12.07.2015 Views

Indonesia - KontraS

Indonesia - KontraS

Indonesia - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

mengajukan proposal bahwa penghilangan paksa merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 26Penghilangan paksa akhirnya masuk dalam Statuta Roma sebagai [Pasal 7(i)] salah satu elemen kejahatandari kategori kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Namun perlu dicatat bahwapenghilangan orang secara paksa (enforced disappearance of persons) sebagai salah satu elemen kejahatanterhadap kemanusiaan (crimes against humanity) harus dilakukan “sebagai bagian dari serangan yangmeluas atau sistematik diarahkan terhadap suatu penduduk sipil dengan pengetahuan atas serangantersebut”. 27 Ketentuan ini menjelaskan bahwa cakupan kejahatan (penghilangan paksa) dalam juridiksiMahkamah Pidana Internasional (ICC) hanya yang terjadi dalam situasi khusus (mencakup masa perangmaupun damai) atau memiliki suatu “elemen kontekstual (contextual elements)”, yaitu yang dilakukan secarameluas atau sistematik diarahkan terhadap suatu penduduk sipil, dan pelakunya punya pengetahuanakan serangan tersebut. Sudah terdapat 45 Negara di dunia yang melakukan kodifikasi di tingkat nasionalkejahatan penghilangan paksa yang bersifat sistematik dan meluas semacam ini, termasuk <strong>Indonesia</strong>dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Jumlah ini jauh melampaui kodifikasi“kejahatan penghilangan paksa yang biasa”. 28 Jurisdiksi ICC tidak bisa menjangkau tindakan-tindakankejahatan penghilangan paksa yang tidak tercakup dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan (tidakyang bersifat meluas atau sistematik yang diarahkan terhadap suatu penduduk sipil). Selain itu jurisdiksiICC menjangkau tanggung jawab individual di mana pelakunya juga mencakup aktor-aktor non-negara,yang dalam Statuta Roma disebut sebagai ”organisasi politik (political organisation)”. 29Konvensi bagi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa sendiri menegaskan (Pasal 5)“praktik penghilangan paksa yang meluas atau sistematik merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,sebagaimana didefinisikan dalam hukum internasional yang berlaku dan akan menarik konsekuensikonsekuensiyang diatur dalam hukum internasional yang berlaku tersebut”. Artinya, secara implisitKonvensi ini mengakui adanya pembedaan antara tindakan-tindakan penghilangan paksa denganpraktik penghilangan paksa yang meluas atau sistematik yang masuk dalam kategori kejahatan terhadapkemanusiaan.Selain itu, Pasal 1 (2) dari Konvensi ini juga menegaskan bahwa hak untuk tidak dihilangkan secara paksamerupakan “non-derogable rights”, hak yang tidak bisa dikurangi dan dibatasi dalam situasi darurat apapun,termasuk di masa perang atau konflik bersenjata (internasional dan non-internasional). Dalam konteksini Konvensi bagi Perlindungan Semua Orang Dari Penghilangan Paksa menunjukan sinergisitas denganhukum humaniter dan hukum pidana Internasional.Referensi yang mengikat secara hukum terikat dengan “hak untuk mengetahui kebenaran” boleh jadi hanyaterdapat pada Pasal 32 Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 1977 yang menetapkan “hak keluarga untukmengetahui nasib keluarganya”. Pengaturan hak untuk mengetahui kebenaran dalam Konvenssi menjaminpenerapan yang lebih luas ketimbang Protokol Tambahan 1977, terutama dalam 3 (tiga) aspek:26 Nowak, op cit, supra note no. 14, hal. 28.27 Statuta Roma Pasal 7(1). Uraian resmi mengacu pada bahasa Inggris: “For the purpose of this Statute, “crime againsthumanity” means any of the following acts when committed as part of a widespread or systematic attack directed against any civilianpopulation, with knowledge of the attack: …”28 UN Working Group on Enforced or Involuntary Disappearances, Addendum, Best Practices on Enforced Disappearances inDomestic Criminal Legislation, A/HRC/16/48/Add.3, 28 December 2010, para. 13, hal. 5.29 Statuta Roma Pasal 7[2(i)]. Selain itu sejak tahun 2002, ICC mengembangkan suatu “Element of Crimes” untukmengelaborasi penghilangan paksa sebagai suatu kejahatan kemanusiaan dengan suatu penjelasan (yang agak problematik,di mana terdapat unsur motif dari pelaku yang “sadar bahwa tindakan penghilangan paksa tersebut ditujukan untuk membuatsi korban berada di luar perlindungan hukum dalam masa yang lama (prolonged period of time)”. Unsur intensi atau niat pelakuuntuk membuat korban di luar jangkauan perlindungan hukum cukup sulit dibuktikan; begitu pula membuktikan secarakuantitatif suatu periode waktu yang lama.10

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!