TUKIJO LEADERSHIP 2
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
1
Transformasi Tukijo<br />
Banyak orang mengagumi kilau mutiara. Namun tak<br />
banyak orang yang tahu bagaimana proses<br />
pembentukannya. Sebelum menjadi mutiara, tubuh seekor<br />
kerang di dasar laut dimasuki sebutir pasir. Kerang itu kesakitan.<br />
Berusaha untuk mengeluarkannya. Tapi pasirnya tidak bisa keluar<br />
dari cangkang. Hingga kerang itu kemudian mengeluarkan getah<br />
dari perut untuk membalut pasir yang melukainya. Hingga bertahuntahu.<br />
Sampai pada akhirnya, terbentuklah menjadi mutiara yang<br />
cantik dan sangat berharga.<br />
Ada proses<br />
panjang dan<br />
berliku yang<br />
telah<br />
dilaluinya.<br />
Tak berlebihan jika perjalanan Ir. Tukijo<br />
saat ini sebagai Direktur Utama Waskita Karya<br />
Realty bisa juga dianalogikan seperti mutiara.<br />
Banyak orang yang mengenalnya. Terlebih orang-orang<br />
yang begelut di bidang properti<br />
dan konstruksi. Kiprah dan dedikasi Tukijo<br />
memang tak perlu diragukan. Ia sudah 35<br />
tahun mengabdi di Waskita Karya. Bahkan<br />
telah menduduki berbagai jabatan strategis<br />
dan penuh prestasi. Jadi sangat wajar jika<br />
memungkinkan dirinya dikenal banyak<br />
kalangan. Namun tak banyak orang yang<br />
mengetahui, bahwasanya jabatan dan<br />
kehidupan yang diperolehnya saat ini,<br />
bukanlah didapatkan dengan sederhana. Ada<br />
proses panjang dan berliku yang telah<br />
dilaluinya.<br />
2 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
Mungkin tak banyak orang mengira, bahwa sejatinya jiwa<br />
kepemimpinan Tukijo bukanlah pembawaan dari lahir. Terlebih jika<br />
melihat bagaimana saat ia memimpin sebuah rapat di kantor, atau<br />
saat negosiasi dengan klien. Tukijo terkenal sangat tegas, lihai dalam<br />
bernegosiasi, piawai membawa suasana, dan mampu<br />
menggerakkan anak buah yang dipimpinnya dengan efektif untuk<br />
mencapai target perusahaan. Faktanya, sosok Tukijo selagi kecil<br />
adalah pribadi yang pemalu. Ia selalu mengambiltempat duduk di<br />
belakang saat sekolah. Hingga saat mendaftar sekolah ke STM<br />
(Sekolah Teknik Mesin) pun, ia masih ditemani dan digandeng orang<br />
tuanya.<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
3
Di sekolahan prestasi Tukijo juga tak begitu menonjol. Nilainilainya<br />
biasa saja, rata- rata, tak ada yang luar biasa. Sewaktu<br />
lulus SD (Sekolah Dasar) ia bahkan tak lulus mendaftar ke SMP<br />
(Sekolah Menengah Pertama) selagi semua teman-temannya<br />
berhasil—karena terkendala nilainya. Hingga terpaksa Tukijo<br />
kemudian melanjutkan ke ST (Sekolah Teknik) sendiri. Dan sertamerta<br />
cita-cita Tukijo yang ingin menjadi guru pun juga pupus<br />
seiring melanjutkan ke ST,<br />
pasalnya untuk menjadi guru<br />
harus melanjutkan ke Sekolah<br />
Pendidikan Guru (SPG), dan<br />
untuk bisa melanjutkan ke<br />
SPG, harus dari SMP dan ke<br />
SMA (Sekolah Menengah<br />
Atas).<br />
Menjadi<br />
pribadi<br />
pekerja keras,<br />
ulet, tekun,<br />
dan mandiri.<br />
Melihat perjalanan<br />
pendidikan formal Tukijo<br />
sedari kecil memang tak<br />
tampak<br />
bakat<br />
kepemimpinannya. Tapi di<br />
luar pendidikan formal,<br />
mentalnya telah ditempa,<br />
seakan dipersiapkan untuk menjadi pemimpin di masa dewasa.<br />
Sedari SD Tukijo sudah terbiasa bekerja keras. Ia rajin membantu<br />
orang tuanya beternak. Ia biasa bekerja mengantar hewan ke<br />
tempat jagal. Ia bekerja di sawah membalikkan tanah yang baru<br />
dibajak. Selain itu Tukijo juga biasa berjualan es lilin keliling<br />
4 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
kampung. Dari semua pengalaman itu, mental kerja keras Tukijo<br />
memang sudah teruji.<br />
Semasa ST Tukijo juga sudah terbiasa membantu tetangganya<br />
seorang kontraktor untuk mengelas, menata bata, merangkai, dan<br />
apa pun yang ditugaskan. Pada saat libur sekolah, ia kerap diajak<br />
untuk melihat dan meninjau proyek. Sekali waktu ia juga pernah<br />
ditugaskan oleh tetangganya itu untuk membantu pekerjaan<br />
membuat pintu air di tempat yang jauh, seperti ke Pati, Demak,<br />
Wonogiri, hingga Klaten. Setiap kali bersama dengan<br />
tetangganya, Tukijo selalu menyempatkan untuk bertanya-tanya hal<br />
yang belum dipahami, hingga sedikit banyak kemudian jadi<br />
mengerti tentang proyek yang dikerjakan.<br />
Di masa remajanya Tukijo juga banyak terjun ikut mengurus<br />
sawah yang digarap oleh ayahnya. Ia biasa mencangkul dan<br />
memetik padi di sawah di sela aktivitas sekolah. Semua itu<br />
dilakukan oleh Tukijo dengan senang hati dan tanpa beban. Dari<br />
apa yang dikerjakannya, ia bisa mendapatkan uang, dan bisa<br />
membantu meringankan ekonomi keluarga. Namun pelajaran<br />
sangat berharga yang bisa dipetik dari semua yang<br />
dikerjakannya itu, Tukijo menjadi pribadi pekerja keras, ulet, tekun,<br />
dan mandiri.<br />
***<br />
Periode selanjutnya adalah periode Tukijo belajar dan<br />
mengasah ketrampilan. Semua dimulai dari kerja di CV Tridarma,<br />
Tukijo bekerja sebagai mandor bangunan. Ia memandori<br />
beberapa pekerjaan pembuatan pintu-pintu air di daerah<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
5
Baturetno, Wonogiri, Demak, dan Kudus. Selain itu proyek<br />
pembuatan talang air di daerah Wonogiri dan pembangunan SMA<br />
Negeri Gemalong.<br />
Selang setelah mengerjakan proyek di CV Tridarma, Tukijo<br />
bergabung di CV Budi. Ia mengerjakan beberapa pekerjaan<br />
pembuatan MCK dan jalan-jalan setapak di daerah Pasar Gede<br />
dan Pasar Legi. Namun naas, sebagai mandor Tukijo salah<br />
perhitungan upah pekerja. Para pekerja yang seharusnya diupah<br />
2500 rupiah, dihitung Tukijo sebesar 1500 rupiah. Terpaksa ia pun<br />
harus menutupi kekurangannya.<br />
Pengalaman kesuksesan dan kegagalan itu menjadi pondasi<br />
awal Tukijo untuk memimpin. Tanpa ia sadari telah mengasah<br />
keterampilannya dalam mengatur pekerja dan memperhitungkan<br />
proyek yang dikerjakannya. Semua pengalaman Tukijo itu pun menjadi<br />
modal saat memutuskan kerja secara profesional di Pontianak,<br />
dengan bergabung di PT. Civil Arcithectur Engineering (CAE).<br />
Tugas pertama Tukijo di PT CAE adalah sebagai pengawas<br />
di proyek dermaga pelabuhan Pontianak, Kalimantan Barat,<br />
merombak dermaga kecil yang ada di pelabuhan tersebut<br />
menjadi lebih besar, agar kapal-kapal dengan tonase dan<br />
berkapasitas lebih besar dapat merapat. Tukijo bertugas untuk<br />
mengamati, mengoreksi, dan memastikan proses pembangunan<br />
sesuai dengan rencana perusahaan, baik dari rencana gambar<br />
bangunan, kualitas bangunan, hingga pembiayaannya. PT CAE<br />
saat itu kebetulan bekerjasama dengan Waskita Karya sebagai<br />
kontraktor proyek.<br />
6 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
Di proyek pertamanya itu Tukijo mulai menunjukkan<br />
karakternya yang tegas dan petarung. Ia sangat fokus mengawal<br />
proyek agar dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan.<br />
Tak boleh melenceng sedikitpun. Bahkan jika ada hal yang salah<br />
dan melenceng, Tukijo tak segan untuk menegur dan<br />
menyampaikan apa yang dianggapnya benar. Namun semua itu<br />
dilakukan semata-mata di pekerjaan. Di luar pekerjaan Tukijo tetap<br />
sebagai pribadi yang hangat dan menjalin hubungan baik,<br />
sehingga para pekerjanya tetap merasa nyaman dengannya.Tugas<br />
Tukijo sebagai pengawas proyek dermaga bisa dijalankan dengan<br />
sukses. Seiring dengan keberhasilannya itu, namanya pun menjadi<br />
baik di hadapan rekan- rekan kontraktor dan Waskita Karya.<br />
***<br />
Tahap berikutnya Tukijo banyak belajar bagaimana bersikap<br />
saat mengalami kegagalan.<br />
Pada tahun 1983 karena PT CAE bangkrut, Tukijo memastikan<br />
bergabung dengan Waskita Karya setelah diberikan saran salah<br />
seorang pegawai di Waskita. Tepat sebulan setelah Tukijo bekerja,<br />
April 1983, ia pun langsung ditugaskan sebagai staf proyek<br />
mengerjakan Bendung Merowi di daerah transmigran yang<br />
lokasinya sangat jauh, sekitar 200-an km dari kota Pontianak.<br />
Tukijo sebagai staf proyek bertugas mengawasi sekaligus<br />
terjun langsung dalam pembangunan bendungan. Kepala proyek<br />
menghendaki pembangunan bendung dilakukan secara open cut.<br />
Jadi seluruh tanah di daerah bendung dikeruk, lalu tepinya<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
7
dipasang batu. Anak sungai yang seharusnya bermuara di<br />
bendung tersebut kemudian dibendung dengan tumpukan tanah<br />
terlebih dahulu agar tak menggenangi sungai.<br />
Beberapa teknisi berpengalaman juga diundang saat<br />
mengerjakan proyek itu, baik dari Lampung maupun Jawa, atas<br />
pertimbangan bendung Merowi adalah bendung pertama yang<br />
dibangun di sekitaran Kalimantan Barat, dan di samping itu,<br />
kontur tanah Pontianak polos, bahan material dan batuannya juga<br />
tidak begitu banyak. Material dulu memang belum secanggih<br />
sekarang. Bahan material impor masih sulit. Jadi dengan medan<br />
seperti itu, tidak mudah untuk membuat bendung. Dibutuhkan<br />
teknisi berpengalaman untuk mengerjakannya.<br />
Namun naas, proyek pertama yang ditangani Tukijo gagal.<br />
Baru sekitar dua atau tiga bulan Tukijo bertugas, air sudah<br />
menggenangi seisi bendung. Padahal tanah dasar bendung belum<br />
tergali sepenuhnya. Tukijo dan kawan-kawan pun akhirnya bekerja<br />
keras menyalakan semua pompa untuk menguras bendung.<br />
Cobaan proyek Bendung Merowi tak terhenti sampai di situ.<br />
Material di pasaran sangat langka. Adapun untuk mendapatkan<br />
dari daerah lain biaya transportasi menuju ke Bendung Merowi<br />
sangat mahal. Di samping itu juga membuat banyak jalan yang<br />
hanya sekadar dari tanah jadi ambles. Perjalanan pun jadi semakin<br />
lama dan membuat upah para sopir semakin mahal.<br />
Kepala proyek mencoba meminimalisir biaya yang semakin<br />
membengkak dengan mengaspal jalan menuju ke bendung. Tapi<br />
ternyata itu bukanlah solusi yang tepat. Biaya yang ditanggung<br />
8 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
Waskita untuk membangun jalan raya jadi lebih besar. Proyek pun<br />
jadi molor pengerjaannya. Di lain sisi, Waskita juga banyak<br />
mendapat kecaman dari masyarakat maupun pemerintah karena<br />
jalanan rusak. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat<br />
bahkan memberikan surat peringatan karena dianggap merugi<br />
cukup signifikan secara finansial dan molor cukup lama.<br />
Dari kegagalan proyek Bendung Merowi itu, Tukijo belajar<br />
banyak hal. Di antaranya dalam menentukan metode pengerjaan<br />
harus dipertimbangkan dengan matang di samping juga harus<br />
dilengkapi dengan estimasi biaya yang tepat saat tender.<br />
Pasca proyek Bendung Merowi Tukijo dimutasi ke kota<br />
Pontianak, ditempatkan di bagian pengendali unit Kalimantan Barat<br />
sebagai seorang staf. Ia ditugaskan menangani administrasi proyek<br />
di kantor unit, sehingga setiap hari harus berjibaku dengan<br />
laporan-laporan proyek, termasuk laporan proyek Bendung<br />
Merowi.<br />
Tugas menjadi staf pengendali administrasi proyek memang<br />
tidak mudah. Selang tidak lama di bagian itu, Tukijo pun kembali<br />
dimutasi. Ia ditugaskan sebagai pelaksana proyek pembangunan<br />
Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Pontianak.<br />
Tugas Tukijo dalam proyek SUPM adalah mengawasi dan<br />
melakukan supervisi, serta koordinasi dalam pembangunannya.<br />
Selain juga termasuk tugas administratif lain layaknya mengantar<br />
surat, menghitung volume material, serta ragam pemberkasan dan<br />
dokumen internal. Namun, lagi-lagi Tukijo belum bisa menjalankan<br />
tugasnya dengan baik. Ia kecolongan. Di bulan keempat saat ada<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
9
inspeksi mendadak dari atasan dan konsultan pengawas<br />
pembangunan ketahuan, Tukijo ternyata alpa membaca gambar<br />
dan membiarkan seluruh pekerja konstruksi membangun gedung<br />
secara terbalik. Seharusnya lapangan berada di dalam kompleks<br />
dan seluruh gedung menghadap ke lapangan, membelakangi jalan<br />
raya. Tapi Tukijo dan para pekerja proyek justru melakukan<br />
sebaliknya.<br />
Sebagai pelaksana Tukijo pun sadar bahwa ia harus selalu<br />
memerhatikan proyek yang diawasinya. Harus mengamati<br />
gambar perencanaan, spesifikasi, dan juga mataangin untuk<br />
menentukan arah bangunan. Pengalaman itu pun menjadi<br />
pelajaran penting bagi Tukijo.<br />
Ibarat masuk jatuh ke lubang satu, jatuh lagi ke lubang<br />
berikutnya. Begitulah perjalanan Tukijo masa-masa awal di<br />
Waskita Karya. Pasca proyek SUPM, ia ditugaskan sebagai staf<br />
pelaksana pembangunan gudang Bulog. Namun lagi-lagi di<br />
proyek itu Tukijo mendapatkan cobaan. Bahkan kali ini cukup<br />
berat. Satu kayu tiang pancang yang ditata di dalam gudang<br />
goyah. Tak lama kemudian tiang itu pun roboh dan menimpa salah<br />
seorang pekerja. Tukijo dan kawannya yang lain berusaha<br />
menyelamatkan pekerja itu, mengangkat tiang yang menimpanya,<br />
dan melarikannya ke rumah sakit. Tapi ternyata pekerja itu tetap<br />
tidak tertolong. Sesampainya di rumah sakit ia tidak selamat.<br />
Proyek Dolog yang dimulai pada pertengahan 1986,<br />
akhirnya selesai pada awal 1987, karena banyak kemudahan.<br />
Terhitung relatif cepat, mengingat ukuran depot logistik yang<br />
10 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
menjadi guru, untuk menjadi<br />
dosen.<br />
terhitung besar. Namun kecelakaan yang<br />
menyebabkan korban nyawa itu tetap<br />
menjadi pelajaran besar bagi Tukijo. Ia<br />
menyadari bahwa pekerjaannya sangat<br />
beresiko dan penuh pertaruhan nyawa.<br />
Sejak itu, ia pun berpikir dan berharap untuk<br />
tidak selamanya bekerja di lapangan. Ia juga<br />
tidak ingin kelak ada keturunannya yang<br />
bekerja penuh resiko seperti dirinya. Karena<br />
itulah, ia kemudian memutuskan untuk<br />
melanjutkan kuliah agar bisa mendapatkan<br />
posisi yang lebih baik, atau bisa melanjutkan<br />
cita-citanya yang sempat pupus, yaitu dari<br />
Pasca pengerjaan<br />
proyek Dolog, Tukijo<br />
ditugaskan kembali sebagai<br />
staf pengendalian di kantor<br />
Waskita Karya, masih<br />
terletak di kantor Pontianak.<br />
Ibarat pepatah, pucuk dicinta<br />
ulam pun tiba. Kembali di<br />
kantor, itulah harapan yang<br />
diinginkan Tukijo. Dengan<br />
demikian, keinginannya<br />
melanjutkan kuliah pun<br />
terwujud. Akhirnya, ia<br />
melanjutkan di Teknik Sipil<br />
Universitas Panca Bhakti<br />
Pontianak, kampus yang<br />
kebetulan tak jauh dari<br />
kantornya.<br />
***<br />
Pada saat di akhir masa<br />
akhir studi, Tukijo ditugaskan<br />
menangani megaproyek<br />
jalan raya yang<br />
menghubungkan Sungai<br />
Pinyuh di ujung barat, hingga<br />
Anjungan, Bengkayang, dan<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership 11
Para pemimpin tidak lahir begitu saja. Mereka<br />
tumbuh dan berkembang di dalam ilmu,<br />
ketrampilan dan sikapnya, sehingga pada<br />
akhirnya menjadi pemimpin yang hebat<br />
Singkawang. Jalan sepanjang seratus kilometer yang kemudian<br />
menjadi jalan provinsi.Kali itu Tukijo ditugaskan sebagai<br />
pelaksana. Berbekal pengalaman pekerjaan yang cukup dan<br />
tambahan ilmu dari bangku perkuliahan, ia berhasil menuntaskan<br />
tugasnya dengan baik. Meski medannya rawa-rawa dan semak<br />
belukar, ada tuntutan jalan tersebut harus bisa bertahan di segala<br />
cuaca, tak jadi hambatan berarti bagi Tukijo. Ia sukses<br />
menyelesaikan megaproyek itu selama satu tahun.<br />
Setahun kemudian Tukijo dipindahkan lagi ke proyek jalan<br />
yang lebih jauh dan terpencil, tepatnya di proyek jalan pararel<br />
perbatasan dari Kabupaten Sanggau hingga Jagoi dan<br />
Bengkayang. Kali itu ia ditugaskan sebagai pelaksana dan<br />
pengawas proyek. Medan proyek sangat sulit. Bahkan dalam<br />
pembuatan jalan harus memecah gunung dengan dinamit. Di<br />
samping itu, material juga langka. Tapi proses pengerjaannya<br />
berjalan dengan lancar selama dua tahun penuh.<br />
Setahun sebelum megaproyek itu selesai, Tukijo juga<br />
sempat ditugaskan dalam pembangunan Jembatan Kartiasa di<br />
Kabupaten Sambas, menghubungkan dua tanah yang telah lama<br />
dipisahkan oleh Sungai Kapuas, dengan bentang jembatan 500<br />
meter. Proyek itu tak berlangsung lama, tapi karena terkendala<br />
12 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
pendanaan yang terbatas. Jadi bukan atas kesalahan Tukijo<br />
sebagai kepala proyek.<br />
Setelah itu Tukijo langsung mendapatkan proyek baru<br />
selepas menjadi pelaksana di proyek jembatan, yaitu<br />
pembangunan jalan raya Sosok-Sanggau-Sintang. Medannya kali<br />
itu jauh lebih menantang, menerobos rimba Kalimantan. Namun<br />
nilai kontraknya saat itu milyaran rupiah. Sebagai pelaksana<br />
proyek untuk menangani aspal itu, Tukijo melakukan pekerjaan<br />
berat, yaitu meledakkan bukit batu dan memecah batu dengan<br />
crusher. Ia berhasil melakukannya dengan baik. Aspal pun bisa<br />
dibangun sepanjang Sosok, Sanggau, hingga Sintang.<br />
***<br />
Sekilas gambaran bagaimana proses pembentukan jiwa<br />
kepemimpinan Tukijo di atas turut membenarkan apa yang<br />
dikatakan oleh Marilyn Katzenmeyer dan Gayle Moller, bahwa,<br />
“para pemimpin tidak lahir begitu saja. Mereka tumbuh dan<br />
berkembang di dalam ilmu, ketrampilan dan sikapnya, sehingga<br />
pada akhirnya menjadi pemimpin yang hebat.” Tukijo terus belajar<br />
dari apa yang dijalani, termasuk dari kegagalan- kegagalan yang<br />
dialami. Tak hanya belajar dari pengalaman, ia juga memantapkan<br />
keilmuan di bangku pendidikan formal dengan kuliah, di<br />
samping ia juga terusmengasah ketrampilan dalam bekerja dan<br />
senantiasa bersikap positif atas semua yang dilakukan.<br />
Meminjam istilah dari Kubik Leadership, proses<br />
berkembangnya jiwa kepemimpinan Tukijo tidak lain karena terus<br />
meningkatkan apa yang disebut sebagai ‘valensi’. Valensi berasal<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
13
dari bahasa Latin ‘valentia’ yang berarti kekuatan (power) atau<br />
kapasitas (capacity). Jadi valensi bisa diartikan sebagai ‘takaran’<br />
atau ‘bobot’ yang mewakili kapasitas seseorang. Tukijo senantiasa<br />
meningkatkan valensinya dengan senantiasa terus belajar dan<br />
memperbaiki diri.<br />
Tangga Kepemimpinan Tukijo<br />
Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi<br />
manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan<br />
memimpin.<br />
~ Davis and Filley<br />
Satu di antara lain hal yang menarik dari Tukijo selama<br />
bergabung di Waskita Karya adalah proses jenjang karirnya yang<br />
dilalui dari tahap demi tahap dengan telaten. Ia bergabung di<br />
Waskita mulai jadi staf, kepala seksi, kepala proyek, kepala bagian,<br />
wakil kepala divisi, kepala divisi, wakil direktur utama anak<br />
perusahaan, hingga jadi direktur utama anak perusahaan.<br />
“Mungkin hanya saya di Waskita yang berkarir benar-benar<br />
naik tangga tahap demi tahap. Yang lain rata-rata langsung bisa<br />
loncat-loncat,” jelas Tukijo. Namun meski demikian, beberapa<br />
jabatan yang sempat diduduki oleh Tukijo tak selalu lama. Ada<br />
yang hanya setahun, beberapa bulan, dan bahkan ada yang hanya<br />
satu bulan, yaitu saat jadi Wakil Direktur Waskita Karya Realty.<br />
Setelah itu ia langsung diangkat menjadi Direktur Utama.<br />
14 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
“Padahal sebelumnya tidak ada jabatan Wakil Direktur.<br />
Mungkin di sejarah Waskita, nggak akan ada Wakil Direktur lagi,”<br />
kata Tukijo sembari tertawa mengisahkan.<br />
Jika mengacu definisi pemimpin dari Davis dan Filley,<br />
sejatinya Tukijo benar-benar posisinya jadi pemimpin di Waskita<br />
Karya adalah saat menduduki suatu posisi manajemen, yaitu mulai<br />
sejak menjadi Kepala Bagian Pengendalian Divisi Gedungpada<br />
tahun 2008, menjadi Kepala Bagian Pengendalian Divisi I pada<br />
tahun 2009, menjadi Kepala Unit Gedung G2 Surabaya tahun 2010,<br />
Bagian Divisi I pada tahun<br />
2011, Wakil Kepala Divisi I, hingga menjadi Kepala Divisi<br />
Gedung pada tahun 2013, Kepala Divisi Regional IV, Kepala Divisi<br />
II pada tahun 2015, dan menjadi Direktur Utama Waskita Karya<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
15
Realty sejak tahun 2016 sampai sekarang. Adapun jabatan<br />
sebelumnya sebagai seorang staf, kepala seksi, dan kepala<br />
proyek, adalah sebagai bentuk melakukan suatu pekerjaan<br />
memimpin di lingkup yang kecil.<br />
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi pada dasarnya<br />
mencakup dua aspek, yaitu; fungsi administrasi, meliputi kegiatan<br />
mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan<br />
menyediakan fasilitasnya, dan fungsi sebagai top manajemen,<br />
meliputi kegiatan planning, organizing, staffing, directing, commanding,<br />
controling, dan sebagainya.<br />
Proses tangga jabatan kepemimpinan yang dilakukan oleh<br />
Tukijo juga turut membuahkan manfaat baginya. Dengan naik<br />
tahap demi tahap, akhirnya ia menjadi tahu semua dari A sampai<br />
Z. Hal itu turut menjadi bekal yang sangat berarti baginya pada<br />
saat telah menduduki jabatannya sekarang sebagai Dirut Waskita<br />
Karya Realty.<br />
Di lain sisi, cobaan yang dilewati Tukijo saat menduduki<br />
jabatan juga tidak fatal dan membuatnya berat menjalani.<br />
Cobaan-cobaan itu datang juga sesuai dengan kapasitas yang<br />
dimiliki oleh Tukijo dan sesuai tanggung jawab yang menyertai<br />
jabatannya. Sehingga layaknya seperti jabatan yang dilaluinya<br />
secara tahap demi tahap, cobaan yang dilewati oleh Tukijo<br />
kapasitasnya juga tahap demi tahap, mulai dari cobaan kecil-kecil,<br />
hingga cobaan besar. Namun, berbekal dari kenyangnya<br />
pengalaman Tukijo bekerja, seiring dengan jabatannya di jajaran<br />
manajer, resiko masalah yang bisa timbul di proyek pun bisa<br />
16 <strong>TUKIJO</strong> Leadership
diminimalisir olehnya. Terlebih ia tipikal orang yang mau belajar<br />
dari kegagalan atasannya atau orang lain.<br />
Dari gambaran di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwasanya,<br />
apa yang dikatakan oleh Valerie Sokoloski memang benar, bahwa,<br />
“Pemimpin tidak lahir begitu saja. Kepemimpinan dipelajari dan<br />
dikembangkan. Proses itu dimulai sejak awal hidup kita dengan<br />
diri kita sendiri sebagai Individu.” Tukijo menjadi bukti nyata,<br />
bahwa dengan belajar dan mau mengembangkan diri, meski<br />
sedari kecil tak tampak bakat kepemimpinannya, akhirnya bisa<br />
berproses dengan baik menjadi pemimpin di Waskita Karya Realty.<br />
“Pemimpin tidak lahir begitu saja.<br />
Kepemimpinan dipelajari dan<br />
dikembangkan. Proses itu dimulai<br />
sejak awal hidup kita dengan diri<br />
kita sendiri sebagai Individu.”<br />
<strong>TUKIJO</strong> Leadership<br />
17