10.07.2015 Views

SUMBER PENGETAHUAN MENURUT AHLI ... - Kemenag Sumsel

SUMBER PENGETAHUAN MENURUT AHLI ... - Kemenag Sumsel

SUMBER PENGETAHUAN MENURUT AHLI ... - Kemenag Sumsel

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Sumber Pengetahuandalam kajian Pakar FilfasatOleh: Imam Nasruddin 1PendahuluanSemua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya dari manapengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu didapat. Dari sinilahtimbul pertanyaan bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan atau darimana sumber pengetahuan kita? Pengetahuan yang ada pada kita diperolehdengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan itusendiri (Amsal Bakhtiar, 2005: 98).Dalam tulisan ini diambilkan pendapat Jujun S. Suriasumantri dan CecepSumarna yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga; masingmasingEmpirisme, Rasionalisme dan Intuisi-Wahyu.1. EmpirismeKata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman.Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksudadalah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena ia menyentuhnya,gula manis karena ia mencicipinya (Ahmad Tafsir, 2003: 24).Empirisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialahyang logis dan ada bukti empiris (Ahmad Tafsir, 2004: 31).Pengetahuan inderawi bersifat parsial, itu sebabkan oleh adanyaperbedaan antara indera yang satu dengan yang lainnya, berhubungan dengansifat khas psikologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuaidengannya. Setiap indera penangkap aspek yang berbeda mengenai barang ataumakhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurutperbedaan indera dan terbatas pada skabilitas organ-organ tertentu (AntonBakker, dan Ahmand Charris Zubair, 1994: 22).1 Pendidik di MAN Sakatiga Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan.1


Teori empirikal mengatakan bahwa penginderaan adalah satu-satunyayang membekali akal manusia dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasandan (bahwa potensi mental akal budi) adalah potensi yang tercermin dalamberbagai persepsi inderawi.Jadi, ketika kita mengindera sesuatu, kita dapat memiliki suatu konsepsitentangnya -yakni menangkap form dari sesuatu itu dalam akal-budi kita.Adapun gagasan yang tidak terjangkau oleh indera, tidak dapat diciptakan olehjiwa, tak pula dapat dibangunnya secara esensial dan dalam bentuk yang berdirisendiri (Baqir Ash-Shadr, Muhammad, 1994: 32).Selanjutnya Muhammad Baqir Ash-Shadr (1994: 32), mengatakan akalbudi, berdasarkan teori ini, hanyalah mengelola konsepsi-konsepsi gagasaninderawi. Hal itu dilakukannya dengan menyusun konsepsi-konsepsi tersebutatau membaginya. Dengan begitu ia mengkonsepsikan sebungkah gunung emasatau membagi-bagi pohon kepada potongan-potongan dan bagian-bagian ataudengan abstraksi dan universalisasi. Misalnya dengan memisahkan sifat-sifat daribentuk itu, dan mengabstraksikan bentuk itu dari sifat-sifatnya yang tertentu agardarinya akal dapat membentuk suatu gagasan universal.Jadi, langkah pertama dalam proses mendapat pengetahuan adalahhubungan primer dengan lingkungan luar –inilah tahap penginderaan. Langkahkedua, adalah akumulasi –yakni pengurutan dan pengorganisasian –semuapengetahuan yang telah kita dapatkan persepsi-persepsi inderawi (Baqir Ash-Shadr, Muhammad, 1994: 33).2. RasionalismeRasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alatpencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannyadiukur dengan akal pula. Dicari dengan akal itulah dicari dengan berfikir logis.Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logisbenar; bila tidak salah. Dengan akal inilah aturan untuk manusia dan alam itudibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu bersumber pada akal (A. Tafsir,2004: 30-31).2


Teori rasionalis adalah teori para filosof Eropa seperti Descartes (1596–1650) dan Immanuel Kant ( 1724 – 1804 ) dan lain-lain. Teori-teori tersebutterangkum dalam kepercayaan adanya dua sumber bagi kosepsi. Pertama,penginderaan (sensasi). Kita mengkonsepsikan panas, cahaya, rasa, dan suarakarena penginderaan kita terhadap semua itu. Kedua, fitriah, dalam arti bahwaakal manusia memiliki pengertian-pengertian dan konsepsi-konsepsi yang tidakmuncul dari indera. Tetapi ia sudah ada (tetap) dalam lubuk fitriah. Jiwamenggali gagasan tertentu dari dirinya sendiri (Baqir Ash-Shadr, Muhammad,1994: 28-29).Menurut Muhammad Baqir Ash-Shadr (1994: 31) ada penafsiran laintentang teori rasionalisme adalah bahwa gagasan-gagasan fitri itu ada dalamjiwa secara potensial. Ia mendapatkan sifat fitri bukan bersumber dari indera.Tetapi ia dikandung oleh jiwa tanpa disadarinya. Meskipun demikian, denganintegrasi jiwa, ia menjadi pengetahuan dan informasi yang kita ingat kembali,lantas bangkit secara baru sama sekali, setelah sebelumnya ia tersembunyi danada secara potensial.Selanjutnya Muhammad Baqir Ash-Shadr (1994: 37) mengatakan dalampandangan kaum rasionalis, pengetahuan manusia terbagi menjadi dua ,pertama, pengetahuan yang mesti, yaitu bahwa akal mesti mengakui suatuproporsi tertentu tanpa mencari dalil atau bukti kebenarannya. Akal, secaraalami mesti mencarinya, tanpa bukti dan penetapan apapun, kedua, informasidari pengetahuan teoritis, akal tidak akan mempercayainya kebenaran beberapaproporsi, kecuali dengan pengetahuan-pengetahuan pendahulu.3. Intuisi-WahyuIntuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui prosespenalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatumasalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut.Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknyabagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Suatu masalah yang kita pikirkan,yang kemudian kita tunda karena menemui jalan buntu, tiba-tiba muncul3


dibenak kita yang lengkap dengan jawabannya (Jujun S Suriasumantri, 2005:53).Selanjutnya menurut Jujun (2005: 53), Intuisi bersifat personal dan tidakbisa diramalkan. Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagianalisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yangdikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa saling membantu dalammenentukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi merupakan pengalaman puncak(peak experience) sedangkan bagi Nietzchen intuisi merupakan inteligensi yangpaling tinggi.Menurut Henry Bergson (dalam A. Tafsir, 2004: 27) intuisi adalah hasildari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting,tetapi berbeda dengan dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini(intuisi) memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahamikebenaran yang utuh, yang tetap, yang unique. Instuisi ini menangkap objeksecara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi, akal dan indera hanya mampumenghasilkan pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangka instuisi dapatmenghasilkan pengetahuan yang utuh, tetap.Ada sebuah isme lagi yang barang kali mirip dengan intusionisme, yaituilumirasionisme. Aliran ini berkembang dikalangan tokoh agama, yang didalamagama Islam disebut Ma’rifah, yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhanmelalui pencerahan dan penyinaran. Pengetahuan tersebut akan dieroleh olehorang yang hatinya telah bersih, telah siap, dan telah sanggup menerimapengetahuan tersebut (Amsal Bakhtiar, 2005: 108).Selanjtnua menurut Amsal Bakhtiar (2005: 108-109) kemampuanmenerima secara langsung itu diperoleh dengan cara latihan (riyadhah). Metodeini secara umum dipakai dalam Thariqat dan Tasawuf. Konon kemampuanorang-orang itu sampai bisa melihat Tuhan, berbincang dengan Tuhan, melihatsurga, neraka dan alam ghaib lainnya. Dari kemampuan ini dapat dipahamibahwa mereka tentu mempunyai pengetahuan tingkat tinggi yang banyak sekalidan meyakinkan pengetahuan itu diperoleh bukan lewat indera dan bukanlewat akal, melainkan lewat hati.4


Adapun perbedaan antara intuisis dengan ma’rifat dalam filsafat Baratdalam Islam adalah kalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiranyang konsisten, sedangkan dalam Islam ma’rifat diperoleh lewat perenungandan penyinaran (Baharuddin Salam, 2000: 132).Pengetahuan dan pencerahan ini dapat dianggap sebagai sumberpengetahuan. Sebab, jika pengetahuan korespondensi melibatkan objek diluardirinya, maka pengetahuan dengan pencerahan menyadarkan bahwapengetahuan yang luas harus didahului dengan pengetahuan tentang dirinyasendiri (H.A Mustafa, 1997: 106).Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepadamanusia melalui para nabi-Nya yang diutusnya sepanjang zaman. Para nabimemperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa susah payah, tanpamemerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi ataskehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucian jiwa mereka dan diterangkan-Nyapula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para nabi. Halinilah yang membedakan mereka dengan manusia-manusia lainnya. Akalmeyakinkan bahwa kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan karenapengetahuan itu memang ada pada saat manusia biasa tidak mampumengusahakannya, karena hal itu memang diluar kemampuan manusia. Bagimanusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan yang berasaldari nabi (H.A Mustafa, 1997: 106).Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenali kehidupansekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalahyang bersifat transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan harikiamat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yangghaib (supernatural).Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan,kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyusebagai cara penyampaian, merupakan dari penyusunan pengetahuan ini.5


Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu pernyataanharus dipercaya untuk dapat diterima. Pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikajidengan metode lain.Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataanyang terkandung didalamnya bersifat konsisten atau tidak. Dipihak lain, secaraempiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut atautidak. Singkatnya, agama dimulai dengan rasa percaya, dan lewat pengkajianselanjutnya kepercayan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan itubersifat lain –seperti pengetahuan –bertitik tolak sebaliknya, ilmu dimulaidengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kitabisa diyakinkan atau tetap pada pendirian semula.B. Teks al-Qur’an tentang Sumber PengetahuanPada bagian ini, penulis mencoba memperkaya pembahasan denganmengetengahkan pandangan al-Qur’an tentang sumber-sumber pengetahuan.Dalam teks-teks agama Islam (al-Qur’an) dijelaskan tentang sumber dan alatpengetahuan sebagai berikut :1. Indra dan AkalAllah swt berfirman dalam surat an-Nahl ayat 78 : ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidakmengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada manusiaberupa indra, tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya,misalnya dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 101 Allah swt berfirman:6


Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklahbermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberiperingatan bagi orang-orang yang tidak beriman".Dan ayat-ayat lainnya yang banyak sekali tentang anjuran untukbertafakkur. Al-Qur’an juga dalam membuktikan kebenaran Allah swtdengan pendekatan alam materi dan pendekatan akal murni sepertidalam surat al-Anbiya’ 22 : ”Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulahkeduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yangmempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan”.Ayat ini menggunakan pendekatan rasional yang biasa disebutlogika Aristotelian dengan silogisme hipotesis. Atau ayat lain dalam suratal-Zumar ayat 29 : ”Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yangdimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihandan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki7


(saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? segala puji bagi Allahtetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui”.2. HatiAllah swt berfirman dalam surat al-Anfal 29 : ”Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, kamiakan memberikan kepadamu Furqaan. dan kami akan jauhkan dirimudari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. danAllah mempunyai karunia yang besar”.Maksud ayat ini adalah Allah swt akan memberikan cahaya yangdengannya orang-orang yang beriman dapat membedakan antara yanghaq dan yang bathil, atau surat al-Baqarah ayat 282 : .........”... dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu”.Selanjutnya bagaimana cara mendapatkan kebenaran perspektifsufi dan filosof menjadi persoalan tersendiri. Menurut para sufikebenaran yang didapatkan tidak perlu melalui usaha, akan tetapi lebihmenitik beratkan pada kondisi hati dan psikologi seseorang. Jika hatiseseorang telah mampu menerima cahaya Tuhan, maka tidak akan adapenghalang sedikitpun. Akan tetapi, dalam pandangan filosof untukmenyingkap kebenaran, diperlukan berbagai upaya maksimal. Hal iniberdasarkan tiga alasan :8


1. Sulitnya cara yang biasa dilakukan para sufi,2. Hasilnya tidak cepat dirasakan,3. Sulit (jauh) mendapatkan persyaratan untuk mencapainya.Pertentangan dua kutub tersebut di atas, menjadi ekstrim pada saat al-Ghzali hidup, dan juga menemukan momentumnya saat ini. Satu pihaksangat positivistik dengan mengagungkan logika, sebagai alat untukmencapai kebenaran, di lain pihak sikap zuhud, dan tidak terlibat padahal-hal duniawi menjadi fenomena tersendiri.Penulis meyakini, sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sumberpengetahuan menurut al-Qur’an adalah indera dan atau akal, serta hati.Artinya kedua kutub tersebut dapat berpotensi mencapai kebenaran,akan sangat tergantung pada perspektif dan urgensi langkah yangdicapai. Sehingga dapat diambil sintesa dari kedua sumber pengetahuantersebut.PenutupSumber pengetahuan atau dengan kata lain alat atau cara untukmendapatkan pengetahuan itu menurut para ahli filsafat bisa dibagi menjadi tigacara; masing-masing disebut dengan Empirisme, Rasionalisme, dan Intuisi-Wahyu.Sedangkan menurut al-Qur’an sumber pengetahuan itu ada indra dan atauakal serta hati. Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada manusiaberupa indra atau akal, tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya,sedang dengan hati Allah swt akan memberikan cahaya yang dengannya orangorangyang beriman dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil.Selanjutnya bagaimana cara mendapatkan kebenaran perspektif sufi danfilosof menjadi persoalan tersendiri. Menurut para sufi kebenaran yangdidapatkan adalah tidak perlu melalui usaha, akan tetapi lebih menitik beratkanpada kondisi hati dan psikologi seseorang. Jika hati seseorang telah mampumenerima cahaya Tuhan, maka tidak akan ada penghalang sedikitpun. Akantetapi, dalam pandangan filosof untuk menyingkap kebenaran, diperlukanberbagai upaya yang maksimal.9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!