03.01.2015 Views

Potensi Jamur Trichoderma Spp. Merombak Limbah Pertanian ...

Potensi Jamur Trichoderma Spp. Merombak Limbah Pertanian ...

Potensi Jamur Trichoderma Spp. Merombak Limbah Pertanian ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI & HPTI XV Sul-Sel Maros, 29 Oktober 2002<br />

ISBN : 979-95026-5-9<br />

POTENSI JAMUR <strong>Trichoderma</strong> spp. MEROMBAK LIMBAH PERTANIAN<br />

MENJADI BAHAN ORGANIK<br />

A. Haris Talanca<br />

Balai Penelitian Tanaman Serealia<br />

ABSTRAK<br />

Mahalnya harga pupuk organik mengakibatkan banyak petani yang mengurangi dosis<br />

pemakaian pupuk yang mengakibatkan produksi dapat terganggu. Salah satu alternatif<br />

untuk mengimbangi penggunaan pupuk anorganik adalah pemanfaatan limbah pertanian<br />

menjadi pupuk organik. Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki kehidupan<br />

mikroorganisme dalam tanah, dan akhirnya memperbaiki kualitas hasil pertanian. Masalah<br />

utama yang dihadapi dalam mengelola limbah pertanian menjadi bahan organik adalah<br />

perlu waktu yang lama untuk proses dekomposisi. Pada hal diketahui bahwa jamur<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. dapat mempercepat proses dekomposisi limbah pertanian. <strong>Jamur</strong> ini<br />

mengandung enzim lengkap yaitu : C1 (Selobiohidrolase) yang aktif merombak selulosa<br />

terlarut seperti CMC dan β-glukosidase. Ketiga ensim ini yang bekerja sinergik dalam<br />

memecah kompleks substrat.<br />

Kata kunci : <strong>Trichoderma</strong>, Ci, Cx, and B-1,3 glycosidase<br />

PENDAHULUAN<br />

Konsep peningkatan produksi<br />

pertanian di era akhir tahun 60-an terfokus<br />

kepada aspek penggunaan pupuk<br />

anorganik dan pestisida. Sejak itu<br />

pemerintah memberikan subsidi yang<br />

besar terhadap pupuk anorganik dan<br />

pestisida, sehingga harga pupuk dan<br />

pestisida murah pada tingkat petani, hal ini<br />

sejalan dengan digalakkannya program<br />

nasional yaitu ekstensifikasi dan<br />

intensifikasi pertanian.<br />

Pemberian subsidi harga ini<br />

sekarang dirasakan pemerintah untuk<br />

tidak terus menerus dilakukan dengan<br />

alasan kemampuan keuangan pemerintah<br />

terbatas. Akhirnya pemerintah mengurangi<br />

subsidi, bahkan menghapuskannya,<br />

sehingga harga pupuk dan pestisida<br />

ditingkat petani menjadi mahal. Mahalnya<br />

harga pupuk dan pestisida memaksa<br />

petani mengurangi dosis pemakaian<br />

pupuk, yang mengakibatkan produksi akan<br />

terganggu.<br />

Untuk mengatasi hal ini maka<br />

efesiensi dan efektifitas penggunaan<br />

pupuk anorganik harus dilakukan.<br />

Efesiensi penggunaan pupuk anorganik<br />

dapat diukur dari besarnya hasil yang<br />

diperoleh dari setiap satuan unsur hara<br />

dari pupuk yang diberikan. Dapat pula<br />

diartikan sebagai jumlah kenaikan hasil<br />

panen dari pertambahan tiap unsur hara<br />

yang diberikan pada tanaman. Selain itu<br />

memanfaatkan limbah pertanian sebagai<br />

pupuk organik merupakan salah satu<br />

alternatif yang perlu mendapat perhatian.<br />

Pupuk organik diketahui memiliki<br />

kelebihan yang tidak dimiliki oleh pupuk<br />

anorganik. Kelebihan tersebut adalah<br />

dapat memperbaiki struktur tanah,<br />

menambah kandungan humus,<br />

memperbaiki kehidupan mikroorganisme<br />

dalam tanah, dan pada akhirnya dapat<br />

memperbaiki kualitas hasil pertanian.<br />

76


A. Haris Talanca : <strong>Potensi</strong> <strong>Jamur</strong> <strong>Trichoderma</strong> spp.<br />

<strong>Limbah</strong> pertanian banyak dijumpai<br />

ditingkat petani terutama saat panen,<br />

pasca panen dan pengolahan hasil. Selain<br />

itu kotoran hewan ternak yang<br />

dikandangkan yang berasal dari ayam,<br />

kambing, sapi, kerbau dan kuda<br />

merupakan limbah yang baik untuk<br />

digunakan sebagai pupuk organik.<br />

Masalah utama yang dihadapi<br />

dalam mengelola limbah pertanian<br />

menjadi pupuk organik secara alami<br />

adalah perlunya waktu sekitar empat bulan<br />

untuk menjadikan limbah pertanian<br />

menjadi pupuk organik. Sedangkan dalam<br />

sistem pertanian intensif, hanya perlu<br />

waktu satu bulan untuk pertanaman<br />

berikutnya. Penggunaan jamur<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. dapat mengurangi waktu<br />

untuk penyediaan pupuk organik, karena<br />

jamur tersebut dapat mempercepat proses<br />

dekomposisi dari limbah pertanian menjadi<br />

pupuk organik.<br />

POTENSI DAN MEKANISME KERJA<br />

Berdasarkan hubungannya dengan<br />

tanaman, maka mikroba rizhosfer dibagi 3<br />

yaitu: 1) kelompok mikroba yang<br />

menguntungkan, 2) kelompok mikroba<br />

yang merugikan, dan 3) kelompok mikroba<br />

netral (Waksman, 1963; Kloepper et al.,<br />

(1980). Mikroba rizhosfer yang<br />

menguntungkan diantaranya adalah<br />

mikroba pelarut <strong>Trichoderma</strong> spp. Mikroba<br />

ini banyak dijumpai pada daerah rizhosfer<br />

yang kaya akan sumber karbon (C).<br />

Sumber C ini berasal dari ekskresi asamasam<br />

organik dari akar tanaman yang ada<br />

serta hasil pelapukan bahan organik sisasisa<br />

tanaman.<br />

Untuk mempercepat proses<br />

dekomposisi dan memperbaiki kualitas<br />

kompos limbah pertanian, maka diperlukan<br />

mikroba penghasil selulosa yaitu jamur<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. Hal ini perlu karena dua<br />

pertiga dari sisa tanaman berupa selulosa.<br />

Selulosa merupakan makromolekul yang<br />

sulit melapuk, karena terdiri dari<br />

79<br />

komponen serat panjang dan kaku<br />

(Preston, 1988)<br />

<strong>Jamur</strong> <strong>Trichoderma</strong> spp.<br />

merupakan mikroorganisme yang<br />

mempunyai potensi selulotik karena<br />

menghasilkan enzim selulosa pada<br />

substrat yang mengandung selulosa.<br />

Selulosa yang dihasilkan jamur<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. memiliki komponen<br />

enzim yang lengkap yaitu C1<br />

(Selobiohidrolase) yang aktif<br />

menghidrolisis selulosa alam, Cx<br />

(Endoglukanase) yang aktif merombak<br />

selulosa terlarut seperti CMC (Carbaxyl<br />

Nethyl Cellulose) dan B-glukosidase<br />

(Salma dan Gunarto, 1996). Ketiga<br />

komponen ini bekerja sinergik dalam<br />

memecah kompleks substrat (Wilke, 1975,<br />

Pichyngkura, 1978).<br />

Hasil penelitian Gunarto, (2000)<br />

terhadap pengukuran aktivitas selulosa<br />

menunjukkan bahwa T. koningii isolat Bo-<br />

14 memiliki aktivitas endoglukanase yang<br />

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jamur<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. mempunyai kemampuan<br />

yang baik merombak selulosa serta<br />

propagasi <strong>Trichoderma</strong> spp. tergolong<br />

mudah dan kemampuan bersaing dalam<br />

menggunakan sumber karbon pada<br />

stadium lanjut.<br />

Ada beberapa keuntungan/<br />

kelebihan penggunaan bahan organik<br />

pada lahan pertanian adalah:<br />

1. Memperbaiki sifat fisik tanah<br />

Hasil dekomposisi pupuk organik<br />

akan menghasilkan humus yang dapat<br />

berperan aktif untuk memperbaiki struktur<br />

tanah, meningkatkan kemampuan<br />

mengikat air, mempertahankan stabilitas<br />

suhu tanah dan meningkatkan kapasitas<br />

tukar kation. Humus merupakan hasil akhir<br />

dari proses dekomposisi pupuk organik<br />

yang merupakan hasil sintesis jasad mikro<br />

seperti jamur <strong>Trichoderma</strong>. Humus ini<br />

bersifat koloidal dengan kemampuan<br />

tanah liat, dapat pula memperbaiki daya<br />

olah tanah bertekstur kompak karena<br />

bahan organik dapat mengurangi daya ikat


Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI & HPTI XV Sul-Sel<br />

Maros, 29 Oktober 2002<br />

antara partikel tanah apabila diberikan<br />

pada tanah bertekstur berat.<br />

2. Memperbaiki sifat kimia tanah<br />

Pupuk organik merupakan sumber<br />

hara yang kompleks karena mengandung<br />

unsur hara makro dan mikro. Asam-asam<br />

organik hasil dekomposisi pupuk organik<br />

dapat mengikat logam Al dan Fe sehingga<br />

membebaskan P yang terikat. Asam<br />

organik seperti asam sitrat, oksalat dan<br />

malat adalah spesifik dalam menyerap Al<br />

dan Fe sehingga sangat efektif bereaksi<br />

dengan Al dan Fe. Hal ini menunjukkan<br />

bahwa pemberian bahan organik cukup<br />

efektif menekan kelarutan Al dan Fe yang<br />

dapat merugikan pertumbuhan tanaman.<br />

3. Memperbaiki sifat biologi tanah.<br />

Pupuk organik merupakan sumber<br />

energi utama untuk mikroorganisme tanah<br />

terutama golongan dekomposer.<br />

Perubahan pupuk organik oleh mikroba<br />

tanah akan menghasilkan senyawa seperti<br />

karbohidrat, protein, asam amino yang<br />

merupakan sumber energi mikroba tanah.<br />

Selain itu mikroba juga menghasilkan zat<br />

spesifik seperti quinon atau benzoquinon<br />

yang dapat meningkatkan kapasitas<br />

adsorbsi dan perpanjangan akar tanaman.<br />

Hasil penelitian yang dilakukan<br />

oleh Ousley et al., (1994).<br />

mengemukakan bahwa jamur <strong>Trichoderma</strong><br />

spp. mampu meningkatkan pertumbuhan<br />

tanaman seperti pada mentimun (Cucumis<br />

sativus), lada (Piper ningrum), tembakau<br />

(Nicotiana sp.), dan tomat (Lycopersicum<br />

esculentum).<br />

Hal ini dapat dilihat dari naiknya<br />

bobot tanaman bagian atas (TBA), bobot<br />

akar maupun bobot brangkasan. Antonius,<br />

(1997) mengemukakan bahwa biji sawi<br />

cina yang ditanam pada media campuran<br />

tanah gambut dengan pasir (1 : 1) mulai<br />

berkecambah pada hari ketiga setelah<br />

tanam.<br />

Pada pertumbuhan awal nampak<br />

bahwa tanaman yang ditumbuhkan pada<br />

media tanaman yang diinokulasi dengan<br />

jamur <strong>Trichoderma</strong> spp. pertumbuhannya<br />

lebih baik dibandingkan dengan kontrol.<br />

Bobot brangkasan inokulasi jamur<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. pada umur tiga minggu<br />

setelah tanam menunjukkan perbedaan<br />

nyata dengan kontrol (Tabel 1).<br />

Tabel 1. Bobot kering brangkasan sawi cina pada umur tiga minggu<br />

setelah tanam<br />

No. Perlakuan Bobot kering brangkasan (g)<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

4.<br />

5.<br />

Kontrol<br />

<strong>Trichoderma</strong> hamatum<br />

<strong>Trichoderma</strong> viride<br />

<strong>Trichoderma</strong> coningii<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp.<br />

0,06 b<br />

0,11 ab<br />

0,12 a<br />

0,12 a<br />

0,12 a<br />

Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata<br />

pada taraf uji 5%.<br />

Sumber : Antonius, 1977<br />

Pada Tabel 1. menunjukkan bahwa<br />

semua perlakuan inokulasi ternyata dapat<br />

menaikkan bobot brangkasan. Perlakuan<br />

jamur T. viride, T. coningii dan<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. dapat meningkatkan<br />

bobot brangkasan pada 3 minggu setelah<br />

tanam dibandingkan dengan kontrol,<br />

80<br />

sedangkan T. hamatum tidak berbeda<br />

dengan kontrol.<br />

Pada pengamatan 6 minggu<br />

setelah tanam nampak bahwa bobot<br />

kering brangkasan dan bobot kering akar<br />

tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.


A. Haris Talanca : <strong>Potensi</strong> <strong>Jamur</strong> <strong>Trichoderma</strong> spp.<br />

No.<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

4.<br />

5.<br />

Tabel 2. Bobot kering brangkasan dan bobot kering akar pada 6 mst.<br />

Perlakuan<br />

Kontrol<br />

<strong>Trichoderma</strong> hamatum<br />

<strong>Trichoderma</strong> viride<br />

<strong>Trichoderma</strong> coningii<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp.<br />

Bobot kering akar<br />

(g)<br />

0,11 a<br />

0,20 a<br />

0,24 a<br />

0,27 a<br />

0,18 a<br />

Bobot kering<br />

brangkasan<br />

(g)<br />

0,99 a<br />

2,11 ab<br />

3,13 a<br />

3,56 a<br />

1,98 ab<br />

Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5%.<br />

Sumber : Antonius, 1977.<br />

Pada Tabel 2. menunjukkan bahwa<br />

perlakuan jamur <strong>Trichoderma</strong> spp.<br />

berpengaruh terhadap bobot kering akar<br />

dan brangkasan meskipun bertambahnya<br />

bobot kering brangkasan lebih nyata<br />

dibandingkan dengan bertambahnya bobot<br />

kering akar. Hal ini disebabkan karena<br />

adanya enzim selulase yang dihasilkan<br />

sehingga dapat merombak bahan organik<br />

menjadi bahan yang dapat diserap oleh<br />

tanaman sawi.<br />

KESIMPULAN<br />

<strong>Jamur</strong> <strong>Trichoderma</strong> spp. mampu<br />

merombak limbah pertanian menjadi<br />

bahan organik, karena jamur ini<br />

mempunyai enzim yang kompleks yaitu C1<br />

(Selobiohidrase), Cx (Endoglukanase) dan<br />

B-1,3 glycosidase. Hasil dekomposisi<br />

limbah pertanian menjadi pupuk organik<br />

dapat meningkatkan bobot kering<br />

brangkasan dan akar pada tanaman sawi.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Antonius, S., 1997. <strong>Potensi</strong> <strong>Trichoderma</strong><br />

spp. untuk memacu pertumbuhan<br />

tanaman sawi cina (Brassica sp. Yang<br />

ditumbuhkan pada media gambut.<br />

Prosiding III Seminar Nasional Biologi<br />

XV. Perhimpunan Biologi Indonesia,<br />

Cabang Lampung dan Universitas<br />

Lampung. Hal. 1407-1410.<br />

Gunarto, L. 2000. Aktivitas isolate<br />

<strong>Trichoderma</strong> spp. dalam perombakan<br />

selulosa. Penelitian <strong>Pertanian</strong><br />

Tanaman Pangan 15 (1) : 43-47.<br />

Kloepper, J.W., M.N. Schroth, and T.D.<br />

Miller. 1980. Effect of rhizosphere<br />

colonization by plant growth promoting<br />

rhizobacteria on potato plant<br />

development and yield. Phytopathol.<br />

79: 1078-1082.<br />

Ousley, M.A., Lynch, J.M., Whipps, J.M.<br />

1994. Potential of <strong>Trichoderma</strong> spp. as<br />

Consistent plant growth Stimulstors.<br />

Biol. Fertil. Soils. 17: 85-90.<br />

Pichyangkura, S. 1978. Cellulose<br />

Decomposing Fungi. Report of the fith<br />

Asean Workshop. Solid Substraste<br />

Fermentation. Asean Sub-Committee<br />

on Protein.<br />

Preston, R.D. 1988. Enzymatic Breakdown<br />

of Cellulose Crystale, pp. 27 in<br />

Cellulosa, Structure, Modification and<br />

Hydrolysis. Raymond, A.Y. and Roger,<br />

M.R. (eds). John Wiley and Sons, New<br />

York.<br />

79


Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI & HPTI XV Sul-Sel<br />

Maros, 29 Oktober 2002<br />

Rifai, M.A. 1969. A Revision of the genus<br />

<strong>Trichoderma</strong> Mycological paper.<br />

Waksman, S.A. 1963. Soil microbiology.<br />

John Wiley and Sons. New York,<br />

London.<br />

Wilke, C.R. 1975. Cellulose on Chemical<br />

and Energency Resource. Interscience<br />

Publication. John Wileys and Sony.<br />

New York. Pp. 225-243.<br />

80

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!