Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Islam</strong> mengaukui kebenaran dan kesucian Kitab Taurah dan Injil <strong>dalam</strong> keadaan orisinil/asli. Ketiga, <strong>Islam</strong> mengulurkan tangan<br />
persahabatan terhadap pemeluk agama-agama lain, selama pihak yang bersangkutan tidak menunjukkan sikap bermusuhan dan<br />
memerangi.<br />
Keempat, pendekatan/approach terhadap pemeluk agama-agama lain untuk meyakinkan mereka terhadap kebenaran ajaran <strong>Islam</strong>,<br />
haruslah dilakukan dengan diskusi yang baik, sikap sportif dan elegan. Jelaslah bahwa, toleransi <strong>dalam</strong> <strong>Islam</strong> itu ada batasbatasnya,<br />
ada ketentuan-ketentuan yang berdasarkan hukum menurut al Qur’an dan as Sunnah.<br />
Rasulullah Muhammad SAW menunjukkan contoh yang jelas dan tegas tatkala beliau diajak oleh orangorang yang tidak beriman/kafir<br />
Quraisy untuk melakukan sikap kompromistis, yaitu sehari bersama-sama menyembah Allah, dan pada hari lainnya bersama-sama<br />
pula menyembah tuhan-tuhan mereka lata, mana dan uzza-tuhan-tuhan warisan nenek moyang mereka.<br />
Maka pada saat itu Allah menurunkan surah al Kafirun “ Katakanlah (wahai Muhammad) wahai orang-orang kafir, aku tidak akan<br />
menyembah apa yang kamu sembah......” dan di ayat terakhir, “ Untuk kamu agama kamu, untuk saya agama saya”.<br />
Karenanya dapat disimpulkan, bahwa mengenai perayaan keagamaan haruslah ditempatkan secara proporsional seperti yang<br />
diuaraikan, dan bagi umat <strong>Islam</strong> harus mampu meyakini dirinya bahwa turut serta <strong>dalam</strong> merayakan hari Natal atau mengucapkan<br />
‘Selamat Natal dan Tahun baru’ berarti telah mencedrai aqidahnya. Artinya, dengan turut serta <strong>dalam</strong> upacara kebaktian Natal dan<br />
ucapan selamat, secara langsung ia telah mengakui adanya ilah-ilah/tuhan-tuhan lain selain Allah.<br />
Padahal ia telah mengucapkan kalimat syahadat, dan kalimat itu terdiri dari dua frame (bingkai) yaitu; ‘asyhadu’, dan ‘la ilaha illallah’,<br />
dankalimat ‘asyhadu’secarabahasadapatbermakna sebagai berikut : 1. Asyhadu sebagai al i’lan, yang bermakna ‘pengumuman,<br />
pernyataan (statement), atau proklamasi.<br />
Jika seseorang telah bersyahadat, maka itu artinya, ia telah menyatakan, mengumumkan, atau memproklamirkan dirinya sebagai<br />
pemeluk atau penganut <strong>Islam</strong> yang memiliki tata nilai tertentu. Pernyataan itu menunjukkan adanya penegasan dan perbedaan yang<br />
lain dari yang lain.<br />
Jika sebuah negara misalnya, memproklamasikan negaranya, maka sejak itu pula negara itu memiliki lambang negara sendiri, lagu,<br />
dan bendera sendiri, batas wilayah dan undang-undang yang diberlakukannya sesuai dengan semangat dan cita-cita yang mendasari<br />
proklamasinya.<br />
Demikian juga bila seseorang telah mengucapkan syahadat, pada dasarnya ia telah memproklamirkan dirinya bahwa ia telah terbebas<br />
dari semua ikatan-ikatan, kecuali ikatan kepada Allah SWT, dan ia menjadi seorang muslim, “ isyhadu bianna muslimun“/ saksikanlah<br />
bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). Q.s.3.a 64.<br />
2. Makna kedua adalah ‘al wa’du’ (janji). Maka apabila seseorang telah bersyahadat, hakikatnya ia sedang berjanji, yaitu, ia berjanji<br />
kepada dirinya, bahwa ‘tidak ada tuhan, melaikan Allah’, dan ikarar janji itu pun pernah ia ucapkan ketika di alam rahim. Q.s.7.a. 172.<br />
3. Asyhadu juga bermakna ‘al qasam’ (sumpah), dan ucapan sumpah itu pada dasarnya mempertaruhkan kehormatan diri seseorang<br />
tentang apa yang disumpahkannya. Jika seseorang telah mengucapkan kalimat ‘asyhadu an la ilaha illallah’, itu artinya ia sedang<br />
mempertaruhkan kehormatan dirinya, bahwa ia memang tidak mengakui adanya tuhan-tuhan lain.<br />
Hanya Allah yang ada <strong>dalam</strong> dirinya, di hati, di pikiran dan di lidahnya. Dari ketiga pengertian di atas akan membentuk satu makna<br />
yang utuh, yaitu bila seseorang yang telah bersyahadat, maka ia adalah orang yang memproklamirkan dirinya sebagai pribadi dengan<br />
identitas dan ciri khas untuk membuktikan sumpah dan janjinya yang telah ia ucapkan.<br />
Dan secara otomatis ia pun berbeda dengan golongan agama lain, baik <strong>dalam</strong> hal niat, perbuatan (amalan), dan tujuan hidupnya.<br />
<strong>Toleransi</strong> <strong>beragama</strong> di negara kita ini jelas menuntut kejujuran, kebebasan jiwa, kebijaksanaan, dan tanggung<br />
jawab. Wallahu a’lam.<br />
(dat03)