10.07.2015 Views

Babad Manik Angkeran

Babad Manik Angkeran

Babad Manik Angkeran

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sekarang saya balik bertanya. Kakek ini siapa, serta dari golongan apa ?"Ki Dukuh kemudian berkata: "Saya ini bernama Ki Dukuh Belatung, sebagai penua didesa Bukcabe, namun saya membuat tempat tinggal di sini".Berkata lagi Sang Bang, masih perasaannya jengkel: "lh Bapak Dukuh, saya bertanya lagiItu ada sampah bertimbun akan Bapak bagaimanakan ? Tidak akan Bapak bersihkan ? ""Akan saya bersihkan !". "Bagaimana cara Bapak membersihkan ?" "Akan saya bakar !""Apa yang akan Bapak pakai membakar ?" "Wah, ini benar-benar brahmana aneh". KiDukuh menjawab agak marah, apa lagi dipakai membakar, kalau bukan api. Lalu kalauIda Bagus apa yang dipakai membakar ?". "Wah" demikian Sang Bang menjawab sepertimencibir, "kalau Bapak Dukuh masih membakar sampah dengan memakai prakpak daunkelapa kering jelas tidak benar Bapak Dukuh tahu dengan falsafah Tri Agni, yang beradadi dalam diri sebenarnya. Kalau saya, melalui air kencing saya saja sampah ini akanterbakar tidak bersisa"Tatkala didengarnya kata Ida Sang Bang demikian itu, menjadi terhenyak Dukuh,berdiam diri, seraya lama termenung, kemudian menghaturkan sembah "Singgih, RatuSang Bang, kalau benar seperti perkataan l Ratu, bisa membakar sampah ini dengan airkencing l Ratu, hamba akan menghaturkan diri, serta semua milik hamba beserta rakyat,serta pula anak hamba akan hamba serahkan semuanya kepada Cokor I Ratu"Usai Sang Bang mendengar hatur Ki Dukuh, menjadi pulih kembali perasaan beliau. Lalubeliau berkata perlahan: "Nah, kalau benar seperti perkataan Bapak saya akanmemperlihatkan bukti. Namun agar semuanya sanggup datang dan hadir serta disaksikanoleh Ida Sanghyang Triyodasa Saksi"."Jangan sekali-kali l Ratu ragu. Memang dari lubuk hati hamba yang ikhlas tidak akaningkar dengan janji". Demikian hatur Ki Dukuh."Nah, kalau begitu, ke sana Bapak pulang, beritahu sanak keluarga serta rakyat Bapakagar datang manakala saya memberikan bukti di hadapan Bapak". Demikian perjanjianIda Sang Bang <strong>Manik</strong> <strong>Angkeran</strong>.Setelah selesai janji itu, Ki Dukuh lalu memberitahukan kepada anak, isteri sertakeluarganya, perihal janjinya kepada Ida Bang <strong>Manik</strong> <strong>Angkeran</strong>, serta imbalan yangdimasukkan ke dalam janji itu sebagai taruhan. Yang mendengar semuanya sama-samapaham di dalam hatinya menjadi taruhan.Tersebutlah pada hari yang telah disepakati, pagi - pagi hari Ida Sang Bang sudahmembersihkan diri dengan mandi di Tirtha Mas, serta kemudian melakukan yogasamadhi memuja Sanghyang Agni agar memberikan anugrah. Setelah melakukan yogadan samadhi, lalu beliau berjalan menuju tempat tinggal Ki Dukuh.Setelah dekat dengan tempat Ki Dukuh, nampaknya semuanya lengkap hadir, Ki Dukuhdengan isterinya, keduanya memakai pakaian putih-putih, ditemani dengan anak dankerabatnya, hanya tinggal menunggu kedatangan Ida Sang Bang. Setelah tepat benarmatahari di atas kepala, lalu beliau menuju tempat sampah yang bertimbun, di sana beliaumengheningkan cipta-mamusti, menyatukan pikirannya, menegakkan keteguhan batin


IDA BANG MANIK ANGKERANBERJUMPA DENGAN BIDADARITidak terasa berapa tahun lamanya beliau bersuami-isteri, tatkala hari Purnama bulan kesepuluh, Ida Sang Pendeta keluar dari pasraman, membawa tempat air serta seperangkatalat untuk mandi. Memang sudah menjadi kebiasaan beliau setiap hari baik atau pada hariPurnama-Tilem, selalu beliau bepergian ke Tirtha Pingit untuk mandi. Beliau berjalannaik perlahan sebab merasa senang beliau melihat segala bunga yang tumbuh di tepijurang, serta pula di berbagai tempat di daerah Besakih. Banyak jenis bunganya sertaberaneka rupa warnanya. Demikian senang perasaan Ida Sang Pendeta melihat keadaanseperti itu, sampai beliau menggumam bagaikan berbincang dengan bunga itu semua.Setelah beliau memasuki hutan, terdengar oleh beliau suara burung semakin ramai salingbersahutan, Iaksana menyambut kedatangan Sang Pendeta. Beraneka macam memangsuara burung itu. Semua itu menambah gembira hati sang pendeta. Tahu-tahu beliausudah berada dekat dengan tempat Tirtha Pingit yang akan dituju.Tiba-tiba beliau berhenti. Karena terlihat oleh beliau seorang wanita sudah ada lebihdahulu di tempat air suci itu, kemungkinan juga akan mandi. Beliau Sang Pendeta lalumemperhatikan wanita itu. Demikian cantiknya serta berwibawa wanita itu. Kemudianbeliau merasa-rasa. Sepertinya beliau sudah pernah bertemu dengan wanita itu, namuntidak ingat lagi beliau, di mana, siapa gerangan wanita itu. Ingat lagi, kemudian lupakembali. Tatkala itu, wanita itu juga diam menunduk, sepertinya acuh.Setelah agak lama mengingat-ingat, juga tidak bisa beliau mengingat, maka didekatinyawanita itu, seraya menyampaikan pertanyaan: "Inggih, tuan puteri yang bijak, siapakahgerangan tuan puteri ini, Kok sendiri di tengah hutan begini. Dari mana tuan puteri,apakah tuan puteri benar manusia, apa Wong samar orang maya, ataukah Dewa ?"Menjawab wanita itu: "Inggih Sang Pendeta, yang sangat bijaksana, hamba ini bukanlahmanusia maya, dan juga bukan manusia". "Kalau demikian, sebenarnya tuan puteriBidadari?". "Ya, benar sekali seperti yang Sang Pendeta katakan, hamba memangbidadari dari Sorga". "Aduh, sudah hamba sangka, tentu tuan puteri adalah Bidadari,karena kagum benar hamba melihat kecantikan paras tuan puteri". "Inggih, memangdemikian Sang Pendeta. Kalau wanita, kecantikannya yang menyebabkan orang itukagum. Kalau Iaki-laki jelas kebijaksanaan dan keperwiraannya yang membuat orangkagum serta bertekuk lutut di kakinya". Demikian kata Sang Bidadari.Ketika mendengar perkataan Sang Bidadari sedemikian itu, seperti terkena sindiran SangPendeta. Seraya menyembunyikan rasa gugupnya, lalu beliau berkata: "Apa yangmungkin tuan puteri cari, datang ke sini di tengah hutan seorang diri ?" Menjawab SangBidadari: "Tidak ada yang hamba cari. Kedatangan hamba ke sini, hanya bersenangsenang".


tidak lagi berpanjang kata, dinda bersedia mendampingi kanda, walaupun di sini di dunia,semasih kakanda berada di sini". Setelah mendengar perkataan Sang Bidadari demikianitu, merasa gugup dan terhenyak perasaan Ida Sang Pendeta. Namun di lain pihak merasagembira perasaan beliau, seraya berkata: "Duh, permata hati kanda, l Dewa, dindaku,barangkali memang betul sekali apa yang dinda katakan baru saja, kanda juga merasarasadengan perihal itu. Namun terasa sangat samar hal itu. Sekali lagi kanda inginmenyampaikan terimakasih sebesar-besarnya, karena demikian besar kesetiaan dindakepada kanda, sampai-sampai dinda mau turun ke dunia ini, meninggalkan semuakeindahan yang ada di Sorgaloka. Ya, kalau demikian, kanda sanggup, agar kanda bisabersama dengan dinda sampai kelak di kemudian hari, ke mana pergi dinda, kanda akanikut. Namun demikian ada yang kanda ragukan dalam hati kanda, perihal keadaan dindaakan menetap di dunia ini bersama kanda, apakah tidak akan membuat ribut di Sorgaloka,ke sana kemari para Dewa mencari dinda. Itu yang sangat kanda khawatirkan di hati, agartidak karena kanda yang menyebabkan dinda menemui kesulitan, apalagi dinda sudahdemikian berkenan memberikan anugerah kepada kanda".Menjawab Sang Bidadari dengan senyum manis: "Ya kanda, memang sepantasnya kandamemikirkan keadaan dinda. Namun jangan kanda merasa khawatir. Sebab dinda sudahmemohon pamit kepada Ida Bhatara serta keluarga dinda semuanya di Sorga, serta dindasudah mendapatkan ijin dari Ida Bhatara. Memang benar dinda sedikit bersikerasmemohon diri kepada Ida Bhatara, karena janji Ida Bhatara dahulu, konon kanda hanyasebentar saja diutus turun ke sini ke dunia.Namun, sesudah kanda selesai diruwat Ida Sang Nagaraja, seyogyanya kanda sudahkembali pulang ke Sorga. Memang kanda sudah dapat pulang sekejap, namun karenakeras permohonan Ida Sang Nagaraja, yang sudah berjanji kepada Ida DanghyangSiddhimantra, ayah kakanda, lagi pula memang kebetulan ada lain pekerjaan yang haruskanda selesaikan di sini, jadi hambalah yang dikalahkan. Kanda dikembalikan lagi kedunia. Karena dinda tidak mau ditinggalkan oleh kanda sedemikian lama, jadi dindamenghadap Ida Bhatara, memohon agar dinda diperkenankan turun ke dunia ini,mengikuti perjalanan kanda. Mungkin permohonan dinda dianggap pantas, itu sebabnyadinda diberi ijin untuk mohon pamit serta diberikan wara nugraha untuk bisa turun sepertiini ke dunia, tidak lagi menjalani hal yang sudah lazim, yakni menjelma sejak bayi sepertikelahiran kanda dahulu. Sebab bila demikian perihalnya, jelas tidak bisa dinda bertemudengan palungguh kanda, seperti sekarang".Memang demikian kagumnya beliau Sang Pendeta pada kadibyacaksuana wawasan SangBidadari, kemudian beliau bertanya kembali: "Jadi, kalau demikian halnya, semuaperbuatan Kanda di dunia ini sudah dinda ketahui ?""Ya, semua dinda ketahui". Baru demikian Sang Bidadari berkata, menjadi merah mukaIda Pendeta akibat malunya. Hal itu diketahui oleh Sang Bidadari. Lalu, serayatersenyum, Sang Bidadari melanjutkan: "Namun semua itu merupakan titah ataukehendak dari Ida Bhatara di Sorgaloka. Kanda hanya melaksanakan. Kalau kanda tidakdijadikan anak yang durhaka, tidak bisa kanda akan nyupat- meruwat Ida Sang Nagaraja,sebab tidak lama kanda memenggal ekor beliau yang menjadi tempat berkumpulnya


angkara. Namun Beliau Sang Nagaraja tidak berhutang supata kepada kanda, karenabeliau sudah pula nyupat-menyucikan diri kanda, beliau melebur badan jasmani - stulasarira kanda yang banyak berisikan dosa, kemudian diganti oleh beliau dengan badanjasmani baik seperti sekarang ".Sang Bidadari berhenti sebentar, kemudian melanjutkan lagi: "Dinda lanjutkan sedikitlagi. Begini, perihal beliau Ki Dukuh Belatung. Memang beliau sangat sakti matangsekali dalam hal yoga samadhi. Namun ada kekurangan beliau sedikit. Yaitu beliausedikit tinggi hati dan senang pujian. ltu sebabnya beliau bersedia diruwat pada api yangkeluar dari air kencing kanda. Namun sebenarnya, hal itu merupakan kehendak IdaBhatara, sebab kalau Ki Dukuh tidak tinggi hati, dan senang pujian, tidak berhasil kandaakan memperlihatkan kesaktian membakar sampah di hutan dengan memakai air kencing,yang menjadi jalan Ki Dukuh untuk moksa. Sebab kalau kanda yang langsung bertindaklebih dahulu, jadi kanda akan dianggap mendahului dan berlaku kurang senonoh.Kesaktian yang kemudian memunculkan hal yang tidak baik jelas akan hilangkeutamaannya". Demikian kata-kata Sang Bidadari. Menjadi semakin kagum SangPendeta. Merah warna paras muka beliau sudah sirna. Beliau kemudian berkata denganmanis: "Ah, muda-mudanya mereka yang ada di Sorgaloka, lebih bijaksana jikadibandingkan dengan yang ada di dunia. Ya, kalau demikian halnya, menjadi tenang danhening hati kanda tanpa ganjalan lagi sekarang. Sekarang, kanda temani dinda menujuPasraman. Namun jangan sekali disamakan keadaan di sini dengan di Sorga".Cepat berkata Sang Bidadari: "Janganlah itu lagi disinggung. Bisa bertemu dengan kandaseperti ini saja, dinda sudah sangat dan lebih bahagia dibandingkan dengan diSorgaloka".Singkat ceritera, pada akhirnya bersuami-istrilah Ida Sang Pendeta dengan Sang Bidadari,kemudian mengadakan putera Iaki seorang, tampan, berprabawa cerdas, mengagumkansekali walaupun masih bayi, dinamai Ida Wang Bang Tulusdewa.Semakin lama, kawasan Bukcabe, Besakih, Tegenan serta Batusesa, semakin suburmakmur, tiada kurang makan dan minum. Itu sebabnya semakin bhakti rakyat di sanakepada Sang Pendeta. Diceriterakan di kawasan Besakih, ada pendamping Ida SangPendeta, sebagai pemuka warga Pasek di sana yang bernama Ki Pasek Wayabiya. Beliausangat bhakti kepada Sang Pendeta, Danghyang Bang <strong>Manik</strong> <strong>Angkeran</strong>, karena anugerahbeliau memberikan pelajaran tatwa, pengetahuan serta kaparamarthan-kebathinan kepadaKi Pasek. Itu sebabnya Ki Pasek menghaturkan puterinya yang bernama Ni Luh Murdani,seorang wanita yang cantik jelita, sebagai tanda pengikat bhakti beliau kepada Ki Paseksekeluarga sampai kelak di kemudian hari. Beliau Sang Pendeta tidak menolak keinginanKi Pasek Wayabiya.Dengan demikian sudah tiga orang Sang Pendeta memiliki isteri, semuanya menjadiwikuni - pendeta wanita yang sangat fasih dengan weda mantra serta pula melaksanakantapa brata yoga samadhi. Dari isterinya - Ni Luh Murdani, lahir seorang putera Iaki-laki,yang juga berprabawa agung, tampan, dinamai Ida Wang Bang Wayabiya atau Ida WangBang Kajakauh.


Bagaikan Brahma, Wisnu, Iswara rupa putra beliau bertiga: Ida Bang Banyak Wide, IdaBang Tulusdewa miwah Ida Bang Wayabiya. Singkat ceritera, semua putranya itumeningkat dewasa. Karena memang putera orang yang bijak, maka ketiga putranya itusangat setia dan akrab bersaudara, serta sangat berbakti kepada ayah bundanya.Semuanya pandai, karena segala yang dikatakan oleh ayah-bundanya berisikanKadharman serta Kawicaksanaan. Isi dari Sanghyang Kamahayanikan, SanghyangSarasamuscaya dan Manawa Dharmasastra, sudah ditekuni dan dilaksanakan. Serta tidakingkar kepada isi dari Tri Ratna dan Asta Marga Utama. Serta oleh Sang Pandita,putranya diberikan nasehat mengenai Putra Sasana dan Tri Guna serta Tri Rna.Pendeknya segala ilmu filsafat yang baik- baik ditekuni oleh Sang Tiga.Selain dengan memberikan nasehat kepandaian, kebijaksanaan kepada para putera itu,Sang Pendeta juga sering melakukan perjalanan ke desa-desa memberikan nasehat danpetuah keagamaan serta ilmu kebathinan kepada masyarakat banyak ltu sebabnya, kelakdi kemudian hari beliau dibuatkan sthana-pelinggih di pura-pura sebagai bukti sujudbhakti masyarakat kepada beliau.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!