TUKIJO LEADERSHIP 1 GK
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Tukijo<br />
Leadership
“<br />
PARA PEMIMPIN<br />
TIDAK LAHIR BEGITU SAJA.<br />
MEREKA TUMBUH DAN<br />
BERKEMBANG<br />
DI DALAM ILMU,<br />
KETRAMPILAN DAN<br />
SIKAPNYA,<br />
SEHINGGA PADA<br />
AKHIRNYA<br />
MENJADI PEMIMPIN<br />
YANG HEBAT<br />
“<br />
Marilyn Katzenmeyer dan Gayle Moller<br />
2<br />
Tukijo Leadership
Transformasi<br />
Tukijo<br />
Banyak orang mengagumi kilau mutiara.<br />
Namun tak banyak orang yang tahu bagaimana<br />
proses pembentukannya. Sebelum menjadi<br />
mutiara, tubuh seekor kerang di dasar laut<br />
dimasuki sebutir pasir. Kerang itu kesakitan.<br />
Berusaha untuk mengeluarkannya. Tapi pasirnya<br />
tidak bisa keluar dari cangkang. Hingga kerang itu<br />
kemudian mengeluarkan getah dari perut untuk<br />
membalut pasir yang melukainya. Hingga<br />
bertahun-tahu. Sampai pada akhirnya,<br />
terbentuklah menjadi mutiara yang cantik dan<br />
sangat berharga.<br />
Tak berlebihan jika perjalanan Ir. Tukijo saat ini<br />
sebagai Direktur Utama Waskita Karya Realty bisa<br />
juga dianalogikan seperti mutiara. Banyak orang<br />
yang mengenalnya. Terlebih orang-orang yang<br />
begelut di bidang properti dan konstruksi. Kiprah<br />
dan dedikasi Tukijo memang tak perlu diragukan. Ia<br />
sudah 35 tahun mengabdi di Waskita Karya.<br />
Bahkan telah menduduki berbagai jabatan<br />
strategis dan penuh prestasi. Jadi sangat wajar jika<br />
memungkinkan dirinya dikenal banyak kalangan.<br />
Namun tak banyak orang yang mengetahui,<br />
bahwasanya jabatan dan kehidupan yang<br />
diperolehnya saat ini, bukanlah didapatkan dengan<br />
sederhana. Ada proses panjang dan berliku yang<br />
telah dilaluinya.<br />
Tukijo Leadership 3
Mungkin tak banyak orang mengira, bahwa sejatinya jiwa kepemimpinan Tukijo<br />
bukanlah pembawaan dari lahir. Terlebih jika melihat bagaimana saat ia memimpin sebuah<br />
rapat di kantor, atau saat negosiasi dengan klien. Tukijo terkenal sangat tegas, lihai dalam<br />
bernegosiasi, piawai membawa suasana, dan mampu menggerakkan anak buah yang<br />
dipimpinnya dengan efektif untuk mencapai target perusahaan. Faktanya, sosok Tukijo<br />
selagi kecil adalah pribadi yang pemalu. Ia selalu mengambil tempat duduk di belakang saat<br />
sekolah. Hingga saat mendaftar sekolah ke STM (Sekolah Teknik Mesin) pun, ia masih<br />
ditemani dan digandeng orang tuanya.<br />
Di sekolahan prestasi Tukijo juga tak begitu menonjol. Nilai-nilainya biasa saja, ratarata,<br />
tak ada yang luar biasa. Sewaktu lulus SD (Sekolah Dasar) ia bahkan tak lulus<br />
mendaftar ke SMP (Sekolah Menengah Pertama) selagi semua teman-temannya berhasil--<br />
karena terkendala nilainya. Hingga terpaksa Tukijo kemudian melanjutkan ke ST (Sekolah<br />
Teknik) sendiri. Dan serta-merta cita-cita Tukijo yang ingin menjadi guru pun juga pupus<br />
seiring melanjutkan ke ST, pasalnya untuk menjadi guru harus melanjutkan ke Sekolah<br />
Pendidikan Guru (SPG), dan untuk bisa melanjutkan ke SPG, harus dari SMP dan ke SMA<br />
(Sekolah Menengah Atas).<br />
Melihat perjalanan pendidikan formal Tukijo sedari kecil memang tak tampak bakat<br />
kepemimpinannya. Tapi di luar pendidikan formal, mentalnya telah ditempa, seakan<br />
dipersiapkan untuk menjadi pemimpin di masa dewasa. Sedari SD Tukijo sudah terbiasa<br />
bekerja keras. Ia rajin membantu orang tuanya beternak. Ia biasa bekerja mengantar hewan<br />
ke tempat jagal. Ia bekerja di sawah membalikkan tanah yang baru dibajak. Selain itu Tukijo<br />
juga biasa berjualan es lilin keliling kampung. Dari semua pengalaman itu, mental kerja<br />
keras Tukijo memang sudah teruji.<br />
Semasa ST Tukijo juga sudah terbiasa membantu tetangganya seorang kontraktor<br />
untuk mengelas, menata bata, merangkai, dan apa pun yang ditugaskan. Pada saat libur<br />
sekolah, ia kerap diajak untuk melihat dan meninjau proyek. Sekali waktu ia juga pernah<br />
ditugaskan oleh tetangganya itu untuk membantu pekerjaan membuat pintu air di tempat<br />
yang jauh, seperti ke Pati, Demak, Wonogiri, hingga Klaten. Setiap kali bersama dengan<br />
tetangganya, Tukijo selalu menyempatkan untuk bertanya-tanya hal yang belum dipahami,<br />
hingga sedikit banyak kemudian jadi mengerti tentang proyek yang dikerjakan.<br />
Di masa remajanya Tukijo juga banyak terjun ikut mengurus sawah yang digarap oleh<br />
ayahnya. Ia biasa mencangkul dan memetik padi di sawah di sela aktivitas sekolah.<br />
4<br />
Tukijo Leadership
Semua itu dilakukan oleh Tukijo dengan senang hati dan tanpa beban. Dari apa yang<br />
dikerjakannya, ia bisa mendapatkan uang, dan bisa membantu meringankan ekonomi<br />
keluarga. Namun pelajaran sangat berharga yang bisa dipetik dari semua yang<br />
dikerjakannya itu, Tukijo menjadi pribadi pekerja keras, ulet, tekun, dan mandiri.<br />
***<br />
Periode selanjutnya adalah periode Tukijo belajar dan mengasah ketrampilan. Semua<br />
dimulai dari kerja di CV Tridarma, Tukijo bekerja sebagai mandor bangunan. Ia memandori<br />
beberapa pekerjaan pembuatan pintu-pintu air di daerah Baturetno, Wonogiri, Demak,<br />
dan Kudus. Selain itu proyek pembuatan talang air di daerah Wonogiri dan pembangunan<br />
SMA Negeri Gemalong.<br />
Selang setelah mengerjakan proyek di CV Tridarma, Tukijo bergabung di CV Budi. Ia<br />
mengerjakan beberapa pekerjaan pembuatan MCK dan jalan-jalan setapak di daerah Pasar<br />
Gede dan Pasar Legi. Namun naas, sebagai mandor Tukijo salah perhitungan upah pekerja.<br />
Para pekerja yang seharusnya diupah 2500 rupiah, dihitung Tukijo sebesar 1500 rupiah.<br />
Terpaksa ia pun harus menutupi kekurangannya.<br />
Kerja Keras<br />
Ulet<br />
Tekun<br />
Mandiri<br />
Tukijo Leadership 5
6<br />
Pengalaman kesuksesan dan kegagalan itu menjadi pondasi awal Tukijo untuk<br />
memimpin. Tanpa ia sadari telah mengasah keterampilannya dalam mengatur pekerja dan<br />
memperhitungkan proyek yang dikerjakannya. Semua pengalaman Tukijo itu pun menjadi<br />
modal saat memutuskan kerja secara profesional di Pontianak, dengan bergabung di PT.<br />
Civil Arcithectur Engineering (CAE).<br />
Tugas pertama Tukijo di PT CAE adalah sebagai pengawas di proyek dermaga<br />
pelabuhan Pontianak, Kalimantan Barat, merombak dermaga kecil yang ada di pelabuhan<br />
tersebut menjadi lebih besar, agar kapal-kapal dengan tonase dan berkapasitas lebih besar<br />
dapat merapat. Tukijo bertugas untuk mengamati, mengoreksi, dan memastikan proses<br />
pembangunan sesuai dengan rencana perusahaan, baik dari rencana gambar bangunan,<br />
kualitas bangunan, hingga pembiayaannya. PT CAE saat itu kebetulan bekerjasama dengan<br />
Waskita Karya sebagai kontraktor proyek.<br />
Di proyek pertamanya itu Tukijo mulai menunjukkan karakternya yang tegas dan<br />
petarung. Ia sangat fokus mengawal proyek agar dilaksanakan sesuai dengan standar yang<br />
ditetapkan. Tak boleh melenceng sedikitpun. Bahkan jika ada hal yang salah dan<br />
melenceng, Tukijo tak segan untuk menegur dan menyampaikan apa yang dianggapnya<br />
benar. Namun semua itu dilakukan semata-mata di pekerjaan. Di luar pekerjaan Tukijo<br />
tetap sebagai pribadi yang hangat dan menjalin hubungan baik, sehingga para pekerjanya<br />
tetap merasa nyaman dengannya.Tugas Tukijo sebagai pengawas proyek dermaga bisa<br />
dijalankan dengan sukses. Seiring dengan keberhasilannya itu, namanya pun menjadi baik<br />
di hadapan rekan- rekan kontraktor dan Waskita Karya.<br />
***<br />
Tahap berikutnya Tukijo banyak belajar bagaimana bersikap saat mengalami<br />
kegagalan. Pada tahun 1983 karena PT CAE bangkrut, Tukijo memastikan bergabung<br />
dengan Waskita Karya setelah diberikan saran salah seorang pegawai di Waskita. Tepat<br />
sebulan setelah Tukijo bekerja, April 1983, ia pun langsung ditugaskan sebagai staf proyek<br />
mengerjakan Bendung Merowi di daerah transmigran yang lokasinya sangat jauh, sekitar<br />
200-an km dari kota Pontianak.<br />
Tukijo sebagai staf proyek bertugas mengawasi sekaligus terjun langsung dalam<br />
pembangunan bendung. Kepala proyek menghendaki pembangunan bendung dilakukan<br />
secara open cut. Jadi seluruh tanah di daerah bendung dikeruk, lalu tepinya dipasang batu.<br />
Anak sungai yang seharusnya bermuara di bendung tersebut kemudian dibendung dengan<br />
tumpukan tanah terlebih dahulu agar tak menggenangi sungai.<br />
Tukijo Leadership
Beberapa teknisi berpengalaman juga diundang saat mengerjakan proyek itu, baik dari<br />
Lampung maupun Jawa, atas pertimbangan bendung Merowi adalah bendung pertama<br />
yang dibangun di sekitaran Kalimantan Barat, dan di samping itu, kontur tanah Pontianak<br />
polos, bahan material dan batuannya juga tidak begitu banyak. Material dulu memang<br />
belum secanggih sekarang. Bahan material impor masih sulit. Jadi dengan medan seperti<br />
itu, tidak mudah untuk membuat bendung. Dibutuhkan teknisi berpengalaman untuk<br />
mengerjakannya.<br />
Namun naas, proyek pertama yang ditangani Tukijo gagal. Baru sekitar dua atau tiga<br />
bulan Tukijo bertugas, air sudah menggenangi seisi bendung. Padahal tanah dasar bendung<br />
belum tergali sepenuhnya. Tukijo dan kawan-kawan pun akhirnya bekerja keras<br />
menyalakan semua pompa untuk menguras bendung.<br />
Cobaan proyek Bendung Merowi tak terhenti sampai di situ. Material di pasaran sangat<br />
langka. Adapun untuk mendapatkan dari daerah lain biaya transportasi menuju ke<br />
Bendung Merowi sangat mahal. Di samping itu juga membuat banyak jalan yanghanya<br />
sekadar dari tanah jadi ambles. Perjalanan pun jadi semakin lama dan membuat upah para<br />
sopir semakin mahal.<br />
Kepala proyek mencoba meminimalisir biaya yang semakin membengkak dengan<br />
mengaspal jalan menuju ke bendung. Tapi ternyata itu bukanlah solusi yang tepat. Biaya<br />
yang ditanggung Waskita untuk membangun jalan raya jadi lebih besar. Proyek pun jadi<br />
molor pengerjaannya. Di lain sisi, Waskita juga banyak mendapat kecaman dari masyarakat<br />
maupun pemerintah karena jalanan rusak. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan<br />
Barat bahkan memberikan surat peringatan karena dianggap merugi cukup signifikan<br />
secara finansial dan molor cukup lama.<br />
Dari kegagalan proyek Bendung Merowi itu, Tukijo belajar banyak hal. Di antaranya<br />
dalam menentukan metode pengerjaan harus dipertimbangkan dengan matang di<br />
samping juga harus dilengkapi dengan estimasi biaya yang tepat saat tender.<br />
Pasca proyek Bendung Merowi Tukijo dimutasi ke kota Pontianak, ditempatkan di<br />
bagian pengendali unit Kalimantan Barat sebagai seorang staf. Ia ditugaskan menangani<br />
administrasi proyek di kantor unit, sehingga setiap hari harus berjibaku dengan laporanlaporan<br />
proyek, termasuk laporan proyek Bendung Merowi.<br />
Tugas menjadi staf pengendali administrasi proyek memang tidak mudah. Selang tidak<br />
lama di bagian itu, Tukijo pun kembali dimutasi. Ia ditugaskan sebagai pelaksana<br />
Tukijo Leadership 7
proyek pembangunan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Pontianak.<br />
Tugas Tukijo dalam proyek SUPM adalah mengawasi dan melakukan supervisi, serta<br />
koordinasi dalam pembangunannya. Selain juga termasuk tugas administratif lain<br />
layaknya mengantar surat, menghitung volume material, serta ragam pemberkasan dan<br />
dokumen internal. Namun, lagi-lagi Tukijo belum bisa menjalankan tugasnya dengan baik.<br />
Ia kecolongan. Di bulan keempat saat ada inspeksi mendadak dari atasan dan konsultan<br />
pengawas pembangunan ketahuan, Tukijo ternyata alpa membaca gambar dan<br />
membiarkan seluruh pekerja konstruksi membangun gedung secara terbalik. Seharusnya<br />
lapangan berada di dalam kompleks dan seluruh gedung menghadap ke lapangan,<br />
membelakangi jalan raya. Tapi Tukijo dan para pekerja proyek justru melakukan sebaliknya.<br />
Sebagai pelaksana Tukijo pun sadar bahwa ia harus selalu memerhatikan proyek yang<br />
diawasinya. Harus mengamati gambar perencanaan, spesifikasi, dan juga mataangin untuk<br />
menentukan arah bangunan. Pengalaman itu pun menjadi pelajaran penting bagi Tukijo.<br />
Ibarat masuk jatuh ke lubang satu, jatuh lagi ke lubang berikutnya. Begitulah<br />
perjalanan Tukijo masa-masa awal di Waskita Karya. Pasca proyek SUPM, ia ditugaskan<br />
sebagai staf pelaksana pembangunan gudang Bulog. Namun lagi-lagi di proyek itu Tukijo<br />
mendapatkan cobaan. Bahkan kali ini cukup berat. Satu kayu tiang pancang yang ditata di<br />
dalam gudang goyah. Tak lama kemudian tiang itu pun roboh dan menimpa salah seorang<br />
pekerja. Tukijo dan kawannya yang lain berusaha menyelamatkan pekerja itu, mengangkat<br />
tiang yang menimpanya, dan melarikannya ke rumah sakit. Tapi ternyata pekerja itu tetap<br />
tidak tertolong. Sesampainya di rumah sakit ia tidak selamat.<br />
Proyek Dolog yang dimulai pada pertengahan 1986, akhirnya selesai pada awal 1987,<br />
karena banyak kemudahan. Terhitung relatif cepat, mengingat ukuran depot logistik yang<br />
terhitung besar. Namun kecelakaan yang menyebabkan korban nyawa itu tetap menjadi<br />
pelajaran besar bagi Tukijo. Ia menyadari bahwa pekerjaannya sangat beresiko dan penuh<br />
pertaruhan nyawa. Sejak itu, ia pun berpikir dan berharap untuk tidak selamanya bekerja di<br />
lapangan. Ia juga tidak ingin kelak ada keturunannya yang bekerja penuh resiko seperti<br />
dirinya. Karena itulah, ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan kuliah agar bisa<br />
mendapatkan posisi yang lebih baik, atau bisa melanjutkan cita-citanya yang sempat<br />
pupus, yaitu dari menjadi guru, untuk menjadi dosen.<br />
Pasca pengerjaan proyek Dolog, Tukijo ditugaskan kembali sebagai staf pengendalian<br />
di kantor Waskita Karya, masih terletak di kantor Pontianak. Ibarat pepatah, pucuk dicinta<br />
8<br />
Tukijo Leadership
ulam pun tiba. Kembali di kantor, itulah harapan yang diinginkan Tukijo. Dengan demikian,<br />
keinginannya melanjutkan kuliah pun terwujud. Akhirnya, ia melanjutkan di Teknik Sipil<br />
Universitas Panca Bhakti Pontianak, kampus yang kebetulan tak jauh dari kantornya.<br />
***<br />
Pada saat di akhir masa akhir studi, Tukijo ditugaskan menangani megaproyek jalan<br />
raya yang menghubungkan Sungai Pinyuh di ujung barat, hingga Anjungan, Bengkayang,<br />
dan Singkawang. Jalan sepanjang seratus kilometer yang kemudian menjadi jalan<br />
provinsi.Kali itu Tukijo ditugaskan sebagai pelaksana. Berbekal pengalaman pekerjaan yang<br />
cukup dan tambahan ilmu dari bangku perkuliahan, ia berhasil menuntaskan tugasnya<br />
dengan baik. Meski medannya rawa-rawa dan semak belukar, ada tuntutan jalan tersebut<br />
harus bisa bertahan di segala cuaca, tak jadi hambatan berarti bagi Tukijo. Ia sukses<br />
menyelesaikan megaproyek itu selama satu tahun.<br />
Setahun kemudian Tukijo dipindahkan lagi ke proyek jalan yang lebih jauh dan<br />
terpencil, tepatnya di proyek jalan pararel perbatasan dari Kabupaten Sanggau hingga<br />
Jagoi dan Bengkayang. Kali itu ia ditugaskan sebagai pelaksana dan pengawas proyek.<br />
Medan proyek sangat sulit. Bahkan dalam pembuatan jalan harus memecah gunung<br />
dengan dinamit. Di samping itu, material juga langka. Tapi proses pengerjaannya berjalan<br />
dengan lancar selama dua tahun penuh.<br />
Setahun sebelum megaproyek itu selesai, Tukijo juga sempat ditugaskan dalam<br />
pembangunan Jembatan Kartiasa di Kabupaten Sambas, menghubungkan dua tanah yang<br />
telah lama dipisahkan oleh Sungai Kapuas, dengan bentang jembatan 500 meter. Proyek<br />
itu tak berlangsung lama, tapi karena terkendala pendanaan yang terbatas. Jadi bukan atas<br />
kesalahan Tukijo sebagai kepala proyek.<br />
Setelah itu Tukijo langsung mendapatkan proyek baru selepas menjadi pelaksana di<br />
proyek jembatan, yaitu pembangunan jalan raya Sosok-Sanggau-Sintang. Medannya kali<br />
itu jauh lebih menantang, menerobos rimba Kalimantan. Namun nilai kontraknya saat itu<br />
milyaran rupiah. Sebagai pelaksana proyek untuk menangani aspal itu, Tukijo melakukan<br />
pekerjaan berat, yaitu meledakkan bukit batu dan memecah batu dengan crusher. Ia<br />
berhasil melakukannya dengan baik. Aspal pun bisa dibangun sepanjang Sosok, Sanggau,<br />
hingga Sintang.<br />
Tukijo Leadership 9
Sekilas gambaran bagaimana proses pembentukan jiwa kepemimpinan Tukijo di atas turut<br />
membenarkan apa yang dikatakan oleh Marilyn Katzenmeyer dan Gayle Moller, bahwa,<br />
“para pemimpin tidak lahir begitu saja. Mereka tumbuh dan berkembang<br />
di dalam ilmu, ketrampilan dan sikapnya, sehingga pada akhirnya<br />
menjadi pemimpin yang hebat.”<br />
Tukijo terus belajar dari apa yang dijalani, termasuk dari kegagalan- kegagalan yang<br />
dialami. Tak hanya belajar dari pengalaman, ia juga memantapkan keilmuan di bangku<br />
pendidikan formal dengan kuliah, di samping ia juga terusmengasah ketrampilan<br />
dalam bekerja dan senantiasa bersikap positif atas semua yang dilakukan.<br />
Power<br />
Capacity<br />
Meminjam istilah dari Kubik Leadership, proses berkembangnya jiwa kepemimpinan<br />
Tukijo tidak lain karena terus meningkatkan apa yang disebut sebagai 'valensi'. Valensi<br />
berasal dari bahasa Latin 'valentia' yang berarti kekuatan (power) atau kapasitas<br />
(capacity). Jadi valensi bisa diartikan sebagai 'takaran' atau 'bobot' yang mewakili kapasitas<br />
seseorang. Tukijo senantiasa meningkatkan valensinya dengan senantiasa terus belajar dan<br />
memperbaiki diri.<br />
10<br />
Tukijo Leadership
“<br />
Pemimpin adalah<br />
seseorang yang<br />
menduduki suatu<br />
posisi manajemen<br />
atau seseorang<br />
yang melakukan<br />
suatu pekerjaan<br />
memimpin.<br />
“<br />
Davis and Filley<br />
Tukijo Leadership 11
Tanda<br />
Kepemimpinan<br />
Tukijo<br />
Satu di antara lain hal yang menarik dari<br />
Tukijo selama bergabung di Waskita Karya adalah<br />
proses jenjang karirnya yang dilalui dari tahap<br />
demi tahap dengan telaten. Ia bergabung di<br />
Waskita mulai jadi staf, kepala seksi, kepala<br />
proyek, kepala bagian, wakil kepala divisi, kepala<br />
divisi, wakil direktur utama anak perusahaan,<br />
hingga jadi direktur utama anak perusahaan.<br />
“Mungkin hanya saya di Waskita yang<br />
berkarir benar-benar naik tangga tahap demi<br />
tahap. Yang lain rata-rata langsung bisa loncatloncat,”<br />
jelas Tukijo. Namun meski demikian,<br />
beberapa jabatan yang sempat diduduki oleh<br />
Tukijo tak selalu lama. Ada yang hanya setahun,<br />
beberapa bulan, dan bahkan ada yang hanya satu<br />
bulan, yaitu saat jadi Wakil Direktur Waskita<br />
Karya Realty. Setelah itu ia langsung diangkat<br />
menjadi Direktur Utama.<br />
12<br />
Tukijo Leadership
“Padahal sebelumnya tidak ada jabatan Wakil Direktur. Mungkin di sejarah<br />
Waskita, nggak akan ada Wakil Direktur lagi,” kata Tukijo sembari tertawa<br />
mengisahkan.<br />
Jika mengacu definisi pemimpin dari Davis dan Filley, sejatinya Tukijo benar-benar<br />
posisinya jadi pemimpin di Waskita Karya adalah saat menduduki suatu posisi<br />
manajemen, yaitu mulai sejak menjadi Kepala Bagian Pengendalian Divisi Gedungpada<br />
tahun 2008, menjadi Kepala Bagian Pengendalian Divisi I pada tahun 2009, menjadi<br />
Kepala Unit Gedung G2 Surabaya tahun 2010, Bagian Divisi I pada tahun<br />
2011, Wakil Kepala Divisi I, hingga menjadi Kepala Divisi Gedung pada tahun 2013,<br />
Kepala Divisi Regional IV, Kepala Divisi II pada tahun 2015, dan menjadi Direktur Utama<br />
Waskita Karya Realty sejak tahun 2016 sampai sekarang. Adapun jabatan sebelumnya<br />
sebagai seorang staf, kepala seksi, dan kepala proyek, adalah sebagai bentuk melakukan<br />
suatu pekerjaan memimpin di lingkup yang kecil.<br />
Tukijo Leadership 13
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi pada dasarnya mencakup dua aspek, yaitu;<br />
fungsi administrasi, meliputi kegiatan mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi<br />
dan menyediakan fasilitasnya, dan fungsi sebagai top manajemen, meliputi kegiatan<br />
planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dan sebagainya.<br />
Proses tangga jabatan kepemimpinan yang dilakukan oleh Tukijo juga turut<br />
membuahkan manfaat baginya. Dengan naik tahap demi tahap, akhirnya ia menjadi tahu<br />
semua dari A sampai Z. Hal itu turut menjadi bekal yang sangat berarti baginya pada saat<br />
telah menduduki jabatannya sekarang sebagai Dirut Waskita Karya Realty.<br />
Di lain sisi, cobaan yang dilewati Tukijo saat menduduki jabatan juga tidak fatal dan<br />
membuatnya berat menjalani. Cobaan-cobaan itu datang juga sesuai dengan kapasitas<br />
yang dimiliki oleh Tukijo dan sesuai tanggung jawab yang menyertai jabatannya. Sehingga<br />
layaknya seperti jabatan yang dilaluinya secara tahap demi tahap, cobaan yang dilewati<br />
oleh Tukijo kapasitasnya juga tahap demi tahap, mulai dari cobaan kecil-kecil, hingga<br />
cobaan besar. Namun, berbekal dari kenyangnya pengalaman Tukijo bekerja, seiring dengan<br />
jabatannya di jajaran manajer, resiko masalah yang bisa timbul di proyek pun bisa<br />
diminimalisir olehnya. Terlebih ia tipikal orang yang mau belajar dari kegagalan atasannya<br />
atau orang lain.<br />
Dari gambaran di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwasanya, apa yang dikatakan oleh<br />
Valerie Sokoloski memang benar, bahwa, “Pemimpin tidak lahir begitu saja. Kepemimpinan<br />
dipelajari dan dikembangkan. Proses itu dimulai sejak awal hidup kita dengan diri kita<br />
sendiri sebagai Individu.” Tukijo menjadi bukti nyata, bahwa dengan belajar dan mau<br />
mengembangkan diri, meski sedari kecil tak tampak bakat kepemimpinannya, akhirnya bisa<br />
berproses dengan baik menjadi pemimpin di Waskita Karya. []<br />
14<br />
Tukijo Leadership
“<br />
“Pemimpin tidak lahir<br />
begitu saja.<br />
Kepemimpinan<br />
dipelajari dan<br />
dikembangkan.<br />
Proses itu dimulai<br />
sejak awal hidup kita<br />
dengan diri<br />
kita sendiri<br />
sebagai Individu.”<br />
“<br />
Tukijo Leadership 15