12.07.2015 Views

Masalah_Mutu_Pendidikan_M.Hidayat - LPMP Sulsel

Masalah_Mutu_Pendidikan_M.Hidayat - LPMP Sulsel

Masalah_Mutu_Pendidikan_M.Hidayat - LPMP Sulsel

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

MASALAH MUTU PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAHOleh: M.<strong>Hidayat</strong>Widyaiswara <strong>LPMP</strong> Sulawesi SelatanPerbincangan mengenai pendidikan tidak pernah berhenti, apalagi berbicaramengenai mutu pendidikan di tanah air kita ini, baik daerah, Nasional bahkan telahbanyak diperbincangkan oleh masyarakat kita. Semua menjadari bahwa mutupendidikan di negara Indonesia, masih sangat jauh dari yang diharapkan. Tentunyakita boleh hanya memperbincangkan kekurangannya saja tetapi yang tak kalahpenting adalah memberikan solusi. Inilah yang menginspirasi penulis untukmenuangkan pikirannya melalui tulisan ini.Tidak dapat dipungkiri bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dariyang diharapkan, jika dibandingkan dengan mutu pendidikan di negara lain. HasilSurvey Political and Economic Rish Consultancy (PERC) yang dilakukan pada tahun2000 tentang mutu pendidikan di kawasan Asia, menempatkan Indonesia di rangking12 setingkat di bawah Vietnan.Tidak gampang memang untuk menyelesaikan masalah mutu pendidikan ditanah air, berbagai tantangan masih didepan mata kita, mulai dari persoalan siapayang mengelolah pendidikan, bagaimana pendidikan itu dikelolah, dan sejauh manaregulasi pendidikan sudah efektif dilaksanakan di sekolah, di daerah kabupaten kota,sampai dengan ketidakpastian hidup yang akan direngkuh olehi siswa-siswa maupunmahasiswa kita untuk menikmati hidup masa depan yang lebih baik setelahmenamaatkan pendidikan dengan perjuangan yang panjang di Perguruan Tinggi.Berbagai regulasi aturan dibuat oleh pemerintah pusat untuk meningkatkanmutu pendidikan di sekolah, mulai dari penetapan alokasi anggaran minimal 20 %dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran PendapatanBelanja Daerah (APBD) melalui pasal 31 ayat 4 Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, dilanjutkan dengan keluarnya Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem <strong>Pendidikan</strong> Nasional, Peraturan Pemerintan No. 19Tahun 2005 tentang Standar <strong>Pendidikan</strong> Nasional. Standar Nasional yang menjadinorma acuan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang mencakup standar;isi, proses, kompetensi lulusan, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenagakependidikan, standar pengelolaan, pembiayaan dan standar penilaian.Copyright © <strong>LPMP</strong> Sulawesi Selatan 16 Nopember 2011


Selain aturan yang dikeluarkan tersebut diatas, berbagai regulasi aturan laintelah dikeluarkan, baik aturan itu keberadaannya dibuat dalam internal kementerianpendidikan nasional maupun aturan yang dibuat dari lembaga eksternal. Peraturanyang sifatnya internal seperti Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentangguru,Permendiknas No. 15 tahun 2009 tentang standar pelayanan minimal pendidikandasar di Kabupaten/Kota, Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhanbebas kerja guru dan pengawas satuan pendidikan. Peraturan yang bersifat eksternalseperti; Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PegawaiNegeri Sipil; Permenpanrb No: 16 Thn 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru DanAngka Kreditnya, yang kesemua aturan tersebut dikeluar bertujuan untuk lahirnyaguru yang profesional.Bicara mengenai mutu pendidikan di era otonomi daerah menurut penulis,banyak faktor yang sangat mempengaruhi, tapi paling tidak ada tiga faktor besar,penulis angkat pada kesempatan ini, yaitu:Pertama; Guru kurang Profesional, Seorang pengamat pendidikan dariJepang bernama Dr. Saito menyatakan bahwa persoalan utama dari rendahnya mutupendidikan di Indonesia disebabkan oleh sedikitnya kesempatan guru untuk belajar.Keadaan ini berimplikasi luas terhadap keberadaan guru dalam melaksanakantugasnya, mulai dari persoalan penguasaan materi yang relative rendah, persiapanmengajar yang asal-asalan, penanaman konsep yang lemah pada saat mengajar,sampai pada persoalan penilaian yang tidak tuntas.Hal tersebut diatas ditambah lagi keadaan guru-guru yang mengalamikesulitan mengembangkan materi pelajaran yang disebabkan oleh kurangnya gurumelakukan riset atau pembuktian terbalik ketiga mau mengajarkan suatu materi.Guru terlalu gampang untuk masuk dikelas, walaupun pemahaman guru tersebutterhadap materi yang mau diajarkan belum dipahami secara tuntas. Contoh ketikaguru kelas satu SD mengajarkan materi matematika satu tambah satu, banyak guruyang hanya memahami hasilnya dua, padahal bila guru mengajarkan satu tambah satudengan menggunakan benda yang berbeda, maka tidak mungkin hasilnya dua. Palingtidak membutuhkan penjelasan dan seterusnya. Guru pada umumnya masih sebatasmenanamkan konsep dalam bentuk simbol dan belum banyak mengarah padapembelajaran realistis melalui penggunaan media dan bahan ajar yang dibutuhkan.demikian pula, yang berhubungan dengan persiapan merencanakan kegiatanpembelajaran yang belum dipersiapkan secara baik sampai pada penilaiannya yangbaik pula ditambah dengan lemahnya motivasi guru melalukan riset atau pembuktianCopyright © <strong>LPMP</strong> Sulawesi Selatan 16 Nopember 2011


terbalik sebelum mengajarkan satu materi, guru pada umumnyaterlalu sering masukkelas tanpa merencanakan konsep pembelajaran yang bagus, dst.Penomena yang ada di lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya, banyakguru yang masih memprihatinkan keberadaannya sebagai guru , ini dapat dilihat daripersoalan persiapan mengajarnya yang tidak dipersiapan sebagaimana tuntutankaidah yang diatur dalam standar proses ( Permen 41 tahun 2007). Mereka memilikiSilabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)namun masih copy paste temanguru lainnya, seyogianya disusun sendiri sesuai kondisi nyata disekolah atausetidaknya diadopsi dari guru lain namun disesuaikan dengan kondisi murid dansekolahnya, Kondisi lain adalah guru tidak mempersiapkan bahan ajar sertapenialainnya yang memadai sebagaimana diamanatkan dalam permendiknas nomor20 tahun 2007. Ini dilihat dari persoalan persiapan mengajar, belum dilihat daricaranya mengajar sampai bagaimana kehadirannya di sekolah.Selanjutnya pemahaman guru nanti baru datang kesekolah kalau ada jammengajar atau ada rapat disekolah ,demikian pula selesai mengajar guru-guru sudahbergerak pulang kerumah dengan alasan selesai tugas mengajar,sesungguhnya kalaumau professional pada bidang tugasnya seorang guru dapat mengatur waktu antaraselesai mengajar dan jam pulang sekolah dapat digunakan untuk membaca buku-bukuliterature atau menyusun Silabus, RPP bahkan materi ajar yang memadai dengankondisi parah lagi pada saat selesai ujian semester atau akhir semester, siswa liburdan juga guru-guru pada semua libur, dengan alasan tidak ada proses pembelajaran disekolah. Artinya apa, bahwa pemahaman guru seperti ini terbentuk sebagai akibatdari lemahnya pemahaman terhadap tugas dan tanggungjawabnya sebagai guruprofessional.Sesungguhnya waktu tesebut dimanfaatkan oleh guru untuk membuatpersiapan mengajar yang lebih baik, atau mereviev apa yang menjadi kekuranganpada pembelajaran yang telah dilakukanMereka kurang memahami mengenai keberadaan guru sebagai pegawainegeri, yang kalau mengaju pada rujukan aturanya bahwa guru sebagai pegawainegeri mempunyai kewajiban ada di satuan sekolah dalam satu minggunya palingsedikit 37.5 jam (60 menit/Jam). Guru belum memanahi mengenai tugasnya sebagaiguru professional menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 dalam bab Imengenai ketentuan umum pada pasal 1 dikatakan bahwa guru adalah pendidikanprofessional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalurpendidikan formal pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.Copyright © <strong>LPMP</strong> Sulawesi Selatan 16 Nopember 2011


Jadi memperhatikan aturan-aturan yang ada di atas, maka menurut penulisperlu diadakan sosialisasi secara lebih luas dan mebuatkan aturan yang lebih kongkritdi daerah agar, keberadaan guru betul menuju pada tugas dan fungsi yang membuatmutu pendidikan di sekolah.Persaolan kedua; berhubungan dengan regulasi penempatan pejabat birokrasidi lingkungan <strong>Pendidikan</strong> di daerah, mulai dari kepala dinasnya sebagai pejabatesalon II, kepala Bidang sebagai esalon III dan seterusnya, banyak didudukkan orangorangyang tidak kompoten dibidangnya. Ada kepala dinas pendidikan yang punyalatarbelakang sebelumnya hanya sebagai Camat, Kepala Satpol atau pemadamkebakaran. Demikian pula pengisian jabatan di bawahnya, hingga bagaimanarekrutmen pengawas sekolah yang tidak memperhatikan kompetensi bahkan yanglebih para ketika orang-orang yang ditempatkan dijabatan fungsional pengawasdirekrut dari orang yang bermasalah di sekolah atau sebagai pejabat struktural yangmengalami persoalan hukum dalam melaksanakan tugasnya. Belum cukup sampai dipengisian jabatan fungsional jabatan pengawas, rekrutmen dan penempatan kepalasekolah, sampai penerimaan calon guru sampai pada penempatannya.Kalau penempatan pengawas sekolah yang sangat tidak jelas, demikian puladi rekrutmen kepada sekolah tidak memperhatikan aturan yang ada, daerah padaumumnya menempatkan mereka berdasarkan persoalan suka tidak suka. Yang banyakmenjadi penentukan berhubungan dengan konstribusi pada saat menghadapi pilkada.Siapa yang berjasa dalam pemenangan, maka mereka itulah yang diberi kesemptanmendapatkan jabatan dan sebaliknya siapa yang berada pada tim kalah, mereka akanjadi pecundang dan bahkan harus relah kehilangan jabatan, atau tiba-tiba dijadikanguru biasa, dan tidak kalah gentingnya dibeberapa daerah ditemukan kepala sekolahyang menurut aturan 60 tahun usia pensiunnya dimutasi ke jabatan struktur yangmasa kerjanya hanya sampai dengan 56 tahun langung memasuki usia MasaPercobaan Pensiun.Regulasi yang berhubungan dengan pengembangan jabatan profesional guru,kepala sekolah dan pengawas sekolah sudah sangat jelas namun persoalan kemudianhampir semua diabaikan oleh pemegang kendali kekuasaan di daerah. Karena itu,perlu dicarikan jalan penyelesaiannya, agar semua kembali kejalan yang benarberdasarkan aturan yang ada, agar mutu pendidikan pada suatu saat dapat menjadispirit dalam membangun negara yang kita cintai ini. Marilah kita berguru dan belajarpada negara-negara yang sudah maju, bahwa tidak banyak negara di dunia yang bisaCopyright © <strong>LPMP</strong> Sulawesi Selatan 16 Nopember 2011


daerah harus memiliki Sumber Daya Manusia PNS yang memenuhi persyaratan baiksecara kuantitas maupun kualitas, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinyasecara professional. Rekrutmen sebagai suatu proses pengumpulan calon pemegangjabatan yang sesuai dengan rencana sumber daya manusia untuk menduduki suatujabatan tertentu dalam fungsi pemekerjaan (employee function) SDM-PNS selama inidiatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang PengadaanPNSsebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 danPeraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS NegeriSipil Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPemerintah Nomor 13 Tahun 2002. Meskipun sistem rekrutmen telah diatur dalamperaturan pemerintah sebagai upaya untuk menjaring SDM-PNS yang kompeten,namun dalam implementasinya belum memenuhi kebutuhan yang dapat menunjangkeberhasilan kinerja dan profesionalitas SDM-PNS. Kondisi SDM-PNS seperti antaralain perencanaan kepegawaian saat ini belum didasarkan pada kebutuhan nyata sesuaidengan kebutuhan organisasi.Copyright © <strong>LPMP</strong> Sulawesi Selatan 16 Nopember 2011

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!