05.05.2015 Views

Peraturan menteri Nomor P-12 Tahun 2004

Peraturan menteri Nomor P-12 Tahun 2004

Peraturan menteri Nomor P-12 Tahun 2004

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

MENTERI KEHUTANAN<br />

REPUBLIK INDONESIA<br />

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN<br />

NOMOR : P.<strong>12</strong>/Menhut-II/<strong>2004</strong><br />

TENTANG<br />

PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG<br />

UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN<br />

MENTERI KEHUTANAN,<br />

Menimbang: a. bahwa berdasarkan <strong>Peraturan</strong> Pemerintah Pengganti Undang-undang <strong>Nomor</strong> 1 <strong>Tahun</strong><br />

<strong>2004</strong> tentang Perubahan Atas Undang-undang <strong>Nomor</strong> 41 <strong>Tahun</strong> 1999 tentang<br />

Kehutanan, ditetapkan bahwa semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan<br />

di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang <strong>Nomor</strong> 41 <strong>Tahun</strong><br />

1999 tentang Kehutanan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau<br />

perjanjian dimaksud;<br />

b. bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia <strong>Nomor</strong> 41 <strong>Tahun</strong> <strong>2004</strong>,<br />

telah ditetapkan Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang berada di<br />

Kawasan Hutan;<br />

c. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Keputusan Presiden Republik Indonesia <strong>Nomor</strong><br />

41 <strong>Tahun</strong> <strong>2004</strong> sebagaimana butir b, maka perlu ditetapkan <strong>Peraturan</strong> Menteri<br />

Kehutanan tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan<br />

Pertambangan.<br />

Mengingat : 1. Undang-undang <strong>Nomor</strong> 5 <strong>Tahun</strong> 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati<br />

dan Ekosistemnya (Lembaran Negara <strong>Tahun</strong> 1990 <strong>Nomor</strong> 49, Tambahan Lembaran<br />

Negara <strong>Nomor</strong> 3419);<br />

2. Undang-undang <strong>Nomor</strong> 24 <strong>Tahun</strong> 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara<br />

<strong>Tahun</strong> 1992 <strong>Nomor</strong> 115, Tambahan Lembaran Negara <strong>Nomor</strong> 3501);<br />

3. Undang-undang <strong>Nomor</strong> 23 <strong>Tahun</strong> 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup<br />

(Lembaran Negara <strong>Tahun</strong> 1997 <strong>Nomor</strong> 68,Tambahan Lembaran Negara <strong>Nomor</strong> 3699);<br />

4. Undang-undang <strong>Nomor</strong> 41 <strong>Tahun</strong> 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara<br />

Republik Indonesia <strong>Tahun</strong> 1999 <strong>Nomor</strong> 167, dan Tambahan Lembaran Negara Republik<br />

Indonesia <strong>Nomor</strong> 3888);<br />

5. <strong>Peraturan</strong> Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia <strong>Nomor</strong> 1 <strong>Tahun</strong><br />

<strong>2004</strong> (Lembaran Negara Republik Indonesia <strong>Tahun</strong> <strong>2004</strong> <strong>Nomor</strong> 29, Tambahan<br />

Lembaran Negara <strong>Nomor</strong> 4374);<br />

6. <strong>Peraturan</strong> Pemerintah <strong>Nomor</strong> 34 <strong>Tahun</strong> 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan<br />

Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan<br />

(Lembaran Negara <strong>Tahun</strong> 2002 <strong>Nomor</strong> 66 dan Tambahan Lembaran Negara <strong>Nomor</strong><br />

4206);<br />

7. Keputusan Presiden Republik Indonesia <strong>Nomor</strong> 41 <strong>Tahun</strong> <strong>2004</strong> tentang Penggunaan<br />

Kawasan Hutan Lindung untuk Kegiatan Pertambangan;<br />

8. Keputusan Menteri Kehutanan <strong>Nomor</strong> 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai<br />

Kawasan Hutan;


9. Keputusan Menteri Kehutanan No. 146/Kpts-II/1999 tentang Pedoman Reklamasi Bekas<br />

Tambang dalam Kawasan Hutan;<br />

10. Keputusan Menteri Kehutanan <strong>Nomor</strong> <strong>12</strong>3/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata<br />

Kerja Departemen Kehutanan;<br />

11. Keputusan Menteri Kehutanan <strong>Nomor</strong> SK. 81/Menhut-II/<strong>2004</strong> tentang Pembentukan Tim<br />

Terpadu Dalam Rangka Penyelesaian Izin Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk<br />

Kegiatan Pertambangan;<br />

M E M U T U S K A N :<br />

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN<br />

LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN.<br />

BAB I<br />

KETENTUAN UMUM<br />

Pasal 1<br />

Dalam <strong>Peraturan</strong> Menteri ini yang dimaksud dengan :<br />

1. Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan adalah penggunaan kawasan<br />

hutan lindung untuk segala bentuk kegiatan di bidang pertambangan tanpa mengubah peruntukan<br />

dan fungsi pokok kawasan hutan.<br />

2. Izin kegiatan di dalam kawasan hutan lindung adalah izin melaksanakan kegiatan studi kelayakan<br />

atau eksplorasi pertambangan dalam rangka penggunaan kawasan hutan lindung.<br />

3. Izin pinjam pakai kawasan hutan lindung adalah izin menggunakan kawasan hutan lindung untuk<br />

melaksanakan kegiatan eksploitasi/produksi atau konstruksi pertambangan untuk jangka waktu<br />

tertentu.<br />

4. Reklamasi areal bekas tambang pada hutan lindung adalah usaha untuk memperbaiki atau<br />

memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan penggunaan<br />

kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai<br />

dengan fungsinya.<br />

5. Menteri adalah <strong>menteri</strong> yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.<br />

BAB II<br />

DASAR DAN TUJUAN<br />

Pasal 2<br />

(1) Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan dilaksanakan atas dasar<br />

persetujuan <strong>menteri</strong> dalam bentuk izin kegiatan atau izin pinjam pakai kawasan hutan lindung<br />

dengan kompensasi.<br />

(2) Persetujuan <strong>menteri</strong> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap 13 (tiga belas)<br />

izin atau perjanjian di bidang pertambangan yang nama perusahaan dan lokasi penambangannya<br />

sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Presiden <strong>Nomor</strong> 41 <strong>Tahun</strong> <strong>2004</strong>.<br />

Pasal 3<br />

Pengaturan penggunaan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk<br />

membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan.


BAB III<br />

TATA CARA PEMBERIAN IZIN<br />

Bagian Kesatu<br />

Tahap eksplorasi<br />

Pasal 4<br />

(1) Permohonan penggunaan kawasan hutan lindung pada tahap eksplorasi diajukan kepada <strong>menteri</strong><br />

oleh pimpinan tertinggi perusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)<br />

dengan tembusan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sekretaris Jenderal<br />

Departemen Kehutanan, Kepala Badan Planologi Kehutanan, Gubernur dan Bupati/Walikota<br />

setempat.<br />

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan :<br />

a. Peta lokasi dan luas kawasan hutan yang dimohon untuk eksplorasi dengan skala peta dasar<br />

minimal 1 : 250.000;<br />

b. Izin atau perjanjian di bidang pertambangan;<br />

c. Rencana kegiatan eksplorasi di dalam kawasan hutan lindung.<br />

(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Badan Planologi Kehutanan<br />

atas nama Menteri menerbitkan izin kegiatan eksplorasi di dalam kawasan hutan lindung.<br />

Bagian Kedua<br />

Tahap eksploitasi<br />

Pasal 5<br />

(1) Permohonan penggunaan kawasan hutan lindung pada tahap eksploitasi diajukan kepada Menteri<br />

oleh pemegang tertinggi perusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat<br />

(2) dengan tembusan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara<br />

Lingkungan Hidup, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Kepala Badan Planologi<br />

Kehutanan, Gubernur dan Bupati/Walikota setempat.<br />

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan :<br />

a. Peta lokasi dan luas kawasan hutan yang dimohon dengan skala peta dasar minimal 1:100.000;<br />

b. Izin atau perjanjian di bidang pertambangan;<br />

c. Rencana penggunaan kawasan hutan lindung;<br />

d. Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban yang dipersyaratkan dan<br />

menanggung biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan permohonan sesuai dengan<br />

pedoman yang telah ditetapkan, yang disahkan oleh notaris;<br />

e. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disahkan oleh instansi yang<br />

berwenang;<br />

f. Rekomendasi Bupati/Walikota dan Gubernur setempat.<br />

(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Badan Planologi Kehutanan<br />

mengkoordinasikan pelaksanaan kajian teknis tim terpadu dalam rangka penerbitan izin pinjam<br />

pakai di kawasan hutan lindung.


(4) Pelaksanaan kegiatan tim teknis terpadu dibiayai oleh pemohon.<br />

(5) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Badan Planologi Kehutanan<br />

dalam tenggang waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya laporan hasil kajian<br />

menyampaikan pertimbangan teknis kepada Menteri.<br />

(6) Berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Badan planologi kehutanan sebagaimana dimaksud pada<br />

ayat (5) Menteri menerbitkan surat persetujuan pinjam pakai kepada pemohon sebagai dasar untuk<br />

memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan.<br />

Pasal 6<br />

(1) Badan Planologi Kehutanan bersama instansi kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan<br />

monitoring dan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam surat<br />

persetujuan pinjam pakai yang telah diterbitkan, minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.<br />

(2) Kepala Badan Planologi Kehutanan menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana<br />

dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri.<br />

(3) Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri<br />

menerbitkan keputusan tentang izin pinjam pakai kawasan hutan lindung, setelah seluruh kewajiban<br />

yang tercantum dalam surat persetujuan pinjam pakai dipenuhi oleh pemohon.<br />

BAB IV<br />

KEWAJIBAN PEMOHON / PEMEGANG IZIN<br />

Bagian Kesatu<br />

Umum<br />

Pasal 7<br />

(1) Kewajiban pemohon pada tahap eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah<br />

sebagai berikut:<br />

a. membayar ganti rugi nilai tegakan yang ditebang;<br />

b. menyusun rencana kegiatan di dalam kawasan hutan;<br />

c. menjaga keamanan kawasan hutan yang dipinjam pakai dan bertanggung jawab terhadap<br />

dampak negatif lingkungan sekitarnya sebagai akibat kegiatan pertambangan;<br />

d. mereklamasi dan mereboisasi kawasan hutan bekas kegiatan eksplorasi;<br />

e. membuat laporan secara berkala 3 (tiga) bulan kepada Menteri;<br />

f. membuat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban, yang disahkan oleh<br />

notaris.<br />

(2) Kewajiban pemohon pada tahap eksploitasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 adalah sebagai<br />

berikut :<br />

a. membayar ganti rugi nilai tegakan yang ditebang;<br />

b. menyediakan dan menyerahkan tanah lain kepada Departemen Kehutanan sebagai kompensasi<br />

atas kawasan hutan lindung yang dipinjam;


c. menanggung biaya pengukuran, pemetaan dan pemancangan tanda batas dan penyelesaian<br />

berita acara tata batas, serta biaya inventarisasi atas kawasan hutan lindung yang dipinjam dan<br />

tanah kompensasi;<br />

d. menyusun rencana kerja penggunaan kawasan hutan lima tahunan dan dirinci dalam tahunan,<br />

yang memuat antara lain kegiatan penambangan dan sarana pendukungnya, reklamasi dan<br />

konservasi tanah, pemanfaatan/penebangan, perlindungan hutan dan konservasi<br />

keanekaragaman hayati, dan rencana tapak yang disetujui oleh Kepala Badan Planologi<br />

Kehutanan atas nama Menteri;<br />

e. membayar dana jaminan reklamasi;<br />

f. membiayai dan melaksanakan reboisasi atas lahan kompensasi;<br />

g. menjaga keamanan kawasan hutan yang dipinjam pakai dan bertanggung jawab terhadap<br />

dampak negatif lingkungan sekitarnya sebagai akibat kegiatan pertambangan;<br />

h. mereklamasi kawasan hutan lindung yang dipinjam pakaikan berdasarkan rencana kerja<br />

penggunaan kawasan hutan yang disetujui sebagaimana dimaksud huruf d;<br />

i. membuat laporan secara berkala 3 (tiga) bulanan kepada Menteri;<br />

j. dalam hal pemegang izin dikenakan sanksi administartif berupa pencabutan izin maka pemegang<br />

izin tetap harus menyelesaikan kegiatan reklamasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai;<br />

k. membuat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban yang disahkan oleh<br />

notaris.<br />

Bagian Kedua<br />

Nilai Tegakan<br />

Pasal 8<br />

(1) Badan Planologi Kehutanan melakukan inventarisasi potensi tegakan pada areal yang diberikan izin<br />

pinjam pakai.<br />

(2) Berdasarkan hasil inventarisasi potensi tegakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang<br />

izin wajib membayar ganti rugi nilai tegakan kepada negara melalui Departemen Kehutanan.<br />

Bagian Ketiga<br />

Kompensasi Pinjam Pakai<br />

Pasal 9<br />

(1) Izin pinjam pakai kawasan hutan lindung dikenakan kompensasi berupa menyediakan dan<br />

menyerahkan lahan di luar kawasan hutan untuk dijadikan kawasan hutan.<br />

(2) Persyaratan lahan kompensasi :<br />

a. memiliki status tanah yang jelas dan bertitel hak atas nama pemohon;<br />

b. bebas dari pembebanan hak tanggungan;<br />

c. bebas dari sengketa;<br />

d. berbatasan langsung dengan kawasan hutan; dan<br />

e. terletak dalam satu DAS/Sub DAS Kabupaten/Provinsi dengan areal yang dipinjampakaikan;<br />

f. memenuhi persyaratan teknis untuk dijadikan hutan.


(3) Pada Provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% dari luas daratan, areal kompensasinya<br />

seluas dua kali kawasan hutan yang dipinjampakaikan.<br />

(4) Pada Provinsi yang luas kawasan hutannya 30% dari luas daratan atau lebih, areal kompensasinya<br />

seluas kawasan hutan yang dipinjampakaikan.<br />

Pasal 10<br />

Biaya pengukuran, pemetaan, pemancangan tanda batas, dan penyelesaian berita acara tata batas<br />

serta biaya inventarisasi kawasan hutan lindung yang dipinjam pakai dan lahan kompensasi sesuai<br />

dengan ketentuan yang berlaku.<br />

Pasal 11<br />

(1) Reboisasi pada lahan kompensasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.<br />

(2) Serah terima tanaman hasil reboisasi pada lahan kompenasi dilaksanakan pada tahun ke-4 (empat)<br />

setelah dilakukan penilaian oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang kehutanan di<br />

Kabupaten/Kota yang bersangkutan.<br />

(3) Serah terima tanaman hasil reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita<br />

Acara Serah Terima tanaman reboisasi pada lahan kompensasi dari pemegang izin pinjam pakai<br />

kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.<br />

Bagian Keempat<br />

Reklamasi<br />

Pasal <strong>12</strong><br />

Ketentuan mengenai reklamasi dan kriteria keberhasilan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam<br />

Pasal 7 ayat (2) huruf h dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.<br />

Pasal 13<br />

(1) Dalam hal kawasan hutan bekas tambang tidak dapat di reklamasi menjadi hutan kembali maka<br />

pemegang izin dikenakan kompensasi tambahan, berupa bagi hasil yang besarnya ditetapkan<br />

sesuai peraturan perundangan yang berlaku.<br />

(2) Dana yang diperoleh dari bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk<br />

memulihkan kembali lahan reklamasi kawasan hutan melalui kegiatan uji coba dan kegiatan<br />

pendukung lainnya.<br />

Bagian Kelima<br />

Rencana Kerja Penggunaan Kawasan Hutan<br />

Pasal 14<br />

(1) Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan lindung wajib menyusun rencana kerja penggunaan<br />

kawasan hutan lima tahun yang dirinci dalam rencana kerja tahunan.<br />

(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana kegiatan penambangan yang<br />

dirinci dalam blok-blok, rencana pembangunan jalan tambang, serta rencana reklamasi, konservasi<br />

tanah, pemanfaatan/penebangan, perlindungan hutan, dan konservasi keanekaragaman hayati.<br />

(3) Persetujuan Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Badan<br />

Planologi Kehutanan.


BAB VIII<br />

JANGKA WAKTU DAN PERPANJANGAN IZIN<br />

Bagian Kesatu<br />

Tahap Eksplorasi<br />

Pasal 15<br />

(1) Izin kegiatan di dalam kawasan hutan lindung berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak<br />

ditandatangani surat izin dan dapat diperpanjang.<br />

(2) Perpanjangan izin kegiatan dalam kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />

diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum izin berakhir.<br />

(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri laporan hasil<br />

eksplorasi yang telah dilaksanakan.<br />

Bagian Kedua<br />

Tahap Eksploitasi<br />

Pasal 16<br />

(1) Izin pinjam pakai kawasan hutan lindung berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak<br />

ditandatangani izin pinjam pakai dan dapat diperpanjang.<br />

(2) Perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />

diajukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum izin berakhir.<br />

(3) Perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)<br />

didasarkan pada hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.<br />

BAB IX<br />

MONITORING DAN EVALUASI<br />

Pasal 17<br />

(1) Monitoring dilakukan terhadap pelaksanaan kewajiban–kewajiban yang harus dipenuhi oleh<br />

pemegang izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.<br />

(2) Monitoring dilakukan oleh instansi kehutanan terkait di daerah dan dikoordinasikan oleh Dinas<br />

Provinsi yang membidangi kehutanan.<br />

(3) Monitoring dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.<br />

(4) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri dengan tembusan<br />

kepada pemegang izin yang bersangkutan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri<br />

Negara Lingkungan Hidup, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Kepala Badan Planologi<br />

Kehutanan, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktur Jenderal<br />

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Gubernur dan Bupati/Walikota setempat.


Pasal 18<br />

(1) Evaluasi dilakukan oleh Instansi Kehutanan Pusat bersama-sama Instansi Kehutanan Daerah dalam<br />

rangka pengembalian kawasan hutan yang dipinjam pakai atau dalam rangka perpanjangan.<br />

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan<br />

sebelum izin pinjam pakai berakhir.<br />

(3) Ketentuan mengenai monitoring dan evaluasi diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Planologi<br />

Kehutanan.<br />

Pasal 19<br />

Biaya monitoring dan evaluasi dibebankan kepada pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan lindung.<br />

BAB X<br />

PENGEMBALIAN KAWASAN HUTAN LINDUNG YANG DIPINJAM PAKAI<br />

Pasal 20<br />

(1) Kawasan hutan lindung yang telah selesai dipinjam pakai atau selesai digunakan untuk kegiatan<br />

pertambangan wajib dikembalikan kepada Menteri.<br />

(2) Pengembalian kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hasil<br />

evaluasi.<br />

BAB XI<br />

SANKSI<br />

Pasal 21<br />

(1) Pemegang izin pinjam pakai yang tidak memenuhi kewajiban dikenakan sanksi administratif.<br />

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:<br />

a. penghentian sementara kegiatan di lapangan;<br />

b. pencabutan izin pinjam pakai.<br />

Pasal 22<br />

(1) Sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan di lapangan sebagaimana dimaksud<br />

dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a, karena pemegang izin tidak melaksanakan salah satu atau lebih<br />

kewajiban yang ditetapkan.<br />

(2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) huruf<br />

a sampai dengan pemegang izin memenuhi kewajibannya.<br />

Pasal 23<br />

(1) Sanksi administrasi berupa pencabutan izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21<br />

ayat (2) huruf b karena pemegang izin:<br />

a. dalam waktu 1 (satu) tahun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7<br />

ayat (2);<br />

b. menggunakan kawasan hutan yang dipinjam pakai tidak sesuai dengan izin yang diberikan;


c. memindahtangankan sebagian atau seluruh kawasan hutan yang dipinjam pakai kepada pihak<br />

lain tanpa persetujuan tertulis dari Menteri;<br />

d. dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU <strong>Nomor</strong> 41 <strong>Tahun</strong> 1999.<br />

(2) Pencabutan izin pinjam pakai sebagai akibat pelanggaran yang dilakukan sebagaimana dimaksud<br />

pada ayat (1) huruf a, b dan c, dilakukan setelah pemegang izin diberi peringatan sebanyak 3 (tiga)<br />

kali dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan tersebut.<br />

(3) Khusus untuk pencabutan izin dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,<br />

dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.<br />

BAB XI<br />

KETENTUAN LAIN-LAIN<br />

Pasal 24<br />

Kegiatan penambangan harus dilakukan dengan menggunakan teknologi tepat guna dan ramah<br />

lingkungan.<br />

<strong>Peraturan</strong> ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.<br />

BAB XII<br />

KETENTUAN PENUTUP<br />

Pasal 25<br />

SALINAN <strong>Peraturan</strong> ini disampaikan kepada Yth. :<br />

1. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi.<br />

2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.<br />

3. Menteri Dalam Negeri.<br />

4. Menteri Negara Lingkungan Hidup.<br />

5. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.<br />

6. Gubernur di seluruh Indonesia.<br />

7. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.<br />

8. Para Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan.<br />

9. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.<br />

10. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I s/d XI.<br />

Ditetapkan di : J A K A R T A<br />

Pada tanggal : 29 September <strong>2004</strong><br />

MENTERI KEHUTANAN,<br />

ttd.<br />

MUHAMMAD PRAKOSA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!