22.01.2015 Views

Buletin Khazanah November 2011 - Arsip UGM - Universitas Gadjah ...

Buletin Khazanah November 2011 - Arsip UGM - Universitas Gadjah ...

Buletin Khazanah November 2011 - Arsip UGM - Universitas Gadjah ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Vol. 4 , No. 3 , <strong>November</strong> <strong>2011</strong> ISSN 1978-4880<br />

KEPALA BIDANG BARU DI ARSIP <strong>UGM</strong><br />

DAFTAR ISI<br />

Prakata<br />

Dari Redaksi ........................................................................................ 2<br />

Opini<br />

Mengoptimalkan Peran <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> dengan Archival Metrics<br />

Herman Setyawan ............................................................................... 3<br />

Upaya Pemerintah Meningkatkan Peran Masyarakat dalam Pengembangan<br />

Kearsipan<br />

Anna Nunuk Nuryani ........................................................................... 11<br />

Telisik<br />

Menelusuri Jati Diri <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada dalam Lembaran <strong>Arsip</strong><br />

Zaenudin ......................................................................................... 21<br />

Sejarah di Balik Nama dan Tanggal Kelahiran <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada<br />

Musliichah ......................................................................................... 32<br />

Dalam satu bulan terakhir <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada memiliki 2<br />

pejabat baru. Pertama adalah Dra. Eny Kusumindarti Wahyuningrum<br />

sebagai Kepala Bidang Database dan kedua adalah Yukhron Fathoni, S.H.,<br />

S.Sos. sebagai Kepala Bidang Layanan.<br />

Setelah hampir sepuluh bulan Jabatan Kabid Layanan <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong><br />

kosong, akhirnya tanggal 5 Oktober <strong>2011</strong> terisi, menyusul dilantiknya<br />

Yukhron Fathoni, S.H., S.Sos. oleh WRS APPSM <strong>UGM</strong>, Ir. Adam Pamudji<br />

Rahardjo, M.Sc., Ph.D. Jabatan tersebut sebelumnya diduduki Dr. Ari Basuki,<br />

M.Pd. yang telah memasuki masa pensiun pada 31 Desember 2010.<br />

Satu bulan sebelumnya, Jabatan Kabid Database <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> juga<br />

terisi dengan dilantiknya Dra. Eny Kusumindarti Wahyuningrum<br />

menggantikan Dra. Suwarni yang memasuki purna tugas pada 1 Agustus<br />

<strong>2011</strong>. Pejabat baru tersebut dilantik oleh Rektor <strong>UGM</strong>, Prof. Ir. Sudjarwadi,<br />

M.Eng., Ph.D. pada tanggal 5 September <strong>2011</strong>.<br />

Resensi<br />

Mengurus <strong>Arsip</strong> Gereja<br />

Suprayitno ......................................................................................... 38<br />

Informasi<br />

Implementasi ISO 9001:2008 di <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> ......................................... 44<br />

Magang D3 Kearsipan <strong>UGM</strong> di <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> ........................................... 45<br />

<strong>UGM</strong> Pertahankan Predikat Pengelola Kearsipan Terbaik Kemdiknas<br />

Tahun <strong>2011</strong> ......................................................................................... 46<br />

Pendampingan dan Pengembangan Records Center ............................ 47<br />

Syawalan <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>............................................................................. 48<br />

Kepala Bidang Baru di <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>......................................................... 50<br />

1<br />

50


I kompetisi unit kearsipan perguruan tinggi tingkat Kemdiknas tahun <strong>2011</strong><br />

kepada unit-unit kerja di lingkungan yang terlibat, antara lain: <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>,<br />

SDM, TURT, HKTL, DPPA, Sekretariat SE, Fakultas Peternakan, Fakultas<br />

Psikologi dan Fakultas Teknologi Pertanian.<br />

Pada acara tersebut juga diserahkan kenang-kenangan kepada<br />

pegawai <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> yang memasuki masa purna tugas yaitu kepada Dra.<br />

Suwarni dan Ir. Al. Anung Nugroho oleh Kepala <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>. Acara diakhiri<br />

dengan uraian hikmah syawalan oleh Drs. Ahmad Rodhi, M.S.I., dosen UIN<br />

Sunan Kalijaga Yogyakarta dilanjutkan halal bi halal dengan saling berjabat<br />

tangan. (Heri)<br />

PRAKATA<br />

Kearsipan selalu penuh dengan dinamika dan tantangan. Berbagai<br />

pendekatan dan paradigma baru perlu diupayakan. <strong>Khazanah</strong> edisi kali ini<br />

kami sajikan artikel “Mengoptimalkan Peran <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> dengan<br />

Archival Metrics”. Peran masyarakat dalam pengembangan kearsipan<br />

sangat diperlukan, oleh karena itu dalam Opini kami sajikan pula artikel<br />

“Upaya Pemerintah Meningkatkan Peran Masyarakat dalam Pengembangan<br />

Kearsipan”.<br />

Bertitik tolak dari sebuah pemikiran untuk lebih mendayagunakan<br />

arsip, mulai edisi kali ini kami memuat tulisan seputar sejarah dan nilai-nilai<br />

<strong>UGM</strong> dalam kolom Telisik sebanyak dua artikel yaitu “Menelusuri Jati Diri<br />

<strong>UGM</strong> dalam Lembaran <strong>Arsip</strong>” dan “Catatan Dibalik Nama dan Tanggal<br />

Kelahiran <strong>UGM</strong>”.<br />

Wacana baru kearsipan kami segarkan melalui kolom Resensi yang<br />

kali ini diisi sebuah buku berjudul “Mengurus <strong>Arsip</strong> Gereja: Pegangan untuk<br />

<strong>Arsip</strong>aris Keuskupan dan Tarekat”.<br />

Kolom Informasi kami publikasikan berbagai kegiatan <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong><br />

diantaranya Implementasi ISO 9001:2008 untuk pengelolaan dan layanan<br />

arsip kartografi, magang mahasiswa, kompetisi unit pengelola kearsipan<br />

Kemdiknas <strong>2011</strong>, pendampingan kearsipan di unit kerja, syawalan dan dies<br />

<strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>, serta pergantian pejabat di <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>.<br />

Semua informasi ini semoga bermanfaat bagi para pembaca. Salam<br />

kami.<br />

49<br />

2


OPINI<br />

MENGOPTIMALKAN PERAN ARSIP UNIVERSITAS<br />

DENGAN ARCHIVAL METRICS<br />

Herman Setyawan<br />

Para Tamu Agung jang mulia,<br />

Para Guru Besar jang allamah,<br />

Para Guru dan Doctor jang berilmu,<br />

Tuan2 dan Nona2 Maha Siswa jang terhormat,<br />

Dan para hadirin jang memerlukan datang kesini,<br />

Pendengar jang budiman !<br />

MERDEKA !<br />

…………..<br />

Didalam suasana kemerdekaan dan didalam saat pembangunan Negara<br />

Indonesia para tabib djuga harus turut menjumbangkan tenaga dan pikirannja agar<br />

supaja seluruh dunia mengakui, bahwa kita mempunjai tenaga dan kebidjaksanaan<br />

untuk mempertahankan kemerdekaan Negara kita. Terhadap ilmu saja, jaitu<br />

microbiologie, tiap-tiap orang harus mengetahui ukuran dan tingkatan ilmu<br />

pengetahuan biologie dilain-lain Negeri. Didalam dunia pengetahuan biologia,<br />

adalah Pasteur, Koch dan Ehrlich mendjadi Maha Gurunja. Sekarang di Indonesia<br />

ini, apakah sudah patut kita namakan murid dari Maha Guru tersebut<br />

…………………<br />

Diperpustakaan dunia sudah tertjantum beberapa nama ahli penjelidik<br />

bangsa Indonesia; meskipun belum banjak djumlahnja, tetapi telah memperoleh<br />

tempat jang tidak mengetjewakan.<br />

…………………….<br />

Sekianlah !<br />

Bangunlah Indonesia Raya !<br />

Tetap Merdeka !<br />

(Kutipan Pidato Pelantikan Guru Besar pada Perguruan Tinggi Kedokteran Tjabang<br />

Surakarta Tanggal 17 April 1946 Oleh Prof. Dr. M. Sardjito. Sumber: <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>)<br />

3<br />

sehingga pendataan arsip mudah dilakukan. Setelah penataan fisik selesai<br />

barulah proses entry data dilakukan.<br />

Fakultas Geografi dalam mengelola arsip inaktif dalam tahap<br />

pengelompokan sub-sub masalah. Beberapa kelompok arsip yang sudah<br />

selesai dikelompokkan dan dideskripsi. Pengelolaan akan terus berlanjut<br />

sampai semua arsip inaktif selesai didaftar dan disimpan dalam boks arsip.<br />

Di Fakultas Kedokteran Gigi, pengelolaan arsip inaktif dibantu oleh 2<br />

orang mahasiswa D III Kearsipan yang magang pada bulan September <strong>2011</strong>.<br />

pelaksanaannya dalam tahap pengelompokan sesuai kode klasifikasi arsip.<br />

<strong>Arsip</strong> yang telah dikelompokkan kemudian dimasukkan dalam boks dan<br />

diletakkan di rak arsip. Sama halnya dengan Fakultas Biologi, Fakultas<br />

Kedokteran Gigi melakukan penataan fisik arsip terlebih dahulu. Setelah<br />

selesai kemudian dibuat Daftar Pertelaan <strong>Arsip</strong> (DPA).<br />

Kegiatan pendampingan dan Pengembangan Records Center ini akan<br />

terus dilakukan sampai bulan Desember <strong>2011</strong> di keempat fakultas tersebut.<br />

DIES NATALIS, SYAWALAN DAN PENYERAHAN PIAGAM KOMPETISI<br />

UNIT KEARSIPAN TERBAIK TINGKAT KEMDIKNAS<br />

Dalam rangka Dies Natalis <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada ke-7, Pada<br />

tanggal 13 September <strong>2011</strong>, <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada Mengadakan<br />

syukuran dan syawalan yang bertempat di Rumah Makan Pakem Sari. Acara<br />

tesebut dihadiri oleh keluarga besar <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>, Sekretaris SDM dan<br />

<strong>Arsip</strong>aris dari Unit kerja di <strong>UGM</strong>.<br />

Pada acara ini dilaksanakan prosesi pemotongan tumpeng oleh<br />

Sekretaris Direktorat SDM, Dra. Emmy Indjatmiati, M.Si. dan diserahkan<br />

kepada Kepala <strong>Arsip</strong>, Drs. Machmoed Effendhie M. Hum. Setelah<br />

pemotongan tumpeng dilanjutkan penyerahan piagam penghargaan juara I<br />

48


Records Center Bersama Kinanti, dan <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>. Tim Penilai I dari<br />

Kemdiknas melakukan validasi ke <strong>UGM</strong> tanggal 28 dan 29 Juli <strong>2011</strong>. Peserta<br />

yang lolos validasi tahap pertama sebanyak 6 perguruan tinggi yaitu : <strong>UGM</strong>,<br />

UNS, UI, IPB, <strong>Universitas</strong> Padang dan Unair. Setelah lolos validasi pertama,<br />

<strong>UGM</strong> dinilai oleh Tim Penilai II yang terdiri dari ANRI dan Kemdiknas pada<br />

tanggal 10 Agustus <strong>2011</strong>.<br />

Pemenang dalam kompetisi tahun ini sebagai berikut: pemenang<br />

pertama <strong>UGM</strong>, kedua UNS, dan ketiga IPB. Para Pemenang diundang<br />

Kemdiknas untuk menerima penghargaan dari Menteri Pendidikan<br />

Nasional dan mengikuti upacara Peringatan HUT RI ke-66 di Istana Merdeka<br />

Jakarta. Pemenang mendapatkan sertifikat dan kenang-kenangan. Penerima<br />

penghargaan dari <strong>UGM</strong> diwakili oleh Kepala <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>, Drs. Machmoed<br />

Effendhie, M.Hum. (Ika).<br />

PENDAMPINGAN DAN PENGEMBANGAN RECORDS CENTER<br />

<strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> melaksanakan program kerja pendampingan dan<br />

pengembangan records center di unit kerja. Pada tahun <strong>2011</strong> ini sudah 4<br />

fakultas yang didampingi dalam mengelola arsip inaktif dan pembentukan<br />

records center. Unit kerja tersebut adalah Fakultas Biologi, Fakultas<br />

Geografi, Fakultas kedokteran Gigi, dan Fakultas Psikologi. Pendampingan<br />

telah berjalan selama 9 bulan dan menunjukkan kemajuan dalam<br />

pengelolaan arsip inaktif.<br />

Penanganan arsip inaktif di masing-masing unit kerja berbeda<br />

tergantung dari kondisi arsip. <strong>Arsip</strong> yang teratur, seperti di Fakultas<br />

Psikologi, lebih mudah dan cepat dalam pengelolaannya. Fakultas Biologi<br />

melakukan penataan fisik arsip terlebih dahulu agar arsip teratur dan rapi<br />

47<br />

Itulah sepenggal kutipan pidato pengukuhan Guru Besar <strong>Universitas</strong><br />

<strong>Gadjah</strong> Mada pertama kali, Prof. Dr. Sardjito, yang kini namanya diabadikan<br />

sebagai nama Rumah Sakit Pendidikan di kampus <strong>UGM</strong>. Sungguh<br />

membanggakan bagi bangsa Indonesia, saat itu kita yang di tengah-tengah<br />

suasana perjuangan melawan penjajah sudah melahirkan Guru Besar dari<br />

Perguruan Tinggi Negeri, yang kelak menjadi <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada ini.<br />

Keberadaan <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada dalam mendukung perjuangan<br />

kemerdekaan negeri ini memang tak terbantahkan, oleh karena itu <strong>UGM</strong><br />

sudah lama dikenal sebagai kampus perjuangan.<br />

<strong>Arsip</strong> di perguruan tinggi, baik tekstual, rekaman suara maupun<br />

video, apalagi yang bernilai sejarah mampu membantu memori kita<br />

mengenang kembali kejadian-kejadian masa lalu yang mana itu semua<br />

dapat menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme, patriotisme kita bangkit<br />

kembali. Tidaklah mungkin kita mengandalkan ingatan kita saja tanpa<br />

bantuan rekaman karena otak manusia sangatlah terbatas dalam mengingat<br />

suatu kejadian. Memang benar ada ungkapan, people forget records<br />

remember¸artinya manusia mudah lupa tapi rekaman (lebih tepatnya arsip)<br />

akan selalu ingat.<br />

Permasalahannya, bagaimana mengoptimalkan pengelolaan arsip di<br />

lingkungan perguruan tinggi Kegiatan kearsipan di negara kita belum baik<br />

karena fakta di lapangan menunjukkan masih banyak instansi yang tidak<br />

tertib administrasinya, banyak pelanggaran hukum terkait dengan kejahatan<br />

kearsipan seperti pemusnahan dokumen yang seharusnya diselamatkan,<br />

tidak tersedianya arsip yang otentik dan lengkap untuk pemutusan perkara<br />

hukum, dan lain-lain. Ditambah kurangnya apresiasi masyarakat terhadap<br />

arsip dan arsiparis.<br />

Pendekatan kearsipan selama ini masih bersifat arsip pemerintahan,<br />

dimana arsip dianggap sebagai hasil samping organisasi yang harus dikelola<br />

secara efektif, efisien, dan logis. Dampak dari pendekatan ini adalah adanya<br />

anggapan bahwa arsip merupakan beban yang harus di“beres“kan, biasanya<br />

4


dilakukan dengan menumpuk arsip di gudang. Hal ini banyak terjadi di<br />

instansi atau organisasi. Ketika ada perintah untuk mengelola arsip, seorang<br />

arsiparislah yang diberi tanggung jawab untuk mengelola arsip yang jarang<br />

digunakan tersebut, sehingga secara sadar atau tidak sadar hal ini turut<br />

andil menyumbangkan image yang kurang baik. Fakta dan budaya ini masih<br />

berkembang di masyarakat.<br />

Budaya ini juga merambah para birokrat atau petugas administrasi di<br />

lingkungan perguruan tinggi. Pemalsuan ijazah, hilangnya arsip penelitian<br />

dan arsip terkait status kepemilikan tanah adalah contoh dari kurang<br />

baiknya tata kearsipan. Insan perguruan tinggi idealnya mampu menjadi<br />

lambang atau menara gading pengetahuan, para pengelola baik pimpinan<br />

maupun pegawai mampu melakukan pendekatan kearsipan yang berbeda.<br />

Pendekatan kedua dalam kearsipan yaitu pendekatan manuskrip<br />

historis. Pendekatan kearsipan ini melihat arsip bukan sebagai hasil samping<br />

(by product) dari kegiatan organisasi, tapi melihat arsip sebagai aset yang<br />

harus dilestarikan. Menurut Henry (1998:315), nilai guna arsip bersifat<br />

kultural dan humanistik, tidak selalu birokratis. Definisi arsip di lingkungan<br />

perguruan tinggi tidak harus dibatasi pada “bukti transaksi organisasi”,<br />

namun juga menjangkau “produk-produk individual” oleh para profesor/<br />

guru besar yang bernilai penelitian seperti manuskrip, tesis dan disertasi.<br />

Pendekatan manuskrip historis berangkat dari nilai-nilai ilmu sejarah dan<br />

ilmu perpustakaan dengan karakteristik sebagai berikut:<br />

1. Menciptakan masyarakat yang sadar sejarah dengan menyelamatkan<br />

dokumen-dokumen yang bernilai guna sekunder;<br />

2. Menyimpan dokumen apapun yang ditemukan, khususnya yang<br />

bernilai guna riset karena dokumen merupakan sumber primer;<br />

3. Mempublikasikan arsip tersebut.<br />

Dari ketiga karakteristik di atas, tampak bahwa poin nomor 1 dan 2<br />

didasari atas ilmu sejarah, sementara nomor 3 oleh ilmu perpustakaan.<br />

Gabungan kedua disiplin ilmu ini merupakan strategi untuk menyelamatkan<br />

5<br />

<strong>UGM</strong> PERTAHANKAN PREDIKAT PENGELOLA KEARSIPAN TERBAIK<br />

KEMDIKNAS TAHUN <strong>2011</strong><br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong><br />

Mada (<strong>UGM</strong>) mampu<br />

mempertahankan predikat<br />

Pemenang Pertama dalam<br />

Kompetisi Unit Pengelola<br />

Kearsipan di lingkungan<br />

Kementrian Pendidikan<br />

Nasional Tahun <strong>2011</strong>.<br />

Sebelumnya pada tahun 2007 <strong>UGM</strong> juga menjadi unit pengelola<br />

terbaik pertama pada kompetisi yang sama. Setelah menjadi pemenang<br />

pertama tahun 2007 <strong>UGM</strong> tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi dan<br />

baru tahun <strong>2011</strong> <strong>UGM</strong> diberi kesempatan mengikuti kembali. Kompetisi<br />

tersebut diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional dengan tim<br />

penilai terdiri dari Kemdiknas dan ANRI.<br />

Kompetisi tahun ini diikuti oleh 17 universitas, 1 institut, dan 3<br />

politeknik se-Indonesia. Dimensi/ unsur penilaian meliputi kelembagaan,<br />

SDM, sistem/ pedoman, sarana dan prasarana, arsip/ dokumen,<br />

pemberkasan, layanan arsip, pemeliharaan arsip, dan penyusutan arsip.<br />

Adapun sistem penilaian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama Tim<br />

Penilai I melakukan validasi dan melihat kesiapan dan kepatutan unit untuk<br />

mengikuti kompetisi. Bagi unit yang lolos validasi akan dinilai kembali oleh<br />

Tim Penilai II.<br />

<strong>UGM</strong> dalam kompetisi ini diwakili oleh Fakultas Peternakan, Fakultas<br />

Psikologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Bidang Hukum dan Tata Laksana,<br />

Sub Bagian Tata Usaha Bagian TURT, Sekretaris Eksekutif, Direktorat<br />

Sumber Daya Manusia, Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset,<br />

46


dilaksanakan audit internal oleh Tim ISO <strong>UGM</strong>. Audit internal ini<br />

merupakan audit awal sebelum dilakukan audit eksternal oleh Tim ISO dari<br />

luar <strong>UGM</strong>. (Ully)<br />

MAGANG D3 KEARSIPAN <strong>UGM</strong> DI ARSIP <strong>UGM</strong><br />

(PERIODE JULI – OKTOBER <strong>2011</strong>)<br />

Salah satu manfaat magang bagi mahasiswa adalah mahasiswa dapat<br />

merasakan langsung bekerja pada suatu instansi sehingga dapat<br />

memperoleh pengalaman kerja dan mengetahui lingkungan kerja yang<br />

sebenarnya, serta dapat mengaplikasikan dan membandingkan antara ilmu<br />

yang diperoleh di perkuliahan dengan pelaksanaan pekerjaan yang<br />

sebenarnya di suatu instansi. Oleh karena itu, <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> memberi<br />

kesempatan bagi mahasiswa dan alumnus D3 Kearsipan <strong>UGM</strong> untuk<br />

magang kerja. Adapun mahasiswa dan alumnus D3 Kearsipan <strong>UGM</strong> yang<br />

magang di <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> selama periode Agustus – Oktober <strong>2011</strong> adalah<br />

sebagai berikut:<br />

1. Gogor Simbar Sasi & Wegig Panji Wisnu Gati (Juli – Agustus)<br />

ditempatkan di Records Center F. Biologi<br />

2. Annisa Salatia & Rossy Rizki Nurullah (Juli – Agustus) ditempatkan di<br />

Records Center F. Geografi<br />

3. Herlina Ekawati, Okiana Widiastuti & Fitri Nur Aprilia Sari (Agustus)<br />

ditempatkan di Records Center F. Psikologi<br />

4. Frika Aprialisa Vena, Lilik Septiyani, Dewi Arbaningsih & Fresty<br />

Nourmalinda Ferlanie (Agustus - September) ditempatkan di Records<br />

Center F. Kedokteran Gigi dan Direktorat SDM <strong>UGM</strong>.<br />

5. Ayu Fadilah & Ersa Arsi Ningrum - alumnus D3 Kearsipan <strong>UGM</strong><br />

(September – Oktober) ditempatkan di LPPM <strong>UGM</strong>. (Kurnia)<br />

45<br />

arsip-arsip statis di lingkungan perguruan tinggi, dimana arsip diperlakukan<br />

sebagai aset yang harus aktif diburu dan diselamatkan. Berbeda dengan<br />

arsip di pemerintahan yang dianggap by product yang terkesan menjadi<br />

beban bagi petugas arsip.<br />

Penerapan Archival Metrics di <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong><br />

Standar, benchmark, dan penelitian merupakan karakter dari dunia<br />

akademik. Pengukuran dan penelitian dapat membantu pengambil<br />

keputusan pertimbangan yang matang atas apa yang harus dilakukan untuk<br />

tugas selanjutnya menuju ke arah yang lebih baik, karena sudah punya<br />

referensi sebelumnya.<br />

Di dalam ilmu perpustakaan,<br />

pengukuran dan penelitian terkait<br />

dengan objek buku dikenal dengan<br />

istilah bibliometrik. Perkembangan<br />

dari bibliometrik ini melahirkan<br />

metrik-metrik yang lain seperti<br />

scientometrik dan webometrik.<br />

Gambar: http://dailyfreemanintern.blogspot.com/<strong>2011</strong>/02/marvelous-metrics.html<br />

Bibliometrik dalam ilmu perpustakaan dapat digunakan untuk<br />

mengetahui perkembangan suatu subjek ilmu, tendensi tema-tema<br />

penelitian, produktivitas penulis-penulis buku tertentu, dan analisis sitasi<br />

yang dapat dijadikan sebagai sumbangsih bagi ilmu pengetahuan.<br />

Kini, lembaga kearsipan di perguruan tinggi (university archives),<br />

perlu mencoba bergerak ke arah ini karena lembaga kearsipan perguruan<br />

tinggi berbeda dengan lembaga kearsipan pemerintah, baik karakteristik<br />

arsipnya, maupun lembaga penciptanya. Hal ini merupakan peluang dan<br />

tantangan tersendiri bagi para arsiparis di lingkungan perguruan tinggi.<br />

Sebagai peluang, karena undang-undang kearsipan yang baru, UU Nomor<br />

43 Tahun 2009 tentang kearsipan sudah mengakomodasi keberadaan <strong>Arsip</strong><br />

6


<strong>Universitas</strong> dimana trend terkini adalah menjadikan <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong><br />

sebagai jantung kedua setelah perpustakaan sebagai penyedia informasi<br />

dan pengetahuan. Sebagai tantangan, karena merupakan hal baru dan<br />

belum menggejala di lingkungan perguruan tinggi.<br />

Archival metrics adalah pengukuran yang dilakukan dari waktu ke<br />

waktu untuk memonitor, menaksir, dan mengkomunikasikan informasi<br />

kearsipan yang penting mengenai hasil suatu program atau kegiatan<br />

kearsipan di perguruan tinggi. Tanpa penggunaan data yang terpercaya/<br />

reliable, para pengelola arsip universitas tidak dapat mengambil keputusan<br />

manajemen secara optimal. Sebagai contoh kasus, selam ini kita<br />

mendefinisikan arsip inaktif sebagai arsip yang nilai kegunaannya bagi unit<br />

pencipta sudah menurun. Kata “menurun” ini susah diukur karena<br />

didasarkan pada perkiraan saja. Menurut Sauki Hadiwardoyo (2002), hal ini<br />

dikarenakan kita tidak terbiasa melakukan penelitian di bidang kearsipan.<br />

Tujuan diadakannya archival metrics adalah untuk mengetahui:<br />

• Seberapa efektifkah arsip universitas dalam mendukung kebutuhan<br />

penelitian para pengguna<br />

• Apakah kita (mau) belajar sebagai sebuah organisasi dari data yang<br />

dikumpulkan tentang penggunaan koleksi arsip kita untuk mendorong<br />

meningkatkan program kearsipan universitas<br />

• Dapatkah kita menunjukkan efektivitas kinerja kita dalam mendukung<br />

tujuan universitas<br />

Dari ketiga pertanyaan di atas, arsiparis akademik dituntut untuk<br />

menjadi seorang peneliti, perencana, dan manajer. Paling tidak, dari ketiga<br />

pertanyaan di atas kita dapat menjabarkan ke dalam bentuk pemetaan<br />

seperti di bawah ini.<br />

1. Menentukan “aset” penjualan kita<br />

Layaknya dunia bisnis, marketing berperan penting menggaet client<br />

kita, user kita seperti para peneliti dan pemangku kepentingan lainnya.<br />

7<br />

INFORMASI<br />

IMPLEMENTASI ISO 9001:2008 DI ARSIP <strong>UGM</strong><br />

ISO 9001:2008 merupakan standar internasional yang menetapkan<br />

persyaratan untuk sistem manajemen mutu dimana suatu organisasi:<br />

1. Perlu menunjukkan kemampuannya untuk menyediakan secara<br />

konsisten produk yang memenuhi persyaratan pelanggan dan<br />

perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, dan<br />

2. Bertujuan meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penerapan<br />

sistem yang efektif, termasuk proses peningkatan sistem secara<br />

berkelanjutan dan jaminan kesesuaian terhadap persyaratan pelanggan<br />

dan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku.<br />

Tahun <strong>2011</strong> ini <strong>UGM</strong> mengimplementasikan sistem manajemen mutu<br />

ISO 9001:2008 di 22 unit kerja di lingkungan Kantor Pusat <strong>UGM</strong> sebagai<br />

perluasan implementasi ISO 9001:2008 yang telah ada di lingkungan Kantor<br />

Pusat <strong>UGM</strong> sebelumnya. <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> ikut berpartisipasi menjadi salah<br />

satunya.<br />

Sebelumnya <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> telah mengikuti Awareness Training ISO<br />

9001:2008 pada tanggal 5 April <strong>2011</strong> bertempat di ruang sidang Direktorat<br />

Perencanaan dan Pengembangan <strong>UGM</strong> sebagai rangkaian kegiatan ISO.<br />

Training ini sebagai pengenalan terhadap sistem manajemen mutu ISO<br />

9001:2008 terutama mengenai persyaratan-persyaratan yang harus<br />

dipenuhi serta sistem dokumentasinya untuk mengimplementasikan sistem<br />

manajemen mutu ISO 9001:2008 di unit kerja masing-masing.<br />

Untuk saat ini <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong> hanya mengimplementasikan ISO<br />

9001:2008 untuk Pengelolaan dan Layanan <strong>Arsip</strong> Kartografi, Kearsitekturan,<br />

dan Gambar Teknik. Tindak lanjut dari training diatas, <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong><br />

menyiapkan penyusunan dokumen-dokumen kelengkapan ISO sebagai<br />

langkah awal implementasi. Dan pada tanggal 22 September <strong>2011</strong> telah<br />

44


sejarah perjuangan kemerdekaan ini perlu memiliki jiwa archivistic sehingga<br />

arsip-arsipnya dapat diselamatkan dan didayagunakan dan membantu<br />

merekam jejak sejarah ormas keagamaan di Indonesia. Harapan ke depan,<br />

tentunya ANRI sebagai pembina kearsipan nasional dapat menjembatani<br />

kegiatan kearsipan keagamaan di negara kita.<br />

Di samping kelebihan yang dimiliki oleh buku ini, kekurangannya<br />

tentunya juga ada. Namanya saja buku pegangan (manual) tentu isi yang<br />

ada kebanyakan berisi poin-poin besar saja. Ibarat undang-undang, masih<br />

garis besarnya saja, perlu diatur dengan penjelasan-penjelasan yang<br />

mengatur tema-tema tertentu. Bila dilihat dari siklus manajemen arsip<br />

statis, isi dari buku ini juga belum menyentuh tentang exhibisi dan publikasi<br />

naskah sumber, padahal tidak menutup kemungkinan, arsip-arsip gereja<br />

yang bernilai guna sejarah suatu saat perlu diterbitkan guna membantu<br />

penelitian.<br />

Ada pasal yang tidak nyambung dengan tema, misalnya Pasal 20<br />

tentang Pencegahan Kerugian (hlm 36), tiba-tiba muncul butir nomor 3<br />

sistem wilayah (geographic), tentu hal ini tidak tepat karena konteksnya<br />

berbeda. Dari segi tata tulis dan bahasa, sering dijumpai penulisan konsepkonsep<br />

kunci kearsipan dalam bahasa inggris yang tidak tepat, misalnya<br />

arsip dinamis inaktif disamakan dengan archives, harusnya untuk arsip<br />

statis. Selain itu, penulisan kata asing seperti records, archives, records<br />

management, archives management, archives arrangement, archives<br />

description yang seharusnya diketik miring (italic) masih diketik tegak<br />

(hlm.19-20). Teknik penulisan juga kurang menarik, misalnya jarak spasi<br />

yang tidak konsisten, serta penulisan daftar pustaka yang tidak sesuai<br />

dengan kaidah yang benar. (Suprayitno, <strong>Arsip</strong>aris di Kemnakertrans Jakarta).<br />

43<br />

Apalagi “aset” yang “dijual” merupakan aset yang unik, tidak dapat<br />

ditemukan di instansi lainnya.<br />

2. Menentukan stakeholders kita, seperti para fotografer/ wartawan<br />

universitas, bagian humas, bagian publikasi, para IT specialist,<br />

mahasiswa, litbang, dan pimpinan universitas;<br />

3. Berkolaborasi dengan perpustakaan dan IT center dalam hal retrieval<br />

dan pengembangan data kearsipan secara elektronik.<br />

Membangun Budaya Meneliti di <strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong><br />

<strong>Arsip</strong>aris akademik layaknya pustakawan di perguruan tinggi harus<br />

membiasakan diri dengan penelitian dan mencari temuan-temuan baru di<br />

bidang kearsipan. Berbeda dengan arsiparis di lembaga kearsipan<br />

pemerintah, para arsiparis akademik dituntut juga sebagai pendidik atau<br />

guru bagi pengguna, baik bagi mahasiswa, peneliti maupun sejarawan dan<br />

stakeholders lainnya. Menurut Tom Nesmith, dkk. (1996) hendaknya<br />

arsiparis berhijrah, dari mengedepankan skill dan pengetahuan kepada<br />

pemahaman dan perilaku (understanding and attitude).<br />

Pemahaman berarti tidak sekedar tahu namun lebih pada hakikat<br />

mengapa kita perlu mengelola informasi bukan sekedar bagaimana cara<br />

mengelolanya. Pemahaman yang baik yang dilandasi dengan hakikat ilmu<br />

kearsipan ini akan melahirkan perilaku yang mencerminkan jiwa arsip.<br />

Dalam bahasa Eric Ketelaar, adalah archivalization, yakni kearsipan tidak<br />

sekedar apa dan bagaimana suatu tindakan direkam di dalam lembaga<br />

kearsipan namun jangkauannya lebih luas dengan mengaitkannya secara<br />

sosial dan kultural, sehingga dikenal bahwa ilmu arsip itu bersifat inter dan<br />

multidisipliner karena ia bersinggungan dengan sosiologi, antropologi,<br />

khususnya sosiologi organisasi, antropologi organisasi dan informatika<br />

organisasi. Bertitik tolak dari inilah, lembaga kearsipan pada umumnya dan<br />

arsip universitas pada khususnya, sebaiknya membiasakan melakukan<br />

kegiatan penelitian.<br />

8


Penutup<br />

Berbeda dengan arsip yang tercipta dari hasil samping kegiatan di<br />

lembaga pemerintahan, arsip yang dihasilkan perguruan tinggi merupakan<br />

arsip yang unik. Unik dari segi karakteristiknya karena tidak semuanya<br />

merupakan hasil samping kegiatan organisasi, tetapi juga milieu yang<br />

melingkupinya dimana perguruan tinggi merupakan lembaga keilmuan yang<br />

menghasilkan karya-karya ilmiah yang tercermin dalam tri dharma<br />

perguruan tinggi.<br />

<strong>Arsip</strong>aris akademik sudah selayaknya mengubah mindset arsiparis<br />

pada umumnya, dimana budaya meneliti belum menjadi hal yang biasa<br />

dilakukan. Meneliti bagi arsiparis akademik merupakan tantangan karena<br />

sebagai lembaga keilmuan, pendekatan-pendekatan ilmiah harus dilakukan<br />

agar hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan di arsip universitas<br />

memiliki standar, ukuran, benchmark dan pengalaman referensi yang<br />

mapan. Ketika dihadapkan pada permasalahan tentunya tidak lagi harus<br />

mengandalkan survey “instan” dengan alasan tidak ada literatur historis<br />

untuk menguji subjek dan hipotesisnya.<br />

<strong>Arsip</strong>aris akademik, untuk menyebut arsiparis yang bekerja di<br />

lingkungan perguruan tinggi, juga dituntut untuk tidak sekedar<br />

mengedepankan skill dan pengetahuan semata, namun yang lebih penting<br />

adalah memahami dan mempraktekkan dalam perilaku yang<br />

mencerminkan ontologi dari kearsipan itu sendiri.<br />

Dua aspek inilah yang sebenarnya diharapkan dari diterapkannya<br />

archival metrics di lingkungan arsip universitas.<br />

9<br />

persepsi para pelaku kearsipan seperti Mona Lohanda dari ANRI, maupun<br />

pandangan-pandangan para pastur dan para ahli penulisan sejarah. Bab IV<br />

atau terakhir berisi tulisan-tulisan yang berisi tentang kearsipan gereja dan<br />

penulisan sejarah tarekat.<br />

Inti dari buku ini ada pada Bab I yaitu mengurus arsip gereja.<br />

Bahasan ini terdiri atas beberapa bab lagi. Bab I ketentuan umum tentang<br />

kearsipan (masih mengacu pada undang-undang kearsipan yang lama, UU<br />

Nomor 7 Tahun 1971), kearsipan gereja, keuskupan, dan tarekat. Bab II<br />

membahas tentang tujuan, nilai, dan fungsi. Bab III mulai berbicara “core”<br />

dari manajemen arsip statis, yang terdiri atas kegiatan akuisisi,<br />

penyimpanan dan penataan, jadwal retensi arsip, pemeliharaan dan<br />

perawatan, pengamanan, penyelamatan, serta akses dan pelayanan. Bab IV<br />

mengulas tentang sistem pemberkasan. Pencegahan kerusakan dan<br />

kerugian diatur dalam Bab V. Selanjutnya pada Bab VI diatur tentang<br />

fasilitas kearsipan, baik personel, tempat, maupun peralatan. Bab VII<br />

menjelaskan tentang kode etik. Sedangkan komputerisasi dan lain-lain<br />

diatur dalam bab selanjutnya.<br />

Meskipun buku pegangan ini terbatas untuk kalangan gereja, namun<br />

buku ini dapat menjadi stimulus bagi organisasi keagamaan lain di<br />

Indonesia, misalnya untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam<br />

mengingat sepak terjang dan sumbangsih Islam di Indonesia dalam<br />

pergerakan kemerdekaan sangatlah besar. Tentu saja, tidak hanya kalangan<br />

gereja dan Islam saja yang perlu diprioritaskan penanganan arsipnya,<br />

agama lain seperti Hindu dan Budha juga demikian. Barangkali secara<br />

kebetulan, kalangan gereja diuntungkan dengan telah mapannya<br />

(established) penanganan arsip-arsip keagamaan mereka karena ilmu<br />

kearsipan berkembang dan dikembangkan oleh orang-orang Barat dan<br />

penyebaran agama Nasrani ke Indonesia juga dilakukan oleh orang-orang<br />

Barat yang sudah lebih dulu mengerti ilmu kearsipan. Oleh karena itu,<br />

ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, NU, dll. yang telah mewarnai<br />

42


keagamaan/ ormas keagamaan hampir-hampir sulit ditemukan di toko-toko<br />

buku atau di perpustakaan. Kalaupun ada, tentunya sangat terbatas untuk<br />

kalangan sendiri.<br />

Adalah buku “Mengurus <strong>Arsip</strong> Gereja: Pegangan untuk <strong>Arsip</strong>aris<br />

Keuskupan dan Tarekat” yang telah memberikan pencerahan kepada kita<br />

tentang perlunya buku panduan kearsipan di lingkungan gereja. Buku yang<br />

ditulis oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi<br />

Waligereja Indonesia ini sebenarnya merupakan hasil lokakarya kearsipan<br />

arsiparis dan sekretaris Keuskupan dan Tarekat. Buku ini sengaja<br />

diperuntukkan bagi para Pempimpin Keuskupan beserta unit-unitnya<br />

(Paroki, Perangkat Kerja, Yayasan dan karya-karyanya, dsb), serta bagi<br />

Pimpinan Tarekat beserta unit-unitnya (Komunitas, Yayasan dan karyakaryanya).<br />

Buku dengan cover berwarna biru kehijauan yang tebalnya 160<br />

halaman ini terdiri atas empat bab. Dalam pengantar, tampaknya penulis<br />

merasakan kegelisahan yang sebenarnya dirasakan oleh semua organisasi,<br />

yakni bagaimana mengelola arsip dengan baik. Secara teori, arsip perlu<br />

dikelola untuk membantu lembaga induk membuat keputusan, sebagai<br />

penyedia informasi, dan sebagai memori organisasi sehingga jati dirinya<br />

tetap utuh. Sedangkan menurut pandangan gereja, banyak sekali dokumendokumen<br />

gereja yang mengharuskan pengelolaan arsip. Sebut saja salah<br />

satunya adalah dalam Kitab Hukum Kanonik kan.486-491. Di sana<br />

disebutkan adanya kewajiban penyimpanan dokumen dengan seksama,<br />

keharusan adanya inventaris arsip, pembedaan arsip umum, historis, dan<br />

rahasia. Namun dalam prakteknya, kearsipan tidak termasuk kebutuhan<br />

yang dirasakan, tidak termasuk daftar prioritas, dan petugasnya tidak<br />

profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan lokakarya kearsipan. Bab I<br />

membahas inti dari buku ini yaitu mengurus arsip gereja. Bab II membahas<br />

organisatoris yang berisi tentang prosesi acara dan daftar peserta lokakarya<br />

kearsipan. Bab III berisi makalah-makalah tentang kearsipan, baik dari<br />

41<br />

Referensi<br />

Archival Metrics: Promoting a Culture of Assessment in Archives and<br />

Special Collections<br />

Linda J. Henry, "Schellenberg in Cyberspace.," American Archivist 61:2 (Fall<br />

1998), p. 309–327.<br />

Nesmith, T. “Professional Eeducation in the Most Expansive Sense: What<br />

Will the Archivist Need to Know in the Twenty-First Century”.<br />

Archivaria 42 (1996),92.<br />

Pidato Pelantikan Guru Besar Pada Perguruan Tinggi Kedokteran Tjabang<br />

Surakarta Tanggal 17 April 1946 Oleh Prof. Dr. M. Sardjito. Sumber:<br />

<strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>.<br />

Sauki Hadiwardoyo. 2002. “Merumuskan Jadwal Retensi <strong>Arsip</strong>”. Suara Badar<br />

IV/2002 hlm 3.<br />

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.<br />

http://www.archivalmetrics.org/. Akses tanggal 5 Agustus <strong>2011</strong>.<br />

http://www2.sis.pitt.edu/~gaeconf/ketelaar.doc. Akses tanggal 5 Agustus<br />

<strong>2011</strong>.<br />

10


OPINI<br />

UPAYA PEMERINTAH MENINGKATKAN PERAN MASYARAKAT<br />

DALAM PENGEMBANGAN KEARSIPAN<br />

Anna Nunuk Nuryani<br />

A. Pengantar<br />

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan<br />

mengatakan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa<br />

dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan<br />

teknologi informasi dan komuniksi yang dibuat dan diterima oleh<br />

lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan,<br />

organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam<br />

pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.<br />

Sebagai informasi terekam (recorded information) arsip mempunyai<br />

nilai dan arti penting karena merupakan bahan bukti<br />

pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan<br />

bernegara, sehingga dalam rangka usaha penyelamatan bahan bukti<br />

tersebut tidak hanya pemerintah yang mempunyai kewajiban untuk<br />

mengembangkan kearsipan tetapi masyarakat umum juga diharapkan<br />

dapat ikut berperan dalam pengembangan kearsipan.<br />

<strong>Arsip</strong> dalam pandangan masyarakat awam sering disamakan<br />

dengan istilah dokumen, manuskrip, atau pustaka. Padahal arsip<br />

bersifat unik yang tidak bisa disamakan dengan pustaka, manuskrip<br />

maupun dokumen lainnya. Lembaga kearsipan yang mempunyai<br />

tanggung jawab menyelamatkan memori kolektif bangsa masih harus<br />

berbuat banyak untuk terus merubah image masyarakat agar lebih<br />

paham akan arti pentingnya arsip sehingga dengan kesadaran tersebut<br />

arsip yang bernilai kesejarahan dapat disimpan dan diselamatkan<br />

sebagai warisan budaya bagi generasi yang akan datang.<br />

11<br />

kalah pentingnya dalam berkontribusi untuk memajukan bangsa, yang salah<br />

satunya adalah menghasilkan arsip. Pasca didirikannya arsip nasional<br />

Amerika sampai 30 tahun kemudian, kegiatan kearsipan hanya terbatas<br />

pada lembaga pemerintah, belum menjangkau pada ranah swasta atau<br />

nonpemerintah. Baru pada tahun 1970-an, muncullah kesadaran untuk<br />

mengelola arsip–arsip di luar kepemerintahan, khususnya tentang arsip<br />

agama (religious archives). Program arsip agama mulai berkembang dan<br />

para arsiparis keagamaan membentuk komunitas kearsipan tersendiri.<br />

Kemunculan komunitas baru ini telah mendapat perhatian, tetapi tidak<br />

secara serta-merta membawa misi yang jelas di antara lembaga kearsipan<br />

keagamaan. Bahkan menurut James M. O’Toole 1 , selama bertahun-tahun<br />

para arsiparis agama belum mampu mengidentifikasi “keunikan” yang<br />

mereka miliki untuk dijelaskan kepada publik. Untuk menjembatani aspirasi<br />

para arsiparis agama, The Society of American Archivists pada tahun 1980<br />

menerbitkan buku karangan August Suelflow yang berjudul Religious<br />

Archives: an Introduction. Diharapkan buku ini menjadi pegangan bagi para<br />

arsiparis keagamaan di seluruh dunia.<br />

40<br />

Bagaimana dengan kearsipan keagamaan di Indonesia Kearsipan di<br />

negara kita masih terfokus pada lembaga pemerintah. Meskipun dalam<br />

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan di sana<br />

disebutkan bahwa definisi arsip juga menjangkau arsip individu dan<br />

organisasi kemasyarakatan (arsip agama tentunya include di sini), namun<br />

dalam prakteknya ANRI sebagai lembaga pembina kearsipan nasional belum<br />

mengatur tentang arsip-arsip individu dan keagamaan. Khusus tentang<br />

pengelolaan arsip keagamaan, buku pedoman kearsipan bagi arsiparis<br />

1 James M. O’Toole, “What’s Different About Religious Archives” Midwestern Archivist 9<br />

(1984): 91-92


manajemen arsip dengan pendekatan penyelamatan, dalam<br />

perkembangannya menjadi pendekatan pelestarian. Pendekatan ini<br />

kemudian menjadi model pengelolaan arsip di negara-negara Eropa untuk<br />

jangka waktu lama, karena didukung oleh landasan metodologis yang jelas<br />

sebagaimana tertuang dalam Manual Belanda karangan Muller, Feith, dan<br />

Fruin, Handleiding voor het Ordenen en Beschrijven van Archieven<br />

(Pedoman Penataan dan Deskripsi <strong>Arsip</strong>).<br />

Pengaruh manual Belanda ini hampir dipakai oleh para arsiparis atau<br />

pengelola kearsipan di seluruh dunia. Di Amerika, tepatnya pasca Perang<br />

Dunia II, terjadi ledakan arsip yang terus menggunung sehingga<br />

menyebabkan para arsiparis dan teoris kearsipan memutar otak bagaimana<br />

menangani banjir arsip tersebut. Tidak seperti negara–negara Eropa yang<br />

cenderung stagnan dalam menangani arsipnya, Amerika justru lebih<br />

progresif dalam mengelola kearsipannya, sehingga untuk mencari solusi<br />

tepat adanya banjir arsip adalah dengan cara menyeleksi arsip-arsip yang<br />

bernilai guna keberlanjutan saja yang harus dilestarikan. Hal ini<br />

menunjukkan adanya perbedaan pendekatan kearsipan antara Eropa dan<br />

Amerika. Atas gagasannya Theodore Roosevelt Schellenberg, arsiparis tidak<br />

hanya bertugas menyelamatkan (safeguarding) dan melestarikan<br />

(preserving), namun juga selecting dengan cara menilai arsip-arsip yang<br />

bernilai guna keberlanjutan karena tidak mungkin menyelamatkan dan<br />

melestarikan semua arsip.<br />

Pada Tahun 1934 didirikanlah arsip nasional Amerika yang bertugas<br />

melestarikan arsip-arsip statis yang bernilai guna informasional dan<br />

kebuktian di seluruh Amerika. Pengaruh gagasan Schellenberg tentang<br />

perlunya “penilaian arsip” sampai saat ini masih diterapkan oleh semua<br />

lembaga kearsipan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pendekatan<br />

kearsipan Amerika ini terkesan HANYA menyentuh penanganan arsip-arsip<br />

lembaga/ organisasi pemerintah, sementara arsip-arsip individu dan swasta<br />

belum banyak disentuh padahal baik individu maupun swasta juga tidak<br />

39<br />

B. Peran Serta Masyarakat<br />

Perubahan mendasar yang telah dilakukan dalam upaya merevisi<br />

Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan tahun<br />

1971 dengan Undang-undang tentang Kearsipan tahun 2009<br />

diantaranya adalah diaturnya peran serta masyarakat dalam<br />

penyelenggaraan kearsipan. Masyarakat diharapkan dapat berperan<br />

serta dalam penyelenggaraan kearsipan baik meliputi peran serta<br />

perorangan, organisasi politik, maupun organisasi kemasyarakatan.<br />

Dalam Undang –undang Kearsipan disebutkan bahwa peran<br />

serta masyarakat dapat dilakukan dalam ruang lingkup<br />

penyelenggaraan pengelolaan, penyelamatan, penggunaan arsip, dan<br />

penyediaan sumber daya pendukung, serta penyelenggaran pendidikan<br />

dan pelatihan kearsipan. Selain itu lembaga kearsipan dapat pula<br />

mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan perlindungan,<br />

pengawasan, serta sosialisasi kearsipan.<br />

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan arsip sebagaimana<br />

dimaksud dalam pasal 71 ayat (2) dilaksanakan dengan cara :<br />

a. menciptakan arsip atas kegiatan yang dapat mengakibatkan<br />

munculnya hak dan kewajiban dalam rangka menjamin<br />

perlindungan hak–hak keperdataan dan hak atas kekayaan<br />

intelektual serta mendukung ketertiban kegiatan penyelenggaraan<br />

negara;<br />

b. menyimpan dan melindungi arsip perorangan, keluarga, organisasi<br />

politik, dan organisasi kemasyarakatan sesuai dengan standar dan<br />

ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />

Peran serta masyarakat dalam penyelamatan arsip sebagaimana<br />

dimaksud dalam pasal 71 ayat (2) dilaksanakan dengan cara :<br />

a. menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan<br />

b. melaporkan kepada lembaga kearsipan apabila mengetahui<br />

terjadinya penjualan, pemusnahan, pengrusakan, pemalsuan, dan<br />

12


pengubahan arsip oleh lembaga negara tanpa melalui prosedur<br />

sebagaimana diatur dalam undang–undang.<br />

c. melindungi dan menyelamatkan arsip dan tempat penyimpanan<br />

arsip dari bencana alam, bencana sosial, perang, sabotase,<br />

spionase, dan terorisme melalui koordinasi dengan lembaga<br />

terkait.<br />

Peran serta masyarakat dalam penggunaan arsip sebagaimana<br />

dimaksud dalam pasal 71 ayat (2) dilaksanakan melalui pembudayaan<br />

penggunaan dan pemanfaatan arsip sesuai prosedur yang benar. Dalam<br />

hal ini lembaga kearsipan telah mengatur akses dan layanan arsip yang<br />

menjamin kemudahan akses bagi masyarakat.<br />

Peran serta masyarakat yang lain yang juga diharapkan oleh<br />

pemerintah adalah dalam hal penyediaan sumber daya pendukung<br />

sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (2) yang dapat<br />

dilaksanakan dengan cara :<br />

a. menggalang atau menyumbangkan dana untuk penyelenggaraan<br />

kearsipan;<br />

b. melakukan pengawasan penyelenggaraan kearsipan sesuai dengan<br />

ketentuan peraturan perundang-undangan;<br />

c. menjadi sukarelawan dalam pengelolaan dan penyelamatan arsip<br />

sesuai kompetensi yang dimilikinya.<br />

Selain beberapa hal yang telah disebutkan di atas masyarakat<br />

juga dapat melengkapi perannya dalam menyelenggarakan pendidikan<br />

dan pelatihan kearsipan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (2)<br />

sesuai peraturan perundang-undangan.<br />

Bila suatu organisasi politik, organisasi masyarakat, dan<br />

perseorangan melaksanakan kegiatan yang didanai dari anggaran<br />

negara atau bantuan luar negeri juga wajib menyerahkan rekaman<br />

kegiatannya ke lembaga kearsipan. Beberapa kewajiban yang<br />

diharapkan oleh pemerintah terhadap masyarakat ini masih perlu<br />

13<br />

RESENSI<br />

MENGELOLA ARSIP AGAMA (RELIGIOUS ARCHIVES)<br />

Judul : Mengurus <strong>Arsip</strong> Gereja:<br />

Pegangan untuk <strong>Arsip</strong>aris<br />

Keuskupan dan Terekat<br />

Pengarang : Departemen Dokumentasi<br />

& Penerangan, Konferensi<br />

Waligereja Indonesia<br />

Cetakan : Pertama, Juni 2006<br />

Penerbit : Pustaka Nusatama<br />

Tebal : 160 hlm.<br />

ISBN : 979-719-337-3<br />

Pendekatan manajemen kearsipan modern secara sistemik muncul<br />

pada pertengahan kedua abad ke-19, menyusul rentetan peristiwa sejarah<br />

panjang revolusi Perancis. Menghadapi kelangkaan arsip yang berkaitan<br />

dengan bukti hak dan kewajiban negara dan warga negara serta keberadaan<br />

berbagai institusi pemerintahan, timbullah kesadaran untuk mengelola<br />

arsip secara sistematis untuk kepentingan publik, dengan membentuk<br />

sebuah institusi arsip nasional. Dengan didirikannya arsip nasional di<br />

Perancis, menandakan kelahiran manajemen kearsipan modern<br />

(penanganan kearsipan secara praktis sudah ada bersamaan dengan<br />

peradaban manusia ketika mengenal tulisan, namun belum dibarengi<br />

dengan unsur-unsur manajemen modern). Misi didirikannya arsip nasional<br />

di Perancis saat itu adalah untuk menelusuri, mengumpulkan,<br />

menyelamatkan dan mendayagunakan arsip bukti dan hak serta kewajiban<br />

negara dan warga negara untuk kepentingan publik. Misi ini melahirkan<br />

38


Dalam notulen tersebut juga dituliskan maksud dari monumen tersebut<br />

yaitu melambangkan pemberantasan yang kurang baik oleh <strong>Gadjah</strong> Mada.<br />

(GADJAH MENGINJAK ULAR).<br />

Dari sejarah nama dan tanggal kelahiran <strong>UGM</strong> menyiratkan jati diri<br />

<strong>UGM</strong>. Hal ini terangkum dalam Mukadimah Anggaran Rumah Tangga<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada (<strong>UGM</strong>) yang menyatakan bahwa <strong>UGM</strong> lahir dari<br />

kancah perjuangan revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh karena<br />

itu, dalam menyelenggarakan kegiatannya, <strong>UGM</strong> menyatukan diri dengan<br />

kepentingan masyarakat Indonesia pada khususnya dan kemanusiaan pada<br />

umumnya. Pernyataan Mukadimah ini merupakan perwujudan dari citra/<br />

jati diri <strong>UGM</strong> sebagai universitas perjuangan yang dibangun sejak awal<br />

kelahirannya.<br />

Sumber :<br />

1. Laporan Tahunan Rektor <strong>UGM</strong> September 1964<br />

2. Notulen Rapat Senat <strong>UGM</strong> 27 September 1961<br />

3. “Hubungan Dosen dan Mahasiswa dalam Menciptakan Kehidupan<br />

Kampus yang Kondusif” oleh Koesnadi Hardjasoemantri dalam buku<br />

“Menuju Tertib Kehidupan Kampus” <strong>UGM</strong>: 2006<br />

4. PP No. 23 Tahun 1949.<br />

5. Buku Kenangan Seperempat Abad <strong>UGM</strong>, 1974.<br />

37<br />

disosialisasikan oleh lembaga kearsipan, agar masyarakat dapat<br />

mengetahui dan melaksanakan peran sertanya dalam penyelenggaraan<br />

kearsipan di lingkungan sekitarnya. Untuk mencapai tujuan sesuai<br />

undang–undang tersebut memerlukan kerja keras dari pemerintah<br />

dalam hal ini lembaga kearsipan yang bertanggungjawab penuh dalam<br />

penyelenggaraan kearsipan karena selama ini masyarakat masih<br />

mempunyai pemahaman yang belum tepat terhadap arsip, arsip hanya<br />

dianggap sebagai dokumen yang sudah usang, sudah basi, atau<br />

dianggap sebagai dokumen yang sudah tidak bernilai lagi.<br />

Oleh karena itu, dalam mendukung peran serta yang dilakukan<br />

oleh anggota masyarakat, pemerintah dapat pula memberikan<br />

penghargaan kepada masyarakat yang berperan dalam kegiatan<br />

perlindungan dan penyelamatan arsip. Selain itu, pemerintah juga<br />

dapat memberikan imbalan kepada masyarakat yang berperan serta<br />

dalam penyerahan arsip penting yang termasuk dalam kategori DPA<br />

(Daftar Pencarian <strong>Arsip</strong>).<br />

C. Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Peran Masyarakat<br />

1. Program Masyarakat Sadar <strong>Arsip</strong><br />

Program Masyarakat Sadar <strong>Arsip</strong> bertujuan untuk<br />

memasyarakatkan pentingnya arsip kepada masyarakat, sehingga<br />

apresiasi masyarakat lebih antusias dan lebih besar terhadap arti<br />

pentingnya arsip. Undang –undang tentang kearsipan yang<br />

berlaku tahun 2009 merupakan momentum baru bagi lembaga<br />

kearsipan untuk mensosialisasikan dirinya kepada masyarakat<br />

umum. Kesadaran akan pentingnya arsip juga perlu ditumbuhkan<br />

dalam masyarakat umum, bukan hanya dalam komunitas<br />

pemerintah dan perkantoran saja.<br />

Guna menunjang sosialisasi arsip kepada masyarakat umum<br />

lembaga kearsipan yang dipelopori oleh <strong>Arsip</strong> Nasional telah<br />

14


memberikan mobil layanan Masyarakat Sadar <strong>Arsip</strong> dan<br />

seperangkat komputer dengan sistem aplikasinya kepada<br />

beberapa provinsi di Indonesia, yang masih dilanjutkan pada<br />

tahun-tahun mendatang. Dengan mobil tersebut lembaga<br />

kearsipan daerah diharapkan dapat mempermudah<br />

mensosialisasikan arti pentingnya arsip kepada masyarakat luas<br />

dengan dijangkau oleh mobil tersebut ke lokasi–lokasi tertentu.<br />

Dasar dari pemberian mobil layanan Masyarakat Sadar <strong>Arsip</strong><br />

ini salah satunya dimaksudkan agar dengan adanya mobil ini<br />

layaknya ”perpustakaan keliling” masyarakat umum bisa<br />

memperoleh pembelajaran tentang apa itu arsip dan bagaimana<br />

cara memperbaiki arsip (restorasi arsip) bagi arsip masyarakat<br />

yang mengalami kerusakan agar dapat tetap diketahui dengan jelas<br />

isi informasinya. Mobil Masyarakat Sadar <strong>Arsip</strong> ini dilengkapi<br />

dengan peralatan pendukung syiar kearsipan seperti televisi layar<br />

datar 46 inci, perangkat komputer, speaker dan mike-nya, dan<br />

peralatan untuk restorasi arsip.<br />

Sedangkan bantuan komputer beserta aplikasinya<br />

diharapkan agar arsip yang tersimpan di lembaga kearsipan dapat<br />

diakses oleh masyarakat, dan sebaliknya arsip yang ada di daerah<br />

dapat diakses pula oleh lembaga kearsipan di manapun.<br />

2. Program <strong>Arsip</strong> Masuk Desa<br />

Upaya lain untuk meningkatkan peran serta masyarakat<br />

dalam pengembangan kearsipan lembaga kearsipan <strong>Arsip</strong> Nasional<br />

RI telah memberikan dukungan dana dekonsentrasi kepada<br />

provinsi mulai tahun 2009 untuk melaksanakan Program <strong>Arsip</strong><br />

Masuk Desa. Program <strong>Arsip</strong> Masuk Desa ini akan berlangsung<br />

sampai tahun 2014 untuk memberikan pelatihan kepada seluruh<br />

negara sebagaimana terjadi di daerah-daerah lain. Sebagai hadiahnya<br />

tanggal 19 Desember 1949, satu tahun setelah penyerangan Belanda ke<br />

Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948 (agresi militer Belanda), <strong>UGM</strong><br />

didirikan sebagai perwujudan terima kasih pemerintah pusat kepada Rakyat<br />

Yogyakarta. Godaan kenikmatan sesaat muncul dengan adanya tawaran<br />

pemerintah untuk memboyong <strong>UGM</strong> ke Jakarta. Bisa dibayangkan saat itu<br />

<strong>UGM</strong> bekerja mencetak para generasi penerus bangsa dengan segala<br />

keterbatasan. Dengan pindah ke Jakarta tentu segala derita keterbatasan<br />

tersebut dapat diatasi. Akan tetapi, apa yang terjadi ternyata para pimpinan<br />

<strong>UGM</strong> menolak saran agar <strong>UGM</strong> sebagai universitas nasional dipindah ke<br />

Jakarta. Adalah Prof. Sardjito sebagai Presiden <strong>UGM</strong>, Prof. Notonagoro<br />

sebagai Sekretaris Senat, dan Koesnadi Harjdasoemantri sebagai wakil<br />

Dewan Mahasiswa, yang menghadap ke Jakarta dan menyuarakan<br />

keberatan atas saran dipindahkannya <strong>UGM</strong> ke Jakarta, padahal <strong>UGM</strong> ini<br />

adalah hadiah Pemerintah kepada Rakyat Yogyakarta. (Koesnadi<br />

Hardjasoemantri, 2006).<br />

Dalam notulen Rapat Senat <strong>UGM</strong> pada hari Rabu tanggal 27<br />

September 1961 di Bulaksumur yang arsipnya tersimpan di <strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong><br />

tertulis bahwa dalam rapat senat tersebut dibahas beberapa agenda<br />

diantaranya adalah rencana pembangunan monumen untuk rotonde<br />

dengan surjo dan tjondro sengkolo-nya yang berhubungan dengan tahun<br />

berdirinya <strong>UGM</strong>. Dalam rapat tersebut terjadi pro dan kontra namun<br />

kemudian dicapai kesepakatan sebagai berikut :<br />

a. Tjondro sengkolo :<br />

Maha Manggala <strong>Gadjah</strong> Loko = 1881<br />

1 8 8 1<br />

Hendaknya diganti dengan :<br />

Ngradjani gadjah ulaning djagat;<br />

b. Lobang2 supaya dibuat sembilan supaya sempurna<br />

c. Pada lambung stupa (=tak ada angan2 sifat budistis) digambarkan<br />

aktivitas <strong>Gadjah</strong> Mada.<br />

15<br />

36


Indonesia maka oleh para pendiri <strong>UGM</strong> disepakati bahwa tanggal 19<br />

Desember 1949 sebagai hari lahir <strong>UGM</strong>.<br />

Dalam buku Kenangan Seperembad Abad <strong>UGM</strong> dituliskan bahwa<br />

tanggal 19 Desember 1949 oleh Pemerintah Republik Indonesia didirikan<br />

<strong>Universitas</strong> Negeri <strong>Gadjah</strong> Mada Yogyakarta, gabungan atas Fakultasfakultas<br />

Sastera, Hukum, dari Yayasan Balai Perguruan Tinggi <strong>Gadjah</strong> Mada,<br />

dan Sekolah-sekolah Tinggi Negeri, yaitu Fakultas Tehnik, Fakultas<br />

Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian dan<br />

Fakultas Kedokteran Hewan, dan Fakultas Hukum. Dalam hal ini memang<br />

ada pertanyaan, apakah sebabnya tanggal 19 Desember yang mengingatkan<br />

kita kepada hari yang pahit, pedih, dan suram karena penyerbuan Belanda<br />

di Yogyakarta dipakai sebagai hari berdirinya <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada yang<br />

tiap tahun akan diperingati dengan meriah. Dalam ceramah kepada para<br />

mahasiswa Presiden Soekarno menjawab bahwa 19 Desember itu sangat<br />

penting untuk perkembangan Bangsa Indonesia karena tindakan Belanda<br />

yang bermaksud merebut kembali Indonesia, maka Bangsa Indonesia<br />

menjadi bersatu padu dan dapat mengeluarkan kekuatan yang besar<br />

sampai dapat mengalahkan Belanda. Akhirnya Indonesia memperoleh<br />

pengakuan kemerdekaan dari seluruh dunia. Meskipun <strong>UGM</strong> secara tertulis<br />

resmi didirikan tanggal 16 Desember 1949 dengan keluarnya PP No. 23<br />

Tahun 1949, dipilihnya tanggal 19 Desember merupakan pilihan yang<br />

didasari berbagai pertimbangan untuk kepentingan sejarah Bangsa<br />

Indonesia.<br />

Digambarkan dalam tulisan Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri<br />

mengenai hubungan antara kelahiran <strong>UGM</strong> dengan sejarah perjuangan<br />

Bangsa Indonesia. Diceritakan bagaimana sejarah mencatat bahwa<br />

semangat rakyat Yogyakarta sangat kental perjuangan nasionalnya. Ini<br />

terbukti pada saat Yogyakarta yang secara fisik diduduki Belanda pada<br />

waktu aksi militer kedua, tidak ada satupun pegawai yang sudi bekerja<br />

dengan Belanda membentuk pemerintahan sipil Belanda dan membentuk<br />

35<br />

16<br />

perangkat desa, yang banyak bersentuhan dengan arsip dan<br />

masyarakat di desa.<br />

Program <strong>Arsip</strong> Masuk Desa menjadi sangat strategis<br />

mengingat pemerintah desa merupakan ujung tombak<br />

pelaksanaan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Kalau kita<br />

melihat perjalanan pemerintahan, desa merupakan cikal bakal dan<br />

bukti nyata tumbuhnya kehidupan berdemokrasi di Indonesia.<br />

Terlaksananya proses pemilihan Presiden secara langsung baru<br />

dimulai pada tahun 2004, juga diilhami oleh tradisi pemilihan<br />

kepala desa secara langsung yang telah berjalan secara<br />

demokratis, adil dan terbuka jauh sebelumnya.<br />

Untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan<br />

program <strong>Arsip</strong> Masuk Desa ini akan ditetapkan kebijakan program<br />

dan pedoman-pedoman yang menyertainya. Dalam jangka panjang<br />

diharapkan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat<br />

pedesaan tentang pentingnya arsip sehingga mereka menjadi<br />

tanggap terhadap hak-hak keperdataan, hak-hak politik dan<br />

mengetahui potensi sumber daya alam yang ada di desanya serta<br />

tumbuh tanggung jawab mereka dalam membangun desanya.<br />

Program <strong>Arsip</strong> Masuk Desa ini diharapkan juga mendorong<br />

sekolah-sekolah, desa dan institusi desa lainnya dalam<br />

meningkatkan layanan masyarakat melalui tertib arsip. Namun<br />

demikian, pembinaan kearsipan untuk tingkat desa tidak dapat<br />

dilepaskan dari peran pemerintah provinsi dan pemerintah<br />

kabupaten/ kota. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah<br />

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Pemerintah antara<br />

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah<br />

Kabupaten/ Kota, bahwa berbagai urusan dan<br />

pertanggungjawaban pemerintah termasuk bidang kearsipan<br />

daerah telah dibagi habis.


3. Program Akuisisi <strong>Arsip</strong> Statis<br />

Akuisisi arsip statis sebagai proses penambahan khasanah<br />

dilakukan dengan cara menerima arsip bernilai guna<br />

pertanggungjawaban nasional dari lembaga–lembaga negara dan<br />

badan-badan pemerintah, swasta, perorangan sesuai dengan<br />

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Akuisisi merupakan<br />

upaya penyelamatan dan pelestarian serta pewarisan jejak<br />

informasi bersejarah dalam bentuk memori kolektif kehidupan<br />

berbangsa dan bernegara kepada generasi mendatang. Akuisisi<br />

arsip statis oleh lembaga kearsipan merupakan bentuk tanggung<br />

jawab pemerintah atas hak dasar masyarakat terhadap<br />

aksesibilitas informasi publik.<br />

Akuisisi arsip sangat erat hubungannya dengan akses dan<br />

layanan yang harus diberikan oleh lembaga kearsipan kepada<br />

masyarakat. Agar lembaga kearsipan dapat melayani masyarakat<br />

yang membutuhkan arsip, maka dihimbau kepada masyarakat agar<br />

bersedia menyerahkan arsip yang bernila guna kesejarahan untuk<br />

disimpan di lembaga kearsipan, supaya dapat dimanfaatkan oleh<br />

masyarakat yang lebih luas.<br />

4. Pemasyarakatan <strong>Arsip</strong><br />

Kegiatan ini adalah rangkaian kegiatan yang dirancang untuk<br />

meningkatkan pemahamam masyarakat terhadap masalah<br />

kearsipan dan promosi khasanah arsip yang memberikan informasi<br />

mengenai potensi yang dapat digali dari arsip. Pemasyarakatan<br />

arsip ini juga untuk menanamkan apresiasi pentingnya masyarakat<br />

untuk menjaga arsip sebagai warisan budaya. Bentuk<br />

pemasyarakatan arsip selain berupa promosi juga dalam bentuk<br />

17<br />

Watak dan kepribadian<br />

Mahapatih <strong>Gadjah</strong> Mada penuh<br />

keteladanan. Mahapatih <strong>Gadjah</strong><br />

Mada adalah seorang prajurit<br />

yang berani dan cakap, seorang<br />

negarawan yang ulet dan pandai,<br />

seorang idealis yang mempunyai<br />

cit-cita yang tinggi, dan seorang<br />

yang saleh kepada agamanya.<br />

Beberapa contoh keteladanan <strong>Gadjah</strong> Mada juga diuraikan dalam Laporan<br />

Rektor <strong>UGM</strong> Tahun 1964.<br />

Dalam Rapat Senat Terbuka <strong>UGM</strong> disampaikan pernyataan dan<br />

harapan sebagai berikut :<br />

“Oleh karena itu tidak sia-sia kita memilih nama <strong>Gadjah</strong> Mada untuk<br />

nama <strong>Universitas</strong> kita ini. Kalau Mahapatih <strong>Gadjah</strong> Mada dahulu<br />

mampu menyatukan kepulauan Nusantara ini menjadi suatu<br />

kesatuan kerajaan, maka <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada ini menjadi<br />

tempat menggembleng dan menggodog pemuda-pemuda Indonesia<br />

dari segala penjuru tanah air, dari segala macam suku menjadi satu<br />

bangsa, Bangsa Indonesia. <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada mempunyai citacita<br />

yang sama dengan Mahapatih <strong>Gadjah</strong> Mada, yaitu bercita-cita<br />

luhur menyatukan berbagai daerah dan suku-suku di kepulauan<br />

Indonesia ini menjadi satu nation.” (Laporan Tahunan Rektor <strong>UGM</strong><br />

Th. 1964 hal. 10).<br />

Hari Jadi <strong>UGM</strong><br />

Gedung Pusat <strong>UGM</strong> Tahun 1960-an<br />

Setiap tanggal 19 Desember <strong>UGM</strong> memperingati hari lahirnya.<br />

Sejarah kelahiran <strong>UGM</strong> tidak lepas dari sejarah Bangsa Indonesia. Secara<br />

hukum <strong>UGM</strong> resmi didirikan pada tanggal 16 Desember 1949 dengan<br />

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949 tentang Peraturan<br />

tentang Penggabungan Perguruan Tinggi menjadi Universiteit. Peraturan<br />

pemerintah tersebut tertanggal 16 Desember 1949 ditandatangani oleh Ir.<br />

Soekarno. Mengingat <strong>UGM</strong> merupakan bagian dari perjuangan bangsa<br />

34


1. Widjaja artinya berlaku bijaksana, penuh hikmah dalam kesabaran<br />

yang genting, sehingga dengan kebijaksanaannya kegentingan hilang<br />

dan muncul ketentraman;<br />

2. Mantriwira, artinya seorang pembela negara yang selalu berani;<br />

3. Witjaksaneng Naja, yaitu bijaksana di dalam segala tindakan;<br />

4. Matanggwan, artinya seorang yang menjadi kepercayaan, tidak<br />

pernah menyelewengkan kepercayaan yang diberikan kepadanya;<br />

5. Satya Bhakti Aprabhu, artinya bersifat setia dengan hati yang ikhlas<br />

kepada negara dan sri mahkota/ raja;<br />

6. Wagmi Wag, artinya pandai berargumen dalam mempertahankan<br />

pendapat;<br />

7. Sardjawopasama, yaitu tingkah laku yang memperlihatkan<br />

kerendahan hati bermaksud manis, tulus, dan ikhlas, lurus dan sabar;<br />

8. Dhirotsaha, artinya selalu bekerja rajin dan sungguh-sungguh serta<br />

dengan keteguhan hati;<br />

9. Tan Lalana, artinya selalu bersifat gembira dan selalu memperlihatkan<br />

sikap yang bangun tegak (semangat) dan selalu bertindak cepat;<br />

10. Diwyatjitta, maksudnya selalu berhati baik dalam berhubungan<br />

dengan orang lain dan selalu siap mendengarkan pendapat dan saran<br />

dengan hati yang tenang walaupun tidak setuju;<br />

11. Masihi Samastabhuwana, artinya menyayangi seluruh dunia;<br />

12. Sih Samastabhuwana, artinya dasar kesetiaan hati <strong>Gadjah</strong> Mada<br />

dalam segala hal;<br />

13. Ginon Pratidino, artinya selalu mengerjakan yang baik dan menghapus<br />

kelakuan yang tidak sempurna;<br />

14. Sumantri, artinya menjadi pegawai negara yang baik dan penuh prilaku<br />

yang sempurna; dan<br />

15. Anayaken Musuh, artinya selalu bertindak memusnahkan/<br />

menaklukkan musuh.<br />

33<br />

pameran arsip yang menyajikan arsip kepada masyarakat dalam<br />

rangka menyebarluaskan informasi arsip pada masyarakat.<br />

Selain seperti tersebut di atas pemasyarakatan arsip dapat<br />

pula berupa publikasi kearsipan, diantaranya dapat dengan<br />

penerbitan sarana penemuan arsip, penerbitan naskah sumber,<br />

penerbitan sejarah lisan, dan tulisan yang berkaitan dengan<br />

pendayagunaan khasanah arsip.<br />

D. Penutup<br />

Peran masyarakat dalam pengembangan kearsipan di Indonesia<br />

masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Jumlah<br />

penduduk Indonesia sungguh sangat besar, setiap individu pasti<br />

menciptakan arsip sesuai rekaman kegiatan yang dilakukannya.<br />

Berdasarkan asumsi ini berarti arsip yang tercipta di masyarakat<br />

berjumlah sangat banyak. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang<br />

belum paham apa yang harus mereka lakukan terhadap arsipnya,<br />

karena pemahaman yang masih kurang. Oleh karena itu, pemerintah di<br />

masa mendatang perlu memperhatikan lebih serius terhadap peran<br />

serta masyarakat dalam penyelenggaraan kearsipan agar arsip yang<br />

merupakan warisan budaya bagi generasi mendatang ini tidak hilang<br />

sia-sia hanya karena ketidaktahuan dalam mengelola dan<br />

menyelamatkannya.<br />

Upaya yang sudah dilakukan pemerintah melalui lembaga<br />

kearsipan perlu ditingkatkan dari tahun ke tahun agar sasaran yang<br />

ingin dicapai semakin tepat dan sesuai dengan target. Hal ini tidak<br />

mudah karena keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia yang<br />

dimiliki pemerintah sehingga menyebabkan program–program<br />

terputus di tengah jalan.<br />

Optimis perlu selalu menyertai langkah kita dalam<br />

mengembangkan kearsipan. Semoga dengan sikap optimis ini kendala-<br />

18


kendala dapat dilalui, sehingga masyarakat pun tidak menanggapi<br />

kearsipan dengan sikap apriori.<br />

TELISIK<br />

SEJARAH DIBALIK NAMA DAN TANGGAL KELAHIRAN<br />

UNIVERSITAS GADJAH MADA<br />

Musliichah<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok<br />

Kearsipan.<br />

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.<br />

Manajemen <strong>Arsip</strong> Statis (Archives Management), <strong>Arsip</strong> Nasional RI, 2009.<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian<br />

Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan<br />

Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.<br />

“Tidak sia-sia nama <strong>Gadjah</strong> Mada dipilih untuk nama <strong>Universitas</strong> kita”<br />

(Laporan Tahunan Rektor <strong>UGM</strong> 19 September 1964)<br />

Nama tidak hanya sekedar deretan<br />

huruf yang membentuk kata. Demikian halnya<br />

dengan nama <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada.<br />

“<strong>Gadjah</strong> Mada” mengandung makna dan<br />

harapan. Seperti yang tercatat dalam laporan<br />

tahunan Rektor <strong>UGM</strong> tahun 1964 bahwa<br />

mengambil <strong>Gadjah</strong> Mada sebagai nama<br />

universitas kita bukanlah hal yang sia-sia.<br />

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/2/25/Gajah_Mada.jpg<br />

19<br />

Pada tahun 1964 dalam Rapat Senat Terbuka Univeritas <strong>Gadjah</strong> Mada<br />

diperingati 600 tahun wafatnya Mahapatih <strong>Gadjah</strong> Mada, Mahapatih<br />

Negara Kesatuan Madjapahit. Dalam rapat senat tersebut disampaikan<br />

gambaran kemungkinan membentuk sebuah negara kesatuan baik negara<br />

asing maupun negara Indonesia. Dasar-dasar ilmiah yang sangat kuat<br />

sekalipun, belum mampu menjamin mudahnya pembangunan negara<br />

kesatuan dalam daerah kepulauan yang demikian luas. Namun kesatuan<br />

politik berupa Kerajaan Majapahit yang meliputi seluruh kepulauan<br />

Indonesia telah terbentuk pada jaman Hayam Wuruk (1350-1389) atas jasa<br />

Mahapatih <strong>Gadjah</strong> Mada.<br />

Dalam Laporan Rektor <strong>UGM</strong> September 1964 ditulis sifat dan watak<br />

Mahapatih <strong>Gadjah</strong> Mada yaitu :<br />

32


mengamalkan jati diri itu. Memasukkan nilai dan jati diri <strong>UGM</strong> ke dalam<br />

mata kuliah perlu diwacanakan.<br />

Nilai dan jati diri <strong>UGM</strong> perlu terus dibumikan dan ditauladani oleh<br />

semua sivitas akademika supaya universitas terbesar itu tidak hanyut dalam<br />

pusaran globalisasi yang kapitalis dan pragmatis. Efek globalisasi yang perlu<br />

dicermati adalah mencuatnya isu pendidikan akan diusung sebagai<br />

komoditas perdagangan yang termuat General Agreement on Trade Tariffs<br />

and Services (GATTS), yang diprakarsai oleh World Trade Organization<br />

(WTO). Jati diri akan terealisasi jika totalitas organisasi mendukungnya. Jika<br />

tidak maka jati diri itu hanya berhenti dalam bentuk tulisan.<br />

Daftar Rujukan<br />

<strong>Arsip</strong><br />

1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 tahun 1949 tentang Peraturan<br />

Sementara Penggabungan Perguruan Tinggi menjadi Universiteit.<br />

2. PP 153 tahun 2000 tentang Penetapan <strong>UGM</strong> sebagai PT BHMN<br />

3. SK MWA <strong>UGM</strong> No. 19/SK/MWA/2006 tentang Jati Diri dan Visi <strong>UGM</strong>.<br />

4. Sofian Effendi, ”Revitalisasi Jatidiri <strong>UGM</strong> Menghadapi Perubahan<br />

Global”, Naskah Orasi Ilmiah Dies <strong>UGM</strong> ke-56, 2004.<br />

BIODATA PENULIS<br />

Herman SetyawanA.Md.<br />

Lahir di Sleman, pada tanggal 15 April 1982. <strong>Arsip</strong>aris Pelaksana lanjutan di<br />

<strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada. Lulus D3 Kearsipan <strong>UGM</strong> pada tahun 2003,<br />

dan saat ini sedang menempuh Pendidikan Administrasi Perkantoran FISE<br />

UNY.<br />

Anna Nunuk Nuryani<br />

Lahir di Lebak, pada tanggal 14 Desember 1966. <strong>Arsip</strong>aris Madya di Badan<br />

Perpustakaan dan <strong>Arsip</strong> Daeran Provinsi DIY. Lulus dari Jurusan Sejarah,<br />

Fakultas Sastra <strong>UGM</strong> pada tahun 1990.<br />

Pustaka<br />

1. Bambang Purwanto dkk, ”Dari Revolusi ke Reformasi, 50 Tahun<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada”, <strong>UGM</strong>, 1999.<br />

2. Sutaryo; Suratman Woro,” Sejarah Lahirnya <strong>Universitas</strong> Perjuangan<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada”, Senat Akademik <strong>UGM</strong>, 2008.<br />

3. Heri Santoso, ”Filosofi <strong>UGM</strong>”, Senat – PS Pancasila <strong>UGM</strong>, 2008.<br />

31<br />

20


TELISIK<br />

MENELUSURI JATI DIRI UNIVERSITAS GADJAH MADA<br />

DALAM LEMBARAN ARSIP<br />

Zaenudin<br />

Kilasan Sejarah <strong>UGM</strong><br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada (<strong>UGM</strong>) merupakan universitas pertama<br />

yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI). <strong>UGM</strong> dilahirkan<br />

dalam suasana penuh semangat dan harapan di tengah-tengah kancah<br />

perjuangan merebut kembali kemerdekaan. <strong>Universitas</strong> tersebut<br />

merupakan gabungan berbagai perguruan tinggi yang sudah ada<br />

sebelumnya. Tepat setengah tahun setelah Kemerdekaan Indonesia yaitu<br />

pada 17 Februari 1946 berdirilah perguruan tinggi swasta bernama Balai<br />

Perguruan Tinggi <strong>Gadjah</strong> Mada (BPTGM) di Yogyakarta. Setelah itu secara<br />

berangsur-angsur dalam kurun waktu 2 tahun, antara tahun 1946 – 1948,<br />

Pemerintah Indonesia yang mengungsi ke Yogyakarta juga telah mendirikan<br />

beberapa perguruan tinggi. Di Yogyakarta pemerintah mendirikan Sekolah<br />

Tinggi Teknik dan Akademi Ilmu Politik. Di Klaten berdiri Perguruan Tinggi<br />

Kedokteran, Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan, dan Perguruan Tinggi<br />

Pertanian. Sementara di Solo Pemerintah membangun Perguruan Tinggi<br />

Kedokteran (Bagian Klinik) dan Balai Pendidikan Hukum. Didorong oleh citacita<br />

pemerintah untuk memiliki universitas nasional sendiri dan didasari<br />

oleh semangat dan kebesaran jiwa semua pihak, akhirnya kedelapan<br />

lembaga tersebut digabung menjadi sebuah universitas dengan nama<br />

”Universiteit Negeri <strong>Gadjah</strong> Mada”. Penggabungan tersebut disyahkan<br />

melalui Peraturan Pemerintah No. 23 tanggal 16 Desember 1949.<br />

Pendidikan tinggi di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada masa<br />

kolonial Belanda, namun sempat terhenti sebentar pada tahun 1942 di awal<br />

masa pendudukan Jepang. Tujuh dari delapan perguruan tinggi di atas<br />

21<br />

Ketika terjadi gejolak pemberontakan di daerah Priangan Timur, <strong>UGM</strong><br />

mengirim tim kesenian yang bermisi memberikan hiburan dan dukungan<br />

kepada rakyat dan tentara yang bertugas di sana.<br />

Pada tahun 1978, <strong>UGM</strong><br />

mengirim 5 anggota Menwa<br />

bergabung dengan Pasukan<br />

Garuda V membantu perdamaian<br />

di Mesir. Misi ini tentu sangat<br />

sesuai dengan nilai budaya<br />

Misi Kesenian <strong>UGM</strong> ke Periangan Timur<br />

bangsa yaitu suka menolong<br />

sesama.<br />

Sekitar 10 tahun (1988 – 1998) di <strong>UGM</strong> selalu digelar pasar raya<br />

rakyat yang kemudian dikenal dengan “Gama Fair” setiap menjelang dies<br />

natalis. Salah satu tujuan kegiatan ini adalah mengkampanyekan cinta<br />

produk dalam negeri. “Gama Fair” juga biasa diisi dan dimeriahkan pentas<br />

berbagai kesenian daerah. Kegiatan ini sebagai salah satu upaya <strong>UGM</strong><br />

mensosialisasikan dan melestarikan budaya bangsa.<br />

Membumikan Jati Diri Menyongsong Globalisasi<br />

Predikat sebagai <strong>Universitas</strong> Perjuangan, <strong>Universitas</strong> Kerakyatan,<br />

<strong>Universitas</strong> Terbesar dan lain-lain harus dipahami bukan sebagai klaim<br />

semata, melainkan harus dibuktikan dengan tanggung jawab dan prestasi.<br />

Nilai dan jati diri merupakan kunci penentu maju tidaknya organisasi.<br />

Namun sebaik apapun jati diri <strong>UGM</strong> tidak akan pernah terealisasi jika tidak<br />

ditopang perangkat pendukung seperti: visi, misi, strategi, sistem,<br />

kepemimpinan, serta lingkungan yang kondusif.<br />

Selama ini upaya sosialisasi jati diri seperti: penerbitan buku dan<br />

pembuatan film, tentang ke-<strong>UGM</strong>-an serta penyelenggaraan History Week<br />

perlu terus ditingkatkan. Strategi baru juga perlu dipikirkan sehingga<br />

seluruh sivitas akademika tahu dan akhirnya mau mengetahui dan<br />

30


Sejak tahun 1961–1970-an, <strong>UGM</strong> juga terlibat aktif dengan<br />

Kementrian Transmigrasi dan Koperasi melakukan survey dan pengaturan<br />

untuk menyukseskan program transmigrasi di Sumatera dan Kalimantan.<br />

Pada tahun 1970, mahasiswa Teknik Sipil <strong>UGM</strong> berhasil membangun<br />

jaringan pipa air di lereng Gunung Merapi. Keberhasilan menjadikan 3 desa<br />

di wilayah Cangkringan mudah mendapatkan air.<br />

Proyek ini banyak<br />

dikunjungi oleh peneliti-peneliti<br />

termasuk dari luar negeri. Satu<br />

lagi kepeloporan <strong>UGM</strong> dalam hal<br />

pengabdian kepada rakyat<br />

adalah lahirnya ide Kuliah Kerja<br />

Nyata (KKN).<br />

Jaringan Pipa Air di Lereng Merapi Tahun 1970<br />

Secara resmi KKN baru dimulai tahun 1972 namun embrionya telah<br />

dilaksanakan jauh sebelumnya. Gagasan ini mungkin merupakan<br />

kepeloporan <strong>UGM</strong> yang paling spektakuler karena sampai sekarang<br />

kegiatan tersebut masih dilaksanakan bahkan menjadi mata kuliah wajib<br />

bagi mahasiswa. Tidak hanya itu KKN juga ditiru oleh banyak perguruan<br />

tinggi di Indonesia bahkan diadopsi pula oleh beberapa perguruan tinggi di<br />

luar negeri. Oleh karena kepedulian yang besar kepada rakyat terutama<br />

rakyat pedesaan, sehingga ada yang memberikan stigma kepada <strong>UGM</strong><br />

sebagai universitas ndesa.<br />

<strong>Universitas</strong> Pusat Kebudayaan<br />

Jati diri <strong>UGM</strong> yang terakhir adalah universitas pusat kebudayaan. Ciri<br />

khas ini menuntut <strong>UGM</strong> harus menjadi pengawal pelestari dan<br />

pengembang budaya nasional. Tentu saja mencakup nilai, tradisi, karya<br />

pemikiran dan seni, serta lain-lain bentuk cipta rasa maupun karsa dari<br />

Bangsa Indonesia. Sedikit banyak peran itu sudah dilaksanakan oleh <strong>UGM</strong>.<br />

29<br />

(selain BPTGM) bahkan sudah dirintis oleh Belanda dan Jepang di berbagai<br />

kota besar di Indonesia, seperti: Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya.<br />

Setelah Proklamasi Kemerdekaan para mahasiswa mengambil alih<br />

perguruan-perguruan tinggi tersebut dan menyerahkan kepemimpinannya<br />

pada orang Indonesia. Sayang kegiatan pendidikan oleh orang Indonesia<br />

tidak berlangsung lama menyusul kedatangan Tentara Sekutu dan NICA<br />

(Netherlands Indies Civil Administration – tentara Belanda yang ingin<br />

menguasai kembali Indonesia).<br />

Satu demi satu kota-kota tersebut jatuh ke tangan Sekutu-Belanda.<br />

Keadaan ini memaksa pemindahan ibukota negara ke Yogyakarta pada<br />

bulan Januari 1946. Perpindahan ibukota memicu para mahasiswa, dosen<br />

dan orang-orang yang setia pada RI untuk memindahkan kegiatan<br />

pendidikan dan berbagai fasilitasnya ke Yogyakarta. Usaha yang berat dan<br />

penuh resiko karena dalam situasi perang. Pemindahan harus dilakukan<br />

sembunyi-sembunyi dan bertahap. Karena di Yogyakarta tidak cukup<br />

tersedia gedung dan perumahan, akhirnya perpindahan perguruanperguruan<br />

tinggi tersebut meluber ke Klaten dan Solo.<br />

Dengan fasilitas seadanya dan terpencar-pencar kegiatan belajar<br />

menggeliat lagi. Sampai akhirnya terjadilah Agresi Militer Belanda II pada<br />

tanggal 19 Desember 1948 untuk menguasai Yogyakarta, satu-satunya<br />

wilayah RI yang belum jatuh ke tangan Belanda. Perang berkecamuk di<br />

mana-mana. Perguruan tinggi berhenti total karena dosen dan para<br />

mahasiswa juga ikut perang. Mereka tergabung dalam berbagai kesatuan<br />

seperti: Tentara Pelajar atau PMI. Atas prakarsa Sultan HB IX dilaksanakan<br />

Serangan Umum untuk merebut kembali Yogyakarta pada tanggal 1 Maret<br />

1949. Akhirnya dalam waktu 6 jam (jam 06.00 – 12.00) Yogyakarta direbut<br />

kembali oleh RI. Perang mempertahankan kemerdekaan tersebut<br />

membawa korban dosen dan mahasiswa Indonesia, antara lain: Prof. Dr.<br />

Abdurrachman Saleh, Ruwiyo, Harjito, Wuryanto, dan Asmono.<br />

22


Usaha menghidupkan kembali perguruan tinggi muncul, namun<br />

menghadapi kendala serius karena sebagian besar perguruan tinggi milik<br />

pemerintah berada di Solo dan Klaten, yang berada di luar wilayah RI.<br />

Karena pengajar dan mahasiswa berkeputusan memindahkan semua<br />

perguruan tinggi ke Yogyakarta ditengah situasi yang tidak menentu, praktis<br />

Yogyakarta menjadi sesak. Untung Sultan HB IX berkenan menyediakan<br />

pagelaran dan bangunan lainnya milik keraton untuk kegiatan belajar dan<br />

tempat tinggal. Oleh karena keterbatasan tempat, kandang kuda disulap<br />

menjadi rumah sakit bahkan beberapa fakultas menempati rumah<br />

penduduk.<br />

Meneguhkan Jati Diri <strong>UGM</strong> dan Latar Belakangnya<br />

Situasi perang yang mencekam dan keadaan yang serba terbatas<br />

serta cita-cita yang luhur terpatri kuat dalam benak semua sivitas ketika itu.<br />

Semangat perjuangan, semangat persatuan, dan semangat kerakyatan<br />

memberi warna dalam pembentukan karakter, nilai, dan jati diri <strong>UGM</strong>. Citra<br />

<strong>UGM</strong> sebagai universitas perjuangan yang membela bangsa dan negara<br />

segera menemukan momentum.<br />

Kini sudah lebih setengah abad <strong>UGM</strong><br />

berkhidmat dan berkarya mendidik bangsa.<br />

Berbagai prestasi telah disandang, namun<br />

tidak sedikit problematika baru yang kompleks<br />

menghadang. Ditengah tantangan dan<br />

ancaman globalisasi, liberalisasi, dan<br />

komersialisasi pendidikan, kini <strong>UGM</strong><br />

dihadapkan pada keadaan dilematis. Lahirnya<br />

PP 153 tahun 2000 yang menetapkan <strong>UGM</strong><br />

sebagai PT BHMN seolah menambah sulit<br />

PP 153 Tahun 2000<br />

posisi itu.<br />

Model studium generale ini akhirnya dicontoh oleh perguruan tinggi lainnya<br />

sampai sekarang.<br />

Komitmen dan pembelaan<br />

<strong>UGM</strong> terhadap Pancasila<br />

ditunjukan pula dengan<br />

menggelar Orasi Ilmiah tentang<br />

pentingnya pengamalan<br />

Pancasila dalam kehidupan<br />

sehari-hari, pada peringatan<br />

Seperempat Abad <strong>UGM</strong> tanggal<br />

19 Desember 1974.<br />

Presiden Soeharto pada Peringatan Seperempat Abad <strong>UGM</strong> Tahun 1974<br />

Peringatan ini dihadiri oleh Presiden Soeharto. Kurun berikutnya<br />

muncul Prof. Dr. Mubyarto, Guru Besar FE <strong>UGM</strong>, yang melahirkan gagasan<br />

Ekonomi Pancasila. Beliau merupakan salah satu pakar ekonomi yang<br />

gencar membela paham Ekonomi Kerakyatan atau Ekonomi Pancasila di<br />

tengah himpitan ekonomi kapitalis.<br />

<strong>Universitas</strong> Kerakyatan<br />

Jati diri sebagai universitas kerakyatan yang tertuang dalam SK MWA<br />

terbukti dengan adanya pengabdian <strong>UGM</strong> kepada masyarakat. Istilah<br />

kerakyatan mengandung arti problematika yang sedang dihadapi rakyat<br />

harus mampu ditangkap kemudian diperjuangkan penyelesaiannya oleh<br />

<strong>UGM</strong>. Pada tahun 1953–1955 Fakultas Pertanian dan Kehutanan <strong>UGM</strong> telah<br />

melakukan penelitian dan berhasil menemukan 14 jenis padi baru yang<br />

berumur lebih pendek dan rasanya lebih enak. Penemuan ini membantu<br />

meningkatkan kesejahteraan petani. Pada tahun 1964 mahasiswa Fakultas<br />

Pertanian dikerahkan untuk membantu petani melaksanakan Panca Usaha<br />

Tani untuk meningkatkan produksi dan pengolahan hasil pertanian.<br />

Pengabdian ini akhirnya terkenal dengan istilah Bimas–Inmas.<br />

23<br />

28


Pengerahan Tenaga Mahasiswa di Payakumbuh Tahun 1955<br />

Setelah penjajahan fisik<br />

mereda, <strong>UGM</strong> mengalihkan<br />

perjuangannya dengan<br />

memberantas kebodohan dan<br />

mengurangi kemiskinan<br />

dengan memprakarsai Program<br />

Pengerahan Tenaga Mahasiswa<br />

(PTM) sejak tahun 1951 –<br />

1962.<br />

PTM dilatarbelakangi oleh banyaknya Sekolah Lanjutan Atas (SLA) di<br />

luar Jawa yang tutup karena kekurangan guru akibat meninggal ketika<br />

Agresi Belanda. Melalui program ini <strong>UGM</strong> mengirimkan 1218 mahasiswa<br />

dan membantu mengajar di sekitar 109 SLA. Program PTM ini memakan<br />

korban 4 mahasiswa terkena peluru pemberontak di Sulawesi. Oleh karena<br />

pengorbanan dan pengabdian tersebut, <strong>UGM</strong> disebut <strong>Universitas</strong><br />

Perjuangan.<br />

<strong>Universitas</strong> Pancasila<br />

<strong>UGM</strong> sebagai <strong>Universitas</strong> Pancasila terbukti dalam sejarah. Hal ini<br />

bisa dilihat dalam pidato-pidato Prof. Sardjito (Rektor <strong>UGM</strong> pertama) dalam<br />

laporan-laproan tahunannya selalu menegaskan bahwa landasan<br />

penyelenggaraan <strong>UGM</strong> adalah Pancasila dan Kebudayaan Indonesia. Tokoh<br />

<strong>UGM</strong> yang paling berjasa dalam pengembangkan Pancasila adalah Prof.<br />

Notonagoro. Salah satu hasil karyanya adalah menulis buku tentang kajian<br />

ilmiah dan filsafat Pancasila (3 seri). Oleh karena itu, Prof. Notonagoro<br />

ditunjuk menjadi promotor Presiden Soekarno ketika mendapat anugerah<br />

gelar Doktor Honoris Causa bidang Hukum Pancasila dari <strong>UGM</strong> tanggal 19<br />

Desember 1951. <strong>UGM</strong> juga mempelopori kegiatan Studium Genarale yang<br />

berintikan penanaman dan pengembangan jiwa (indoktrinasi) Pancasila.<br />

27<br />

Kesenjangan antara idealisme dan pragmatisme, moral vis avis kapital<br />

sehingga sayup-sayup terdengar rasan-rasan kalau <strong>UGM</strong> bukan lagi kampus<br />

rakyat.<br />

Dihadapkan dengan problematika<br />

fundamental tersebut, <strong>UGM</strong> dituntut<br />

meneguhkan kembali ke jati dirinya, jika tidak<br />

maka akan terseret dalam pusaran arus yang<br />

tidak terkendali. Menyikapi keprihatinan di atas<br />

serangkaian pemikiran dan usaha dilakukan.<br />

Majelis Guru Besar (MGB) <strong>UGM</strong> sebagai organ<br />

penjaga moral dan etik universitas<br />

menyelenggarakan seminar tentang ”Revitalisasi<br />

SK MWA tentang Jati Diri dan Visi <strong>UGM</strong><br />

Nilai-nilai Luhur <strong>UGM</strong>” pada 29 <strong>November</strong> 2004.<br />

Rektor <strong>UGM</strong> juga mengimbangi upaya ini dengan menggelar orasi<br />

ilmiah pada puncak peringatan Dies Natalis <strong>UGM</strong> ke-56, tanggal 20<br />

Desember 2004. Orasi Rektor <strong>UGM</strong> yang berjudul ”Revitalisasi Jati Diri<br />

<strong>UGM</strong> Menghadapi Perubahan Global” yang merupakan usaha membangun<br />

dan meneguhkan kembali jati diri <strong>UGM</strong> mencapai puncaknya dengan<br />

ditetapkannya Surat Keputusan Majelis Wali Amanah (MWA) <strong>UGM</strong> Nomor<br />

19/SK/MWA/2006 tentang Jati Diri dan Visi <strong>UGM</strong>.<br />

Sesuai pasal 2 SK tersebut, jati diri <strong>Universitas</strong> <strong>Gadjah</strong> Mada adalah:<br />

a. <strong>Universitas</strong> Nasional yaitu universitas yang mempertahankan dan<br />

mengembangkan kesatuan dan persatuan bangsa, mempertahankan<br />

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan mengedepankan<br />

kepentingan nasional daripada kepentingan daerah dan golongan.<br />

b. <strong>Universitas</strong> Perjuangan yaitu universitas yang selalu berjuang<br />

mempertahankan dan mengisi NKRI yang diproklamasikan pada<br />

tanggal 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dengan<br />

melaksanakan UUD 1945 secara demokratis yang berkepribadian<br />

Indonesia.<br />

24


c. <strong>Universitas</strong> Pancasila yaitu universitas yang menetapkan pendirian dan<br />

pandangan hidupnya berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, dalam<br />

kiprah penelitian (mengungkap kenyataan dan kebenaran, obyektifitas<br />

dan universitalitas ilmu pengetahuan), pendidikan/ pengajaran dan<br />

pengabdian pada masyarakat, selaras dan senafas dengan nilai-nilai<br />

Pancasila.<br />

d. <strong>Universitas</strong> Kerakyatan yaitu universitas yang ikut serta<br />

memperjuangkan dan mengedepankan kepentingan rakyat serta ikut<br />

mencerdaskan bangsa Indonesia dalam rangka mencapai kehidupan<br />

yang layak, adil, sejahtera lahir dan batin berdasar Pancasila.<br />

e. <strong>Universitas</strong> Pusat Kebudayaan, yaitu universitas yang menjadi tempat<br />

pelestarian dan pengembangan kebudayaan Indonesia, agar warga<br />

masyarakat Indonesia menjadi insan yang berbudi luhur dan<br />

berwawasan nasional.<br />

Penelusuran Jati Diri dalam <strong>Arsip</strong><br />

Dalam rangka persiapan Seminar Revitalisasi Nilai-nilai Luhur oleh<br />

MGB maupun sebelum penetapan keputusan MWA tentang jati diri <strong>UGM</strong>,<br />

<strong>Arsip</strong> <strong>Universitas</strong> ikut berperan menyediakan arsip-arsip terkait jati diri<br />

<strong>UGM</strong>. <strong>Arsip</strong> tersebut terkait dengan kesejarahan, pengabdian, kepeloporan<br />

dan lain-lain: seperti: laporan tahunan rektor, manuskrip dan personal<br />

papers dan arsip foto. Para pimpinan bahkan menyempatkan diri datang ke<br />

<strong>Arsip</strong> <strong>UGM</strong>.<br />

Usaha dan kerja keras para pemimpin dan tokoh dalam merumuskan<br />

jati diri <strong>UGM</strong> perlu diapresiasi. Serangkaian seminar diselenggarakan,<br />

penelusuran arsip dan dokumen dilakukan, masukan dan pandangan para<br />

tokoh juga diakomodir. Hal ini dilakukan dalam rangka memperoleh<br />

rumusan jati diri yang tepat dan bersumber dari nilai-nilai luhur dan sejarah<br />

<strong>UGM</strong>.<br />

<strong>Universitas</strong> Nasional<br />

MWA menegaskan<br />

kembali bahwa <strong>UGM</strong> adalah<br />

universitas nasional karena <strong>UGM</strong><br />

merupakan universitas negeri<br />

pertama yang sejak awal dicitacitakan<br />

menjadi universitas yang<br />

bersifat nasional.<br />

Seminar kembali ke UUD 1945 dan Follow Up nya, Tahun 1959<br />

Menurut Presiden Soekarno, penetapan hari lahir <strong>UGM</strong> tanggal 19<br />

Desember dimaksudkan sebagai lambang persatuan Indonesia yang<br />

semakin kuat akibat aksi militer Belanda dan berakhir dengan pengakuan<br />

dunia terhadap kemerdekaan Indonesia.<br />

<strong>UGM</strong> menyelenggarakan seminar bertema ”Kembali ke-UUD-45 dan<br />

follow up-nya” sebagai salah satu wujud nasionalisme. Kegiatan ini<br />

dilaksankan oleh Dewan Mahasiswa pada Februari 1959 untuk menyikapi<br />

keadaan politik negara yang semakin mengkhawatirkan. Kondisi negara<br />

terancam karena Dewan Konstituante yang diharapkan merumuskan<br />

konstitusi baru justru mengalami polarisasi yang membahayakan persatuan<br />

dan kesatuan NKRI.<br />

<strong>Universitas</strong> Perjuangan<br />

<strong>UGM</strong> lahir dari kancah perjuangan fisik mempertahankan NKRI.<br />

Dosen dan mahasiswanya adalah pejuang-pejuang yang membela bangsa<br />

dan negara dengan senjata sekaligus ilmu. Terkadang mereka masih<br />

menyandang senapan di ruang kelas, karena saat itu memang masa perang.<br />

Sebagian mahasiswa masuk dalam laskar tentara pelajar.<br />

25<br />

26

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!