13.07.2015 Views

penegakan hukum dalam penyidikan terhadap tindak pidana ...

penegakan hukum dalam penyidikan terhadap tindak pidana ...

penegakan hukum dalam penyidikan terhadap tindak pidana ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PENEGAKAN HUKUM DALAM PENYIDIKAN TERHADAPTINDAK PIDANA PEREDARAN KAYU TANPA IZINDI WILAYAH POLRES BERAUNASKAH PUBLIKASIUntuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMemperoleh Gelar Magister Ilmu HukumOleh:Hendro KusmayadiNIM. 106010103111020PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUMFAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG20131


PENEGAKAN HUKUM DALAM PENYIDIKAN TERHADAPTINDAK PIDANA PEREDARAN KAYU TANPA IZINDI WILAYAH POLRES BERAUHendro Kusmayadi, Sarosa Hamongpranoto, Koesno AdiPolres BerauHendro.kusmayadi@gmail.comABSTRAKPeredaran kayu tanpa dokumen sah (Illegal Loging) marak terjadi di wilayah Polres Beraukarena adanya kerjasama masyarakat setempat yang berperan dilapangan melakukanpenebangan dengan dalih bahwa mereka menebang kayu di lokasi ladang mereka sendiri.Kemudian mereka jual para pembeli kayu lokal selaku penampung kayu. Penampung kayuinilah kemudian mengolah kayu secara moulding. Sebenarnya <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>terhadap</strong>illegal logging telah dilakukan sejak lahirnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentangPokok-pokok Kehutanan, namun ancaman <strong>terhadap</strong> <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> tersebut sepertimenebang, memotong, mengambil dan membawa kayu hasil hutan tanpa ijin dari pejabatyang berwenang dikenakan pasal-pasal <strong>dalam</strong> KUHP tentang pencurian. Setelah berlakunyaUndang-undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan <strong>terhadap</strong> perbuatanmemanfaatkan kayu hasil hutan tanpa ijin pihak yang berwenang dikenakan <strong>pidana</strong>sebagaimana tercantum <strong>dalam</strong> Pasal 50 jo. Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999yang ancaman <strong>pidana</strong>nya lebih berat dibandingkan dengan dikenai Pasal-pasal <strong>dalam</strong> KUHP)Kata Kunci: peredaran kayu tanpa izin, kehutanan, <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong>ABSTRACTCirculation of wood without valid documents (illegal logging) rife in the Berau district policedue to the cooperation of local communities that play a role in the field of logging on thepretext that they were cutting wood in the location field of their own. Then they sell localtimber buyers as container wood. Container wood timber is then molding process. Actualenforcement against illegal logging has been done since the inception of Act No. 5 of 1967on the Principles of Forestry, but the threat of the offenses such as chopping, cutting,picking and carrying timber forest products without the permission of the authoritiesimposed the articles the Criminal Code of theft. After the promulgation of Act No. 41 of 1999on Forestry to conduct harness timber forest produce without a permit subject to criminalauthorities as set out in Article 50 jo. Article 78 of Law No. 41 of 1999 that the threat ofcriminal charges heavier than the Articles of the Criminal CodeKey Words: illegal logging, forestry, criminal1 Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya2 Pembimbing Utama, Profesor di Universitas Mulawarman3 Pembimbing Kedua, Doktor Bidang Pidana di Universitas Brawijaya2


dipungut dari hutan Negara diatur <strong>dalam</strong>Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1998tentang Provisi Sumber Daya Hutan danDana Reboisasi (DR) adalah dana untukreboisasi dan rehabilitasi hutan sertakegiatan pendukungnya yang dipungutdari Pemegang Izin Usaha PemanfaatanHasil Hutan dari hutan alam yang berupakayu diatur <strong>dalam</strong> Peraturan PemerintahNo. 35 tahun 2002 tentang DanaReboisasi.Berdasarkan kondisi wilayah yangmerupakan kawasan berhutan dengantingkat kerentanan lingkungan yangtinggi apabila dieksploitasi dan denganketerbatasan biofisik yang menjadikendala <strong>dalam</strong> pengembangan wilayahmaka Kabupaten Berau tergolong ke<strong>dalam</strong> Kriteria Land Lock. Oleh karenaitu, untuk membangun Berau dibutuhkansuatu model pembangunan yangmenjamin kelestarian sumberdaya hutanyang ada namun di sisi lainpembangunan tersebut juga mampuuntuk meningkatkan taraf hidup bagimasyarakat dan memberikan kontribusipendapatan kepada pemerintahKabupaten.Oleh Karena itu Kabupaten Berau <strong>dalam</strong>kegiatan pembangunan juga harusselaras dengan aturan pemerintah untukperlindungan hutan sebagaimanadimaksud <strong>dalam</strong> Peraturan PemerintahNomor 45 tahun 2004 tentangPerlindungan Hutan. Sesuai denganPeraruran ini, maka perlindungan hutanbertujuan untuk mencegah danmembatasi kerusakan hutan, kawasanhutan dan hasil hutan, yang disebabkanoleh perbuatan manusia, ternak,kebakaran, daya-daya alam, hama danpenyakit, serta mempertahankan danmenjaga hak-hak negara, masyarakatdan perorangan atas hutan, kawasanhutan, hasil hutan, investasi sertaperangkat yang berhubungan denganpengelolaan hutan.Selain rendahnya keadaan ekonomimasyarakat sekitar hutan, hal lain yangmenyebabkan semakin meningkatnyaillegal logging adalah minimnya jumlahpetugas kemanan hutan dan kurangnyasarana pengamanan hutan yang dimilikioleh pemerintah seperti senjata api yangdigunakan oleh petugas <strong>dalam</strong> menjagakeamanan hutan dari <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong>illegal logging. Upaya pengamanan hutanpada dasarnya mempunyai tujuan untukmelestarikan sumber daya alam hutan<strong>dalam</strong> rangka usaha menjaga fungsihutan. Oleh karena itu di lingkunganDepartemen Kehutanan dan perkebunandibentuk Polisi Khusus Kehutanan(polhut) atau Jagawana. Minimnyajumlah polhut ini mengakibatkankurangnya pengawasan hutan secaramenyeluruh sehingga hal ini dijadikansebagai peluang oleh oknum-oknumyang tidak bertanggungjawab untukmelakukan <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> pencuriankayu. Bahkan terlibatnya sejumlahoknum aparat yang mencoba ber<strong>tindak</strong>sebagai backing dari kasus illegal loggingyang terjadi. Apabila keadaan seperti initerus berlangsung akan mengakibatkankerugian di berbagai pihak baikmasyarakat sendiri maupun pemerintah.Peredaran kayu tanpa dokumen sah(Illegal Loging) marak terjadi di wilayahPolres Berau karena adanya kerjasamamasyarakat setempat yang berperandilapangan melakukan penebangandengan dalih bahwa mereka menebangkayu di lokasi ladang mereka sendiri.Kemudian mereka jual para pembeli kayulokal selaku penampung kayu.Penampung kayu inilah kemudianmengolah kayu secara moulding. Bisajuga mereka jual langsung kepadakonsumen karena kayu yang dibeli dariwarga masyarakat setempat itu sudahberupa kayu olahan. Lalu dijual kembalikepada konsumen tanpa didasari padadokumen kepemilikan atau keabsahan<strong>dalam</strong> hal si penjual ber<strong>tindak</strong> melanggar<strong>hukum</strong>.4


Sebenarnya <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>terhadap</strong>illegal logging telah dilakukan sejaklahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun1967 tentang Pokok-pokok Kehutanan,namun ancaman <strong>terhadap</strong> <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong>tersebut seperti menebang, memotong,mengambil dan membawa kayu hasilhutan tanpa ijin dari pejabat yangberwenang dikenakan pasal-pasal <strong>dalam</strong>KUHP tentang pencurian. Setelahberlakunya Undang-undang Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan <strong>terhadap</strong>perbuatan memanfaatkan kayu hasilhutan tanpa ijin pihak yang berwenangdikenakan <strong>pidana</strong> sebagaimanatercantum <strong>dalam</strong> Pasal 50 jo. Pasal 78Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999tentang Kehutanan yang ancaman<strong>pidana</strong>nya lebih berat dibandingkandengan dikenai Pasal-pasal <strong>dalam</strong> KUHP.Maraknya pencurian kayu tanpadokumen yang sah (Illegal Loging) diKabupaten Berau sangat sulit diberantas,selain banyaknya masyarakat yangterlibat secara langsung, juga adanyapihak luar seperti pembeli dari Malaysiayang turut bermain untuk mendapatkankayu yang tidak ada izin tersebut.Termasuk keterlibatan aparat penegak<strong>hukum</strong> tersebut <strong>dalam</strong> prosesmemperlancar terjadinya jual beli kayutanpa disertai dengan izin yang sah.Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, makaPenulis fokuskan permasalahan sebagaiberikut :1. Bagaimana bentuk-bentuk ataumodus operandi <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong>peredaran kayu tanpa izin di wilayah<strong>hukum</strong> Kepolisian Resort Berau?2. Bagaimana <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>dalam</strong>tingkat <strong>penyidikan</strong> yang dilakukan<strong>dalam</strong> menanggulangi maraknya<strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> peredaran kayu tanpaizin di wilayah <strong>hukum</strong> KepolisianResort Berau?3. Apakah upaya <strong>hukum</strong> yang dilakukan<strong>dalam</strong> meminimalisir maraknya<strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> peredaran kayu tanpaizin di wilayah <strong>hukum</strong> KepolisianResort Berau?Tujuan PenelitianDalam penelitian ini untuk mencapaihasil yang diinginkan, maka tentu sajapenelitian memiliki tujuan, yaitu :1. Untuk mengetahui dan mengkajibentuk-bentuk atau modus operandi<strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> peredaran kayu tanpaizin di wilayah <strong>hukum</strong> KepolisianResort Berau2. Untuk mengetahui dan mengkaji<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> <strong>dalam</strong> tingkat<strong>penyidikan</strong> yang dilakukan <strong>dalam</strong>menanggulangi maraknya <strong>tindak</strong><strong>pidana</strong> peredaran kayu tanpa izin diwilayah <strong>hukum</strong> Kepolisian ResortBerau3. Untuk mengetahui dan mengkajiupaya <strong>hukum</strong> yang dilakukan <strong>dalam</strong>meminimalisir maraknya <strong>tindak</strong><strong>pidana</strong> peredaran kayu tanpa izin diwilayah <strong>hukum</strong> Kepolisian ResortBerau.Metode PenelitianDalam penelitian ini yang digunakanadalah penelitian <strong>hukum</strong> empiris.Penelitian <strong>hukum</strong> empiris menurut RonnyHanitidjo Soemitro, adalah penelitian<strong>dalam</strong> arti meneliti law in book, jugamengutamakan untuk dilakukanpenelitian <strong>terhadap</strong> data empiris yangada dilapangan khususnya menggali danmeneliti persepsi dari penegak <strong>hukum</strong>atau merupakan penelitian lapangan,<strong>dalam</strong> arti law in action 1 . Dalam hal iniberkaitan dengan penanganan <strong>terhadap</strong>peredaran kayu di Berau yang masihmarak dengan tingkat <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>1Ronny Hanitidjo Soemitro, 1988,Metode Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali, 1988), hlm34-355


yang lemah, karena adanya beberapafaktor yang mendukung terjadinyaperedaran kayu illegal (illegal loging).Tentu saja <strong>dalam</strong> penelitian ini tidakcukup dengan penelitian padamempelajari kepustakaan, tapi lebihdidukung dengan fakta <strong>hukum</strong> yangterjadi di lapangan.Hasil Dan PembahasanSecara etimologis illegal berarti tidaklegal, tidak sah, tidak resmi, tidakmenurut <strong>hukum</strong>, atau melanggar <strong>hukum</strong>,sedangkan logging berarti memotongatau menebang kayu. Jadi illegal loggingberarti kegiatan penebangan kayu yangtidak legal, tidak sah, tidak remi, tidakmenurut <strong>hukum</strong>, atau melanggar <strong>hukum</strong>.Definisi illegal logging menurutInternational Tropical TimberOrganization (ITTO) adalah kegiatanlogging yang tidak menerapkan asaskelestarian (sustainable forestmanagement).Jika dikaitkan <strong>dalam</strong> praktek, pengertianillegal logging terbagi 2 (dua) yaitupengertian secara sempit dan pengertiansecara luas. Pengertian secara sempithanya menyangkut penebangan kayusecara liar, sedangkan pengertian secaraluas menyangkut setiapperbuatan/<strong>tindak</strong>an pelanggaran <strong>dalam</strong>kegiatan kehutanan yang meliputiperizinan, persiapan operasi, kegiatanproduksi, pengangkutan, tata usaha kayu(TUK), pengolahan dan pemasaran. 2Pengertian sederhana menurut Pasal 75ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 34Tahun 2002, yang intinya mengukur sahatau tidaknya suatu hasil hutan adalahdari kesesuaian antara isi dokumen SuratKeterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH)dan keadaan fisik dan jenis, jumlah2 Didik Prasetyo, Illegal Logging, Suatu MalpraktekBidang Kehutanan, materi Semiloka Inisiatif DaerahDalam Penanggulangan Illegal Logging, di Sendawar(Kutai Barat), Kalimantan Timur, Januari 2003ataupun volume hasil hutan. Dengandemikian, apabila :a. sesuai, hasil hutan tersebutdinyatakan sah (legal), danb. tidak sesuai, hasil hutan tersebutdinyatakan tidak sah (illegal).Penebangan ilegal banyak terjadi dibeberapa negara di dunia. Di lapangansecara luas terjadi di kawasan HakPengusahaan Hutan (HPH), kawasankawasanhutan yang belum dialokasikanpenggunaannya. Hak PengusahaanHutan (HPH) yang habis masaberlakunya, beberapa konsesi hutannegara, beberapa kawasan hutan yangditebang habis untuk konservasi lahandan di kawasan konservasi dan hutanlindung.Sedangkan pelaku penebangan liar(illegal logging) adalah :a. Para pekerja dari masyarakat sekitarhutan dan pendatang yang dibawake tempat itub. Para investor (cukong), termasukpedagang, pemegang HakPengusahaan Hutan (HPH),Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu(IPK) atau pembeli kayu ilegal dariindustri pengolahan, danc. Para pejabat pemerintah, baik sipilmaupun militer, termasuk aparatpenegak <strong>hukum</strong> dan para legislatiftertentu.Esensi yang penting <strong>dalam</strong> praktik illegallogging ini adalah perusakan hutan yangakan berdampak pada kerugian baik dariaspek ekonomi, ekologi maupun sosialbudaya. Oleh karena kegiatan itu tidakmelalui proses perencanaan secarakomprehensif, maka illegal loggingmempunyai potensi merusak hutan yangkemudian berdampak pada perusakanlingkungan.Perusakan hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 <strong>dalam</strong>penjelasan Pasal 50 ayat (2) yaitu bahwa6


“Yang dimaksud dengan kerusakanhutan adalah terjadinya perubahan fisik,sifat fisik atau hayatinya, yangmenyebabkan hutan tersebut tergangguatau tidak dapat berperan sesuai denganfungsinya”.Menurut pendapat Zain bahwa istilah“kerusakan hutan” yan dimuat <strong>dalam</strong>peraturan perundang-undangan dibidang kehutanan yang berlakuditafsirkan bahwa perusakan hutanmengandung pengertian yang bersifatdualisme yaitu, pertama, perusakanhutan yang berdampak positif danmemperoleh persetujuan daripemerintah tidak dapat dikategorikansebagai perbuatan yang melawan<strong>hukum</strong>. Kedua, perusakan hutan yangberdampak negatif (merugikan) adalahsuatu <strong>tindak</strong>an nyata melawan <strong>hukum</strong>dan bertentangan dengan kebijaksanaanatau tanpa adanya persetujuanpemerintah <strong>dalam</strong> bentuk perizinan. 3Sebagaimana diketahui bahwa setiappembangunan akan membawa dampak<strong>terhadap</strong> perubahan lingkunganterutama eksploitasi sumber daya hutan<strong>dalam</strong> rangka pengelolaan danpemanfaatan hasil hutan jelas akanmenimbulkan efek dari perubahankondisi hutan tersebut. Dengan kata lainbahwa eksploitasi sumber daya hutan itumerupakan salah satu bentuk dariperusakan hutan. Akan tetapi perusakanhutan <strong>dalam</strong> bentuk ini, tidakdigolongkan sebagai perbuatan melawan<strong>hukum</strong> sebagaimana pendapat di atas.Hal tersebut karena perusakan hutantersebut melalui mekanisme yangterstruktur dan tersistem yang melaluiproses perencanaan atau manajemenyang matang denganmempertimbangkan upaya-upayaperlindungan hutan itu sendiri sepertidengan jalan reboisasi atau penebangan3 IGM. Nurdjana, et.al., Korupsi dan Illegal LoggingDalam Sistem Desentralisasi, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2005, hlm. 16yang teratur dengan sistem tebang pilihdan sebagainya. Perusakan hutan yangberdampak negatif salah satunya adalahkejahatan illegal logging. Analisis yuridistentang illegal logging yang merupakankegiatan penebangan tanpa izindan/atau merusak hutan adalah bahwakegiatan illegal logging ini merupakankegiatan yang unpredicible <strong>terhadap</strong>kondisi hutan setelah penebangan,karena di luar dari perencanaan yangtelah ada. Perlindungan hutandirefleksikan <strong>dalam</strong> mekanisme konsesipenebangan sebagai konsekuensi logisdari fungsi perijinan sebagai saranapengendalian dan pengawasan.Dalam proses pengelolaan <strong>dalam</strong> rangkapemanfaatan hutan diperlukan konsepyang dapat mengintegrasikan upayapemanfaatan fungsi ekonomis dan upayaperlindungan kemampuan lingkunganagar keadaan lingkungan tetap menjadiserasi dan seimbang atau pengelolaanhutan yang berkelanjutan/lestari(sustainable forest management) danpembangunan berkelanjutan (sustainabledevelopment).Hutan yang merupakan bagian pentingdari lingkungan hidup <strong>dalam</strong>pengelolaannya juga mempunyai asasyang sudah merupakan asas yangberlaku secara internasional yaitu asashutan berkelanjutan/lestari (sustainableforest) adalah asas tentang pengelolaanhutan yang berkelanjutan danpeningkatan kerjasama internasional<strong>dalam</strong> pelestarian hutan danpembangunan berkelanjutan. Asasecolabelling adalah asas tentang semuakayu tropis yang dijual harus berasal darihutan lestari melalui mekanismepelabelan. Merusak hutan yangberdampak pada kerusakan lingkunganadalah merupakan suatu kejahatansebagaimana dijelaskan <strong>dalam</strong> Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentangPerlindungan dan PengelolaanLingkungan Hidup (UUPLH), bahwa7


<strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> perusakan hutan adalahmerupakan kejahatan. Salah satu bentukperusakan hutan itu adalah illegallogging.Penegakan <strong>hukum</strong> dan keadilan dinegara kita tampaknya belum maksimal,bahkan menjadi terpuruk. Keterpurukan<strong>hukum</strong> kita semakin menjadi-jadi.Kepercayaan warga masyarakat <strong>terhadap</strong>law enforcement semakin memburuk,sehingga khawatir masyarakat Indonesiatidak sekedar termasuk bad trust society,tetapi sudah sampai pada klasifikasiworst trust society. 4Keterpurukan <strong>hukum</strong> jelas berdampak<strong>terhadap</strong> sektor lain, termasuk sistemperekonomian. Untuk itu, <strong>penegakan</strong><strong>hukum</strong> bidang kehutanan menjadipenting untuk diperhatikan <strong>dalam</strong>menangani berbagai persoalan yangtidak kunjung selesai, masalahpenebangan liar (illegal logging) danperedaran hasil hutan secara liar (illegaltrade) misalnya. Mengapa <strong>penegakan</strong><strong>hukum</strong> bidang kehutanan masih jauhdari harapan? Hal ini dapat dipahamikarena sektor kehutanan menyangkutkepentingan banyak pihak danpermasalahannya bersifat multidimensi.Berbagai permasalahan <strong>penegakan</strong><strong>hukum</strong> kehutanan menjadi semakinrumit lagi ketika adanya euphoria<strong>terhadap</strong> pemahaman otonomi daerahyang “kebablasan”, di mana memaknaiotonomi daerah sebagai kedaulatandaerah. Ada beberapa kasus di suatudaerah yang muncul karena kebijakanbupati yang begitu drastis tanpamengindahkan makna otonomi daerahsecara utuh <strong>dalam</strong> bingkai integrasinasional. Pengelolaan hutan cenderunghanya untuk kepentingan kelompoktertentu karena realitas selama ini –harus diakui juga – bahwa pengelolaan4 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia(Penyebab dan Solusinya), Ghalia Indonesia, Jakarta,2002, hlm. 10hutan hanya “dimaling” dan dikaplingoleh orang-orang pusat. Inilahsebenarnya substansi masalah karenahutan selama ini bukan betul-betul untukkesejahteraan rakyat. Masyarakatsemakin dipinggirkan dan terpinggirkan(marjinal), sehingga akses <strong>terhadap</strong>hutan sangat dibatasi. Ironis memang,mereka jadi asing denganlingkungannya, bahkan ada ibarat “tikusakan mati di lumbung”. 5Untuk itu sangat tepat jika Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999menempatkan kerakyatan dan keadilanmenjadi salah satu asas. Dengan asas inidiharapkan akan mendorong terciptanya<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> kehutanan di masamendatang. Bagaimanapun upaya<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> juga dipengaruhiadanya kesadaran masyarakat untukterwujudnya <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> itusendiri. Tidak cukup jika hanyaperaturannya saja yang baik dan aparatpenegak <strong>hukum</strong> berdisiplin, tentu masihmemerlukan peran serta masyarakat.Jadi, peran masyarakat <strong>dalam</strong> hal inisangat penting untuk mendukungterwujudnya <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong>.Pertanggungjawaban <strong>pidana</strong> yangtertuang <strong>dalam</strong> KUHP akan terkaitdengan asas pertanggungjawaban<strong>pidana</strong> atau asas kesalahan <strong>dalam</strong><strong>hukum</strong> <strong>pidana</strong>, yang menentukan bahwapada prinsipnya tiada <strong>pidana</strong> tanpakesalahan. Prinsipnya seseorang sudahdapat di<strong>pidana</strong> apabila telah terbuktimelakukan <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> dan adakesalahan. Asas kesalahan ini merupakansalah satu asas fundamental <strong>dalam</strong><strong>hukum</strong> <strong>pidana</strong> dan merupakan pasanganasas legalitas.Bertolak pada prinsip keseimbangan itupertanggung-jawaban <strong>pidana</strong> didasarkanpada dua asas yang sangat fundamental,5 Abdul Khakim, Pengantar Hukum KehutananIndonesia Dalam Era Otonomi Daerah, Citra AdityaBakti, Bandung, 2005, hlm. 1948


yaitu asas legalitas (yang merupakanasas kemasyarakatan) dan asasculpabilitas (yang merupakan asaskemanusiaan). Asas legalitas merupakandasar patut di<strong>pidana</strong>nya suatuperbuatan.Sedangkan asas kesalahan yangdi<strong>dalam</strong>nya tidak hanya dibatasi padaperbuatan yang dilakukan dengansengaja (dolus) melainkan juga padaperbuatan yang dilakukan dengan tidaksengaja atau lalai (culpa).Pertanggungjawaban <strong>pidana</strong> berdasarkankesalahan, pada prinsipnya seseorangsudah dapat di<strong>pidana</strong> apabila telahterbukti kesalahan melakukan <strong>tindak</strong><strong>pidana</strong>. Dengan pertimbanganpertimbangantertentu memberikankewenangan kepada hakim untukmenentukan jenis-jenis <strong>pidana</strong> danjumlah <strong>pidana</strong>nya. Berkaitan denganIllegal Loging, maka jelas dan pastiadanya atau terpenuhinya unsurkesengajaan lebih dominan terjadi.Sehingga pemidanaan tidak bisadipergunakan KUHP, melainkan secaraspesifik atau specialis pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan, tepatnya pada Pasal 78 yangmerujuk kepada perbuatan <strong>dalam</strong>beberapa pasal seperti Pasal 50 tentanglarangan bagi siapa saja <strong>dalam</strong>melakukan perbuatan yang dapatmerusak kelestarian hutan.Kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal78 yang merujuk pada Pasal 50 UndangundangNomor 41 Tahun 1999 tetangKehutanan, masuk <strong>dalam</strong> kulaifiksiperbuatan kejahatan. Pengertiankejahatan (crime) sangatlah beragam,tidak ada definisi baku yang di <strong>dalam</strong>nyamencakup semua aspek kejahatansecara komprehensif. Ada yangmemberikan pengertian kejahatan dilihatdari aspek yuridis, sosiologis maupunkriminologis. Pengertian kejahatan(crime) sangatlah beragam, tidak adadefinisi baku yang di <strong>dalam</strong>nyamencakup semua aspek kejahatansecara komprehensif. Ada yangmemberikan pengertian kejahatan dilihatdari aspek yuridis, sosiologis maupunkriminologis.Secara etimologi kejahatan adalahbentuk tingkah laku yang bertentangandengan moral kemanusiaan. Kejahatanmerupakan suatu perbuatan atau tingkahlaku yang sangat ditentang olehmasyarakat dan paling tidak disukai olehrakyat. 6 Black menyatakan bahwa crimeis a social harm that the law makespunishable; the breach of a legal dutytreated as the subject-matter of acriminal proceeding”, 7 sedangkan HugeD. Barlow, sebagaimana dikutip olehTopo Santoso dan Eva A. Zulfa,menyebutkan Kejahatan adalah a humanact that violates the criminal law.Van Bemmelen merumuskan Kejahatanadalah tiap kelakuan yang tidak bersifatsusila dan merugikan, yang menimbulkanbegitu banyak ketidaktenangan <strong>dalam</strong>suatu masyarakat tertentu, sehinggamasyarakat itu berhak untuk mencelanyadan menyatakan penolakannya ataskelakuan itu <strong>dalam</strong> bentuk nestapadengan sengaja diberikan karenakelakuan tersebut.Jikalau dikaitkan dengan kejahatankejahatanyang terdapat <strong>dalam</strong> KitabUndang-undang Hukum Pidana, makaperumusan kejahatan menurut KitabUndang-undang Hukum Pidana adalahsemua bentuk-bentuk perbuatan yangmemenuhi perumusan ketentuanketentuanKitab Undang-undang HukumPidana. Sementara pemidanaan yang6 Abdul Wahid, et,al, Kejahatan Terorisme, PerspektifAgama, HAM, dan Hukum, Refika Aditama, Jakarta,2004, hlm 527 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 7thEdition, Editor in Chief: Bryan A. Garner, WestGroup Publishing Co., St. Paul – Minnesota, 1999,hlm 3809


erada di luar dari KUHP merupakanpemidanaan yang bersifat khusus.Berdasarkan hasil wawancara penulisdengan AKBP Endro Prasetyo, SIK, MH 8selaku Kapolres Berau diperolehketerangan bahwa selain instansi<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> yang terlibat menurutPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor61 Tahun 2010 tentang PedomanOrganisasi Tata Kerja KesatuanPengelolaan Hutan Lindung danKesatuan Pengelolaan Hutan ProduksiDaerah adalah KPH (Kesatuan PengelolaHutan), yang terdiri dari:a. Dinas Kehutanan Kabupaten Beraub. Dinas Perkebunan Kabupaten Berauc. BKSDA Provinsi Kaltim WilayahKabupaten BerauMenurut AKBP Endro Prasetyo, SIK, MH 9selaku Kapolres Berau diperolehketerangan bahwa bentuk-bentuk ataumodus operandi <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> peredarankayu tanpa izin di wilayah <strong>hukum</strong>Kepolisian Resort Berau adalah sebagaiberikut:a. Pelaku menggunakan cara denganmengangkut kayu hasil penebangansecara ilegal dengan menyimpan dibawah tumpukan kayu rakyat,sehingga tidak diketahui petugas;b. Kayu-kayu yang sudah ditebang darihasil penebangan secara ilegal,kemudian dibuat kayublambangan/bantalan dan diangkutdengan kendaraan truk dan merekamemasang jaringan di setiap jalanuntuk memantau adanyapatroli/razia dari petugas kepolisian;c. Pengangkutan kayu dilakukan padawaktu dini hari sampai menjelangsubuh;8 Wawancara dengan AKBP Endro Prasetyo, SIK,MH, selaku Kapolres Berau, pada tanggal 2Oktober 20129 Wawancara dengan AKBP Endro Prasetyo, SIK,MH, selaku Kapolres Berau, pada tanggal 2Oktober 2012d. Pelaku akan selalu mengawasikegiatan yang dilakukan oleh pihakKepolisian apakah pihak Kepolisianakan melakukan patroli atau tidak;e. Pelaku menggunakan dokumen dariwilayah kabupaten lain pada saatmelakukan pengangkutan kayu;f. Pelaku menggunakan dokumen yangsudah mati atau dengan mengikutidokumen perusahaan yang sudahberjalan, pelaku memanfaatkankelemahan dari dinas terkait;g. Cukong memberikan ongkos kepadamasyarakat sekitar hutan untukmelakukan penebangan kayu dihutan yang kemudian hasil kayutersebut diambil oleh cukong(pemberi dana) dengan dibeli secaramurah;h. Memberikan upeti kepada oknumpetugas setempat;i. Dalam melakukan pengangkutankayu dari hutan sampai ke pinggirlaut dengan menggunakan saranamobil truk yaitu kayu hasil tebangansecara ilegal dimuat di mobilkemudian di atas kayu tersebutdisimpan bibit sawit untukmengelabui petugas;j. Kayu tebangan secara ilegal diambildi areal KBK maupun areal KBNK;k. Kayu diambil di areal clearingperkebunan yang tidak diambil olehperusahaan.Permasalahan mendasar dari sulitnyamemberantas illegal logging dariperspektif penegak <strong>hukum</strong> (Polri) yangdikemukakan oleh Komisaris JenderalPolisi Drs. Erwin Mappaseng,dikelompokkan menjadi tiga yaitu:Pertama, bahwa illegal logging termasukkategori kejahatan terorganisir. Kegiatanitu melibatkan banyak pelaku yangterorganisir <strong>dalam</strong> suatu jaringan yangsangat solid, luas rentang kendalinya,kuat dan mapan. Di antara pelaku yangterlibat adalah buruh penebang kayu,pemilik modal (cukong), penjual,pembeli, maupun backing dari oknum10


aparat pemerintah dan TNI/Polri danoknum tokoh masyarakat. Antara elemenyang satu dengan yang lainnya terjalinhubungan yang sangat kuat dan rapisehingga mengakibatkan sulitnyapengungkapan secara tuntas jaringantersebut. Lebih lanjut Mappasengmengatakan bahwa penebangan yangdulu dilakukan secara tradisional dankonvensional, kini telah bergeser danmenggunakan pola kerja yangterorganisir dan modern denganmenggunakan sistem manajemen yangrapi dan baik dan dengan jaringanpemasaran yang luas baik di <strong>dalam</strong>maupun di luar negeri. Selain itudukungan berbagai sarana dan peralatanmodern membuat mobilitas kegiatannyamenjadi semakin cepat dan efektif.Kedua, karena ketidakseimbangan antarakebutuhan (demand) dan pasokan(supply). Selain itu pertumbuhan danpermintaan industri kayu luar negeriseperti Malaysia, Thailand, Korea danRRC menjadi faktor pendorong yangsangat kuat dan penyalurannya melaluiblack market (pasar gelap).Ketiga, penyalahgunaan dokumen SuratKeterangan Sahnya Hasil Hutan(SKSHH). Kegiatan ini dilakukan sebagaisalah satu upaya untuk menghindarikewajiban pajak Provisi Sumber DayaHutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).Berdasarkan hasil wawancara penulisdengan AKP Yogi Hardiman, SIK 10 selakuKasatreskrim Polres Berau diperolehketerangan bahwa dasar Kepolisian<strong>dalam</strong> melakukan <strong>penyidikan</strong> <strong>tindak</strong><strong>pidana</strong> illegal loging adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan sedangkan untuk beritaacaranya mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentangKUHAP.10 Wawancara dengan AKP Yogi Hardiman, SIK,selaku Kasatreskrim Polres Berau, pada tanggal 3Oktober 2012Menurut AKP Yogi Hardiman, SIK 11selaku Kasatreskrim Polres Beraudiperoleh keterangan bahwa diKabupaten Berau pernah terjadi kasuspenebangan pohon secara ilegal.Berdasarkan data 3 (tiga) tahun terakhiryaitu 2010-2012, Polres Berau sudahmelakukan penyelidikan dan <strong>penyidikan</strong><strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> ilegal logging denganbarang bukti yang terkumpul:a. Kayu Ulin : ± 43 m3Kayu Meranti : ± 51 m3Kayu Hitam : ± 70 m3Kayu Medang : ± 2 m3Kayu Putih : ± 93 m3Kayu Bengkiray : ± 20 m3Kayu Marsolo : ± 13 m3Kayu Kruing : ± 5 m3b. Jumlah Pelaku : 85 orangc. Jumlah Kapal : 11 unitd. Jumlah Mesin Chainsaw : 13 buahe. Mesin Moulding : 1 buahf. Mesin Circle : 1 buahg. Kendaraan Truk : 15 unith. Kendaraan L300/Pickup : 13 uniti. Alat Berat : 2 unitBerdasarkan hasil wawancara penulisdengan AIPTU Totok Sudarto 12 selakuPenyidik Satreskrim Polres Beraudiperoleh keterangan bahwa jumlahkasus penebangan pohon secara ilegalantara tahun 2010 sampai dengan tahun2012 adalah:a. Selama tahun 2010 sebanyak 22kasusb. Selama tahun 2011 sebanyak 26kasusc. Sampai bulan Oktober 2012sebanyak 13 kasus11 Wawancara dengan AKP Yogi Hardiman, SIK,selaku Kasatreskrim Polres Berau, pada tanggal 3Oktober 201212 Wawancara dengan AIPTU Totok Sudarto,selaku Penyidik Satreskrim Polres Berau, padatanggal 4 Oktober 201211


Menurut AIPTU Totok Sudarto 13 selakuPenyidik Satreskrim Polres Beraudiperoleh keterangan bahwapenyelesaian <strong>terhadap</strong> kasus-kasuspenebangan pohon secara ilegaldilakukan dengan cara diawali denganpenyelidikan kemudian melakukan upayapaksa berupa penangkapan, penahanan,penyitaan serta pemberkasan dandiakhiri dengan melimpahkan tersangkabeserta barang bukti ke Kejaksaan.Sedangkan dasar <strong>hukum</strong> yangdipergunakan untuk mencegah danmenanggulangi penebangan pohonsecara ilegal, menurut AKP YogiHardiman, SIK 14 selaku KasatreskrimPolres Berau adalah sebagai berikut:a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun1990 tentang KSDA (KonservasiSumber Daya Alam)b. Undang-Undang Nomor 41 Tahun1999 tentang Kehutananc. Undang-Undang Nomor 18 Tahun2004 tentang Perkebunand. Perda Kabupaten Berau No. Tahun2004 tentang PengelolaanLingkungan Hidupe. Undang-Undang Nomor 32 Tahun2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan HidupMenurut AKP Yogi Hardiman, SIK 15selaku Kasatreskrim Polres Beraudiperoleh keterangan bahwa selamatahun 2012 sampai bulan Oktober,jumlah kasus illegal logging yang telahdilimpahkan ke Kejaksaan/Tahap II diPolres Berau adalah sebanyak 11 kasus.Setelah selesainya proses <strong>penyidikan</strong>(tahap II) selanjutnya adalah kegiatan13 Wawancara dengan AIPTU Totok Sudarto,selaku Penyidik Satreskrim Polres Berau, padatanggal 4 Oktober 201214 Wawancara dengan AKP Yogi Hardiman, SIK,selaku Kasatreskrim Polres Berau, pada tanggal 3Oktober 201215 Wawancara dengan AKP Yogi Hardiman, SIK,selaku Kasatreskrim Polres Berau, pada tanggal 3Oktober 2012penyidik akan langsung melimpahkantahanan beserta barang bukti kepadaKejaksaan.Berbagai permasalahan <strong>penegakan</strong><strong>hukum</strong> kehutanan menjadi semakinrumit lagi ketika adanya euphoria<strong>terhadap</strong> pemahaman otonomi daerahyang “kebablasan”, di mana memaknaiotonomi daerah sebagai kedaulatandaerah. Ada beberapa kasus di suatudaerah yang muncul karena kebijakanbupati yang begitu drastis tanpamengindahkan makna otonomi daerahsecara utuh <strong>dalam</strong> bingkai integrasinasional. Pengelolaan hutan cenderunghanya untuk kepentingan kelompoktertentu karena realitas selama ini harusdiakui juga bahwa pengelolaan hutanhanya “dimaling” dan dikapling olehorang-orang pusat. Inilah sebenarnyasubstansi masalah karena hutan selamaini bukan betul-betul untukkesejahteraan rakyat. Masyarakatsemakin dipinggirkan dan terpinggirkan(marjinal), sehingga akses <strong>terhadap</strong>hutan sangat dibatasi. Ironis memang,mereka jadi asing denganlingkungannya, bahkan ada ibarat “tikusakan mati di lumbung”.Berdasarkan hasil wawancara penulisdengan AKP Yogi Hardiman, SIK 16 selakuKasatreskrim Polres Berau diperolehketerangan bahwa upaya-upaya yangtelah dilaksanakan untuk mencegah danmenanggulangi penebangan pohonsecara ilegal diantaranya adalah:a. Preemtif1) Dengan mengajak Dinas/Instansiterkait <strong>dalam</strong> mensosialisasikanUndang-Undang Nomor 41 Tahun1999 tentang Kehutanan kepadamasyarakat2) Menghimbau kepada masyarakatagar tidak melakukan kegiatanpenebangan pohon secara ilegal16 Wawancara dengan AKP Yogi Hardiman, SIK,selaku Kasatreskrim Polres Berau, pada tanggal 3Oktober 201212


3) Pemasangan tanda-tandalarangan menebang pohon dikawasan hutanb. Preventif1) Satreskrim bersama denganjajaran Polsek, Sat Shabara, SatLantas dan dinas terkaitmelakukan giat operasi/patroligabungan di daerah yang rawanakan terjadinya illegal logging.2) Menanam jaringan untukmemberikan informasi adanyapenebangan pohon secara ilegal3) Mengadakan pelatihan Kadarkum<strong>terhadap</strong> RT, Kepala Desa,Linmas dan masyarakat untukbersama-sama mengerti danmemahami amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999tentang Kehutananc. RepresifMelakukan <strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong><strong>terhadap</strong> para pelaku illegal loggingdengan melakukan penangkapanpelaku illegal logging sehinggamenimbulkan efek jera.Menurut AKP Yogi Hardiman, SIK 17selaku Kasatreskrim Polres Beraudiperoleh keterangan bahwa <strong>dalam</strong>pelaksanaan pencegahan danpenanggulangan penebangan pohonsecara ilegal di wilayah <strong>hukum</strong> PolresBerau ditemui beberapa kendala atauhambatan, antara lain:a. Hukum yang belum bisamemberikan efek jera <strong>terhadap</strong> parapelaku illegal loggingb. Wilayah Kabupaten Berau yang luasdan masih banyaknya hutan yangtidak bisa diawasi oleh Kepolisiandan instansi terkaitc. Masyarakat sekitar hutan hanya bisamelakukan pekerjaan penebanganpohon secara ilegal dan tidak bisamelakukan pekerjaan yang lain danmasyarakat sekitar hutanketergantungan dengan hasil hutan17 Wawancara dengan AKP Yogi Hardiman, SIK,selaku Kasatreskrim Polres Berau, pada tanggal 3Oktober 2012seperti kayu dan hasil yang didapatdari penebangan pohon tersebutcepat terjual dan menghasilkanuang.d. Adanya oknum yang memanfaatkansituasi untuk kepentingan pribadie. Kurangnya Personil Kepolisian yangada di lapanganf. Sarana, prasarana dan anggarankepolisian yang masih minimMenurut Widjil Rahadi, S.Hut 18 , selakuKepala Seksi Pengamanan danPerlindungan Hutan Dinas KehutananKabupaten Berau diperoleh keteranganbahwa cara untuk mengatasi kendalakendalayang terjadi adalah denganmemanggil pejabat dan petugas yangterlibat, lakukan pembinaan dan warningserta mencarikan alternatif kehidupanseperti bertani dan berkebun bagimasyarakat di <strong>dalam</strong> dan di sekitarhutan.Berdasarkan hasil wawancara penulisdengan AKP Yogi Hardiman, SIK 19 selakuKasatreskrim Polres Berau diperolehketerangan bahwa rencana <strong>penegakan</strong><strong>hukum</strong> khususnya <strong>dalam</strong> <strong>penyidikan</strong><strong>terhadap</strong> penebangan pohon secarailegal untuk masa yang akan datangpihak Polres Berau akan lebih proaktifuntuk melakukan giat operasi rutin kedaerah rawan <strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> illegallogging dan juga didukung dari atensiKapolda melalui DirReskrimsus untukselalu melakukan pengungkapan kasusillegal logging setaip bulannya, tidak lupajuga dengan melibatkan instansi terkaityaitu penegak <strong>hukum</strong> sendiri danpemerintah daerah untuk meminimalisirterjadinya kegiatan illegal logging didaerah Kabupaten Berau serta peran dari18 Wawancara dengan Widjil Rahadi, S.Hut 18 , selakuKepala Seksi Pengamanan dan Perlindungan HutanDinas Kehutanan Kabupaten Berau, pada tanggal 8Oktober 201219 Wawancara dengan AKP Yogi Hardiman, SIK,selaku Kasatreskrim Polres Berau, pada tanggal 3Oktober 201213


masyarakat yang ada di KabupatenBerau, untuk memberantas para pelaku<strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> illegal logging denganmelaporkan kepada kepolisian terdekatapabila di daerahnya terdapat kegiatanpenebangan hutan secara berlebihanuntuk kegiatan mencari kekayaan pribadiagar segera dilakukan penangkapanuntuk memberikan efek jera <strong>terhadap</strong>para pelaku.Sedangkan menurut Widjil Rahadi,S.Hut 20 , selaku Kepala SeksiPengamanan dan Perlindungan HutanDinas Kehutanan Kabupaten Beraudiperoleh keterangan bahwa rencana<strong>penegakan</strong> <strong>hukum</strong> khususnya <strong>dalam</strong><strong>penyidikan</strong> <strong>terhadap</strong> penebangan pohonsecara ilegal untuk masa yang akandatang akan dilakukan lebih keras lagisesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun1999 tentang Kehutanan karenaKabupaten Berau sudah mampu di pilotproject penghasil karbon bagi dunia, jadipenebangan ilegal dan pembukaankawasan hutan harus sesuai denganperijinan yang sah.Kesimpulan1. Bentuk-bentuk atau modus operandi<strong>tindak</strong> <strong>pidana</strong> peredaran kayu tanpaizin di wilayah <strong>hukum</strong> KepolisianResort Berau adalah sebagai berikut:a. Pelaku menggunakan caradengan mengangkut kayu hasilpenebangan secara ilegal denganmenyimpan di bawah tumpukankayu rakyat;b. Kayu-kayu yang sudah ditebangsecara ilegal, kemudian dibuatkayu blambangan/bantalan dandiangkut dengan kendaraan trukdan memasang jaringan di setiapjalan untuk memantaupatroli/razia dari petugaskepolisian;20 Wawancara dengan Widjil Rahadi, S.Hut, selakuKepala Seksi Pengamanan dan Perlindungan HutanDinas Kehutanan Kabupaten Berau, pada tanggal 8Oktober 2012c. Pengangkutan kayu dilakukanpada waktu dini hari sampaimenjelang subuh;d. Pelaku selalu mengawasi kegiatanyang dilakukan oleh pihakKepolisian apakah pihakKepolisian akan melakukan patroliatau tidak;e. Pelaku menggunakan dokumendari wilayah kabupaten lain padasaat melakukan pengangkutankayu;f. Pelaku menggunakan dokumenyang sudah mati atau denganmengikuti dokumen perusahaanyang sudah berjalan;g. Cukong memberikan ongkoskepada masyarakat sekitar hutanuntuk melakukan penebangankayu di hutan yang kemudianhasil kayu tersebut diambil olehcukong (pemberi dana) dengandibeli secara murah;h. Memberikan upeti kepada oknumpetugas setempat;i. Dalam melakukan pengangkutankayu dari hutan sampai ke pinggirlaut dengan menggunakan saranamobil truk;j. Kayu tebangan secara ilegaldiambil di areal KBK maupunareal KBNK;k. Kayu diambil di areal clearingperkebunan yang tidak diambiloleh perusahaan.2. Penyelesaian <strong>terhadap</strong> kasus-kasuspenebangan pohon secara ilegaldilakukan dengan cara diawalidengan penyelidikan kemudianmelakukan upaya paksa berupapenangkapan, penahanan, penyitaanserta pemberkasan dan diakhiridengan melimpahkan tersangkabeserta barang bukti ke Kejaksaan.Selama tahun 2012 sampai bulanOktober, jumlah kasus illegal loggingyang telah dilimpahkan keKejaksaan/Tahap II di Polres Berauadalah sebanyak 11 kasus. Setelahselesainya proses <strong>penyidikan</strong> (tahap14

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!