11.07.2015 Views

MKN Vol. 40 No. 4 Desember 2007 - USUpress - Universitas ...

MKN Vol. 40 No. 4 Desember 2007 - USUpress - Universitas ...

MKN Vol. 40 No. 4 Desember 2007 - USUpress - Universitas ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KARANGAN ASLIKelainan Neurologis dan Kerusakan Dasar Tengkorak pada PenderitaKarsinoma Nasofaring di RS H. Adam Malik MedanDelfitri Munir, Ramsi Lutan, Muzakkir Zamzam, dan Chairul AbdiDepartemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala LeherFakultas Kedokteran <strong>Universitas</strong> Sumatera UtaraAbstrak: Destruksi basis kranii dan gangguan neurologik merupakan komplikasi KarsinomaNasofaring. Komplikasi ini disebabkan oleh tumor primer atau metastase tumor. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui destruksi basis kranii dan gangguan neurologik yang disebabkan olehKarsinoma Nasofaring. Kami menjumpai destruksi basis kranii 27% dan gangguan neurologi 59%,serta N. VI sebagai gangguan neurologik yang paling sering.Kata kunci: karsinoma nasofaring, basis kranii, neurologiAbstract: Basis cranii destruction and neurologic disorder are complications of nasopharyngealcarcinoma. These complications are caused by primer or metastatic tumor. This research aim is toknow basis cranii destruction and neurologic disorder in NPC. We found basis cranii destruction27% and neurologic disorder 59,5%, with N. VI is the best.Keywords: carcinoma nasopharynx, basis cranii, neurologyPENDAHULUANKarsinoma nasofaring (KNF) di Indonesiamenduduki urutan pertama pada keganasankepala-leher dan ke-empat setelah keganasanserviks, payudara dan kulit. Insiden tumor inimeningkat pada akhir dekade kedua danmencapai puncak pada umur <strong>40</strong>–50 tahundengan perbandingan pria dan wanita 2 : 1. 1,2Di Indonesia, menurut survei DepartemenKesehatan 1987, angka prevalensi KNF adalah4,7 per 100.000 penduduk per tahun. Dibagian THT RSCM, penyakit ini menempatiurutan pertama, dan hampir dari setengahjumlah penderita baru yang dirawat di bagiantersebut adalah KNF. 3Lutan (2003) di RSUPH. Adam Malik Medan tahun 1998-2002menemukan 130 penderita KNF dari 1370kasus baru onkologi kepala dan leher. 4Tumor ganas ini dapat mengenai semuagolongan umur dan mempunyai potensimenyebar secara cepat kejaringan sekitar danmetastase jauh. Biasanya penderita datangberobat setelah mencapai stadium lanjut,dimana telah terjadi gejala penyebaran berupapembesaran kelenjar getah bening di leher dangangguan saraf. 3,4Terjadinya kelainan neurologis ini adahubungannya dengan perluasan tumorkejaringan sekitar dan invasi tumor yangmengakibatkan kerusakan dari dasartengkorak. 5Well (1963) yang dikutip dariEffendi (1984) menemukan adanya kerusakanpada tulang tengkorak mummi dari Mesiryang diduga disebabkan oleh KNF. 6 Furukawayang dikutip dari Lutan (1986) dalampenelitiannya menemukan gejala pada sarafotak akibat perluasan tumor sebanyak 18%. 4Di Indonesia perluasan tumor arah keataslebih sering ditemukan, dengan gejalaterbanyak mengenai saraf kranialis VI dan Vcabang 1. 7 Muyassaroh menemukan proporsikelainan neurologis sebesar 27,7% dari 141kasus KNF dan yang terbanyak adalah sarafkranialis VI. 8Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 245


Karangan AsliDi RSUP H. Adam Malik Medan belumada data mengenai kelainan neurologis dankerusakan dasar tengkorak yang terjadi padapenderita karsinoma nasofaring. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui kerusakan dasartengkorak dan kelainan neurologis yang terjadipada penderita KNF.BAHAN DAN CARAPenelitian dilakukan secara deskriptifanalitik dengan metode cross sectional.Populasi penelitian adalah semua penderitayang dicurigai menderita karsinoma nasofaringberdasarkan anamnesis dan pemeriksaan THT.Sampel penelitian adalah semua populasi yangmemenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteriainklusi adalah penderita KNF yangdiagnosanya ditegakkan berdasarkan hasilpemeriksaan histopatologis dari tumor dinasofaring dan bersedia ikut dalam penelitian.Sedangkan kriteria eksklusi adalah penderitayang mempunyai kelainan neurologis dengangangguan saraf kranialis yang tidak disebabkanoleh KNF seperti stroke, tumor-tumor kepalaleher selain karsinoma nasofaring, traumakepala dan penyakit infeksi telinga.Besar sampel ditentukan berdasarkanjumlah kasus yang didapat selama rentangwaktu penelitian mulai dari Januari sampai<strong>Desember</strong> 2004. Tempat penelitian dilakukandi Departemen THT-KL FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan.Responden yang memenuhi kriteriainklusi dicatat semua data-data yangdibutuhkan sesuai dengan kuisioner yang telahdipersiapkan. Kemudian dilakukanpemeriksaan radiologi untuk mengetahuiapakah terdapat kerusakan dasar tengkorakakibat KNF dan selanjutnya penderita dikonsultasikan ke bagian neurologi untukmengetahui apakah terdapat kelainanneurologis berupa lesi nervus kranialis yangdisebabkan oleh KNF.Data yang diperoleh dari hasil penelitiandi buat dalam bentuk tabel dan dianalisasecara statistik dengan bantuan programWindow SPSS versi 10,1.HASIL PENELITIANTabel 1.Distribusi kelompok umurUmur tahun Jumlah %20 – 29 3 8,130 - 39 4 10,8<strong>40</strong> - 49 13 35,150 - 59 12 32,460 - 69 2 5,470 - 79 3 8,1Total 37Pada Tabel 1 terlihat distribusi kelompokumur paling banyak adalah <strong>40</strong>–49 tahun (35,1%).Tabel 2.Distribusi jenis kelaminJenis Kelamin Jumlah %Laki-laki 29 78,4Perempuan 8 21,6Total 37Pada Tabel 2 terlihat jenis kelamin laki-lakilebih banyak dari perempuan (78%).Tabel 3.Distribusi kelompok sukuSuku Jumlah %Batak 17 45,9Jawa 9 24,3Aceh 7 18,9Minang 2 5,4Melayu 1 2,7Nias 1 2,7Total 37Pada Tabel 3 terlihat suku Batak merupakanpenderita yang paling banyak (54,9%).Tabel 4.Distribusi histopatologisHistopatologi Jumlah %Undifferentiated Ca 17 45,9<strong>No</strong>n Keratinizing Ca 16 43,2Keratinizing Squamous Ca 4 10,8Total 37Pada Tabel 4 terlihat Jenis histopatologisyang terbanyak adalah Undifferentiatedcarcinoma yaitu 45,9%Tabel 5.Distribusi stadium tumorStadium Jumlah %II 1 2,7III 25 67,6IV 11 29,7Total 37246Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Delfitri Munir dkk.Kelainan Neurologis dan Kerusakan Dasar Tengkorak…Pada Tabel 5 terlihat stadium tumor yangterbanyak adalah stadium III (67,6%).Tabel 6.Distribusi kerusakan dasar tengkorakJumlah %Kerusakan10 27dasar tengkorak<strong>No</strong>rmal 27 73Total 37Pada Tabel 6 terlihat kerusakan dasartengkorak dijumpai sebanyak 10 subjek (27%).Tabel 7.Distribusi kasus kelainan neurologisJumlah %Kelainan22 59,5neurologis<strong>No</strong>rmal 15 <strong>40</strong>,5Total 37Pada Tabel 7 terlihat kelainan neurologisberupa lesi n. kranialis dijumpai sebanyak 22subjek (59,5%).Tabel 8.Distribusi kelainan neurologis saraf kranialisSaraf Kranialis Jumlah %I 2 5,4II 4 10,8III 15 <strong>40</strong>,5IV 13 35,1V 15 <strong>40</strong>,5VI 18 48,6VII 9 24,3VIII 4 10,8IX 14 37,8X 14 37,8XI 1 2,7XII 11 29,7Dari tabel di atas terlihat saraf kranialis yangmengalami kelumpuhan terbanyak adalah sarafVI yaitu 48,6%.Tabel 9.Hubungan kerusakan dasar tengkorak dengankelainan neurologisKELAINAN DESTRUKSIX pNEUROLOGIS NEGATIF POSITIFnnNEGATIF 15 - 9,343 0,002POSITIF 12 10TOTAL 27 10Pada uji statistik Fisher’s Exact Test didapat hubungan yang bermakna antarakerusakan dasar tengkorak dengan kelainanneurologis pada penderita KNF (p < 0,05).PEMBAHASANPada penelitian ini didapatkan jumlahpenderita KNF sebanyak 37 orang yang terdiridari 29 orang pria dan 8 orang wanita. Umurtermuda adalah 20 tahun dan umur tertua 78tahun. Dari Tabel 1 diketahui bahwapenderita KNF yang paling banyak terdapatpada kelompok umur <strong>40</strong> – 49 tahun yaitu35,1%. Sama dengan penelitian yangdilakukan sebelumnya oleh Gosal (1977) diUjung Pandang. 12 Sedangkan Roezin (1977)mendapatkan 28,1%, Zainuddin (1977)38,6%, Lutan (1986) 35,8% dan Adnan(1996) 22,86%. Dari data-data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa insiden KNFtertinggi adalah pada dekade ke-empat.Keadaan ini dimungkinkan akibat responsimun yang menurun pada umur tua, sehinggainfeksi virus tidak dapat di atasi. Di sampingitu, infeksi laten virus yang seringmenyebabkan tumor, membutuhkan waktu20 – 25 tahun untuk dapat memicutumor. 10,13,14,15Dari Tabel 2 didapatkan perbandingan priadan wanita adalah 3,6 : 1. Menurut beberapapenelitian lain juga mendapatkan penderita lakilakilebih banyak dibanding wanita. Hal inidicurigai akibat laki-laki lebih sering bekerjadiluar rumah, sehingga sering terpapar bahankarsinogen. 4,15,16,17Menurut Tabel 3 didapatkan bahwa sukubangsa yang terbanyak menderita KNF adalahsuku Batak 45,9%. Demikian juga denganpeneliti di Medan sebelumnya seperti, Lutan(1986) mendapatkan suku Batak 50%, Lubis(1988) 58,82% dan Adnan (1996) 65,80%. 10,15,18Berbeda dengan penelitian di daerah lainyang mendapatkan suku bangsa China Selatan,baik yang berada di China maupun yangmenjadi imigran di penjuru dunia memilikiangka kejadian tertinggi menderita KNFdibanding suku-suku lainnya. 19,20 Hal inimungkin disebabkan suku Batak merupakanetnis terbanyak di Sumatera Utara, dan RSUPH. Adam Malik Medan tempat penelitian inidilakukan tidak menggambarkan kunjunganberobat dari seluruh suku-suku yang ada dikota Medan. Di samping itu etnis China tidakdijumpai pada penelitian ini, diduga karenasebagian besar dari penderita berobat kerumah sakit swasta atau ke luar negeri.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 247


Karangan AsliPada Tabel 4 dari penelitian ini didapatgambaran histopatologis terbanyak adalahUndifferentiated Carcinoma (45,9%). Halyang sama juga didapatkan oleh beberapapenelitilain lain dan terbanyak di jumpaiAsia. 10,15,16,17Pada Tabel 5 terlihat, stadium tumorterbanyak pada penelitian ini adalah stadiumIII (67,6%), dan tidak dijumpai stadium I.Beberapa penelitian lain juga mendapatakanhal yang sama, seperti Lubis (1988) di Medanmendapatkan stadium III terbanyak 64,71%,Susilo (1995) 52,55%, Adnan (1996) 68,6%dan Soeleiman (1999) di Medan mendapatkan70%. Hal ini menunjukkan bahwa sabahagianbesar penderita KNF baru terdeteksi pada saatpenyakitnya sudah lanjut. Keadaan inidisebabkan gejala tumor yang tidak spesifikdan pelayanan kesehatan yang belummemadai. 7,15,16,18Pada Tabel 6 didapatkan adanyakerusakan dasar tengkorak yang diakibatkantumor sebanyak 10 kasus (27%). Effendi(1984) menemukan kerusakan dasartengkorak akibat KNF sebanyak 19 kasus dari<strong>40</strong> penderita KNF (47,50%). 6 Godtfredsenyang dikutip dari Zaman (1977) menjumpaikerusakan dasar tengkorak 20% dari 454 kasusKNF dan Muyassaroh (1999) menemukan 8kasus kerusakan dasar tengkorak dari 141penderita KNF. 5,8Pada Tabel 7 dan 8 didapatkan 22 kasusdengan kelainan neurologis (59,5%). Kelainanneurologis yang terbanyak adalah berupakelumpuhan saraf kranialis VI (48,6%). Padapenelitian Effendi (1984) di RS. Dr. PirngadiMedan ditemukan 31 kasus KNF dengankelainan neurologis (77,5%) dari <strong>40</strong> kasusKNF, dan kelainan neurologis berupakelumpuhan saraf kranialis yang terbanyakadalah saraf V (51, 61%). 6 Muyassaroh (1999)di Semarang menemukan kelumpuhan sarafkranialis terbanyak adalah saraf VI (92,3%). 8Zaman di Surabaya menemukan 2 kasusparalisis nervus abducen pada penderita KNF. 5Di beberapa pusat pendidikan dokterIndonesia didapatkan penderita KNF yangmengalami gangguan saraf kranialis sebanyak15 – 30% dengan gangguan yang palingbanyak pada saraf VI. Sedangkan di luarnegeri gangguan saraf tercatat lebih tinggiyaitu <strong>40</strong> – 50%, dan saraf yang terbanyakdikenai adalah saraf V. 9,10,11Pada Tabel 9 terdapat hubungan yangbermakna secara statistik antara kelainanneurologis dengan kerusakan dasar tengkorak(p < 0,05). Dengan demikian kelainanneurologis pada enelitian ini disebabkan olehkerusakan dasar tengkorak. Menurutpenelitian Godtfredsen yang dikutip dariZaman (1977), lebih dari 50% gejala kelainansaraf otak penderita KNF menunjukkanadanya destruksi dasar tengkorak. 5DAFTAR PUSTAKA1. Hulu O. Karsinoma nasofaring pada padaanak. Kumpulan Naskah Konas XIIPerhati 1999; 25-32.2. Hadi W. Aspek klinis dan histopatologikarsinoma nasofaring (Tinjauan 29 kasus).Kumpulan Naskah Konas XII Perhati1999; 1001 – 7.3. Soetjipto D. Karsinoma nasofaring. DalamTumor telinga hidung tenggorok diagnosis& penatalaksanan. FK-UI. Jakarta 1989;71-82.4. Lutan. R. Diagnosis dan penatalaksanaankarsinoma nasofaring. Kumpulan naskahKONAS XIII PERHATI 2003; 16.5. Zaman M. Karsinoma nasofaring. Paralysisnervus abducen yang bilateral dengandestruksi os sphenoidale. KumpulanNaskah Konas Perhati V 1977; 539-446. Effendi S. Tumar ganas nasofaring dengankelainan neurologi dan kerusakan dasartengkorak di RS Dr. Pirngadi Medan.Tesis. 1984.7. Soeleiman S. Hubungan gambaranmakroskopis karsinoma nasofaring padapemeriksaan nasofaringoskopi denganhistopatologis. Tesis 1999.8. Muyassaroh. Kelainan neurologi padakarsinoma nasofaring di SMF KesehatanTHT RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun1996 – 1998. Kumpulan Naskah KonasPerhati XII 1999; 1132 – 9.9. Siregar P. Manifestasi neurologi karsinomanasofaring. Kumpulan Naskah KonasPerhati V 1977; 545 – 51.10. Lutan R, Efendi S, Aboet A. Kerusakanpada dasar tengkorak suspek oleh karenainfiltrasi dari karsinoma nasofaring.Kumpulan Naskah Konas VIII Perhati1986; 117 – 121.248Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Delfitri Munir dkk.Kelainan Neurologis dan Kerusakan Dasar Tengkorak…11. Bambang SS. Diagnostik klinik kankernasofaring. Kumpulan Naskah SeminarKanker Nasofaring. Yayasan KankerWilayah Jawa Tengah. 1998; 17-42.12. Gosal. Insidens minimum tumor ganasnasofaring di Ujung Pandang. KumpulanNaskah Konas V Perhati 1977; 565 - 571.13. Roezin A. Gejala telinga pada karsinovanasofaring. Kumpulan Naskah Konas V.Perhati 1977; 588 - 593.14. Zainuddin MZ. Frekwensi tumor ganasnasofaring di Sumatera Barat. KumpulanNaskah Ilmiah Konas V Perhati 1977;599-605.15. Adnan A. Beberapa aspek karsinomanasofaring di Bagian THT FK-USU/RSUPH. Adam malik Medan. Tesis 1996.16. Susilo N, Wiratno. Karsinoma nasofaringdi SMF THT RSUP Dr. Kariadi SemarangTahun 1990-1994. Kumpulan NaskahKonas XI Perhati 1995; 1229 - 37.17. Yong-Seng Z. Histopathologic types andincidence of malignant nasopharyngealtumors in Zhongshan Country. ChineseMedical Journal 1983; 96 (7): 511-618. Lubis S. Gejala dini karsinoma nasofaring.Tesis. FK-USU 1988.19. Willard E, Fee Jr. Nasopharynx. In: JatinP Shah. Ed Essential of Head and NeckOncology. Thieme: New York 1998; 205-1020. Mulyarjo. Diagnosis dan penatalaksanaankarsinoma nasofaring. Disampaikan padaPendidikan Kedokteran Berkelanjutan IIIIlmu Penyakit THT-KL 2002.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 249


Fistula Labirin Durante Mastoidektomi di RSUP Haji Adam Malik Medandari Tahun 2004 – 2006Ainul MardhiahDepartemen THT-KL Fakultas Kedokteran<strong>Universitas</strong> Sumatera UtaraFistula labirin adalah suatu erosi tulang dari kapsul labirin sehingga terpapar tetapi tidaksampai menembus endosteum dari labirin. Jika menembus endosteum dari labirin dapatmenyebabkan kematian telinga. Fistula paling banyak terjadi didaerah kanalis semisirkularislateral. Erosi tulang terjadi oleh karena adanya kolesteatoma pada otitis media supuratif kronismaligna. Fistula labirin dapat menimbulkan keluhan hoyong (vertigo) dan tuli saraf.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fistula labirin pada setiap penderita yangdidiagnosa dengan labirinitis pada otitis media supuratif kronis tipe maligna. Jenis penelitian iniadalah deskriftif. Data dikumpulkan secara retrospektif dari rekam medis penderita otitis mediasupuratif kronis tipe maligna yang dilakukan timpanomastoidektomi di Rumah Sakit UmumPusat H. Adam Malik Medan sejak Januari 2004 sampai <strong>Desember</strong> 2006.Telah dilakukan sebanyak 105 kasus timpanomastoidektomi dan dijumpai 19 (57,6%) kasusfistula labirin dari 33 kasus labirinitis.Kata kunci: fistula labirin, labirinitis, timpanomastoidektomiAbstract: A labyrinthine fistula is a bony erosion of the labirinthine capsule to expose but notbreach the endosteum of the labyrinth. A breach will usually result in a dead ear. A fistula mostcommonly occurs in the dome of the lateral semisircular canal. Bone erosion is happened causedby cholesteatoma at malignant chronic suppurative otitis media. Labirinthine fistula can causevertigo and sensorineural hearing loss.The goal of this research is to determine the labirinthine fistula in each patient who diagnose withlabirintitis at malignant type of chronic suppurative otitis media. The design of this research isdescriptive. Data are collected as retrospective from the medical record of malignant chronicsuppurative otitis media patients who performed tympanomastoidectomy in H.Adam MalikGeneral Hospital from January 2004 to December 2006.We performed 105 cases tympanomastoidectomy and found19 (57, 6%) cases labirinthin fistulafrom 33 labirintitis.Keywords: labirinthine fistula, labirintitis, tympanomastoidectomyPENDAHULUANFistula labirin adalah suatu erosi tulangdari kapsul labirin sehingga terekspos tetapitidak sampai menembus endosteum darilabirin. Jika menembus endosteum dari labirindapat menyebabkan kematian telinga. 1,2Fistula banyak terjadi didaerah kanalissemisirkularis lateral. 3,4Fistula di daerah labirin bisa disebabkanoleh komplikasi dari infeksi kronis telingatengah ataupun trauma operasi. Adapunsampai saat ini penyebab paling sering adalahakibat erosi tulang oleh kolesteatoma. 3Penderita otitis media supuratif kronis(OMSK) dengan tuli sensorineural dan vertigoperlu dicurigai terjadi fistula labirin. 4Pemeriksaan ‘tes fistula’ dapat membantumemperjelas gejala klinis. Tes ini mudahdilakukan, baik dengan tekanan dari balonkaret atau dengan menekan tragus untukmemberikan tekanan positif atau negatif padatelinga. 5 Tes fistula positif jika terjadinistagmus dan vertigo. Hal ini juga250Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Ainul MardhiahFistula Labirin Durante Mastoidektomi…menunjukkan bahwa labirin masih hidup.Apabila fistulanya tertutup jaringan granulasiatau labirinnya sudah mati tes fistula akannegatif. 2,3Pemeriksaan CT Scan temporal adalahsalah satu pemeriksaan penunjang yang dapatmemperlihatkan fistula pada labirin sertamenunjukkan gambaran kolesteatoma yangmengerosi daerah otic capsul. 3 Adanyakolesteatoma dan dugaan fistula labirinmerupakan indikasi untuk segera dilakukantindakan operasi, untuk menghidarkankomplikasi lebih lanjut seperti vertigo dan tulisaraf. 4,5,6BAHAN DAN CARAPenelitian ini merupakan suatu penelitianretrospektif dan bersifat deskriptif yangdilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan TelingaHidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher FKUSU/RSUP H. Adam Malik Medan. Sampelpenelitiannya adalah seluruh kasus OMSK tipemaligna yang dilakukan timpanomastoidektomidi RSUP H. Adam Malik Medan sejak Januari2004 sampai dengan <strong>Desember</strong> 2006.Pada penelitian ini jumlah kasus padaOMSK tipe maligna yang dilakukantimpanomastoidektomi adalah sebanyak 105.Sebanyak 33 kasus di diagnosa denganlabirinitis sebelum operasi dan ditemukanfistula labirin durante operasi sebanyak 19kasus.HASIL PENELITIANDari 105 kasus timpanomastoidektomidijumpai 19 kasus (18,1%) fistula labirin yangditemukan durante operasi di RSUP H. AdamMalik Medan.Tabel 1.Distribusi fistula labirin berdasarkan jenis kelaminJenis kelamin Jumlah Penderita %Laki-laki 6 31,6Perempuan 13 68,4Dari Tabel 1 didapat bahwa fistula labirinpada perempuan 13 (68,4%) sementara padalaki-laki 6 (31,6%).Tabel 2.Distribusi fistula labirin berdasarkan umurKelompok umur Fistula labirin %0-10 3 15,811-20 10 52,621-30 3 15,831-<strong>40</strong> 3 15,8Dari Tabel 2 ditemukan bahwa usia 11-20adalah yang terbanyak menderita fistulalabirin yaitu 10 (52,6%).Tabel 3.Distribusi fistula labirin berdasarkan keluhan pasiendatangKeluhan utama Jumlah %Telinga berair + hoyong 15 78,9Telinga berair 4 21,1Dari Tabel 3 didapat bahwa keluhanpasien pertama kali datang ke poliklinik yangterbanyak adalah telinga berair dan hoyong 15(78,9%), sementara telinga berair saja4(21,1%).Tabel 4.Distribusi berdasarkan jenis operasiKeluhan utama Jumlah %Canal wall down + timpanoplasti tipe 1 0 0Canal wall down + timpanoplasti tipe 2 0 0Canal wall down + timpanoplasti tipe 3 1 5,3Canal wall down + timpanoplasti tipe 4 8 42,1Canal wall down + timpanoplasti tipe 5 10 52,6Dari Tabel 4 ditemukan bahwa jenisoperasi yang terbanyak adalah canal walldown dengan timpanoplasti tipe 5 (52,6%).Tabel 5.Distribusi fistula berdasarkan keluhan vertigoVertigo Fistula labirin %+ 15 78,9- 4 21,1Dari Tabel 5 didapat, fistula labirin +vertigo adalah yang terbanyak yaitu 15(78,9%) berdasarkan diagnosa labirinitis.DISKUSIDari literatur dikatakan bahwa fistulalabirin dijumpai pada lebih dari 10% kasusdengan otitis media supuratif kronis (OMSK)maligna atau OMSK dengan kolesteatoma. 4Dari penelitian ini ternyata kasus fistulalabirin didapatkan 19 kasus (18,1%). GrewalDS, et al di India (2003) mendapatkan fistulalabirin 11,46%, Palva (1971) menemukan 8%,Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 251


Karangan AsliSanna (1984) menemukan 12,5%, Ostri(1989) menemukan 10% dan Vartiainin(1991) menemukan 10%. 7 Hal ini disebabkanpenderita datang dengan penyakit yang sudahlanjut mungkin oleh karena sosial ekonomiyang rendah dan kurangnya pengetahuanterhadap penyakit telinga berair dan padaseluruh kasus dijumpai kolesteatoma duranteoperasi. Kolesteatoma bersifat mengerositulang sehingga dapat menyebabkan fisertulapada labirin. Pada keadaan ini infeksi dapatmasuk sehingga terjadi komplikasi tuli totaldan meningitis. 6Dari penelitian ini ditemukan bahwapenderita fistula labirin yang terbanyak padausia 11-20 tahun yaitu sebanyak 52,6%. Usiapaling muda adalah 9 tahun dan paling tua 35tahun. Grewal, et al (2003) di India jugamenemukan usia terbanyak yang menderitafistula labirin adalah 11-20 tahun (36%).Tindakan operasi yang terbanyak padapenelitian ini adalah Canal Wall DownMastoidectomy dengan Timpanoplasty Tipe-V. Grewal, et al juga melakukan Canal WallDown Mastoidectomy pada seluruh penderitafistula labirin yang mereka temukan. 7Tindakan operasi yang dilakukan bupa canalwall down mastoidectomy dan timpanoplasty.Canal wall down mastoidectomy adalah suatutindakan meruntuhkan dinding liang telingaposterior sehingga terdapat satu rongga yangbesar antara kavum mastoid, kavum timpanidan liang telinga. Timpano palsti adalah suatutindakan merekonstuksi telinga tengah.Timpanoplasti dibagi atas 5 tipe. 8 Penelitianini menunjukkan bahwa betapa lanjutnyapenyakit ini diderita oleh pasien, baru datanguntuk mencari pengobatan.Dari penelitian ini penderita yang datangdengan keluhan vertigo hanya sebanyak 15(78,9%). Fistula labirin bisa saja tanpa keluhanvertigo, akan tetapi bila dijumpai penderitaOMSK dengan keluhan hoyong (vertigo)harus tetap dicurigai adanya suatu fistulalabirin.KESIMPULANDari 105 kasus timpanomastoidektomiyang dilakukan di RSUP H.Adam MalikMedan sejak Januari 2004 sampai <strong>Desember</strong>2006 dijumpai:1. Fistula labirin ditemukan sebanyak 19kasus (18,1%).2. Penderita fistula labirin yang terbanyakpada usia 11-20 tahun yaitu 10 kasus(52,6%).3. Tindakan operasi yang terbanyak padapenelitian ini adalah Canal Wall DownMastoidektomi dengan TimpanoplastiTipe-V.4. Keluhan utama vertigo dijumpai pada 15kasus (78,9%) dari 19 kasus fistula labirin.SARANPerlu adanya sistem pembelajaran yangbaik dan berkesinambungan kepadamasyarakat, baik oleh dokter Spesialis THTdiseluruh penjuru Indonesia, maupun oleh“dokter umum atau kader-kader Posyandu”yang telah dilatih terlebih dahulu mengenai“BAHAYA TELINGA BERAIR”.DAFTAR PUSTAKA1. Roland NJ, McRae RDR, McCombe AW.Labyrinthitis. In: Key Topics inOtolaryngology and head and necksurgery. Liverpool: BIOS ScientificPublishers Limited, 1995. p.144-5.2. Ludman H. Complications of SuppurativeOtitis Media.In: Booth JB, Kerr AG.Ed.Scottt-Brown’s Otolaringology, Otology.6 th Ed. Great Britain: Butterworth-Heinemann, 1997. p.3/12/24-5.3. Gross ND, Mc Menomey SO. AuralComplications of Otitis Media. In:Glasscock III ME, Gulya AJ. Glasscock-Shambaugh Surgery of the Ear. 5 th Ed.Spain: BC Decker Inc, 2003. p. 438-9.4. Strunk CL. Cholesteatoma. In: Bailey BJ,Ed. Otolaryngology Head and NeckSurgery-Otolaryngology. <strong>Vol</strong>.II. 2 nded.Philadelphia: Lippincot- Raven, 1998. p2049-50.5. Colman BD. The vestibular labyrinth andits examination. In: Hall and Colman’sDiseases of the <strong>No</strong>se, Throat and Ear, andHead and Neck. 14 th Ed. Singapore: E&SLivingstone 1992. p.203-7.6. Helmi. Komplikasi Otitis Media SupuratifKronis dan Mastoiditis. Dalam: SoepardiEA, Iskandar N, Ed.Buku Ajar IlmuKesehatan THT Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2001. h. 63.252Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Ainul MardhiahFistula Labirin Durante Mastoidektomi…7. Grewal DS, Hathiram BT, Dwifedi A, etal. Labyrinthine fistula: a complication ofchrinic suppurative otitis media. TheJournal of Laryngology & Otology, May2003, <strong>Vol</strong> 117, pp. 353-357.8. Frootko NJ, Reconstruction of the middleear In: Booth JB, Kerr AG. Ed. Scottt-Brown’s Otolaringology, Otology. 6 th Ed.Great Britain: Butterworth-Heinemann,1997. p.3/11/1-25.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 253


Gangguan Memori pada Penderita Nyeri Kepala Primer KronikIrina Kemala Nasution, Aldy S. Rambe, dan Hasan SjahrirDepartemen Neurologi, <strong>Universitas</strong> Sumatera UtaraAbstrak: Latar belakang: Disfungsi kognitif pada pasien nyeri kepala primer kronik telahdilaporkan beberapa penulis. Penemuan ini masih kontroversial. Menyadari adanya data yangkontroversial ini, studi kami dibuat untuk menentukan adanya gangguan kognitif pada pasiennyeri kepala primer kronik.Metode: Tiga puluh lima pasien penderita nyeri kepala primer kronik dimasukkan dalam studi(berdasarkan kriteria International Headache Society). Kriteria eksklusi ternasuk nyeri kepalasekunder, afasia, tidak bisa berbahasa Indonesia, dan penyakit yang mempengaruhi memori. Tesyang digunakan: Digit span, Rey Complex Figure Test, dan Hamilton Depression Scale.Hasil: Tes Digit Span, rata-rata digit forward 5,80±1,32 dan digit backward 4,08±1,24 dimanaTes Rey Complex Figure dijumpai rata-rata nilai copy 32,00±3,06 dan nilai short term memory14,89±4,89. Kebanyakan pasien menderita depresi sedang (N=29, rata-rata 10,59±4,28).Kesimpulan: Pada tes Digit Span, pasien lebih sulit mengerjakan digit backward dibandingkandigit forward. Pada tes Rey Complex Figure, nilai copy lebih tinggi dibandingkan dengan nilaishort term memory. Kebanyakan pasien menderita depresi ringan.Kata kunci: gangguan memori, nyeri kepala primer kronikAbstract: Background: Cognitive dysfunction in chronic primary headache patients have beenreported by several authors. These findings however, are controversial. Considering thesecontroversial data we carried out further investigation our study was design to assess the presenceof cognitive defect in group of patients affected by chronic primary headache.Methods: Thirty five patients suffering from chronic primary headache were studied.(according tothe International Headache Society criteria). Exclusion criteria included secondary headachepatients, patients with aphasia, unable to communicate in Indonesian language, and havingdiseases that influence memory performance. The following test were selected: Digit Span, ReyComplex Figure Test, and Hamilton Depression Scale.Results: In Digit span test, the mean of digit forward was 5,80±1,32 and digit backward was4,08±1,24 while in the Rey complex figure test the mean of copy score was 32,00±3,06 and shortterm memory score was 14,89±4,89 Most of the patients were suffering from mild depression(N=29, Mean=10,59±4,28).Conclusions: In Digit span test, the patients were having more difficulties in doing the digitbackward test compared to the digit forward test. In the Rey complex figure test, the copy scorewas higher than the short term memory score. Most of the patients were suffering from milddepression.Keywords: memory disturbance, chronic primary headachePENDAHULUANNyeri kepala merupakan keluhan yangpaling sering dijumpai pada populasi orangdewasa di Amerika Utara. 1Adanya nyerikepala merupakan isyarat awal adanyagangguan stabilitas otak terutama reaksielektrokimiawi dari neurotransmitter,pembengkakan pembuluh darah otak danperegangan serabut saraf menunjukkan alarmbahwa ada suatu gangguan. 2Di mana tension-type headache merupakannyeri kepala yang paling banyak diderita.Sementara migraine merupakan nyeri kepalatersering sesudah tension-type headache.254Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Irina Kemala Nasution dkk.Gangguan Memori pada Penderita Nyeri Kepala…Prevalensinya 11% di USA dan 15% diKanada. 1 Tipe migraine yang paling sering ada2 yakni classic migraine dan commonmigraine. Serangan kedua tipe migrainetersebut mungkin terlibat dalam proses yangmenyebabkan gangguan fungsi otak. 3F Le Pira et al menyatakan bahwaperubahan neuropsychological hanya padabeberapa tes. Pada pasien migraine tanpa auramenunjukkan perubahan verbal performancedan atensi 4 . Wray, Mijovic-Prelec (1995)menunjukkan bahwa penderita migraine lebihbaik pada proses visual “low level”. 5Zeitlin & Oddy (1984) menemukan padasekelompok pasien dengan migraine yangberat secara significant menunjukkan hasil tesmemori dan proses informasi yang buruk. 4Ardila & Sanchez dengan 20 pasien classicmigraine dijumpai gangguan kognitif. 4Ai (1992) memberikan neuropsychologicbattery pada pasien-pasien classic dancommon migraine dan dia menemukanperubahan yang significant dibanding dengankontrol, dan perubahan ini semakin burukdengan lamanya penyakit ini. 4Dari hal-hal tersebut di atas maka ingindiketahui apakah ada gangguan memori padapenderita nyeri kepala primer kronik di BagianRawat Jalan Neurologi RS.H.Adam MalikMedan.METODOLOGIPenelitian ini merupakan penelitian crosssectional dengan disain deskriptif analitik yangmengambil data dari pasien yang berobat jalandi Poliklinik Sefalgia Bagian NeurologiRSUP.H.Adam Malik Medan, mulai tanggal27 <strong>Desember</strong> 2006 sampai 31 Maret <strong>2007</strong>.Besar sampel yang dipakai dalam penelitian ini35 orang.Pengambilan sampel penelitian denganmetode konsekutif sesuai dengan kriteria inklusi:Penderita nyeri kepala primer yang telahdikonfiramsi sesuai kriteria IHS edisi 2. Nyerikepala primer sudah diderita >3 bulan.Sedangkan kriteria eksklusinya: Penderita nyerikepala sekunder, penderita afasia, penderita yangtidak bisa berbahasa Indonesia, dan penyakit yangmempengaruhi gangguan memori.Kriteria chronic migraine ialah sakitkepala yang terjadi 15 hari dalam 1 bulanselama lebih dari 3 bulan dan tidak adanyapenggunaan obat berlebihan 6 , sedangkanchronic tension type headache merupakannyeri kepala yang berasal dari episodic tensiontype headache, dengan serangan tiap hari atauserangan episodik nyeri kepala yang lebihsering yang berlangsung beberapa menitsampai beberapa hari. Nyeri kepala bersifatbilateral, menekan atau mengikat dalamkualitas dan intensitas ringan atau sedang, dannyeri kepala tidak bertambah berat denganaktivitas fisik yang rutin. Kemungkinanterdapat mual, fotofobia/fonofobia ringan.Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan,berlangsung > 3 bulan (≥ 180 hari/tahun) 6 ,dan chronic cluster yakni serangan nyerikepala cluster terjadi lebih dari 1 tahun tanparemisi atau disertai remisi-remisi yangberlangsung kurang dari 1 bulan. 6Sedangkan gangguan memori adalahpenurunan kemampuan penamaan (naming) dankecepatan mencari kembali informasi yang telah8tersimpan dalam memori . Dimana untukmengukur gangguan memori digunakan beberapates yakni Digit span, yang terbagi atas digitforward dengan skor tertinggi 8 dan digit10backward dengan skor tertinggi 7 , RayOsterrierh Complex Figure Test: suatu skalauntuk mengukur memori non-verbal jangkapendek dan jangka panjang, dengan nilai tertinggi36 4 , dan yang terakhir Hamilton Rating Scale forDepression yakni suatu skala untuk mengukurderajat depresi yang terdiri dari 21 pertanyaandengan interpretasi skor 0-6: normal, 7-17:depresi ringan, 18-24: depresi sedang dan skor >24: depresi berat 10,12 .Data yang terkumpul secara deskriptifdisajikan dalam bentuk tabel denganmenyertakan nilai rerata dan simpangandeviasinya. Pengolahan data penelitiandilakukan secara elektronik menggunakanperangkat SPSS versi 10.0.HASIL PENELITIANDari hasil penelitian ini didapatkansampel 35 orang yang memenuhi kriteriainklusi dan eksklusi.Pada Tabel 1 memperlihatkan distribusipenderita nyeri kepala primer kronik denganjenis kelamin wanita menempati porsiterbanyak, dan kelompok umur terbanyak ialah41-50 tahun. Tabel ini juga menunjukkansebagian besar penderita nyeri kepala primerkronik bersuku bangsa Batak, dan pendidikanterakhir penderita terbanyak adalah SLTP.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 255


Karangan AsliTabel 1.Karakteristik penderita nyeri kepala primer kronikKarakteristikJumlahJenis KelaminWanita 26Pria 9Kelompok Umur≤ <strong>40</strong> tahun 641-50 tahun 1751-60 tahun 10> 60 tahun 2Suku BangsaBatak 19Jawa 7Melayu 3Aceh 6PendidikanSD 6SLTP 16SLTA 11Perguruan Tinggi 2Tabel 2.Gambaran tes neuropsychological pada penderita nyeri kepala primer kronikRerataDigit forward 5,80 1,32Digit backward 4,08 1,24Rey (copy) 32,00 3,06Rey (STM) 14,89 4,89Hamilton 11,14 4,28SDSedangkan pada Tabel 2 menunjukkanpada tes digit forward dijumpai nilai reratayakni 5,80 dengan SD 1,32, dan pada tes digitbackward dijumpai nilai rerata 4,08 denganSD 1,24.Pada tabel yang sama dapat dilihat padates Rey Complex figure (copy) nilai rerata32.00 dengan SD 3,06, sedang pada STM(short term memory) dijumpai nilai rerata14,89 dengan SD 4,89.Selanjutnya tabel ini juga menunjukkanhasil tes Hamilton yakni dengan rerata 11,14dan SD 4,28.DISKUSIPada Tabel 1 memperlihatkan distribusipenderita nyeri kepala primer kronik denganjenis kelamin wanita menempati porsiterbanyak, Ada sekitar 28 juta penderitamigren di Amerika Serikat, dimana 2/3 nyaadalah wanita. Berdasarkan perpustakaannegara barat, prevalensi migren pada orangdewasa adalah 10-12% setahun, pria 6% danwanita 15-18%. 2Tabel 1 juga menampilkan bahwakelompok umur terbanyak ialah 41-50 tahun.Tabel ini juga menunjukkan sebagian besarpenderita nyeri kepala primer kronik bersukubangsa Batak, dan pendidikan terakhirpenderita terbanyak adalah SLTP. Tetapitidak dijelaskan lebih lanjut dalam penelitianini.Sedangkan pada Tabel 2 menunjukkanpada tes digit forward dijumpai nilai reratayakni 5,80 dengan SD 1,32, dan pada tes digitbackward dijumpai nilai rerata 4,08 dengan256Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Irina Kemala Nasution dkk.Gangguan Memori pada Penderita Nyeri Kepala…SD 1,24. Ini sesuai dengan teori bahwa.Backward digit span lebih sulit,dan hasilnyatergantung dari strategi visualisasi ataupengkodean dari pasien untuk mengatasiangka yang terlupa. 9Pada tabel yang sama dapat dilihat padates Rey Complex figure (copy) nilai rerata32.00 dengan SD 3,06, sedang pada STM(short term memory) dijumpai nilai rerata14,89 dengan SD 4,89. Rey Complex FigureTest digunakan untuk mengukur memori nonverbaljangka pendek dan jangka panjang. 4 .Tes ini berguna untuk mengukur kemampuanvisuospatial constructional dan memori visualdaripada otak. Hal ini serupa dengan yangdikatakan oleh F Le Pira et al terhadap 30orang dimana subjek menunjukkan kesulitanpada tugas verbal dan non verbal. Gangguanmemori baik pada visuospatial maupun tesverbal cognitive mungkin tergantung padamekanisme recall. Penjelasan yang mungkinadalah adanya disfungsi dari hemisfer kanan:proses global berkurang, memori visual, danperubahan atensi. 4Selanjutnya Tabel 2 ini juga menunjukkanhasil tes Hamilton yakni dengan rerata 11,14dan SD 4,28. Hamilton Rating Scale forDepression merupakan suatu skala untukmengukur derajat depresi 10,12 . Tapi seberapajauh depresi ini menyebabkan terjadinyagangguan memori tidak dibahas dalampenelitian ini.Keterbatasan penelitian ini adalah jumlahsampel yang sedikit serta waktu penelitianyang singkat.KESIMPULAN DAN SARANPada tes Digit Span, pasien lebih sulitmengerjakan digit bacward dibandingkan digitforward. Sedangkan pada tes Rey CompexFigure, nilai copy lebih tinggi dibandingkandengan nilai short term memory. Dankebanyakan dari pasien menderita depresiringan.Masih banyak pro dan kontra tentangadanya gangguan kognitif pada pasien nyerikepala primer kronik, sehingga masih perludilakukan penelitian lebih lanjut di kemudianhari dengan jumlah sampel yang lebih banyakdan waktu penelitian yang lebih panjang.DAFTAR PUSTAKA1. Frey R. Headache health article. Availablefrom: http://www.healthline.com/galecontent/headache-2.2. Sjahrir H. Nyeri Kepala 1.USU Press.2004.3. Hooker WD, Raskin NH. Neuropsychologicalterations in classic and commonmigraine. Arc Neurol 1986; 43:709-12.4. Fira FL et al. Memory disturbance inmigraine with and without aura: astrategy problem?. Cephalalgia 2000;20:475-78.5. Wray sh, Mijovic-Prelec D, Kosslyn SM.Visual processing in migraineurs. Brain1995; 118:25-35.6. Sjahrir H. Nyeri Kepala dan Vertigo. USUPress. 1998.7. Lumban Tobing SM. Neurologi KlinikPemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:Balai Penerbit FK-UI; 2001.8. Kusumaputra S. Permasalahan MudahLupa sampai Kepikunan. Dalam: SjahrirH, Nasution D, Rambe HH.Editor.Dmentia.Edisi pertama. Medan: USUPress; 1999.9. Assesment of memory functioning.Available from: http://www.ic.arizona.edu/ic/amd/assess.htm10. Masur H.Editor. Scales and Scores inNeurology. Symptom Related Scales andScores. Stuttgart; Thieme; 2004:113.11. Canham RO, Smith SL, Tyrell AM.Automated Scoring of Neuropsychologicaltest: The Rey Osterrieth ComplexFigure. Available from: http://citeseer.ist.psu.edu/cachepage/442460/i12. Kaplan HI, Sadocks BJ, Sinopsis Psikiatri(Edisi Bahasa Indonesia). Jilid I.Edisi VII.Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.13. Madiyono B, Moeslichan MzS, Budiman I,Purwanto SH. Perkiraan Besar Sampel.Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, editor.Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta: Binapura Aksara; 1995.hal 187-212.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 257


Karangan AsliHasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injuryyang Dirawat di Neurosurgical Critical Care UnitRS Hasan Sadikin, BandungSuzy IndhartyBagian/SMF Bedah Saraf Fakultas Kedokteran <strong>Universitas</strong> PadjadjaranRumah Sakit dr. Hasan Sadikin, Bandungdirawat di RS.dr.Hasan Sadikin/RSHS Bandung.Metode: Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan pengambilan data dari catatan medispenderita yang dirawat di NCCU (Neurosurgical Critical Care Unit) RSHS dalam periode enamtahun (<strong>No</strong>pember 2001 s.d. Oktober <strong>2007</strong>). Kriteria inklusi adalah Glasgow Coma Scale (GCS)saat masuk paska resusitasi ≤ 8 (cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yang bermakna padaComputed Tomography Scan (CT Scan) kepala (sesuai dengan klasifikasi diffuse brain injurymenurut studi Traumatic Coma Data Bank/TCDB). Data yang diambil adalah jenis kelamin, usia,GCS saat masuk, gambaran CT-Scan kepala, lama perawatan dan kondisi akhir penderita.Hasil: Dalam periode enam tahun terdapat 524 kasus cedera kepala berat, 234 kasus (48,2%)diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse brain injury. Mayoritas penderita adalah laki-lakidengan median usia 23 tahun dan Inter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS awal 6-8 sebanyak86,33%; GCS 6 (38,46%). Berdasarkan klasifikasi diffuse brain injury menurut studi TCBDdiperoleh 27,35% kasus derajat I; 46,15% derajat II; 19,66% derajat III, derajat IV 6,84%. Medianlama perawatan 26,5 hari, dengan IQR 22. Secara umum mortalitas diffuse brain injury 42,6%;mortalitas diffuse brain injury grade III-IV (71,4%). Hasil analisis faktor usia, GCS saat masuk danderajat diffuse brain injury, diperoleh nilai p masing-masing adalah 0,04, 0,441, dan 0,01.Kesimpulan: Faktor usia dan derajat diffuse brain injury memiliki hubungan yang bermaknadengan kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada usia yang lebih tua dan derajat cederayang lebih berat. Derajat diffuse brain injury dapat digunakan sebagai faktor prediktorindependen untuk meramalkan prognosis penderita. Walaupun tidak didapatkan hubungan yangbermakna antara faktor GCS saat masuk, namun secara umum terdapat kecenderunganpeningkatan proporsi kematian pada penderita dengan tingkat GCS saat masuk yang lebih rendah.Kata kunci: diffuse brain injury, karakteristik penderita, hasil akhirAbstract: Preface: Diffuse Brain Injury is one of the cause of death in patient with severe headinjury. The purpose of our research is to find the outcome of the patient with diffuse brain injuryin dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung.Metode: This research has been done retrospectively by collecting data from the patient’s medicalrecord hospitalize in Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) dr. Hasan Sadikin Hospital withinthe period of <strong>No</strong>pember 2001 until Oktober <strong>2007</strong> (6 years). Inclusive criteria with GlasgowComa Scale (GCS) after resuscitations ≤ 8 (severe head injury) and without focal lesion in headComputed Tomography Scan (CT Scan) (according to diffuse brain injury classification study ofTraumatic Coma Data Bank/TCDB). The data obtain with sex, age, GCS during admitted, headCT-Scan, the length of stay and patient condition.Result: Within six years of period we found 524 severe head injury cases, 234 cases (48,2%)include diffuse brain injury. Most of the patient are male with median age of 23 years old andInter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS 6-8 (86,33%); GCS 6 (38,46%). According to diffusebrain injury classification by TCBD study we found 27,35% cases with grade 1; 46,15% grade 2;19,66% grade 3, and 6,84% grade 4. Median length of stay is 26,5 days, with IQR 22. In generalmortality of diffuse brain injury is 42,6%; mortality of diffuse brain injury grade III-IV (71,4%).258Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Suzy IndhartyHasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…Analysis result of age factor, GCS during admitted and grade of diffuse brain injury was 0,04,0,441, dan 0,01.Summary: Age factor and grade of diffuse brain injury has relationship with the impact forproportional increment in mortality to the older patient and grade of more severe injury. Gradeof diffuse brain injury can be used as independent predictor factor to forecast the patientprognosis. Even though we didn’t found the relationship between GCS factor during admitted,however generally found the impact for proportional increment in mortality to the patient withthe lower grade of GCS during admitted.Keywords: diffuse brain injury, patient characteristics, outcomePENDAHULUANSecara umum, cedera otak dapat dibagimenjadi cedera fokal dan difus.. Klasifikasisederhana ini memiliki keterbatasan dalammenentukan prognosis pasien dalam keduakelompok besar tersebut. Walaupun secaraumum dapat dikatakan bahwa angka kematianakibat diffuse brain injury lebih rendahdibandingkan dengan angka kematian akibatcedera otak fokal, akan tetapi dalam kelompokpasien dengan diffuse brain injury sendiriterdapat beberapa pasien yang berisiko tinggiuntuk terjadinya Tekanan tinggi intracranial(TTIK) dan angka kematian pada kelompokpasien ini jauh lebih tinggi dibandingkankelompok pasien lainnya. (1,2,3,4,5)Atas dasarpemikiran ini, Marshall dkk.tahun 1991membuat klasifikasi diffuse brain injuryberdasarkan gambaran CT-scan kepala.Klasifikasi cedera otak difus menurut TCDBdapat dilihat pada Tabel 1. (2,6)Klasifikasi diffuse brain injury dibuatdengan tujuan untuk mengidentifikasikelompok pasien yang berisiko tinggi untukterjadinya deteriorasi neurologis dan untukmeramalkan prognosis yang lebih tepatberdasarkan hasil evaluasi awal pada pasiendengan cedera kepala berat. (2)Marshall dkk. menemukan adanyahubungan yang erat antara klasifikasi diffusebrain injury dengan outcome pasien; angkakematian pasien semakin meningkat seiringdengan semakin beratnya diffuse brain injuryyang terjadi. Angka kematian pada kelompokpasien dengan diffuse brain injury derajat Iadalah 9,6%; grade II 13,5%; grade III 34%,dan 56,2% pada pasien dengan diffuse braininjury grade IV. (2,6) Studi tersebutmenyimpulkan bahwa klasifikasi baru yangmereka ajukan dapat digunakan untukmeramalkan prognosis penderita, dan dapatdiperkuat dengan data lain misalnya usiapenderita. Penelitian mereka menunjukkanbahwa pada kelompok pasien dengan diffusebrain injury grade II, 39% pasien darikelompok usia ≤ <strong>40</strong> tahun memiliki outcomeyang baik atau moderat, dibandingkan 8%pasien dari kelompok usia ><strong>40</strong> tahun. (2)Tabel 1.Klasifikasi Diffuse Brain Injury menurut studi TCDBDERAJATDEFINISII Tidak tampak kelainan patologis intrakranial pada CT scanII Tidak tampak pendesakan sisterna mesensefalik, dengan midline shift 0-5 mm dan tampak lesidengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 cc (termasuk fragmen frakturdan benda asing)III Sisterna mesensefalik terdesak atau tidak tampak, dengan atau tanpa midline shift 0-5 mm danatau tampak lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 ccIV Midline shift >5 mm, dengan atau tanpa lesi dengan densitas tinggi atau densitas campurandengan volume < 25 ccTCDB: Traumatic Coma Data BankMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 259


Suzy IndhartyHasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…5 Derajat cedera : Derajat beratnya brain diffuse injury berdasarkan klasifikasi menurut studi TCDB (lihatTabel 1).6 Lama rawat : Lama perawatan pasien di RSHS, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medispenderita, dinyatakan dalam hari. Penghitungan dimulai sejak pasien MRS, sampaidengan pasien pulang. Pasien yang pulang paksa dan yang meninggal dalamperawatan tidak diperhitungkan dalam analisis data lama rawat.7 Outcome : Kondisi akhir penderita pada saat pulang/dipulangkan, sesuai dengan yang tercantumdi dalam rekam medis penderita, dinyatakan sebagai hidup atau meninggal. Pasienyang pulang paksa tidak diperhitungkan dalam analisis outcome pasien.METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan secara retrospektifdengan pengambilan data dari catatan medispasien yang dirawat di NCCU (NeurosurgicalCritical Care Unit) RSHS dalam periodeenam tahun (<strong>No</strong>pember 2001 s.d. Oktober<strong>2007</strong>). Kriteria inklusi pasien adalah pasiendengan GCS masuk paska resusitasi ≤ 8(cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yangbermakna pada CT-Scan kepala (sesuaidengan klasifikasi brain diffuse injury menurutstudi TCDB).Data yang diambil adalah jenis kelamin,usia, GCS saat masuk, gambaran CT-Scankepala (untuk menentukan derajat diffusebrain injury), lama perawatan dan kondisiakhir penderita. Selanjutnya dilakukan analisisunivariat masing-masing variabel untukmemberikan gambaran umum data, yangdinyatakan dalam ukuran statistik sesuaidengan jenis datanya (numerikal ataukatagorikal). Kemudian dilakukan analisisbivariat untuk menilai hubungan antaravariabel independen (usia, GCS saat masuk,dan derajat diffuse brain injury) denganvariabel dependen (outcome).Untuk variabel usia yang pada mulanyatermasuk jenis variabel numerikal, dilakukankonversi menjadi variabel katagorikal denganmengelompokkan penderita dalam beberapakelompok dengan interval usia sepuluhtahunan.Untuk kondisi akhir penderita ditentukanberdasarkan kondisi pasien saat dipulangkan,apakah dalam keadaan hidup atau meninggal(bukan berdasarkan Glasgow Outcome Scale).Penyederhanaan penilaian keluaran initerpaksa dilakukan karena kurangnya datayang tersedia mengingat penelitian inimerupakan penelitian retrospektif, dengansumber data dari catatan medis penderita.Untuk mengurangi bias pada penilaianoutcome, penderita yang pulang paksa dariRumah Sakit dikeluarkan dari sampelpenelitian.Pada analisis statistik mengenai lamanyarawatan, selain penderita yang pulang paksa,yang meninggal juga ikut dikeluarkan darisampel penelitian. Alasan pengeluaran sampeltersebut karena tujuan dari analisis lamanyarawatan dilakukan untuk mendapatkangambaran rata-rata lama perawatan dengandiffuse brain injury sehingga bila penderitayang pulang paksa dan yang meninggal selamaperawatan dimasukkan dalam analisis lamarawat, maka hasil yang diperoleh akan lebihsingkat dari yang seharusnya (bias).HASIL PENELITIANDalam periode enam tahun (<strong>No</strong>pember2004 s.d. Oktober <strong>2007</strong>) terdapat 524 kasuscedera kepala berat; 234 kasus (48,2%)diantaranya termasuk dalam kriteria diffusebrain injury.524 kasus cedera kepala berat selamaperiode <strong>No</strong>vember 2001 s/d Oktober <strong>2007</strong>285 kasus cedera kepala fokal234 kasus cedera kepala difusdiikut sertakan dalam penelitianGambar 2. Alur sampel penelitianMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 261


Karangan AsliKarakteristik Sampel PenelitianGambaran umum karakteristik sampelpenelitian berdasarkan jenis kelamin, usia,GCS saat masuk, derajat cedera otak difus,lama rawat, dan hasil akhir.Tabel 3.Distribusi menurut jenis kelaminJenis Kelamin Jumlah PersentaseLaki-laki 208 88,9Perempuan 26 11,1Total 234 100,0Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwapenderita laki-laki jauh lebih banyakdibandingkan dengan perempuan, denganpersentase 88,9% banding 11,1%.Tabel 4.Distribusi menurut usiaStatistikUsiaFrekuensi 234Mean 26,0295% CI 23,21 – 28,82Standar Deviasi 15,33Median 22Modus 18Range 78Minimal-Maksimal 3-81Persentil 25 1750 2275 32,5IQR 15,5IQR: Inter Quartil RangeCI: Confidence IntervalTabel 4 menunjukkan gambaranberdasarkan usia. Dari data tersebut tampakadanya variabilitas data yang cukup besar. Halini dapat dilihat pada gambaran histogramyang miring ke kiri pada grafik 1, dandikonfirmasi dengan uji Kolmogorov-Smirnovyang menunjukkan nilai p = 0,000. Pada datadengan sebaran yang tidak normal, mean danstandar deviasi kurang tepat untukmenggambarkan karakteristik usia, karenasangat dipengaruhi oleh nilai ekstrim. Dengandemikian lebih tepat menggunakan mediandan IQR untuk menggambarkan karakteristikusia. Diperoleh nilai median usia 22 tahun,dengan IQR 15,5. Temuan ini sesuai denganhasil temuan dari Kraus dkk. 1996 yangmenyatakan puncak insidensi cedera kepalaadalah pada kelompok usia 15-24 tahun. (8,9)FrekuensiGambar 3. Histogram variabel usiaHubungan antara variabel usia dan jeniskelamin dapat dilihat pada Gambar 4.Tampak mayoritas penderita adalah laki-lakiusia muda (dengan median usia 23 tahun, danIQR 12,75). Hal ini mungkin erat kaitannyadengan tingkat aktifitas yang lebih tinggi.<strong>40</strong>353025Frekuensi201510500-10 11.-20 21.-30 31.-<strong>40</strong> 41.-50 51.-60 71.-80 81.-90UsiaGambar 4. Distribusi penderita menurut jeniskelamin dan usia1009080706050<strong>40</strong>30201009418905062GCS GCS5 GCS6 GCS7 GCS8Laki-lakiPerempuanGambar 5. Distribusi berdasarkan GCS saat masukrumah sakitGambar di atas menunjukkanmayoritas penderita masuk dengan GCS pascaresusitasi 6 (38,46%; n = 45). Tidak adapenderita yang masuk dengan GCS pasca262Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Suzy IndhartyHasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…resusitasi 3. Kemungkinan penderitameninggal di UGD maupun yang di bawapulang paksa sebelum pindah ke ruangan dantidak termasuk dalam penelitian ini.Frekuensi1201081008060<strong>40</strong>64462016Gambar 7. Histogram variabel lama rawat0Grade I Grade II Grade III Grade IVGambar 6. Distribusi berdasarkan derajat DiffuseBrain InjuryGambar di atas menunjukkan bahwamayoritas adalah diffuse brain injury derajatII, mencakup 46,15% dari seluruh kasus (n =54).Tabel 5 dan Gambar 7 menunjukkankarakteristik data lama rawat penderita cederaotak difus. Penghitungan lama rawat dimulaisejak penderita masuk rumah sakit sampaidengan pulangPenderita yang pulang paksa(23 orang) dan yang meninggal dalamperawatan (<strong>40</strong> orang) tidak dimasukkan dalamanalisis data lama rawat. Mencegah timbulnyabias saat analisis.Tabel 5.Gambaran lama perawatan pasienStatistikLama PerawatanFrekuensi 54Mean 29,4895% CI 23,83 – 35,13Standar Deviasi 20,69Median 26,5Modus 25Range 136Minimal-Maksimal 6-142Persentil 25 1550 26,575 37,25IQR 22Gambar 7 menunjukkan sebaran datalama rawat yang tidak normal (miring ke kiri),dengan hasil uji Kolmogorov-Smirnov dengannilai p = 0,002. Dengan demikian, median danIQR merupakan ukuran yang lebih tepatuntuk menggambarkan data lama rawat(median 26,5 hari; IQR 22). Perawatan yanglama berhubungan erat dengan biayaperawatan yang tinggi, apalagi pada fase akutumumnya memerlukan perawatan diNeurosurgical Critical Care Unit hinggakondisi penderita cukup stabil.Tabel 6.Distribusi outcome pasienOutcome Jumlah PersentaseHidup 108 57,4Mati 80 42,6Total 188 100Tabel 6 mengambarkan hasil akhir diffusebrain injury. Pada analisa data outcome, total188 kasus. Terdapat angka kematian akibatdiffuse brain injury sebesar 42,6%.Hubungan antara Variabel Usia, GCS SaatMasuk, Derajat Diffuse Brain Injury danOutcomeUntuk analisa hubungan antara variabelusia dengan outcome, mula-mula variabel usiayang merupakan variabel numerik dikonversimenjadi variabel katagorikal. Variabel usiadikelompokkan berdasarkan interval sepuluhtahunan (1-10 tahun, 11-20 tahun, danseterusnya). Sebaran data dapat dilihat padaGambar 8.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 263


Karangan Asli<strong>40</strong>353025Frekuensi 201510500-10 11.-20 21.-30 31.-<strong>40</strong> 41.-50 51.-60UsiaHidupMatiGambar 8. Histogram variabel usia dan outcomeGambar di atas menunjukkan angkakematian masing-masing kelompok usiacenderung lebih tinggi pada kelompok usia31-50 tahun. Selanjutnya dilakukan uji ChiSquare, akan tetapi karena jumlah sampeldalam kelompok usia 41-60 tahun terlalusedikit (jumlah expected < 5), maka dilakukanpenggabungan kelompok usia menjadi 2kelompok, yaitu ≤ 30 tahun dan > 30 tahun.Hasil uji satistik dapat dilihat pada Tabel 7.Tabel 7.Hubungan antara variabel usia dan outcomeUsiaOutcomeHidup MatiTotal Nilai p≤ 30tahun90(63,4%)52(36,6%)142(100%)> 30tahun18(39,1%)28(60,9%)46(100%)0,041Dari Tabel di atas dapat disimpulkanadanya hubungan yang bermakna antaravariabel usia dengan variabel outcome (p =0,041), dengan kecenderungan angkakematian yang lebih tinggi pada kelompokusia yang lebih tua (60,9% berbanding36,6%). Setelah dilakukan kontrol terhadapvariabel GCS dan derajat diffuse brain injury,signifikansi hubungan antara variabel usia danoutcome menjadi hilang; akan tetapi masihterdapat kecenderungan angka kematian yanglebih tinggi pada kelompok usia yang lebihtua.Pada analisis statistik hubungan antaravariabel GCS masuk dan keluaran (uji Chisquare), didapatkan jumlah sampel dalamkelompok GCS 4 dan 5 terlalu sedikit (nilaiexpected


Karangan Asli5. McCormick WF (1996). Pathology ofClosed Head Injury, dari Wilkins RH,Rengachary SS: Neurosurgery. New york:McGraw-Hill, hal 2629.6. Japardi I (1994). Cedera Kepala. Jakarta:PT Bhuana Ilmu Populer, hal. 24.7. Jane AJ, Francel PC (1996). Age andOutcome of Head Injury, dari NarayanRK, Wilberger JE, Povlishock JT:Neurotrauma. New york: McGraw-Hill,hal 793.8. Marshall LF, Marshall SB (1996).Outcome Prediction in Severe HeadInjury, dari Wilkins RH, Rengachary SS:Neurosurgery. New York: McGraw-Hill,,hal. 2717.9. Feldman Z (1996). The Limits ofSalvageability in Head Injury, dariNarayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT:Neurotrauma. New york: McGraw-Hill,,hal 805.10. Kraus JF, McArthur DL, Silverman TA,Jayaraman M (1996). Epidemiology ofBrain Injury, dari Narayan RK, WilbergerJE, Povlishock JT: Neurotrauma. NewYork: McGraw-Hill, hal 13.11. Narayan RK, Kempisty S (2005). ClosedHead Injury, dari Rengachary SS,Ellenbogen RG: Principles ofNeurosurgery. Edinburgh: ElsevierMosby, hal 301.266Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Pengaruh Modifikasi Diet Rendah Kalori terhadap Berat Badandan Lingkar Pinggang Wanita Obesitas DewasaHarun AlrasyidDepartemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran USU MedanAbstrak: Studi intervensi pada manusia menunjukkan bahwa formula diet dengan pembatasanenergi yang berasal dari makanan rendah indeks glikemik dapat menurunkan berat badandibanding formula diet tinggi indeks glikemik. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruhmodifikasi diet rendah kalori terhadap berat badan dan lingkar pinggang wanita obesitasvisera/abdominal dewasa. Sejumlah <strong>40</strong> orang wanita obesitas dewasa pramenopause menjalanipola diet rendah kalori rendah indeks glikemik dengan campuran 100 gram tempe kedelai,DietT(+) atau tanpa campuran bahan kedelai,Diet T(-) dalam 12 minggu periode penelitianmenggunakan randomized crossover design. Pada 33 subjek yang dapat selesai menjalani prosespenelitian ditemukan 6,66% penurunan rerata berat badan (p


Karangan Asliintake) dan EE (energy expenditure) jangkawaktu lama. 2,3Kelebihan berat badan hingga obesitassering dihubungkan dengan beberapa penyakitkronis seperti diabetes melitus tipe-2,penyakit kardiovaskular dan pada akhirnyamerupakan faktor risiko bagi penyakit jantungkoroner dan stroke iskemik. 4Jaringan adiposavisera sendiri merupakan faktor risikoindependent obesitas abdominal pada intiproblema sindrom metabolik (MetS). 5Studiterdahulu mengemukakan bahwa angkakematian akibat kejadian kardiovaskular padawanita obesitas empat kali lebih tinggidibanding non obesitas. 6Penelitian di Eropadan Jepang menunjukkan bahwa salah satufaktor risiko penyebab emboli paru populasiwanita adalah pada kelompok yang memilikiindeks massa tubuh (IMT) ≥ 25,0 kg/m 2 . 7Perkembangan teknologi genomik danbiomolekular terbaru merupakan langkah yangcukup besar pada penelitian jaringan adiposadengan ditemukannya leptin (suatu protein)pada bagian visera abdomen, membuktikanbahwa jaringan adiposa juga merupakan organendokrin. Ditemukan pula beberapa substansiprotein lain berupa sitokin atau molekulmenyerupai sitokin yang dikelompokkansebagai adipositokin atau adipokin,sebahagiannya berperan sebagai sitokininflamasi, fungsi metabolisme lemak, fungsihemostasis vaskular maupun pada sistemkomplemen, sehingga berperan dalampatofisiologi konsekuensi atau komorbidobesitas. 8,9 Temuan-temuan dimaksudmendasari upaya pencegahan danpenatalaksanaan obesitas sehingga dapatmencegah atau mengurangi komorbid.Penelitian berdasarkan gendermenunjukkan wanita lebih peka terhadap dietserat daripada pria. Perbedaan responskenyang pada pria dan wanita terhadapmodifikasi diet secara subjektif didasari adanyaperbedaan respons terhadap CCK(kolesistokinin,peptida usus halus), suatumediator rasa kenyang (bersifat anorektik)dimana sekresinya berhubungan dengankeberadaan lemak pada usus halus. 3,10Beberapa penelitian dalam lingkupobesitas menunjukkan bahwa asupan dietdengan indeks tinggi glikemik akanmemberikan respons hormonal berupakenaikan berat badan. 11,12,13 WHO (2004)dalam kaitan upaya pencegahan obesitasmenganjurkan perlunya dicapai keseimbanganenergi melalui diet dengan indeks glikemikrendah, kandungan protein dan serat yangoptimal serta rendah lemak. 14 Hubungan yangnyata antara diet serat dalam tatalaksanaobesitas adalah melalui pengaruhnya dalammekanisme asupan energi. Penambahan ataupenggabungan serat dalam pola menu adalahsuatu strategi untuk meningkatkan kepuasanmakan dan rasa kenyang ketika mengkonsumsibahan makanan rendah kalori; pengaruhnyapada pengosongan lambung, masa transit(transit time) usus halus, proses pencernaanmaupun penyerapan zat gizi khususnyakarbohidrat dan lemak. 10,12 Perludipertimbangkan bahwa seseorang denganobesitas monogenik lebih sulit ditanggulangidibanding dengan tipe poligenik mengingatperanan faktor perilaku dalam pola makan. 3Beberapa bahan makanan tradisional diIndonesia diketahui mempunyai indeksglikemik rendah, seperti misalnya tempesebagai produk utama kedelai. 15 Tempe kedelaitelah dimanfaatkan sebagai sumber makananberserat rendah lemak jenuh, bebas kolesterol,sumber utama mineral, efek antibiotik danstimulasi pertumbuhan, bebas toksin kimia,mudah dicerna dan relatif terjangkau dari segiekonomis. 16,17Penelitian ini bertujuan untuk melihatpengaruh terapi nutrisi medik (medicalnutrition therapy) berupa diet rendah kalorirendah indeks glikemik dengan kandungancukup serat terhadap parameter antropometripada wanita obesitas visera/abdominaldewasa, dalam rangka upaya pencegahankomorbid obesitas.BAHAN DAN CARAPenelitian ini menggunakan RandomizedCrossover Design, berupa penelitianekseperimen kuasi sama subjek/withinsubjectssingle-factor two-level design (subjekperlakuan sekaligus sebagai subjek kontrol,menerima satu variabel independen duajenjang sebagai treatment). Desain inidimaksudkan untuk meminimalisasi ataumenghilangkan pengaruh variasi faktorbiologik,variasi waktu kewaktu (timedependentvariable), variasi alat ukur yangdigunakan dan variasi pengukuran sendiri.Untuk mengurangi carryover effect diterapkan268Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Harun AlrasyidPengaruh Modifikasi Diet Rendah Kalori…satu periode washout selama dua minggu.Pertemuan terjadwal dengan subjek penelitiandilakukan untuk menilai kepatuhan terhadapprotokol diet. Kerangka operasional penelitiandapat dilihat pada gambar berikut.HDData awalantropometriRDiet T (+)Diet T (-)Diet T (-) WO Diet T (+)Keterangan: HD = home diet, R = randomization,Diet T (+) = diet rendah kalori rendahindeks glikemik campuran tempekedelai, Diet T (-) = diet rendah kalorirendah indeks glikemik tanpacampuran tempe kedelai, WO =periode wash out, melaksanakanhome diet kembali, AD = analisadataPenelitian dilaksanakan di Rumah SakitPutri Hijau Medan periode Juli 2005 hingga<strong>Desember</strong> 2005 setelah mendapat persetujuanKomisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU dan instansi terkait. Pemilihan lokasididasarkan pada kepentingan memenuhijumlah sampel dan kontrol subjek sesuaidesain penelitian. Populasi target penelitianadalah wanita dewasa obesitas, sedangpopulasi terjangkau adalah seluruh tenagakesehatan wanita obesitas yang bertugas diRumah Sakit Putri Hijau Medan, memenuhikriteria penerimaan yang telah ditentukan.Randomisasi kelompok perlakuan dietdilakukan secara acak sederhana (simplerandom sampling) menggunakan sejumlahamplop tertutup rapat dengan proporsi bloksubjek terbagi sama untuk pengelompokanperlakuan diet. Sebagai kriteria penerimaanadalah: subjek wanita obesitas usia 25 – 55tahun dan masih menstruasi (pramenopause),didiagnose obesitas berdasarkan indeks massatubuh (IMT) ≥ 25 kg/m 2 dan/atau memilikiukuran lingkar pinggang (LP) ≥ 80 cmberdasarkan kriteria Regional Asia Pasifik. 14Kriteria penolakan adalah ditemukannyaproteinuria pada pemeriksaan awal atau sudahmengetahui adanya proteinuri daripemeriksaan laboratorium terdahulu; riwayatatau sedang menderita gangguan faal hati,diabetes mellitus, hipertensi, penyakitkardiovaskular, riwayat stroke; sedangmenjalani terapi hormonal, obat hipoglikemik,ADfitofarmaka, obat anoreksigenik/psikotropika;kehamilan atau sedang menyusukan;ditemukan gejala-gejala/tanda-tanda inflamasi,perokok. Sebagai kriteria pengeluaran adalahsubjek yang tidak menjalankan aplikasi dietsesuai protokol penelitian atau ditemukanindikasi yang termasuk kriteria penolakansewaktu menjalani penelitian.Subjek terpilih kemudian masuk dalamsiklus pertama penelitian, melaksanakanaktivitas rutin serta menjalankan polakebiasaan makan seharinya (home diet)selama empat minggu tanpa intervensi.Dimaksudkan dengan aktivitas rutin adalahkegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,tugas terkait berupa kegiatan medis/perawatandi rumah sakit, ditambah senam pagi ringanyang terstruktur 2 x ½ jam tiap minggunya.Instrumen penelitian adalah peralatanberupa Body Fat Monitor/Scale digital TANITABF 662 (Japan, ketelitian 0,1 kilogram), alatukur tinggi badan microtoise Somatometre inter6 (London, ketelitian 0,1 centimeter), alat ukurlingkaran pinggang elastis (Roche, ketelitian 0,1centimeter), sphygmomanometer <strong>No</strong>va(ketelitian 1,0 mmHg), stethoscope LittmannClassic II (3 M-USA), timbangan dapur/foodbalance scale (ketelitian 0,1 Kg). Dataantropometri diperoleh dengan pengukuranpada awal studi sewaktu mulai home diet,kemudian pengukuran ulang pada akhirpenelitian setelah perlakuan Diet T (+)/Diet T(-) selesai. Pengukuran dibantu oleh seorangwanita tenaga pembantu peneliti yang sudahdilatih sebelumnya menggunakan alat ukurantropometri.Berat badan ditimbang sebelumpemberian makanan pagi hari pada ruangantertutup. Subjek memakai pakaian minimaltanpa alas kaki dan aksesori. Berat badan dicatatdengan angka satu digit dibelakang koma.Pengukuran dilakukan dua kali berturut-turutdiselingi jeda untuk autokalibrasi. Tinggi badandiukur menggunakan microtoise yangditempelkan pada dinding berjarak dua meterdari lantai yang datar. Subjek berdiri tegakdalam posisi anatomis. Pengukur diturunkanhingga menyentuh vertex. Dilakukan dua kalipengukuran, diambil pada inspirasi maksimaldengan posisi mata pemeriksa setingkat denganvertex subjek. Hasil pengukuran dicatat dengannilai milimeter terdekat. Lingkaran pinggangdiukur menurut AHA/NHLBI ScientificStatement. 18 Subjek dalam keadaan berdiri tidakMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 269


Karangan Aslimenahan nafas. Dilakukan dua kali pengukuranmelingkar abdomen yang dipertemukan padasisi lateral dataran horizontal setentangpertengahan antara puncak krista iliakumdengan bagian terbawah tulang iga. Pembacaandilakukan pada saat akhir ekspirasi normal.Diet EksperimenDiet T (+) adalah pola menu rendahkalori seimbang 1500 -1600 kalori (rendahlemak dan karbohidrat; cukup protein,vitamin, mineral dan air), disusun olehpeneliti bersama dengan instalasi gizi rumahsakit tempat penelitian dari bahan makananrendah indeks glikemik dengan penambahantempe kedelai, untuk melengkapi sumberbahan makanan sesuai kriteria pola diet.Konsumsi 100 gram tempe kedelai/haridiberikan bervariasi baik terpisah (digorengdengan minyak nabati, dikukus) maupunsebagai unsur menu utama harian. Proporsiprotein tempe kedelai turut diperhitungkandalam proporsi gizi seimbang pada Diet T(+)dengan modifikasi sumber protein lainnya.Diet T (-) adalah pola menu rendah kaloriseimbang 1500-1600 Kalori, disusun daribahan makanan rendah indeks glikemik tanpacampuran tempe kedelai maupun bahanpangan olahan kedelai seperti tahu, kecap,tauco, susu kedelai, makanan olahan kedelailainnya, diberikan dalam proporsi seperti padaperlakuan Diet T (+). Perlakuan silang untukpertukaran Diet T (+) dan Diet T(-) dilakukansetelah 4 minggu tahapan pertama perlakuandiet, setelah periode wash out.Bahan/Sarana Pembuatan Tempe Kedelai 17Digunakan kacang kedelai (Glycine maxspecies) bermutu standar; ragi tempe (Rhizopusspecies, mikroorganisme yang tergolongkapang), berupa inokulum tempe merekdagang Raprima produksi PT. Aneka FermentasiIndustri (AFI) Bandung (Depkes RI. SP.<strong>No</strong>.738/10.20/2003) melalui teknologi lisensidari Pusat Penelitian Kimia Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia (LIPI). Disampaing itudisediakan peralatan pemrosesan tempe, ruangkerja untuk penyimpanan bahan danpengolahan serta ruang fermentasi dengan suhusekitar 30 0 C. Prosedur baku pembuatan tempekedelai dilaksanakan atas arahan peneliti melaluisatu pengrajin tempe di kelurahan TanjungMulia Kota Medan, untuk selanjutnya tempekedelai mentah dibawa secara reguler keInstalasi Gizi Rumah Sakit. Dilakukanpenimbangan proporsi sesuai kebutuhan subjekpenelitian, kemudian dilakukan prosespemasakan untuk konsumsi subjek penelitian.Pada saat awal penelitian diperoleh <strong>40</strong>subjek wanita dewasa yang memenuhikriteria penerimaan, 7 subjek tidak dapatmengikuti proses studi hingga akhir, sehinggaanalisis data dilakukan pada 33 subjek.Variabel-variabel dinyatakan dengan Mean ±SD. Metode Wilcoxon Signed Ranks Test,diaplikasikan untuk mengetahui pengaruhperlakuan Diet T(+)/Diet T(-) terhadap beratbadan (BB) dan lingkar pinggang (LP).Asosiasi antara 2 variabel antropometridiperlihatkan dengan uji koefisien Spearman’srho. Data-data diolah dan dianalisismenggunakan komputer dengan perangkatlunak SPSS for Window versi 11,5.Signifikansi diperoleh pada p < 0,05.HASIL PENELITIANVariabel antropometrik pada Tabel 1memperlihatkan keseluruhan subjek yangdianalisis mempunyai rentang nilai IMT ≥ 25kg/m 2(sesuai kriteria obesitas untuk RegionalAsia Pasifik) dengan faktor risiko berdasarkanparameter LP ≥ 80 cm pada wanita. Ujistatistik Spearman’s rho memperlihatkankorelasi bermakna antara lingkar pinggang(LP), berat badan (BB) dan indeks massatubuh (IMT) (masing-masing r=0,66 danr=0,66; p < 0,01) (tidak ditampilkan dalamtabel).Tabel 2 memperlihatkan bahwa padaakhir studi diperoleh gambaran berat badankeseluruhan subjek setelah menjalani protokolperlakuan diet. Rerata penurunan berat badansetelah perlakuan Diet T(+) adalah sebesar6,66% (p


Harun AlrasyidPengaruh Modifikasi Diet Rendah Kalori…Tabel I.Karakteristik klinis subjek pada awal penelitian *Variabel Minimum Maksimum Mean ± SDUsia (tahun) 26 50 39 ± 6BB (kg) 61,6 96,7 72,43 ± 7,87IMT (kg/m 2 ) 25,9 35,74 30,21 ± 2,69LP (cm) 84,<strong>40</strong> 108,70 94,33 ± 5,31*n = 33. BB=berat badan. IMT=indeks massa tubuh.LP=lingkar pinggang.Tabel II.Karakteristik subjek diakhir studiVariabel Home Diet Diet T (+) Diet T(-)n=33 n=17 n=16BB (kg) 72,43 ± 7,87 67,60 ± 6,78 68,53 ± 7,75LP (cm) 94,30 ± 5,30 86,<strong>40</strong> ± 5,10 90,<strong>40</strong> ± 5,10PEMBAHASANSurvei epidemiologi dan promosi kesehatandimasyarakat biasanya mengambil ukuran indeksmassa tubuh (BMI,body mass index) sebagaiindikator yang berguna dalam menentukanobesitas secara menyeluruh serta lingkarpinggang/LP (waist cicumference) sebagai ukuranakumulasi lemak abdominal sekaligus sebagaiindikator obesitas sentral. Parameter-parameterini memperlihatkan hubungan dengan faktorrisiko yang telah diuraikan sebelumnya, khususpada kelompok wanita dewasa. 4 Prinsippenatalaksanaan obesitas sendiri terdiri darimotivasi prilaku makan, terapi gizi medik,perubahan gaya hidup dengan latihan jasmaniteratur, terapi farmakologis dan tindakanpembedahan. 5Fokus studi ini adalah mengamati pengaruhterapi gizi medik terhadap perubahan beratbadan dan lingkar pinggang. Gambaran umumproporsi pola makan harian keseluruhan subjekpada awal penelitian diperoleh berdasarkankuesioner anamnese gizi 2 kali 24 jam (two daysrecall method). Hasil yang diperoleh adalahbahwa rerata konsumsi energi total sebesar2330,60 ± 482,15 Kalori dengan kisaran (range)yang cukup besar antara 1<strong>40</strong>0 – 3617 Kalori.Hanya sekitar 10% subjek mengkonsumsi tempekedelai rerata kurang dari satu kali dalamseminggu dalam jumlah di bawah konsumsiperlakuan, 25,8% subjek mengkonsumsi kurangdari 2000 Kalori/hari, tetapi masih tergolongobesitas. Diasumsikan bahwa terdapat ketidakseimbanganantara asupan dan penggunaan energidalam tubuh pada sebahagian subjek sebagaisalah satu faktor bertambahnya berat badan disamping faktor lainnya, seperti dikemukakan olehGoran and Weisner (2000) 2 serta Spiegelman andFlier (2001). 3Karakteristik Antropometri Setelah DietEksperimenBentuk perlakuan diet yangdiaplikasikan pada penelitian ini, khususnyaDiet T(+) diharapkan telah memenuhiunsur-unsur terapi nutrisi medik yangdianjurkan pada obesitas, yaitu restriksikalori seimbang sebagai sumber energi(1500 – 1600 Kalori), modulasimakronutrien berupa penggunaan bahanmakanan rendah indeks glikemik berupatempe kedelai. Nieman et al. (2002) 19menggunakan protokol diet 1200-1300Kalori (NCEP, The National CholesterolEducation Program, Step I diet), lebihrendah dari protokol diet dalam studi inipada wanita obesitas tingkat sedang, untukmendapatkan pengaruh diet, latihanjasmani ataupun keduanya terhadap profillipid dan antropometri. Pada penelitian inikegiatan senam pagi dua kali semingguserta aktivitas fisik rutin subjek merupakanvariabel yang dapat dikontrol berdasarkankualitasnya, sperti juga dikemukakan olehMavri et al. (1999) 6serta Lee and Lip(2003). 20Setelah mengikuti 12 minggu periodestudi didapati penurunan kumulatif rerataparameter antropometri keseluruhan subjek,yaitu masing-masing sebesar 6,04% (4,38 ±0,17 kg) untuk berat badan, 8,16% (7,87 ±0,57 cm) untuk lingkar pinggang (LP), dan6,15% (1,86 kg/m 2 ) untuk IMT. Hasil akhirrerata berat badan kelompok subjek yangmendapat Diet T(+) atau Diet T(-) (67,60 ±6,78 kg vs 68,5 ± 7,75 kg) tidak terdapatperbedaan.Pengukuran pada akhir penelitianmemperlihatkan pengurangan rerataparameter LP yang bermakna, dimanaMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 271


Karangan Aslisecara klinis lebih besar pengaruh perlakuan DietT(+) dibandingkan Diet T(-) (86,<strong>40</strong> 5,15 cm vs90,47 5,15 cm). Apabila pengukuran sederhanaLP dapat menggambarkan penimbunan lemaksentral (abdominal), seperti yang dikemukakanoleh Déspres et al. (2001) 21 , hasil akhir ini dapatmenggambarkan terjadinya pengurangan lemakabdominal subjek akibat pengaruh perlakuanprotokol diet dimana peranan penambahantempe kedelai terlihat lebih menonjol. Naaz et al.(2003) 22 pada penelitiannya menggunakan hewanpercobaan tikus yang diberikan genisteinisoflavon kedelai (konsentrasi 99%)memperlihatkan efek antilipogenik berupapengurangan ukuran lapisan lemak visera.Beberapa peneliti telah mengemukakan manfaatpola diet rendah indeks glikemik padapenatalaksanaan obesitas. 12,23 Peneliti lainmenambahkan pula serat makanan (dietary fiber)pada pola diet rendah indeks glikemikdimaksud. 10Dengan penambahan tempe kedelai padaprotokol diet, dari aspek klinis ternyata diperolehrerata penurunan berat badan yang relatif lebih besar(6,66% vs 6,38%) walaupun secara statistikperbedaan ini tidak bermakna. Bagaimana pengaruhpenambahan penambahan tempe kedelai sebagaisumber dietary fiber terhadap turunnya berat badanmasih kontroversi. Merz-Demlow et al. (2000) 24dengan subjek pramenopause, dan Ridges et al.(2001) 25 dengan subjek wanita pascamenopause,pada penelitian jangka panjang menggunakan dietisoflavon tempe dan bukan tempe, tidakmendapatkan perubahan berat badan maupun IMTyang bermakna. Penurunan berat badan pada studiini masih lebih kecil bila dibandingkan dengantemuan Mavri et al. (1999) 6yang mendapatkanpenurunan rerata 17 kg (14,0 ± 8.0 kg) padasekelompok wanita obesitas yang mendapat poladiet tertentu selama 10 – 12 minggu; walau terjadikembali kenaikan berat badan dalam jangka waktu 5bulan setelah studi dihentikan. Nieman et al.(2002) 19 dari penelitiannya pada wanita obesitastingkat sedang mendapatkan penurunan berat badan7,8 ± 0,7 kg (dengan diet saja) dan 8,1 ± 0,6 kg (dietdan latihan jasmani) setelah 12 minggu.Secara statistik walaupun pada penelitian iniparameter berat badan dan LP menurun, hasilnyabelum mencapai rentang nilai yang aman untukpencegahan terjadinya risiko bagi kesehatan sepertidikemukakan WHO (2004). 14 AHA/NHLBI(American Heart Association/US National Heart,Lung, and Blood Institute) seperti dikemukakanGrundy et al. (2005) 18 , menganjurkan pencapaiantarget terapi obesitas abdomen berupapenurunan berat badan antara 7% -10% lebihbesar dari yang ditemukan pada studi ini(6,38%-6,66%), berdasarkan protokol diet.KESIMPULAN DAN SARANKeseluruhan parameter antropometripenelitian ini (berat badan, lingkar pinggang)menurun secara bermakna sebagai pengaruhperlakuan diet rendah kalori dan rendahindeks glikemik, baik dengan atau tanpapenambahan tempe kedelai; dalam hal manaaktivitas fisik merupakan faktor yang dapatdikontrol. Karakteristik subjek pada studi inimasih memperlihatkan manfaat terapi nutrisimedik (non farmakologik) dimana pola dietrendah kalori rendah indeks glikemik denganpenambahan tempe kedelai dapat memberimanfaat klinis dalam rangka upayapencegahan atau memperlambat timbulnyapenyulit atau faktor-faktor risiko pada masadewasa, wanita obesitas khususnya.DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan RI. Studimorbiditas dan disabilitas. Dalam:TimSurkesnas Badan Litbang Kesehatan(editor). Buku Laporan SurveiKesehatan Nasional (SURKESNAS).Jakarta. Departemen KesehatanRepublik Indonesia 2001.2. Goran MI and Weinsier RL. Role ofenvironmental vs. metabolic factors inthe etiology of obesity: time to focuson environment. Obesity Research2000, 8: <strong>40</strong>7-8.3. Spiegelman B.M, Flier J.S. Obesity andthe Regulation of Energy Balance(Review). Cell 2001, 104:531-543.http://www.cell.com/content/article/ful, cited Feb., 17, 2004.4. Zhou BF, Cooperative Meta-analysisGroup of Working Group on Obesityin China. 2002. Predictive values ofbody mass index and waistcircumference for risk factors of certainrelated diseases in Chinese adults:study on optimal cut-off points of bodymass index and waist circumference inChinese adults. Asia Pacific J Clin Nutr11:S685-S693.272Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Harun AlrasyidPengaruh Modifikasi Diet Rendah Kalori…5. Tjokroprawiro A. The core of the metabolicsyndrome (is the visceral obesity the missinglink?). In: Tjokroprawiro A, Hendromartono,Sutjahyo A et al. (eds).Proceedings ofSUMETSU-I: The Metabolic Syndrome (TheMetS). Pusat Diabetes & Nutrisi RSUDr.Soetomo-FK UNAIR-Surabaya, 2005. pp78–88.6. Mavri A,Stegnar M,Krebs M et al. ”Impact ofadipose tissue on Plasminogen ActivatorInhibitor-1 in Dieting Obese Women”,Arterioscler Thromb Vasc Biol 1999,19:1582-7.7. Goldhaber SZ. Pulmonary embolism(Seminar).Lancet 2004, 363: 1295-305.8. Kim S, Moustaid-Moussa N. Secretory,endocrine and autocrine/paracrine functionof the adipocyte. Symposium: Adipocytefunction, Differentiation and Metabolism. JNutr 2000, 130,12.9. Gong D, Yang R, Munir K, Horenstein R,Shuldiner A. New progress in adipocytokineresearch. Current Opinion in Endocrinology& Diabetes 2003, 10(2):115-21.10. Burton-Freeman B. Dietary fiber and energyregulation.J Nutr 2000, 272S-5S.11. Messina MJ.Legumes and soybeans: overviewof their nutritional profiles and healtheffects.Am J Clin Nutr 1999, 70:439S-50S.12. Ludwig DS.Dietary glycemic and obesity. JNutr 2000, 130: 280S-3S.13. Pi-Sunyer FX. 2002. Glycemix index anddisease. Am J Clin Nutr 76 (suppl): 290S-8S.14. WHO Technical Report Series.Obesity:preventing and managing the global epidemic2004. http://www.who.int/entity/dietphysicalactivity/publication, cited7/12/04.15. Waspadji S, Suyono S, Sukardji K, MoenarkoR (editor). Indeks glikemik berbagaimakanan Indonesia. Jakarta, Pusat Diabetesdan Lipid FKUI/RSCM. 2003.16. Shurtleff W, Aoyagi A. The Book ofTempeh. New York-Harper & Row Pub.,1979. pp103-16.17. Suprapti ML. Pembuatan tempe. Jogyakarta-Penerbit Kanisius 2003,1-64.18. Grundy SM, Cleeman JL, Daniels SRet al. Diagnosis and management of themetabolic syndrome. Circulation 2005,112:2735.19. Nieman DC, Broek DW, ButterworthD, Utter AC, Nieman CC. “Reducingdiet and/or exercise training decreasesthe lipid and lipoprotein risk factors ofmoderately obese women”. J Am CollNutr 2002;21:4, 344-50.20. Lee K.W, Lip G.Y.H. Effects ofLifestyle on Hemostatis, Fibrinolysis,and Platelet Reactivity. Archs. Intern.Med 2003, 163: 2368-92.21. Després JP, Lemieux I, Prod’hommeD. Treatment of obesity: need to focuson high risk abdominally obesepatients. BMJ 2001, 322; 716-20.22. Naaz A, Yellayi S, Zakroczymski MA,Bunick D, Doerge DR, Lubhan DB etal. “ The soy isoflavon genisteindecrease adipose deposistion in mice”.Endocrinology 2003, 144:3315-20.23. Miller JCB, Holt SHA, Pawlak DB,McMillan J. Glycemic index andobesity. Am J Clin Nutr 2002,76(suppl):281S-5S.24. Merz – Demlow BE, Duncan Am,Wangen KE, Xu X, Carr TP, PhippsWR, Kurzer MS. Soy Isoflavonsimprove plasma lipids innormocholesterolemia, premenopausalwomen. Am J Clin Nutr 1999,71:1462-9.25. Ridges L, Sunderland R, Moerman K,Meyer B, Astheimer L, Howe P.Cholesterol lowering benefits of soyand linseed enriched foods. Asia PasificJ Clin Nutr 2001, 10(3): 204-211.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 273


Gambaran Endoskopi Gastrointestinal pada Anak di MedanSupriatmoDepartemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran <strong>Universitas</strong> Sumatera Utara/RS H. Adam Malik Medan-5Seorangendoskopis anak harus mampu melakukansemua jenis tindakan yang bisa dilakukanendoskopis dewasa. Seorang endoskopis harusmengetahui segala manfaat dan risiko tindakanendoskopi dan mampu mengatasi kedaruratanyang timbul sehingga harus melalui fase latihanyang ketat dan sistematis sebelum diberikankompetensi melakukan endoskopi. 6-10Di seluruh dunia dicapai kesepakatanbahwa yang boleh melakukan endoskopiadalah seorang dokter anak yang telah274Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


SupriatmoGambaran Endoskopi Gastrointestinal…mengikut pendidikan tambahan di dalambidang gastroenterologi anak dan selanjutnyamengikuti latihan endoskopi di bawahpengawasan endoskopis anak di sentra yangtelah memenuhi syarat dan mempunyaifasilitas yang lengkap. Fasilitas yang harusdilengkapi meliputi alat sedasi lengkap denganresusitasi, alat monitoring tekanan darah,denyut nadi dan saturasi oksigen. Banyaksentra yang melakukan endoskopi di ruangoperasi yang dianggap telah mempunyai alatpendukung yang lengkap, terutama untukmengatasi kedaruratan yang mungkin timbulselama prosedur dilakukan. 11-13Indikasi endoskopi saluran cerna bagianatas: 1,3,6,81. Penyakit gangguan asam lambung.2. Sangkaan inflamasi mukosa.3. Nyeri epigastrium.4. Hematemesis atau melena5. Sakit menelan atau sulit menelan6. Tertelan bahan kaustik atau benda asing7. Muntah berulang8. Terapi intervensi: kauterisasi, dilatasistriktur, ekstraksi benda asing.Indikasi kolonoskopi: 3,5,7,101. Perdarahan saluran cerna2. Diare kronik3. Sangkaan Inflammatory Bowel Disease(IBD)4. Survey keganasan5. Terapi intervensi: polipektomi, ekstraksibenda asing, dilatasi striktur, kauterisasiKontraindikasi absolut 1,2,8,91. Sangkaan perforasi usus2. Peritonitis akutKontraindikasi relatif 4,6,7,111. Gangguan perdarahan dan/atau gangguantrobosit2. Neutropenia3. Pasien dengan risiko perforasiPenelitian ini dilakukan untuk mengetahuiperkembangan endoskopi anak di Medan, sertamelihat penyakit-penyakit gastrointestinal yangsering pada anak secara endoskopi danhistopatologi.METODEPenelitian ini dilakukan secara retrospektifdengan melihat catatan pasien yangberkunjung ke Rumah Sakit H.Adam Malik,Rumah Sakit Dr.Pirngadi dan Rumah SakitSarimutiara Medan selama periode Juli 2005 –Juni <strong>2007</strong> yang dilakukan pemeriksaanendoskopi baik untuk saluran cerna bagianatas maupun kolonoskopi dengan berbagaiindikasi. Endoskopi dilakukan di Rumah SakitSarimutiara Medan, dengan sedasi dan padaanak-anak yang tidak koperatif dilakukanendoskopi di bawah anastesi umum. Selamamelakukan endoskopi seorang perawat terlatihmelakukan pemantauan terhadap tanda-tandavital dan dilakukan pemantauan terhadapsaturasi oksigen pasien. Pasien yang akan diendoskopi dipersiapkan oleh perawatendoskopi bekerja sama dengan perawatruangan rawat inap maupun rawat jalanDepartemen Ilmu Kesehatan Anak.HASILTabel 1.Karakteristik subjek penelitianEndoskopi saluran cerna atas Kolonoskopi(n=41) (20)Jenis kelaminLaki-laki 23 13Perempuan 18 7Usia (tahun)2 – 5 11 45 – 10 20 13> 10 10 3Status giziGizi kurang 9 10Gizi baik 25 8Gizi lebih 7 2Selama periode penelitian dilakukanendoskopi pada 61 orang anak yang terdiridari 41 anak dilakukan endoskopi salurancerna bagian atas dan 21 anak dilakukankolonoskopi. Dari Tabel 1 terlihat bahwaendoskopi lebih banyak dilakukan pada anaklaki-laki dibanding anak perempuan.Sedangkan kelompok usia terbanyak adalahusia 5-10 tahun sebanyak 33 dari 61 anakyang dilakukan pemeriksaan endoskopi salurancerna. Umumnya Status gizi pada anak yangdilakukan pemeriksaan endoskopi salurancerna bagian atas adalah gizi baik, namunsebaliknya pada anak yang dilakukanpemeriksaan kolonoskopi terdapat gizi kurangsebanyak 10 dari total 20 kasus yang diperiksa.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 275


Karangan AsliTabel 2.Indikasi endoskopi saluran cerna bagian ataspada subjek penelitianN=41Muntah 4Hematemesis 5Melena 4Sakit Perut Berulang 11Sakit menelan 3Regurgitasi 2Sakit ulu hati 5Refluks gastroesofagus 3Asites 2Tertelan benda asing 2Indikasi endoskopi saluran cerna bagian atasyang terbanyak adalah sakit perut berulangsebanyak 11 kasus, diikuti hematemesis dan sakitulu hati masing-masing sebanyak 5 kasus. Padakasus anak dengan asites dilakukan endoskopisaluran cerna bagian atas untuk melihat adanyavarises esofagus yang berhubungan dengankelainan di vena porta. Pada penelitian inidilakukan endoskopi pada 2 kasus untuk melihatadanya benda asing yang tertelan dan sekaligusdilakukan ekstraksi benda asing. Benda asing yangtertelan adalah uang logam Rp 100 pada seoranganak usia 5 tahun dan bakteri jam digital ukuransedang pada seorang anak usia 4 tahun.Tabel 3.Indikasi Kolonoskopi pada subjek penelitianN=20BAB berdarah 6Diare kronis 4Hematokesia 2Polip 1Disentri berulang 3Sakit sewaktu BAB 4Dari Tabel 3 terlihat bahwa indikasikolonoskopi yang terbanyak adalah BABberdarah sebanyak 6 kasus, kemudian diikutidiare kronis dan sakit sewaktu BAB masingmasingsebanyak 4 kasus. Pada satu kasusdilakukan kolonoskopi atas indikasi keluarnyapolip bertangkai dari lubang anus dan seringberdarah.Table 4.Diagnosis subjek penelitian berdasarkan hasilendoskopi saluran cerna bagian atasN=41Esofagitis 12Gastritis 8Gastroesofagitis 3Bulbonitis 1Duodenitis 4Gastroduodenitis 2Infeksi H. pylori 4Ulkus peptikum 3Varises esofagus 2Benda asing 2Tabel 5.Diagnosis subjek penelitian berdasarkan hasilkolonoskopiN=20Proktitis 8Kolitis 5Hemoroid 4Polip 3Dari Tabel 5 terlihat bahwa diagnosisberdasarkan hasil pemeriksaan kolonoskopiterbanyak dijumpai proktitis sebanyak 8 kasusdiikuti kolitis 5 kasus, hemoroid 4 kasus dandijumpai polip tunggal pada 3 kasus. Keluhanpada kasus dengan polip adalah BAB berdarahdan sakit sewaktu BAB. Pada kasus denganpolipektomi dianjurkan dilakukan polipektomi.Walaupun banyak laporan yang menyatakanbahwa polip dapat terputus sendiri (selfamputated) tapi masalahnya kita tidak bisamemastikan kapan polip itu putus sendirisementara keluhan pasien umumnyamembuat orang tua dan anaknya cemas.DISKUSIPada penelitian ini, hasil pemeriksaanendoskopi saluran cerna bagian atas yangterbanyak adalah esofagitis sebanyak 12 kasus,diikuti gastritis sebanyak 8 kasus, sertaduodenitis dan infeksi H. pylori masingmasing4 kasus. Diagnosis infeksi H. pyloriberdasarkan hasil biopsi dan pemeriksaanhistopatologi. Dugaan ini infeksi kuman iniberdasarkan hasil pemeriksaan Urea breathtest positif. Keluhan penderita adalah sakitperut berulang dan tidak sembuh denganpengobatan standar. Setelah dilakukaneradikasi H. pylori dengan triple drug yaitukombinasi omeprazol, amoksillin danklaritromisin selama dua minggu pasienmenunjukkan perbaikan klinis yang sangatnyata. Sayangnya keluarga pasien menolakuntuk dilakukan pemeriksaan endoskopi ulangataupun urea breath test dengan alasankeluhan sudah hilang. Pada kasus denganasites ditemukan varises esofagus derajat satupada kedua kasus sehingga tidak dilakukanligasi dan dianjurkan kontrol 3 bulan lagiuntuk melihat keadaan varises esofagus.Pengalaman penulis selama melakukankolonoskopi tidak menjumpai adanya IBD(Inflammatory Bowel Disease) sepertipenyakit Chron maupun kolitis ulseratif.276Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


SupriatmoGambaran Endoskopi Gastrointestinal…Beberapa sentra lain di Indonesia melaporkanadanya kasus IBD pada anak-anak Indonesia.Okello dkk 8 , melakukan endoskopi pada135 orang anak dengan indikasi nyeriepigastrium (67.4%), dispepsia (11.9%), sakitperut berulang (3%) dan muntah (3%).Mendapatkan hasil bahwa diagnosis terbanyakadalah ulkus duodenum (14.8%) dan gastritis(12.6%). Miller dkk 9 , melakukan penelitianpada penderita infeksi HIV dan menyatakanbahwa tidak ada parameter gastrointestinal,nutrisi ataupun imunologis yang dapatmemprediksi hasil endoskopi secara signifikan.Tatalaksana medis secara nyata berubah pada70% anak setelah didapatkan hasilpemeriksaan endoskopis. Penelitian inimengambil suatu kesimpulan bahwaendoskopi merupakan alat yang bergunauntuk menterapi langsung ulkus peptikumdan infeksi dari saluran cerna bagian atasdengan infeksi HIV. Gejala gastrointestinalspesifik tidak dapat dijadikan sebagaiprediktor abnormalitas hasil pemeriksaan.Pemakaian antibiotik pada pasien yangdilakukan endoskopi masih banyakdipertanyakan. Kesepakatan yang dibuatmenyatakan bahwa antibiotik diberikan padakasus-kasus risiko tinggi menderitaendokarditis. Sebagai contoh endoskopi padapenderita kelainan katup jantung. Antibiotikjuga diberikan pada kasus-kasus yang berisikomengalami bakteremia transien seperti padakasus striktur esofagus, ligasi varisesesophagus.Prosedur pemeriksaan endoskopimemberikan kecemasan bukan hanya kepadaanak tetapi juga orang tua dan bahkan seluruhanggota keluarga. Perlu dicari metode yangefektif untuk mengurangi kecemasan ini.Pornthawee dkk 10 , melaporkan dari hasilpenelitian mereka bahwa persiapan pasiendengan menjelaskan prosedur teknispemeriksaan memakai ilustrasi visual dapatsecara signifikan mengurangi kecemasan anakdan orang tua. Penjelasan dengan metode iniefektif pada anak usia di atas lima tahun.Penelitian lain memberikan penjelasan kepadapasien dan orang tua dengan menunjukkangambar-gambar prosedur endoskopi, danmendapatkan hasil bahwa anak dan orang tuamenjadi lebih koperatif sewaktu dilakukanprosedur pemeriksaan. Pemantauan terhadaptanda vital terutama jantung dan paru mutlakdilakukan selama pemeriksaan. Banyaklaporan yang menyatakan bahwa frekuensidenyut jantung dan saturasi oksigen menurunselama pemeriksaan. Pemberian oksigenselama pemeriksaan berlangsung mutlakdilakukan untuk mengurangi risiko selamapemeriksaan berlangsung.Pemberian lidokain topikal masihkontroversi penggunaannya pada anak karenaumumnya endoskopi dilakukan di bawahsedasi atau anastesi umum. Masalahnyabeberapa negara hanya mengizinkanpenggunaan sedasi seperti profopol oleh ahlianastesi. Kenyataannya memang lebih amanjika selama prosedur berlangsung juga diawasioleh ahli anastesi, dan operator endoskopi bisafokus melakukan pekerjaannya, tetapitentunya akan menambah biaya yang padaakhirnya akan memberatkan pasien. Kraussdkk 11 , manajemen rasa sakit sakit dankecemasan pada anak yang akan dilakukanpemeriksaan untuk tujuan diagnostik maupunterapetik di luar kamar operasi telah dikenalselama 15 tahun terakhir ini. Banyaknya alatmonitor non-invasif, shortacting opioids, danantagonist benzodiazepine memungkinkanklinisi untuk memberikan sedasi secara aman.Tujuan prosedur sedasi adalah untukmengontrol rasa sakit, kecemasan dan gerakandengan aman dan efektif. Abu-Shahwan dkk 12 ,melakukan penelitian dengan menggunakankombinasi propofol dan remifentanil sebagaisedasi pada anak yang akan dilakukanpemeriksaan endoskopi dan mengambil suatukesimpulan bahwa kombinasi propofol danremifentanil aman, efektif dan bisa diterima.Gyepes dkk 13 , mendapatkan kenyataanbahwa endoskopi fiberoptik merupakan alatbantu diagnosis yang lebih akurat untukmelihat lesi mukosa superfisial dibandingpemeriksaan barium konvensional. Padapemeriksaan endoskopi, gambaran dankarakter mukosa bias dipelajari. Areahiperemis, merah dan mudah terjadiperdarahan merupakan tanda kuat adanyainflamasi, dan gambaran ini berhubungan eratdengan hasil pemeriksaan histopatologi.Kavin dkk 14 , melaporkan bahwa tidaksemua lesi penyebab perdarahan bisa dilihatdengan endoskopi standar. Untungnya untukmengatasi sekarang sudah ada wireless capsuleendoscopy yang bisa dipergunakan untukmelihat lesi pada daerah yang tidak bisa dilihatMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 277


Karangan Aslidengan endoskopi standar. Wireless capsuleendoscopy sudah banyak dipergunakan padapasien dewasa sedangkan pada pasien anakmasih jarang dipakai. Usia termuda yangpernah dilakukan pemeriksaan denganwireless capsule endoscopy adalah seoranganak perempuan usia 2.5 tahun denganmelena berat yang tidak terdeteksi denganpemeriksaan endoskopi standar, barium danangiografi mesenterium.Endoskopi masih merupakan pilihanuntuk mendiagnosis adanya infeksi H.pylorinamun harus didukung oleh ahli patologi yangmampu mengenali adanya H.pylory. Padabeberapa kasus dengan urea breath test positiftidak ditemukan kuman H.pylori dari hasilbiopsi. Sehingga beberapa penulis memilihmelakukan pemeriksaan urea breath test daripada harus dilakukan endoskopi yangmerupakan pemeriksaan invasive dan terbataspada rumah sakit tertentu saja.Penelitian ini mengambil kesimpulanbahwa endoskopi merupakan suatu alat bantudiagnostik dan terapetik yang aman biladilakukan oleh ahli yang kompeten. Selamamelakukan endoskopi tidak dijumpaikomplikasi baik selama tindakan maupunsetelah tindakan. Kelemahannya adalah tidaksemua rumah sakit memiliki alat endoskopiyang cocok buat anak sehingga harga menjadimahal karena hanya tersedia di sentratertentu.DAFTAR PUSTAKA1. Baillie J. Gastrointestinal endoscopy. Basicprinciples and practice. Oxford:Butterworth-Heinemann Ltd, 1992.2. Hadi S, Thahir G, Daldijono, Rani A,Akbar N. Endoskopi dalam bidanggastroenterohepatologi. Jakarta: BalaiPenerbit FK UI, 1987.3. Wyllie R, Kay MH. Gastrointestinalendoscopy in infant and children. Pediatrin rev 1993;14:94. Ukarapol N, Lertprasertsuk N, Fuchs GJ,Wongsawasdi L, Sirisanthana V. Impactof gastrointestinal endoscopy on HIVinfectedchildren. Digestive endoscopy16(1):26-29.5. Kato S, Nakagawa H, Harada Y, Saito Y,Watanabe N, Abe J, et al. A clinical studyof upper gastrointestinal endoscopy inJapanese children. Pediatr Int 33(1):36-42.6. Charlton JE. Paediatric endoscopy shouldbe carried out under general anaesthesia.BMJ 1995; 311: 452-3.7. Hirota WK, Petersen K, Baron TH,Goldstein JL, Jacobson BC, Leighton JA,et al. Guidelines for antibiotic prophylaxisfor GI endoscopy. GastrointestEndosc 2003; 58(4):475-82.8. Okello TR. Upper gastrointestinalendoscopic findings in adolescents atLacor Hospital, Uganda. Afr Health Sci2006;6(1):39-42.9. Miller TL, McQuinn LB, Orav EJ.Endoscopy of the upper gastrointestinaltract as a diagnostic tool for children withhuman immunodeficiency virus infection.J Pediatr 1997; 130(5):766-73.10. Pornthawee R, Nuthapong U. Effect ofSystematic Psychological PreparationUsing Visual Illustration Prior toGastrointestinal Endoscopy on theAnxiety of Both Pediatric Patients andParents. J Med Assoc Thai 2006; 89(2):231-5.11. Krauss B, Green SM. Sedation andanalgesia for procedures in children.NEMJ; 342(13):938-45.12. Abu-Shahwan I, Mack D. Profopol andremifentanil for deep sedation in childrenundergoing gastrointestinal endoscopy.Paediatr Anaesth <strong>2007</strong>; 17(5):460-3.13. Gyepes MT, Smith LE, Ament ME.Fiberoptic Endoscopy and UpperGastrointestinal Series: ComparativeAnalysis in Infants and Children. Am JRoentgenol 128:53-56, January 1977.14. Kavin H, Berman J, Martin TL, FeldmanA, Forsey-Koukol K. Successful WirelessCapsule Endoscopy for a 2.5-Year-OldChild: Gastrointestinal Bleeding FromMixed, Juvenile, Capillary Hemangioma-Angiomatosis of the Jejunum. Pediatr2006; 117; 539-543.278Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


alam Tatalaksana Konstipasi Fungsional pada AnakSupriatmoDepartemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran <strong>Universitas</strong> Sumatera Utara/RS H. Adam Malik MedanMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 279


Tabel 1.Kriteria diagnosis konstipasi fungsional 3,4Mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini, palingsedikit 12 minggu, boleh tidak berurutan, selama satutahun:1. Rasa sakit > 1⁄4 defekasi;2. Feses keras atau bulatan-bulatan kecil > 1⁄4 defekasi;3. Rasa tidak puas setelah defekasi > 1⁄4 defekasi;4. Rasa ada sumbatan/ganjalan di anorektal > 1⁄4defekasi5. Manuver manual untuk melancarkan defekasi > 1⁄4defekasi (e.g., evakuasi digital, meningkatkantekanan otot rongga panggul support); dan/atau6. Frekuensi defekasi < 3 kali per minggu.280Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Tabel 2.Karakteristik sampellaktulosa (n=25) laktulosa + probiotik (n=25)Jenis kelaminLaki-laki 14 15Perempuan 11 10Umur2-5 tahun 18 166-10 tahun 4 6> 10 tahun 3 3Status giziGizi kurang 5 6Gizi baik 15 17Gizi lebih 5 2Tabel 3.Hasil pengobatan berdasarkan pemantauan bentuk dankonsistensi feseslaktulosa (n=25) laktulosa + probiotik (n=25) pBristol fecal scaleTipe 1 – 2 7 6 0.081Tipe 3 – 6 17 15 0.074Tipe 7 1 4 0.055Bermakna jika p < 0.05Table 4.Kekambuhan antara kelompok laktulosa dengan laktulosadan probiotiklaktulosa (n=17) laktulosa + probiotik (n=15)PeriodeSatu bulan 6 7Tiga bulan 10 8Enam bulan 12 8Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 281


282Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 283


284Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


TINJAUAN PUSTAKAImmunonutrition, Konsep, dan KontroversiHarun AlrasyidDepartemen Ilmu Gizi FK-USU MedanMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 285


Infeksi dan traumaProliferasi sel-T HematopoiesisEFEK METABOLIKDemam,anoreksia, protein fase akut,Perubahan metabolisme Cu, Zn, FePenguatan pertahanan antioksidanProteolisis otot, lipolisis,glukonenogenesisProduksi NO & radikal bebasSitokin proinflamasi(IL1,TNF,IL6)MODULASI & AKTIVASI SISTIM IMUNIL2 IL3 IL4 IL6Nutrien & molekulpendukungPerubahan kelas-Ig KemotaksisGambar 1. Interaksi immunonutrition, prosesinfeksi, dan trauma(modifikasi dari Grimble, Nutr.1998)Ternyata bahwa immunonutritionberkaitan erat dalam perjalanan klinis pasiencritically ill maupun yang menjalani tindakanpembedahan, kondisi mana sering membutuhkannutrisi tambahan menggunakan jalur enteralmaupun parenteral. 6,9,10Bagaimanapun masih ada perbedaangender dalam hal respons imun dan hasil akhirperjalanan klinis pemberian immunonutrition,khususnya pada pasien yang mendapat traumamaupun pasien bedah yang dirawat diruangintensip. 10NUTRISI DAN SISTEM IMUNTelah diketahui adanya penekanan fungsiimun pada pasien yang tergolong critically ill.Respon metabolik terhadap stres, trauma dansepsis berhubungan erat dengan perubahanimunologis dalam tubuh. Konsekuensi hal iniadalah dibutuhkannya dukungan nutrisi untukmemperbaiki mekanisme pertahanan tubuhdan menurunkan morbiditas. Namun hanyasedikit pengaruh dukungan nutrisi tradisionalpada fungsi imun. Sistem imun jugadipengaruhi oleh lipid dalam diet yangmerupakan prekursor eikosanoid, prostaglandindan leukotrin, sementara sintesis eikosanoiddimodifikasi oleh golongan antioksidan sepertivitamin E dan vitamin C, mineral Se dan Cu.Defisiensi Zn juga berhubungan dengankegagalan fungsi sel-T. Pada hewan percobaanyang diberikan Zn dalam jumlah sub-optimalmemperlihatkan atrofia dari timus, penurunanjumlah lekosit dalam mediator antibodi danrespons hipersensitivitas tipe lambat.Tindakan hiperalimentasi sendiri gagalmengantisipasi berkurangnya massa otot sertaimbangan nitrogen negatip selama kondisikritis disebabkan perbedaan respons metabolikterhadap starvasi, stres, trauma dan sepsis.Pada kenyataannya pasien yang diberikannutrisi parenteral total (TPN) lebih mungkinmengalami penyulit infeksi dibanding nutrisienteral. Hal ini didasari oleh proses patologiinfeksi nosokomial pada critically ill sertaatrofi dari gut-associated lymphoid tissue(GALT) pada pemberian TPN. 6,11Dikemukakan bahwa target potensial bagiimmunonutrtion adalah fungsi barier mukosausus, pertahanan selular serta inflamasi lokaldan sistemik. 9Fisiologis, daerah yang berbedadari sistem gastrointestinal terdiri dari tipe selselyang sama seperti eptel,limfositik,microfold M, dan monosit/makrofag, dimanapengaturannya dipengaruhi oleh faktorlingkungan. Aktivitas regional seperti alurnutrien, pemecahan molekul besar menjadilebih kecil untuk memudahkan penyerapan,absorbsi protein, vitamin, trace element, air,penyimpanan sisa pencernaan, adalah hal-halyang mempengaruhi respons imun selulardalam beberapa tingkatan. 12Pada kondisi klinis lain dapat ditemukansindrom yang kompleks dari kakeksiamalignansi sebagai kontributor utamamorbiditas dan mortalitas pasien dengankeganasan lanjut. Faktor-faktor yang berperantermasuk perubahan metabolik yangmenghasilkan hipermetabolisme dan anoreksiasehingga menurunkan asupan makanan; dalamhal mana suplemen oral gagal menaikkanberat badan bila gangguan metabolisme tidakdikoreksi. Beberapa mediator yangbertanggung jawab pada perubahan initermasuk sitokin proinflamasi, sistemneuroendokrin serta beberapa faktor tumorspesifik seperti proteolysis inducing factors(PIF). Asam eikosapentaenoik (EPA),golongan n-3 fatty acid, memiliki efekantitumor dan anti kakeksia pada murinedengan adenocarcinoma colon melalui inhibisiPIF. 13,14 Juga dikemukakan penurunanbermakna produksi IL-6, kenaikan konsentrasiinsulin dan penurunan ekskresi PIF pada286Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Harun AlrasyidImmunonutrition, Konsep, dan Kontroversikelompok penderita keganasan pankreasdengan kakeksia. Dalam hal ini terjadinormalisasi beberapa perubahan metaboliksehubungan proses keganasan yang mencegahkenaikan berat badan. 15KOMPONEN DARI IMMUNONUTRITIONBeberapa substansi yang digolongkansebagai immunonutrition diantaranya adalah:arginin, glutamin, branched chain amino acids(BCAA),omega-3 fatty acids eicosapentanoicacid (EPA), nukleotida, antioksidan, serta”immunonutrien” lain seperti trace mineralseng (Zn), taurin maupun karbohidrat. 8,16-19Kombinasi dari beberapa atau keseluruhannutrien dimaksud tersedia dalam nutrisienteral ”standar”. Sebagian mengandungkombinasi arginin, n-3 fatty acid dannukleotida; sementara formula lainnya terdiridari kombinasi nutrien-nutrien ini denganglutamin dan BCAA atau kombinasi arginindan n-3 fatty acid. Studi meta-analisisimunonutrition ini pada kasus bedah ataupada pasien critically ill tidak menunjukkanpengaruh bermakna pada mortalitas; hal manamasih mengundang kontroversi. Formulauntuk nutrisi parenteral juga memilikikomponen glutamin atau asam lemak n-3. 9Komponen individual dari immunonutritiondilaporkan memiliki atau dapat memperkuatbeberapa aspek fungsi imun selular serta dapatmemodifikasi produksi mediator prosesinflamasi. 9,20Dikemukakan bahwa prevalensi infeksidan angka mortalitas pada pasien wanitaternyata lebih rendah dibanding pria.Mekanisme yang menerangkan hal ini belumjelas walau ada hipotesa bahwa subsitusiarginin pada wanita meningkatkan sekresigrowth hormon tiga kali lebih banyakdibanding pria serta hiperglikemia, sehinggamemberi efek negatip terhadap perjalananklinis. Growth hormone diketahui memberipengaruh langsung pada fungsi imun. Disamping itu suplemen arginin yang bersamaandengan peningkatan interleukin-1 (IL1) padawanita (dibanding pria) dapat menimbulkankenaikan produksi nitric oxide (NO)berlebihan sehingga memunculkan gambaranklinis dari systemic inflammatory responsesyndrome atau sepsis. 6,10 Arginin jugamemperkuat fagositosis neutrofil dan adhesisel polimorfonuklear, mendorong produksiNO untuk modulasi imun. Proses penguatanini bersifat protektif, berbeda dengan responssitotoksik yang dibangkitkan oleh makrofagsehingga menghasilkan superoksida. 7,20Selainitu suplemen arginin pada pasien pascabedahmemberi pengaruh positif pada sel-T danpenyembuhan luka, terutama dengankonsentrasi > 12 g/L. 8Glutamin merupakan prekusor sintesisnukleotida, juga penting sebagai sumberenergi yang penting bagi sel-sel, termasukepitel gastrointestinal,limfosit,fibroblas danretikulosit. Dalam kondisi normal, glutaminadalah asam amino non-esensial. Sementarapada pasien katabolik, glutamin merupakanconditionally essential nutrient. Studi terkaitmenunjukkan peranan glutamin dalamperbaikan atrofi mukosa akibat nutrisiparenteral dalam waktu lama, perbaikanfungsi imun sistemik dan usus, mengurangiepisode translokasi bakteri dan sepsis klinis.Dari suatu studi meta-analisis dikemukakanpenurunan kejadian infeksi pada pasien bedahmaupun critically ill dengan suplemenglutamin. Pada penelitian lain dikemukakanterjadinya penurunan mortalitas padapemberian glutamin jumlah besar melaluijalur nutrisi parenteral. 22Diketahui bahwasubstansi ini bersifat tidak stabil dalam larutannutrisi parenteral dan banyak didapati padaformula nutrisi enteral. 19Proporsi diet normal yang berasal dariprotein hewani,susu dan kacang-kacanganmengandung 1-2 gram nukleotida/hari.Kebanyakan formula nutrisi enteral tidakmemiliki kandungan nukleotida. Penelitianpada hewan percobaan memperlihatkankegagalan respons imun serta berkurangnyadaya tahan terhadap infeksi yang diberikandiet bebas nukleotida dibanding yangmemperoleh nutrisi mengandung nukleotida.Dikemukakan bahwa penambahan EPA danasam dokosaheksaenoik (DHA) kedalamformula nutrisi enteral dapat menurunkanmediator proinflamasi pada pasien yangmendapat stres. Pada model hewan percobaandengan luka bakar yang diberi substansi inijuga dapat mengurangi komplikasi infeksi. 19Masih ditemukan kontroversi efek golongan n-3 fatty acid terutama EPA, sebagai sediaanantikakeksia. 23Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 287


Tinjauan PustakaKebanyakan formula immunonutritionmengandung nitrogen, vitamin A, vitamin E,vitamin C serta mineral Se dan Zn. Datapenelitian menunjukkan bahwa vitaminantioksidan serta mineral memberi arti positifpada critically ill. 19Mineral Zn pentingperanannya dalam mempertahankan fungsiimun, mendorong penyembuhan luka danmempertahankan integritas mukosa usus.Terdapat asosiasi antara defisiensi Zn denganpenurunan konsentrasi IGF-1 dan penurunankecepatan sintesis protein sehinggadiindikasikan pada kasus critically-ill denganmemonitor konsentrasinya pada serum. 8,19,22INDIKASI DAN WAKTU PEMBERIANIMMUNONUTRITIONImmunonutrition dapat menurunkanprevalensi penyulit infeksi walau tidakberhubungan dengan keseluruhan angkamortalitas.Ini merupakan suatu dilema.Bagaimanapun efek pemberian substrat initergantung pada jenis intervensi, populasipasien dan metodologi yang digunakan. 22Bertolini et al. 24 melaporkan bahwaimunonutrition enteral dibanding nutrisiparenteral, berhubungan denganmeningkatnya mortalitas bila diberikan padapasien sepsis. Dari penelitian lain juga tidakmenemukan efek menguntungkan padaoutcome parameter klinik oleh pemberianimunonutrition terhadap populasi umumdiruang rawat intensip. 10Di tengah kontroversi dan dilema yangberkembang, dari studi kepustakaan makaimmunonutrition masih merupakan indikasipada kondisi klinis berikut. 8,24-26a. Pasien yang menjalani pembedahan padakeganasan abdomen, terutama yang sudahmengalami kekurangan nutrisi, baik pramaupunpasca bedah.b. Pasien ruang rawat insensip dengan skorAPACHE 10-20c. Pasien dengan multi trauma.Untuk memperoleh hasil maksimal dariformula immunonutrition dimaksud,dianjurkan beberapa persyaratan di antaranya:a. Kandungan arginin sebaiknya lebih dari 12g/liter sediaan.b. Lama pemberian lebih dari dari 3 hari(antara 5 – 10 hari)c. Menggunakan pipa nasogastrik untuk jalurpemberian secara periodik setiap 4 – 6 jamdan menilai toleransi gaster dari jumlahresidu maksimal sebanyak 200 ml.d. Pencapaian tujuan optimal pemberiannutrisi berupa ≥ 800 ml formulaenteral/hari dengan asumsi pemenuhankebutuhan energi 25 Kal/kg.Suatu penelitian prospektif terbarudengan desain randomized placebo controlledtrial bertujuan untuk melihat efekimmunonutrition pada masa penggunaanventilator, lamanya rawat inap pada ruangintensif serta insidens infeksi pascabedahsetelah pembedahan aneurisma aortatorakoabdominal. Diketahui bahwa prosedurini berhubungan dengan tingginya morbiditasdan mortalitas mengingat manifestasikomplikasi seperti gagal ginjal, paraplegia dangagal nafas. Pada penelitian ini kepada pasiendiberikan suplemen oral di samping dietnormal, dimulai pada 5 hari sebelum tindakanbedah. Setelah pembedahan, dilanjutkanpemberian protokol nutrisi melalui pipanasogastrik hingga jalur enteral dapatdigunakan. Pada kelompok kontrol diberikannutrisi isokalori dan isonitrogen. Belumdiketahui bagaimana hasil akhir penelitianyang masih berlangsung hingga saat ini. 27KESIMPULANBahwa pada pada kondisi trauma danperioperatip, immunonutrition dapatmengurangi penyulit infeksi walau daribeberapa penelitian masih ditemukankontroversi tentang pengaruhnya pada angkamortalitas maupun kondisi sepsis. Beberapapenelitian masih menunjukkan adanyaperbedaan dalam hal penggunaan jalurimmunonutrition antara enteral danparenteral. Sangat memungkinkan dukungannutrisi yang lebih dini dengan formula yangdapat mempengaruhi imunitas padaperjalanan klinis penyakit dan memberikannyadalam jumlah lebih besar untuk mendapatkanmanfaatnya. Studi kepustakaan masihmenunjukkan manfaatnya pada pasien yangdirawat di ruang intensip dengan kondisi klinisakut, proses keganasan maupun kasus bedahtertentu dimana diharapkan adanyapenurunan prevalensi infeksi danberkurangnya masa rawat inap.288Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Harun AlrasyidImmunonutrition, Konsep, dan KontroversiDAFTAR PUSTAKA1. Bengmark S. Ecoimmunonutrition: Achallenge for the third millenium.Nutrition 1998; 14; 563-72.2. Cunningham-Rundles, Lin DB. Nutritionand the immune system of the gut.Nutrition 1998; 14,573-9.3. Wärnberg J, <strong>No</strong>va E, Moreno LA, RomeoJ, Mesana MI, Ruiz JR. Inflammatoryproteins are related to total andabdominal adiposity in a healthyadolescent population: the AVENAStudy. Am Jour Clin Nutr2006:84(3):505-12.4. Lampe JW, Rock CL. Biomarkers andbiological indicators of change. InCoulston AM, Rock CL., Monsen ER(eds) Nutrition in the prevention andtreatment of disease. Academic Press: SanDiego 2001.5. Grimble RF.Nutritional Modulation ofcytokine biology. Nutrition 1998; 14:634-9.6. O’Leary MJ, Coakley JH. Nutrition andimmunonutrition. Br. J. Anaesth 1996; 77:118-27.7. Evoy D, Lieberman MD, Fahey III TJ,Daly JM. Immunonutrition: The role ofarginine. Nutrition 1998; 14; 641-7.8. McCowen KC, Bistrian BR.Immunonutrition: problematic orproblem solving? Am J Clin Nutr 2003;77:764-70.9. Calder PC. Immunonutrition (editorials).BMJ 2003; 327;117-8.10. Kieft H, Roos AN, van Drunen, BindelsAJGH,Bindels JG, Hofman Z. Clinicalout-come of immunonutrition in aheterogeneous intensive care population.Intensive Care Med 2005; 31:524-3211. Stanga Z, Allison S.Nutrition in theeldery. In Sobotka L, Allison SP, Fürst Pet al (eds) Basics in clinical nutrition 2 ndEd. Publ.House Galen-Prague. 2002, 215-34.12. Cunningham-Rundles S. Nutrition andthe immune system of the gut. Nutrition1998; 14:573-9.13. Alexander JW. Immunonutrition:The roleof ω -3 fatty acids.Nutrition 1998;14;627-33.14. Fearon KCH, von Meyenfeldt MF, MosesAGW, van Geenen R, Roy A, Gouma DJet al.Effect of a protein and energy densen-3 fatty acid enriched oral supplementon loss of weight and lean tissue in cancercachexia: a randomised double blindtrial.Gut 2003;52: 1479-86.15. Barber MD, Fearon KCH, Tisdale MJ,NcMillian DC, Ross JA. Effect of a fishoil-enriched nutritional supplement onmetabolic mediators in patients withpancreatic cancer cahexia. Nutrition andCancer 2001, <strong>40</strong>(2), 118-24.16. Redmond HP, Stapleton PP, Neary P,Bouchier-Hayes D. Immunonutrition:The role of taurine.Nutrition 1998;14;599-604.17. Klassen P, Fürst P, Schulz C, MazariegosM, Solomons NW. Plasma free amino acidconcentrations in healthy Guatemalanadults and in patients with classic dengue.Am J Clin Nutr 2001; 73:647-52.18. Melis GC, van Leeuwen PAM, van derFlier BME, Goedhart-HiddingsAC,Uitdehaag BMJ, van Schinjndel RJMSet al. A carbohydrate-rich beverage priorto surgery prevents surgery-inducedimmunodepression: a randomized,controlled, clinical trial. JPEN 2006; 30,21-6.19. Krenitsky J. Immunonutrition-fact, fancyor folly? In Parrish CR (Series Ed.)Nutrition isues in gastroenterology.Practical Gastroenterology 2006, 47-68.20. Stechmiller JK, Childress B, Porter T.Arginine immunonutrition in critically illpatients: a clinical dilemma. Am JourCritical Care 2004; 13:17-23.21. Duggan C, Gannon J, Walker WA.Protective nutrients anf functional foodsfor the gastrointestinal tract. Am J ClinNutr 2002; 75:789-808.22. Heyland DK, <strong>No</strong>vak F, Drover JW, JainM, Su X, Suchner U. Shouldimmunonutrition become routine incritically ill patients? A systemic review ofthe evidence.JAMA 2001, 286:944-53.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 289


Tinjauan Pustaka23. Artinian V, Krayen H, DiGiovine B.Effects of early enteral feeding on theoutcome of critically ill mechanicallyventilated medical patients. Chest2006;129:960-7.24. Bertolini G, Lapichino G, Radrizzani D,Facchini R, Simini B,Bruzzone P et al.Early enteral immunonutrition in patientswith severe sepsis (brief report). IntensiveCare Med 2003; 29:834-<strong>40</strong>.25. Fareras N, Artigas V, Cardona D, Rius X,Trias M, Gonzalez JA. Effect of earlypost-operative enteral immunonutritionon wound healing in patients undergoingsurgery for gastric cancer. ClinicalNutrition 2005:24, 55-65.26. Higgins PA,Daly BJ, Lipson AR, Guo S.Assessing nutritional statuis in chronicallycritically ill adult patients. AmericanJournal of Critical Care 2006; 15:166-77.27. van Dongen EPA, Aarts LHJ, Bras L,Brunnekreef GB.Immunonutrition andthoraco-abdominal aorta aneurysm repair.Clinical Trial. Gov. Identifier:NCT00339053. The US NationalInstitutes of Health (current study phaseIV) <strong>2007</strong>.file:http///D:/copy%20from%20my document cited June, 8, <strong>2007</strong>.290Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Lp(a), Suatu Faktor AtherotrombotikT. Helvi MardianiDepartemen Biokimia Fakultas Kedokteran<strong>Universitas</strong> Sumetera UtaraMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 291


292Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Lp(a), Suatu Faktor Atherotrombotiksemestinya dapat mengikat fibrin(nogen) yangkaya lysine. Suatu interaksi yang menghalangiproteolisis fibrinolitik normal oleh plasmin.Akibatnya, menunjukkan peran Lp(a) sebagaisuatu agen patologis. 1Ada banyak pendapat yang bertentangantentang apakah Lp(a) berikatan denganreseptor LDL. Ballantyne dan kawan-kawanmenunjukkan bahwa baik spesies Lp(a)dengan berat molekul besar maupun keciltidak berkompetisi dengan LDL pada reseptorLDL, kenyataannya Lp(a) memperbesarpengambilan reseptor LDL pada beberapakasus. Lp(a) didapati kurang efektif menekanHMG-CoA reduktase dibanding LDL. Akantetapi Lp(a) tereduksi yang diisolasi dari apoa, mempunyai perilaku seperti LDL.Penelitian ini memberi kesan bahwa Lp(a)memperbesar pengambilan LDL oleh sel danbahwa Lp(a) tereduksi (Lpa - ), bila terbentukin vivo akan berkompetisi dengan LDL padareseptor LDL. 5Komponen protein pada Lp(a) lebihbanyak mengandung N-galaktosamin, N-glukosamin, galaktosa, dan asam sialatdibanding LDL. Tiga subfraksi utama Lp(a)telah diisolasi dan dikarakterisasi menurutkandungan asam sialatnya, fraksi kaya asamsialat (I), fraksi sedang (II) dan fraksi yangkurang kandungan asam sialatnya (III).Penelitian ini menunjukkan bahwa dariketiganya, fraksi yang kurang kandungan asamsialatnya (III) menyebabkan akumulasiterbesar esterkholesteril dalam sel makrofage,sedangkan fraksi kaya asam sialat (I)menyebabkan akumulasi terkecil. Bila residuasam sialat dipisahkan dari fraksi Imenggunakan neuraminidase, fraksi inimengakumulasi estercholesteril dengan kadarsama dengan fraksi III, peristiwa yang samajuga terjadi pada molekul LDL. 5, 8Usaha yang cukup keras juga dilakukanuntuk mengidentifikasi regio pada apo a danapo B 100 yang membentuk jembatandisulfida. Residu cystein ke <strong>40</strong>57 apo a, suatusekuensi ulangan yang mirip dengan lokasi ke3991 sampai <strong>40</strong>68 pada kringle 4 plasminogen(PGK4), membentuk jembatan disulfidadengan residu cystein ke 3734 pada apo B100. Interaksi antara kedua protein tersebutlebih dari sekedar ikatan kovalen. 5SINTESA DAN DEGRADASISuatu penelitian terhadap DNA inti etniskaukasian didapati 19 lokus genotipe apo a,yang kemudian disekuensi dan diperoleh suatukesimpulan bahwa gen apo a berperan sebesar91% terhadap variasi kadar Lp(a) plasma,dimana 69% diantaranya dipengaruhi jumlahulangan kringle IV dan 22% sisanya adalahperan dari sekuensi cis-acting dari gen apo a. 9Sejalan dengan penelitian di atas Raderdan kawan-kawan melakukan penelitianterhadap beberapa orang sehat yang memilikiisoform apo a sama tetapi mempunyai kadarLp(a) plasma berbeda. Menggunakan Lp(a)plasma yang dilabel dengan 131 I, menunjukkanbahwa variasi kadar Lp(a) plasma antarindividu tersebut disebabkan adanyaperbedaan kecepatan pembentukan Lp(a).Lebih jauh penelitian ini dilanjutkan denganmembandingkan katabolisme in vivo apo aberbeda ukuran, diperoleh kesimpulan bahwatidak ada perbedaan bermakna dari kecepatankatabolisme isoform apo a tersebut, danditemukan pula allele spesifik untuk isoformapo a berukuran kecil, dua kali lebih banyakdari allele untuk isoform apo a berukuran10, 11lebih besar.Liver adalah tempat utama dan mungkinsatu-satunya tempat pembentukan Lp(a),seperti juga lipoprotein plasma lain padaumumnya kecuali kilomikron. 3 Terdapatbukti-bukti eksperimental dari kulturhepatosit, yang menunjukkan pengikatankompleks apo a-apo B 100 berlangsungintraseluler dan kompleks tersebut bergabungke Lp(a) sebelum molekul ini disekresi.Terdapatnya bukti bahwa baik estercholesterildan trigliserida yang ada pada Lp(a) muncul diplasma, menimbulkan suatu pertimbanganbahwa setidaknya ada dua jalur sintesisberbeda yaitu intrasel dan ekstrasel yangmungkin dikontrol oleh regulasi yang berbedapula. 4Penelitian in vitro terhadap sintesis Lp(a)dengan menginkubasi apo a rekombinanbersama dengan LDL yang secara fisikkimiawitidak berbeda dari Lp(a) plasmaditubuh, didapati dua tahapan dalam prosessintesa tersebut, didahului terbentuknyaikatan salah satu kringle dari apo a keresidulysine apo B yang kemudian diikuti denganterbentuknya jembatan disulfida antaraMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 293


Tinjauan Pustakacystein ke <strong>40</strong>57 kringle IV tipe 9 dengancystein ke 3734 LDL. 12Degradasi dari Lp(a) masihmembingungkan dan masih diperdebatkan.Menurut beberapa penelitian, reseptor LDLtidak terlibat atau kalaupun terlibat hanyadalam tingkat yang minimal dan mungkintidak memberi kontribusi dalam jalur utamakatabolisme Lp(a). Pada lima pasien denganhipercholesterolemia familial homozygoteyang hanya sedikit atau bahkan tidak memilikiaktivitas reseptor LDL, tidak mengalamipenurunan katabolisme Lp(a), sehinggadisimpulkan secara fisiologis jalur reseptorLDL tidak berperan penting dalamkatabolisme Lp(a). 13Disisi lain, Floren dan kawan-kawan sertaHofmann dan kawan-kawan menunjukkanbahwa Lp(a) utuh berikatan dengan affinitastinggi terhadap reseptor LDL. Hofmann dankawan-kawan juga menunjukkan bahwa padamencit transgenik yang sangat tinggipembentukan reseptor LDL nya, dengan cepatmembersihkan Lp(a) dari sirkulasi. 4Suatu penelitian terhadap kultur selfibroblast yang mengekspresikan reseptorVLDL manusia, ternyata memperantaraiendositosis Lp(a) dan meningkatkan14degradasinya dalam lisosom. Sedangkanpada penelitian lainnya menunjukkan bahwaapo a rekombinan dan Lp(a), keduanya dapatberikatan dengan makrofage melalui reseptorkhusus dengan affinitas yang tinggi. Interaksitersebut menyebabkan pembentukan sel-selbusa dan menjadi lokalisasi Lp(a) dalam plakatherosklerosis. 15, 3Penelitian oleh Rath dan kawan-kawanserta Cushing dan kawan-kawan menunjukkanbahwa Lp(a) dapat berakumulasi pada dindingarteri dan vena, yang mengesankan bahwapartikel ini dapat menembus endoteliumdengan mekanisme tidak diperantarai reseptoratau disebut dengan pinositosis. Bila ini bisaditerima, proses transport ini dapatdipengaruhi oleh ukuran dan densitasLp(a). 16.17FAKTOR RISIKO PENYAKITKARDIOVASKULERBanyak penelitian epidemiologimenunjukkan bahwa kadar Lp(a) plasma yangtinggi, berhubungan dengan meningkatnyarisiko untuk mendapat penyakitkardiovaskuler atherosklerotik (ASCVD).Beberapa penelitian itu menyebutkan bahwakadar Lp(a) plasma tinggi adalah faktor risikobebas dari penyakit ini. Meskipun mekanismepatogenesanya belum diketahui dengan pasti.Dengan alasan struktural yang dimilikinya,maka Lp(a) dianggap memiliki aktivitassebagai proatherosklerotik dan protrombotik. 1Peroksidasi lipid pada partikel LDL olehradikal oksigen dianggap sebagai salah satumekanisme terbentuknya plak atherosklerosis. 3Pada penelitian yang membandingkanresistensi Lp(a) dengan LDL terhadap oksidasioleh radikal oksigen yang dibentuk dariradiolisa sinar γ, didapati bahwa Lp(a) lebihresisten. Peroksidasi lipid pada Lp(a)menyebabkan pemecahan reduktif apo a dariLp(a) yang kemudian dianggap bahwaresistensi Lp(a) tersebut dikarenakanterdapatnya apo a. Pada penelitian initampaknya LDL lebih bersifat atherogenikdibanding Lp(a). 18Partikel Lp(a) bukan ligand yang baikterhadap LDL reseptor, maka dianggap Lp(a)diambil oleh reseptor scavenger danmenyebabkan akumulasi cholesterol dalammakrofage dan membentuk sel-sel busa yangmerupakan precursor proses atherosklerosis.Meskipun demikian pada kultur sel sejauh initidak mendukung konsep tersebut, sepertiyang pernah dilakukan pada sel-sel makrofagedari monosit darah manusia. Penelitian olehHaberland dan kawan-kawan menunjukkanbahwa Lp(a) yang residu lysine nyadimodifikasi dengan malonyldialdehydedengan mudah diambil dan didegradasi olehmakrofage. Kesimpulan ini tetap berpegangpada konsep umum bahwa LDL termodifikasiadalah faktor atherogenik. Dengan demikiansesuai mekanisme yang ditunjukkan tersebut,peningkatan kadar LDL dan Lp(a) plasmaakan memperbesar risiko atheroklerosis. 19Kemungkinan lain adalah partikel Lp(a)dapat menembus endotelium melaluimekanisme yang tidak diperantarai reseptor.Penelitian oleh Rath dan kawan-kawan danCushing dan kawan-kawan diinterpretasiberdasar konsep ini, pengamatan keduanyamenunjukkan, Lp(a) jaringan pembuluh daraharteri dan vena secara mengejutkan tidakdidegradasi dan menumpuk di ekstraselular.294Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


T. Helvi Mardiani Lp(a), Suatu Faktor AtherotrombotikSedangkan dari pengamatan cushing saja,jumlah Lp(a) yang berakumulasi di venatersebut, proporsional dengan kadar Lp(a)16, 17, 4plasma.Bukti adanya Lp(a) dalam jumlah yangrelative besar menembus endotelium,mungkin difasilitasi oleh pengaruh langsungLp(a) terhadap fungsi endotel. Bila Lp(a)telah masuk kedalam dinding arteri, partikeltersebut akan berinteraksi dengan matriksekstrasel seperti glikosaminoglikan,proteoglikan dan lain-lain, mengalamimodifikasi kimia dan menjadi molekul yangakan didegradasi oleh makrofage yangditangkap melalui reseptor scavenger. 4Penelitian di banyak laboratoriummenunjukkan bahwa in vitro, partikel Lp(a)berkompetisi dengan plasminogen dalamikatan plasminogen ke fibrinogen denganaktivasi yang diperantarai streptokinase dari20, 21plasminogen manusia. Penelitian lainmenunjukkan bahwa Lp(a) berkompetisidengan plasminogen untuk berikatan denganreseptor plasminogen di sel endotel sehinggamembentuk trombus. 22Pada percobaan in vitro, dijumpai bahwaLp(a) meningkatkan sintesis PAI-1(plasminogen aktivator inhibitor-1) oleh selendotel, yang merupakan penghambat utamasistem fibrinolisis. 23Didalam sirkulasi, α2antiplasmin yang menginhibisi plasmin,ditekan oleh fibrin, fragmen fibrinogen danprostaglandin tetapi ditingkatkan oleh Lp(a)yang berinteraksi dengan fibrin atau fragmenfibrinogen. 24 Peristiwa ini menjadi mekanismelain bagaimana Lp(a) mengagalkan fibrinolisis.Semua aksi yang ditunjukkan Lp(a) ini, bilaberlangsung in vivo dapat menjadi faktorprotrombotik. Lebih jauh, kemungkinan Lp(a)diambil dan didegradasi oleh makrofage,menyebabkan Lp(a) dapat bertumpukbersama fibrin pada lapisan intima jaringandan membentuk kompleks, sehingga sekaligusmenjadi faktor atherogenik. 4Kadar Lp(a) plasma yang tinggi jugamenyebabkan proliferasi sel-sel otot polosdinding arteri, yang mengawali pembentukanplak. Lp(a) mungkin mempengaruhi aktivitasberbagai substansi yang menghambatpertumbuhan, yang normalnya menekanpembelahan sel pada dinding arteri. 1KESIMPULANUraian di atas menunjukkan peran Lp(a)sebagai faktor athero dan trombotik sekaligus,masing-masing karena karakteristiknya yangseperti LDL dan sifat Apo a nya yang sepertiplasminogen. Kadar Lp(a) plasma yang tinggimenjadi sangat penting untuk menjadi faktorpatogenik tersebut, di samping juga spesiesLp(a), yang kaya ester cholesteril (CE Lp(a))atau kaya trigliserida (TG Lp(a)). MeskipunLp(a) menunjukkan perannya sebagai faktorpatogenik yang bebas, tetapi ada banyak faktorlain yang juga memberi kontribusi. Penelitianyang menguraikan kemungkinan adanya peranpositif yang dimiliki Lp(a) sangatlah kurang.Masih dibutuhkan banyak penelitianpenelitiantingkat seluler untuk dapatdijadikan pegangan klinik dalam menentukanpatogenesa dari partikel Lp(a) tersebut. Perludiingat bahwa konsentrasi Lp(a) plasma yangtinggi harus ada untuk menjadi faktorpatogenik.DAFTAR PUSTAKA1. McKee T, McKee JR. Lipids andMembranes. In: The Molecular Basis ofLife, 3 rded. McGraw-Hill, New York.2003.2. Gauhatz JW, Ghanem KI, Guevara JJr,Nava ML, Patsch W, Morrisett JD.Polymorphic forms of humanapolipoprotein(a): inheritance andrelationship of their molecular weights toplasma level of lipoprotein(a). J LipidRes. 1990. 31: 603-13.3. Champe PC, Harvey RA. Cholesterol andSteroid Metabolism In: Biochemistry. 2 nded. Lippicont Williams & Wilkins,Philadephia. 1994.4. Scanu AM, Fless GM. Lipoprotein(a):heterogeneity and biological relevance. JClin Invest. 1990. 85: 1709-15.5. Ballantyne CM, Chan L, Guevara JJr,Morrisett JD, Mims MP, Gotto AMJr.Recent advances in lipoprotein andatherosclerosis research at Baylor Collegeof Medicine: apolipoprotein B,lipoprotein(a), and transplantationarteriopathy. Texas Heart Institutejournal. 1994. 21: 48-55.Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 295


Tinjauan Pustaka6. Hajjar KA, Gavish D, Breslow JL,Nachman RL. Lipoprotein(a) modulationof endothelial cell surface fibrinolysis andits potential role in atherosclerosis.Nature. 1989. 339: 303-5.7. McLean JW, Tomlinson JE, Kuang W,Eaton DL, Chen EY, Fless G, et al. cDNAsequence of human apolipoprotein(a) ishomologous to plasminogen. Nature.1987. 330: 132-7.8. Orekhov AN, Tertov VV, Sobenin IA.Sialic acid content of human low densitylipoproteins affect their interaction withcell receptors and intracellular lipidaccumulation. J Lipid Res. 1992. 33: 805-17.9. Boerwinkle E, Leffert CC, Lin J, LacknerC, Chiesa G, Hobbs HH. Apolipoprotein(a) gene accounts for greater than 90% ofthe variation in plasma lipoprotein(a)concentrations. J Clin Invest. 1992. 90:52-60.10. Rader DJ, Cain W, Zech LA, Usher D,Brewer HBJr. Variation in lipoprotein(a)concentrations among individuals withthe same apolipoprotein(a) isoform isdetermined by the rate of lipoprotein(a)production. J Clin Invest. 1993. 91: 443-7.11. Rader DJ, Cain W, Ikewaki K, Talley G,Zech LA, Usher D, et al. The inverseassociation of plasma lipoprotein(a)concentrations with apolipoprotein(a)isoform size is not due to differences inLp(a) catabolism but to differences inproduction rate. J Clin Invest. 1994. 93:2758-63.12. Frank S, Durovic S, Kostner GM.Research communication: structuralrequirements of apo-a for the lipoproteinaassembly. Biochem J. 1994. 304: 27-30.13. Rader DJ, Mann WA, Cain W, Kraft HG,Usher D, Zech LA, et al. The low densitylipoprotein receptor is not required fornormal catabolism of Lp(a) in humans. JClin Invest. 1995. 95: 1<strong>40</strong>3-8.14. Argraves KM, Kozarsky KF, Fallon JT,Harpel PC, Strickland DK. Theatherogenic lipoprotein Lp(a) isinternalized and degraded in a processmediated by the VLDL receptor. J ClinInvest. 1997. 100(9): 2170-81.15. Zioncheck TF, Powell LM, Rice GC,Eaton L, Lawn RM. Interaction ofrecombinant apolipoprotein (a) andlipoprotein (a) with macrophages. J ClinInvest. 1991. 87: 767-71.16. Rath M, Niendorf A, Reblin T, Dietel M,Krebber HJ, Beisiegel U. Detection andquantitation of lipoprotein (a) in thearterial wall of 107 coronary bypasspatients. Arteriosclerosis. 1989. 9: 579-92.17. Cushing GL, Gaubatz JW, Nava ML,Burdick BJ, Bocan TMA, Guyton JR, etal. Quantitation and localization ofapolipoprotein (a) and B in coronaryartery bypass vein grafts resected at reoperation.Arteriosclerosis. 1989. 9: 593-603.18. Beaudeux JL, Albert MG, Delattre J,Legrand A, Rousselet F, Peynet J.Resistance of lipoprotein (a) to lipidperoxidation induced by oxygenated freeradicals produced by γ radiolysis: acomparison with low density lipoprotein.Biochem J. 1996. 314: 277-84.19. Haberland ME, Fless G, Scanu AM,Fogelman AM. Modification of Lp(a) bymalondialdehyde leads to avid uptake byhuman monocyte-macrophages.Circulation.1989. 80: 161-3.20. Loscalzo J, Weinfeld M, Fless GM, ScanuAM. Lipoprotein(a), fibrin binding andplasminogen activation. Arteriosclerosis.1990. 10: 2<strong>40</strong>-5.21. Edelberg JM, Gonzalez-Gronow M, PizzoSV. Lipoprotein(a) inhibits streptokinasemediatedactivation of humanplasminogen. Biochemistry. 1989. 28:2370-4.22. Andy W. Lipoprotein(a), faktor risikopenyakit jantung koroner dan stroke.Forum Diagnosticum. 1995. <strong>No</strong> 1: 1-8.23. Edelberg JM, Reilly C, Pizzo SV. Theinhibition of tissue type plasminogenactivator by plasminogen activatorinhibitor-1. The effect of fibrinogen,heparin, vitronectin and lipoprotein(a). JBiol Chem.1991. 4: 2459-65.24. Edelberg JM, Pizzo SV. Lipoprotein(a)promotes plasmin inhibition by 2-antiplasmin. Biochem. J. 1992. 286: 79-84.296Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Aldy S. RambeDepartemen Neurologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik MedanAbstrak: Kejadian stroke pada anak relatif lebih jarang dijumpai dibanding pada orang dewasa.Beberapa penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa insidensnya berkisar antara 2,5-2,7 per100.000 anak/tahun. Pada anak, 55% kasus disebabkan oleh stroke iskemik dan 45% sisanya olehstroke hemoragik. Perbedaan yang paling mendasar dari stroke pada anak dengan stroke padadewasa adalah bahwa faktor risiko stroke pada anak sangat beragam. Faktor risiko stroke padaanak yang paling sering adalah penyakit jantung kongenital. Gejala yang ditimbulkan oleh strokepada penderita anak-anak dapat berbeda dengan pada orang dewasa Diagnosa stroke ditegakkanberdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik/neurologis yang teliti, serta dilengkapi denganpemeriksaan penunjang yang diperlukan. Prognosa stroke tergantung pada jenis stroke, lokasi lesi,usia penderita dan proses patologis yang mendasarinya.Kata kunci: stroke, anak, faktor risikoAbstract: Stroke in children is relatively less frequent than in adult.Several epidemiologicalstudies shows that the incidence is between 2.5-2.7 per 100.000 children/year. In children, 55%of strokes are ischemic and the rest 45% are hemorrhagic. The stroke risk factors in children aremore various than adult. The most common risk factor in children is congenital heart disease. Inchildren, stroke may cause different symptoms and signs. Diagnosis are made based on clinicalinterview, neurological examination, laboratory and radiological examinations. Prognosis isdepend on type of stroke, lesion location, age of stroke patient, and underlying pathologicalmechanisms.Keywords: stroke, children, risk factorsPENDAHULUANStroke pada anak relatif lebih jarangdijumpai bila dibanding dengan pada orangdewasa. Kasus stroke yang terjadi padaneonatus, anak-anak dan dewasa muda hanyaberjumlah kurang dari 5% dari seluruh kasusstroke 1 . Sekalipun perhatian yang diberikanoleh para ahli neurologi terhadap keadaan initelah semakin besar, sayangnya sebagian besarpenelitian mengenai stroke pada anak-anakmasih bersifat deskriptif 2 . Sebelumditemukannya teknik pencitraan otak yangmodern seperti head CT-scan dan brain MRI,serta teknik pencitraan jantung yang canggih,sejumlah anak dikelompokkan ke dalamkelompok acute hemiplegia of the childhood,tanpa terlalu memperhatikan kemungkinanbahwa hal tersebut dapat disebabkan olehstroke.Gejala yang ditimbulkan oleh stroke padapenderita anak-anak dapat berbeda denganpada orang dewasa 1 . Pada periode neonatus,stroke dapat bermanifestasi berupa kejang.Sedangkan pada masa bayi, gejala stroke dapatberupa preferensi tangan secara dini yangpatologis. Di samping itu, penyebab gangguanserebrovaskuler pada anak sangat beragam dantidak ada satu pun faktor risiko yangmenonjol 2 . Apalagi sekalipun teknikdiagnostik non invasif telah berkembang pesat,ternyata masih cukup banyak dokter yangterbatas pengetahuannya mengenai gangguanserebrovaskuler pada anak.DEFINISIMenurut WHO, 1986, stroke adalahtanda-tanda klinis yang berkembang cepatakibat gangguan fungsi otak fokal (atauglobal), dengan gejala-gejala yang berlangsungselama 24 jam atau lebih, atau menyebabkankematian, tanpa adanya penyebab lain yangjelas selain vaskuler 3 .Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 297


Tinjauan PustakaKEJADIANInsidens stroke yang terjadi pada anakrelatif sama. Menurut Abram dkk, beberapapenelitian epidemiologis menunjukkan bahwainsidensnya berkisar antara 2,5-2,7 per100.000 anak/tahun 4,5 . Angka ini hampir samadengan yang ditemukan oleh Broderick dkk(2,7/100.000anak/tahun) 6, dan Schoenbergdkk (2.52/100.000anak/tahun) di Rochester,Minnesota, 1,2,6 . Di Kanada, insidensnya relatiflebih kecil yaitu 1,2/100.000anak/tahun.Sedangkan menurut Nelson Textbook ofPediatrics, insidensnya 1-3/100.000anak/tahun 2 .Schoenberg dkk juga menemukan bahwainsidens untuk stroke hemoragik adalah1,89/100.000anak/tahun, sedangkan untukstroke iskemik 0,63/100.000anak/tahun1,2 .Pada anak, 55% kasus disebabkan oleh strokeiskemik dan 45% sisanya oleh strokehemoragik, sedangkan pada orang dewasa 80%kasus adalah stroke iskemik 1 .Stroke dapat terjadi pada anak usia berapasaja. Insidens tertinggi dijumpai pada usia < 2tahun, dan kemudian menurun sesuai denganpertambahan usianya. Tidak dijumpaiperbedaan yang bermakna antara kedua jeniskelamin 7 .FAKTOR RISIKOMungkin, perbedaan yang palingmendasar dari stroke pada anak dengan strokepada dewasa adalah bahwa faktor risiko strokepada anak sangat beragam. Misalnya, penyakitjantung kongenital dan sickle cell diseaseadalah penyebab stroke yang sering dijumpaipada anak, sedangkan aterosklerosis jarang.Penyebab stroke pada anak yang paling seringadalah penyakit jantung kongenital 8 . Padasekitar 20% kasus stroke pada anak, penyebabpasti tidak diketahui 2 .Faktor risiko stroke pada anak-anak adalah 2,9 :1. Penyakit jantunga. kongenital: defek septum ventrikular,defek septum atrial, patent ductusarteriosus, stenosis aorta, stenosismitral, prolaps mitral, coarctatioaortae, rhabdomioma jantung, defekjantung kongenital kompleks,penyakit jantung kongenital sianotiktermasuk right-to-left shunt.b. Penyakit jantung yang didapat:penyakit jantung rematik, katupjantung buatan, endokarditis Libman-Sacks, endokarditis bakterial,kardiomiopati, miokarditis, miksomaatrial, aritmia, Kawasaki disease,emboli paradoksikal melalui patentforamen ovale.2. Kelainan hematologisHemoglobinopati: Sickle cell (SS) disease,Sickle (SC) disease, polisitemia, leukemia/limfoma, trombositopeni, trombositosis,gangguan koagulasi darah sepertidefisiensi protein C, defisiensi protein S,faktor V Leiden, defisiensi antitrombinIII, antikoagulan lupus, pil kontrasepsioral, kehamilan dan post partum,disseminated intravascular coagulation(DIC), hemoglobinuria nokturnalparoksismal, inflammatory bowel disease,defisiensi C2 serum kongenital, gangguanfungsi hati dengan defek koagulasi,defisiensi vitamin K, antibodiantikardiolipin.3. Proses inflamasiMeningitis: viral, bakterial, tuberkulosis;infeksi sistemik: viremia, bakterimia,infeksi lokal pada kepala dan leher;inflamasi yang diinduksi olehpenyalahgunaan obat: amfetamin, kokain;penyakit autoimun seperti Lupuseritematosus sistemik, artritis rematoidjuvenil, arteritis Takayasu, mixedconnective tissue disease, poliarteritisnodosa, vaskulitis SSP primer, sarkoidosis,sindrom Behcet, granulomatosis Wegener,dermatomiositis, hemolytic uremicsyndrome.4. Gangguan/kelainan metabolisme yangmenimbulkan vaskulopatiHomosisteinuria, pseudoxanthomaelasticum, Fabry disease, defisiensi sulfitoksidase, kelainan mitokondrial: MELAS(mitochondrial encephalomyopathy, lacticacidosis and stroke), sindrom Leigh.,defisiensi transkarbamilase ornitin,sindrom Ehlers-Danlos, malignantatrophic malignant, defisiensi reduktaseNADH-CoQ.5. Proses vaskuler intraserebralRuptur aneurisma, malformasi arteriovenous(AVM), displasia fibromuskular arterial.,298Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Aldy S. RambeStroke pada Anakpenyakit Moyamoya, migren, vasospasmepasca perdarahan subarakhnoid,telangiektasi hemoragik herediter,sindrom Sturge-Weber, diseksi arterikarotid, pasca varisella, agenesis atauhipoplasia arteri karotis interna atau arterivertebralis, keracunan ergot.6. Trauma dan penyebab eksternal lainnya.Penyiksaan anak, trauma kepala/leher,trauma oral, emboli cairan amnion/plasental, emboli lemak, air atau bendaasing, Ligasi karotid (terapi ECMO,extracorporeal membrane oxygenation),oklusi vertebra akibat rotasi leher yangtiba-tiba, diseksi arterial pasca trauma,trauma tumpul pada arteri di servikal,arteriografi, posttraumatic carotidcavernous fistula, defek koagulasi dengantrauma minor, trauma intrakranialpenetrans.7. Penyakit vaskuler sistemik: hipertensisistemik, deplesi volume atau hipotensisistemik, hipernatremia, sindrom venacava superior, diabetes mellitus.PATOFISIOLOGI 9Stroke IskemikBila terjadi obstruksi/oklusi pembuluharteri serebral oleh emboli maupun trombus,aliran darah ke bagian otak yang diperdarahiarteri tersebut, baik korteks maupunsubstansia albanya, akan berkurang secaradrastis, atau bahkan dapat terhenti samasekali. Akibatnya terjadilah iskemi di daerahtersebut, yang bila berlanjut dapat berubahmenjadi infark. Pada infark hemoragik, areayang terlibat, umumnya substansia grisea,mengalami kongesti disertai perdarahanptekial. Sedangkan pada infark pucat, yangbiasanya melibatkan substansia alba, jaringanterlihat pucat diserta edema. Pada kedua jenisinfark ini, secara mikroskopis terlihat nekrosisjaringan otak yang masif, terutama di bagiantengah infark. Semakin ke pinggirkerusakan/nekrosis yang terjadi semakinringan. Proses perbaikan dimulai pada hari ke-4 atau 5, yang dimulai dengan infiltrasipolimorfonuklear, yang dilanjutkan olehfagosit mononuklear, yang memfagositosissemua hasil disintegrasi seluler dan mielin.Selanjutnya daerah yang rusak akan digantikanoleh hipertrofi dan hiperplasia astrosit.Stroke HemoragikPerdarahan intraserebral terjadi sebagaiakibat dari adanya defek di dinding pembuluhdarah serebral, akibat trauma, akibat malformasivaskuler atau sekuner terhadap hipertensisistemik. Darah yang keluar dari pembuluhdarah ini dapat memasuki ruang subarakhnoidatau ke dalam parenkim, atau ke dalam sistemventrikel otak. PSA disertai oleh meningitisaseptik dan gangguan aktifitas serebrovaskuler.Pada stroke hemoragik, defisit neurologis yangterjadi merupakan akibat dari perusakan jaringanotak oleh darah atau akibat adanya darah didalam ruang subarakhnoid. Darah di dalamruang subarakhnoid, khususnya di sisternabasalis, dapat menginduksi terjadinyavasospasme. Vasospasme yang berlanjut dapatmenyebabkan terjadinya infark serebri sekunder,yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakanjaringan otak.GEJALA KLINIS 7PERIODE PRENATAL, PERINATALDAN NEONATALa. Stroke IskemikStroke yang terjadi pada periode prenataldiketahui dari pemeriksaan ultrasound inutero dan pencitraan dini pada neonatusyang memperlihatkan adanya infark yangterjadi sebelum lahir. Pada neonatus yangmengalami infark prenatal, pemeriksaanfisik tidak terlalu bermanfaat dan awalnyasering menunjukkan hasil yang normal.Infark prenatal atau neonatal padaneonatus dapat tetap asimptomatikwalaupun lebih sering menimbulkan gejalakejang. Kejang biasanya dimulai pada usia8-72 jam, dengan tipe bervariasi, termasukkejang umum klonik atau kejang fokal.Setelah penderita mulai mengalamikejang, ia dapat mengalami hipotoniumum persisten atau episodik. Padaneonatus, hemiparese sering belum dapatdideteksi pada pemeriksaan fisik,sekalipun pada pemeriksaan CT-scankepala atau ultrasound telah terlihatadanya infark. Gejala lain yang lebih beratadalah hipotoni yang tiba-tiba, letargi dankoma, yang biasanya dijumpai padapenderita yang disertai DIC.Daerah otak yang dialiri arteri serebrimedia merupakan daerah yang palingMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 299


Tinjauan Pustakasering mengalami infark, sedangkan infarkpada daerah arteri serebri anteriorkhususnya dijumpai pada iskemi global.Infark di daerah arteri serebri posteriorpaling jarang dijumpai. Pada ketigaperiode ini, 75-80% infark terjadi dihemisfer kiri.b. Trombosis Vena SerebralPencitraan resonansi magnetik (MRI)merupakan pemeriksaan yang bermanfaatuntuk mengidentifikasi trombosis venaserebral pada neonatus yang sebelumnyasehat. Hal ini terjadi pada usia 1-90 hari(umumnya 3-7 hari) dengan gejala letargidan/atau kejang. Pada CT scan dapatterlihat patchy hemorrhages di gangliabasalis, talamus dan substansia alba.Trombosis vena dapat terjadi pada anakyang menderita dehidrasi, sepsis,polisitemia dan koagulopati, atau dapatpada anak yang sebelumnya dalamkeadaan sehat.c. Stroke HemoragikPerdarahan serebral yang paling seringdijumpai pada neonatus adalahperdarahan matriks germinalis yangdijumpai pada bayi prematur. Neonatusprematur dan aterm juga dapat mengalamisemua jenis perdarahan intrakraniallainnya.Perdarahan subarakhnoid (PSA) primermungkin merupakan perdarahanintrakranial yang paling sering dijumpaipada neonatus aterm. Patogenese PSAprimer ini belum diketahui secara jelas.PSA ringan dapat tidak menimbulkangejala apapun. Bila lebih berat, dapatdijumpai kejang, biasanya satu atau duahari setelah lahir pada neonatus aterm.Yang terberat dan jarang terjadi dapatmenimbulkan kematian dengan cepat, danbiasanya disertai riwayat asfiksia perinatalyang berat.Perdarahan intraserebral (PIS) tanpadisertai perdarahan intraventrikulerumumnya hanya dijumpai pada neonatusaterm dan tidak berhubungan dengantrauma maupun asfiksia. Gejala berupakejang, fokal atau umum, hemiplegi,hipotoni. Penyebab terjadinya PIS termasukkoagulopati, malformasi vaskuler,aneurisma serebral dan perdarahan padatumor kongenital atau infark serebral.Periode Kanak-Kanak (Childhood)a. Stroke IskemikAnak-anak, terutama yang berusia kurangdari 2 tahun, lebih sering mengalamikejang pada saat terjadinya hemiparese,bila dibandingkan dengan orang dewasa.Hemiparese merupakan defisit neurologisyang paling sering dijumpai. Defisitneurologis lainnya, seperti defisit lapanganpandang, gangguan pergerakan, gangguankognitif dan fungsi luhur lainnya termasukbahasa, dapat ditemukan berdiri sendiriatau bersamaan dengan hemiparese. Sakitkepala dapat terjadi segera sebelum atausegera setelah terjadinya parese.b. Stroke HemoragikGejala perdarahan serebral pada anakmenyerupai gejala pada orang dewasa.Gejala dapat berupa nyeri kepala hebat,defisit neurologis fokal atau penurunankesadaran. Penyebab stroke hemoragikyang paling sering adalah ruptur AVM.Penderita dengan AVM sering mempunyairiwayat sakit kepala atau kejangsevblumnya. Hematoma intraparenkimallebih sering dijumpai daripada PSA.PROSEDUR DIAGNOSTIKDiagnosa stroke ditegakkan berdasarkananamnesa dan pemeriksaan fisik/neurologis yangteliti, serta dilengkapi dengan pemeriksaanpenunjang yang diperlukan. CT-scan kepalatanpa kontras merupakan pemeriksaan bakuemas untuk menentukan jenis patologi stroke,lokasi dan ekstensi lesi, serta menyingkirkankemungkinan lesi non vaskuler 3 .Abram mengelompokkan pemeriksaanpenunjang yang dilakukan untuk menegakkandiagnosa stroke pada anak atas 4 :1. First line: diperiksa dalam 48 jam setelahmasuk rumah sakit.CT scan/MRI kepala, darah lengkaptermasuk LED, PT/PTT, elektrolit serum,kadar glukosa darah, fungsi hati, fotothoraks, ANA, urinalisis, ureum, kreatinin,urine drug screen, EKG.300Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Aldy S. RambeStroke pada Anak2. Second line: diperiksa dalam minggupertama setalah masuk rumah sakit, atasindikasi.Ekokardiografi, monitor Holter, transcranialand/or caotid doppler, MR angiogram,EEG, evaluasi hiperkoagubilitas(antitrombin III, protein C, mutasi faktorV Leiden, antibodi antifosfolipid,antikardiolipin, antikoagulan lupus), faktorreumatoid, asam amino serum, asamorganik dalam urine, kultur darah,elektroforesis hemoglobin, profilkomplemen, VDRL, laktat/piruvat,amonia, analisa cairan otak (jumlah sel,protein, glukosa, laktat) dan profil lipid.3. Third line: diperiksa secara elektif, atasindikasi.HIV, titer Lyme, titer Mikoplasma, catsratchtiters, MRI jantung, trans-esofagealekokardiografi, biopsi otot, test DNAuntuk MELAS, angiografi serebral(transfemoral), biopsi leptomening,homositein serum.PENATALAKSANAANEdema serebri terjadi sejak mulaiterjadinya stroke dan mencapai maksimaldalam 72 jam. Awalnya, edema yang terjadiadalah edema sitotoksik, yang setelah 2 atau 3hari akan terjadi edema vasogenik. Edemaumumnya dapat di atasi dengan melakukanhiperventilasi dan restriksi cairan. Secaraumum penggunaan steroid dan cairanhiperosmotik tidak direkomendasikan.Begitupun, bila gejala memburuk secaraprogresif, cairan mannitol dapat diberikanuntuk mengurangi edema serebri 4 .Penggunaan antikoagulan pada anakdengan stroke iskemik masih kontroversial,walaupun sering digunakan pada kasus dengansumber emboli yang diketahui dengan jelasatau pada evolving thrombotic stroke.Antikoagulan tidak boleh digunakan padastroke hemoragik dan pada hipertensi yangtidak terkontrol. Pemberian antikoagulanjangka panjang dengan warfarin diindikasikanpada penderita defisiensi protein C, S,antitrombin III, atau bila dijumpai antibodiantifosfolipid 4 . Warfarin merupakanantikoagulan yang paling efektif padapenggunaan jangka panjang pada anak.Indikasi utamanya adalah penyakit jantung,hiperkoagubilitas, diseksi arterial, dantrombosis sinus duralis 2 . Aspirin dosis rendahsering dipergunakan, walaupun penelitianterkontrol pada anak yang mendukungnyabelum dilakukan 4 . Dosis aspirin 2-3mg/kgBB/hari dapat diberikan untukmemperoleh efek anti agregasi platelet,walaupun efektifitasnya masih dapatdiperdebatkan 2 . Penggunaan low mollecularweight heparin (LMWH) pada anak yangmenderita stroke iskemik, terbukti efektif,aman dan ditoleransi dengan baik9 .Penggunaan heparin sebaiknya dibatasi padaanak dengan risiko tinggi untuk mengalamistroke berulang dan dengan risiko perdarahansekunder yang rendah. Untuk loading dosediberikan heparin 75 unit/kgBB intra vena,diikuti 20 unit/kgBb/jam untuk anak usialebih dari 1 tahun (atau 28 unit/kgBB/jam.Terapi akut untuk iskemi serebralumumnya bersifat suportif dan membutuhkanpenanganan di ruang perawatan intensif.Oksigenasi, keseimbangan cairan dan elektrolit,kejang dan infeksi harus diperhatikan dengansungguh-sungguh. Bila penyebabnya dapatdiidentifikasi, terapi harus ditujukan kepadapenyebab yang mendasarinya, misalnyatransfusi darah berulang pada penderita strokedengan sickle cell disease, pemberianimunosupresan pada vaskulitis, dan evakuasihematom intrakranial 4,9 . untuk usia di bawah1 tahun) dengan target APTT 60-85 detik.Belum ada penelitian berskala besar mengenaipenggunaan heparin pada anak dengan strokeiskemik. Pemberian LMWH pada anakdilakukan dengan dosis 1 mg/kgBB/dosissubkutan sebanyak 2 dosis dengan interval 12jam, sedangkan pada neonatus dosisnya 1,5mg/kgBB/12 jam 2 . Pada penderita sickle celldisease, exchange transfusion dilakukan secaraperiodik karena dapat menurunkan risikomengalami stroke iskemik. Laporan mengenaipengunaan terapi trombolitik secara dini padaanak dengan memberikan tissue plasminogenactivator (tPA) masih sangat terbatas sehinggabelum dapat dinilai efektifitasnya pada anakyang menderita stroke iskemik 2,4 .Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 301


Tinjauan PustakaPROGNOSAPada anak, prognosa stroke tergantungpada jenis stroke, lokasi lesi, usia penderitadan proses patologis yang mendasarinya 7 .Stroke hemoragik lebih sering menimbulkankematian daripada stroke iskemik. Setelah 1bulan sejak terjadinya stroke, 60-80%penderita stroke hemoragik dapat bertahan,sedangkan penderita stroke iskemik 85-95%.Pada stroke iskemik dapat terjadi late death,dalam waktu 2 tahun setelah terjadinyastroke, sering diakibatkan oleh intractableseizure. Defisit neurologis, dalam berbagaiderajat, dijumpai pada 75% penderita infarkserebri. Gejala sisa pasca stroke, baikhemoragik atau iskemik, dapat berupa parese,gangguan pergerakan, kejang, hemianopsia,gangguan berbahasa, gangguan perilaku atauretardasi mental. Bila terjadi kejang pada saatmengalami serangan stroke akut, makaprognosanya lebih jelek dan gangguanintelektual serta perilaku yang terjadi lebihberat 4,7 .KESIMPULANStroke dapat terjadi pada masa prenatal,bayi dan kanak-kanak. Jenis stroke yangterjadi, seperti halnya pada orang dewasa,dapat berupa stroke iskemik atau strokehemoragik, walaupun dengan persentaserelatif yang berbeda. Perbedaan yang palingmendasar dengan orang dewasa adalah bahwafaktor risiko stroke pada anak jauh lebihbanyak dan lebih bervariasi. Demikian pulagejala klinisnya yang sering tidak mudahdidapatkan melalui pemeriksaan fisik/neurologis. Seperti halnya pada orang dewasa,pemeriksaan baku emas untuk stroke padaanak adalah CT scan kepala. Gejala sisa pascastroke sering berupa ketidakmampuanmotorik atau defisit kognitif. Pengetahuanyang baik tentang stroke pada anak akansangat membantu penegakan diagnosa secaradini, sehingga dapat segera diberikan terapiyang tepat, yang akhirnya dapat menghasilkanprognosa yang lebih baik.DAFTAR PUSTAKA1. Love BB, Orencia AJ, Biller J. Stroke inChildren and Young Adults: Overview, RiskFactors and Prognosis. In: Biller J, editor.Stroke in Children and Young Adults.Newton, MA: Butterworth-Heinemann;1994.p.1-14.2. The Child Neurology Society Ad HocCommittee on Stroke in Children.Recognition and treatment of Stroke inChildren. Available from: http://www.ninds.org/research/facts/stroke.htm3. Kelompok Studi Serebrovaskuler &Neurogeriatri Perdossi. KonsensusNasional Pengelolaan Stroke di Indonesia.Jakarta: Perdossi; 1999 Mei: hal. 1-11.4. Abram HS. Childhood Strokes:Evaluation and Management. Availablefrom: http://www.asha.org/research/facts/stroke.htm.5. Wiebers DO, Feigin VL, Brown Jr RD.Cerebrovascular Disease in ClinicalPractice. 1 st ed. Boston: Little, Brown andCo; 1997.p.347-56.6. Menkes JH. Textbook of ChildNeurology. 5 thed. Baltimore: Williams &Wilkins; 1995.p.702-24.7. Mathews KD. Stroke in Neonates andChildren: Overview. In: Biller J, editor.Stroke in Children and Young Adults.Newton, MA: Butterworth-Heinemann;1994.p.15-29.8. Castrogiovanni A. Special PopulationsStroke and Communication Disorders.ASHA Communication Facts. 1999 Edition.Available from: http://www.asha.org/research/facts/stroke.htm.9. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB.Nelson Textbook of Pediatrics. 16 thed.Philadelphia: WB Saunders Co.: 2000.p.1854-7.302Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


LAPORAN KASUSSubserous Uterine LeiomyomaMuhammad Rusda dan AdrianDivisi Fertilitas Endokrinologi ReproduksiDepartemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran <strong>Universitas</strong> Sumatera UtaraMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 303


304Majalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong>


Subserous Uterine LeiomyomaFigure1. Pelvic ultrasound shows a huge abdominopelvic mass, predominantly solid,<strong>No</strong>rmal-sized uterus, Both normal ovaries were not seenFigure 2. Subserous myoma, both ovariesgrossly normalFigure 3. Subserous myomaMajalah Kedokteran Nusantara <strong>Vol</strong>ume <strong>40</strong> • <strong>No</strong>. 4 • <strong>Desember</strong> <strong>2007</strong> 305

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!