E - PAPER RADAR BEKASI EDISI 21 JANUARI 2019
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PENDIDIKAN<br />
6 SENIN, <strong>21</strong> <strong>JANUARI</strong> <strong>2019</strong><br />
Bermain dalam Belajar<br />
Penulis: Hatta Nur Yakina, S.Pd.I.<br />
Guru SMP Al Azhar Syifa Budi Legenda –<br />
Anggota KGPBR<br />
Bermain adalah suatu kondisi dimana anak<br />
melakukan suatu aktivitas yang<br />
menyenangkan. Bermain memiliki<br />
ketertarikan tersendiri bagi anak-anak hingga<br />
mereka beranjak remaja. Kecenderungan<br />
anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang<br />
tinggi, maka mereka akan memiliki rasa ingin<br />
tahu yang tinggi dan menganggap bahwa<br />
semua hal baru baginya adalah sarana<br />
menarik untuk bermain dalam belajar.<br />
Mereka belajar mengenal kata melalui<br />
bermain, belajar mengenal lingkungan sosial<br />
atau pergaulan teman sebaya melalui<br />
bermain, belajar mengenal warna dan<br />
berkreatifitas membuat sarana bermain<br />
sendiri dan lain-lain. Bermain merupakan sifat<br />
naluriah setiap anak. Bermain ternyata<br />
membantu mengembangkan imajinasi anak,<br />
kreativitas, kemampuan dalam memecahkan<br />
masalah dan meningkatkan kemampuan<br />
motorik halus dan keterampilan sosial bahasa.<br />
Idealnya, anak dapat belajar dalam kondisi<br />
yang tenang, nyaman dan menyenangkan.<br />
Kondisi seperti inilah yang dapat<br />
menstimulasi anak menjadi semangat dalam<br />
belajar. Vale and Feunteun pada tahun 1995<br />
mengemukakan salah satu metode yang<br />
digunakannya adalah activity-based<br />
approach aktifitas pembelajaran berbasis<br />
pendekatan. Mereka menjelaskan tentang<br />
kondisi bermain dapat mengurangi tekanan<br />
sosial dan emosional dalam proses<br />
pembelajaran efektif yang terlalu membebani<br />
siswa dengan tugas-tugas yang berat.<br />
Bermain akan menjadi hal yang positif jika<br />
orang tua dan guru benar-benar berperan<br />
dalam memfasilitasi dan mengarahkan jenis<br />
permainan sehingga dapat lebih bermakna<br />
atau dapat menghilangkan kejenuhan sesaat.<br />
Bermain dapat membantu seluruh tubuh anak<br />
agar dapat bergerak aktif tidak menggangu<br />
atau bahkan tidak membahayakan orang lain.<br />
Diriwayatkan dalam sebuah hadits<br />
Muttafaqun ‘alaihi, Rasulullah SAW bertanya<br />
tentang seekor burung yang hinggap diranting,<br />
“Apakah gerangan yang sedang dikerjakan<br />
oleh burung kecil itu?”. Realitas tersebut<br />
menunjukkan pengakuan dari Rasulullah<br />
terhadap kebutuhan anak kecil terhadap<br />
mainan atau hiburan.<br />
Bermain dalam belajar yang baik perlu<br />
memperhatikan 4 hal menarik dibawah ini<br />
agar dapat menjadikan sebuah<br />
kebermanfaatan sesuai tujuan positif bermain<br />
yang diharapkan orang tua dan guru.<br />
Pertama, Bermain dalam belajar yang<br />
bersifat Fun atau menyenangkan. Pilihlah<br />
beberapa jenis permainan yang<br />
menyenangkan menurut anak. Misalnya, anak<br />
usia 3 – 9 tahun senang dengan nyanyian dan<br />
kartu-kartu gambar yang berwarna, maka<br />
orang tua dan guru bisa memilih cara belajar<br />
menyusun huruf, angka, kata bahkan kalimat<br />
menggunakan kartu bergambar kemudian,<br />
kegiatannya dapat diiringi dengan nyanyian.<br />
Kedua, Bermain dalam belajar yang bersifat<br />
Interactive atau peran dua arah. Untuk anak<br />
usia 6 – 12 tahun, kita dapat memilih jenis<br />
permainan yang bersifat bermain peran.<br />
Misalnya, Role-Play dengan menggunakan<br />
kostum yang menarik dan alat peraga seperti<br />
boneka tangan atau property lainnya.<br />
Ketiga, Bermain dalam belajar yang bersifat<br />
Educative atau berperan sebagai alat bantu<br />
yang dipakai dalam proses edukasi.<br />
Permainan yang bersifat Edukatif inilah yang<br />
dapat membantu meningkatkan kemampuan<br />
kognitif anak dan membantu memberikan<br />
gambaran secara nyata terhadap bahan ajar<br />
dalam materi pembelajaran. Banyak sekali<br />
psikolog anak dan pakar pendidikan<br />
Indonesia yang sudah berhasil menerapkan<br />
konsep permainan edukatif dalam menunjang<br />
proses kegiatan belajar-mengajar baik di<br />
sekolah formal maupun non formal. Misalnya,<br />
belajar berhitung menggunakan sempoa,<br />
abacus, maze (papan alur), belajar mengenal<br />
bangun ruang (Geometri) menggunakan<br />
balok kayu, Menara pohon dan lain-lain.<br />
Keempat, Bermain dalam belajar yang<br />
bersifat Simple atau sederhana. Permainan<br />
yang digunakan saat belajar tidak harus<br />
mengandalkan alat atau media khusus dalam<br />
membantu anak mengenal bahan ajar dan<br />
manfaatnya. Orang tua dan guru yang kreatif<br />
dapat menggunakan semua benda yang ada<br />
disekitarnya sebagai bahan ajar (Realia) atau<br />
bahkan anak dapat menggunakan potensi diri<br />
dan panca inderanya untuk belajar. Misalnya,<br />
Bermain tebak suara, Goresan Rahasia, Pesan<br />
berantai, Bermain peran dan lain-lain.<br />
Banyak manfaat yang bisa kita kembangkan<br />
melalui Bermain. Orang tua dan guru dapat<br />
melakukan peran pentingnya membimbing<br />
dan mendampingi anak dalam belajar.<br />
Kondisi belajar yang menyenangkan dapat<br />
membantu otak dan system saraf dalam<br />
menyampaikan pesan dalam bentuk impuls<br />
listrik ke seluruh tubuh, mengatur aliran darah<br />
di dalam pembuluh darah, berperan dalam<br />
proses belajar dan fungsi kognitif, serta<br />
mengatur aktivitas motoric yang semua hal<br />
tersebut diteliti dapat membentuk dan<br />
meningkatkan motivasi anak dalam belajar.(*)<br />
JAKARTA - Kebutuhan guru produktif<br />
yang makin tinggi tidak diimbangi<br />
dengan ketersediaan SDM. Sesuai<br />
data Kementerian Pendidikan dan<br />
Kebudayaan (Kemendikbud) 2018,<br />
kebutuhan guru produktif mencapai<br />
94.553 orang.<br />
Mengatasi masalah tersebut Kementerian<br />
Riset, Teknologi dan Pendidikan<br />
Tinggi (Kemenristekdikti) menyiapkan<br />
jalur untuk bisa mengikuti Pendidikan<br />
Profesi Guru (PPG). Jika sebelumnya<br />
PPG hanya bisa lewat jalur Lembaga<br />
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan<br />
(LPTK), kini ada jalan lainnya.<br />
Menurut Menristekdikti Mohamad<br />
Nasir, ada tiga desain baru yang dirancang<br />
untuk PPG. Tujuannya untuk memperbanyak<br />
guru produktif. Tiga jalur yang<br />
dimaksud adalah LPTK, dari politeknik,<br />
dan lulusan fakultas teknik.<br />
”Lulusan LPTK memiliki kelemahan<br />
dalam kompetensi, tapi unggul di<br />
bidang pedagogik. Sementara lulusan<br />
politeknik ataupun fakultas teknik<br />
unggul dalam kompetensi tapi lemah<br />
dalam pedagogiknya,” kata Nasir,<br />
Minggu (20/1).<br />
Nasir memberi contoh saat datang<br />
ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).<br />
Guru yang mengajar di sekolah itu guru<br />
normatif (seperti guru agama, Bahasa<br />
Indonesia dan sebagainya) dan guru<br />
adaptif (guru sains, matematika dan<br />
sebagainya).<br />
”Waktu itu saya tanya, siapa yang<br />
mengajar perikanan. Mereka jawab<br />
guru kimia, jadi memang kita masih<br />
mengalami kekurangan pada guru<br />
produktif,” ucapnya.<br />
Dengan PPG, maka calon guru<br />
tersebut dididik untuk menjadi guru<br />
yang profesional. Nasir menargetkan<br />
program tersebut akan dimulai pada<br />
Agustus <strong>2019</strong>. Dia optimistis cara<br />
tersebut bisa mengatasi kekurangan<br />
guru produktif. Meskipun tidak dapat<br />
diselesaikan dalam waktu singkat.<br />
(esy/jpnn)<br />
Dibuka Tiga<br />
Jalur PPG<br />
DOK/<strong>RADAR</strong> BEKSI<br />
ILUSTRASI: Salah seorang guru saat mengajar di dalam kelas. Kemendikbud saat ini membuka tiga jalur untuk Pendidikan Profesi Guru.<br />
JAKARTA - Banyak sekolah belum<br />
mengisi Pangkalan Data Sekolah dan<br />
Siswa (PDSS). Padahal ini sebagai bagian<br />
dari Seleksi Nasional Masuk Perguruan<br />
Tinggi Negeri (SNMPTN) <strong>2019</strong>. Dari<br />
sekolah yang terdaftar di PDSS sebanyak<br />
27.057, sudah 13.662 mengisi. Sedangkan<br />
sekolah yang belum mengisi data<br />
sebanyak 13.395 sekolah.<br />
“Jadi masih banyak yang belum<br />
mengisi PDSS. Kami harapkan sekolah<br />
lebih proaktif lagi,” kata Ketua Lembaga<br />
Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT)<br />
Ravik Karsidi.<br />
Dia menyebutkan, yang sudah finalisasi<br />
1327 sekolah. Jumlah siswa yang sudah<br />
melakukan verifikasi 50.978 siswa.<br />
Mengingat, jadwal pengisian PDSS<br />
tinggal tujuh hari lagi yaitu sampai<br />
25 Januari, Ravik mengimbau kepada<br />
sekolah dan siswa segera melakukan<br />
pengisian data serta verifikasi sebagaimana<br />
diatur dalam mekanisme<br />
SNMPTN <strong>2019</strong>.<br />
Bagi para siswa diharapkan memerhatikan<br />
tahapan berikutnya yaitu pendaftaran<br />
SNMPTN <strong>2019</strong> yang telah<br />
dijadwalkan 4 -14 Februari <strong>2019</strong>. Adapun<br />
pemeringkatan peserta SNMPTN <strong>2019</strong><br />
akan dilakukan oleh sistem LTMPT.<br />
“Pada tahap pendaftaran ini siswa<br />
bisa memilih paling banyak dua program<br />
studi Dalam satu PTN atau masingmasing<br />
satu prodi dari dua PTN,”<br />
terangnya.<br />
Daftar program studi dan daya<br />
tampung pada SNMPTN <strong>2019</strong> bisa<br />
dilihat pada laman http://www.snmptn.<br />
ac.id selama periode pendaftaran.<br />
Ravik mengingatkan kepada para<br />
peserta SNMPTN yang memilih<br />
program studi bidang Seni dan Olahraga<br />
diwajibkan mengunggah porto folio.<br />
“Untuk mengikuti SNMPTN <strong>2019</strong> tidak<br />
dipungut biaya apapun. Biaya p enyeleng<br />
garaan SNMPTN <strong>2019</strong> sepe nuhnya<br />
ditanggung pemerintah,” tegasnya.<br />
Adapun pengumuman SNMPTN<br />
<strong>2019</strong> dilakukan pada 23 Maret <strong>2019</strong>.<br />
Bagi siswa pendaftar yang sudah<br />
diterima melalui jalur SNMPTN <strong>2019</strong><br />
tidak diperbolehkan mendaftar Seleksi<br />
Bersama Masuk Perguruan Tinggi<br />
Negeri (SBMPTN) <strong>2019</strong>.<br />
Kepada para siswa calon peserta<br />
agar membaca secara cermat semua<br />
informasi dan tata cara pendaftaran<br />
SNMPTN pada laman http://www.<br />
ltmpt.ac.id atau http://snmptn.ac.id.<br />
(esy/jpnn)<br />
SNMPTN <strong>2019</strong>, Minat Siswa Rendah<br />
Sebanyak 180 pelajar<br />
setingkat SMP dan<br />
SMA dari tujuh negara<br />
mengikuti Global Youth<br />
Summit (GYS) <strong>2019</strong> di<br />
SMA Taruna Nusantara,<br />
Kabupaten Magelang,<br />
Jawa Tengah.<br />
Laporan: JPNN<br />
Jakarta<br />
GYS <strong>2019</strong> dibuka oleh Kepala<br />
Balai Besar Penelitian dan<br />
Pengembangan Bioteknologi<br />
dan Pemuliaan Tanaman<br />
Hutan Kementerian Kehutanan<br />
Nur Sumedi di Balairung SMA<br />
Taruna Nusantara, belum lama<br />
ini. Kegiatan GYS <strong>2019</strong> diikuti<br />
pelajar dari Indonesia, Singapura,<br />
Vietnam, Kamboja, Filipina,<br />
Oman, dan Australia.<br />
Sumedi menuturkan acara<br />
ini sangat penting dan menarik<br />
karena melibatkan pelajar<br />
dari sejumlah negara. “Anakanak<br />
SMA bertemu, berinovasi<br />
untuk mitigasi sampah. Ada<br />
istlah klasik, sebenarnya<br />
lingkungan ini milik mereka<br />
itu. KitA hanya meminjam<br />
sehingga kita harus mewariskan<br />
kepada mereka tidak boleh<br />
lebih jelek dibanding sekarang,”<br />
kata Sumedi.<br />
GYS sendiri merupakan<br />
sebuah konferensi global bagi<br />
generasi muda untuk saling<br />
bertemu, membangun jaringan,<br />
berdiskusi dan berkompetisi<br />
di bawah bimbingan entrepreneur,<br />
peneliti dan penggiat<br />
lingkungan hidup.<br />
Kegiatan ini diprakarsai oleh<br />
Hemispheres Foundation Singapura,<br />
dan pertama kali diselenggarakan<br />
di Singapura pada<br />
tahun 2014. Sejak saat itu, GYS<br />
telah diselenggarakan di berbagai<br />
negara, misalnya, Vietnam,<br />
Indonesia, dan Kamboja.<br />
Acara itu telah diikuti oleh<br />
lebih dari 28.000 peserta dari<br />
242 sekolah di 18 negara. Pada<br />
tahun <strong>2019</strong> ini Indonesia kembali<br />
dipercaya sebagai tuan<br />
rumah penyelenggaraan GYS<br />
yang kesembilan.<br />
‘’Alhamdulillah PRIME diberikan<br />
kepercayaan untuk menggelar<br />
sebuah event yang<br />
sangat bermanfaat bagi banyak<br />
anak muda ini. Untuk tahun<br />
ini ada dua tema besar yang<br />
kami angkat, yaitu biodiversity<br />
dan water resources management.<br />
Kedua tema tersebut<br />
dipilih karena dianggap paling<br />
bersentuhan langsung dengan<br />
kehidupan masyarakat di Asia-<br />
Pasifik,’’ jelas direktur project<br />
untuk gelaran GYS ke-9 di<br />
Indonesia Andry Prihartono.<br />
Prime International Educa tion<br />
Consultant (PRIME) se bagai<br />
pemegang lisensi penyelenggaraan<br />
di Indonesia be kerja<br />
sama dengan Tidar Herita ge<br />
Foundation (THF) sebuah<br />
yayasan yang didirikan oleh<br />
para tokoh nasional yang lahir<br />
di seputaran area Mage lang,<br />
kemudian memilih SMA Taruna<br />
Nusantara sebagai tempat<br />
penye lenggaraan acara.<br />
Sekolah yang bernaung di<br />
bawah Lembaga Perguruan<br />
Taman Taruna Nusantara<br />
(LPTTN) ini telah lama dikenal<br />
masyarakat Indonesiasebagai<br />
sekolah pencetak generasi muda<br />
unggul, calon-calon pe mimpin<br />
masa depan Indonesia.<br />
GYS berlangsung hingga 20<br />
Januari <strong>2019</strong> , melibatkan trainer<br />
dan fasilitator penggiat lingkungan<br />
hidup dari Indo nesia,<br />
Singapura dan Australia.<br />
Para delegasi akan belajar<br />
memahami dan merumuskan<br />
masalah seputar lingkungan<br />
hidup yang terjadi di sekitar<br />
mereka, kemudian menyusun<br />
project sederhana tetapi memberikan<br />
efek perubahan yang<br />
nyata bagi kelestarian lingkungan<br />
sekitar.<br />
Project ini kemudian dipresentasikan<br />
dan dikompetisikan<br />
dan pemenangnya akan mendapat<br />
hadiah uang tunai untuk<br />
mendanai project yang kemudian<br />
harus dipresentasikan<br />
perkembangannya pada acara<br />
GYS berikutnya.<br />
Hal yag cukup mem banggakan,<br />
Indonesia akan kembali<br />
dipercaya untuk menjadi tuan<br />
rumah di gelaran yang berlangsung<br />
tahun depan. Nantinya,<br />
gelaran GYS kesepuluh<br />
akan dilangsungkan di President<br />
University, Jababeka City<br />
Cikarang, Jawa Barat. (jos/<br />
jpnn)<br />
Diikuti Tujuh Negara, Siswa Belajar Lingkungan Hidup<br />
Serangkaian bencana<br />
terus saja menghantui<br />
negeri ini tanpa henti.<br />
Seolah bumi menampakkan<br />
kejengahan<br />
atas polah tingkah<br />
manusia penghamba<br />
materi. Jangankan<br />
tunduk pada aturan<br />
Ilahi, kehidupan<br />
sekuler-kapitalis sering<br />
membuat rasa<br />
manusiawi tak lagi<br />
dimiliki. Hingga beras<br />
untuk korban bencana<br />
saja dicuri.<br />
Seperti halnya kasus yang menyeret Kepala Badan<br />
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota<br />
Bekasi, HI dan dua orang pegawai BPBD AD dan FS.<br />
Ketiganya diduga melakukan tindak pidana korupsi<br />
(Tipikor) bantuan beras korban bencana yang<br />
digelontorkan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog)<br />
medio 2016 dan 2017 lalu. Akibatnya negara<br />
mengalami kerugian sekitar Rp1,8 miliar. (radarbekasi.id)<br />
Sungguh tak berlebihan jika dikatakan bahwa<br />
negeri ini benar-benar mengalami krisis kepemimpinan<br />
hingga kronis. Para pejabat sama sekali tak<br />
memiliki jiwa mengayomi apatah lagi melayani.<br />
Mereka telah menjelma menjadi tikus-tikus berdasi<br />
penghisap negeri. Mencuri dan memanipulasi<br />
menjadi kegiatan utama setelah mahkota kekuasaan<br />
dalam genggaman.<br />
Lihat saja, betapa kasus korupsi hari ini telah<br />
menjadi budaya yang menjamur subur di setiap lini<br />
kehidupan demokerasi. Mahalnya biaya berpolitik<br />
dalam era ini menjadi alasan kuat para pejabat untuk<br />
merampok hak yang dimiliki rakyat.<br />
Belum lagi pendidikan sekuler yang dianut di negeri<br />
ini. Alih-alih mampu melahirkan generasi pemimpin<br />
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang<br />
Maha Esa sesuai tujuan pendidikan yang tertuang<br />
dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003<br />
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Para pemimpin<br />
negeri ini hanyalah manusia-manusia tak bermoral.<br />
Tak mengenal konsekuensi keimanan yang dimiliki<br />
sebagai seorang hamba di muka bumi. Meski KTP<br />
menunjukkan islam sebagai agama yang diyakini.<br />
Sekulerisme nampaknya telah betul-betul mengakar<br />
kuat di benak para pemimpin negeri. Menjauhkan<br />
agamanya dari kehidupan sehari-hari. Boleh saja<br />
rajin sholat, puasa dan bersedekah, tapi lupa<br />
bagaimana cara mencari penghidupan yang berkah.<br />
Meski sering berpakaian islami, juga telah bergelar<br />
haji tapi lalai akan balasan yang sejati. Bahwa setiap<br />
amalnya akan dipertanggungjawabkan kelak di hari<br />
berbangkit.<br />
Menuntut ilmu di bangku sekolah hari ini, hanya<br />
demi selembar ijazah yang menjadi syarat untuk<br />
menaiki tangga kekuasaan. Tak perduli kualitas diri,<br />
asal punya modal tinggi mereka bisa menduduki<br />
jabatan yang diingini. Inilah kapitalisasi.<br />
Sistem yang diadopsi negeri muslim terbesar ini,<br />
telah berjaya melahirkan generasi penghamba<br />
materi. Kerakusan menguasai diri hingga hidupnya<br />
tersibukkan sekedar urusan materi demi memuaskan<br />
nafsu duniawi.<br />
Apalagi berharap pada penegak hukum yang tak<br />
mampu berdiri di kaki sendiri? Berlutut pada<br />
kekuatan politik yang mendominasi. Akhirnya,<br />
hukum tebang pilih menjadi tontonan hampir saban<br />
hari. Kasus suap-menyuap pun tak pelak menjangkiti<br />
lembaga dimana rakyat mengais keadilan.<br />
Tak ada efek jera. Jeruji besi saja bisa jadi hotel<br />
bintang lima. Begitu kasus yang terjadi di Lapas<br />
Sukamiskin Bandung pada bulan Juli tahun lalu.<br />
Meski telah menjadi pesakitan, mereka bisa rasakan<br />
fasilitas mewah dengan biaya hingga ratusan juta.<br />
Lagi-lagi uang yang berbicara. Itulah sistem<br />
demokerasi besutan akal manusia. Tak ada keadilan,<br />
yang ada hanya akal-akalan. Jauh dari solusi, justru<br />
berbuntut kemaksiatan tak bertepi.<br />
Tak inginkah kita menilik islam yang lahir dari sang<br />
Pemilik Bumi? Islam adalah agama yang turun<br />
dengan kesempurnaannya. Tak hanya mengajarkan<br />
bagaimana cara menyembah yang benar kepada<br />
Allah sang Pencipta. Namun juga menjabarkan<br />
aturan dalam setiap lini kehidupan.<br />
Islam dengan sistem pendidikannya yang bertujuan<br />
utama melahirkan generasi berkepribadian islam<br />
mempunyai seperangkat konsep, metode dan<br />
berbagai teknis untuk mewujudkan misinya.<br />
Sedangkan konsep yang dibangun hanya berlandaskan<br />
pada akidah Islam, sehingga semua tujuan<br />
pembelajaran tidak menyimpang dari ajaran islam.<br />
Akhirnya wajar ketika di masa kejayaannya dulu,<br />
lahir banyak ilmuwan yang faqih fiddin. Terlahir pula<br />
sosok-sosok pemimpin mulia sekaliber Umar bin<br />
Abdul Aziz, Shalahuddin Al-Ayyubi, Muhammad<br />
Al-fatih dan masih banyak lainnya.<br />
Sistem islam yang ditopang oleh ketaqwaan<br />
individu hasil dari pendidikan yang diterapkan, juga<br />
masyarakat yang mengontrol dengan saling menasehati<br />
dalam kebaikan.<br />
Allah SWT berfirman yang artinya:<br />
“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar<br />
dalam keadaan merugi, kecuai orangorang<br />
yang beriman dan beramal saleh serta<br />
mengingatkan (sesamaanya) dengan kebenaran<br />
dan saling mngingatkan dengan penuh kesabaran”<br />
(Q.s. al-Ashr: 1-3).<br />
Selain keduanya, di dalam Islam negara atau<br />
penguasa wajib mengemban hukum-hukum islam<br />
untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Yang<br />
dengannya mampu menutup celah terjadinya tindak<br />
korupsi melalui enam langkah, yakni: (1)<br />
menguatkan iman para pejabat dan penegak<br />
hukum serta manyarakat akan balasan Allah<br />
di akhirat, (2) menguatkan ranah muraqabah, (3)<br />
memberi gaji/fasilitas yang tinggi,<br />
(4) membuka selebar-lebarnya ranah muhasabah,<br />
(5) penghitungan kekayaan para<br />
pejabat, baik sebelum maupun diangkat, (6)<br />
pemberian hukuman yang setimpal kepada para<br />
pelaku yang terbukti melakukan suap.<br />
Sudah saatnya kita mengalihkan pilihan pada Islam<br />
sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang<br />
membelit negeri. Memberantas praktik korupsi<br />
hingga tak kan hidup tikus-tikus penghisap negeri.<br />
Membuka lembaran baru dengan mewujudnya<br />
kehidupan islam dengan para pemimpin bertaqwa.<br />
Mengupayakan kesejahteraan umat di dunia hingga<br />
akhirat. (*)<br />
PENDIDIKAN<br />
6<br />
Tikus Berdasi<br />
Penghisap Negeri<br />
Oleh: Ummu Zhafira<br />
Akademi Menulis Kreatif<br />
Upaya Mendongkrak Kualitas SDM<br />
Meningkatkan Pendidikan dan Pelatihan Vokasi<br />
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian<br />
Darmin Nasution mengatakan,<br />
pendidikan dan pelatihan vokasi dilakukan<br />
untuk mengejar kertertinggalan<br />
Indonesia dalam bidang pendidikan.<br />
“Karena kita nggak punya waktu lagi<br />
untuk membenahi (SDM) ini dari sistem<br />
pendidikan secara keseluruhan.<br />
Kita harus lebih sistematis dalam soal<br />
(vokasi) ini sehingga kita akan kembangkan<br />
sistemnya,” ujarna di Hotel Ritz<br />
Carlton, Jakarta.<br />
Bahkan, Mantan Gubernur Bank Indonesia<br />
ini menyebut masih rendahnya<br />
kualitas pendidikan di Tanah Air tercermin<br />
dari banyaknya jumlah pekerja<br />
lulusan SMP yang bekerja di Indonesia.<br />
Menurut data Kementerian<br />
Ketenagakerjaan, 58,76 persen dari<br />
total pekerja Indonesia lulusan SMP.<br />
Sisanya, sebanyak 29,07 persen merupakan<br />
lulusan SMK dan SMA.<br />
Secara lapangan pekerjaan, pada 2015,<br />
pemerintah mencatat jumlah lapangan<br />
pekerjaan baru yang berhasil tercipta<br />
sebanyak 2.886.288. Pada 2016, penciptaan<br />
lapangan kerja sebanyak<br />
2.448.916 dan 2017 sebanyak 2.669.469<br />
dan pada November 2018 tercatat 1,9<br />
juta lapangan pekerjaan. Bila dijumlah<br />
sejak 2015, maka sudah ada 9.904.673<br />
lapangan pekerjaan baru hingga November<br />
tahun ini.<br />
“58 persen org yang bekerja di Indonesia<br />
pendidikannya paling tinggi SMP,<br />
Itu tidak memadai apalagi untuk daya<br />
saing. Oleh karena itu, kita harus ambil<br />
agak jalan pintas dengan kembangkan<br />
pendidikan dan pelatihan vokasi seperti<br />
apa strukturnya nanti,” tuturnya.<br />
Nantinya, lanjut Darmin, pemerintah<br />
akan fokus pada pendidikan dan pelatihan<br />
vokasi untuk Sekolah Menengah<br />
Kejuruan (SMK). Sejumlah reformasi<br />
akan dilakukan baik dari sisi kurikulum,<br />
tenaga pengajar, peralatan hingga<br />
kerja sama dengan industri untuk pelathian.<br />
“Selain SMK tentu akan ada perguruan<br />
tinggi atau politeknik tapi ada<br />
juga yang levelnya lebih bawah yaitu<br />
Balai Latihan Kerja (BLK) dan ini semua<br />
rancangannya boleh dikatakan sudah<br />
tuntas. Mudah-mudahan dalam satu<br />
atau dua minggu ini roadmap dari pelatihan<br />
dan pendidikan vokasi itu sudah<br />
akan dijelaskan diresmikan ke publik,”<br />
pungkasnya.(*)<br />
Pemerintah saat ini fokus dalam<br />
pengembangan sumber daya<br />
manusia (SDM) melalui<br />
pendidikan dan pelatihan<br />
vokasi. Hal itu dilakukan untuk<br />
mengimbangi pembangunan<br />
infrastruktur yang masif selama<br />
periode 2015-<strong>2019</strong>. Apa yang<br />
diupayakan?<br />
Laporan:<br />
JPNN<br />
Jakarta<br />
Sekarang ini, banyak<br />
hal yang ramai<br />
diperbincangkan<br />
sehingga menjadi viral.<br />
Semenjak sosmed<br />
semakin meningkat<br />
penggunaannya di<br />
masyarakat, istilah<br />
viral pun semakin<br />
akrab di telinga kita.<br />
Dan akhir-akhir ini,<br />
yang lagi marak<br />
digandrungi anak<br />
muda di sosmed<br />
adalah permainan Seberapa Gregetnya Lo.<br />
Hal ini mengantarkan pikiran saya tentang<br />
seberapa gregetnyakah guru zaman now ini<br />
mengajar dengan melihat kondisi anak milenial<br />
yang tidak lepas dari gadget.<br />
Dalam buku Munif Chatib tentang “Sekolahnya<br />
Manusia” disebutkan bahwa gaya mengajar guru<br />
harus mengikuti gaya belajar siswa, dalam artian<br />
guru harus menyesuaikan metode pembelajarannya<br />
dengan kondisi peserta didiknya. Dengan<br />
begitu, pembelajaran akan berjalan dengan baik<br />
dan mudah dipahami peserta didik. Seorang guru<br />
itu harus mampu menyelami dunia mereka secara<br />
baik. Jadi, jelas kita sebagai guru harus mengikuti<br />
cara belajar mereka.<br />
Di zaman milenial ini satu hal yang tidak bisa kita<br />
fungkiri adalah kecanggihan teknologi. Anak<br />
berusia 2 tahun saja sudah bisa mengutak-atik<br />
gadget dengan mahirnya. Terlebih anak-anak seusia<br />
anak didik kita, mereka jauh melejit di bidang<br />
internet dan hal-hal berbau teknologi dibanding kita<br />
gurunya.<br />
Untuk itu, sebuah keharusan bagi kita untuk<br />
mengikuti cara mereka. Mau tidak mau kita harus<br />
mengaplikasikan kecanggihan teknologi ke dalam<br />
metode pembelajaran. Jangan melulu jadi guru<br />
jadul dan tidak mau move on , dengan dalih “ah,<br />
saya sudah tua.” Atau “Saya sudah tidak bisa fokus<br />
kalau disuruh belajar lagi, toh kita sudah dapat gaji<br />
tetap, untuk apa lagi” . Kita harus bisa mengubah<br />
sudut pandang dan cara berfikir sebagai guru<br />
milenial, kita harus bisa upgrade diri agar selalu<br />
bisa nyambung dengan anak didik kita, Sehingga<br />
kita menjadi guru yang greget di hadapan peserta<br />
didik.<br />
Teknologi pendidikan juga sudah banyak ditemukan<br />
oleh para ahli untuk menjawab tantangan<br />
zaman ini. Telah banyak aplikasi-aplikasi belajar<br />
yang sudah tersedia di dalam gadget, misalnya<br />
sekarang adanya bimbingan belajar online. Kita<br />
lihat, betapa besar animo anak muda dengan<br />
adanya aplikasi belajar online ini. Dalam waktu<br />
singkat pengguna aplikasi ini jutaan peminatnya,<br />
mampu mengalahkan bimbingan- bimbingan<br />
belajar yang ada di sekitar kita karena ini menawarkan<br />
sebuah konsep belajar yang berbeda, yaitu<br />
sebuah tawaran belajar jarak jauh dengan tetap stay<br />
di rumah. Tanpa perlu mengeluarkan waktu, tenaga,<br />
dan uang berlebih tentunya. Jadi, sungguh efisien<br />
tanpa mengurangi kualitasnya.<br />
Disini, guru semakin dituntut kreatifitasnya agar<br />
jangan sampai kalah pamor dengan aplikasi belajar.<br />
Kita harus bisa menaklukkan daya tarik aplikasiaplikasi<br />
itu agar peserta didik kita tetap nyaman<br />
belajar dengan kita, bertatap langsung, berinteraksi<br />
langsung, dan menjalin kedekatan. Ini tantangan<br />
bagi kita agar peserta didik tetap enjoy dengan<br />
gurunya di sekolah. Untuk itu, pendidkan 4.0 ini<br />
dirasa sangat perlu untuk membantu kita sebagai<br />
guru greget di zaman milenial ini.<br />
Pendidikan 4.0 adalah tantangan bagi guru agar<br />
bisa mengajar dengan greget kepada siswa. Guru<br />
dituntut harus bisa mengikuti kecanggihan zaman<br />
dengan mengaplikasikannya dalam metode<br />
pembelajaran.<br />
Dalam pendidikan, seorang 4.0, guru/dosen<br />
berfungsi sebagai pemimpin team (team leader)<br />
yang bekerjasama dengan siswa/mahasiswa untuk<br />
menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi<br />
dengan didukung banyak sumber pembelajaran<br />
berbasis internet (Artificial Intelligence Portals).<br />
So, dengan begitu gregetnya kita mengajar akan<br />
sampai kepada siswa.<br />
Dalam pendidkan 4.0 banyak perbedaan mendasar<br />
yang menjadikan kita sebagai guru greget di<br />
mata anak didik, diantaranya proses pembelajaran<br />
secara terbuka untuk meningkatkan kreativitas<br />
pembelajar, membangun jaringan sosial melewati<br />
ruang-ruang kelas dan disiplin ilmu, pembelajaran<br />
adaptif yang dikendalikan oleh banyak Artificial<br />
Intelligence Portals (berbasis internet).<br />
Terus juga, materi pembelajaran sesuai kebutuhan<br />
praktek yang bersumber dari berbagai portal<br />
internet (Artificial Intelligence Portals) tanpa perlu<br />
terikat secara kaku pada buku-buku teks. Juga,<br />
pembelajaran tidak lagi tergantung pada bangunan<br />
fisik karena aktivitas pembelajaran dilakukan secara<br />
terbuka dengan pertukaran guru/dosen melintasi<br />
daerah/wilayah/nasional seperti menawarkan<br />
gelar/ijazah ganda (double degree), dan akreditasi<br />
dari banyak institusi yang diakui secara internasional.<br />
Nah, bekal pendidikan 4.0 inilah modal dasar kita<br />
sebagai pendidik di era milenial ini. Guru tua, muda,<br />
senior, junior, atasan bawahan harus sama-sama<br />
bergandengan tangan, saling mendukung, dan<br />
memotivasi untuk mewujudkan pendidikan<br />
berbasis milenilal dengan pendidikan 4.0 ini.<br />
Ini merupakan salah satu ikhtiar kita, agar<br />
mengajar lebih greget dan mudah dipahami siswa<br />
sesuai dengan gaya belajar mereka yang senang<br />
dengan gadget.Dibutuhkan revoliusi mental untuk<br />
bisa mewujudkan ini. So, mari kita mulai dari diri<br />
kita sendiri, teman di lingkungan sekolah, dan<br />
menularkannya kepada teman-teman sejawat kita.<br />
Kita bisa jadi guru pembelajar, guru greget, guru<br />
yang disenangi oleh peserta didik kita, Aamiin. (*)<br />
PENDIDIKAN<br />
6<br />
Seberapa Gregetnya<br />
Kamu Mengajar<br />
PENDIDIKAN<br />
6 SENIN, 1 OKTOBER 2018<br />
Les atau Bimbingan<br />
Belajar, Perlukah ?<br />
“ANAK SD aja udah les<br />
private? Sesusah apa sih<br />
pelajarannya?” komentar<br />
seorang ibu muda.<br />
Pertanyaan yang wajar<br />
diajukan mengingat<br />
beliau belum memiliki<br />
putra atau putri yang<br />
duduk di sekolah dasar.<br />
Namun bagi orang tua<br />
atau ibu yang sudah<br />
merasakan anaknya duduk di sekolah dasar<br />
kelas tinggi, kelas 4 hingga kelas 6 misalnya.<br />
Kehadiran seorang guru les private kadang<br />
menjadi suatu kebutuhan tersendiri.<br />
Apalagi bila ananda termasuk tipe anak yang<br />
terlambat dalam memahami suatu materi<br />
pelajaran. Menyediakan guru les private atau<br />
mengikutkan anak dalam kelas bimbingan<br />
belajar, merupakan salah satu alternatif<br />
mengatasi kendala tersebut. Lantas, apakah les<br />
private atau bimbingan belajar menjadi<br />
satu-satunya alternatif bagi anak yang terlambat<br />
belajar ? Tentu tidak. Ini semua tergantung<br />
kemampuan orangtua dari anak tersebut.<br />
Mengapa tergantung kemampuan<br />
orangtuanya? Karena biasanya anak yang<br />
terlambat menguasai materi pelajaran, selain<br />
mendapat bimbingan dari guru di sekolah juga<br />
dianjurkan mendapat bimbingan dan latihan<br />
kembali di rumah bersama orangtuanya. Bila<br />
orangtua memiliki keluangan waktu dan<br />
kemampuan dalam membimbing ananda pada<br />
pelajaran yang belum dikuasainya, tentu les atau<br />
bimbingan belajar tidak perlu diikuti.<br />
Sementara, bagi orangtua yang tidak memiliki<br />
waktu luang dan pengetahuan untuk<br />
membimbing anaknya serta tidak terkendala<br />
biaya, maka les private atau bimbingan belajar<br />
menjadi jalan keluar yang terbaik.<br />
Disinilah pentingnya peranan orangtua. Ibu<br />
rumah tangga biasanya lebih memiliki waktu<br />
luang sehingga dapat membimbing ananda<br />
pada materi pelajaran yang belum<br />
dikuasainya. Selain menambah kedekatan<br />
emosional ibu dengan anaknya, belajar<br />
dengan bimbingan orangtua sendiri akan<br />
lebih ekonomis. Terkadang keterlibatan<br />
seorang ayah diperlukan. Terutama pada<br />
materi pelajaran yang kurang dikuasai sang<br />
ibu. Tak jarang, seorang ayah akan ditelpon<br />
anak atau istrinya untuk pulang kerja lebih<br />
awal, hanya untuk mengajari PR atau<br />
persiapan ulangan matematika sang anak.<br />
Kerjasama yang manis yaa.<br />
Hal tersebut di atas dapat berlangsung<br />
sementara, selama anak-anak masih di<br />
sekolah dasar. Terutama ketika ananda masih<br />
duduk di kelas satu hingga tiga. Jika sudah di<br />
kelas empat hingga enam, mulai muncul<br />
materi pelajaran yang sulit dan perlu<br />
dipahami ananda dengan berulang kali<br />
mempelajarinya. Fakta di lapangan<br />
berdasarkan pengamatan di sekitar tempat<br />
tinggal penulis, banyak lembaga bimbingan<br />
belajar yang ramai oleh anak-anak SD kelas 4<br />
hingga 6 yang menjadi siswanya. Hal ini<br />
sekaligus membuktikan, bahwa materi<br />
pelajaran di SD kelas tinggi tidak semuanya<br />
mudah. Apalagi materi pelajaran di jenjang<br />
SMP dan SMA yang pastinya lebih sulit.<br />
Saya akui, keuntungan anak mengikuti<br />
bimbingan belajar misalnya mendapatkan<br />
banyak latihan soal. Ini tentu saja semakin<br />
mengasah kemampuan anak. Selain itu,<br />
bimbingan belajar biasanya memberikan tips<br />
atau teknik penyelesaian soal yang mudah<br />
dan simple. Hal ini yang belum tentu<br />
diperolehnya dari bapak ibu guru di sekolah.<br />
Sebelum menentukan jenis les atau<br />
bimbingan belajar yang akan diikuti ananda,<br />
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh<br />
orangtua. Pertama, orangtua harus<br />
mengevaluasi hasil belajar yang diperoleh<br />
ananda. Apakah ia membutuhkan les/<br />
bimbingan belajar atau tidak. Kedua,<br />
menanyakan kesiapan atau kemauan ananda.<br />
Kadang, anak yang sudah sekolah seharian<br />
tidak mau lagi mengikuti les/bimbingan<br />
belajar karena lelah. Perlu dikomunikasikan<br />
kepada ananda, jenis les private atau<br />
bimbingan belajar yang sesuai untuknya. Bila<br />
ia tidak mau, jangan dipaksakan. Orangtua<br />
berkewajiban menyediakan waktu luang<br />
untuk membimbingnya belajar di rumah.<br />
Ketiga, orangtua perlu mencari informasi<br />
terkait pada lembaga bimbingan belajar atau<br />
les private tentang metode belajar, kurikulum,<br />
waktu belajar dan biaya pendidikan yang<br />
sesuai kemampuan. Keempat, bila ananda<br />
sudah mengikuti les atau bimbingan belajar<br />
tertentu, orangtua perlu mengevaluasi hasil<br />
belajarnya. Ada peningkatan atau tidak dari<br />
sebelum les/bimbingan belajar. Bila tidak ada<br />
peningkatan hasil belajar, maka les/<br />
bimbingan tersebut tidak efektif untuk<br />
ananda. Berhenti saja. Lalu ubah dengan<br />
strategi lainnya agar peningkatan hasil<br />
belajarnya tercapai.<br />
Orangtua juga perlu memahami bahwa tipe<br />
belajar anak berbeda-beda. Ada anak yang<br />
lebih mudah memahami pelajaran dengan<br />
cara melihat. Ini dikenal dengan tipe visual.<br />
Anak dengan tipe seperti ini biasanya lebih<br />
senang belajar dengan membaca buku atau<br />
melihat gambar. Sementara ada juga anak<br />
yang lebih mudah memahami pelajaran<br />
dengan cara mendengarkan penjelasan guru/<br />
orang lain. Dikenal dengan tipe auditory.<br />
Biasanya anak bertipe auditory senang belajar<br />
sambil mendengarkan musik. (*)<br />
JAKARTA - Direktur Jenderal Pendidikan<br />
Dasar dan Menengah Kementerian<br />
Pendidikan dan Kebudayaan<br />
(Kemendikbud) Hamid Muhammad<br />
mengungkapkan, saat ini Indonesia<br />
dalam status darurat pendidikan.<br />
Kondisi ini dilihat dari jumlah guru<br />
yang tidak seimbang dengan pertumbuhan<br />
siswa. Kemudian masalah kualitas<br />
guru yang masih di bawah standar kompetensi.<br />
Ditambah lagi dengan fasilitas<br />
pendidikan seperti gedung sekolah dan<br />
ruang kelas yang tidak memadai.<br />
“Indonesia darurat kualitas pendidikan<br />
terutama daerah-daerah di perdesaan<br />
dan 3T (terdepan, terluar, terisolir),”<br />
kata Dirjen Hamid dalam sambutannya<br />
saat peluncuran PINTAR (Pengembangan<br />
Inovasi Kualitas Pembelajaran)<br />
di Kantor Kemendikbud.<br />
Perbaikan kualitas pendidikan menurut<br />
Hamid harus dimulai dari kelas. Banyak<br />
sekolah yang melakukan pembelajaran<br />
satu arah. Mestinya belajar yang berbasis<br />
kegiatan. Itu sebabnya rekrutmen guru<br />
harus diperketat. Pilih guru yang berkualitas<br />
sebab sekali salah merekrut, akan dirasakan<br />
dampaknya puluhan tahun.<br />
“Pemerintah perlu bersinergi dengan<br />
berbagai pihak untuk mempercepat<br />
peningkatan kualitas pendidikan. Terima<br />
kasih untuk Tanoto Foundation yang<br />
telah menunjukkan komitmennya dalam<br />
memajukan pendidikan di Indonesia.<br />
Saya percaya, program PINTAR akan<br />
membantu pengembangan kualitas<br />
para guru, kepala sekolah, juga para<br />
calon guru. Tentu saja, ini akan berdampak<br />
pada peningkatan hasil belajar<br />
siswa. Saya minta program ini disebarkan<br />
lebih luas lagi,” tutur Hamid.<br />
Dia berharap kabupaten/kota yang<br />
masuk dalam program PINTAR bisa<br />
menjadi contoh bagi daerah lain dalam<br />
membangun praktik-praktik baik pembelajaran,<br />
manajemen dan kepe mimpinan<br />
sekolah, mendukung pemerintah<br />
menyebarluaskan praktik-praktik baik.<br />
Juga mendukung Lembaga Pendidikan<br />
Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam<br />
pendidikan calon guru.<br />
Anggota Dewan Pembina Tanoto<br />
Foundation Belinda Tanoto menambahkan,<br />
PINTAR dirancang untuk<br />
mendukung pemerintah dalam meningkatkan<br />
mutu pendidikan dasar<br />
melalui program penguatan kapasitas<br />
pengelolaan dan kepemimpinan sekolah,<br />
peningkatan kualitas guru, serta<br />
partisipasi orang tua dan masyarakat.<br />
Dia yakin pendidikan berkualitas akan<br />
mempercepat munculnya kesetaraan<br />
peluang. “Keyakinan kami turut diperkuat<br />
dengan hasil penelitian Mc Kinsey tahun<br />
2017 bahwa program peningkatan kualitas<br />
guru dan kepemimpinan sekolah berdampak<br />
besar bagi peningkatan mutu pendidikan<br />
di Indonesia,” tutupnya. (jpnn)<br />
DOK/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />
ILUSTRASI: Salah seorang guru saat sedang mengajar di dalam kelas. Pemerintah bakal memperketat rekrutmen guru, hal ini dilakukan untuk menciptakan<br />
tenaga pendidik berkualitas.<br />
Rekrutmen Guru Bakal Diperketat<br />
<strong>BEKASI</strong> SELATAN – Pemerintah<br />
Kota Bekasi terus mendorong minat<br />
baca buku bagi siswa. Berbagai upaya<br />
terus dilakukan, salah satunya yakni<br />
dengan program wajib membaca bagi<br />
siswa mulai pukul 19.00 WIB hingga<br />
pukul <strong>21</strong>.00 WIB.<br />
Sekretaris Dinas Pendidikan, Inayatullah<br />
mengatakan, program ini<br />
dibentuk bertujuan agar siswa gemari<br />
membaca dan berwawasan luas.Guna<br />
memperkuat sistem wajib membaca,<br />
Inay, sapaannya, menginginkan pihak<br />
sekolah menambahkan ekstrakulikuler<br />
baru yaitu jurnalistik.<br />
Katanya, salah satu agenda jurnalistik<br />
adalah membaca, menganalisa dan<br />
dituang dengan tulisan.“Perencanaan<br />
yang dilakukan berdasar atas kerja sama<br />
pihak sekolah dengan orang tua siswa,”<br />
ucapnya, belum lama ini.<br />
Bukan hanya itu pihaknya juga<br />
mengawali dengan sosialisasikan<br />
kepada pihak sekolah yang nanti akan<br />
dilanjutkan ke pihak orang tua.<br />
“Jadi sistemnya adalah siswa wajib<br />
membaca apapun yang dibaca seperti<br />
sejarah, dan lainnya. Lalu dipantau orang<br />
tua dan nanti pihak sekolah meminta<br />
laporan ke orang tua siswa,” terangnya.<br />
Menurutnya, agenda yang akan di<br />
canangkan bertujuan untuk membentuk<br />
siswa yang cerdas, serta berkarakter,<br />
sehingga anak dapat berfikir dan<br />
melakukan hal yang positif.<br />
“Jadi ini kita ajak siswa mengeluarkan<br />
bakatnya, kita ajak siswa untuk bisa<br />
kritis dalam menanggapi suatu hal,<br />
kita bentuk siswa untuk menuangkannya<br />
di dalam tulisan. Kita bawa siswa<br />
untuk berwawasan luas,” tutupnya.<br />
(dyt/po1jokbekasi)<br />
<strong>BEKASI</strong> BARAT - Tahun Baru Islam<br />
dijadikan momentum pembel ajaran<br />
siswa-siswi untuk saling berbagi. Hal<br />
itu diungkapkan Kepala SD Negeri Bintara<br />
03, Saebah saat memperingati tahun<br />
baru Islam di lingkup UPTD Pen didikan<br />
Kecamatan Bekasi Barat, Kota bekasi.<br />
Peringatan tersebut diisi dengan<br />
santunan anak yatim dan pentas<br />
seni islami persembahan siswasiswi<br />
SD Negeri 01, 03, 08 . Hadir<br />
Lulu Susanti, wah siapa yang tidak<br />
kenal ustadzah muda ini. Orangnya<br />
sangat enerjik se perti biasa banyak<br />
mengeluarkan pantun dengan logat<br />
betawi dan boneka kesayangannya<br />
yang menjadi ciri khasnya berdakwah<br />
dengan mendongeng.<br />
“Ada 30 anak yatim di sekolah kami<br />
yang hari ini diberikan bantuan<br />
berupa tas, dan sejumlah uang. Selain<br />
santunan kita juga bikin acara<br />
pembacaan Alquran surat pendek,<br />
hadroh, sholawatan siswa-siswi SDN<br />
Bintara 01,03,08 ” ungkap Saebah ,<br />
disela acara peringatan tahun baru<br />
islam 1 Muharram 1440 Hijriyah,<br />
di halaman sekolahnya.<br />
Kegiatan tersebut, lanjut Saebah,<br />
ber tujuan agar siswa-siswi di sekolah<br />
terbiasa untuk saling berbagi<br />
terhadap sesama yang lebih membutuhkan.<br />
“Kami ingin menanamkan<br />
sejak dini ten tang kesadaran serta<br />
kepedulian siswa terhadap orangorang<br />
ataupun siswa lainnya yang<br />
kurang mampu,” ujarnya.<br />
Ia berharap dengan memperingati<br />
satu muharam dapat memperkuat<br />
iman islam seluruh warga di sekolah.<br />
Selain itu kata dia, kegiatan tersebut<br />
juga menjadi ajang perubahan umat<br />
islam pada umumnya untuk menjadi<br />
insan yang lebih baik. (Pay)<br />
Gebyar Himpunan Mahasiswa<br />
Pendidikan Guru Sekolah Dasar<br />
(Himasda) Universitas Islam<br />
45 (Unisma) Bekasi dimulai<br />
dengan menghelat seminar<br />
yang diikuti oleh ratusan<br />
mahasiswa dari berbagai<br />
perguruan tinggi di Kota Bekasi.<br />
Seperti apa?<br />
Laporan:<br />
SURYA BAGUS<br />
Bekasi Timur<br />
SEMINAR yang mengangkat tema<br />
pendidikan berkualitas untuk generasi<br />
emas tersebut dihadiri 200 mahasiswa<br />
dari berbagai perguruan tinggi di Kota<br />
Bekasi. Hadir dalam kesempatan<br />
tersebut Ketua Program Studi (KAP-<br />
RODI) PGSD Universitas Negeri Jakarta,<br />
Fahrurrozi sebagai narasumber.<br />
Tema tersebut di angkat oleh mahasiswa<br />
yang tergabung dalam Himasda<br />
Unisma Bekasi atas kegelisahan yang<br />
dirasakan sebagai calon pendidik.Berdasarkan<br />
pengamatan mahasiswa yang<br />
tergabung dalam Himasda Unisma Bekasi<br />
ini, pendidikan di Indonesia masih sangat<br />
jauh dari kata maksimal.<br />
Berbagai macam permasalahan<br />
masih menjadi pekerjaan rumah<br />
diantaranta adalah profesionalisme<br />
yang masih mereka nilai rendah,<br />
distribusi guru yang tidak merata serta<br />
mismatched antara latar belakang<br />
pendidikan dan tugas sebagai guru<br />
yang tidak jarang masih terjadi.<br />
“ Berbagai macam permasalahan<br />
yang ada seperti rendahnya profesionalisme<br />
guru, distribusi guru yang<br />
tidak merata dan Mismatched antara<br />
latar belakang pendidikan dan tugas<br />
sebagai guru menjadi bukti dari rendahnya<br />
kualitas pendidikan di negeri<br />
ini,”kata Ketua Panitia Gebyar Himasda<br />
Unisma Bekasi, Rengga Surya<br />
Seminar yang dihelat digedung I<br />
pasca sarjana Unisma Bekasi tersebut<br />
berlangsung hangat dalam mengupas<br />
berbagai permasalahan yang terjadi<br />
di dunia pendidikan. Fahrurrozi sebagai<br />
narasumber mengungkapkan bahwa<br />
tantangan guru masa depan di abad<br />
ke <strong>21</strong> ini adalah perkembangan<br />
tehnologi informasi dan komunikasi<br />
yang masif dan pesat berimbas pada<br />
peradaban manusia.<br />
Tantangan lainnya adalah masuknya<br />
Indonesia dalam masyarakat ekonomi<br />
ASEAN serta standarisasi pekerjaan dan<br />
kompetensi kerja. Fahrurrozi menilai<br />
bahwa standarisasi pekerjaan dan kompetensi<br />
kerja tidak lagi bersifat lokal atau<br />
nasional malainkan bersifat global.<br />
“Guru masa depan adalah guru yang<br />
menginspirasi, menggairahkan dan<br />
mencerdaskan peserta didik,“ ungkap<br />
pria yang juga sebagai ketua satu Himpunan<br />
Dosen PGSD se Indonesia tersebut<br />
dalam pemaparan yang dilakukan di<br />
hadapan ratusan mahasiswa.(*)<br />
Ratusan siswa SMAN 6 Tambun Selatan<br />
berkumlul di halaman sekolah.<br />
Mereka bukan melakukan upacara<br />
bendera, namun ingin mendengarkan<br />
pemaparan dan sosialisasi Undang-<br />
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik<br />
( ITE ).<br />
Menggandeng Bhabinkamtibmas kelurahan<br />
Jatimulya dan Polisi Sektor<br />
kecamatan tambun Selatan, sosialsiasi<br />
ini diharapkan mampu memberikan<br />
wawasan kepada siswa pentingnya informasi<br />
transaksi elektronik.<br />
Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan<br />
SMAN 6 Tambun Selatan Dede<br />
Ismail mengatakan, Penyuluhan Undang-<br />
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik<br />
( ITE ) dilakukan untuk mengurangi<br />
dampak penyalahgunaan media elektronik.<br />
“Kami memang bekerja sama dengan<br />
bhabinkamtibmas kelurahan Jatimulya<br />
yaitu bapak aiptu sohib untuk mensosialisasikan<br />
UU ITE . Menurut kami<br />
sosialisasi sangat penting agar siswa<br />
didik kami tidak ada yang terjerumus<br />
dengan berita hoax dan aksi pornografi<br />
, ” tegasnya.<br />
Sosialisasi yang dimulai 07.30 WIB ini<br />
disambut antusaiss siswa. Pasalnya,<br />
dengan sosialisasi ini siswa bisa mengetahui<br />
bahaya yang didapat jika menyalahgunakan<br />
media elektronik.”Siswa<br />
harus bijak menggunakan media<br />
sosial,”kata Bhabinkamtibmas kelurahan<br />
Jatimulya, Aiptu Sohib saat menasehati<br />
siswa.<br />
Dia mengakui, maraknya informasi di<br />
media sosial saat ini sangat berbahaya<br />
jika tidak disikapi dengan bijak. Terlebih<br />
para pelajar yang sangat aktif memanfaatkan<br />
media sosial untuk saling berkomunikasi<br />
dan bersosialisasi.<br />
“Kita bisa lihat sekarang ini, banyak<br />
aksi kekerasan yang dilakukan oleh remaja.<br />
Bahkan, tidak sedikit remaja terjerumus<br />
dalam pergaulan negatif karena<br />
salah memanfaatkan medsos.<br />
Untuk itu, siswa harus hati-hati dalam<br />
menggunakan medsos,”paparnya.<br />
Dia berharap, melalui sosialisasi ini<br />
siswa tidak mudah menerima informasi<br />
yang menyesatkan,”Harapanyah<br />
dengan adanya penyuluhan undangundang<br />
Informasi dan Transaksi Elektronik<br />
( ITE ) terhadap para siswa , akan<br />
menjadikan UU ITE sebagai pagar pembatas<br />
dalam melakaukan hal-hal yang<br />
tidak diinginkan serta meminimalisir<br />
penyebaran berita hoax di kalangan<br />
pelajar ,” tandas Aiptu sohib. (*)<br />
Pendidikan merupakan<br />
kebutuhan dasar<br />
masyarakat modern<br />
saat ini. Pemikiran yang<br />
semakin terbuka dari para<br />
orang tua, yang meyakini<br />
bahwa pendidikan<br />
itu sangat penting,<br />
menjadikan semangat<br />
baru menciptakan<br />
generasi bernas di era<br />
digital. Sejalan dengan itu,<br />
banyak impian anak muda<br />
melambung tinggi, dengan<br />
banyak sokongan dari<br />
berbagai pihak, terutama<br />
sekolah. Meski sistem<br />
pendidikan Indonesia jauh tertinggal dari dunia<br />
Eropa atau Amerika pun negara tetangga, semangat<br />
para remaja untuk bersekolah melambung<br />
tinggi seiring dengan perkembangan pendidikan<br />
saat ini. Kini, memilih sekolah unggul menjadi<br />
prioritas utama. Tidak hanya membekali anaknya<br />
pengetahuan dunia yang bersifat sementara, tapi<br />
kini orang tua lebih menyeimbangkan anaknya<br />
dengan kecerdasan yang bersifat agamis.<br />
Pendidikan karakter menjadi basic bagi sistem<br />
pendidikan kita dengan harapan kualitas meningkat<br />
diawali dari ‘akar’ segala problem. Hal ini<br />
tercantum dalam Undang-undang Republik<br />
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem<br />
Pendidikan Nasional; merumuskan dasar, fungsi,<br />
dan tujuan pendidikan Nasional. Pasal 3 Undangundang<br />
Sitem Pendidikan Nasional (UU SIKDIK-<br />
NAS) menyebutkan: “Pendidikan Nasional<br />
berfungsi mengembangkan dan membantu watak<br />
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam<br />
rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk<br />
berkembangnya potensi, peserta didik agar<br />
menjadi manusia yang beriman yang bertakwa<br />
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,<br />
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi<br />
warga negara yang demokratis serta bertanggung<br />
jawab.” Ketika anak memiliki karakter yang kuat<br />
dan baik, niscaya generasi masa depan memiliki<br />
bekal mempuni ke arah hidup lebih baik.<br />
Tak seperti masa lampau, pilihan utama bersekolah<br />
adalah menembus sekolah Negeri, yang<br />
notabene memang tak terpikir oleh masyarakat<br />
ada pilihan lain. Secara umum tak ada pembeda<br />
sekolah satu dengan sekolah lain. Pendidikan<br />
berkesinambungan dengan seseorang yang belajar.<br />
Belajar adalah nyawa bagi mereka yang berpikir,<br />
diturunkan dari sebuah generasi ke generasi lain<br />
dari tahapan pembelajaran, pelatihan, bahkan<br />
praktek di bawah pengawasan seorang pendidik.<br />
Sering kali masyarakat mengartikan bahwa<br />
pendidikan itu harus pergi ke sebuah sekolah, tentu<br />
saja itu pendapat yang tidak tepat, karena pada<br />
hakikatnya selama kita dalam kandungan Ibu pun,<br />
sudah dalam proses belajar karena diajarkan<br />
banyak hal. Ini adalah kenyataan yang kurang<br />
disadari. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa<br />
pendidikan pertama yang didapat seorang anak<br />
adalah dari keluarga.<br />
Banyak negara sudah menerapkan aturan wajib<br />
belajar, maka dari itu setiap orang dalam sebuah<br />
negara sudah memiliki hak atas pendidikan. Pun<br />
begitu dengan Indonesia. Sebagaimana tercantum di<br />
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20<br />
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;<br />
merumuskan hak dan kewajiban warga negara,<br />
orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Pasal 5 ayat<br />
1 menyebutkan: “Setiap warga negara mempunyai<br />
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang<br />
bermutu.” Pemerintah konsisten melaksanakan<br />
program wajib belajar dengan memperbaiki sistem<br />
pendidikan yang kian dinamis mengikuti zaman.<br />
Mutu pendidikan di setiap daerah kian meningkat<br />
walau belum secara menyeluruh. Salah satunya<br />
dengan menyelenggarakan Ujian Nasional Berbasis<br />
Komputer (UNBK), yang tahun ajaran 2017/2018<br />
sudah dipenuhi oleh setiap sekolah di penjuru<br />
Indonesia. Ini merupakan salah satu program<br />
pemerintah yang terlaksana sebagai bukti kekonsistenan<br />
dalam meningkatkan mutu pendidikan.<br />
Lalu, Negeri atau Luar Negeri (sekolah swasta)?<br />
Menjadi pertanyaan di setiap benak orang tua yang<br />
memiliki anak di tingkat akhir sebuah jenjang<br />
sekolah. Mereka sadar bahwa kini pendidikan<br />
menjadi kebutuhan primer. Keunggulan pun<br />
kelemahan masing-masing sekolah menjadi<br />
pertimbangan bagi orangtua yang sudah melek<br />
pendidikan. Berapa banyak biaya yang harus<br />
digelontorkan, mereka siap jika nanti output<br />
anaknya luar biasa. Kebanggan tersendiri dari<br />
orangtua jika anaknya berprestasi.<br />
Pemikiran dasar itu lah yang menjadikan sekolah<br />
swasta khususnya, berlomba-lomba meningkatkan<br />
kualitas, tidak hanya dari sarana prasarana, tapi<br />
menjanjikan program-program unggulan dalam<br />
berbagai bidang. Sekolah beda ‘alam’ ini berusaha<br />
mendapatkan kepercayaan masyarakat luas<br />
dengan meningkatkan brand dengan berbagai<br />
cara, salah satunya pilihan ekstrakulikuler yang<br />
amat beragam, di mulai dari seni dan budaya<br />
hingga sport. Tak ayal, dengan program yang<br />
menjanjikan pada masyarakat serta berbayar tinggi<br />
sekolah-sekolah ini akan mendapat cap bonefit.<br />
Namun kebanyakan dari mereka “Untouchable”<br />
bagi masyarakat kelas ekonomi menengah ke<br />
bawah.<br />
Pun zonasi membuat sekolah pemerintah yang tak<br />
berbayar sedikit ‘hilang akal’, namun masih banyak<br />
hal yang menjadikannya primadona. Misal, daya<br />
tampung murid pada tiap kelasnya lebih banyak dari<br />
pada sekolah swasta yang memungkinkan semua<br />
calon murid terbagi ‘kursi’, sehingga jarang sekali<br />
sekolah negeri yang jumlah siswanya sedikit.<br />
Sekolah yang disediakan pemerintah ini, dari sarana<br />
prasarana dan gaji pengajarnya ditanggung pemerintah<br />
(lain hal dengan para honorer). Jika<br />
bersekolah di sekolah negeri, biaya yang dikeluarkan<br />
orang tua akan lebih murah dibandingkan sekolah<br />
swasta, karena secara umum operasional sekolah<br />
sudah disubsidi oleh pemerintah.<br />
Well, Negeri atau Luar Negeri (sekolah swasta)?<br />
Keduanya memiliki visi dan misi dasar yang sama,<br />
ialah mencerdaskan anak bangsa, menanamkan<br />
nilai-nilai baik dalam kehidupan, membuat<br />
generasi baru yang berkarakter. Bijaklah dalam<br />
menentukan sekolah pilihan, tentunya disesuaikan<br />
kondisi pribadi para orang tua dan anak secara<br />
keseluruhan.(*)<br />
Oleh: Yulistika, S.pd.<br />
Guru Bahasa Indonesia<br />
SMP Al Azhar Syifa Budi<br />
Legenda, Anggota KGPBR<br />
PENDIDIKAN<br />
6<br />
Negeri atau Luar<br />
Negeri (swasta)?<br />
PENDIDIKAN<br />
6 KAMIS, 16 AGUSTUS 2018<br />
Guru Kaya<br />
Guru Berkarya<br />
Oleh : Endah Setiaharti, M.Pd.<br />
Guru SD Al Muslim<br />
SETIAP manusia memiliki<br />
kelebihan dan kekurangan.<br />
Dengan kelebihan yang<br />
dimiliki setiap orang dapat<br />
melakukan aktivitas yang<br />
dapat meningkatkan<br />
aktualisasi diri. Dengan<br />
kekurangannya, seseorang<br />
juga dapat belajar untuk<br />
menghadapi kesulitan,<br />
tantangan, dan berupaya<br />
menemukan solusi terbaik dari masalah yang<br />
dihadapinya. Tidak ada manusia yang<br />
sempurna di dunia ini. Allah<br />
menganugerahkan kelebihan dan kelemahan<br />
kepada setiap manusia tidak lain bertujuan<br />
agar manusia bisa saling bersinergi atas kedua<br />
hal tersebut.<br />
Bagaimanakah wujud rasa syukur kita atas<br />
anugerah yang telah Allah berikan ? Untuk<br />
menjawab pertanyaan tersebut kita dapat<br />
memulai dengan cara melihat kembali potensi<br />
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki.<br />
Sudahkah kita mengoptimalkan kelebihan<br />
yang kita miliki untuk menghasilkan sebuah<br />
karya, membuat kreativitas, menciptakan<br />
media, metode, atau strategi yang dapat<br />
dirasakan manfaatnya bagi orang banyak ?<br />
Apakah kita membiarkan potensi itu beku<br />
kemudian mati ? Sungguh ironis jika ini terjadi<br />
pada diri kita, terlebih lagi apabila kita adalah<br />
seorang guru. Bagaimana pula dengan<br />
kelemahan yang ada pada diri kita ? Apakah<br />
kita tetap menjadikannya sebagai sesuatu<br />
yang statis ? Tentu kita semua tidak ingin<br />
kondisi demikian terjadi pad diri kita.<br />
Sebagai seorang pendidik, guru dituntut<br />
untuk memiliki pengetahuan, keterampilan,<br />
dan sikap yang sesuai dengan profesinya.<br />
Seorang guru harus professional dalam<br />
menyelesaikan tugas dan berbagai persoalan<br />
yang menyertai dunia kerjanya. Oleh karena<br />
itu, seorang guru hendaknya tidak pernah<br />
berhenti belajar. Belajar dari teman seprofesi,<br />
orang tua, buku, media, termasuk peserta<br />
didik. Dengan pengalaman belajar yang<br />
diperolehnya, seorang guru dapat<br />
mengembangkan berbagai ide dan kreativitas.<br />
Di samping itu juga akan mengantarkan guru<br />
pada mindset berpikir positif kritis. Untuk<br />
itulah seorang guru harus memiliki wadah<br />
dalam menuangkan ide dan kreativitasnya<br />
sehingga guru dapat menghasilkan suatu<br />
karya yang berguna bagi dunia pendidikan.<br />
Guru yang mempunyai banyak ide dan<br />
memiliki kreativitas tinggi akan memotivasi<br />
dirinya untuk berkarya melalui goresan pena,<br />
membuat buku, inovasi media belajar atau<br />
bahkan membuktikan sebuah teori melalui<br />
eksperimen. Dengan karya yang dihasilkannya,<br />
seorang guru dapat berbagi pengalaman dan<br />
keterampilan sehingga secara tidak langsung<br />
mutu tenaga pendidik juga meningkat.<br />
Untuk menghasilkan sebuah karya, guru<br />
dapat merintisnya dengan menuangkan<br />
permasalahan yang dihadapinya selama<br />
bekerja, baik di kelas maupun di luar kelas. Dari<br />
permasalahan tersebut, kemudian guru<br />
menuliskan tahapan-tahapan yang ia lakukan.<br />
Setelah melalui berbagai proses, guru mencatat<br />
setiap perkembangan atas permasalahan<br />
tersebut. Semua dituangkan dalam bentuk<br />
catatan singkat. Apabila masalah telah selesai<br />
guru dapat menuliskan kembali<br />
pengalamannya tersebut dalam bentuk puisi,<br />
cerpen, opini, PTK atau pun bentuk lainnya.<br />
Jika, hasil karya guru berupa media, metode,<br />
atau pun strategi, guru pun harus<br />
mendeskripsikannya dalam bentuk tulisan.<br />
Mengapa guru harus berkarya ? Di tangan<br />
seorang guru akan menentaskan anak didik<br />
yang memiliki berbagai impian. Merekalah<br />
yang nantinya akan mengisi berbagai kursi<br />
kepemimpian suatu bangsa. Di tangan mereka<br />
pula perjuangan suatu bangsa akan<br />
diteruskan. Guru yang telah memiliki karya,<br />
berarti telah menunjukkan kemampuan<br />
dalam bidang tuasnya secara professional.<br />
Dengan karya yang dihasilkanya guru dapat<br />
bertutur atas apa yang didengar, dilihat dan<br />
dirasakannya. Dengan karyanya seorang guru<br />
selalu mengikuti kemajuan zaman, sehingga<br />
menjadikan guru semakin kaya. (*)<br />
BOJONGMANGU – Minat siswa di<br />
Kabupaten Bekasi untuk bergabung<br />
dengan gerakan Pramuka dinilai masih<br />
sangat minim. Padahal, kegiatan<br />
pramuka bisa dijadikan sarana untuk<br />
membentuk pribadi siswa agar berani,<br />
mandiri dan berkarakter.<br />
Selain itu, sesuai dengan kurikulum<br />
2013 (K13) menjadikan pendidikan<br />
kepramukaan sebagai ekstra kurikuler<br />
wajib, mulai jenjang SD/MI, SMP/<br />
MTs, SMA/MA dan SMK. Pewajiban<br />
pendidikan kepramukaan menjadi<br />
ekstra kurikuler wajib ini sebenarnya<br />
bukanlah merupakan hal yang baru,<br />
karena sudah sejak lama pendidikan<br />
kepramukaan dijadikan kegiatan ekstra<br />
kurikuler wajib di sekolah, terutama<br />
Sekolah Dasar.<br />
Hal ini diakui oleh Ketua Kwarcab<br />
Gerakan Pramuka Kabupaten Bekasi,<br />
Hudaya usai peringatan hari pramuka<br />
yang berlangsung di Bumi Perkemahan<br />
Karang Kitri Bojongmangu, Kecamatan<br />
Bojongmangu.<br />
Hudaya berharap gerakan pramuka<br />
yang diterapkan di sekolah ini mampu<br />
mendidik generasi penerus bangsa,<br />
melalui kelompok-kelompok pramuka<br />
disekolah. Menurutnya, minat siswasiswi<br />
untuk mengikuti gerakan pramuka<br />
sudah sangat minim. Oleh karena itu,<br />
pihaknya mendesak sekolah untuk<br />
mewajibkan siswanya mengikuti kegiatan<br />
pramuka.“Kami berharap, di setiap<br />
sekolah mewajibkan siswanya mengikuti<br />
ekskul pramuka,”katanya.<br />
Sementara itu, Hudaya mengatakan,<br />
dalam peringatan hari pramuka tingkat<br />
Kabupaten Bekasi, Ketua Mabicab<br />
gerakan pramuka Neneng Hassanah<br />
Yasin, mengambil komando sebagai<br />
ketua upacara serta Jambore.<br />
“Pesertanya berasal dari perwakilan<br />
masing-masing ranting di 23 kecamatan.<br />
Selain upacara dan jambore tingkat<br />
Kabupaten Bekasi, masing-masing<br />
ranting juga menggelar kegiatan serupa<br />
di tingkat kecamatan,” kata Hudaya<br />
disela-sela acara.<br />
Ditempat yang sama, perwakilan peserta<br />
pada Jambore pramuka, Ilham, mengaku<br />
bangga atas terselenggaranya jambore<br />
setiap tahunnya. Dirinya berharap agar<br />
kegiatan serupa terus diadakan setiap<br />
tahunnya. Bahkan, kata Ilham, kalau bisa<br />
rutin beberapa kali dalam setahun.<br />
“Senang banget kita sebagai anggota<br />
Pramuka dari SMPN 5 Tambun Selatan<br />
bisa ikut Jambore lagi. Setiap tahunnya<br />
memang trus aktif kegiatan ini. Harapamnya<br />
si ya ada trus setiap tahun. Kalau bisa ya<br />
dua (hingga) tiga kali setahun, nggak cuma<br />
sekali acara besar seperti ini,” ucap Ilham<br />
dengan nada semangat. (Cr37)<br />
JAKARTA - Menristekdikti Mohamad<br />
Nasir menyoroti turunnya peringkat<br />
atau ranking Perguruan Tinggi (PT)<br />
Indonesia di level dunia. Dia menilai<br />
penurunan ranking ini dipicu kurangnya<br />
kerja keras dari dari masing-masing<br />
pengelola kampus.<br />
Nasir menjelaskan di balik penurunan<br />
peringkat tersebut, skor atau nilai yang<br />
didapatkan kampus Indonesia sejatinya<br />
meningkat. ’’Tetapi ternyata nilai<br />
kampus luar negeri lebih banyak lagi<br />
kenaikannya. (Kampus lokal, Red)<br />
Kurang kerja kerasnya,’’ katanya.<br />
Merujuk pada hasil pemeringkatan<br />
QS (Quacquarelli Symnds) World<br />
University Ranking dua besar kampus<br />
di Indonesia adalah Universitas<br />
Indonesia (UI) dan Institut Teknologi<br />
Bandung (ITB). Tahun ini posisi UI<br />
berada di peringkat 292 dunia.<br />
Peringkat ini turun dibandingkan<br />
tahun lalu yang berada di urutan 277<br />
dunia. Penurunan juga dialami oleh<br />
ITB. Tahun ini posisi kampus ITB<br />
berada di urutan 359 dunia. Turun<br />
dibandingkan tahun lalu yang berada<br />
di urutan ke-331 dunia.<br />
Nasir menegaskan penurunan<br />
tersebut tidak bisa diartikan bahwa<br />
kinerja pengelola kampus turun. Dia<br />
menegaskan nilai yang diapatkan ada<br />
kenaikan, hanya saja kenaikan kampus<br />
luar negeri lebih tinggi angkanya.<br />
’’Kita ingin (ke depan, Red) kenaikan<br />
nilainya pakai deret ukur. Bukan deret<br />
hitung. Sehingga harus ada lompatanlompatan,’’<br />
tuturnya.<br />
Mantan rektor Universitas Diponegoro<br />
(Undip) Semarang itu menjelaskan<br />
ada sejumlah strategi untuk meningkatkan<br />
kinerja kampus dalam negeri<br />
di level internasional. Diantaranya<br />
adalah mempererat kolaborasi dengan<br />
dosen atau diaspora ilmuan Indonesia<br />
yang ada di luar negeri.<br />
Dengan segudang pengalaman dan<br />
jaringan yang luas, Nasir berharap<br />
keberadaan diaspora ilmuan tersebut<br />
bisa memberikan pengaruh positif<br />
kepada kampus dalam negeri. Baik<br />
itu PTN maupun PTS. (wan/jpnn)<br />
FOTO<br />
BERSAMA:<br />
Siswa yang<br />
tergabung<br />
dalam gerakan<br />
pramuka di<br />
kabupaten<br />
Bekasi, foto<br />
bersama usai<br />
mengikuti<br />
upacara hari<br />
pramuka,<br />
belum lama ini.<br />
Minat Siswa dengan<br />
Pramuka Minim<br />
Yahh…Ranking PT Indonesia Menurun<br />
<strong>BEKASI</strong> SELATAN – Sebanyak 35<br />
siswa di Kota Bekasi, mendapat kepercayaan<br />
untuk menjadi Calon Pengibar<br />
Bendera Pusaka (Capaska)<br />
pada perayaan hari jadi ke 73 Republik<br />
Indonesia pada 17 Agustus nanti.<br />
Padahal, menjadi seorang pasukan<br />
pengibar bendera pusaka tidak semu dah<br />
dan segampang yang dibayangkan.<br />
Ratusan ribu pelajar SMA/SMK belum<br />
diberikan kesempatan untuk mengemban<br />
amanah luar biasa dipundaknya pada<br />
peringatan HUT RI ke-73 mendatang.<br />
Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy<br />
Gandakusumah, meminta kepada<br />
seluruh orangtua agar anaknya yang<br />
terpilih sebagai Calon Pengibar Bendera<br />
Pusaka (Capaska) 2018 harus<br />
men jadi kebanggaan bagi keluarga.<br />
“Saya mengapresiasi kepada seluruh<br />
Capaska dan orangtua yang mem berikan<br />
motivasi untuk ikut seleksi dan terpilih<br />
harus menjadi kebanggaan keluarga,”<br />
ucapnya, Rabu (15/8/2018).<br />
Diketahui, Proses seleksi Capaska<br />
Kota Bekasi 2018 diikuti kurang lebih<br />
879 orang pendaftar yang berasal dari<br />
60 SMA/SMK negeri dan swasta.Setelah<br />
melalui beberapa tahapan seleksi yang<br />
dimulai sejak bulan Februari lalu,<br />
akhirnya terpilih sebanyak 35 orang.<br />
Dua diantara 35 terpilih pelajar Kota<br />
Bekasi bahkan dipercaya untuk mengibarkan<br />
sang merah putih di Pemerintah<br />
Provinsi Jawa Barat.Ruddy mengaku bangga<br />
dengan terpilihnya 35 orang Capaska yang<br />
akan menjadi bagian dari sejarah Kota<br />
Bekasi, Jawa Barat dan Indonesia.<br />
“Ditengah situasi kondisi yang penuh<br />
tantangan, kita patut bangga kalau bukan<br />
anak-anak kita yang mewarisi nilai-nilai<br />
perjuangan untuk tetap menjaga NKRI<br />
dan tegaknya Indonesia kedepan siapa<br />
lagi,Dengan didukung doa semua pihak,<br />
saya berharap pada waktu pengibaran<br />
dan penurunan bendera akan<br />
berlangsung dengan mulus dan berhasil<br />
serta menjadi kebanggaan bagi keluarga<br />
serta Kota Bekasi,” tutupnya.(dyt/<br />
pojokbekasi)<br />
ISTIMEWA/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />
BERI DUKUNGAN: Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy Gandakusumah (kiri), saat<br />
memberikan dukungan semangat kepada 35 pelajar Kota Bekasi yag masuk menjadi<br />
Calon Pengibar Bendera Pusaka pada perayaan HUT RI 17 Agustus nanti.<br />
Pelajar Bekasi Menjadi Capaska<br />
Ketiga, adalah faktor<br />
bacaan dan tontonan.<br />
Televisi dapat juga<br />
disebut sebagai sebuah<br />
keajaiban dalam dunia<br />
walaupun hanya<br />
berbentuk sebuah<br />
kotak elektronik yang<br />
sederhana yang<br />
mampu secara efektif<br />
berperan sebagai<br />
media massa dalam<br />
berbagai informasi<br />
dengan gambar hidup,<br />
berwarna-warni dan<br />
bergerak. Sehingga<br />
dapat memikat,<br />
membius dan menggiring<br />
seluruh perhatian<br />
para pemirsanya itulah sebabnya, sebagian<br />
besar pemirsa menganggap bahwa informasi apa<br />
saja yang ditayangkan televisi adalah benar, apa<br />
saja yang disajikan oleh televisi adalah baik.<br />
Sehingga mereka memutuskan bahwa televisi<br />
merupakan satu-satunya sumber dan pusat<br />
informasi yang benar, baik dan akurat, bahkan<br />
televisi dianggap sebagai guru yang wajib diturut<br />
dan diikuti, alat yang paling efisien dan efektif<br />
untuk mengenal mempelajari dan mendapatkan<br />
berbagai hal dalam hidup dan kehidupan ini<br />
ketimbang berbagai buku bacaan yang dianggap<br />
menyita waktu.<br />
Dari sekian banyak program acara yang<br />
disajikan televisi, kebanyakan dapat mempengaruhi<br />
sikap penontonnya setelah atau pada waktu<br />
melihat tayangan televisi. Banyak fakta yang kita<br />
jumpai dari informasi yang disampaikan televisi,<br />
baik fakta positif maupun fakta negatif. Sehingga<br />
hal ini baik secara langsung atau tidak langsung<br />
akan mempengaruhi akhlak penontonnya ke<br />
arah positif atau ke arah negatif. Sehingga ada<br />
dua pengaruh tayangan televisi terhadap akhlak<br />
anak yaitu: 1). Pengaruh yang bersifat positif Televisi<br />
dapat memberikan pengaruh yang positif<br />
bagi para pemirsa yang menyaksikan program<br />
acara atau tayangan televisi. 2). Pengaruh yang<br />
bersifat negatif. Tayangan televisi tidak hanya<br />
memberikan pengaruh yang positif saja tetapi<br />
acara televisi lebih banyak memberikan pengaruh<br />
yang negatif kepada sikap para pemirsanya<br />
setelah atau pada waktu melihat tayangan<br />
televisi, sehingga akan mempengaruhi akhlak<br />
penonton ke arah negatif. Adapun pengaruhnya<br />
tayangan televisi yang bersifat negatif sebagai<br />
berikut:<br />
Sering menonton televisi akan melalaikan tugas<br />
dan kewajiban bagi para pemirsa<br />
Sering menonton televisi akan mempengaruhi<br />
dan menurunkan prestasi belajar.<br />
Anak-anak cenderung lebih menyukai<br />
tayangan yang bernuansakan kekerasan dan<br />
roman.<br />
Setelah menonton tayangan televisi mereka<br />
suka meniru apa yang telah mereka tonton.<br />
Manusia memanfaatkan televisi sebagai alat<br />
bantu yang paling efisien dan efektif. Dimana<br />
kesemuanya ini dapat terwujud melalui berbagai<br />
program dan tayangan televisi yang dapat<br />
dipertangung jawabkan secara moral dan<br />
material.<br />
Kebanyakan kegiatan menonton televisi<br />
cenderung terencana dan bersifat tak sadar, tiap<br />
kali banyak orang mempunyai waktu luang,<br />
mereka tiba-tiba saja duduk dihadapan televisinya<br />
tanpa diundang banyak niat dan rencana<br />
yang tiba-tiba saja dibatalkan, lantaran tergoda,<br />
terpanggil, tergelitik untuk menikmati acara<br />
tertentu yang disiarkan oleh televisi.<br />
Televisi dengan mudah bisa melahap sebagian<br />
besar waktu anak waktu yang dilewatkan di<br />
depan layar televisi berarti waktu yang tidak di<br />
manfaatkan oleh anak untuk belajar membaca<br />
menggambar atau membantu pekerjaan rumah<br />
tangga. Apabila tayangan televisi menyajikan<br />
acara hiburan atau acara bernuansa kekerasan<br />
maka itu anak – anak cenderung menyukai dan<br />
menggemari tayangan tersebut karena apa yang<br />
di lihat, di tonton di tayangan televisi biasanya<br />
anak – anak cenderung akan menirunya tanpa<br />
disaring, di filter dan tanpa dibarengi dengan<br />
sikap selektif dalam memilih acara yang di<br />
sajikan, sehingga takut akan merusak akhlak<br />
anak terhadap pengaruh yang ditayangkan oleh<br />
televisi oleh karena itu peran pendamping dan<br />
bimbingan oleh orang tua kepada anaknya yang<br />
sedang menonton atau menikmati tayangan<br />
yang di sajikan oleh pesawat televisi di rumah<br />
karena setiap harinya banyak anak – anak<br />
menghabiskan waktu di depan pesawat televisi<br />
sehingga banyak tayangan atau program acara<br />
yang dinikmatinya tanpa banyak memikirkan<br />
apakah layak di tonton oleh anak – atau dapat<br />
merusak akhlak anaknya.<br />
Keempat, adalah faktor lingkungan/miliu.<br />
Faktor yang membentuk karakter seorang anak<br />
adalah miliu yang sangat mempengaruhi akhlak<br />
seseorang di samping faktor keturunan, dari<br />
faktor kedua ini faktor pergaulan/lingkunganlah<br />
yang sangat kuat pengaruhnya atau sangat<br />
dominan pengaruhnya dalam pembentukan<br />
karakter atau akhlak. Seperti orang tua dahulu<br />
bilang siapa yang bergaul dengan jualan minyak<br />
wangi maka akan dapat wanginya dan siapa yang<br />
bergaul dengan tukang las maka akan terkena<br />
percikan apinya. Nabi Muhammad SAW<br />
menggambarkan bahwa teman itu bagaikan<br />
barang tambalan. “Teman itu bagaikan barang<br />
tambalan pada pakaianmu, maka lihatlah<br />
dengan apa kamu menambalnya.” Maksud<br />
hadits di atas, seseorang harus mampu dengan<br />
mempergunakan akalnya di dalam mencari<br />
teman yang senantiasa memberikan suatu<br />
kebaikan pada kita dalam hidup dan kehidupan.<br />
Menurut seorang penyair Islam yang bernama<br />
Syaufi dalam bait syairnya;<br />
“Siapa yang berteman dengan orang mulia<br />
dia akan ikut mulia, siapa yang berteman<br />
dengan orang hina tidak akan ikut mulia.<br />
Tidakkah engkau lihat kata syufi betapa kulit<br />
kambing yang hina dicium orang ketika<br />
kambing berteman dengan al-qur’an) jadi<br />
kantong (Qur’an) tapi kulit kambing yang<br />
berteman dengan kayu (dijadikan bedug) tiap<br />
waktu sholat orang memukulnya.” (*)<br />
PENDIDIKAN<br />
10<br />
Empat Pola Pendidikan<br />
Dalam Islam (habis)<br />
Kirimkan artikel pendidikan Anda ke email:<br />
miftah.radar@gmail.com<br />
Oleh: IHYA<br />
ULUMUDDIN, S.Pd.I.,<br />
M.Pd<br />
Guru MTs. ATTAQWA<br />
16 Kota Bekasi & SMP.<br />
Attaqwa Pusat Babelan<br />
Seminar Komunitas Guru Menulis<br />
Dorong Literasi Sekolah, Ajak Guru Aktif Menulis<br />
RABU, 15 AGUSTUS 2018<br />
Komunitas Guru Penulis Bekasi<br />
Raya mengadakan seminar<br />
dengan tema “ Penulisan Puisi<br />
dan Artikel yang Menarik”,<br />
belum lama ini. Seperti apa<br />
kegiatannya?<br />
Laporan:<br />
Ajeng Dinar<br />
<strong>BEKASI</strong> SELATAN<br />
Menulis bukan perkra yang mudah,<br />
tapi tidak juga sulit asalkan sering dilatih<br />
dan memiliki kemauan yang kuat.<br />
Demikian ditegaskan ketua Komunitas<br />
Guru Penulis Bekasi Raya (KGPBR),<br />
Prawiro saat kegiatan seminar menulis<br />
yang diikuti sejumlah guru yang ada<br />
di Bekasi.<br />
Dalam seminar tersebut, menjelaskan<br />
tentang Seputar teknis kepenulisan<br />
puisi dan artikel. Tujuannya meningkatkan<br />
kompetensi menulis para guru<br />
penulis di Bekasi Raya. Disamping ajang<br />
silaturahmi anggota<br />
“Yang ikut seminar ini adalah guru<br />
guru SD hingga SMA dari Kabupaten<br />
dan Kota Bekasi. Materinya mengenai<br />
cara menulis puisi dan artikel yang<br />
menarik. Lalu praktek membacakan<br />
puisi. Dalam acara ini dihadiri dengan<br />
jumlah peserta 40 orang, “ ujarnya.<br />
Prawiro menambahkan, karena ini<br />
komunitas guru penulis seBekasi Raya<br />
bukan hanya guru saja yang hadir. Ada<br />
mahasiswa dan pelajar juga. Sehingga<br />
dalam acara ini diisi dengan dua pembicara<br />
diantaranya pak Endanv A Rustandi<br />
dan ibu Lily Priyani.<br />
“Dalam acara ini pak Endang A Rustandi<br />
berbicara mengenai bagaimana<br />
cara menulis puisi yang baik sesuai<br />
dengan aturan kebahasaan, KBBI dan<br />
nilai sastra. Bu Lili Priyani sebagai pegiat<br />
literasi Bekasi menjelaskan mengenai<br />
menulis artikel, kaidah dan judul<br />
yang menarik. Penggunaan tanda baca<br />
dan kata baku sesuai KBBI. Serta tips<br />
dalam menerbitkan buku sendiri. Juga<br />
motivasi untuk semangat menulis, “<br />
lanjutnya.<br />
Di dalam seminar ini, Endang selaku<br />
pembicara mengatakan menulis inspiratif<br />
harus banyak membaca, mendengar,<br />
kajian, wisata, browsing, dengar musik,<br />
berdiskusi dan punya KBBI tentunya.<br />
Dia juga memaparkan alasanny untuk<br />
menulis di antaranya banyak hal yang<br />
ditemukan dalam hal menulis, dan<br />
banyak wawasan.<br />
“Dalam menulis, editing merupakan<br />
tahap selanjutnya yg harus dilakukan,<br />
baik dari bahasa, kata, dan ejaan dan<br />
minta untuk orang terdekat menilainya.<br />
Tahapan selanjutnya lakukan publishing.<br />
Tips dalam menulis yang lainnya diantaranya<br />
luangkan waktu, fokus berburu<br />
data, buat judul yang menarik,<br />
dan brainstorming tentang judul, isi<br />
serta penutup, “ katanya.<br />
Penuturan serupa juga disampaikan<br />
oleh pebicara lainnya, Lily. Dia menekankan<br />
pentingnya ada literasi di<br />
sekolah. Untuk terealisasikan dengan<br />
baik butuh peran Kepala Sekolah. Langkah<br />
berikutnya buat program oleh tim<br />
literasi sekolah tentu dengan SK yang<br />
didapat lalu bergerak secara masif.<br />
Lalu menginfokan pada “dunia” tentang<br />
gerakan literasi tersebut.<br />
“Sekolah sebaiknya memiliki komitmen<br />
bersama antar warga sekolah<br />
dalam menjalankan program literasi.<br />
Kepala sekolah sebagai figur pimpinan<br />
hendaknya memiliki wawasan dan<br />
visi yang literat yang mampu memfasilitasi<br />
keberagaman pemahaman<br />
demi tercapainya keberhasilan bersama<br />
dalam mengupayakan sekolah<br />
sebagai lingkungan akademik yang<br />
literasi, “ terangnya.<br />
Sementara itu, sekertaris KGPBR<br />
Siti Mugi dalam sambutannya memberikan<br />
motivasi untuk literasi tiada<br />
henti. Menurutnya. media seperti Radar<br />
Bekasi yang telah memberikan<br />
wadah untuk tulisan harus dimanfaatkan<br />
sebaik mungkin dengan cara aktif<br />
mengirim tulisan ke radar.<br />
“Literasi itu tidak hanya membaca,<br />
tetapi dilanjutkan dengan menulis. Pembiasan<br />
menulis dapat dimulai dengan<br />
buku harian. Pada era sekarang ini, dapat<br />
dimulai dengan menulis blog. Menulis<br />
didahului oleh kegiatan membaca<br />
karena keduanya merupakan keterampilan<br />
berbahasa yang berkesinambungan.<br />
Oleh karena itu, orang yang terampil<br />
menulis biasanya juga pembaca yang<br />
baik, “ tutupnya. (cr41)<br />
ISTIMEWA/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />
SEMINAR: Komunitas Guru Penulis Bekasi Raya saat mengadakan seminar<br />
pentingnya menulis. kegiatan ini diikuti sejumlah guru yang ada di Bekasi.<br />
PONDOK GEDE – Sejumlah sekolah<br />
di Kota Bekasi saat ini memaksimalkan<br />
latihan pasukan pengibar bendera<br />
(Paskibra) menjelang peringatan kemerdekaan<br />
17 Agustus 1945. Bahkan<br />
latihan sudah dilakukan sejak awal<br />
Agustus lalu.<br />
Seperti yang dilakukan oleh SMK<br />
Bhakti Persada Jati Bening. Sekolah<br />
tersebut melakukan kegiatan rutin untuk<br />
melatih kekompakan anggota Paskibraka.<br />
Tiga hari dalam seminggu,<br />
anggota paskibra melakukan latihan<br />
dihalaman sekolah.<br />
Wakil kepala sekolah SMK Bhakti<br />
Persada, Indah mengaku baris berbaris<br />
memegang peranan penting dalam<br />
palaksanaan pengibaran Bendera Sang<br />
Merah Putih. Derap langkah yang tegas<br />
dan kompak akan sangat mempengaruhi<br />
jiwa dan semangat Paskibraka<br />
untuk melaksanakan tugas.<br />
Menurut dia, latihan yang dilakukan<br />
selama ini sekaligus membentuk jiwa<br />
dan semangat nasionalisme siswa, sehingga<br />
tidak sekedar mendapatkan<br />
keterampilan ba