 3769 3769<br />
Q/C 0.94 0.87 0.68 0.72 0.30 0.42 0.52 0.08 0.11<br />
Tingkat Pelayanan D D B C A A A A A<br />
4.4 Perhitungan <strong>Volume</strong> Kenderaan<br />
Berdasarkan data primer yang diambil dari pintu<br />
jalan Asoka, pintu jalan Perjuangan dan pintu<br />
gerbang utama Perumahan Taman Setiabudi<br />
Indah dapat dilihat bahwa jumlah volume<br />
kenderaan yang berasal dari perumahan Taman<br />
Setiabudi Indah menuju Jl. Setiabudi yang<br />
paling besar adalah melalui pintu gerbang utama<br />
Jika ditinjau jumlah volume kenderaan yang<br />
keluar masuk perumahan TASBI cukup besar,<br />
dari ketiga pintu gerbang keluar - masuk ratarata<br />
volume kenderaan dapat mencapai 10.542<br />
smp/jam, dimana pintu Gerbang Utama dan<br />
pintu gerbang jalan perjuangan merupakan<br />
pintu-pintu yang banyak dilalui kenderaan yaitu<br />
53 % pintu gerbang utama.<br />
Tabel 4. <strong>Volume</strong> Lalu Lintas yang berasal dari perumahan TASBI<br />
No. Hari Waktu<br />
Jl. Perjuangan<br />
<strong>Volume</strong> Lalu Lintas ( smp/jam )<br />
Jl.Asoka<br />
Pintu Gerbang<br />
TASBI<br />
06. 30 - 08. 30 0 422 1641 2063<br />
1 Senin 10. 00 - 12. 00 1500 252 1473 3225<br />
17. 00 19. 00 1836 269 1806 3910<br />
Jumlah<br />
3336 942 4920 9198<br />
06. 30 - 08. 30 1227 336 1628 3191<br />
2 Selasa 10. 00 - 12. 00 1421 204 1672 3296<br />
17. 00 19. 00 1067 204 1698 2969<br />
Jumlah<br />
3715 744 4997 9455<br />
06. 30 - 08. 30 1433 431 1599 3463<br />
3 Rabu 10. 00 - 12. 00 1723 215 1628 3566<br />
17. 00 19. 00 1404 294 1816 3514<br />
Jumlah<br />
4560 939 5043 10542<br />
Total<br />
15
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />
4.5 Pengaruh Pergerakan Kenderaan di<br />
Pintu Gerbang Utama Perumahan<br />
terhadap Jalan Setiabudi<br />
Pintu gerbang utama perumahan Taman<br />
Setiabudi Indah merupakan jalan alternative ke<br />
perumahan yang paling banyak dilintasi<br />
kenderaan, selain itu letak pintu gerbang utama<br />
berhubungan langsung dengan Jalan Setiabudi.<br />
Akibat letak dan fungsi gerbang utama sangat<br />
dominan mengakibatkan terjadinya kemacetan<br />
di jalan Setiabudi khususnya pada jam-jam sibuk<br />
Kemacetan yang terjadi di persimpangan<br />
gerbang utama tersebut disebabnya banyaknya<br />
kenderaan yang keluar masuk perumahan serta<br />
tidak adanya Traffic Light.<br />
Arus di jalan Setiabudi yang berasal dari<br />
Tanjung Sari (V1) akan mengalami hambatan di<br />
persimpangan pintu gerbang akibat adanya<br />
kenderaan yang masuk ke Perumahan (V6 dan<br />
V3) dan keluar ( V4 ) dari perumahan, begitu<br />
juga hambatan akan dialami kenderaan di jalan<br />
Setiabudi yang berasal dari pusat kota ( V8 )<br />
akibat kenderaan menuju perumahan ( V6 ) dan<br />
keluar (V5).<br />
Gambar 5. Kondisi pada posisi pintu masuk utama Perumahan Taman Setiabudi Indah yang bertemu<br />
secara langsung dengan Jalan Setiabudi<br />
Tabel 5. Data jumlah kenderaan dipersimpangan pintu gerbang utama perumahan dan Jalan Setiabudi<br />
Pos 2 Pos 3 Pos 4<br />
No Hari Jam<br />
Jumlah Kenderaan ( Unit )<br />
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8<br />
1 Senin<br />
2 Selasa<br />
3 Rabu<br />
06.30 - 08.30 357 1784 373 604 403 560 27<strong>02</strong> 1125<br />
10.00 - 12.00 2171 2171 490 607 506 612 2780 2780<br />
17.00 - 19.00 2403 2403 842 509 424 936 2353 3530<br />
06.30 - 08.30 2609 1203 283 804 372 674 1877 1252<br />
10.00 - 12.00 2148 1430 673 616 616 673 3739 3877<br />
17.00 - 19.00 1946 2594 392 762 353 861 3638 6066<br />
06.30 - 08.30 1979 1425 323 711 355 648 1952 1301<br />
10.00 - 12.00 2159 1520 663 535 501 829 2809 3433<br />
17.00 - 19.00 2054 1370 440 783 391 881 2997 4496<br />
16
KAJIAN PENGARUH PERUMAHAN (REAL ESTATE) TERHADAP<br />
TINGKAT PELAYANAN JALAN<br />
STUDI KASUS: PERUMAHAN SETIABUDI INDAH MEDAN<br />
Ahmad Syaukani<br />
Abdul Majid Ismail<br />
Dwira N. Aulia<br />
Rahmad Dian<br />
4.6 Prediksi Perkembangan Kenderaan di<br />
Perumahan TASBI dan dampak<br />
terhadap Jalan Setiabudi<br />
Perkembangan perumahan Taman Setiabudi<br />
Indah yang akan datang juga memberikan<br />
dampak yang cukup besar terhadap kinerja jalan<br />
Setiabudi. Dampak yang sangat nyata adalah<br />
bertambahnya jumlah kenderaan pribadi milik<br />
dan juga moda pergerakan kenderaan dari<br />
aktivitas sosial ekonomi masyarakat perumahan<br />
TASBI. Berdasarkan data yang dikumpulkan<br />
disimpulkan bahwa perkembangan jumlah<br />
kenderaan pribadi di perumahan TASBI dari<br />
1984 sampai tahun 2004 sejumlah 3.911 unit<br />
dengan tingkat perkembangan kenderaan<br />
pertahunnya 5,94%.<br />
Melihat<br />
perkembangan kenderaan yang sangat pesat dan<br />
dampaknya yang ditimbulkannya cukup besar,<br />
maka diperlukan analisa prediksi jumlah<br />
kenderaan yang dimiliki penghuni dan yang<br />
keluar masuk perumahan Taman Setiabudi<br />
Indah yang pada<br />
Untuk memprediksi jumlah kenderaan 5 tahun<br />
akan datang digunakan persamaan bentuk<br />
matematika model Regresi Eksponensial (Bunga<br />
Berganda) adalah<br />
P t+u = P 0 (1+r) u<br />
................... 4<br />
Dimana :<br />
P 0 = Jumlah kenderaan di tahun awal<br />
proyeksi (tahun ke 0)<br />
P t+u = Jumlah kenderaan pada tahun<br />
proyeksi (tahun ke n dari tahun<br />
awal)<br />
r = tingkat pertambahan kenderaan ratarata<br />
setiap tahunnya (diambil dari<br />
data time series)<br />
u = jumlah tahun masa proyeksi<br />
Maka dengan menggunakan persamaan diatas<br />
dapatlah diperkirakan bahwa untuk 5 tahun<br />
mendatang jumlah kenderaan milik masyarakat<br />
perumahan TASBI sejumlah 4.932 unit<br />
kenderaan.<br />
4 Penutup<br />
5.1. Kesimpulan<br />
Berdasarkan dari analisa yang telah dilakukan<br />
maka dapat dismpulkan bahwa :<br />
• Pembangunan perumahan skala besar<br />
menimbulkan pergerakan lalu lintas cukup<br />
besar yang dampaknya berpengaruh<br />
terhadap tingkat pelayanan jalan. Hal ini<br />
dapat lihat dari tingkat pelayanan Jalan<br />
Setiabudi dari tahun 1984 sampai 2004<br />
seiring dengan perkembangan perumahan<br />
TASBI, yaitu berada di level C dan hanya<br />
pada tahun 2000 tingkat pelayan jalan<br />
Setiabudi berada di level B<br />
• Permukiman Taman Setiabudi Indah (real<br />
estate) membangkitkan pergerakan dengan<br />
jumlah yang besar khususnya terhadap Jalan<br />
Setiabudi.<br />
• Pergerakan yang melalui jalan akses lokal<br />
(pintu gerbang utama) mengakibatkan<br />
penambahan waktu tundaan (delay) bagi lalu<br />
lintas menerus (through traffic) pada jalan<br />
Setiabudi. Hal ini disebabkan dari 53<br />
% dari total jumlah kenderaan yang keluar<br />
masuk perumahan berasal dari pintu gerbang<br />
Utama<br />
• Jalan Setiabudi merupakan jalan<br />
masuk/keluar utama permukiman Taman<br />
Setiabudi Indah dimana ruas jalan tersebut<br />
adalah sebagai muara utama pergerakan<br />
warga perumahan Taman Setiabudi Indah<br />
dibandingkan dengan kedua akses yang lain<br />
(jalan Asoka dan jalan Perjuangan).<br />
• Ruas Jalan Setiabudi merupakan jalan<br />
kolektor primer yang memiliki volume lalu<br />
lintas yang relatif tinggi dibandingkan<br />
kedua jalan akses yang lain yang disertai<br />
dengan percampuran moda kenderaan<br />
(mixed traffic) antara lalu lintas lokal dan<br />
menerus.<br />
• Permukiman Taman Setiabudi Indah<br />
Mempunyai intensitas kegiatan yang tinggi<br />
dan warganya cenderung menggunakan/<br />
memiliki moda angkutan pribadi (mobil<br />
pribadi) yang jumlahnya lebih dari 1 unit per<br />
keluarga. Hal ini menimbulkan adanya<br />
tambahan bangkitan kenderaan pribadi<br />
terhadap volume lalu lintas terutama di ruas<br />
jalan Setiabudi.<br />
17
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 9-18<br />
• Ruas Jalan Setiabudi mengalami persoalan<br />
lalu lintas berupa kemacetan (congestion)<br />
dan tundaan (delay) lalu lintas sebagai<br />
akibat dari besarnya lalu lintas yang keluar–<br />
masuk jalan akses lokal (daerah<br />
permukiman).<br />
5.2. Saran<br />
Jika ditinjau dari hasil survey dan visualisasi di<br />
lapangan dan analisa, terlihat kondisi kapasitas<br />
jalan Setiabudi khususnya di bagian depan<br />
perumahan Taman Setiabudi Indah sangat padat.<br />
Kadang-kadang untuk waktu tertentu seperti jam<br />
sibuk, kemacetan sering terjadi. Hal ini<br />
menunjukan pengaruh adanya perumahan<br />
Taman Setiabudi Indah terhadap jalan setiabudi<br />
sangat besar.<br />
1. Perlunya ditambahnya pintu gerbang utama<br />
dengan mengembangkan pintu gerbang yang<br />
ada di jalan Perjuangan serta<br />
mengembangkan jalan Perjuangan tersebut,<br />
yang saat ini lebar badan jalan 8 meter<br />
diharapkan dikembangkan menjadi 12 meter<br />
dengan membebaskan tanah masyarakat<br />
sekitarnya dan biayanya dibebankan kepada<br />
pihak Developer<br />
2. Perlunya dipertimbangkan penempatan<br />
Traffic Light dengan menyesuaikan waktu<br />
pada persimpangan pintu gerbang utama<br />
untuk masuk dan keluar perumahan<br />
3. penempatan rambu lalu lintas dilarang<br />
berhenti bagi kenderaan roda empat maupun<br />
lebih di sisi jalan Setiabudi khususnya<br />
disekitar pintu gerbang perumahan akibat<br />
adanya kegiatan ekonomi.<br />
4. Diberlakukannya rambu-rambu lalu lintas<br />
khusus bagi kenderaan umum penumpang<br />
yang ingin menurunkan atau menaikkan<br />
penumpang dengan menempatkan halte di<br />
ruas jalan Setiabudi.<br />
5. Perlu dibuatnya jalan layang (fly over) untuk<br />
menuju keperumahan Taman Setia Budi<br />
Indah, baik kenderaan dari arah utara<br />
maupun selatan dengan biaya pihak<br />
Developer.<br />
Daftar Pustaka<br />
Black J.A (1984) The Land Use/Transport<br />
System, Secon Edition, Pergamenon Press,<br />
Sydney<br />
Djunaedi (2003), Perencanaan Guna<br />
Lahan/Kota dan Hubungannya Dengan<br />
Perencanaan Transportasi<br />
Oin (20<strong>02</strong>) Urban Traffic and Transport<br />
Building, Journal Lord University, Vol 12<br />
Sweden<br />
18
COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />
TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />
Bauni Hamid<br />
COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />
TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />
Bauni Hamid<br />
Department of Architecture, Faculty of Engineering<br />
University of North Sumatra, Medan<br />
Abstract. This paper discusses potential of implementing computation in planning and design process as an<br />
integrated part of an urban development program. The main issue of computation, which is explored more<br />
detailed here is about its role in facilitating communication among various participants involved within urban<br />
development setting. Possibility of involving local people is more opened especially by utilizing the power of<br />
computation in visualizing whole project through multiple representations. Digital model has been empowered<br />
by interactivity and comprehensiveness of related information in text format. All format of information should be<br />
bundled within an integrated information system, which is developed based on GIS. Sustainability as keyword<br />
for the success of this system can be achieved through integrating its operation, system development and<br />
updating mechanism with academic works through collaboration with local university.<br />
Keyword: community, computation, collaborative design, information system, GIS, urban development,<br />
sustainable<br />
1. Introduction<br />
Complicated problems around urban<br />
development issues are progressively diverging<br />
side by side with the more parties that<br />
characterize them. Certainly those issues need<br />
comprehensive and knowledge-based solution in<br />
order to balance its negative impacts. One of the<br />
most important problems that need to be<br />
anticipated is that of socialization of urban<br />
development program. This usually brings the<br />
issue about people’s resistance against program<br />
implementation. It might be understood since<br />
this party who will have direct implication of the<br />
physical development. Ironically, they almost<br />
never involved with the project implementation<br />
plan. This fact is usually happened on the project<br />
belonging to revitalization program, which<br />
means it develops on a settled neighborhood.<br />
Furthermore we could see clearly impacts of<br />
ineffective program along with its disorder<br />
operation and maintenance. Administrative<br />
mechanism and information system are some of<br />
basic problems and significant constraints in<br />
improving the situation at once. Local<br />
government seems to be lost of control in<br />
managing the urban physical development. We<br />
need a real and practical solution rather than<br />
ideal concepts, which tend to be slogan but still<br />
abstract in implementation. In anticipating this<br />
issue the idea of community computing should<br />
be considered as alternative to bridge the<br />
existing information gap.<br />
This paper discusses research findings regarding<br />
system of socialization and implementation of<br />
urban development program through the use of<br />
Information Technology (IT), as part of attempts<br />
to optimize development budget, to maintain<br />
public facilities and above all to open wider<br />
access of information to urban community as<br />
stakeholder.<br />
19
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />
2. Information Strategy for Community<br />
One significant aspect that characterizes a city is<br />
its rapid development. On the other hand local<br />
government usually failed to anticipate the<br />
dynamic of urban development. Its progressive<br />
movement is faster than what has been projected<br />
on early phases, and sometimes it has deviated<br />
from the anticipated planning. The deviation<br />
itself might be happened because of some<br />
aspects (Beauregard, 1996; Klosterman, 1996):<br />
a. The plan cannot reflect the most up to date<br />
situation, as its referred data is incomplete.<br />
Consequently government should arrange<br />
plan accurately in order to have a<br />
successful implication.<br />
b. There is usually found weaknesses in<br />
controlling the implementation of urban<br />
development program, since local<br />
government hasn’t had adequate expertise<br />
to conduct an ideal controlling process.<br />
Supplying experts is not a simple task.<br />
Local government should have<br />
collaboration with local universities to<br />
handle this aspect. Following this step an<br />
independent institution should be made to<br />
run the urban development controlling<br />
process.<br />
c. Rapid changes on the society itself should<br />
be realized as unavoidable facts.<br />
Consequently a plan should be<br />
continuously revised to anticipate the<br />
changes. In this case the rule of computer<br />
has been considered as main technological<br />
alternatives that may facilitate whole<br />
process in anticipating continuous changes.<br />
By using computer we can compile data, as it<br />
might be needed. And it can be collected from<br />
any sources including from community. People<br />
will have more opportunities to participate in<br />
data input process or even to utilize it.<br />
Computer has given more expectation to create<br />
balance between development program and<br />
dynamics of people as urban community. Urban<br />
spatial planning and design is a sustainable<br />
process generated by various involved parties,<br />
various interests and a mechanism of<br />
negotiation, which is existed as result of the<br />
process. Hence computation of planning and<br />
design has a big potential to utilize the<br />
complicated problems that has characterized an<br />
urban development issues (Gross et al., 1997).<br />
By using computer we may evaluate data and<br />
process it to be information. The information<br />
will be of use for any kind of purposes such as<br />
for local government, which needs it as basis for<br />
decision-making process. The information may<br />
be disseminated through any kind of electronic<br />
media, and specifically for digital information<br />
the Internet is very resourceful. These steps may<br />
also take any other kind of strategy such as using<br />
special column on local newspaper, which<br />
specifically publishes discussion on urban<br />
development issues. In a more sophisticated<br />
manner computer has also capability to perform<br />
simulation or prediction digitally. Changes<br />
occurred on an urban element for instance, may<br />
be tested or evaluated regarding its implication<br />
on whole urban system (Muhammadi, 2001).<br />
Apart from its abundant positive implication,<br />
further implementation of computer as means<br />
for communication and information should be<br />
criticized. This is to consider local situation in<br />
Indonesia as a developing country. Even<br />
accessibility for conventional media of<br />
communication and information is still limited<br />
within several groups of people. If it is forced to<br />
be implemented it will lead to situation where<br />
segregation between the have and the have not<br />
in the context of information accessibility<br />
implies more factual. The ideal plan for<br />
socializing urban planning and development<br />
program through the Information Technology<br />
(IT) application will take an affect in the form of<br />
polarization among the community (Castells,<br />
1999). Furthermore, after the negative tendency<br />
could be minimized, another critical question<br />
should be addressed. With various parties<br />
becoming the target of information on urban<br />
development some other questions could arise.<br />
Which information is really needed by each<br />
party And how computer can identify the<br />
variety of participants<br />
Another issue that should be anticipated early is<br />
sustainability of urban development information.<br />
Modeling of urban physical development plan<br />
should be a sustainable process either. An early<br />
model should be continuously developed and<br />
updated so that it won’t be only a static digital<br />
archive. This will be very contradictive with the<br />
character of urban development issues, which<br />
are very dynamic (Dokonal, 2001).<br />
20
COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />
TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />
Bauni Hamid<br />
3. Planning and Design Computation and<br />
Potential of Digital Visualization<br />
Visualization is one of the essential strategies in<br />
socializing planning and design phases<br />
concerning physical changes of a particular built<br />
environment. Design computation, or CAD<br />
(Computer Aided Design) in a more familiar<br />
terminology, is one of the more and more<br />
familiar tools for the implementation of<br />
visualization process. In its early stages this<br />
method is effective in bridging visual perception<br />
gap of a plan of a physical project. This is<br />
supported by the most recent development of<br />
digital modeling by CAD that enables the<br />
process to create a real simulation, and even<br />
tends to be exaggerated. In the next period,<br />
rational thinking of each person involved with<br />
urban development process or built-environment<br />
resettlement has stimulated a more critical view<br />
towards digital visualization method. This has<br />
the most effect among people who have a<br />
relatively higher education (Holmgren, 2001).<br />
Therefore it is recommended when visualization<br />
by computer will take effect in a community<br />
projects, people participation should be among<br />
the project implementation plan. By utilizing<br />
this strategy a more adaptable visual perception<br />
among the involved participants can be<br />
expected. One technical issue that should be<br />
considered is the utilization of interactive<br />
modeling that will be a more communicative<br />
alternative. An interface prototype by Hamid et<br />
al. (2001), which utilized interactive digital<br />
modeling by using VRML (Virtual Reality<br />
Modeling Language), has indicated that there<br />
has still been potential of digital visualization.<br />
The power of the digital model has been<br />
enhanced through attaching function that can<br />
enable viewers to explore model. Whole<br />
development process, from the large scale<br />
neighborhood revitalization context to the<br />
smallest one such as housing unit renovation,<br />
can be visually explored interactively through<br />
integrating 3D model produced with CAD<br />
application program with VRML model. This<br />
includes exploring revitalization process of the<br />
neighborhood interactively through digital<br />
model in a proposed integrated information<br />
system (Figure 1), customizing various<br />
alternatives of housing unit renovation through<br />
an interactive digital model developed with<br />
VRML (Figure 2), until exploring alternatives of<br />
interior arrangement of a renovated housing unit<br />
model in real time basis through VRML model<br />
(Figure 3). This method has also been equipped<br />
with function for displaying related non-visual<br />
information by attaching hyperlinks to the<br />
model. The simplest method of displaying the<br />
interface so far is by using web-based<br />
presentation format.<br />
Figure 1. The interface model of an interactive<br />
digital model in a proposed integrated<br />
information system (Hamid et al., 2001)<br />
Figure 2. An interactive digital model developed<br />
with VRML for customizing various alternatives<br />
of housing unit renovation (Hamid et al., 2001)<br />
21
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />
Figure 3. An interactive VRML model<br />
displaying a function where viewers can explore<br />
alternatives of interior arrangement of a<br />
renovated housing unit model in real time<br />
(Hamid et al., 2001)<br />
The extension of the ability of each model is<br />
very dependent on level of competency in<br />
utilizing modeling application program.<br />
Building digital model doesn’t only mean digital<br />
drafting or drawing which essentially isn’t<br />
different from works produced by draftsman<br />
manually. Competency in CAD program is very<br />
much needed in representing complicated<br />
planning and design problems (Rosenman and<br />
Gero, 1997; Murty et al., 1999). The issue will<br />
be easily understood if all actions taken in<br />
planning and design are viewed as integrated<br />
parts in a process, not just an end product that is<br />
judged by final presentation. Complexity of<br />
planning and design problems mostly occurred<br />
on early process, where compilation and<br />
integration of basic information are executed.<br />
Information regarding administrative and<br />
technical aspects will be frequently found here.<br />
It is in this point that CAD can be utilized<br />
further not only as drafting tools, but able to<br />
perform its maximum capacity as analysis tool.<br />
Urban and environmental planning issues such<br />
as ecological or economical factors that have<br />
been beyond the scope of CAD works until<br />
recently, can be involved within digital analysis<br />
of a particular physical plan (Medjdoub and<br />
Yannou, 2000; Donath et al., 20<strong>02</strong>).<br />
Complex model is a character of required model<br />
in representing complexity of urban physical<br />
problems. Integration of non-visual information<br />
within CAD model is a determinant factor to<br />
have a successful modeling project. Complexity<br />
in urban planning and development cannot only<br />
be represented by visualization through digital<br />
model of the subjected revitalized area. The<br />
dynamics of information exploration in line with<br />
changes in urban planning and development<br />
needs more than visualization in the context of<br />
computation works. It needs multiple<br />
representations (Dave and Bishop, 2000).<br />
Geographic Information System (GIS) is an<br />
example of a dynamic information system,<br />
which is based on multiple representations<br />
principles. The integration of CAD into GIS is<br />
basically a basis for building and developing an<br />
integrated urban development information<br />
system.<br />
Above all visualization should always be placed<br />
as foundation for communication aspects in<br />
representing most of urban problems. Mitchell<br />
(1995) has argued that visualization through<br />
using physical elements that has been familiar to<br />
targeted people as symbols of information in<br />
databases will be effective in the context of<br />
building sustainable information system.<br />
4. Proposed Integrated Information System<br />
4.1 A GIS-based Model<br />
In the beginning of 21st century, researches in<br />
the area of the implementation of information<br />
and communication technology for community<br />
or public interests have been developing more<br />
conducive and adaptable system with local<br />
needs. While on the early periods information<br />
system available in public computation facility<br />
has a character as one-way information, on its<br />
progress it has developed as more interactive<br />
information system. By using GIS-based<br />
program the information system could be<br />
utilized in order to enable it in identifying local<br />
people needs (Ceccato and Snickars, 2000). The<br />
collected information isn’t only that of related<br />
with spatial planning matters. Socio-economic<br />
data or SEDB (Social Economic Database) of<br />
urban population is included as databases for the<br />
integrated information system in GIS format<br />
(Nicolson, 1998). The included aspects could be<br />
summarized as following:<br />
a. Facilities and services, including:<br />
education, health, childcare, emergency<br />
service, religious facility, recreational<br />
facility, and public transportation.<br />
b. Land use, including: current land use, open<br />
space, industrial area, and commercial area.<br />
22
COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />
TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />
Bauni Hamid<br />
c. Population, including: population character,<br />
population projection<br />
d. Site and residential, including: number of<br />
dwellings, age and type of dwelling,<br />
available allocation, potential site for<br />
housing development, projection of<br />
housing needs in the future.<br />
Exploration of the development of GIS-based<br />
urban spatial and regional analysis has involved<br />
with more detailed information and having three<br />
dimensional performance representing urban<br />
elements and its implication, such as:<br />
specification of dwellings in a particular area<br />
and its related energy analysis (Holtier et al.,<br />
2000). People participation as part of attempts in<br />
increasing data quality, such as the information<br />
regarding their views and assessment of their<br />
environmental neighborhood, has been able to<br />
be accommodated through the use of Internet<br />
(Ceccato and Snickars, 2000). Therefore the idea<br />
of involving local people in the practice of<br />
making planning and implementing urban<br />
development program that is facilitated by IT is<br />
not merely theoretical anymore. The use of<br />
Internet, or strategy in supplying the IT’s ware<br />
that is affordable to people, or at least group of<br />
people, is one of some significant aspects to be<br />
explored further in implementing community<br />
participation. This should be following up in<br />
order to have a reliable representative and<br />
communal data.<br />
Urban development planning and design, which<br />
is essentially a sequence of decision-making<br />
process, has been made more accommodative by<br />
GIS program. The large number of people<br />
involved in an urban development project that<br />
brings various interests and needs of information<br />
has placed GIS as important tool for decisionmaking<br />
– Design Decision Support (Batara et<br />
al., 20<strong>02</strong>). On this area, potential of GIS in<br />
exploring the tasks will be much more maximal<br />
by integrating it with CAD. This is to be done<br />
for enhancing its capability to perform multiple<br />
representations. The integration should also go<br />
beyond CAD by including the most recent<br />
communication medias, such as: the Internet,<br />
multimedia applications, etc.<br />
4.2 Principles of Community-based<br />
Integrated Information System<br />
The development of GIS has indicated a<br />
phenomenon of its separation with the<br />
development of spatial planning issues and the<br />
development of the IT as well. Ironically the<br />
GIS itself is essentially originated and developed<br />
by the supports of dynamics of both issues. In<br />
this case, concept of integration as a whole<br />
system should be carefully examined in line with<br />
the development of GIS as planning process aid<br />
tool. The complexity of issues in planning<br />
process needs a particular spatial analysis<br />
system that can include all related aspects.<br />
During last two years researches on GIS-based<br />
topics have been actively executed as<br />
anticipation of more and more complicated<br />
planning problems. System such as Planning<br />
Support System (PSS) has been identified as a<br />
model of more flexible and comprehensive GISbased<br />
spatial analysis. It may facilitates wide<br />
range of spatial analysis from a small scale<br />
dynamic planning analysis, such as housing<br />
planning case (Donath and González, 2001) to a<br />
much more complicated issues such as the<br />
dynamics of urban planning itself, which<br />
requires a more adaptable and powerful IT tools<br />
(Geertman, 20<strong>02</strong>).<br />
The development of multimedia in computation<br />
has given contribution to GIS to extend its<br />
capability to be an integrated information<br />
system. In this case, communication problems,<br />
which is usually happened among people<br />
because of the IT’s unfriendly interfaces, can be<br />
reduced since visual aspects of GIS may be<br />
displayed in a more familiar format of<br />
visualization. Images, animated movement,<br />
sound effects, supported by its capability to be<br />
linked with digital information sources either<br />
textually or graphically has enabled an<br />
integrated information system to be easily<br />
accessible It might be customized according<br />
people’s information needs and people’s<br />
background as well. This model of hypermedia<br />
communication model has been successfully<br />
utilized through the World Wide Web (WWW)<br />
to facilitate collaboration in urban planning<br />
process among a number of participants<br />
including local people, who were previously put<br />
aside (Shiffer, 1995b; Maher et al., 1997; Dave<br />
and Bishop, 2000; Geertman et al., 20<strong>02</strong>).<br />
23
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />
The implementation of hypermedia in<br />
collaborative urban planning and design should<br />
examine some factors that may influence quality<br />
of collaborative process and its resulted product.<br />
Shiffer (1995a) has explained there are at least<br />
three significant factors: information<br />
organization system covering documents that<br />
form databases, analysis tools and computation<br />
tools; facilities for accommodating and<br />
integrating multimedia aspects, such as: digital<br />
map, graphic aspects, audio and/or video<br />
aspects; and representation methods to enable<br />
maximum exploration of descriptive capability<br />
of each communication mode.<br />
On a further research by Li and Yeh (2000), this<br />
multiple representation aspects have been<br />
developed through integration of what is called<br />
as Cellular Automata (CA) with GIS. Principally<br />
this method has opened the opportunity for<br />
integrating data not evolved through GIS<br />
program in order to hove extended flexibility in<br />
data formatting. Another important aspect is<br />
sustainability, which leads to an issue of how to<br />
integrate data updating methods with the system.<br />
While in the context of a developing country this<br />
application method is still long to be<br />
implemented widely, at least it offers an<br />
alternative to think research further about<br />
sustainability method of the integrated<br />
information system in local context.<br />
5. The Urgency of Community Information<br />
Center<br />
An urban information system will be useless<br />
without easy accessibility, particularly to bridge<br />
the information gap among the community.<br />
Therefore the system needs a method of<br />
accessing the information that can support a fair<br />
dissemination among the local people. An idea<br />
of developing local information center for local<br />
people who were always put aside in urban<br />
development socialization should be considered<br />
intensively in a framework of implementing fair<br />
dissemination of information.<br />
As a model, local information center has had<br />
progressive attention in the end of the 1990’s.<br />
Essentially this facility isn’t far different from<br />
Internet café or Information Technology kiosks<br />
that have been familiar enough in most of<br />
Indonesian big cities. We will agree with this<br />
view if we look at their available devices or<br />
tools and their function as a collective<br />
information access provider. But for a more<br />
strategic function as information provider or<br />
supplier, they aren’t function well or even<br />
nothing yet at all. In developed country itself,<br />
for instance in the United States, where level of<br />
information accessibility through Internet from<br />
each household is relatively higher than any<br />
other country in the world, it still needs a system<br />
of collective information access which is known<br />
as community computing program (Beamish,<br />
1999). This program has accelerated<br />
dissemination of public information especially to<br />
low-income groups. In general, information<br />
system within public computing facility displays<br />
public information with local content, which is<br />
very urgent to be addressed to whole city<br />
inhabitants. In line with that function<br />
visualization in the information system use<br />
urban element symbols that have been familiar<br />
to local people as one of its power as digital<br />
communication media (Shaw and Shaw, 1999).<br />
In a context of developing country, such as in<br />
Indonesia, computer wares are still considered<br />
expensive. It will be more contradictory if<br />
targeted functions of this machine are those of<br />
urban marginal people who clearly never<br />
thought the urgency of having it. Developing<br />
local information center for people needs critical<br />
thought in order to be able to manage wisely<br />
whole existing potential within people<br />
themselves or supports from concerned<br />
participants. The involvement of private sectors<br />
in giving contribution to provide adequate needs<br />
of computing facility should be considered as<br />
one potential resources. The strategy has been<br />
proved effective in solving the problems, in<br />
several cases within local communities in<br />
American metropolitans (Terry, 1999), and<br />
should be a precedence to be implemented in<br />
Indonesia. There are quite a number of largescale<br />
national and multinational companies that<br />
use computer in large quantity and periodically<br />
upgrade those equipments. This is a very<br />
prospective opportunity that should be followed<br />
up in order to create a mechanism of developing<br />
community information centers.<br />
Another strategic issue that should be carefully<br />
considered in the framework of developing<br />
community information center is sustainability.<br />
Including within this aspect is data updating<br />
mechanism through information system. In<br />
24
COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />
TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />
Bauni Hamid<br />
urban development information system, the<br />
centers are projected to be data input nodes.<br />
Strategic managerial aspects are critical enough<br />
in operating such facility as these information<br />
centers, which are generally non-profit oriented.<br />
In their research on architectural education,<br />
Ozersay and Szalapaj (1999) have concluded<br />
that there is a room for academics involvement<br />
in managing the problems. It should be<br />
reminded to those academics that they have to<br />
make community works as part of their<br />
responsibility. All higher education institution in<br />
the world should have this kind of program to be<br />
considered an ideal university. A small case has<br />
been implemented in a local context in the city<br />
of Medan. An alternative of urban revitalization<br />
program has been utilized digitally through<br />
involvement of students (Hamid et al., 2001). A<br />
prototype of a system that may sustain the<br />
program by keeping updated the resulted model<br />
is currently under progress (Figure 4). This is<br />
underutilized by integrating all works with<br />
course works of computation courses conducted<br />
at Department of Architecture University of<br />
North Sumatra (Hamid, 20<strong>02</strong>).<br />
DATA<br />
Academic<br />
works<br />
instruction<br />
Academic<br />
Institution<br />
Digital<br />
works<br />
product<br />
Input and Feedback<br />
M h i<br />
Government<br />
CIC = Community Information<br />
Center<br />
UDIC = Urban Development<br />
Information Center<br />
Figure 4. A model of updating and maintenance<br />
mechanism in a proposed sustainable integrated<br />
information system (Hamid, 20<strong>02</strong>)<br />
6. Conclusion<br />
A model of computation in urban planning and<br />
design can be implemented through integrated<br />
information system, in which GIS has a role as<br />
basis for databases development. Equal<br />
accessibility of the available information on the<br />
system among whole participants in the<br />
implementation of urban development program<br />
is a significant factor to have a successful model.<br />
Local people should be given the most attention<br />
in designing the access system. Community<br />
information center can be considered as an ideal<br />
model to facilitate the accessibility of this group.<br />
Sustainability of this program including<br />
updating information and developing digital<br />
model databases can be executed by integrating<br />
the program with academic program within<br />
participating university which have related<br />
academic program, for instance: architecture or<br />
urban planning.<br />
Acknowledgement<br />
The author would like to mention following<br />
names for giving contribution in enriching<br />
substantial ideas of this paper: Ir. Tavip K.<br />
Mustafa for his input on the implementation and<br />
significant role of dynamics system in<br />
facilitating urban spatial development program;<br />
Devin Defriza, ST who has developed a<br />
prototype of integrated information system in<br />
which discussion about information system in<br />
this paper referred to<br />
References<br />
Batara, A., Dave, B. and Bishop, I. (20<strong>02</strong>)<br />
Design Decision Support through<br />
Translation between Multiple<br />
Representations of Spatial Data, in<br />
Proceedings of DDSS20<strong>02</strong> – 6 th<br />
International Conference on Design and<br />
Decision Support Systems in<br />
Architecture and Urban Planning, The<br />
Netherlands, Ellecom.<br />
Beamish, A. (1999) Approaches to Community<br />
Computing: Bringing Technology to<br />
Low-Income Groups, in Donald A.<br />
Schön, Bish Sanyal, and William J.<br />
Mitchell (ed.), High Technology and<br />
Low-Income Groups, Cambridge, MIT<br />
Press, pp. 349-368.<br />
25
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 19-27<br />
Beauregard, R.A. (1996) Between Modernity<br />
and Postmodernity: The Ambiguous<br />
Position of U.S. Planning, in S.<br />
Campbell and S.S. Fainstein (ed.)<br />
Readings in Planning Theory, Oxford,<br />
Blackwell Publishers Ltd., pp. 213-233.<br />
Castells, M. (1999) The Informational City is a<br />
Dual City: Can it be Reversed, in<br />
Donald A. Schön, Bish Sanyal, and<br />
William J. Mitchell (ed.), High<br />
Technology and Low-Income Groups,<br />
Cambridge, MIT Press, pp. 25-41.<br />
Ceccato, V.A. and Snickars F. (2000) Adapting<br />
GIS Technology to the Needs of Local<br />
Planning, in Environment and Planning<br />
B: Planning and Design, vol. 27, no. 6,<br />
pp. 923-937.<br />
Dave, B and Bishop, I.D. (2000) Multiple<br />
Representations for Diverse<br />
Perspectives: Collaboration in Urban<br />
Design, in Proceedings of SDH2000 –<br />
9 th International Symposium on Spatial<br />
Data Handling, Beijing, August 10-12,<br />
2000.<br />
Dokonal, W. (2001) A Working Session on 3-D<br />
City Modeling, in Proceeding of the 19 th<br />
Conference on Education in Computer<br />
Aided Architectural Design in Europe,<br />
Helsinki, August 29-31, 2001, pp. 417-<br />
422.<br />
Donath, D. and González, L.F. (2001)<br />
Integrated Planning Support System for<br />
Low-Income Housing, in Dumont, G.G.<br />
(ed.), in SIGRADI 2001, Sociedad<br />
Iberoamericana de Gráfica Digital, Fifth<br />
International Conference on Digital<br />
Media in Design, Ediciones Universidas<br />
del Bio-Bio, 2001, pp. 113-116.<br />
Donath, D., Lömker, T.M. and Richter, K.,<br />
(20<strong>02</strong>) Plausibility in the Planning<br />
Process – Reason and Confidence in the<br />
Computer-Aided Design and Planning<br />
of Buildings, in Proceedings of<br />
ACADIA 20<strong>02</strong> Conference, Los<br />
Angeles, USA, October 20<strong>02</strong>.<br />
Geertman, S. (20<strong>02</strong>) Participatory Planning and<br />
GIS: a PSS to Bridge the Gap, in<br />
Environment and Planning B: Planning<br />
and Design, vol. 29, no. 1, pp. 21-35.<br />
Gross, M., Parker, L. and Elliot, A. (1997)<br />
MUD: Exploring Trade-Offs in Urban<br />
Design, in R. Junge (ed.), CAAD<br />
Futures 1997, Netherlands, Kluwer<br />
Academic Publishers, pp. 373-387.<br />
Hamid, B. et al. (2001) Sistem Informasi<br />
Terpadu Proyek Revitalisasi Kawasan<br />
Kota, Laporan Akhir Program Semi-<br />
QUE III Fakultas Teknik USU, Proyek<br />
Peningkatan Manajemen Pendidikan<br />
Tinggi (P2MPT), Ditjen Dikti,<br />
Depdiknas.<br />
Hamid, B. (20<strong>02</strong>) The Role of Academia in<br />
Promoting and Sustaining<br />
Implementation of Information<br />
Technology in Urban Spatial Design<br />
and Management, in Proceeding of the<br />
3 rd International Seminar on Sustainable<br />
Environmental Architecture, 9-10 Maret<br />
20<strong>02</strong>, Yogyakarta, Indonesia.<br />
Holmgren, S., Rüdiger, B. and Tournay, B.<br />
(2001) The 3D-City Model – A New<br />
Space, in Proceeding of the 19 th<br />
Conference on Education in Computer<br />
Aided Architectural Design in Europe,<br />
Helsinki, August 29-31, 2001, pp. 430-<br />
435.<br />
Holtier, S., Steadman, J.P. and Smith, M.G.<br />
(2000) Three-Dimensional<br />
Representation of Urban Built Form in a<br />
GIS, in Environment and Planning B:<br />
Planning and Design, vol. 27, no. 1, pp.<br />
51-72.<br />
Li, X. and Yeh, A. G. (2000) Modelling<br />
SustainableUrban Development by the<br />
Integration of Constrained Cellular<br />
Automata and GIS, in International<br />
Journal of Geographical Information<br />
Science, vol. 14, no. 2, pp. 131-152.<br />
Maher, M.L., .Cicognani, A. and Simoff, S.<br />
(1997) An Experimental Study of<br />
Computer Mediated Collaborative<br />
Design, in International Journal of<br />
Design Computing, vol. 1.<br />
Medjdoub, B. and Yannou, B. (2000) Separating<br />
Topology and Geometry in Space<br />
Planning, in Computer-Aided Design,<br />
vol. 32, no. 1, pp. 39-61.<br />
Mitchell, W.J. (1995) City of Bits, Cambridge,<br />
The MIT Press.<br />
26
COMMUNITY-BASED PLANNING AND DESIGN COMPUTATION:<br />
TOWARDS SUSTAINABLE URBAN SPATIAL DEVELOPMENT<br />
Bauni Hamid<br />
Muhammadi dkk (2001) Analisis Sistem<br />
Dinamis, Lingkungan Hidup, Sosial,<br />
Ekonomi, Manajemen, Jakarta, UMJ<br />
Press.<br />
Murty, P., Chase, S. and Nappa, J. (1999)<br />
Evaluating the Complexity of CAD<br />
Models in Education and Practice, in<br />
CAADRIA 1999’ Proceedings of The<br />
Fourth Conference on Computer Aided<br />
Architectural Design Research in Asia,<br />
Shanghai, 5-7 May 1999.<br />
Nicolson, K. (1998) Planning for People:<br />
Integrating Social GIS Data in Urban<br />
Planning, in GIS Asia Pacific,<br />
August/September, 1998, pp. 20-24.<br />
Ozersay, F. and Szalapaj, P. (1999), Theorising<br />
a Sustainable Computer Aided<br />
Architectural Education Model, in<br />
Proceeding of the 17 th Conference on<br />
Education in Computer Aided<br />
Architectural Design in Europe:<br />
Architectural Computing: From Turing<br />
to 2000, CAAD Research Unit,<br />
University of Liverpool, September 15-<br />
17, 1999.<br />
Rosenman, M.A. and Gero, J.S. (1997)<br />
Collaborative CAD Modelling in<br />
Multidisciplinary Design Domains, in<br />
M.L. Maher, J.S. Gero and F. Sudweeks,<br />
Formal Aspects of Collaborative CAD,<br />
Key Centre of Design Computing,<br />
University of Sydney, Sydney,<br />
Australia, pp.387-404.<br />
Shaw, A. and Shaw, M. (1999) Social<br />
Empowerment through Community<br />
Networks, in Donald A. Schön, Bish<br />
Sanyal, and William J. Mitchell (ed.),<br />
High Technology and Low-Income<br />
Groups, Cambridge, MIT Press, pp.<br />
315-335.<br />
Shiffer, M.J. (1995a) Environmental Review<br />
with Hypermedia Systems, in<br />
Environment and Planning B: Planning<br />
and Design, vol. 22, 1995a, pp. 359-<br />
372.<br />
Shiffer, M.J. (1995b) Interactive Multimedia<br />
Planning Support: Moving from Stand-<br />
Alone Systems to the World Wide Web,<br />
in Environment and Planning: Planning<br />
and Design, vol. 22, pp. 649-664.<br />
Terry, S. (1999) Across the Great Divide, in Fast<br />
Company, July/August 1999, pp. 192-<br />
212.<br />
27
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />
PERBAIKAN FISIK BANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />
KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />
STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />
Immanuel Hutabarat, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi<br />
Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />
Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />
Abstrak. Pada penelitian ini ingin dikaji aspek hubungan tingkat kesejahteraan terhadap kualitas<br />
perumahan di perumnas mandala. Menurut Turner merujuk pada teori Abrahai Maslow bahwa kebutuhan<br />
manusia akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dimana perumahan merupakan<br />
suatu kebutuhan dasar setelah sandang dan pangan juga akan mengalami peningkatan kualitas yang<br />
dilakukan pemilik sebagai indikatornya adalah pendapatan.<br />
Metodologi yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian dilapangan dengan objek studi pemilik<br />
rumah yan dipilih secara acak (cluster sample). Besarnya sampel adalah 99 responden yan iibagi<br />
menurut tipe rumah. Sebagai analisis data guna menjawab permasalaha digunakan pendekatan secara<br />
deskriftif dan kuantitatif. Pada analisis kuantitatif dipakai pendekatan statistik dengan menggunakan<br />
rumus Chi Kwadrat.<br />
Hasil yan liperoleh dari penelitian bahwa tingkat pendapatan responden sebagian besar antara Rp.<br />
750.000,- sampai Rp. 1.500.000,- (sebanyak 35%), tingkat pendidikan adala SLTA (sebanyak 47%).<br />
Ternyata perumahan perumnas mandala medan telah banya mengalami perubahan, perubahan ruang<br />
yang terbanyak dilakukan ruang tidur sebesar 33%), komponen lantai dirubah oleh sebagian besar<br />
responden yaitu 58%. Pada analisis Chi Kwadrat terdapat hubungan tingkat pendapatan terhadap<br />
perubahan komponen lantai, dinding, atap, dapur dan wc kemudian tingkat pendidikan juga mempunyai<br />
hubungan terhadap perubahan komponen lantai, dinding, wc, dan dapur. Dari sini dapat disimpulkan<br />
bahwa terdapat hubungan tingkat kesejahteraan terhadap perumahan di perumnas mandala dengan<br />
indikator pendapatan dan pendidikan.<br />
Katakunci: perubahan fisik bangunan, latar belakang sosio ekonomi<br />
1. Latar Belakang<br />
Seiring dengan pertambahan jumlah<br />
penduduk Indonesia, maka tingkat kebutuhan<br />
manusia juga semakin meningkat,<br />
perkembangan jumlah penduduk perkotaaan<br />
mengalami peningkatan yang cukup tinggi,<br />
pada tahun 1980-1990 laju pertumbuhan<br />
sekitar 5,4 % pertahun, padahal angka<br />
pertumbuhan penduduk di Indonesia secara<br />
nasional yang hanya sekitar 2% pertahun.<br />
Perkembangan penduduk diperkotaan tersebut<br />
disebabkan oleh urbanisasi. Urbanisasi terjadi<br />
akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan<br />
yang memadai di pedesaan. Demikian juga<br />
perkotaan tidak cukup tersedia lapangan<br />
pekerjaan bagi pendatang baru yang jumlahnya<br />
cukup besar. Dengan kata lain faktor<br />
pendorong (push faktor) daerah pedesaan jauh<br />
lebih besar dari pada faktor penarik (pull<br />
faktor) daerah perkotaan (Bintaro, 1984).<br />
28
PERBAIKAN FISIK PEMBANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />
KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />
STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />
Immanuel Hutabarat<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Agus Suriadi<br />
Dari gambaran diatas memperlihatkan bahwa<br />
dengan adanya pertumbuhan jumlah<br />
penduduk, akan berakibat pada peningkatan<br />
kebutuhan rumah tinggal. Oleh sebab itu<br />
pengadaan unit rumah tinggal minimal berada<br />
pada posisi sejajar dengan tingkat<br />
pertumbuhan penduduk, dengan asumsi<br />
bahwa jumlah unit rumah tinggal pada titik<br />
acuan awal telah memenuhi kebutuhan.<br />
Namun ada kenyataannya pemenuhan rumah<br />
tinggal masih belum memadai. Sementara itu<br />
tuntutan pengadaan unit rumah tinggal semakin<br />
meningkat secara eksponensial.<br />
Mengingat kondisi tersebut, maka masalah<br />
perumahan dan pemukiman mendapatkan<br />
perhatian yang besar, baik oleh pemerintah,<br />
swasta maupun masyarakat. Hal tersebut<br />
wajar, karena rumah tinggal merupakan<br />
salah satu kebutuhan dasar manusia, selain<br />
sandang dan pangan. Bahkan rumah tinggal<br />
mempunyai peran yang sangat strategis dalam<br />
bentuk watak serta kepribadian bangsa, hal<br />
tersebut mengakibatkan penataan rumah tinggal<br />
sangat penting bagi kelangsungan dan<br />
peningkatan kehidupan dan penghidupan<br />
manusia. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia<br />
berusaha mencukupi kebutuhan serta<br />
meningkatkan mutu perumahan dan<br />
pemukiman.<br />
Tonggak kebijakan dalam bidang perumahan<br />
di Indonesia berawal dari Konferensi<br />
Perumahan Sehat yang diadakan tahun 1950<br />
serta Lokakarya Perumahan Nsional I<br />
(Pertama) pada tahun 1972. Norma dan<br />
kriteria yang direkomendasikan dari<br />
konferensi tahun 1950 tersebut adalah:<br />
pertama luas minimum untuk dua ruang tidur<br />
adalah 36 m 2 dan minimum luas bangunan<br />
tambahan adalah 17,50 m 2 , serta kedua<br />
minimum tinggi plafon bangunan 2,75 m dan<br />
minimum bukaan adalah 10 dari luas lantai.<br />
Sedangkan Lokakarya tahun 1972<br />
merekomendasikan berdirinya Perumnas<br />
(Yudohusodo, 1991). Sejak Pelita II, tahun<br />
1974, Pemerntah mengembangkan beberapa<br />
program guna menangani permasalahan<br />
perumahan rakyat, antara lain: (1) pengadaan<br />
perumahan sederhana, (2) Pemugaran<br />
perumahan desa, (3) Perbaikan kampung, (4)<br />
penataan bangunan, (5) peremajaan<br />
pemukiman kota, (6) penunjang program<br />
perumahan rakyat.<br />
Usaha yang dilakukan oleh Pemerintah dalam<br />
memenuhi kebutuhan perumahan yang sehat dan<br />
teratur dipenuhi melalui PERUM PERUMNAS,<br />
yang dimulai sejak PELITA II. Sejalan dengan<br />
itu perusahaan swasta juga turut serta<br />
mengambil peranan. Pembangunan perumahan<br />
oleh Perumnas dan para developer swasta yang<br />
diperuntukkan bagi golongan masyarakat<br />
berpenghasilan rendah dan bagi yang<br />
berpenghasilan sedang dapat dibiayai dengan<br />
kredit pemilikan rumah dari BTN. Sedang bagi<br />
golongan masyarakat yang berpenghasilan<br />
menengah melalui kredit dari lembaga keuangan<br />
non bank yaitu PT. PAPAN SEJAHTERA. Dari<br />
tahun 1978 sampai dengan 2004, Perum<br />
Perumnas telah berhasil membangun 1.587.161<br />
unit rumah yang tersebar di 120 kota di<br />
Indonesia. Rumah yang telah dibangun terdiri<br />
dari 56,7 persen rumah inti; 41,3 persen rumah<br />
sederhana dan selebihnya rumah susun.<br />
Realisasi pembangunan perumahan melalui<br />
Perumnas dari tahun ke tahun tampak<br />
berfluktuasi, karena banyak faktor yang<br />
mempengaruhinya. Paula tahun 1992 berhasil<br />
dibangun sebanyak 14.717 unit rumah, dan pasta<br />
tahun 1993 realisasinya mencapai 17.346 unit.<br />
Sedangkan sampai dengan triwulan II tahun<br />
2004 telah dicapai sebanyak 533.993 unit<br />
rumah. di kota Medan dan sekitarnya<br />
dikembangkan pada beberapa lokasi, yaitu:<br />
Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Mandala<br />
Medan Kecamatan Kenangan, Simalingkar<br />
Kecamatan Medan Tuntungan dan Martubung<br />
Kecamatan Medan Deli.<br />
Setelah beberapa tahun ditempati oleh<br />
penghuni, banyak rumah-rumah sederhana<br />
yang telah dibangun oleh Perumnas<br />
mengalami perubahan dari rumah inti<br />
mengalami perubahan penambahan ruang<br />
baik secara horizontal maupun vertikal,<br />
bukan hanya penambahan ruang melainkan<br />
juga tingkat kualitas rumah yang semakin baik<br />
dari runah inti yang dibangun oleh Perumnas.<br />
Perubahan yang dilakukan oleh penghuni<br />
terhadap rumah sederhana ini disebabkan<br />
adanya perkembangan kebutuhan dan<br />
meningkatnya kesejahteraan penghuni.<br />
29
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />
Perubahan-perubahan yang dilakukan<br />
penghuni rumah sederhana ini sangat<br />
bermacam-macam tergantung dari tingkat<br />
kesejahteraan dan skala prioritas dalam<br />
memenuhi kebutuhannya kondist ini sangat<br />
sesuai dengan teori kebutuhan oleh Abraham<br />
Maslow bahwa semakin menigkat<br />
kesejahteraan seseorang maka akan meningkat<br />
pula kebutuhannya.<br />
Berangkat dari fenomena diatas , maka penulis<br />
merasa perlu meneliti dengan berpatokan<br />
bahwa perumahan merupakan suatu<br />
kebutuhan dasar manusia, sehingga<br />
pembangunan perumahan oleh pengembang<br />
dapat terukur sesuai dengan tingkat<br />
kesejahteraan dan kebutuhan penghuni.<br />
Dari uraian-uraian tersebut diatas maka<br />
penulis ingin meneliti apakah ada hubungan<br />
tingkat kesejahteraan terhadap kualitas rumah<br />
penduduk.<br />
2. Perumusan Masalah<br />
Melihat latar belakang tersebut diatas, maka<br />
yang menjadi rumusan masalah dalam<br />
penelitian ini adalah adakah hubungan tingkat<br />
kesejahteraan terhadap kualitas perumahan.<br />
3. Tujuan Penelitan<br />
Dengan mengambil kasus kawasan<br />
perumahan Mandala tujuan dari penelitian<br />
ini adalah:<br />
1. Untuk mengkaji dan mengetahui<br />
hubungan tingkat kesejahteraan<br />
penghuni terhadap kualitas perumahan.<br />
2. Untuk mengetahui skala prioritas<br />
penghuni dalam merubah rumah tinggal<br />
setelah kesejahteraan meningkat.<br />
4. Tinjauan Pustaka<br />
Menurut Maslow, kebutuhan yang ada ditingkat<br />
dasar pemuasannya lebih mendesak daripada<br />
kebutuhan yang ada diatasnya. Misalnya,<br />
kebutuhan akan makanan (fisiologis lebih<br />
mendesak untuk dipuaskan daripada kebutuhan<br />
akan rasa aman ini lebih mendesak dari pada<br />
kebutuhan yang lebih tinggi. Dalam menentukan<br />
prioritas tentang rumah, seseorang atau sebuah<br />
keluarga yang berpendapatan sangat rendah<br />
cenderung meletakkan prioritas utama pada<br />
lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat<br />
yang dapat memberikan kesempatan kerja.<br />
Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang<br />
kebutuhan sehari-hari,sulit bagi mereka untuk<br />
dapat mempertahankan hidupnya. Status<br />
pemilikan rumah dan lahan menempati prioritas<br />
kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas<br />
rumah prioritas yang ketiga. Yang terpenting<br />
pada tahap ini adalah tersedianya rumah untuk<br />
berlindung dan istirahat dalam upaya<br />
mempertahankan hidupnya.<br />
Selanjutnya seiring dengan meningkatnya<br />
pendapatan, prioritas kebutuhan perumahannya<br />
akan berubah pula. Status pemilikan rumah<br />
maupun lahan menjadi prioritas utama. Karena<br />
orang atau keluarga tersebut ingin mendapatkan<br />
kejelasan status kepemilikan rumahnya. Dengan<br />
demikian mereka yakin bahwa tidak akan<br />
digusur, sehingga mereka dapat bekerja dengan<br />
tenang untuk menaikkan pendapatannya.<br />
Tanpa jaminan adanya kejelasan tentang status<br />
pemilikan rumah dan lahannya,seseorang atau<br />
sebuah keluarga akan selalu tidak merasa aman<br />
sehingga mengurangi minat mereka untuk<br />
memperluas, memelihara atau meningkatkan<br />
kualitas rumahnya dengan baik. Prioritas<br />
kedekatan lokasi dengan fasilitas pekerjaan<br />
untuk buruh-buruh kasar menjadi prioritas<br />
kedua, karena kesempatan kerja bukan lagi<br />
masalah yang sangat mendesak. Sedangkan<br />
bentuk maupun kualitas rumah masih tetap<br />
menempati prioritas ketiga (Turner; 1972; 167-<br />
169). Teori tersebut diatas dapat dijadikan dasar<br />
bagi landasan teori penelitian di perumnas<br />
mandala,dimana keadaan ekonomi akan terus<br />
meningkat begitu pula setelah ekonomi<br />
meningkat maka setelah status rumah milik<br />
sendiri maka kualitas rumah akan lebih baik.<br />
Teori Turner ini menyarankan pembangunan<br />
yang dilakukan pemerintah yakni melalui Perum<br />
Perumnas hares memperhatikan standar<br />
bangunan mengingat kebutuhan penghuni akan<br />
tents meningkat seiring dengan kesejahteraannya<br />
yang akan meningkat. Penentuan standar fisik<br />
yang baku tanpa memperhatikan tingkat<br />
kesejahteraan penghuni akan menghadapi<br />
masalah.<br />
30
PERBAIKAN FISIK PEMBANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />
KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />
STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />
Immanuel Hutabarat<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Agus Suriadi<br />
Pada tahun 1971 di Manila disajikan melalul<br />
Pre-Conference Working Party (PCWP) dart<br />
Intemasional Conference of Social Welfare<br />
(ICSW) ke XV dimana tentang kesejahteraan<br />
disini dirumuskan kebutuhan terhadap aspek<br />
kehidupan manusia yang berhubungan dengan<br />
pendapatan, keamanan, kesehatan, perumahan,<br />
pendidikan, rekreasi, tradisi kebudayaan, dan<br />
sebagainya. Sehingga peneertian istilah<br />
kesejahteraan balk internasional dan nasional<br />
dapat terjawab.<br />
5. Metodologi Penelitian<br />
5.1 Lokasi Penelitian<br />
Penelitian ini mengarnbil lokasi di Perumahan<br />
Perumnas Mandala, Kelurahan Kenangan,<br />
Kecamatan Medan Denai, Kabupaten Deli<br />
Serdang.<br />
5.2 Populasi dan Sampel<br />
opulasi dan sampel dalam penelitian ini adalah<br />
Rumah yang terdapat di Perumnas Mandala<br />
Medan dimiliki oleh satu rumah tangga,oleh<br />
sebab itu responden yang dipergunakan adalah<br />
kepala rumah tangga,hal ini disebabkan karena<br />
kepala rumah tangga orang yang lebih dominan<br />
dalam pengambilan keputusan dalam hal<br />
rehabilitasi ataupun penambahan bangunan<br />
rumah dalatn suatu keluarga jumlah sampel<br />
dibulatkan menjadi 99 rumah tangga atau kepala<br />
keluarga.<br />
5.3 Teknik dan Pengambilan Data<br />
Penelitian Lapangan (Field Research).<br />
5.4 Teknik Analisa data<br />
Analisa data merupakan pemecahan terhadap<br />
data yang diperoleh dart lokasi penelitian dan<br />
kemudian dibagi-bagi sesuai dengan golongan<br />
yang sudah ditentukan dan selanjutnya<br />
dimasukkan dalam daftar tabel. Dalam<br />
penelitian ini analisa data dilakukan secara<br />
deskriftif dan kuantitatif untuk menjelaskan<br />
hubtmgan antara variabel-variabel yang diteliti.<br />
Untuk menguji hipotesa dan menggambarkan<br />
hubungan antara variabel digunakan rumus chi<br />
kwadrat yaitu: "Suatu teknik statistik yang<br />
memungkinkan penyelidik menilal probabilitas<br />
memperoleh perbedaan frekwensi yang nyata<br />
(yang diobservasi) dengan frekwensi yang<br />
diharapkan dalam kategori-kategori tertentu<br />
sebagai akibat dart kesalahan sampling".<br />
Adapun rumus bangun umum untuk chi kwadrat<br />
adalah sebagai berikut:<br />
Keterangan rumus:<br />
X 2 = chi kwadrat<br />
F o = frekwensi yang diperoleh dari (diobservasi<br />
dalam) sampel.<br />
F h = frekwensi yang diharapkan dalam sampel<br />
pencerminan dari frekwensi yang diharapkan<br />
dalam populasi.<br />
6. Hasil dan Analisis<br />
Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />
Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />
Merehab Lantai Rumah. Lantai berfungsi<br />
sebagai penutup ruangan bagian bawah,<br />
bangunan yang berfungsi sebagai<br />
isolator/pelindung terhadap panas dan dingin<br />
luar, juga lantai berfungsi untuk memikul beban<br />
mati, seperti perabot, dan beban hidup seperti<br />
manusia. Oleh sebab itu lantai harus kuat. Lantai<br />
dirumah-rumah sederhana di Perumnas Mandala<br />
Medan terbuat dart PC maupun dart tegel abuabudari<br />
semen cor. Hasil penelitian<br />
mernperlihatkan bahwa bahwa sampel yang<br />
mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp.<br />
500.000,- yang merehab total lantai rumah<br />
berjumlah 5 responden, sedangkan pendapatan<br />
besar dari Rp. 2.000.000,- yang merehab total<br />
lantai rumahnya berjumlah 9 responden.Yang<br />
terbanyak merehab total lantai adalah yang<br />
berpendapatan Rp.750.000; sampai<br />
Rp.1.500.000,- sebanyak 20 responden dan<br />
Rp.1500.000,- sampai Rp.2.000.000,- sebanyak<br />
19 responden. Hipotesis :<br />
Ho = tidak ada hubungan antara tingkat<br />
pendapatan terhadap merehab lantai rumah di<br />
perumnas mandala.<br />
Ha = terdapat hubungan antara tingkat<br />
pendapatan terhadap merehab lantai rumah di<br />
perumnas mandala.<br />
Dasar pengambilan keputusan. Berdasarkan Chi-<br />
Square hitting yang terdapat pada Tabel 3.2<br />
Lampiran.<br />
• Jika Chi-Square Hitting < Chi-Square Tabel<br />
Maka Ho diterima<br />
31
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />
• Jika Chi-Square Hitting > Chi-Square Tabel<br />
Maka Ho ditolak<br />
• Chi-Square Hitting = 23.512<br />
• Chi-Square Tabel Taraf kepercayaan 95%<br />
derajat bebas = (pendapatan - I x Rehab<br />
lantai - 1) = (5-1 x 3-1) =8 - Chi-Square<br />
Tabel (0,05;8) =15.507 Keputusan<br />
• Oleh karena Chi-Square Hitting > Chi-<br />
Square Tabel Maka Ho ditolak Berdasarkan<br />
probabilitasnya<br />
• Jika probabilitas (Asymp Sig) > 0.05 maka<br />
Ho diterirna<br />
• Jika probabilitas (Asymp Sig) < 0.05 maka<br />
Ho ditolak keputusan<br />
Oleh karena probabilitasnya (Asymp Sig) 0.<strong>02</strong>4<br />
< 0.05 maka Ho ditolak dengan kata lain bahwa<br />
artinya terdapat hubungan Tingkat Pendapatan<br />
terhadap Merehab Lantai Rumah di perumnas<br />
mandala.<br />
Dan tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />
Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />
Merehab Binding Rumah. Dinding bangunan<br />
mengemban beberapa fungsi, yaitu : memikul<br />
beban atasnya, penutup atau pembatas ruang<br />
dalam, serta menghadapi alam luar Radiasi sinar<br />
matahari. Seperti yang telah diuraikan dalam<br />
tabel 5.1 diatas, bahwa dinding rumah sederhana<br />
di Perumnas Mandala terdiri atas bahan-bahan:<br />
ferro Cement. Dan hasil penelitian<br />
memperlihatkan bahwa Bahwa sampel yang<br />
mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp.<br />
500.000,- yang merehab total dinding rumah<br />
berjumlah 6 responden,sedangkan pendapatan<br />
besar dari Rp. 2.000.000,- yang merehab total<br />
dinding rumahnya berjumlah 9 responden.Yang<br />
terbanyak merehab total dinding adalah yang<br />
berpendapatan Rp.1.500.000,- sampai Rp.<br />
2.000.000,- sebanyak 20 responden clan Rp.<br />
750.000,- sampai Rp. 1.500.000,sebanyak 15<br />
responden kebanyakan mengganti dengan bahan<br />
batu bata diplester.<br />
Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />
Responden dengan Jumlah Responden yang<br />
merehab atap rumah. Atap merupakan<br />
komponen bangaunan yang sangat penting untuk<br />
melindungi dari senngatan matahari ataupun dari<br />
cucuran hujan. Sedangkan dari ruangan dalam,<br />
atap berfungsi sama dengan dinding, yaitu<br />
sebagai isolator ruangan. Pada rumah-rumah<br />
sederhana di Perumnas Mandala Medan, atap<br />
bangunannya terbuat dari seng, dengan<br />
ditoppang oleh kuda-kuda kayu sembarang<br />
keras. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa<br />
sampel yang mempunyai pendapatan Rp.<br />
250.000,- s/d Rp. 500.000,- yang merehab total<br />
atap rumah berjumlah 5 responden,sedangkan<br />
pendapatan besar dari Rp. 2.000.000,- yang<br />
merehab total atap rumahnya berjumlah 6<br />
responden.Yang terbanyak merehab total atap<br />
adalah yang berpendapatan Rp. 1.500.000,-<br />
sainpai Rp. 2.000.000,- sebanyak 16 responden<br />
dan Rp. 750.000,- sampai Rp. 1.500.000,-<br />
sebanyak 16 responden. Kebanyakan penghuni<br />
mengganti dengan atap seng dan ada<br />
kecenderungan melalui pengamatan penulis,<br />
penghuni memakai dengan atap dan bahan multi<br />
roof, disini bahwa penghuni sudah<br />
memperhatikan estetika rumahnya.<br />
Berdasarkan Chi-Square hitung Tabel 3.3<br />
Lampiran<br />
Dari Tabulasi silang Tingkat Pendapatan<br />
Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />
Merehab dapur Rumah. Dapur atau tempat<br />
masak merupakan ruang yang sangat penting<br />
bagi sebuah rumah, bahkan kadang kala<br />
menyiratkan adanya denyut kehidupan, seperti<br />
ungkpan "dapur masih ngepul". Demikian juga<br />
rumah sederhana yang terdapat di Perumnas<br />
Mandala Medan, dapur yang dibangun pada<br />
mulanya dari meja dapur dilengkapi dengan<br />
service sink terbuata dan teraso, atau meja beton<br />
yang sangat sederhana. Dinding dapur hanya<br />
diplaster semen atau bahkan tidak. Hasil<br />
penelitian memperlihatkan bahwa Bahwa<br />
sampel yang mempunyai pendapatan Rp.<br />
250.000,- s/d Rp. 500.000,- yang merehab total<br />
dapur rumah berjumlah 6 responden,sedangkan<br />
pendapatan besar dari Rp. 2.000.000,- yang<br />
merehab total dapur rumahnya berjumlah 9<br />
responden.Yang terbanyak merehab total dapur<br />
adalah yang berpendapatan Rp.1.500.000,-<br />
sampai Rp. 2.000.000,- sebanyak 21 responden<br />
dan Rp. 750.000,- sampai Rp. 1.500.000,-<br />
sebanyak 17 responden. Kebanyakan penghuni<br />
sudh memakai meja beton yang dilapisi keramik<br />
begitu juga dengan dinding nya karena penghuni<br />
sudah memperhatikan kebersihan rumahnya<br />
terutama dapurnya.<br />
Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />
Responden dengan jumlah responden yang<br />
merehab we Rumah. Kamar mandi dan water<br />
closet atau bisa disingkat wc merupakan syarat<br />
32
PERBAIKAN FISIK PEMBANGUNAN DITINJAU DARI TINGKAT<br />
KESEJAHTERAAN PENGHUNI<br />
STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN<br />
Immanuel Hutabarat<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Agus Suriadi<br />
yang sangat penting bagai suatu rumah, fasilitas<br />
ini merupakan prasarana untuk memenuhi<br />
kebutuhan fiologis manusia. Hsil penelitian<br />
memperlihatkan bahwa sampel yang mempunyai<br />
pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp. 500.000,-<br />
yang merehab total wc rumah berjumlah 8<br />
responden,sedangkan pendapatan besar dari<br />
Rp.2.000.000,- yang merehab total we rumahnya<br />
berjumlah 9 responden.Yang terbanyak merehab<br />
total we adalah yang berpendapatan Rp.<br />
1.500.000,- sampai Rp.2.000.000,- sebanyak 23<br />
responden dan Rp .750.000,sampai Rp.<br />
1.500.000,- sebanyak 19 responden. Dan<br />
kebanyakan KM/WC sudah memakai keramik.<br />
Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />
Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />
Merehab air bersih Rumah. Bahwa sampel yang<br />
mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d Rp.<br />
500.000,- yang merehab total air bersih rumah<br />
be rjumlah I responden,sedangkan pendapatan<br />
besar dari Rp. 2.000.000,- yang merehab total air<br />
bersih rumahnya berjumlah 1 responden. Yang<br />
terbanyak tidak merehab air bersih ini<br />
dikarenakan bahwa air bersih yang disediakan<br />
oleh perumnas sudah memenuhi kebutuhan<br />
penghuni jadi para penghuni tidak perlu<br />
melakukan perubahan.<br />
Dari tabulasi silang antara Tingkat Pendapatan<br />
Responden dengan Jumlah Responden Yang<br />
Merehab penerangan Rumah. Bahwa sampel<br />
yang mempunyai pendapatan Rp. 250.000,- s/d<br />
Rp. 500.000,- yang merehab total penerangan<br />
rumah berjumlah 2 responden,sedangkan<br />
pendapatan besar dari Rp. 2.000.000,- yang<br />
merehab total penerangan rumahnya berjumlah 1<br />
responden. Yang terbanyak tidak merehab<br />
penerangan ini dikarenakan bahwa penerangan<br />
yang disediakan oleh perumnas sudah memenuhi<br />
kebutuhan penghuni sehingga penghuni tidak<br />
banyak melakukan perubahan.<br />
Uji Hipotesis Minor Hubungan Tingkat<br />
Kesejahteraan Terhadap Kualitas Perumahan di<br />
Perumnas Mandala Medan.<br />
Dari kesimpulan diatas Uji Hipotesis Mayor<br />
bahwa ada Hubungan Tingkat Kesejahteraan<br />
Terhadap Kualitas Perumahan DI Perumnas<br />
Mandala Medan.<br />
5. Kesimpulan dan Saran<br />
5.1 Kesimpulan<br />
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis di<br />
perumahan perumnas mandala, dapat<br />
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:<br />
a. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />
perumnas mandala mengalami peningkatan<br />
kualitas terutama lantai, dinding, dapur dan<br />
wc ini dipengaruhi atau signifikan postif<br />
oleh tingkat kesejahteraan terutama<br />
pendapatan penghuni.<br />
b. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />
perumnas mandala mengalami peningkatan<br />
kualitas terutama lantai, dinding, atap,<br />
dapur dan wc ini dipengaruhi atau<br />
signifikan postif oleh tingkat kesejahteraan<br />
terutama tingkat pendidikan penghuni.<br />
c. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />
perumnas mandala tidak mengalami<br />
peningkatan kualitas terutama air bersih,<br />
penerangan dan Plafond karena tidak<br />
dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan<br />
terutama pendapatan penghuni.<br />
d. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />
perumnas mandala tidak mengalami<br />
peningkatan kualitas terutama air bersih,<br />
penerangan dan Plafond karena tidak<br />
33
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 28-34<br />
dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan<br />
terutama pendidikan penghuni.<br />
e. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />
perumnas mandala tidak mengalami<br />
peningkatan kualitas terutarna lantai,<br />
dinding, atap, dapur wc tidak dipengaruhi<br />
oleh jumlah penghuni.<br />
5.2 Saran<br />
a. Bahwa pada setiap bangunan perumahan di<br />
perumnas mandala mengalami peningkatan<br />
kualitas terutama lantai, dinding, dapur dan<br />
wc ini dipengaruhi atau signifikan postif<br />
oleh tingkat kesejahteraan terutama<br />
pendapatan penghuni Masyarakat perumnas<br />
mandala termasuk berpenghasilan rendah,<br />
mampu mendanai pengadaan<br />
perumahannya sendiri yang layak hum,<br />
sekiranya ada yang membimbing,<br />
mengarahkan dan membantu menyediakan<br />
dana maka masyarakat perumnas mandala<br />
yang termasuk golongan ekonomi<br />
menengah kebawah akan terbantu. Fakta<br />
ini memperkuat konspe Angel, Archer dan<br />
Payne yang mengatakan bahwa masyarakat<br />
dapat membangun perumahannya sendiri<br />
sekiranya bisa mendapatkan kapling dan<br />
prasarananya. Meskipun rumah yang<br />
dihasilkan pada awalnya kondisi kurang<br />
baik, dengan meningkatnya kemampuan<br />
ekonomi masyarakat, rumah-rumah<br />
tersebut secara bertahap diperbaiki.<br />
Kenyataan ini membuktikan kebenarannya<br />
konsep Turner dan Laquian yang<br />
mengusulkan agar rumah-rumah yang<br />
dibangun disesuaikan dengan kemampuan<br />
dan kebutuhan masyarakat atau basic<br />
housing. Selanjutnya masyarakat akan<br />
memperbaiki rumahnya sejalan dengan<br />
meningkatnya perekonomian mereka dan<br />
adanya keuntungan atau manfaat yang<br />
mereka dapatkan dari rumah tersebut<br />
(Turner; 1972;159-162). Masyarakat dapat<br />
berperan serta dalam pemeliharaan<br />
prasarana jalan, saluran dan air bersih<br />
sekiranya ada yang mengarahkan dan<br />
lnengkoordinasikan. Masyarakat<br />
memerlukan bantuan yang cukup besar<br />
dalam pengadaan dana dalarn merehab<br />
rumah, pembuatan rencana bangunan<br />
pengembangan dan pengurusan izin-izin<br />
yang diperlukan.<br />
b. Dalam peningkatan kualitas perumahan ada<br />
beberapa pelaku dengan tingkat peran serta<br />
yang berbeda. Menurut teori bahwa pada<br />
pelaksanaan peningkatan kualitas<br />
perumahan ditingkat lokal, tanggung jawab<br />
dan pengambilan keputusan pada berbagai<br />
kegiatan berada ditangan masyarakat<br />
terutama berpenghasilan rendah.<br />
Berdasarkan pemikiran tersebut, secara<br />
teoritis tingkat peran serta masyarakat<br />
sangat tinggi dalam semua kegiatan<br />
pelaksanaan pengadaan rumah, dibantu<br />
oleh pihak Pemda yang membantu dana<br />
sehingga dapat memberi kredit untuk<br />
merehab rumahnya secara wajar dengan<br />
harga yang terjangkau oleh masyarakat<br />
berpenghasilan rendah.<br />
c. Disarankan pihak Perum Perumnas dalam<br />
menetapkan kavling perumahan<br />
memperhitungkan pengembangan<br />
bangunan perumahan seiring meningkatnya<br />
kesejahteraan penghuni. Perlu<br />
mengembangkan Komponen bangunan<br />
sistim pasang/lepas,sehingga jika ada<br />
pengembangan atau rehab bangunan tidak<br />
merumitkan penghuni dalam perombakan<br />
yang sesuai dengan kebutuhannya.<br />
Disarankan pihak Perum Perumnas memberi<br />
advise kepada masyarakat dalam merehab rumah<br />
baik secara desain dan izin bangunan sehingga<br />
dalam pengembangan kualitas tetap<br />
memperhatikan estetika bangunan yang sesuai<br />
dengan pemukiman diperumnas mandala.<br />
6. Daftar Pustaka<br />
Pre-Conference Working Party (PCWP) (1971),<br />
Conference of Social Welfare (ICSW)<br />
XV, Manila<br />
Turner, John FC & Fuchler, Robert (1972)<br />
“Dweller Control of Housing Process in<br />
Freedom to Build, London<br />
Turner, John FC (1976) “Housing By People,<br />
Tavard Autonomy in Building<br />
Environments”, Morin Boyars Publisher<br />
Ltd, London<br />
Yudohusodo (1991) “RUmah Untuk Seluruh<br />
Rakyat”, Penerbit Djatmika, Jakarta<br />
34
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS: PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS: PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia,<br />
Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />
Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />
Abstract. This research entitle Evaluation Housing Society have Low Production case study Housing in<br />
Simalingkar with amount of resident 32.479 is, wide region 268 Ha and have 7.000 house unit Sub-District<br />
Mango District Field Tuntungan.<br />
In this Research problems limited by 2 matter about determinant criterion housing Simalingkar and facility<br />
which provided by PERUMNAS as simple house organizer and to this problems also becoming the target of this<br />
research<br />
Method which used in this research to use survey technique, its appliance intervieuw, observation, questionare<br />
having the character of open and closed also in this research use research library, documentation study and<br />
institutions and appropriate satisfaction.<br />
From result of data analysis can be concluded : That house development with type 36, 45, 54 and also its facility<br />
aim to to give service quality of life created. Facility enough especially green band and air-gap. From 100<br />
accurate responder feel balmy and 85 responder feel to wish to linger on while 15 responder wish to move.<br />
Congestion happened because: Type 36 / 96 developing building become type 60 with rest of land;ground 36m2.<br />
Type 45/120 developed to become Type 90 with rest of land;ground 30m2 while Type 54/153 developed to<br />
become Type 100 with rest of land;ground 53m2.<br />
Becoming pursuant to priority analysis satisfaction dweller, dweller responder majority make a change building<br />
form for the satisfaction of dwelling, although standard with inappropriate realization but dweller feel balmy<br />
live in Perumnas Simalingkar.<br />
Keywords: Housing, Evaluation,, Expand<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Perumahan dan permukiman dalam sejarah<br />
perkembangannya dengan semua fenomena<br />
sosial–ekonomi yang terjadi didalamnya<br />
merupakan dan selalu menjadi permasalahan<br />
yang tiada habisnya yang menuntut sebuah<br />
usaha penyelesaian yang serius karena<br />
permasalahan perumahan sangat erat kaitannya<br />
dengan kesejahteraan masyarakat khususnya<br />
dari golongan menengah kebawah. Di Indonesia,<br />
khususnya kota Medan permasalahan<br />
perumahan yang terutama adalah belum<br />
terpenuhinya kebutuhan jumlah unit rumah itu<br />
sendiri.<br />
Upaya–upaya pengadaan rumah telah banyak<br />
dilakukan baik oleh pemerintah, swasta maupun<br />
oleh swadaya masyarakat. Salah satu upaya<br />
pemerintah dalam upaya pengadaan perumahan<br />
adalah melalui program PERUMNAS<br />
(Perumahan Nasional) yang ditujukan bagi<br />
pengadaan perumahan terhadap golongan<br />
masyarakat golongan menengah kebawah karena<br />
35
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />
memang masyarakat yang berasal golongan<br />
inilah yang paling merasakan akibat dari<br />
permasalahan – permasalahan perumahan yang<br />
terjadi sekarang. Tujuan utama program<br />
PERUMNAS adalah menyediakan perumahan<br />
murah yang terjangkau oleh masyarakat<br />
golongan menengah kebawah secara ekonomi<br />
dengan kualitas hunian yang relatif baik.<br />
Perumahan PERUMNAS dalam<br />
perkembangannya telah mengalami perubahan<br />
yang tidak sesuai lagi dengan rencana awal<br />
disaat perkembangannya. Banyak faktor yang<br />
mempengaruhinya, antara lain :<br />
1. Peningkatan jumlah penghuni yang<br />
menyebabkan adanya penambahan ruang<br />
karena ruang yang tersedia sudah tidak<br />
mampu lagi mengakomodasikan kebutuhan<br />
penghuni.<br />
2. Peningkatan taraf ekonomi penghuni, hal ini<br />
menyebabkan bertambahnya kebutuhan<br />
yang berhubungan pula dengan<br />
bertambahnya kebutuhan akan ruang.<br />
3. Pengelolaan dan perawatan yang tidak<br />
berjalan dengan baik sehingga menyebabkan<br />
banyak sarana dan prasarana yang tidak<br />
berfungsi dengan baik.<br />
4. Harus diakui program PERUMNAS ini<br />
sangat spontan dan reaksioner sehingga<br />
pendekatan yang dilakukan adalah<br />
pendekatan fisik yang terjadi adalah<br />
pendekatan sosial – ekonomi – budaya<br />
masyarakat sering terlupakan yang<br />
menyebabkan tidak terpecahkannya<br />
permasalahan – permasalahan sosial –<br />
ekonomi – budaya masyarakat.<br />
kita jumpai dikawasan ini. Perumahan<br />
Simalingkar telah banyak mengalami perubahan<br />
jika dibandingkan dengan rencana awalnya.<br />
Dengan semua permasalahan yang ada dan<br />
pengamatan awal yang dilakukan,<br />
disinyalir/diduga pada kawasan perumahan ini<br />
telah terjadi pergeseran – pergeseran kualitatif<br />
maupun kuantitatif dalam lingkungan huniannya<br />
yang akhirnya berpengaruh kepada kualitas<br />
huniannya.<br />
1.2. Rumusan Masalah<br />
Dalam Rumusan Permasalahan ini<br />
menguraikan:<br />
a. Kriteria apa saja yang menentukan<br />
kepuasan penghuni pada Perumahan<br />
Simalingkar<br />
b. Fasilitas apa saja yang disediakan oleh<br />
pihak PERUMNAS selaku pengelola<br />
Rumah Sederhana.<br />
1.3. Lingkup Penelitian<br />
Penelitian ini akan lebih memfokuskan<br />
permasalahan pada usaha-usaha mencari kriteria<br />
kepuasan penghuni terhadap aspek fisik<br />
bangunan dan lingkungan perumahan dan<br />
permukiman, pada perumahan kelompok<br />
masyarakat berpendapatan menengah kebawah.<br />
1.4. Tujuan Penelitian<br />
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui<br />
kriteria kepuasan penghuni rumah sederhana<br />
yang disediakan Pemerintah bagi mayarakat<br />
menengah kebawah khususnya di Perumnas<br />
Simalingkar.<br />
Permasalahan – permasalahan yang terjadi telah<br />
menyebabkan tidak terciptanya sebuah<br />
lingkungan yang mempunyai kualitas hunian<br />
yang tidak baik dan seterusnya kualitas hunian<br />
yang tidak baik telah menciptakan permasalahan<br />
– permasalahan perumahan yang tidak kunjung<br />
selesai, begitulah terjadi hubungan timbal balik,<br />
sebab – akibat diantara keduanya. Mungkin<br />
usaha – usaha yang telah ditempuh sudah berada<br />
pada jalur yang tepat dalam penyelesaian<br />
permasalahan secara kuantitatif tetapi yang<br />
menjadi pertanyaan adalah apakah permasalahan<br />
kualitatif sudah terpecahkan, seperti<br />
permasalahan kualitas hunian.<br />
Perumahan Simalingkar adalah salah satu<br />
PERUMNAS yang ada di kota Medan.<br />
Permasalahan – permasalahan perumahan juga<br />
Gambar 1.1 : Peta Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kota Medan<br />
36
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
2. Tinjauan Teori<br />
2.1. Pengertian Rumah<br />
Rumah adalah hasil ulah tangan dan akal<br />
manusia. Dia dirakit dan disusun dengan<br />
segenap kesadaran dan keyakinan bahwa di<br />
rumah ini (sebagian dari) hidup dan kehidupan<br />
manusia penghuni digantungkan padanya. Bila<br />
rumah ambruk penghuni bisa binasa, bila rumah<br />
terbakar atau tiris penghuninya bisa sengsara.<br />
Menurut Norman Crowe (1997), dalam<br />
mengenali rumah sebagai intergral dengan<br />
konsep tempat tinggal, khususnya sebagaimana<br />
yang tercemin dalam pengertian bahasanya,<br />
maka pengertian kita yang lebih luas tentang<br />
tempat dimana kita tinggal selalu meletakkan<br />
rumah itu pada pusatnya. Suatu definisi modern<br />
tentang “rumah” adalah suatu “ tempat tinggal<br />
pribadi”. Dalam suatu pengertian/arti, rumah<br />
menjadi perwujudan pusat tempat dimana kita<br />
tinggal--plot tanah/ground kita, atau ladang kita,<br />
daerah kita , atau “dunia”. Rumah sering dilihat<br />
sebagai pusat dari domain kita tak perduli<br />
bagaimanapun besarnya domain itu. Tepat<br />
ketika rumah itu ada pada bagian tengah dari<br />
suatu domain yang lebih besar, pada bagian<br />
tengah rumah itu terletak perapian. Perapian itu<br />
telah secara tradisional menjadi fokus simbolis<br />
dan fokus nyata kehidupan orang-orang yang<br />
tinggal disana. Dan itu juga tercermin dalam<br />
bahasa : misalnya, kata bahasa laten untuk<br />
perapian adalah “fokus”. Gaston Bachelard<br />
menggambarkan/merefleksikan suatu fakta<br />
umum bahwa rumah-rumah dalam pengalaman<br />
kita mempengaruhi cara kita memahami seluruh<br />
dunia : “karena rumah kita adalah sudut dunia<br />
kita”. Sebagaimana yang telah sering dikatakan,<br />
rumah itu adalah alam/jagad pertama kita, suatu<br />
kosmos nyata dalam setiap pengertian/artian dari<br />
kata itu”. Gaston Bachelard mengingatkan<br />
kepada kita bahwa rumah adalah dunia pertama<br />
manusia.<br />
2.2. Pemahaman Kontekstual<br />
Perumahan bukan merupakan tempat<br />
perlindungan atau hanya fasilitas tempat tinggal<br />
semata, tetapi terdiri dari sejumlah fasilitas,<br />
pelayanan dan utilitas yang menghubungkan<br />
individu dengan keluarganya untuk berkumpul<br />
dan bermasyarakat pada daerah yang tumbuh<br />
dan berkembang. Untuk itu keterlibatan calon<br />
penghuni dalam pengadaan perumahan dan<br />
permukiman perlu mendapat perhatian yang<br />
cukup besar. Keterlibatan ini terungkap dalam<br />
teori John. F. C. Turner (1979), yaitu:<br />
• Ketika calon penghuni (penghuni) dilibatkan<br />
dalam keputusan besar dan bebas membuat<br />
masukan kedalam design, konstruksi atau<br />
pengelolaan pada proses pembuatan rumah<br />
sekaligus lingkungan, hasilnya akan<br />
mendorong seseorang menjadi sejahtera.<br />
• Kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam<br />
rumah, masih dapat diterima jika mereka<br />
diberi tanggung jawab.<br />
Dalam hal proses pengadaan secara umum<br />
pengadaan perumahan dapat dibedakan menjadi<br />
tiga pola yaitu:<br />
1. Perumahan yang dibangun oleh swasta;<br />
bermutu baik, mahal, dan diperuntukkan<br />
bagi penduduk yang berpenghasilan<br />
menengah ke atas.<br />
2. Pengadaan perumahan yang pengadaannya<br />
untuk dipakai sendiri baik pribadi maupun<br />
oleh sebuah badan. Termasuk dalam pola ini<br />
adalah pengadaan rumah oleh pemerintah<br />
atau swasta.<br />
3. Pengadaan perumahan yang jumlahnya<br />
besar dan lokasinya menyebar luas, yaitu<br />
kampung. Perumahan ini umumnya<br />
dibangun oleh penghu-ninya sendiri, tanpa<br />
bantuan pemerintah dan selalu berubah<br />
menye-suaikan kesempatan dan keadaan.<br />
2.3. Pengertian Perumahan dan<br />
Permukiman<br />
Perumahan dan permukiman merupakan salah<br />
satu kebutuhan dasar manusia yang mempunyai<br />
kedudukan strategis dalam pembentukan watak<br />
dan kepribadian bangsa.<br />
Keterbatasan berprilaku dan berkegiatan dalam<br />
rumah ini perlu dilakukan agar dicapai<br />
keteraturan, kenyamanan dan keamanan didalam<br />
rumah. Aturan ini seringkali karena alasan<br />
kultur/budaya berbeda antara satu keluarga<br />
dengan keluarga lainnya.<br />
Perumahan juga tempat untuk<br />
menyelenggarakan kegiatan masyarakat dalam<br />
lingkup terbatas. Dalam pengertian tersebut,<br />
terkandung pengertian sebagai berikut :<br />
1. Terdiri dari kelompok rumah – rumah dengan<br />
fungsi dan batasan.<br />
37
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />
2. Harus dilengkapi dengan sarana dan<br />
prasarana, yang memungkinkan<br />
berlangsungnya :<br />
a. Kehidupan bermasyarakat antar keluarga<br />
yang menempati rumah – rumah di dalam<br />
lingkungan hunian tersebut.<br />
b. Pergerakan barang , orang dan jasa antar<br />
rumah dalam lingkungan dan dari dalam<br />
lingkungan perumahan kelingkungan lain<br />
di luarnya.<br />
3. Lingkungan terdiri dari :<br />
a. Lingkungan yang dihuni untuk<br />
dipergunakan secara :<br />
• Privat (pribadi) yaitu rumah dan ruang –<br />
ruang di dalamnya.<br />
• Bersama, seperti toko, kios, balai<br />
pertemuan, sekolah dan lain – lain.<br />
b. Lingkungan yang tiak dihuni untuk<br />
dipergunakan secara :<br />
• Privat (pribadi) yaitu pekarangan, kebun<br />
dan lain – lain.<br />
• Bersama, seperti taman lingkungan,<br />
pasar lokal dan lain – lain.<br />
4. Prasarana dan sarana termaksud meliputi :<br />
a. Prasarana lingkungan berupa kelengkapan<br />
dasar fisik lingkungan yang<br />
memungkinkan permukiman dapat<br />
berfungsi sebagaimana mestinya.<br />
b. Sarana lingkungan berupa fasilitas panjang<br />
yang meliputi aspek ekonomi, sosial dan<br />
budaya : antara lain bangunan perniagaan<br />
atau perbelanjaan yang tidak<br />
mencerminkan lingkungan, bangunan<br />
pelayanan umum dan pemerintahan,<br />
pendidikan, taman / ruang terbuka yang<br />
berfungsi untuk pengembangan kehidupan<br />
sosial, ekonomi dan budaya.<br />
c. Utilitas umum berupa sarana penunjang<br />
untuk pelayanan lingkungan.<br />
5. Prasarana dan sarana pada lingkungan<br />
perumahan tersebut dibatasi jenis dan<br />
jangkauannya dan kelengkapan dasar<br />
pelayanan umum berskala lingkungan yang<br />
bersifat :<br />
a. Tidak merusak atau menimbulkan<br />
pencemaran pada lingkungan perumahan<br />
yang ada.<br />
b. Memungkinkan tetap terpeliharanya fungsi<br />
utama sebagai lingkungan hunian (tempat<br />
tinggal).<br />
c. Tidak terganggu aktivitas yang bersifat<br />
lintas kawasan.<br />
6. Dibatasi jumlah penghuni, jenis fasilitas<br />
pelayanan umum dan jangkauan kegiatan dan<br />
pergerakannya agar :<br />
a. Terjadi hubungan sosial – ekonomi yang<br />
optimal antar warga..<br />
b. Tercapai efektifitas dan efisien penyediaan<br />
pelayanan administrasi pemerintahan dan<br />
pelayanan umum lainnya, bentuk riilnya<br />
antara lain dibentuknya kelembagaan<br />
pelayanan swadaya seperti RT / RW dan<br />
lain – lain.<br />
c. Terpeliharanya dari berbagai kegiatan yang<br />
dapat mengganggu fungsi utamanya<br />
sebagai lingkungan hunian.<br />
7. Pengertian bermasyarakat dalam lingkungan<br />
terbatas, adalah kegiatan yang mendukung<br />
dan tidak mengganggu fungsi utama hunian,<br />
untuk mengembangkan kehidupan dan<br />
penghidupan keluarga.<br />
3. Kawasan Kajian<br />
3.1. Pemilihan Lokasi Kawasan Kajian<br />
Untuk mendapatkan pemilihan lokasi penelitian<br />
diambil beberapa kriteria yang sesuai dengan<br />
beberapa penilaian diantara 3 Perumnas yang<br />
telah dibangun Pemerintah untuk kota Medan.<br />
Kriteria pemilihan lokasi antara lain :<br />
1. Type rumah hunian variatip dari yang<br />
paling sederhana type 18 sampai type yang<br />
paling layak huni type > dari type 70<br />
2. Tata letak geografi dari CBD mudah<br />
dijangkau angkutan dan tidak lebih dari 15<br />
km.<br />
3. Luas Lost space > 30% dari luas lahan.<br />
4. Kepadatan Pendudukan dengan luas ideal<br />
40– 50 unit/Ha<br />
5. Countor tanah relatip berbukit<br />
6. Iklim relatip sejuk<br />
7. Sosial Ekonomi masyarakat menengah<br />
kebawah<br />
8. Etnis yang menghuni kawasan Heterogen<br />
38
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
3.2. Deskripsi Kawasan<br />
Gambar: 3.1. Peta Kota Medan dan Letak<br />
Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Pemerintah Kota Medan<br />
Perumnas Simalingkar terletak di Kecamatan<br />
Medan Tuntungan dan wilayah perumnas terbagi<br />
ke dalam beberapa kelurahan diantaranya<br />
Kelurahan Mangga dan desa Simalingkar<br />
Perumnas Simalingkar didirikan pada tahun<br />
1980 Dengan melewati masa pembanguna mulai<br />
dari tahun 1984 sampai tahun 1990 Jumlah unit<br />
rumah yang terbangun hingga saat ini berjumlah<br />
8.178 unit Dan terdiri dari 8 blok hunian. Pada<br />
Perumnas SImalingkar dibangun beberapa tipe<br />
rumah diantaranya tipe17, tipe21, tipe36, type<br />
45, type 54 dan 70. Luas lahan keseluruhan dari<br />
kawasan Perumnas Simalingkar seluas ± 286 ha.<br />
3.3. Sekilas Tentang Perum Perumnas<br />
Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan<br />
Nasional (Perum Perumnas) didirikan<br />
berdasarkan Peraturan Pemerintah <strong>Nomor</strong> 29<br />
Tahun 1974, yang kemudian penyempurnaannya<br />
diatur dalam Peraturan Pemerintah <strong>Nomor</strong> 21<br />
Tahun 1988 tentang Perusahaan Ummum<br />
Pembangunan Perumahan Nasional.<br />
Maksud dan tujuan didirikannya Perum<br />
Perumnas adalah untuk menyelenggarakan<br />
kemanfaatan umum berupa kegiatan-kegiatan<br />
produktif di bidang pelaksanaan pembangunan<br />
perumahan rakyat beserta sarana dan<br />
prasarananya serta melakukan pemupukan dana.<br />
Dengan tujuan melaksanakan kebijaksanaan dan<br />
program pemerintah dibidang pembangunan<br />
perumahan rakyat beserta sarana dan<br />
prasarananya yang mampu mewujudkan<br />
lingkungan permukiman sesuai dengan rencana<br />
pembangunan wilayah atau kota. Untuk<br />
mencapai maksud dan tujuan tersebut Perum<br />
Perumnas menyelenggarakan usaha-usaha<br />
sebagai berikut :<br />
1. Menyiapkan perencanaan proyek-proyek<br />
pembangunan perumahan rakyat dalam arti<br />
luas dan prasarana lingkungan<br />
2. Mengusahakan pembiayaan yang diperlukan<br />
dalam rangka pelaksanaan tugasnya.<br />
3. Menyiapkan, melaksanakan dan<br />
mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek<br />
pembangunan perumahan rakyat dan<br />
prasarana lingkungan yang mencakup<br />
penguasaan dan pematangan tanah,<br />
pembangunan perumahan, pembangunan<br />
prasarana lingkungan, perbaikan lingkungan<br />
dan kegiatan-kegiatan lainnya.<br />
4. Mengelola tanah-tanah yang dikuasai<br />
dengan kewenangan untuk : Merencanakan<br />
peruntukkan dan penggunaan tanah,<br />
Menggunakan tanah tersebut untuk<br />
keperluan usaha, Menyerahkan bagianbagian<br />
dari tanah berikut<br />
rumah/bangunannyadan atau memindah<br />
tangankan (menjual) tanah yang sudah<br />
dimatangkan kepada pihak ketiga.<br />
5. Melaksanakan dan mengusahakan unit-unit<br />
produksi bahan bangunan dan usaha<br />
penunjang lainnya dalam rangka<br />
pelaksanaan tugas pokok perusahaan dan<br />
melakukan hubungan kerja serta hal-hal<br />
lainnya.<br />
Dikota Medan pemerintah melalui Perum<br />
Perumnas pada tahun 1979/1980 telah<br />
membangun 10.000 unit rumah sederhana di<br />
Medan Timur (perumnas Mandala) dan di<br />
Medan Barat (perumnas Helvetia) sebanyak<br />
4.837 unit. Tahun 1981 dibangun 7.000 unit<br />
rumah sederhana di Medan Selatan (Perumnas<br />
Simalingkar) dan tahun 1985 dibangun rumah<br />
susun murah sebanyak 500 unit di lokasi Medan<br />
Sukaramai. Pada tahun 1993 dibangun rumah<br />
sederhana dan sangat sederhana (perumnas<br />
Martubung) yang meliputi Perumahan Pesona<br />
39
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />
Laguna I dan II yang sampai sekarang<br />
pembangunannya masih berlangsung dan telah<br />
selesai sebanyak 3.000 unit dari 12.000 unit<br />
rumah yang direncanakan secara bertahap.<br />
Kemudian diikuti dengan pembangunan Laguna<br />
Indah Permai I dan II.<br />
adalah lahan masyarakat dan lahan perbukitan<br />
serta perkebunan.<br />
Perumnas Simalingkar terbagi dalam 8 blok<br />
hunian, dimana seluruh blok terdapat di wilayah<br />
Kelurahan Mangga. Adapun rincian penyebaran<br />
hunian/ rumah berdasarkan lingkungan dan blok<br />
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.<br />
3.5. Penyebaran Perumahan Pada Blok A<br />
Gambar3.2. Peta Kawasan Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: PDAM Tirtanadi Prop.Sumatera Utara<br />
3.4. Sekilas Tentang Perumnas Simalingkar<br />
Kawasan Perumnas Simalingkar dibangun<br />
pada tahun 1981, perumahan ini secara<br />
administratif terletak pada Kecamatan Medan<br />
Tuntungan yang termasuk pada Wilayah Medan<br />
Selatan dan berada pada 2 wilayah kelurahan<br />
sekaligus yaitu Kelurahan Mangga dan Desa<br />
Simalingkar. Perumahan ini terdiri dari 7.000<br />
unit rumah sederhana yang menempati lahan<br />
seluas ± 286 Ha, di dalam kawasan perumahan<br />
ini pada awalnya terdapat tipe unit rumah yaitu :<br />
17,36,45,54,70,<br />
Pada awalnya kawasan perumahan ini dibangun<br />
dengan target pasar terutama masyarakat dengan<br />
pekerjaan antara lain : PNS, TNI/POLRI,<br />
Karyawan BUMN, Karyawan Swasta dan lain<br />
sebagainya. Lahan perumahan ini pada awalnya<br />
Gambar 3.3. : Peta Blok A Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />
Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok A 875 unit, terdiri<br />
dari 3 lingkungan yaitu : lingkungan IV,<br />
lingkungan V, dan lingkungan VII<br />
40
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Penyebaran Perumahan Blok B<br />
Penyebaran Perumahan Blok D<br />
Gambar 3.4.: Peta Blok B Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />
Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok B 875 unit, terdiri dari<br />
2 lingkungan yaitu : lingkungan VIII, dan<br />
lingkungan X<br />
Gambar 3.6.: Peta Blok D Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />
Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok D 875 unit, terdiri<br />
dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XIX, dan<br />
lingkungan XX<br />
Penyebaran Perumahan Blok E<br />
Penyebaran Perumahan Blok C<br />
Gambar 35. : Peta Blok C Perumnas Simalingkar<br />
Sumber : Divisi Perencanaan PDAM<br />
Prop.Sumatera Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok C 875 unit, terdiri<br />
dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XV, dan<br />
lingkungan XVII<br />
Gambar 3.7: Peta Blok E Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />
Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok E 478 unit, terdiri<br />
dari 1 lingkungan yaitu : lingkungan XXI<br />
41
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />
Penyebaran Perumahan Blok F<br />
Penyebaran Perumahan Blok H<br />
Gambar 3.8 : Peta Blok F Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />
Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok F 563 unit, terdiri dari<br />
2 lingkungan yaitu : lingkungan XXI, dan<br />
lingkungan XXII<br />
Penyebaran Perumahan Blok G<br />
Gambar 3.10: Peta Blok H Perumnas Simalingkar<br />
Sumber : Divisi Perencanaan PDAM Prop.<br />
Sumatera Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok H 579 unit, terdiri<br />
dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XXIII<br />
4. Analisa Dan Kompilasi Data<br />
4.1. Analisa Data<br />
Dari data yang disebar terhadap responden di<br />
Perumnas Simalingkar tempat penelitian<br />
dilakukan dapat dilihat analisa data tertera di<br />
bawah ini :<br />
Tabel 4.1. Kelompok Etnis<br />
Kelompok<br />
Etnik<br />
Jumlah Prosentase<br />
Sumatera Utara 70 70%<br />
Luar Sumatera<br />
Utara<br />
25 25%<br />
ain-lain 5 5%<br />
Sumber : Data Primer Yang Diolah<br />
Gambar 3.9<br />
Peta Blok G Perumnas Simalingkar<br />
Sumber: Divisi Perencanaan PDAM Prop.Sumatera<br />
Utara<br />
Jumlah Hunian pada Blok G 623 unit, terdiri<br />
dari 2 lingkungan yaitu : lingkungan XXII, dan<br />
lingkungan XXIII<br />
Dari hasil survei 100 respondensi, responden di<br />
Perumahan Simalingkar 70% berasal dari<br />
Sumatera Utara 70% dari luar Sumatera Utara<br />
(25%) sedangkan (5%) berasal dari lain-lain<br />
yakni masyarakat Cina, Tamil, Arab dan<br />
Pakistan.<br />
Kehadiran sebagian besar penghuni dari Etnis<br />
Sumatera Utara sebanyak 70% dapat<br />
dikategorikan sesuatu yang wajar, mengingat<br />
42
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
daerah kajian terletak pada daerah yang banyak<br />
dihuni oleh etnis Batak Karo,Batak Tapanuli dan<br />
Mandailing.<br />
Tabel 4.2. Agama<br />
Agama Jumlah Prosentase<br />
Islam 68 68%<br />
Protestan 15 15%<br />
Katolik 10 10%<br />
Budha 5 5%<br />
Hindu 2 2%<br />
Sumber: Data Primer Diolah<br />
Dilihat dari kelompok Agama, responden di<br />
Perumahan Simalingkar yang beragama Islam<br />
menduduki urutan pertama (68%), kemudian<br />
Protestan (15%), disusul Katolik (10%) dan<br />
Budha & Hindu (7%).<br />
Mayoritas Agama Islam (68%) di Perumahan<br />
Simalingkar, hal ini mengingat jumlah<br />
reesponden yang dibagikan secara acak<br />
sebanyak 68 orang beragama Islam.<br />
Tabel 4.3. Jumlah Penghuni Keluarga<br />
Penghuni<br />
Keluarga<br />
Jumlah Prosentase<br />
6 4 4%<br />
Sumber : Data Primer Yang Diolah<br />
Dari 100 responden wawancara yang dilakukan<br />
terhadap penghuni rumah (35%) menghuni 4<br />
orang tiap rumah, urutan kedua (24%)<br />
menempati rumah 3 orang menempati 1 rumah<br />
untuk 6 orang (12%), lebih dari 6 orang (4%),<br />
sedangkan yang menghuni kurang dari 3 orang<br />
sebanyak (5%).<br />
Tingkat hunian tertinggi sebanyak (35%), hal<br />
ini mengingat rata – rata jumlah keluarga dengan<br />
anak dua sesuai dengan program pemerintah<br />
dalam mengatasi lomjakan jumlah penduduk<br />
dalam program KB.<br />
Tabel 4.4. Status Penghuni<br />
Status Jumlah Prosentase<br />
Pemilik 75 75%<br />
Penyewa 10 10%<br />
Menumpang 8 8%<br />
Kost 7 7%<br />
Sumber : Data Primer Diolah<br />
Untuk status Penghuni rumah dapat dilihat<br />
(75%) pemilik rumah langsung, (10%) Penyewa,<br />
menumpang yang umumnya berasal dari<br />
keluarga yang tinggal dikampung lain sebanyak<br />
(8%) sedangkan penghuni status kost menempuh<br />
pendidikan dikota Medan atau bekerja (7%).<br />
Dari kemampuan penghuni (75%) pemilik<br />
rumah langsung, hal ini dapat dilihat<br />
kemampuan memiliki rumah dari penghasilan<br />
penghuni rumah (62%) pada tabel 5.8. yang<br />
berpenghasilan lebih dari satu juta rupiah.<br />
Sehingga punya kemampuan untuk dapat<br />
memiliki rumah.<br />
Tabel 4.5 Lama Menguni Rumah<br />
Lama<br />
Menghuni<br />
Jumlah Prosentase<br />
10 Tahun 59 59%<br />
Sumber : Data Primer yang Diolah<br />
Sebanyak 100 responden wawancara yang<br />
dilakukan terhadap penghuni rumah, untuk<br />
status Lama Menghuni rumah rumah dapat<br />
dilihat (59%) pemilik rumah tinggal lebih dari<br />
10 tahun, (59%) sedangkan penghuni yang<br />
tinggal 5-10 tahun (12%), yang tinggal 1-5<br />
tahun (18%) kurang dari 1 tahun (11%)<br />
Dilihat dari lamanya menghuni penghuni rumah<br />
(59%) lebih dari sepuluh tahun telah menghuni<br />
rumah, hal ini dapat dilihat pembangunan<br />
perumahan perumnas simalingkar sejak awal<br />
pembangunan sudah dimulai dihuni. Kurang dari<br />
5 tahun sebanyak (18%) dan (11%) kebanyakan<br />
penghuni kategori ini adalah orang yang<br />
menghuni rumah secara kontrakan (menyewa).<br />
43
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />
Tabel 4.6. Jenis Bangunan Berdasarkan Jumlah<br />
Lantai<br />
Jenis Jumlah Prosentase<br />
Lantai 1 85 85%<br />
Lantai 2 10 10%<br />
Lantai 3 5 5%<br />
Sumber: Data Primer yang Diolah<br />
Dari Jenis bangunan dengan jumlah lantai, dapat<br />
dilihat (85%) lantai 1 telah direhab secara<br />
Horizontal atau masih bangunan asli, lantai 2<br />
(10%) kebanyakan dari rehab yang dilakukan<br />
secara Vertikal, sedangkan lantai 3 (5%), ratarata<br />
ruko yang terdapat pada bangunan asli.<br />
Dilihat dari pengembangan rumah secara<br />
horizontal, masyarakat penghuni kebanyakan<br />
(85%) punya dana rehabilitasi secara bertahap<br />
dengan sistem rumah tumbuh yang tidak<br />
membutuhkan konstruksi berat misalnya<br />
bangunan berlantai tinggi.<br />
Tabel 4.7. Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga<br />
Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase<br />
Pegawai Negeri<br />
Sipil<br />
33 33%<br />
Karyawan<br />
Swasta<br />
45 45%<br />
Wiraswasta 15 15%<br />
Lain-lain 7 7%<br />
Sumber: Data Primer yang Diolah<br />
Untuk survei pekerjaan Kepala Keluarga<br />
penghuni terdapat (45%) karyawan Swasta,<br />
(33%) bekerja sebagai Pegawai Negri,<br />
Wiraswasta (15%) sedangkan lain-lain pedagang<br />
atau Petani (7%)<br />
Hasil survei ini menunjukkan minat terhadap<br />
hunian di perumnas simalingkar dari hasil<br />
penelitian yang dilakukan berdasarkan quisioner<br />
didominasi oleh karyawan swasta.<br />
Tabel 4.8. Pendapatan Kepala Keluarga<br />
Pendapatan<br />
Perbulan<br />
Jumlah Prosentase<br />
Rp. 500.000 – Rp<br />
1 juta<br />
23 23%<br />
Rp. 1 juta – Rp.<br />
1,5 juta<br />
62 62%<br />
> 1,5 juta 15 15%<br />
Sumber : Data Primer yang Diolah<br />
Kemampuan membayar dari penghuni pemilik<br />
rumah dimungkinkan dari penghasilan perbulan<br />
hal ini dapat dilihat dari Pendapatan Keluarga,<br />
(62%) berpenghasilan 1-1.5 Juta rupiah, (23%)<br />
berpenghasilan 500 ribu – 1 juta rupiah,<br />
sedangkan (15%) berpenhasilan diatas 1,5 Juta<br />
Rupiah,-.<br />
Tabel 4.9. Perubahan Fisik dari Bangunan Awal<br />
Perubahan Jumlah Prosentase<br />
Ya 84 84%<br />
Tidak 9 9%<br />
Tidak Tahu 7 7%<br />
Sumber : Data Primer yang Diolah<br />
Dari wawancara terhadap responden diketahui<br />
bahwa terdapat (7%) penghuni tidak mengetahui<br />
bahwa rumah hunian sudah terjadi perubahan<br />
fisik, namun (84%) rata-rata mengetahui telah<br />
terjadi perubahan, sebab memang telah<br />
dilakukan perubahan secara fisik, sedangkan<br />
(9%) belum melakukan perubahan, masih tetap<br />
pada kondisi rumah asli.<br />
Hal ini dapat diketahui mengingat rata–rata<br />
penghuni rumah telah menempati rumah tersebut<br />
selama lebih dari sepuluh tahun lihat tabel 5.5.<br />
(59%).<br />
Tabel 4.10. Keterlibatan Profesional dalam<br />
Perubahan Rumah<br />
Keterlibatan Jumlah Prosentase<br />
Ya 80 80%<br />
Tidak 20 20%<br />
Sumber : Data Primer Diolah<br />
Walaupun penghasilan rata – rata penghuni<br />
(62%) Rp. 1 – Rp.1,5 juta namun cara berpikir<br />
dan wawasan penghuni cukup luas hal ini dapat<br />
dilihat terhadap perubahan fisik bangunan,<br />
(80%) penghuni rumah menggunakan jasa<br />
profisional untuk mendapatkan desain rumah<br />
yang sesuai dengan kemajuan zaman, sedangkan<br />
(20%) melaksanakan perubahan fisik bangunan<br />
dengan cara amatiran, dilaksanakan dengan<br />
menggunakan jasa tukang atau dilakukan secara<br />
kekeluargaan.<br />
Tabel 4.11. Arah Pengembangan<br />
Arah<br />
Pengembangan<br />
Jumlah Prosentase<br />
Horisontal 79 79%<br />
Vertikal 10 10%<br />
Horisontal dan<br />
Vertikal<br />
11 11%<br />
Sumber: Data Primer yang Diolah<br />
44
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
Bila dilihat terhadap perubahan fisik bangunan,<br />
penghuni rumah melakukan perubahan<br />
bangunan kearah Horizontal (79%) perubahan<br />
kearah Vertikal (10%) sedangkan (11%)<br />
melaksanakan perubahan fisik bangunan kearah<br />
keduanya. Lihat tabel. Dan analisisnya.<br />
Tabel 4.12. Keinginan Penghuni Untuk Pindah<br />
Keinginan<br />
untuk Pindah<br />
Jumlah Prosentase<br />
Ya 15 15%<br />
Tidak 85 85%<br />
Sumber: Data Primer Diolah<br />
Ternyata tinggal di Perumnas Simalingkar cukup<br />
menyenangkan, hal ini dapat dilihat (85%)<br />
penghuni tidak punya keinginan untuk pindah<br />
tempat tinggal, sedangkan (15%) punya<br />
keinginan untuk pindah rumah.<br />
Tabel 4.13. Batas Rumah<br />
Jenis Batas Depan Belakang<br />
Samping<br />
Kiri<br />
Samping<br />
Kanan<br />
Tembok - 22 42 27<br />
Pagar<br />
Permanen<br />
Pagar Semi<br />
Permanen<br />
Dinding<br />
Rumah<br />
95 1 10 12<br />
5 - - -<br />
- 72 65 78<br />
Tumbuhan 5 - - -<br />
Sumber : Data Primer Yang Diolah<br />
Batas rumah dapat dilihat sebanyak 78<br />
responden mengatakan bahwa batas rumah<br />
adalah dinding rumah yang berfungsi sebagai<br />
batas dan dinding belakang, samping dan<br />
belakang, batas depan berupa jalan dengan<br />
pembatas pagar permanen, sedikit dengan batas<br />
pagar semi permanen 5 responden.<br />
Tabel 4.14. Penyebab Perubahan<br />
Penyebab Jumlah Prosentase<br />
Kemampuan Ekonomi<br />
Membaik<br />
25 25%<br />
Pertambahan Anggota<br />
Keluarga<br />
65 65%<br />
Buka Tempat Usaha 10 10%<br />
Sumber: Data Primer Diolah<br />
Penyebab perubahan bentuk bangunan dari<br />
bangunan asli (65%) responden menyatakan<br />
bahwa perubahan dilakukan adnya pertambahan<br />
keluarga, kemampuan ekonomi membaik (25%),<br />
buka tempat usaha (10%).<br />
Dari rata – rata responden terhadap perubahan<br />
bentuk bangunan ternyata (65%) dilakukan<br />
perubahan bangunan adanya pertambahan<br />
keluarga sehingga bangunan yang ada terasa<br />
sempit sebab kamar terbatas maka dipilih<br />
alternatif dengan menambah ruangan, perubahan<br />
dari bangunan asli.<br />
4.2. Keriteria Kepuasan Penghuni<br />
Tabel 4.15. Jenis Bangunan Berdasarkan Jumlah<br />
Lantai<br />
Jenis Jumlah Prosentase<br />
Lantai 1 85 85%<br />
Lantai 2 10 10%<br />
Lantai 3 5 5%<br />
Sumber: Data Primer yang Diolah<br />
Dari Jenis bangunan dengan jumlah lantai, dapat<br />
dilihat (85%) lantai 1 telah direhab secara<br />
Horizontal atau masih bangunan asli, lantai 2<br />
(10%) kebanyakan dari rehab yang dilakukan<br />
secara Vertikal, sedangkan lantai 3 (5%), ratarata<br />
ruko yang terdapat pada bangunan asli.<br />
4.3. Kompilasi Data<br />
Dari data yang disebar terhadap responden di<br />
Perumnas Simalingkar tempat penelitian<br />
dilakukan dapat dilihat kompilasi data tertera di<br />
bawah ini :<br />
Tabel. 4.17. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)<br />
Koefisien<br />
No<br />
Tipe<br />
Persentase<br />
Dasar Bangunan<br />
1 36/96 0,375 37,5<br />
2 45/120 0,375 37,5<br />
3 54/153 0,375 37,5<br />
Sumber: Data Primer yang Diolah<br />
Dari data yang disebar terhadap 100 responden<br />
(35%) type 36/96 mengembangkan bangunan<br />
hingga menjadi type 60 dengan sisa tanah 36m 2<br />
KDB terhadap luas bangunan rata – rata<br />
berkembang menjadi (37,5%). Type 45/120<br />
dikembangkan menjadi type 90 dengan sisa<br />
tanah 30m 2 KDB terhadap luas bangunan rata –<br />
rata berkembang menjadi (37,5%). sedangkan<br />
untuk type 54/153 dikembangkan menjadi type<br />
100 dengan sisa tanah 53m 2 KDB terhadap luas<br />
45
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 35-47<br />
bangunan rata – rata berkembang menjadi<br />
(37,5%).<br />
Tabel 4.18. Pengembangan Luas Ruang<br />
No<br />
Tipe<br />
Denah<br />
Awal<br />
Denah<br />
Pengem<br />
bangan<br />
Ket<br />
1 36/96 36 60 Horizontal<br />
2 45/120 45 90<br />
Horizontal<br />
3 54/153 54 100<br />
Horizontal<br />
Sumber: Data Primer yang Diolah<br />
Dari 100 responden wawancara yang dilakukan<br />
terhadap penghuni rumah (35%) menghuni 4<br />
orang tiap rumah, dengan type 45 dengan<br />
pengembangan menjadi type 90m 2 hal ini rata –<br />
rata jumlah hunian keluarga dengan anak empat.<br />
Urutan kedua (24%) menempati 1 rumah untuk<br />
6 orang dengan type 54/153 dengan<br />
pengembangan rumah menjadi type 100m 2 hal<br />
ini rata – rata jumlah hunian keluarga dengan<br />
anak enam, Pengembangan rumah hunian kearah<br />
horizontal<br />
Dari fasilitas lingkungan dan fasilias sosial di<br />
Perumnas Simalingkar Medan yang tertera<br />
dalam tabel diatas Tabel 4.28 dibangun pihak<br />
perumnas dengan tujuan untuk memberikan<br />
pelayanan kepada masyarakat penghuni agar<br />
mutu kehidupan dan penghidupan secara layak<br />
dapat tercipta, sehingga dapat dinikmati<br />
penghuni rumah yang menimbulkan iklim sehat<br />
bagi masyarakatnya. Hasil penelitian<br />
memperlihatkan bahwa rata – rata fasilitas yang<br />
diberikan pihak perumnas cukup memadai<br />
bahkan pada beberapa fasilitas lebih dari cukup<br />
misalnya pada jalur hijau dan ruang terbuka.<br />
Tabel 4.21. Jarak Dari Rumah ke Fasilitas<br />
No Jarak (m) Responden Persen<br />
1 0 – 50 10 10 %<br />
2 50 – 100 30 30 %<br />
3 100 – 200 40 40 %<br />
4 > 200 20 20 %<br />
Sumber: Data Primer Diolah<br />
Penilaian – penilaian terhadap jarak tempuh dari<br />
rumah ke fasilitas dapat di gambarkan bahwa<br />
jarak terdekat yang dimaksud adalah<br />
kenyamanan terhadap penghuni, dimana jarak<br />
terjauh dari rumah responden (40 %) 100 – 200<br />
m merupakan jarak yang relatif dekat sehingga,<br />
penghuni rumah bila berjalan kaki hanya<br />
membutuhkan waktu 10 menit.<br />
Tabel 4.22. Kepuasan Penghuni<br />
No Uraian Populasi Keterangan<br />
Penambahan<br />
1 Ruang 25% Puas<br />
2 Ekonomi 24% Puas<br />
3 Iklim 26% Puas<br />
4 Lingkungan Alam 25% Puas<br />
Total 100%<br />
Sumber: Data Primer yang Diolah<br />
Menurut Laqiuian (1983) yaitu empat dinding<br />
yang beratap yang dapat dipergunakan sebagai<br />
ruang pribadi adanya kamar mandi serta dapur.<br />
Dalam penelitian ini jumlah ruang minimal yang<br />
dinilai oleh responden ialah adanya ruang tidur,<br />
kamar mandi, wc dan dapur, dari 100 responden<br />
menyatakan penambahan ruang (25%)<br />
mempunyai penilaian bahwa Dilihat darii 100<br />
responden terhadap kepuasan penghuni<br />
sebanyak (25%) menginginkan lingkungan alam<br />
antara lain : kesejukan, tanah yang<br />
bergelombang, sedangkan ekonomi (24%)<br />
merasa puas dengan keadaan ekonomi yang ada<br />
saat ini.<br />
5. Kesimpulan Dan Saran<br />
5. 1. Kesimpulan<br />
Dari hasil analisis data dan pembahasan yang<br />
telah dilakukan pada BAB terdahulu maka dapat<br />
diambil beberapa kesimpulan dan saran-saran,<br />
dirumuskan :<br />
1. Pada dasarnya pembangunan rumah dengan<br />
type 36, 45, dan 54 serta fasilitas lingkungan<br />
dan fasilias sosial di Perumnas Simalingkar<br />
Medan oleh pihak perumnas dengan tujuan<br />
untuk memberikan pelayanan kepada<br />
masyarakat penghuni agar kualitas<br />
kehidupan dan penghidupan secara layak<br />
dapat tercipta.<br />
2. Setelah pengembangan dilakukan penghuni<br />
rumah dengan jumlah penghuni yang<br />
variatif masih dalam ukuran terbatas dengan<br />
aktivitas yang masih memadai penghuni<br />
tetap merasa nyaman dan puas.<br />
46
EVALUASI PERUMAHAN MASYARAKAT<br />
BERPENGHASILAN RENDAH<br />
STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR<br />
Suhadianto<br />
Julaihi Wahid<br />
Dwira N. Aulia<br />
3. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata<br />
– rata fasilitas yang diberikan pihak<br />
perumnas cukup memadai bahkan pada<br />
beberapa fasilitas lebih dari cukup misalnya<br />
pada jalur hijau dan ruang terbuka.<br />
4. Sebagian besar penghuni Perumnas<br />
Simalingkar merasa nyaman tinggal di<br />
Perumnas Simalingkar dan Dapat dilihat<br />
dari 100 orang responden penghuni pemilik<br />
rumah langsung 75 orang, Penyewa, 10<br />
orang, menumpang 8 orang responden<br />
sedangkan 7 orang responden.dengan<br />
penghuni status kost, merasa punya<br />
keinginan tetap tinggal di Perumnas<br />
Simalingkar karena merasa nyaman dengan<br />
keadaan saat ini 85 orang responden<br />
sedangkan untuk berkeinginan pindah hanya<br />
15 orang.<br />
5.2. Saran<br />
Berdasarkan Kesimpulan diatas, peneliti ingin<br />
menyumbangkan saran-saran sebagai berikut :<br />
1. Kontrol Pemerintah terhadap bentuk dari<br />
pengembangan perumahan Perumnas<br />
Simalingkar sangat dibutuhkan agar tidak<br />
terjadi pola pengembangan bangunan yang<br />
tidak teratur.<br />
2. Perlunya Pemerintah memperhatikan sarana<br />
dan prasarana serta sanitasi di Perumahan<br />
Simalingkar, mengingat peruntukan sarana<br />
dan prasarana perumahan Simalingkar<br />
cukup memadai namun masih perlunya<br />
perawatan.<br />
Daftar Pustaka<br />
Crowe Normah; (1977), Nature and The Idea of<br />
a Man Made World<br />
Dana, W, Dfefry; (1990), Ciri Perancangan kota<br />
Bandung, Gramedia, Jakarta<br />
Djajadiningrat Surna, T; (1992), Membangun<br />
Tampa Merusak Lingkungan, Kantor<br />
Menteri Negara Kependudukan dan<br />
Lingkungan Hidup, Jakarta<br />
___________, Badan Pemberdayaan Masyarakat<br />
Kota Medan, sumber data BPS, Laporan<br />
Rekapitulasi Kecamatan dalam angka<br />
Kota Medan<br />
___________, Monografi Kota Medan,<br />
BAPPEDA Kota Medan<br />
___________, Medan dalam angka 2001, BPS<br />
Kota Medan<br />
___________, Keputusan Menteri Pekerjaan<br />
Umum <strong>Nomor</strong> 378/KPTS/1987<br />
Turner. F. C, John; (1979), Self, Space and<br />
Shelter<br />
UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan<br />
Permukiman<br />
Peraturan Cipta Karya 1982 , Jakarta<br />
Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan<br />
Kota<br />
47
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />
ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />
BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />
STUDI KASUS : JALAN JENDERAL BESAR A. H. NASUTION<br />
(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />
Heriansyah Siregar, Abdul Ghani Salleh, Basaria Talarosha, Filiyanti T.A Bangun<br />
Program Studi Magister Teknik Arsitektur<br />
Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota<br />
Abstract. Traffic represent problems faced by Indonesian cities, which start from decreasing of road<br />
performance until generate traffic jam in the end. The problems caused by some factors, like urbanization, rapid<br />
growth of population, growth of economics and growth of number of vehicles. These factors also influence<br />
growth of a city. To see how the increase of intensity of housing-building at settlement area influence the traffic<br />
volume and decreasing of road performance, hence conducted by analyze the movement systems. Movement<br />
systems analysis covers traffic volume and traffic composition, continued with road capacity analysis yielding<br />
indicators of Q/C and travel speed. While to see the growth of settlement in study area during the last five year<br />
done by using overlay method. This method applied to the 1999 and 2004 land use map. This map shows that the<br />
artery road encumbered by local traffic, which come from housing at study area. Minimization of conflict to<br />
movement system by regulate the land usage on both side of the street needed to overcome this condition<br />
together with limitation of settlements growth in Kecamatan Medan Johor, done by maintain the RUTRK Medan<br />
<strong>2005</strong> strategy, which arranged that Kecamatan Medan Johor is specified to become the catchment area and low<br />
density settlement.<br />
Keywords: road performance, housing-building intensity, local traffic<br />
Pendahuluan<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Lalulintas merupakan permasalahan yang<br />
dihadapi kota-kota besar di Indonesia, yang<br />
berawal dari penurunan kinerja jalan hingga<br />
pada akhirnya menimbulkan kemacetan<br />
lalulintas. Beberapa faktor yang menyebabkan<br />
permasalahan tersebut antara lain urbanisasi,<br />
pertumbuhan penduduk yang pesat,<br />
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan<br />
lalulintas yang tinggi (Sutomo, et al, 2001).<br />
Faktor-faktor tersebut diatas mempengaruhi<br />
perkembangan sebuah kota. Perkembangan kota<br />
yang semakin pesat juga menyebabkan<br />
terjadinya perubahan guna lahan kota. Tamin<br />
(1997) menyatakan, bahwa setiap guna lahan<br />
atau sistem kegiatan akan menghasilkan<br />
pergerakan (trip production) dan menarik<br />
pergerakan (trip attraction) dalam proses<br />
pemenuhan kebutuhan. Meningkatnya<br />
pergerakan ini akan menuntut penyediaan<br />
jaringan jalan yang semakin baik pula.<br />
Ketidakseimbangan antara penyediaan jaringan<br />
jalan dengan pemakainya akan menyebabkan<br />
permasalahan lalulintas. Ketimpangan antara<br />
peningkatan jaringan jalan dan jumlah<br />
kenderaan yang melalui jalan tersebut<br />
menyebabkan berbagai permasalahan, antara<br />
lain meningkatnya waktu perjalanan,<br />
menurunnya kenyamanan pemakai jalan dan<br />
seringkali menyebabkan kemacetan lalulintas.<br />
Masalah ini menjadi semakin parah akibat<br />
adanya percampuran pergerakan antara lalulintas<br />
menerus, regional dan lokal. Masalah ini<br />
seringkali terjadi pada kawasan yang<br />
mempunyai intensitas kegiatan yang tinggi dan<br />
terjadi terutama pada jam-jam puncak.<br />
Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution merupakan<br />
bagian dari jalan lingkar luar (outer ring road)<br />
48
ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />
BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />
STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />
(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />
Heriansyah Siregar<br />
Abdul Ghani Salleh<br />
Basaria Talarosha<br />
Filiyanti T. A. Bangun<br />
kota Medan, yang berfungsi sebagai jalan arteri<br />
primer dan merupakan jalan alternatif bagi<br />
pergerakan lalulintas yang diarahkan untuk tidak<br />
melalui pusat kota. Berdasarkan Peraturan<br />
Pemerintah No. 26/1985 pasal 7 disebutkan<br />
bahwa jalan arteri primer didesain berdasarkan<br />
kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.<br />
Selain itu, pada jalan arteri primer lalulintas<br />
regional tidak boleh terganggu oleh lalulintas<br />
ulang alik, lalulintas dan kegiatan lokal.<br />
Dalam kenyataannya, selain harus melayani arus<br />
menerus dan regional, jalan ini harus pula<br />
melayani pergerakan lokal dan internal kota.<br />
Pada kedua sisi koridor jalan tersebut saat ini<br />
telah bermunculan kegiatan-kegiatan komersial<br />
yang dapat mengakibatkan tundaan lalulintas<br />
sebagai akibat dari kendaraan yang menuju dan<br />
parkir pada pusat-pusat aktifitas tersebut.<br />
Munculnya perumahan-perumahan pada selatan<br />
Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution juga<br />
mempengaruhi beban lalulintas yang ditanggung<br />
oleh jalan tersebut. Tundaan yang diakibatkan<br />
oleh lalulintas yang menuju perumahanperumahan<br />
tersebut saat ini sudah dapat<br />
dirasakan, khususnya pada persimpanganpersimpangan<br />
yang merupakan akses menuju<br />
perumahan-perumahan tersebut.<br />
Terjadinya perubahan guna lahan pada kedua<br />
sisi dan selatan jalan ini menimbulkan dampak<br />
berupa penurunan kinerja jalan. Penurunan<br />
kinerja jalan tersebut berupa meningkatnya<br />
volume lalulintas, bertambahnya waktu<br />
perjalanan dan menurunnya kecepatan<br />
perjalanan yang menyebabkan peningkatan<br />
biaya perjalanan.<br />
1.2 Perumusan Masalah<br />
Permasalahan penurunan kinerja Jalan Jenderal<br />
Besar A. H. Nasution sebagai jalan arteri primer<br />
di Kota Medan disebabkan antara lain oleh<br />
berkembangnya permukiman yang<br />
memanfaatkan ruas jalan tersebut sebagai muara<br />
pergerakan warganya dan kegiatan-kegiatan di<br />
sepanjang kedua sisi jalan (road side activity)<br />
yang menimbulkan gangguan samping (side<br />
friction) yang menghambat lalulintas menerus.<br />
Dari uraian diatas, maka penelitian ini berusaha<br />
untuk mengidentifikasi pengaruh peningkatan<br />
intensitas bangunan perumahan terhadap kinerja<br />
ruas Jenderal Besar A. H. Nasution, khususnya<br />
mengenai volume, kecepatan rata-rata dan<br />
kepadatan/kerapatan lalulintas di ruas jalan<br />
tersebut.<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh<br />
peningkatan intensitas bangunan terhadap<br />
kinerja ruas jalan pada Jalan Jenderal Besar A.<br />
H. Nasution, khususnya terhadap volume,<br />
kecepatan rata-rata dan kepadatan/kerapatan<br />
lalulintas di ruas jalan tersebut.<br />
Gambar 4.2. Penempatan Lokasi Pos Survey Pada Ruas Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />
Jl. Djamin Ginting<br />
I<br />
II<br />
III<br />
IV<br />
Jl. Jend. Besar A. H. Nasution<br />
Jl. Luku I<br />
Jl. Karya Wisata<br />
Jl. Karya Jaya<br />
Jl. Brigjen katamso<br />
49
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />
2. Tinjauan Pustaka<br />
2.1 Hubungan Guna Lahan Dan<br />
Transportasi<br />
Guna lahan (land use) merupakan istilah yang<br />
berasal dari ekonomi pertanian, yang arti aslinya<br />
adalah sebidang tanah dan penggunaan<br />
ekonomisnya (seperti untuk tanaman basah,<br />
tanaman kering). Istilah guna lahan kemudian<br />
diadopsi ke dalam perencanaan wilayah kota<br />
dengan arti yang bergeser dari aslinya. Secara<br />
umum, “guna lahan perkotaan” diartikan sebagai<br />
distribusi keruangan (spatial distribution) atau<br />
pola geografis dari fungsi-fungsi perkotaan,<br />
seperti perumahan, perdagangan, perkantoran,<br />
rekreasi, industri dan lain-lain (Djunaedi, 2003).<br />
Kemampuan transportasi, atau penyediaan<br />
angkutan (transpor), menunjukkan potensi untuk<br />
menghubungkan antar kegiatan guna lahan.<br />
Kemampuan ini disediakan oleh berbagai moda<br />
angkutan (angkutan jalan raya, laut, udara, dan<br />
jalan kaki). Kemampuan transportasi bisa juga<br />
multi-moda; contohnya : perjalanan ke kantor<br />
dilakukan dengan jalan kaki dari rumah ke<br />
pemberhentian bus kota, naik bus kota, turun<br />
dari bus dan kemudian naik becak ke kantor.<br />
Fasilitas transportasi termasuk pula tempat<br />
perpindahan antar moda (misal : terminal bus,<br />
kereta api, bandar udara).<br />
Dalam suatu sistem kota, seperti pada gambar 1,<br />
terdapat hubungan antara guna lahan, demografi<br />
dan transportasi. Transportasi sendiri dapat<br />
dilihat sebagai fungsi dari beberapa sub sistem,<br />
seperti transportasi pribadi, transportasi publik<br />
dan transportasi barang (Orn, 20<strong>02</strong>).<br />
Keseluruhan elemen tersebut merupakan hal<br />
penting yang harus dipertimbangkan dalam<br />
proses pembangunan kota. Penambahan arus<br />
lalulintas tidak dapat dimengerti dengan baik<br />
tanpa mempelajari guna lahan dan demografi.<br />
Pada sisi lain, sistem transportasi dan<br />
pengembangan prasarana jalan dapat<br />
mempengaruhi dan memegang peranan dalam<br />
menentukan nilai jual tanah.<br />
Transportasi<br />
Publik<br />
Barang<br />
Pribadi<br />
Demografi<br />
Guna<br />
Lahan<br />
Gambar 1. Hubungan Transportasi, Guna Lahan<br />
dan Demografi pada Suatu Sistem<br />
Kota.<br />
Sumber : Orn, 20<strong>02</strong>.<br />
Transportasi meningkatkan interaksi antar<br />
aktifitas atau guna lahan. Interaksi tersebut<br />
diukur melalui aksesibilitas, yang meliputi daya<br />
tarik suatu tempat sebagai asal dan tujuan. Pola<br />
guna lahan adalah hal yang penting karena akan<br />
menentukan peluang ataupun aktifitas yang ada<br />
dalam jangkauan suatu tempat. Potensi antara<br />
dua tempat untuk berinteraksi akan bergantung<br />
pada biaya dari pergerakan antara keduanya,<br />
baik dalam terminologi uang ataupun waktu.<br />
Sebagai konsekuensinya, struktur dan kapasitas<br />
dari jaringan transportasi akan mempengaruhi<br />
tingkat aksesibilitas.<br />
Transportasi Aksesibilitas Guna Lahan<br />
Gambar 2. Hubungan Transportasi dan<br />
Guna Lahan<br />
Sumber : Black, 1984.<br />
2.2 Perencanaan Transportasi<br />
Terdapat beberapa konsep perencanaan<br />
transportasi yang berkembang sampai saat ini.<br />
Diantaranya yang paling populer adalah Model<br />
Empat Tahap (Four Steps Model), yang terdiri 4<br />
(empat) sub model, yaitu (Tamin, 1997):<br />
1. Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)<br />
Bangkitan perjalanan merupakan tahapan<br />
pemodelan yang memperkirakan jumlah<br />
pergerakan yang berasal dari suatu zona<br />
50
ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />
BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />
STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />
(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />
Heriansyah Siregar<br />
Abdul Ghani Salleh<br />
Basaria Talarosha<br />
Filiyanti T. A. Bangun<br />
atau guna lahan dan jumlah perjalanan<br />
yang tertarik ke suatu zona atau guna<br />
lahan.<br />
2. Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)<br />
Pola sebaran perjalanan antara zona asal<br />
dan zona tujuan adalah hasil dari dua hal<br />
yang terjadi bersamaan, yaitu<br />
lokasi/intensitas guna lahan yang akan<br />
menghasilkan arus lalulintas serta<br />
pemisahan ruang dan interaksi antara dua<br />
guna lahan yang akan menghasilkan<br />
pergerakan manusia/barang. Sistem<br />
transportasi dapat mengurangi hambatan<br />
perjalanan dalam ruang, tetapi tidak<br />
mengurangi jarak. Jarak hanya dapat<br />
diatasi dengan memperbaiki sistem<br />
jaringan transportasi. Oleh karena itu,<br />
jumlah pergerakan lalulintas antara dua<br />
buah guna lahan tergantung dari intensitas<br />
kedua guna lahan dan pemisahan ruang<br />
(jarak, waktu dan biaya) (JICA, 2000).<br />
3. Pemilihan Moda (Moda Split)<br />
Model pemilihan moda bertujuan untuk<br />
mengetahui proporsi orang yang akan<br />
menggunakan setiap moda. Pemilihan<br />
moda, selain juga harus<br />
mempertimbangkan pergerakan yang<br />
menggunakan lebih dari satu moda dalam<br />
perjalanan yang sangat umum dijumpai,<br />
dipengaruhi oleh tiga faktor yang<br />
menentukan, yaitu ciri pengguna jalan, ciri<br />
perjalanan dan ciri fasilitas/moda<br />
transportasi dan ciri kota/zona (JICA,<br />
2000).<br />
4. Penentuan Rute (Route Choice)<br />
Pembebanan lalulintas adalah suatu proses<br />
dimana permintaan perjalanan, yang<br />
didapat dari tahap distribusi dibebankan<br />
ke rute jaringan jalan yang terdiri dari<br />
kumpulan ruas-ruas jalan.<br />
3. Metodologi Penelitian<br />
3.1 Pendekatan studi<br />
Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan<br />
sebagai berikut:<br />
1. Melakukan pengamatan awal terhadap<br />
sistem pergerakan di Jalan Jenderal Besar<br />
A. H. Nasution untuk mendapatkan<br />
gambaran umum gangguan sistem<br />
pergerakan di jalan tersebut.<br />
2. Melakukan pengamatan awal terhadap<br />
sumber utama lalulintas lokal yang<br />
10.9%<br />
13.6%<br />
7.3%<br />
11.0%<br />
25.4%<br />
31.9%<br />
Citra Wisata Johor Indah Permai Johor Indah Permai II<br />
Vila Prima Indah Puri Katelia Griya Wisata<br />
membebani Jalan Jenderal Besar A. H.<br />
Nasution, yaitu perumahan yang aksesnya<br />
memanfaatkan ruas jalan tersebut.<br />
3. Melakukan pencacahan volume lalulintas<br />
(traffic count) pada titik-titik akses<br />
menuju perumahan di sekitar kawasan<br />
Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution.<br />
Pencacahan tersebut dilakukan dengan<br />
perkiraan waktu-waktu puncak tertentu<br />
sebagai berikut :<br />
a. Pagi hari : 06.30 – 08.30<br />
b. Sore Hari : 16.30 – 18.30<br />
dan dilakukan pada hari-hari yang<br />
mewakili keadaan dalam satu minggu,<br />
yaitu pada awal, tengah dan akhir minggu.<br />
Selanjutnya kinerja ruas jalan dianalisis<br />
berdasarkan perkiraan jam-jam puncak<br />
tersebut dengan menggunakan kriteria<br />
derajat kejenuhan (degree of<br />
saturation/DS) dan kecepatan perjalanan.<br />
6. Melakukan pencacahan volume lalulintas<br />
(traffic count) pada titik-titik masuk<br />
perumahan, dalam hal ini pada pintu-pintu<br />
masuk perumahan disepanjang Jalan<br />
Karya Wisata, yang diperkirakan<br />
merupakan kontributor terbesar dari<br />
lalulintas lokal yang membebani Jalan<br />
Jenderal Besar A. H. Nasution.<br />
Pencacahan tersebut dilakukan pada waktu<br />
dan hari yang sama dengan pencacahan<br />
yang dilakukan di Jalan Jenderal Besar A.<br />
H. Nasution.<br />
7. Melakukan analisis peningkatan intensitas<br />
bangunan perumahan pada kawasan<br />
permukiman di wilayah studi berdasarkan<br />
data-data sekunder pada masa lalu dan<br />
saat ini.<br />
51
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />
3.2 Data Yang Dibutuhkan<br />
Data-data yang dibutuhkan pada pelaksanaan<br />
penelitian ini adalah :<br />
1. Data primer, berupa :<br />
a. Data fisik (geometrik) Jalan<br />
Jenderal Besar A. H. Nasution, yang<br />
didapatkan dengan melakukan<br />
pengukuran menggunakan pita<br />
meter.<br />
b. Data volume lalulintas Jalan<br />
Jenderal Besar A. H. Nasution, yang<br />
didapatkan melalui pencacahan<br />
volume lalulintas (traffic count) di<br />
jalan tersebut. Pelaksanaan<br />
pencacahan volume lalulintas<br />
(traffic count) dilakukan secara<br />
manual dengan menghitung setiap<br />
kendaraan yang melewati pos-pos<br />
survey yang ditentukan dan dicatat<br />
pada formulir yang telah disediakan.<br />
Pencatatan volume kendaraan<br />
dilakukan berdasarkan komposisi<br />
kendaraan dan waktu per 15 menit.<br />
c. Data volume lalulintas keluar masuk<br />
perumahan di sepanjang Jalan Karya<br />
Wisata, yang didapatkan melalui<br />
pencacahan volume lalulintas<br />
(traffic count) di pada pintu-pintu<br />
perumahan tersebut. Pelaksanaan<br />
pencacahan volume lalulintas<br />
(traffic count) dilakukan dengan<br />
cara yang sama dengan pelaksanaan<br />
pencacahan volume lalulintas<br />
(traffic count) di Jalan Jenderal<br />
Besar A. H. Nasution<br />
2. Data sekunder, berupa :<br />
a. Peta penggunaan lahan kawasan<br />
studi.<br />
b. Data-data perumahan di sepanjang<br />
Jalan Karya Wisata, meliputi luas<br />
lahan perumahan dan jumlah rumah.<br />
c. Data-data sekunder lainnya, seperti<br />
Rencana Umum Tata Ruang Kota<br />
(RUTRK), pertumbuhan kendaraan<br />
bermotor dan sebagainya.<br />
4. Hasil dan Pembahasan<br />
4.1 Arus Lalulintas Keluar Masuk<br />
Perumahan<br />
Dari hasil penelitian terlihat bahwa arus<br />
lalulintas keluar masuk perumahan berfluktuasi<br />
sesuai dengan karakteristik arus lalulintas pada<br />
daerah perumahan, dimana arus lalulintas<br />
puncak terjadi pada pagi hari saat penghuni<br />
keluar untuk menuju ke pusat-pusat kegiatan<br />
(perkantoran dan sekolah) dan berulang pada<br />
sore hari dimana mereka kembali dari pusatpusat<br />
kegiatan tersebut.<br />
Arus lalulintas maksimum keluar dari lokasilokasi<br />
perumahan terjadi pada hari Senin pagi<br />
antara pukul 6.45 – 7.45 sebesar 656,4 smp/jam,<br />
sedangkan arus lalulintas maksimum masuk ke<br />
lokasi-lokasi perumahan terjadi pada hari Rabu<br />
sore antara pukul 17.00 – 18.00sebesar 375,0<br />
smp/jam.<br />
Gambar 3 dan 4 memperlihatkan persentase arus<br />
lalulintas keluar masuk tersebut pada masingmasing<br />
lokasi perumahan yang disurvey.<br />
14.1%<br />
11.2%<br />
7.9%<br />
8.3%<br />
26.1%<br />
32.4%<br />
Citra Wisata Johor Indah Permai Johor Indah Permai II<br />
Vila Prima Indah Puri Katelia Griya Wisata<br />
Gambar 3. Persentase Arus Lalulintas<br />
Maksimum Keluar dari Perumahan.<br />
Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />
10.9%<br />
13.6%<br />
7.3%<br />
11.0%<br />
25.4%<br />
31.9%<br />
Citra Wisata Johor Indah Permai Johor Indah Permai II<br />
Vila Prima Indah Puri Katelia Griya Wisata<br />
Gambar 3. Persentase Arus Lalulintas<br />
Maksimum Masuk ke Perumahan.<br />
Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />
4.2 Analisis Kapasitas Ruas Jalan Jenderal<br />
Besar A. H. Nasution<br />
Dari data pencacahan volume lalulintas (traffic<br />
count), selanjutnya dilakukan analisis kapasitas<br />
untuk masing-masing segmen ruas jalan dan<br />
dihitung derajat kejenuhan (Degree of<br />
Saturation/DS), yang merupakan faktor utama<br />
dalam penentuan tingkat kinerja jalan, yang<br />
52
ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />
BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />
STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />
(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />
Heriansyah Siregar<br />
Abdul Ghani Salleh<br />
Basaria Talarosha<br />
Filiyanti T. A. Bangun<br />
menunjukkan apakah segmen jalan mempunyai<br />
masalah kapasitas atau tidak.<br />
Dari hasil perhitungan analisis kapasitas Jalan<br />
Jenderal Besar A. H. Nasution terlihat bahwa<br />
beban lalulintas pada ruas jalan tersebut masih<br />
dibawah kapasitas, seperti terlihat pada gambar<br />
5 dan 6, walaupun pada beberapa segmen jalan<br />
telihat kecenderungan pertambahan nilai Q/C.<br />
Nilai Q/C maksimum pada ruas Jalan Jenderal<br />
Besar A. H. Nasution adalah 0,89, yang terjadi<br />
pada hari Senin antara pukul 7.00 – 8.00 pada<br />
segmen antara Jl. Karya Wisata – Jl. Karya Jaya<br />
(arah timur Jalan Jenderal Besar A. H.<br />
Nasution).<br />
Karya Wisata dan Jalan Karya Jaya). Besarnya<br />
kontribusi lalulintas lokal terhadap arus<br />
lalulintas di Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />
pada saat nilai Q/C maksimum diperlihatkan<br />
pada gambar 7 dan 8.<br />
79.8%<br />
Menerus<br />
Lokal<br />
20.2%<br />
Vol. Lalu Lintas (smp)<br />
3,500<br />
3,000<br />
2,500<br />
2,000<br />
1,500<br />
1,000<br />
500<br />
Gambar 7. Perbandingan Arus Lalulintas Lokal<br />
dan Menerus Pada Jalan Jenderal Besar A. H.<br />
Nasution Arah Jalan Brigjen Katamso Pada Saat<br />
Nilai Q/C Maksimum.<br />
Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />
0<br />
6.30 - 7.30 6.45 - 7.45 7.00 - 8.00 7.15 - 8.15 7.30 - 8.30<br />
Waktu<br />
Arah Timur Arah Barat Kapasitas<br />
79.8%<br />
Gambar 5. Grafik Fluktuasi Beban Lalulintas<br />
Maksimum Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />
Pada Pagi Hari.<br />
20.2%<br />
Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />
Menerus<br />
Lokal<br />
Vol. Lalu Lintas (smp)<br />
3,500<br />
3,000<br />
2,500<br />
2,000<br />
1,500<br />
1,000<br />
500<br />
Gambar 8. Perbandingan Arus Lalulintas Lokal<br />
dan Menerus Pada Jalan Jenderal Besar A. H.<br />
Nasution Arah Jalan Djamin Ginting Pada Saat<br />
Nilai Q/C Maksimum.<br />
Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />
0<br />
16.30 - 17.30 16.45 - 17.45 17.00 - 18.00 17.15 - 18.15 17.30 - 18.30<br />
Waktu<br />
Arah Timur Arah Barat Kapasitas<br />
Gambar 6. Grafik Fluktuasi Beban Lalulintas<br />
Maksimum Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution<br />
Pada Sore Hari.<br />
Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />
Kontribusi lalulintas lokal cukup terasa terutama<br />
pada segmen III (antara persimpangan Jalan<br />
Jenderal Besar A. H. Nasution dengan Jalan<br />
4.4 Pengaruh Peningkatan Intensitas<br />
Bangunan Perumahan pada Kinerja<br />
Jalan<br />
Prediksi kinerja Jalan Jenderal Besar A. H.<br />
Nasution pada masa yang akan datang didapat<br />
dari hubungan prediksi jumlah penduduk,<br />
pertumbuhan kendaraan dan bangkitan<br />
lalulintas.<br />
53
Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. <strong>02</strong> no. <strong>02</strong>, <strong>2005</strong> : 48-55<br />
Dari data perkembangan jumlah rumah dan<br />
penghuni pada keenam perumahan yang<br />
disurvey, prediksi jumlah penduduk penghuni<br />
perumahan pada masa yang akan datang<br />
dihitung dengan persamaan :<br />
P n = P 0 (1 + i) n …………………..(1)<br />
dimana :<br />
P 0 = jumlah penduduk saat ini.<br />
P n = jumlah penduduk tahun ke – n.<br />
I = tingkat pertumbuhan penduduk.<br />
Prediksi volume lalulintas menerus di Jenderal<br />
Besar A. H. Nasution tanpa arus lalulintas lokal<br />
yang berasal dari permukiman disekitarnya<br />
didapat dari persamaan :<br />
Y = 109,54 X + 1507,9 …………(2)<br />
dimana :<br />
Y = volume lalulintas.<br />
X = indeks tahun.<br />
Persamaan diatas didapat berdasarkan angka<br />
pertumbuhan kendaran bermotor, dengan<br />
mengasumsikan bahwa variabel kapasitas ruas<br />
jalan adalah konstan dan tanpa menyertakan<br />
faktor jam puncak (peak hour factor/PHF).<br />
<strong>Volume</strong> lalulintas yang merupakan dasar<br />
perhitungan adalah volume lalulintas menerus<br />
pada saat nilai Q/C di Jalan Jenderal Besar A. H.<br />
Nasution maksimum.<br />
Tingkat bangkitan lalulintas dari perumahan<br />
yang digunakan untuk menghitung prediksi<br />
volume lalulintas masa yang akan datang<br />
didapat dari data kuesioner yang disebar kepada<br />
100 responden di keenam perumahan yang<br />
disurvey. Persamaan bangkitan lalulintas dari<br />
perumahan adalah:<br />
O i = 0.1363 P + 16.158 ……..(3)<br />
dimana :<br />
O i = bangkitan lalulintas pada jam puncak<br />
pagi (orang/jam).<br />
P = jumlah penghuni (jiwa).<br />
Dari ketiga persamaan di atas, didapat prediksi<br />
kinerja Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution pada<br />
masa yang akan datang, seperti terlihat pada<br />
tabel 1.<br />
Tabel 1. Prediksi kinerja Jalan Jenderal Besar A.<br />
H. Nasution.<br />
Q total<br />
Tahun<br />
Q menerus<br />
*)<br />
O i Arah Jalan Q total /C<br />
(smp/jam) (smp/jam) Brigjen Katamso<br />
(smp/jam)<br />
(1) (2) = pers. 13 (3) = pers. 14 (4) = 0.546 x (3) + (2) (5)<br />
<strong>2005</strong> 2,274.7 403.3 2,678.0 0.83<br />
2006 2,384.2 410.0 2,794.3 0.86<br />
2007 2,493.8 416.0 2,909.8 0.90<br />
2008 2,603.3 421.6 3,<strong>02</strong>4.9 0.94<br />
2009 2,712.8 428.0 3,140.8 0.97<br />
*) : Perbandingan lalulintas lokal kearah Jalan<br />
Brigjen Katamso dan kearah Jalan Djamin<br />
Ginting adalah 54,6% : 45,4%.<br />
Sumber : Hasil Analisis, 2004.<br />
Dari hubungan tersebut di atas dapat dilihat<br />
bahwa nilai Q/C pada Jalan Jenderal Besar A. H.<br />
Nasution, dengan tambahan arus lalulintas lokal<br />
yang hanya berasal dari perumahan di sepanjang<br />
Jalan Karya Wisata, pada 5 (lima) tahun<br />
mendatang (2009) akan mencapai nilai 0,97<br />
dimana arus menjadi tidak stabil, kecepatan<br />
rendah dan volume mendekati kapasitas.<br />
5. Kesimpulan dan Saran<br />
5.1 Kesimpulan<br />
1. Ruas Jalan Jenderal Besar A. H. Nasution,<br />
sebagai bagian dari jalan lingkar luar<br />
Medan (Medan Outer Ring Road) yang<br />
berfungsi sebagai jalan arteri primer, pada<br />
kenyataannya harus melayani lalulintas<br />
lokal dan juga terganggu oleh adanya<br />
kegiatan lokal di sepanjang sisi jalan. Hal<br />
ini menyebabkan penurunan kinerja jalan<br />
tersebut, dimana nilai Q/C maksimum<br />
telah mencapai 0,89 pada arah timur jalan<br />
tersebut pada saat volume lalulintas aktual<br />
2.875 smp/jam dan kecepatan 28,87<br />
km/jam.<br />
2. Besarnya lalulintas lokal yang berasal dari<br />
perumahan pada daerah selatan Jalan<br />
Jenderal Besar A. H. Nasution dibanding<br />
arus lalulintas total adalah 20,2% pada<br />
arah timur dan 33,9% pada arah barat,<br />
sementara pengaruh maksimum dari<br />
permukiman terhadap kinerja (Q/C) Jalan<br />
A.H. Nasution adalah sebesar 0,11 pada<br />
arah Timur (pagi) dan 0,17 pada arah<br />
Barat (sore).<br />
3. Pertumbuhan lalulintas menerus dan<br />
lalulintas yang berasal dari perumahan di<br />
sepanjang Jalan Karya Wisata akan<br />
54
ANALISIS KINERJA JALAN AKIBAT PENINGKATAN INTENSITAS<br />
BANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN<br />
STUDI KASUS: JALAN JENDERAL BESAR A.H. NASUTION<br />
(JALAN LINGKAR LUAR MEDAN)<br />
Heriansyah Siregar<br />
Abdul Ghani Salleh<br />
Basaria Talarosha<br />
Filiyanti T. A. Bangun<br />
menyebabkan nilai Q/C di ruas Jalan<br />
Jenderal Besar A. H. Nasution pada 5<br />
(lima) tahun mendatang akan mencapai<br />
nilai 0,97, dimana arus menjadi tidak<br />
stabil, kecepatan rendah dan volume<br />
mendekati kapasitas (arus jenuh).<br />
5.2 Saran-saran<br />
1. Dengan nilai Q/C maksimum pada ruas<br />
0,89, maka diperlukan penanganan berupa<br />
pelebaran jalur jalan hingga nilai Q/C <<br />
0,8 dapat dicapai (Tamin, 1998), sehingga<br />
arus lalulintas akan menjadi stabil dan<br />
kecepatan dapat dikontrol.<br />
2. Perlunya pengaturan pola pemanfaatan<br />
lahan di sepanjang sisi jalan untuk<br />
meminimalkan konflik terhadap sistem<br />
pergerakan, misalnya dengan pembatasan<br />
kegiatan perkantoran dan perdagangan.<br />
3. Membatasi pertumbuhan permukiman di<br />
daerah Medan Johor dengan tetap<br />
mempertahankan strategi yang ditetapkan<br />
dalam RUTRK Medan <strong>2005</strong>, dimana<br />
Kecamatan Medan Johor diarahkan<br />
menjadi daerah resapan air dan<br />
permukiman dengan kepadatan rendah<br />
(KDB 0,3).<br />
4. Agar Pemerintah Kota menerapkan aturan<br />
agar pengembang (developer) melakukan<br />
studi analisis dampak lalulintas (traffic<br />
impact analysis) dan analisis dampak<br />
social (social impact analysis) sebelum<br />
melakukan pengembangan/pembangunan<br />
suatu perumahan/realestat.<br />
5. Mengingat ruas jalan lingkar (Medan<br />
Outer Ring Road) yang ada sekarang<br />
hanya melingkari setengah dari wilayah<br />
Kota Medan, Pemerintah Kota perlu<br />
memikirkan kembali konsep jalan lingkar<br />
ini dengan merencanakan/membangun<br />
jalan lingkar yang benar-benar melingkari<br />
seluruh wilayah Kota Medan, sehingga<br />
fungsi jalan lingkar sebagai jalan arteri<br />
primer tidak terganggu oleh arus lalulintas<br />
dan kegiatan-kegiatan lokal.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Black, J.A., Blunden, W.R. 1984. The Land-<br />
Use/Transport System 2 nd Edition.<br />
Pergamon Press. Sydney.<br />
Djunaedi, A. 2003. Perencanaan Guna<br />
Lahan/Kota dan Hubungannya dengan<br />
Perencanaan<br />
Transortasi.<br />
www.ugm.ac.id<br />
JICA. 2000. Pemodelan Sistem Transportasi<br />
(Transportation System Modelling).<br />
Forum Studi Transportasi Antar<br />
Perguruan Tinggi. Medan.<br />
Orn, H. 20<strong>02</strong>. Urban Traffic and Transport.<br />
Building Issues Vol. 12. Lund University.<br />
Lund. Sweden.<br />
Tamin, O.Z. 1997. Perencanaan dan<br />
Pemodelan Transportasi. ITB Press.<br />
Bandung.<br />
Tamin, O.Z., Nahdalina. 1998. Analisis<br />
Dampak Lalulintas (Andall). Jurnal<br />
Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 9<br />
No. 3 September 1998. Bandung.<br />
55
PEDOMAN PENGIRIMAN NASKAH<br />
Jurnal Arsitektur – ATRIUM<br />
TATA TULIS NASKAH :<br />
- Kategori naskah ilmiah hasil riset / penelitian, kritik, ulasan / apresiasi.<br />
- Naskah dituliskan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Jika naskah menggunakan<br />
Bahasa Indonesia maka di bagian awal naskah diterakan abstrak dalam Bahasa Inggris. Jika<br />
naskah menggunakan Bahasa Inggris maka di bagian awal naskah diterakan abstrak dalam<br />
Bahasa Indonesia. Naskah diketik pada kertas ukuran A-4. Spasi ganda dengan batas margin<br />
atas, kanan dan bawah 3 cm, batas kiri 4 cm dari tepi kertas. Panjang naskah / artikel minimum<br />
3000 kata dan maksimum 6000 kata, tidak termasuk Abstrak dan Daftar Pustaka. Huruf Times<br />
New Roman, ukuran font 11, huruf tegak.<br />
- Judul singkat, jelas, dituliskan format font 14, huruf tegak, cetak tebal, huruf kapital, mode<br />
centre line.<br />
- Nama Penulis naskah ditulis lengkap tanpa mencantumkan gelar, diterakan di bawah nama<br />
penulis dilengkapi institusi asal penulis.<br />
- Isi naskah berperspektif atau bertema Arsitektur dan ilmu terapannya dalam bidang-bidang:<br />
perancangan arsitektur, perancangan tapak dan lingkungan, perkotaan dan permukiman,<br />
teknologi bangunan, serta teori dan kritik arsitektur. Naskah asli bukan duplikasi ataupun<br />
pernah dipublikasikan di media cetak manapun.<br />
- Sistematika naskah :<br />
• Judul<br />
• Nama dan asal institusi penulis<br />
• Abstrak, setara 150 kata, 1 spasi, meliputi latar belakang, pendekatan, metode riset, hasil,<br />
temuan, manfaat secara umum dan keywords (kata kunci).<br />
• Isi Naskah, meliputi Pendahuluan, ( Masalah, Tujuan, Manfaat ), Kajian Pustaka /<br />
Landasan Teori, Metodologi Penelitian, Pembahasan, Simpulan dan Rekomendasi.<br />
• Daftar Pustaka<br />
- Gambar, grafik, tabel, foto harus disajikan dengan jelas. Format foto digital minimal 300 dpi.<br />
Keterangan gambar dll. dituliskan dalam format font lebih kecil dari format font tulisan isi.<br />
- Catatan ( Footnote dan Endnote ) berisi catatan penjelas bukan daftar asal kutipan<br />
- Daftar Pustaka diketik 1 spasi, dituliskan berurut menurut abjad (alphabetical). Judul Buku dan<br />
judul Jurnal dicetak miring (italic).<br />
- Contoh:<br />
Ball,M. (1998) Institutions in British Property Research: A Review, Urban Studies, 35, pp. 1501-1517.<br />
Edwards, M. (1992) A microcosm: redevelopment proposals at Kings Cross, in A. Thornley (Ed.) The Crisis<br />
of London, pp. 53-72. london: Routledge.<br />
Haughton, G. and Hunter, C. (1994) Sustainable Cities. London: Jessica Kingsley.<br />
KETERANGAN UMUM :<br />
- Naskah diserahkan dalam bentuk soft copy dalam floppy disk dan 1 (satu) eksemplar hard<br />
copy (cetakan / print out). Redaksi sangat menganjurkan pengiriman melalui media elektronik<br />
(e-mail).<br />
- Redaksi berhak untuk menyunting, mengedit ataupun menolak naskah yang diterima. Setiap<br />
tulisan yang masuk ke redaksi akan di review awal oleh tim Redaksi Pelaksana untuk menelaah<br />
kesesuaian atau konsistensi tulisan dengan misi dan kriteria redaksional jurnal. Selanjutnya<br />
setiap tulisan akan direview oleh anggota Dewan Redaksi untuk mendapatkan pertimbangan<br />
akhir apakah tulisan tersebut direkomendasikan untuk diterbitkan atau ditolak, lengkap<br />
dengan saran perbaikan jika tulisan tersebut diterima. Tulisan yang direkomendasikan oleh<br />
anggota Dewan Redaksi untuk diterbitkan akan dikembalikan lagi kepada penulis untuk<br />
diperbaiki sesuai saran dan tulisan hasil perbaikan harus sudah dikembalikan ke Redaksi<br />
Pelaksana sampai batas tenggat waktu yang ditentukan.<br />
- Redaksi akan mengembalikan naskah yang tidak memenuhi kriteria bila disertakan ongkos<br />
pengiriman.<br />
- Alamat redaksi:<br />
Program Magister Teknik Arsitektur<br />
Gedung D Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara<br />
Jalan Perpustakaan Kampus US, Medan 20155<br />
Tel. 061-8219525 Fax. 061-8223525<br />
E-mail: mtausu@telkom.net, citina@indosat.net.id, pondokdaun13@telkom.net<br />
Website: http://www.arch-usu.net/atrium
Sekolah Pascasarjana<br />
Universitas Sumatera Utara<br />
MAGÍSTER TEKNIK ARSITEKTUR<br />
Bidang Kekhususan:<br />
STUDI-STUDI ARSITEKTUR MANAJEMEN<br />
PEMBANGUNAN KOTA<br />
Program Magister Teknik Arsitektur Sekolah<br />
Pascasarjana Universitas (MTA PPs USU) Sumatera<br />
Utara berdiri berdasarkan SK Dirjen Dikti No.<br />
3091/D/T/2001, dengan dua Bidang Kekhususan:<br />
1. STUDI-STUDI ARSITEKTUR, dengan empat<br />
alur:<br />
Teori dan Perancangan Arsitektur, Teknologi<br />
Bangunan,<br />
Perancangan Kota, dan Perumahan dan<br />
Permukiman<br />
2. MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA<br />
Fasilitas:<br />
* Kegiatan perkuliahan dilaksanakan di ruangruang<br />
kelas khusus dan eksklusif (bentuk<br />
seminar dan kuliah), berpendingin udara<br />
dengan fasilitas multimedia terkini.<br />
* Perpustakaan khusus program MTA-PPs USU<br />
dilengkapi buku-buku terbaru di bidang<br />
arsitektur dan perencanaan serta jurnal<br />
referensi nasional dan internasional.<br />
Bidang Kekhususan STUDI-STUDI ARSITEKTUR<br />
Program pendidikan mensyaratkan setiap<br />
mahasiswa harus menempuh minimum 36 SKS<br />
termasuk Tesis sebagai prasyarat yang<br />
bersangkutan dinyatakan lulus program magister<br />
dan berhak menyandang gelar MT (Magister<br />
Teknik). Masa pendidikan normal adalah empat<br />
semester, namun kurikulum yang digunakan<br />
memungkinkan mahasiswa untuk menyelesaikan<br />
studi dalam tiga semester.<br />
Matakuliah wajib untuk semua alur (bobot sks):<br />
Filsafat Arsitektur (3), Arsitektur Regional (2),<br />
Metodologi Penelitian (2), Studio Kajian-Arsitektur<br />
(4), Pratesis (2), Kolokium & Seminar (2), Tesis (6).<br />
Teori dan Perancangan Arsitektur :<br />
Sejarah & Teori Arsitektur (4), Antropologi<br />
Arsitektur (2), Kritik Arsitektur (2), Metoda &<br />
Konsep Perancangan (2), Pilihan (6)<br />
Teknologi Bangunan:<br />
Teknologi Bangunan Lanjut (3), Struktur Konstruksi<br />
& Metoda Membangun (3), Pengendalian<br />
Bangunan & Lingkungan (2), Studio Teknologi<br />
Bangunan (4), Pilihan (6)<br />
Perancangan Kota<br />
Teori & Prinsip Perancangan Kota (2), Morfologi &<br />
Tipologi Kota (2), Ekonomi & Sosiologi Perkotaan<br />
(2), Isu Kontemporer Perancangan Kota (2), Studio<br />
Perancangan Kota (4), Pilihan (6)<br />
Perumahan dan Permukiman<br />
Teori Perkembangan Permukiman (3), Pranata<br />
Pembangunan (2), Sistem Penyediaan Perum. &<br />
Perm. (2), Manajemen Pembang. Permukiman (2),<br />
Konsep & Metode Pemb. Perumahan (4), Pilihan<br />
(6)<br />
Bidang Kekhususan MANAJEMEN<br />
PEMBANGUNAN KOTA<br />
Program pendidikan mensyaratkan setiap<br />
mahasiswa harus menempuh minimum 42 SKS<br />
termasuk Tesis sebagai prasyarat yang<br />
bersangkutan dinyatakan lulus program magister<br />
dan berhak menyandang gelar MT (Magister<br />
Teknik). Masa pendidikan termasuk penyelesaian<br />
tesis dapat diselesaikan dalam waktu 3 sampai<br />
dengan 4 semester.<br />
Matakuliah wajib (bobot sks):<br />
Sumber Daya & Pembiayaan Pembangunan Kota<br />
(3), Perencanaan Kota (2), Sosiologi & Partisipasi<br />
Masyarakat Kota (3), Struktur Ruang & Morfologi<br />
Kota (3), Metodologi Penelitian (2), Institusi &<br />
Kebijakan Pembangunan Kota (3), Perencanaan<br />
Sarana & Sarana Kota (3), Perancangan Kota (2),<br />
Studio Manajemen Pembangunan Kota (4), Pratesis<br />
(2), Kolokium & Seminar (2), Tesis (6), Pilihan (4)<br />
Perkuliahan:<br />
* Kuliah Bidang Studi-studi Arsitektur dan<br />
Manajemen Pembangunan Kota<br />
dilaksanakan sore & malam hari mulai pukul<br />
14.00 WIB.<br />
* Kuliah Bidang Manajemen Pembangunan<br />
Kota dilaksanakan sore & malam hari pukul<br />
14.00 WIB.
Penerimaan Mahasiswa Baru<br />
Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU<br />
Persyaratan Peserta<br />
Calon peserta program harus memenuhi<br />
persyaratan sebagai berikut :<br />
* Bidang kekhususan Studi-studi Arsitektur:<br />
lulusan sarjana (S1) arsitektur universitas<br />
negeri maupun swasta terakreditasi.<br />
* Bidang kekhususan Manajemen<br />
Pembangunan Kota: Menerima lulusan<br />
program S1 terakreditasi yang berbasis<br />
perencanaan dan manajemen atau yang<br />
telah berpengalaman kerja dalam bidang -<br />
bidang tersebut.<br />
Prosedur Penerimaan<br />
* Setiap calon mahasiswa diharuskan<br />
mengikuti prosedur penerimaaan sebagai<br />
berikut:<br />
* Mengisi formulir pendaftaran (rangkap dua),<br />
dilengkapi lampiran: Ijazah Sarjana/Ujian<br />
Negara (dilegalisasi), Transkrip Akademik<br />
(dilegalisasi), Pas Foto ukuran 3x4 cm dan<br />
2x3 cm masing-masing sebanyak tiga<br />
lembar, Daftar Riwayat Hidup, Rekomendasi<br />
dari dua orang mantan dosen atau atasan<br />
yang mengenal kemampuan akademik atau<br />
profesional peserta<br />
* Membayar biaya pendaftaran<br />
* Mengikuti ujian seleksi test tertulis berupa: tes<br />
potensi akademik<br />
* Wawancara, bagi yang telah lulus ujian<br />
seleksi tertulis.<br />
Informasi dan Pendaftaran<br />
Pendaftaran:<br />
Sekolah Pascasarjana<br />
Universitas Sumatera Utara<br />
Jalan Sivitas Akademika Kampus USU<br />
Medan 20155, Tel (061) 8212453<br />
Informasi program pendidikan:<br />
Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU<br />
Jalan Perpustakaan Kampus USU<br />
Medan 20155, Tel/Fax: (061) 8219525<br />
Formulir Berlangganan Jurnal Arsitektur Atrium<br />
Saya ingin berlangganan Jurnal Arsitektur Atrium Vol. <strong>02</strong> No. 1. 2, dan 3, <strong>2005</strong> (3 terbitan).<br />
Nama :<br />
Instansi :<br />
Alamat :<br />
Telp. :<br />
Fax. :<br />
Harga berlangganan untuk satu tahun (3 kali terbit) sudah termasuk ongkos kirim/Subscription rates for<br />
the customers for one year (3 issues) include the postage (by airmail):<br />
Pulau Sumatera Rp 90.000<br />
Luar Sumatera Rp 120.000<br />
Pembayaran melalui : Bank Mandiri KK USU Medan<br />
a.n. Dwira Nirfalini Aulia<br />
No. Rek. 106-00-9303008-1<br />
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------<br />
Kirimkan formulir berlangganan ini bersama dengan bukti pembayaran kepada:<br />
Program Magister Teknik Arsitektur<br />
Gedung D Fakultas Teknik<br />
Jalan Perpustakaan Kampus USU<br />
Universitas Sumatera Utara<br />
Medan 20155<br />
Tlp./Fax. : 061- 8219525, 822352