11.11.2012 Views

PEMANFAATAN CENDAWAN UNTUK MENINGKATKAN ...

PEMANFAATAN CENDAWAN UNTUK MENINGKATKAN ...

PEMANFAATAN CENDAWAN UNTUK MENINGKATKAN ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

diatasi, seperti sistem betemak dengan<br />

cara cligembalakan serta pemberian antelmintik<br />

secara terus-menerus dengan dosis<br />

rendah clan cara pemberian yang kurang<br />

tepat.<br />

Kerugian akibat gangguan caplak di<br />

Indonesia, meski belum dilaporkan secara<br />

pasti, diperkirakan cukup besar, karena<br />

pada petemakan sapi di Amerika Serikat<br />

kerugian diperkirakan mencapai USS60<br />

juta/tahun (Steelman 1976). Di Indonesia,<br />

gangguan caplak menjadi masalah di<br />

beberapa daerah di Sumatera, Jawa,<br />

Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, clan<br />

Sumbawa (Sigit et al. 1983). Demikian pula<br />

dengan tungau penyebab skabies merupakan<br />

masalah penting di Amerika Utara,<br />

Asia, Afrika Selatan, dan Eropa. Di Inggris<br />

tercatat lebih dari 3.500 kasus pada abad<br />

ke-19 (Kirkwood 1986). Di Indonesia,<br />

tungau dilaporkan menyerang ternak<br />

kambing dan menimbulkan kematian<br />

dengan prevalensi 4-11 % (Balai Penelitian<br />

Veteriner 1992; Budiantoro 2004).<br />

Penanggulangan penyakit cacingan<br />

serta serangan tungau clan serangga lain<br />

pada ternak umumnya dilakukan dengan<br />

menggunakan antelmintik, pestisida atau<br />

akarisida secara berkala. Namun, pemakaian<br />

obat-obatan dari bahan kimiawi secara<br />

terus-menerus akan menimbulkan resistensi<br />

dan residu pada ternak dan lingkungan<br />

(Waller 1997; Larsen 2000). Selain<br />

dengan bahan kimiawi, penanggulangan<br />

penyakit cacingan serta serangan tungau,<br />

caplak, dan serangga dapat memanfaatkan<br />

cendawan sebagai agens pengendali<br />

hayati, terutama cendawan dari golongan<br />

kapang. Kapang pengendali parasit cacing<br />

nematoda disebut kapang nematofagus,<br />

dan kapang pengendali parasit serangga,<br />

tungau, caplak, dan kutu disebut kapang<br />

entomofagus. Perbaikan dan peningkatan<br />

produktivitas ternak dapat memanfaatkan<br />

khamir sebagai probiotik clan imunostimulan.<br />

Hasil eksplorasi plasma nutfah<br />

cendawan Indonesia cukup banyak clan<br />

perlu diteliti untuk mengetahui mikroba,<br />

khususnya cendawan isolat lokal, yang<br />

dapat climanfaatkan untuk meningkatkan<br />

produktivitas ternak. Umumnya cendawan<br />

melalui beberapa tahapan seleksi setelah<br />

diisolasi clan diidentifikasi, seperti uji in<br />

vitro clan in vivo, serta aplikasi pada skala<br />

laboratorium dan skala besar. Dari berbagai<br />

tahap pengujian tersebut, hanya<br />

sedikit cendawan yang terpilih sebagai<br />

pengendali hayati, probiotik atau imunostimulan.<br />

Hasil penelitian menunjukkan,<br />

dari Sembilan isolat yang diuji, hanya satu<br />

yang dapat digunakan sebagai probiotik,<br />

dan dari sejumlah isolat D. flagrans yang<br />

ditemukan hanya sedikit yang dapat digunakan<br />

sebagai nematofagus (Agarwal et<br />

al. 2000; Ahmad 2005a). Tulisan ini<br />

mengulas beberapa cendawan isolat lokal<br />

yang bermanfaat bagi ternak, baik sebagai<br />

pengendali hayati, probiotik maupun<br />

imunostimulan.<br />

<strong>CENDAWAN</strong> SEBAGAI<br />

PENGENDALI HAYATI<br />

cendawan yang termasuk golongan ini,<br />

berclasarkan target utamanya, dapat dibagi<br />

menjadi dua, yaitu sebagai pengendali<br />

cacing nematoda (nematofagus) clan<br />

sebagai pengendali serangga, tungau,<br />

caplak, clan kutu (entomofagus). Meskipun<br />

beberapa khamir dapat mematikan<br />

nematoda dan serangga, efektivitasnya<br />

rendah sehingga tidak digunakan lagi. Dari<br />

hasil penelitian, kapang nematofagus yang<br />

terpilih yaitu D. flagrans (Mendoza-De<br />

gives et al. 1999; Ahmad 2008), dan<br />

sebagai entomofagus adalah B. bassiana<br />

dan M anisopliae (Holder clan Keyhani<br />

2005; Maranga et al. 2005).<br />

Kapang Nematofagus<br />

D. flagrans<br />

Kapang D. flagrans mempunyai ciri khas,<br />

yang juga merupakan keunggulannya<br />

dibandingkan dengan cendawan nematofagus<br />

lain, yaitu mampu membentuk<br />

klamidospora oleh hifanya sendiri. Kapang<br />

davat tumbuh pada suhu 20-30°C.<br />

Penambahan 20 larva nematoda/cM 2 media<br />

agar akan menginduksi cendawan untuk<br />

membentuk perangkap, optimal pada suhu<br />

30°C yang akan menghasilkan 700-800/<br />

cm 2 media agar/hari. Kapang menghasilkan<br />

dua macam spora, yaitu yang memiliki<br />

dinding tipis, akan menghasilkan konidia<br />

dengan jumlah terbatas pada saat cendawan<br />

berumur muda, dan yang memiliki<br />

dinding tebal, berupa klamidospora yang<br />

dihasilkan dari hifa yang matang. Selama<br />

proses penuaan, jumlah klamidospora<br />

meningkat sampai batas tertentu<br />

(Gronvoldet al. 1996).<br />

Isolat lokal D. flagrans dari tanah asal<br />

Bogor dapat tumbuh pada berbagai media,<br />

yaitu Corn Meal Agar (CMA), Potato<br />

Dextrose Agar (PDA), dan Saboroud<br />

Dextrose Agar (SDA). Tumbuh baik pada<br />

suhu 22-30°C, dapat membuat jerat untuk<br />

larva infektif, mampu menurunkan larva<br />

instar 3 H. contortus, memerlukan cahaya,<br />

dan tahan disimpan selama 4 bulan pada<br />

kulkas (suhu 4-10°C) (Ahmad 2003)<br />

(Gambar 1). Kapang ini dapat digunakan<br />

dalam pengendalian parasit nematoda<br />

Osepohagostomum dentatus dan Hyostrongylus<br />

rabidus pada babi, Cvsthostome,<br />

Strongylus vulgaris dan Strongylus edentatum<br />

pada kuda, serta H. contortus dan<br />

Trichostrongylus colubriformis pada<br />

domba dan sapi (Larsen et al. 1995; 1996;<br />

Nansen et al. 1996; Faedo et al. 1998;<br />

Larsen et al. 1998; Larsen 2000). Hasil<br />

penelitian tersebut menunjukkan bahwa<br />

kapang dapat mengendalikan larva nematoda<br />

infektif secara optimal. Pemanfaatan<br />

D. flagrans dapat dikombinasikan dengan<br />

cendawan nematofagus lain seperti A.<br />

oligospora (Larsen 2000).<br />

Di Indonesia, pemanfaatan cendawan<br />

nematofagus mempunyai prospek<br />

Gambar 1. Duddingtonia flagrans pada media potato dextrose agar (A); pengamatan<br />

mikroskopik perbesaran 400 x dan pewarnaan laktofenol biru (B);<br />

konidia (BI); dan klamidospora (B2).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!