ilovepdf_merged-copy-1
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Sio Kandar Negeriku<br />
Meski ku jauh dari sisimu,<br />
ku ingat siang malam jalan dan lorongmu.
Buku ini dicetak di Yogyakarta sebagai bagian dari publikasi tim<br />
KKN-PPM AS2014.MLK-03<br />
Pembimbing:<br />
Dr. Supraja<br />
Koordinator:<br />
Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin<br />
Editor:<br />
Dian Puspita<br />
Teks:<br />
Hartmantyo Pradigto Utomo, Pandi Paulus Simanjuntak, Wandhana Handythio<br />
Sudihanto, Rizky Nabila Febriandani, Yosep Jati Anugrah Pangestu, Barzilay Evans<br />
Masela, Rajito Ahmad Syah, Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin, Vitriani Tri<br />
Purwaningsih, Dian Puspita<br />
Gambar:<br />
Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin, Rizky Nabila Febriandani, Gina Anggia Putri,<br />
Erik Tyson Sidauruk<br />
Survei & Produksi:<br />
Wandhana Handythio Sudihanto, Hartmantyo Pradigto Utomo<br />
Bendahara & Keuangan:<br />
Pandi Paulus Simanjuntak<br />
Sirkulasi & Distribusi:<br />
Hartmantyo Pradigto Utomo, Pandi Paulus Simanjuntak, Wandhana Handhithyo<br />
Sudihanto, Rizky Nabila Febriandani, Yosep Jati Anugrah Pangestu, Barzilay Evans<br />
Masela, Rajito Ahmad Syah, Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin, Vitriani Tri<br />
Purwaningsih, Dian Puspita, Evan Rinaldi Winarto, Adhi Rakhmat, Gina Anggia Putri,<br />
Naraini Nur Kimashita, Robi Mardiansyah, Monika Dwi Kartika Sembiring, Francillia<br />
Julian Lilihata, Erik Tyson Sidauruk
Merantaulah,<br />
agar kau tahu kenapa kau harus pulang,<br />
agar kau tahu siapa yang kau rindu.<br />
—Anonim
iv<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
v
Kata Pengantar<br />
Puji syukur atas segala berkat dan rahmat<br />
yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa<br />
sehingga buku ini dapat diterbitkan. Pertama,<br />
kami selaku tim Kuliah Kerja Nyata<br />
Pembelajaran Pengabdian Masyarakat Universitas<br />
Gadjah Mada (KKN-PPM UGM)<br />
ingin berterimakasih kepada para orang tua<br />
yang selalu setia mendukung kegiatan kami,<br />
Bpk. Dr. Muhammad Supraja, SH., S.Sos.,<br />
M.Si. selaku Dosen Pembimbing Lapangan,<br />
Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) atas kerjasamanya<br />
selama KKN berlangsung, serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian<br />
Masyarakat Universitas Gadjah Mada (LPPM UGM) yang telah<br />
memberangkatkan tim ini.<br />
Selain itu, ucapan terima kasih khususnya ingin kami berikan kepada<br />
Bapak Ir. Jacobus Joseph Lelyemin, ST, MT. serta Ibu Servatia Herlina,<br />
B. Sc., SH. yang atas kebaikan hatinya selalu memberi dukungan baik<br />
materiil maupun non materiil. Kepada keluarga besar Masela, Lilihata,<br />
dan Lelyemin. Tante Ade Lolouan, Kak Kolombus Masrikat, Kak<br />
Stanley Lambiombir, serta Om Damianus Lelyemin dan keluarga yang<br />
telah berkenan membantu kami memenuhi kebutuhan tim selama proses<br />
dan pelaksanaan KKN-PPM UGM. Pun kepada Himpunan Keluarga<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
vii
Mahasiswa MTB yang telah menghubungkan kami dengan Pemerintah<br />
Daerah Maluku Tenggara Barat.<br />
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih pada pihak Pemerintah<br />
Daerah dan Pemerintah Daerah Kabupaten MTB. Kepada Bpk. Drs.<br />
Bitzael Silvester Temar selaku Bupati MTB, Bapak Mathias Malaka,<br />
SH., MTP. selaku sekretaris daerah, dan dr. Edwin Tomasoa selaku<br />
Asisten 3 Bupati MTB. Bpk. Ruben Moriolkosu selaku Kepala Bagian<br />
Umum, Bpk. Michael selaku Kepala Sub Bagian Umum, Bpk. Bala dan<br />
Bpk. Dance selaku staff Bagian Umum. Bpk. Elvis selaku Kepala Dinas<br />
Lingkungan Hidup, Bpk. Holmes selaku Kepala Dinas Pendidikan<br />
serta Bpk. Bambang Eko Supriyono. Bpk. Dodo Hutanbarat selaku<br />
Kepalas Dinas Kehutanan, Ibu Juliana selaku Kepala Dinas Kesehatan.<br />
Serta seluruh Kepala Pimpinan SKPD Kabupaten MTB. Bpk. John K.<br />
Lololuan selaku Kepala Desa, Bpk. Berti Masela selaku Sekretaris Desa,<br />
serta seluruh jajaran pemerintah Desa Kandar dan Kecamatan Selaru<br />
yang sangat mendukung kami selama pelaksanaan. Juga pihak-pihak lain<br />
yang karena keterbatasan kami tidak bisa disebutkan satu persatu.<br />
Ucapan terima kasih yang tak terhingga pun kami berikan kepada<br />
seluruh warga Desa Kandar yang berkenan menerima kami sebagai<br />
keluarga. Baik ketua adat, penatua, bapa dan ibu pendeta, perangkat<br />
desa, angkatan muda Gereja Protestan Maluku, Ibu Kepala Pustu<br />
serta bidan. Kelompok pemuda desa, kepala sekolah, guru, serta siswa<br />
PAUD, SD Inpres, SD Kristen, dan SMPN 4 Selaru. Mama deng Bapa<br />
dari keluarga besar Masela, Halirat, Lololuan, Ngilamele, Lerebulan,<br />
Lodarmase, Luanmas, Refualu, Masrikat, Rangkornat, Bilmaskosu,<br />
Retraubun, Oratmangun, Luthurmas, Hatuasushi, dan semua keluarga<br />
di Desa Kandar. Tak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada kakakaka<br />
supir oto yang selalu siap sedia membantu proses mobilisasi kami<br />
selama pelaksanaan KKN. Tanpa Nene, Tete, Bapa, Mama, Kaka, deng<br />
Adik semua program yang kami bawa tidak akan berjalan dengan baik<br />
dan lancar. Klobak e mumu (baca: kami sayang kalian semua).<br />
viii<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Perjalanan yang tidak sebentar tentunya telah kami lalui sebagai Tim<br />
KKN-PPM UGM AS.2014.MLK03. Berawal dari sebuah perbincangan<br />
mengenai tempat tujuan KKN, salah satu teman kami, Barzilay Evans<br />
Masela mengajak saya untuk membuat sebuah tim KKN-PPM UGM<br />
dengan tujuan Maluku Tenggara Barat. Setelah melalui proses publikasi,<br />
banyak tanggapan positif diterima oleh tim. Pada awalnya, cukup banyak<br />
mahasiswa yang berniat bergabung dengan tim ini. Seperti waktu yang<br />
telah dilalui, pada prosesnya banyak pula calon anggota datang dan<br />
pergi.<br />
Setelah menempuh proses yang panjang dan sulit, terkumpullah<br />
orang-orang yang memiliki komitmen, keberanian, serta tekad kuat.<br />
Merekalah Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin, Robi Mardiansyah,<br />
Dian Puspita, Barzilay Evans Masela, Hartmantyo Pradigto Utomo, Rizky<br />
Nabila Febriandani, Wandhana Handythio Sudihanto, Monika Dwi<br />
Kartika Sembiring, Rajito Ahmad Syah, Julian Francilia Lilihata, Yosep<br />
Jati Anugrah Pangestu, Erik Tyson Sidauruk, Vitriyani Tri Purwaningsih,<br />
Naraini Nur Kimashita, Evan Rinaldi Winarto, Adhi Rakhmat, Gina<br />
Anggia Putri, dan Pandi Paulus Simanjuntak. Pun teman-teman kami<br />
yang telah menjadi bagian dari tim namun tidak dapat melanjutkan<br />
KKN-PPM bersama karena satu dan lain hal. Anang Tri Susilo, Yogi<br />
Alro Finanda, Sundah Bagus W., Theresia Lalita, dan Monica Tyas.<br />
Terimakasih atas segala kerja keras dan irasionalitas yang telah kita bagi<br />
dan alami bersama.<br />
Pada dasarnya, buku ini adalah pengalaman, kenangan, kisah, serta<br />
kasih yang kami bawa dari Desa Kandar. Salah satu desa di pulau paling<br />
selatan dari Kepulauan Maluku. Bagian dari garda terdepan Negara<br />
Kesatuan Republik Indonesia yang perairannya berbatasan langsung<br />
dengan Australia. Bagian dari The Forgotten Island menurut pandangan<br />
kami. Meski demikian, kedatangan kami ternyata mendapat hadiah<br />
penerimaan dan sambutan yang sangat baik dan ramah. Perbedaan budaya<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
ix
dan bahasa tidak membuat kami gentar. Selama 38 hari perjalanan kami<br />
di desa ini, terbentuk kedekatan dan keterlekatan antara kami dengan<br />
budaya, bahasa, serta warga. Kami dan warga saling bertukar apapun<br />
yang dipunya. Ilmu, bahasa, budaya, cerita, bahkan canda dan tawa.<br />
Pengalaman menerima dan memberi tanpa memandang perbedaan yang<br />
ada. Pengalaman dan hidup baru yang mungkin tidak akan dialami di<br />
Yogyakarta atau kota besar lainnya.<br />
Semua pengalaman dan kenangan itu terbungkus dalam pelaksanaan<br />
KKN-PPM kami yang bertemakan pendidikan. Dibagi menjadi empat<br />
program besar, ke-18 anggota dibagi menjadi kelompok Rumah Baca, Fun<br />
Learning, Kesadaran Lingkungan, dan Kesehatan. Program Rumah Baca<br />
berusaha membangun kesadaran dan minat masyarakat akan pentingnya<br />
membaca buku. Memanfaatkan perpustakaan desa yang telah lama vakum<br />
kami juga membawa sedikit tambahan koleksi untuk masyarakat melalui<br />
program ini. Program Fun Learning dibawa dengan menghadirkan suasana<br />
belajar yang menyenangkan pada siswa baik formal atau informal. Program<br />
Kesadaran Lingkungan berusaha memberi pengertian pada masyarakat<br />
akan pentingnya integrasi dengan lingkungan sekitar. Di program ini juga<br />
terdapat kegiatan penanaman pohon; pembuatan perencanaan sumber<br />
daya air, irigasi, dan pemukiman; pembuatan papan informasi; serta<br />
pembuatan bak sampah yang berganti menjadi pembangunan tangga<br />
nelayan karena beberapa alasan. Pun di program Kesehatan diberikan<br />
berbagai penyuluhan mengenai pentingnya kesadaran akan hidup bersih<br />
dan sehat. Tak hanya itu, ada juga pembentukan dokter kecil serta praktek<br />
sikat gigi dan cuci tangan untuk siswa SD.<br />
Akhirnya, buku ini kami persembahkan kepada seluruh pihak yang<br />
telah memberikan kontribusi dan mendukung terlaksananya kegiatan<br />
KKN-PPM UGM AS.2014.MLK03. Semoga buku ini dapat merangkum<br />
kehidupan sebuah desa kecil yang mejadi bagian dari Pulau Selaru,<br />
Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi<br />
Maluku, Indonesia. Peribahasa “Tak Kenal Maka Tak Sayang” kami<br />
x<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
jadikan pedoman agar pembaca semakin mengenal Indonesia sampai<br />
bagian terkecilnya. Selamat membaca.<br />
“Katong semua itu basudara, hanya saja<br />
katong dilahirkan di tempat berbeda.<br />
Karena katong semua Indonesia” – Hermos Lerebulan.<br />
Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
xi
Daftar Isi<br />
Kata Pengantar ................................................................................................................................................................................................................................................ iii<br />
Sekilas tentang Kepulauan Maluku ............................................................................................................................................................................ 1<br />
Gadar Eras ............................................................................................................................................................................................................................................................... 7<br />
Selayang Pandang Alam Kandar ...................................................................................................................................................................................... 13<br />
Kandar, Tanah Karang yang Ramah........................................................................................................................................................................... 19<br />
Beta Pung Cerita ........................................................................................................................................................................................................................................ 23<br />
Budaya yang Terus Dipelihara .............................................................................................................................................................................................. 33<br />
Sio Kandar Negeriku ............................................................................................................................................................................................................................ 37<br />
Koli ........................................................................................................................................................................................................................................................................................ 39<br />
Panah Ala Kadar ........................................................................................................................................................................................................................................... 45<br />
Banalitas Modernitas di Tapal Batas ........................................................................................................................................................................ 47<br />
Berada Di Tengah Kandar Bukan Berubah Tetapi Beradaptasi ............................................................................... 57<br />
Secercah Sinar di Pendidikan ................................................................................................................................................................................................ 61<br />
Istimewa ....................................................................................................................................................................................................................................................................... 67<br />
Karya Anak Sekolah: Pantun ................................................................................................................................................................................................ 77<br />
Karya Anak Sekolah: Poster .................................................................................................................................................................................................... 81<br />
Karya Anak Sekolah: Pengalaman ............................................................................................................................................................................. 89<br />
Hari Bersamamu ........................................................................................................................................................................................................................................... 93<br />
xii<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Izinkan Aku, Tuhan .............................................................................................................................................................................................................................. 95<br />
Kekuatan Mimpi .......................................................................................................................................................................................................................................... 97<br />
Segala Tentangmu ...................................................................................................................................................................................................................................... 99<br />
Elegi Teras Negeri ....................................................................................................................................................................................................................................... 101<br />
Ketika Jam Dinding Tak Menempel di Dinding ................................................................................................................................ 103<br />
Profil Personal Tim .................................................................................................................................................................................................................................. 107<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
xiii
Sekilas tentang Kepulauan Maluku<br />
Saat mendengar nama Maluku, apa yang terlintas di benak kita?<br />
Biasanya pertanyaan yang dilontarkan ketika bertemu orang<br />
Maluku adalah, “Orang Ambon ya? Pasti bisa bernyanyi”. Sekilas,<br />
persepsi ini bisa jadi berhubungan dengan pandangan masyarakat yang<br />
melihat Ambon sebagai gudang musisi dan penyanyi. Sebab industri<br />
musik di Indonesia pada era 70-an hingga awal 90-an memang diwarnai<br />
musisi dan penyanyi dari Maluku. Pun hampir semuanya dari Ambon.<br />
Sebut saja Broery Marantika, Melky Goeslaw, Ruth Sahanaya, Glenn<br />
Fredly, dan Harvey Malaihollo.<br />
Selain kepiawaian dalam hal musik, sering kali orang Maluku<br />
digambarkan dengan kulit gelap, rambut bergelombang atau keriting,<br />
serta memiliki suara dan kepribadian yang keras. Pun sebutan Ambon tak<br />
jarang juga disematkan pada hampir semua orang dari ras Melanesia seperti<br />
Papua, Kupang, dan lainnya. Bahkan terkadang orang dengan suku dan<br />
ras berbeda akan dianggap Maluku jika memiliki ciri-ciri serupa. Maka<br />
jangan heran bila banyak yang terkejut ketika bertemu orang Maluku<br />
dengan kulit terang dan rambut lurus.<br />
Lalu, Ambon sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku sering kali lebih<br />
dikenal ketimbang provinsinya. Beberapa orang bahkan masih bingung<br />
membedakan orang Ambon dan orang Maluku. Tidak hanya masyarakat<br />
awam, pelajar setingkat mahasiswa pun masih banyak yang menganggap<br />
Maluku sebagai bagian dari Ambon. Bahkan ada juga yang menganggap<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
1
Salah satu pantai di pulau Yamdena<br />
Maluku dan Manado di Sulawesi Utara adalah satu bagian. Sedangkan<br />
Ambon adalah satu provinsi yang berdiri sendiri.<br />
Selanjutnya, konflik berkepanjangan dari tahun 1999 hingga 2004<br />
membuat Provinsi Maluku maupun Maluku Utara dipandang sebagai<br />
daerah rawan. Hal ini cukup mengurangi minat masyarakat Indonesia<br />
untuk mengunjungi wilayah Maluku. Akibatnya, pengetahuan tentang<br />
bagian timur Indonesia ini sering kali minim. Tak heran apabila Kepulauan<br />
Maluku dianggap sebagai daerah baru tapi berasal dari stok lama.<br />
Padahal Kepulauan Maluku sebenarnya terbagi atas dua provinsi.<br />
Pertama adalah Provinsi Maluku Utara yang terdiri dari 6 kabupaten<br />
dengan Sofifi sebagai ibu kota. Sedangkan yang kedua adalah Provinsi<br />
Maluku yang terdiri dari 12 kabupaten dengan kota Ambon sebagai ibu<br />
kota. Meskipun memiliki beberapa kesamaan dalam hal tradisi, masyarakat<br />
di setiap wilayah sebenarnya memiliki keunikan budaya masing-masing.<br />
2 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Bahasa yang digunakan serta aksennya pun berbeda antar pulau–bahkan<br />
antar desa dalam satu pulau. Oleh karenanya, kita dapat menebak asal<br />
masyarakat Maluku hanya melalui bahasa atau aksen yang digunakan.<br />
Bagaimana dengan Maluku Tenggara Barat dan Tanimbar?<br />
Maluku Tenggara Barat (MTB) merupakan salah satu kabupaten<br />
dalam wilayah provinsi Maluku. Posisinya ada di bagian selatan Provinsi<br />
Maluku. Daerah yang memiliki batas laut berdampingan dengan wilayah<br />
Australia di selatan, Laut Banda di utara, Laut Arafura di timur, dan<br />
Kabupaten Maluku Barat Daya di sebelah Barat. Dari batas-batas itu,<br />
tentunya kita bisa membayangkan bahwa Kabupaten MTB merupakan<br />
salah satu kabupaten yang terletak di bagian selatan Indonesia. Sekaligus<br />
menjadi salah satu wilayah terluar Indonesia.<br />
Wilayah Kabupaten MTB meliputi seluruh Kepulauan Tanimbar<br />
yang terbentang kurang lebih 135 mil dari utara ke selatan. Kepulauan<br />
Tanimbar terdiri dari pulau-pulau kecil yang terpisah oleh selat dengan<br />
kedalaman tidak lebih dari 20 m serta memiliki ketinggian tak lebih dari<br />
100 mdpl. Selain pulau-pulau kecil, Kepulauan Tanimbar juga memiliki<br />
tiga pulau besar yakni Yamdena, Sera, dan Selaru. Di ketiga pulau besar<br />
ini tersebar 10 kecamatan dengan 74 desa, 11 anak desa, dan 1 kelurahan.<br />
Kabupaten MTB pun dibentuk berdasarkan Undang-Undang no. 6<br />
tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 46 tahun<br />
1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara dengan<br />
Ibu Kota Saumlaki.<br />
Masyarakat di MTB dan kedua kabupaten di sekitarnya–Maluku<br />
Tenggara dan Maluku Barat Daya, atau dikenal juga sebagai Tenggara<br />
Jauh–sering disebut Orang Tenggara atau Ortega oleh orang-orang<br />
Ambon, Maluku Tengah. Konon, masyarakat tenggara ini sering mengadu<br />
nasib di Ambon sebagai pusat pemerintahan provinsi. Sebagai perantau,<br />
biasanya mereka akan membentuk kantong-kantong pemukiman di<br />
beberapa daerah seperti di daerah Skip. Orang-orang tenggara sering<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
3
kali dipandang sebelah mata oleh masyarakat Ambon karena dianggap<br />
berasal dari pedalaman. Keberadaan orang-orang tenggara di Ambon pun<br />
akhirnya tak terlepas dari diskriminasi. Persepsi ini akhirnya berakibat<br />
pada kurangnya rasa saling percaya antara orang Tenggara dan masyarakat<br />
Ambon hingga kini. Meski saat ini keadaan tersebut sudah mulai berubah<br />
karena orang Ambon pun tak sedikit yang memilih tempat bekerja di<br />
daerah Tenggara.<br />
Terlepas dari pertentangan tersebut, agaknya MTB juga termasuk<br />
dalam riwayat penjajahan Jepang di Indonesia. Beberapa wilayah di MTB,<br />
terutama pulau terluar seperti Selaru dijadikan benteng pertahanan<br />
tentara Jepang terhadap pasukan Sekutu di Australia. Di beberapa<br />
wilayah Selaru pun masih terdapat bungker-bungker dan benteng bekas<br />
markas Jepang. Dalam bungker-bungker ini ada sisa-sisa meriam yang<br />
dihadapkan langsung ke wilayah Australia. Bahkan di beberapa tempat<br />
tengkorak-tengkorak tentara Jepang masih dapat ditemui.<br />
Terkait sejarah, referensi yang ditemukan mengenai asal-usul<br />
masyarakat MTB nyatanya bisa dihitung dengan jari. Seringkali kisahkisah<br />
sejarah yang diceritakan tete-nene moyang hanya berujung pada<br />
legenda maupun mitos karena minimnya bukti. Hal ini menyebabkan<br />
sejarah keberadaan masyarakat MTB sulit diketahui. Seorang pastor<br />
yang bertugas di wilayah Tanimbar pada sekitar abad-18 sempat menulis<br />
mengenai hal ini. Sayangnya, data-data yang ditulisnya saat ini tak ada di<br />
Indonesia, melainkan berada di salah satu museum milik Belanda.<br />
Kurangnya pengetahuan ini diperparah dengan bentuk pemerintahan<br />
yang begitu sentralistik di masa Orde Baru. Pembangunan yang<br />
hanya berpusat di Jawa dan sekitarnya membuat daerah-daerah lain yang<br />
jauh dari pusat pemerintahan tidak mendapat perhatian. Akibatnya,<br />
daerah Tanimbar yang saat itu belum mengalami pemekaran dan tidak<br />
menjadi bagian dari pembangunan semakin tenggelam dalam Kegelapan<br />
Kebudayaan. Bahkan wilayah ini sampai mendapat sebutan The Forgotten<br />
Islands. [Barzilay Evans Masela]<br />
4 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Peta Propinsi Maluku dengan Ambon sebagai Ibu Kota
6 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Gadar Eras<br />
Inilah sebuah perjalanan menuju keingintahuan akan tempat baru.<br />
Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN), kami mahasiswa<br />
UGM berkesempatan menjelajahi daerah-daerah baru di Indonesia.<br />
Mulai Sumatera sampai Papua, terlebih daerah-daerah tertinggal,<br />
menjadi pilihan lokasi untuk program ini. Akhirnya, kelompok kami<br />
yang berjumlah delapan belas orang menjatuhkan pilihan pada Provinsi<br />
Maluku, tepatnya Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kecamatan Selaru,<br />
Desa Kandar. Ketika ada teman, adik, atau kakak menanyakan dimana<br />
kami menjalankan program KKN, percakapan seperti inilah yang sering<br />
terjadi. ( K= kami ; M= mereka)<br />
M : Kamu KKN dimana?<br />
K : Di daerah Maluku.<br />
M : Di mananya?<br />
K : Di Desa Kandar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat.<br />
M : Itu dimananya Maluku ya?<br />
K : Itu loh, pulaunya yang berbatasan sama perairan Australia.<br />
M : Maluku? Berbatasan dengan Australia? Kok bisa?<br />
K : (Mencoba menggambar peta atau memperlihatkan Atlas. Terkadang<br />
membayangkan peta buta di udara sambil menjelaskan<br />
sejelas mungkin)<br />
M : Oooohhhh.....<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
7
Suasana Upacara Panen Raya Kelompok Tani Tukobu – Ambinena<br />
Memang, sepertinya dalam pemikiran kita selalu tertanam kalau<br />
Maluku itu berada di bagian utara daerah timur Indonesia. Kalau dipikirpikir,<br />
daerah-daerah seperti tempat KKN kami–yang hanya tergambarkan<br />
sebagai titik-titik kecil di peta–terasa sudah hampir terlupakan oleh<br />
masyarakat Indonesia. Bapak Bupati Maluku Tenggara Barat pun<br />
mengatakan demikian. Meski ketika mengatakan hal tersebut ia hanya<br />
merujuk pada Pulau Yamdena. Pulau tempai ibu kota kabupaten berada.<br />
Namun, kami menangkap kesan bahwa yang tersirat dari perkataannya<br />
justru seperti ini: “Semua daerah di kepulauan Maluku Tenggara Barat<br />
merupakan The Forgotten Island”.<br />
Singkat cerita, setelah melalui perjalanan yang tidak pendek,<br />
pernuh perdebatan dan argumentasi serta menguras tenaga sampailah<br />
kami di Desa Kandar. Tempat pelaksanaan program KKN yang telah<br />
kami rancang. Meski kenyataannya kami semua hampir tidak memiliki<br />
8 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
pengetahuan sama sekali mengenai daerah ini. Kalaupun ada satu orang<br />
dari kelompok kami yang berasal dari desa ini, ia pun belum pernah pulang<br />
ke kampung halamannya. Jadilah, kami tiba di Kandar dengan bermodal<br />
pengetahuan yang sangat minim tentang desa ini.<br />
Pertama kali menginjakkan kaki di desa ini, kesan asing dan<br />
penasaran tak ayal kami rasakan. Membawa kami ke dalam beribu<br />
pertanyaan mengenai Desa Kandar. Tapi, setibanya di sana warga langsung<br />
menyambut dengan keramahtamahan khas desa yang menciptakan<br />
kehangatan suasana meski di tengah kecanggungan.<br />
Selama berada di Kandar, kami diangkat menjadi anak oleh orang<br />
tua tempat kami tinggal bersama. Pada titik inilah kami dan mereka<br />
belajar menjadi sebuah keluarga. Kali pertama memasuki rumah dan<br />
berkumpul bersama keluarga baru, kecanggungan sekali lagi timbul<br />
diantara kami. Namun rasa ini hilang oleh senyum dan keramahan khas<br />
Desa Kandar yang ditujukan pada kami. Dan betul, dalam waktu singkat<br />
kecanggungan itu telah hilang dan tergantikan oleh kebersamaan serta<br />
kehangatan sebuah keluarga.<br />
Di desa ini kami mengalami banyak pengalaman baru. Hal-hal<br />
berbeda dalam lingkup adat, budaya, dan sosial turut kami rasakan. Salah<br />
satunya, sehari setelah kedatangan kami upacara adat sengaja digelar.<br />
Bersama seorang tetua adat, acara ini dimaksudkan sebagai sebuah<br />
penyambutan. Nama upacara adat ini adalah tikam tanah. Sebuah cara<br />
penyampaian doa kepada Tuhan dan leluhur agar kami diterima di desa.<br />
Serta agar selama berada di Kandar perlindungan selalu ada bersama<br />
kami. Pun segala sesuatu yang kami lakukan diharapkan dapat berjalan<br />
dengan lancar.<br />
Tak hanya itu, kami juga menghadiri acara adat syukuran atas hasil<br />
panen yang telah di dapat tahun tersebut. Kami pun turut hadir dalam<br />
upacara adat untuk warga yang meninggal. Di desa ini pun ada upacara<br />
adat bakar kusu-kusu, buka lahan. Upacara ini biasa diadakan ketika<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
9
musim tanam tiba. Karena akan segera ditanami lahan pertanian harus<br />
dibersihkan, sehingga semua kusu-kusu atau alang-alang harus dibakar.<br />
Biasanya kegiatan ini juga diiringi acara berburu babi bersama oleh warga.<br />
Lalu da pula adat bernama sasi. Peraturan-peraturan lisan yang dianggap<br />
sakral dan wajib dipatuhi. Dalam tiap pembuatan sasi ada dua upacara<br />
yang harus silakukan. Satu adalah upacara tutup sasi, dimana sebuah<br />
aturan mulai diberlakukan. Lainnya adalah upacara buka sasi, yakni<br />
ketika aturan itu selesai diberlakukan.<br />
Membicarakan budaya, Desa Kandar memiliki beragam keunikan<br />
yang belum tentu ada di daerah lain. Pertama adalah Balobe. Saat dimana<br />
hampir seluruh warga masyarakat desa pergi ke laut karena meti malam,<br />
air surut saat malam. Biasanya mereka akan membawa lampu gas, tombak,<br />
serta keranjang. Bersama-sama mereka menombak ikan sambil berjalan<br />
di sepanjang pesisir. Masyarakat pun juga memiliki budaya lain bernama<br />
Arken. Sebuah kebiasaan mengangkat atau mengadopsi anak karena<br />
alasan-alasan tertentu. Meski terkadang orang tua si anak masih hidup<br />
dan tinggal di desa yang sama.<br />
Kehidupan sosial masyarakatnya pun tak kalah beragam. Pekerjaan<br />
mayoritas warga sebagai petani membuat desa sepi ketika pagi hingga<br />
sore menjelang. Alasannya, di pagi hari warga desa sudah pergi ke kebun<br />
dan baru pulang menjelang sore. Makanya pada waktu-waktu tersebut<br />
sering kali desa menjadi sepi. Pun tak jarang warga tidak pulang dan<br />
malah menginap di rumah kebun selama beberapa hari. Kebersamaan<br />
antar warga pun masih terasa sangat kental di desa ini. Contohnya, warga<br />
bebas keluar masuk rumah tetangga sesuka hati. Mereka pun bisa datang<br />
ke tempat tetangga untuk makan jika di rumah tidak ada makanan.<br />
Membincang masalah program, pada praktiknya kami lebih banyak<br />
menyasar bidang pendidikan di desa ini. Pertama kali melihat proses belajar<br />
mengajar di Kandar berlangsung, kami mengetahui bahwa pendidikan di<br />
desa ini masih lekat dengan kekerasan. Rotan, kayu dan penggaris sering<br />
10 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
menjadi alat bantu yang dianggap efisien untuk menerapkan kedisiplinan<br />
pada siswa. Keadaan ini tentu akan membentuk karakter anak yang<br />
menganggap kekerasan sebagai hal biasa. Jadi, selama di Kandar kami<br />
berusaha untuk mengubah hal ini. Bahwa tenpa kekerasan pun para siswa<br />
masih bisa didisiplinkan. Meski demikian, hasilnya tidak akan terlihat<br />
secara instan. Sebab hal ini berkenaan dengan kebiasaan yang harus<br />
diterapkan dalam jangka waktu tidak sebentar. Pun efeknya baru akan<br />
terlihat setelah sekian lama.<br />
Selain pendidikan, kami juga melaksanakan kegiatan di ranah<br />
yang lain, seperti lingkungan, kesehatan dan olahraga. Baiknya, semua<br />
program-program itu disambut dengan antusiasme yang tinggi oleh<br />
warga desa. Bahkan mereka sering kali membantu dan berperan aktif<br />
dalam menyukseskan program yang telah kami buat.<br />
Hal-hal baru yang kami dapatkan di Kandar merupakan pengalaman<br />
luar biasa yang tak akan terlupa begitu saja. Bahkan ketika kami sudah<br />
selesai melaksanakan KKN dan pulang ke tempat masing-masing timbul<br />
kerinduan akan desa ini. Lingkungan tempat kami tumbuh bersama yang<br />
penuh kebersamaan dan kehangatan. Bersama dengan keluarga baru yang<br />
kami sayangi dan menyayangi kami. [Pandi Paulus Simanjuntak]<br />
Gadar Eras: Kandar yang Indah.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
11
12 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Selayang Pandang Alam Kandar<br />
Desa dengan bentang alam dan segala keindahan yang terbungkus<br />
sangat luar biasa. Itulah yang terbesit dalam pikiran ketika<br />
melihat sebuah desa kecil di Kepulauan Maluku Tenggara<br />
Barat. Desa Kandar. Tidak berlebihan rasanya mengatakan hal itu. Sebab<br />
memang tak ada kata lain yang terasa tepat mengungkapkan betapa<br />
besarnya kekuasaan Tuhan lewat keindahan alam di desa ini. Desa ini<br />
seakan memiliki keindahan alam yang tak terbantah. Setiap pasang mata<br />
pasti akan berdecak kagum ketika memandangnya. Inilah yang ingin<br />
disampaikan dan dibagikan penulis melalui tulisan ini. Tentang gambaran<br />
keindahan alam Kandar. Agar keindahan tersebut dapat dinikmati jutaan<br />
pasang mata di luar sana.<br />
Keajaiban di desa ini dimulai ketika sang surya muncul di pagi hari.<br />
Sunrise. Istilah yang dipakai oleh kebanyakan kalangan. Momen ini hanya<br />
dapat dilihat jika kita berada di Tanjung Harapan. Tepatnya di ujung<br />
timur desa Kandar. Matahari terbit di desa ini bisa dibilang termasuk<br />
paling indah dari sekian banyak yang pernah penulis lihat.<br />
Keindahan selanjutnya setelah matahari terbit adalah Tanjung<br />
Harapan itu sendiri. Kami tim KKN-PPM sebenarnya tidak tahu-menahu<br />
mengenai nama asli dari tanjung ini. Tapi, karena tanjung ini menjadi<br />
satu-satunya titik yang mendapat jaringan seluler di Desa kandar kala<br />
itu, kami secara sepihak menamakannya Tanjung Harapan. Filosofinya,<br />
di tanjung inilah kami menaruh harap agar bisa berkomunikasi dengan<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
13
Suasana Sunrise di Desa kandar<br />
keluarga di rumah masing-masing. Tanjung ini sebenarnya berupa batu<br />
karang besar yang terkikis air laut. Selain Tanjung yang memang memiliki<br />
keindahan alami, pemandangan dari sana pun tak kalah menakjubkan.<br />
Di tanjung ini juga terdapat sebuah batang pohon yang sering digunakan<br />
sebagai tempat duduk oleh masyarakat ketika mencari jaringan seluler.<br />
Dari ujung timur, kita beranjak ke tengah desa. Di sini lagi-lagi<br />
dapat kita jumpai pemandangan yang tak kalah elok. Pemandangan<br />
khas daerah pesisir. Pantai. Desa Kandar memang dielilingi oleh lautan.<br />
Maka tak mengherankan jika bentang pantainya menjadi pemandangan<br />
yang dominan. Di pantai ini pula, terlihat bagaimana kehidupan seharihari<br />
masyarakat dibangun. Perahu-perahu yang berjajar menunjukkan<br />
pekerjaan sebagian dari masyarakatnya. Nelayan. Meski memang me laut<br />
bukan satu-satunya pekerjaan. Sebab penggerak perekonomian masyarakat<br />
Desa Kandar adalah pertanian dan perkebunan.<br />
14 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Tanjung Harapan. Tempat menggantungkan harapan mencari jaringan seluler.<br />
Tak hanya itu, daerah pantai juga menjadi wilayah bermain anakanak<br />
di desa. Mencari ikan-ikan kecil, bermain kejar-kejaran di pasir, juga<br />
berenang. Keriangan anak-anak setempat selalu menghiasi wajah pesisir<br />
pantai Desa Kandar. Keceriaan anak-anak, birunya air laut, cerahnya<br />
langit, dan paparan awan yang terhampar luas menjadi santapan indah<br />
penambah nutrisi mata.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
15
Keriangan dari anak-anak yang menghiasi pantai tiap harinya.<br />
Beralih ke ujung barat, kita akan menemukan jajaran pantai pasir<br />
yang tak terlihat batasnya. Ditambah satu lagi tanjung yang bernama<br />
Onura. Di tempat inilah beberapa kali tim melakukan kegiatan outbound<br />
bersama siswa SD. Agar sampai di tanjung ini, ada dua jalur yang bisa<br />
ditempuh. Pertama dengan menyusuri daerah sepanjang pantai. Sedangkan<br />
yang lain melalui hutan atau kebun pohon kelapa di balik<br />
pantai. Perjalanan ke tempat ini memakan waktu sekitar 30 menit dengan<br />
berjalan kaki dari desa. Tak jauh berbeda dengan Tanjung Harapan,<br />
Tanjung Onura sebenarnya juga beupa gundukan batu karang besar.<br />
Namun, yang membedakannya dari Tanjung Harapan, di tanjung ini ada<br />
banyak rumput, pohonan dan semak belukar yang tumbuh.<br />
16 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Tanjung Onura di kala senja. Dengan semburat matahari sore yang terbiaskan awan.<br />
Hal lain yang menambah keindahan Desa Kandar adalah langit<br />
sorenya. Sebab pemandangan seperti dalam gambar tak hanya terlihat<br />
sekali dua kali saja. Hampir setiap sore penulis dibuat kagum oleh<br />
pemandangan langit senja berwarna merah itu. Pemandangan yang sangat<br />
jarang terjadi di Jawa.<br />
Itulah beberapa gambaran kecil mengenai keindahan alam Desa<br />
Kandar. Meski sebenarnya desa ini masih memliki banyak keindahan lain<br />
yang tidak sempat diangkat dalam tulisan ini. Selain corak budayanya yang<br />
masih sangat kental, keadaan sosial masyarakatnya pun menarik untuk<br />
dicermati. Setidaknya, melalui tulisan ini penulis ingin mengenalkan<br />
sedikit sisi keindahan alam yang dimiliki Desa Kandar kepada masyarakat.<br />
[Rajito Ahmad Syah]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
17
Kandar, Tanah Karang yang Ramah<br />
Akhirnya, “<br />
bisa sampai”. Kira-kira itulah kalimat yang terucap dari<br />
para anggota ketika tiba di Desa Kandar. Setelah melalui hampir<br />
6 jam perjalanan laut dan darat dari Kota Saumlaki, akhirnya<br />
kami bisa menjejakkan kaki di tanah karang Lusila.<br />
Saya pun sebenarnya memiliki darah Kandar asli dari pihak ayah.<br />
Namun, seperti kebanyakan orang Kandar yang terlahir di luar daerah,<br />
saya belum pernah menjejakkan kaki di tanah tempat tali pusar kakek<br />
saya dipotong. Bahkan ayah saya juga tak pernah bercerita sedikit pun<br />
mengenai kampung halamannya. Dengan terlaksananya Kuliah Kerja<br />
Nyata ini, sebagian impian saya akhirnya dapat terwujud. Setidaknya,<br />
kegiatan ini menjadi langkah awal dari usaha saya untuk melakukan<br />
sesuatu bagi kampung ini.<br />
Di desa ini, kami dianggap sebagai anak dari rumah keluarga yang<br />
kami tempati. Begitu pula masyarakat Kandar yang dengan senang hati<br />
menganggap kami sebagai anak meski berasal dari luar daerah. Kami pun<br />
tidak diperbolehkan membayar uang pondokan sebagai modal hidup<br />
bagi orang tua asuh kami. Beberapa teman bahkan tidak diperbolehkan<br />
untuk sekadar mencuci piring maupun menyapu rumah. Sebab masyarakat<br />
Kandar akan merasa malu jika melihat tamu mereka bekerja<br />
membersihkan rumah.<br />
Kami diperlakukan seperti raja dan ratu di desa ini. Masyarakat<br />
selalu berusaha beradaptasi dengan keadaan kami, terutama dalam hal<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
19
Salah satu warga sedang memanen kacang tanah di kebun<br />
makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Mereka berusaha sebaik mungkin<br />
untuk menyediakan makanan yang sesuai dengan selera kami. Melihat<br />
hal ini, beberapa teman bahkan merasa terharu karena sambutan warga<br />
yang begitu ramah.<br />
Agraris?<br />
Kebanyakan, dalam memenuhi kebutuhannya msyarakat Kandar<br />
bekerja sebagai petani di lahan yang dikelola kelompok tani dari beberapa<br />
soa-soa, kumpulan dari beberapa marga. Umumnya, masing-masing soa<br />
pasti memiliki tanah luas yang disebut dengan petuanan. Nantinya,<br />
petuanan ini dibagi menjadi beberapa bagian yang akan dikelola oleh<br />
20 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
masing-masing marga dalam soa. Bentuk kelompok tani ini tentunya<br />
berbeda dari wilayah Jawa dimana pengelolaan lahan taninya masih<br />
menganut tata cara pengelolaan ladang.<br />
Pada minggu pertama setelah tiba kami diundang ke upacara<br />
syukuran hasil panen pertama oleh kelompok tani Wayete Alas miliki Soa<br />
Efyoar. Syukuran ini merupakan tradisi turun temurun sejak masa ladang<br />
berpindah. Tradisi ini juga mengalami sinkretisme dengan penyebaran<br />
agama Kristen di wilayah Tanimbar. Bahwa dalam tiap upacara syukuran<br />
harus disertakan seorang Tuagama dari gereja – biasanya majelis atau<br />
penatua dari gereja – untuk menguduskan hasil panen tersebut. Marga<br />
saya, Masela, pun termasuk dalam Soa Efyoar yang menyelenggarakan<br />
acara syukuran tersebut.<br />
Dari beberapa sambutan yang diberikan, kami menyadari bahwa<br />
terdapat beberapa keunikan dalam pengelolaan lahan pertanian di daerah<br />
Masyarakat Kandar yang sampai saat ini masih bertahan hidup<br />
dari berkebun dan pertanian lahan kering.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
21
Kandar. Bahwa masing-masing lahan hanya boleh dikelola oleh marga<br />
yang memiliki tanah tersebut. Soa dan kelompok tani hanya berfungsi<br />
sebagai pihak yang menandai besaran luas lahan, sedangkan penggarapan<br />
lahan masih bersifat sangat individual.<br />
Dengan demikian, marga yang memiliki banyak anggota keluarga<br />
bisa dengan mudah mengelola lahan pertanian maupun kebunnya. Sedangkan<br />
bagi marga dengan anggota keluarga yang tidak banyak akan<br />
kesulitan dalam mengelola lahan luas tersebut karena minim pekerja.<br />
Oleh karenanya ada beberapa orang yang ingin tata kelola ini diubah<br />
demi kebaikan para petani.<br />
Beberapa hari setelah upacara Wayete-Alas, kami juga diundang<br />
menghadiri upacara syukuran dari kelompok tani Tukobu-Ambinena.<br />
Melalui kedua upacara tersebut, kami mendapati bahwa masyarakat<br />
Kandar masih menganut tata kelola berdasarkan kepemilikan keluarga.<br />
Pun beberapa hasil pertanian masih dikonsumsi secara subsisten<br />
mengingat tidak adanya pasar di desa. [Barzilay Evans Masela]<br />
22 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Beta pung Cerita<br />
Malam itu di kamar tidurnya Bertha dan Shita mendengar suara<br />
tokek entah dari mana. Suara hewan merayap itu menembus<br />
suasana sepi malam yang terang oleh bulan bintang. Bertha,<br />
seorang mahasiswi dari salah satu universitas negeri di Yogyakarta kala itu<br />
sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Program pengabdian<br />
masyarakat yang wajib dilakoni oleh semua mahasiswa di universitas itu.<br />
Setelah berbulan-bulan berjuang mempersiapkan KKN, bahkan sampai<br />
berurai air mata, ia dan ketujuhbelas teman dari berbagai jurusan akhirnya<br />
berangkat ke lokasi KKN pilihan mereka. Salah satu desa di bagian terluar<br />
Kepulauan Maluku. Desa Kandar. Belum tau di mana tepatnya desa itu?<br />
Desa Kandar merupakan bagian dari Pulau Selaru, Kecamatan Adaut,<br />
Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Salah satu wilayah<br />
yang membuat Indonesia bagian timur lengkap. Pulau yang wilayah<br />
lautnya berbatasan langsung dengan Australia di sebelah selatan.<br />
Malam itu, ketika Shita telah tertidur dengan headphone di telinganya<br />
Bertha mulai bercerita pada buku hariannya. Meski tak rutin, ia selalu<br />
menyempatkan diri menulis cerita. Menuliskan setiap pengalaman yang<br />
didapatnya. Sebuah kilas balik. Meski hanya berupa coretan tangan.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
23
Selasa, 15 Juli 2014.<br />
Hari kedua berada di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara<br />
Barat. Dari sini kita harus naik speed boat (kapal cepat) selama setengah<br />
jam atau kapal motor selama 2 jam untuk sampai ke Desa Adaut, Kecamatan<br />
Selaru. Sampai di kecamatan, kita diantar ke Desa Kandar naik mobil angkutan<br />
perdesaan karena barang yang luar biasa banyaknya. Nah, sampai sudah di<br />
Desa Kandar. Di sini mulai ada pembagian rumah. Aku tinggal bareng Shita di<br />
Rumah Mama Yaye Refualu.<br />
Rumah Mama Yaye memang enggak besar. Di rumah itu ada dua kamar<br />
berantai semen, langit-langit tanpa internit, dan pintu kamar ditutup menggunakan<br />
gorden. Setiap malam pasti ada saja yang datang berkunjung untuk menonton<br />
film atau berkaraoke. Sebab di kandar jarang ada rumah yang punya televisi<br />
atau media player. Meski begitu, rumah Mama Yaye ternyata dipermasalahkan<br />
sama warga satu RT karena tak punya WC. Menurut warga, rumah itu harus<br />
layak kalau mau menerima tamu. Salah satunya ya harus ada WC. Nah, baru<br />
pertama kali itu aku sama Shita pakai WC tetangga dan bukan di rumah sendiri.<br />
Sebuah pengalaman baru.<br />
Selain itu, di sini aku makan 6 kali sehari lho. Kok bisa? Jadi makanku sama<br />
Shita selalu digilir di rumah warga, tapi Mama Yaye juga selalu menyediakan<br />
makan di rumah. Meski tergolong kurang mampu, mama coba untuk selalu<br />
siapin makanan di rumah. Alhasil 6 kali lah kami makan tiap harinya.<br />
Mama Yaye setiap hari pasti pergi ke kebun. Di rumah mama tinggal berdua<br />
dengan seorang anak piara. Meli namanya. Sebab waktu itu Bapa Eli, suami<br />
Mama Yaye, kebetulan pergi ke Papua untuk menengok anaknya. Aku dan Shita<br />
sama sekali enggak keberatan dengan keadaan itu. Malah kami senang karena<br />
kami bisa dapat pengalaman yang belum pernah kami alami sebelumnnya. Kami<br />
jadi tahu rasanya tinggal di daerah yang susah sinyal. Soalnya di Kandar kalau<br />
mau dapet sinyal harus pakai penguat sinyal yang biasa dipasang di rumah.<br />
Kalau enggak ya pergi ke tanjung. Tapi di tanjung pun banyak angin. Jadi kalau<br />
telepon suaranya sering enggak jelas. Di sini listrik juga cuma ada dari jam 6<br />
sore sampai 6 pagi. Masalah air pun untung-untungan. Ada tidaknya air bersih<br />
semua tergantung PDAM.<br />
24 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Jumat, 18 Juli 2014.<br />
Aku sama Shita baru saja pulang dan rumah sudah sepi. Kami siap-siap<br />
mau tidur karena sudah malam. Tiba-tiba terdengar suara “DUUUK!”. Kami<br />
kaget tapi tidak begitu kami pikirkan. Kami lanjut tidur lagi. Tak lama setelah<br />
itu, “BROOOOOLL!!” Kasur kami JEBOL. Otomatis langsung tertawa lah kami.<br />
Walaupun terdengar suara berisik, mama sama Meli tidak terbangun. Akhirnya,<br />
malam itu aku sama Shita tidur di lantai.<br />
Sabtu, 19 Juli 2014.<br />
Pagi hari semua orang udah ramai di rumah gara-gara insiden semalam.<br />
Bapak-bapak dari rumah sebelah sudah siapkan kasur dan kayu baru untuk<br />
tempat tidur kami. Tapi tiba-tiba bapak RT datang dan meminta kita untuk pindah.<br />
Malamnya, aku sama Shita sudah enggak tidur di rumah Mama Yaye lagi. Kami<br />
pindah ke rumah bapak RT.<br />
Rabu, 23 Juli 2014.<br />
Tak terasa sUdah seminggu KKN di Kandar. Dulu enggak kebayang kami<br />
bisa berangkat. Tapi sekarang udah di sini aja. Puji Tuhan. Banyak banget<br />
kejadian yang baru dan gila.<br />
Selama ini masyarakat di daerah Maluku terkenal terkenal memiliki sifatn<br />
keras. Apalagi kalau mendidik anak-anaknya. Terkadang tak segan memakai<br />
kekerasan. Mayoritas masyarakat masih menganggap bahwa mendidik anak<br />
dengan kata-kata tidak akan memberi banyak pengaruhnya. Itulah alasan kami<br />
menawarkan metode pendidikan yang menyenangkan di salah satu program.<br />
Fokus program yang lebih banyak ke pengajaran membuat banyak orang<br />
menyangka kami berasal dari universitas keguruan.<br />
Dalam program ini pendidikan tidak hanya diberikan di ruang kelas. Tapi<br />
juga dalam praktik kehidupan sehari-hari. Akhirnya, kedekatan emosional kami<br />
dengan anak-anak Desa Kandar mulai terbangun. Mereka terlihat menikmati dan<br />
senang dengan pendekatan yang kami tawarkan. Kami berharap warga Kandar<br />
bisa menerapkan metode serupa dalam mengajar anak-anaknya.<br />
Tak hanya itu, banyak juga warga yang meminta atau memberi saran<br />
untuk menjalankan program ‘fisik’ alias membangun sesuatu. Misalkan<br />
pembangunan gapura atau tugu monumen. Alasannya, sebelumnya ada dua<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
25
universitas dari Maluku yang sempat melakukan KKN di Desa Kandar. Nah,<br />
masing-masing diantaranya membangun peninggalan berupa gapura dan tugu<br />
untuk desa. Asumsinya, masa kami yang jauh-jauh datang dari jawa tidak bisa<br />
membuat bangunan serupa. Padahal dari awal perencanaan program kami tidak<br />
menyentuh pembangunan fisik.<br />
Nah, cerita lainnya, tadi malam aku sama anak-anak baru saja dateng<br />
melayat ke rumah warga yang anaknya meninggal. Si anak yang masih SMP<br />
ini katanya meninggal karena jatuh dari pohon kelapa. Ada kabar berseliweran<br />
yang bilang bahwa meninggalnya anak itu ada hubungannya dengan ‘Sasi’.<br />
Hukum adat yang sudah disepakati desa dan gereja tentang suatu hal. Biasanya<br />
sasi ini ada hubungannya dengan hasil alam milik desa.<br />
Malam itu kami melakukan doa bersama di rumah anak tersebut. Kami<br />
juga ikut bernyanyi bersama di sana. Sebab sudah menjadi budaya ketika ada<br />
yang meninggal orang-orang datang memberi persembahan berupa lagu untuk<br />
menghibur keluarga yang ditinggalkan. Kami diminta untuk nyanyi juga. Alhasil<br />
kami nyanyi 3 lagu rohani. Untungnya di kelompok ada yang bisa main gitar dan<br />
bisa nyanyi. Aku ikut dikit-dikit lah.<br />
Kamis, 24 Juli 2014.<br />
Gadget-ku jatuh di jalan. Mugnkin karena ditaruh di kantong tanpa terasa<br />
benda itu jatuh waktu aku berjalan. Wah, untungnya handphone itu ditemuin sama<br />
Nonjel dan Shinta. Anak-anak yang tinggal di deket Baileo. Puji Tuhaaaaan. Aku<br />
ngerasa beruntung banget. Mereka berpikir handphone itu punya kakak-kakak<br />
dan dikembalikan. <br />
Minggu, 3 Agustus 2014.<br />
Judul: Terlalu Bersemangat!<br />
Hari ini udah rencana bakal ikut ibadah jam 09.00. Pagi-pagi aku lihat jam<br />
tangan ternyata jarum panjang udah di angka 7. Aku pikir itu pasti jam Waktu<br />
Indonesia Barat (WIB). Otomatis sekarang jam 09.00 Waktu Indonesia Timur<br />
(WIT) dong. Kan beda dua jam. Ngelihat udah jam segitu aku buru-buru mandi<br />
dan siap-siap. Mama Oci lihat aku dan enggak bilang apa-apa. Waktu keluar<br />
dari rumah, ibu-ibu masih pada bersih-bersih halaman. Sampai di rumah salah<br />
26 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
satu teman, bapak yang ada di rumah bilang kalau anaknya masih tidur. Masih<br />
pagi. Karena dia belum bangun, aku pun pulang ke rumah. Sampai di sana baru<br />
sadar kalau aku salah mengartikan jam. Jam 7 pagi itu ternyata benar-benar<br />
jam 7 WIT. Bukan WIB. Gak papa lah, positifnya kan aku tidak terlambat pergi<br />
ke gereja.<br />
Setelah itu, sore harinya ada penyuluhan kesehatan di Baileo. Waktu itu<br />
banyak banget yang datang. Kebanyakan dari mereka adalah orang tua di tempat<br />
kami tinggal. Sayangnya, sempat ada suara-suara tak enak dari penyuluhan itu.<br />
Ini lah beberapa pembicaraan yang sempat terdengar,<br />
1. Pemateri yang datang waktu itu adalah Ibu Pustu. Sayangnya warga<br />
ternyata kurang sreg dengan Ibu Pustu sebab cara bicaranya kurang enak<br />
didengar. Cara Ibu Pustu selama mengisi penyuluhan pun dianggap seperti<br />
guru SD mengajar siswa-siswanya. Warga pun ternyata tahunya pengisi<br />
materi adalah mahasiswa maka dari itu banyak orang yang datang.<br />
2. Fenomena orang mabuk datang ke penyuluhan dan bikin ribut karena<br />
teriak-teriak. Itu juga enggak cuma satu orang, tapi banyak. Mau enggak<br />
mau aku dan beberapa teman mengajak bapak-bapak atau kakak-kakak<br />
itu keluar dari ruangan.<br />
Entah apa yang membuat warga Kandar terasa lebih sensitif terhadap<br />
beberapa situasi. Contohnnya saja apa dialami Ibu Pustu tadi. Mungkin<br />
perbedaan kultur yang menjadi problem. Sebab Ibu Pustu berasal dari Makassar<br />
dan tinggal lama di Papua sebelum akhirnya datang ke Kandar. Mungkin<br />
banyaknya perbedaan kultur, cara pandang, dan cara bersosialisasi berakibat<br />
pada munculnya gesekan dengan masyarakat.<br />
Jumat, 8 Agustus 2014.<br />
Hari ini, aku mengajar di kelas 1 dan 3 SD Kristen. Mau mati rasanya.<br />
Baru kali ini aku merasa enggak bisa mengatur anak-anak. Sampai-sampai<br />
nangis di luar kelas. Waktu mengajar di kelas 1, anak-anak lari-lari, saling pukul,<br />
yang berisik sangat berisik, dan yang diam sangat pendiam. Alhasil, dua jam<br />
mengajar hanya bermain dan bernyanyi. Waktu mengajar di kelas 3, aku kira<br />
berbeda situasinya. Ternyata sama saja. Anak-anak lari-lari di dalam kelas,<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
27
saling pukul, tidak mau mendengarkan, dan siswi-siswi malah ingin menyanyi di<br />
depan kelas. Akhirnya kuturuti permintaan mereka. Aku minta mereka yang ingin<br />
menyanyi untuk bernyanyi. Mereka menyayi lagu Putih Abu-Abu dari vokal grup<br />
bernama Blink. Saat aku mulai meminta mereka melakukan yang mereka mau,<br />
hanya beberapa anak saja yang mengerti bahwa aku marah. Sebab seharusnya<br />
mereka datang ke sekolah untuk belajar. Bukan untuk bermain.<br />
Ini terjadi enggak cuma di sekolah saja. Di Baileo, di rumah baca tempat<br />
kami menjalankan program pun sama. Semua anak berebut kalau mau masuk<br />
rumah baca. Hal menyenangkan dan juga menyebalkan. Alasannya, kami juga<br />
butuh waktu untuk menyiapkan rak dan buku-buku. Tapi anak-anak sering<br />
tidak mau peduli. Mereka pokoknya ingin masuk. Di dalam ada yang serius<br />
membaca, ada pula yang hanya melihat-lihat. Ada yang bermain, juga ada yang<br />
mengganggu teman lain di dalam.<br />
Aku pun mengerti bagaimana kesulitan guru-guru saat murid yang<br />
mereka ajar bertingkah seperti itu. Melelahkan. Dan lama-kelamaan kesabaran<br />
pun habis. Lantas keluarlah kata-kata kasar atau pukulan.<br />
Tapi di samping semua pengalaman itu, ada satu anak yang membuat<br />
aku terkesan. Namanya Chika. Murid kelas 5 SD Inpres. Dalam waktu 2 jam di<br />
Baileo, dia bisa membaca sebanyak 20 buku. Nah, dari pengalaman menemani<br />
dia membaca inilah aku bisa dekat sama Chika.<br />
Masih dI rumah baca, aku juga pernah dapat pang alaman sering dipukul<br />
anak-anak. Pada awalnya, aku masih merasa ‘ya namanya juga anak-anak’.<br />
Tapi lama kelamaan gak suka juga sama kelakuan mereka. Sampai satu hari,<br />
salah satu anak bernama Eri memukul pantatku. Waktu itu aku hanya diam.<br />
Sampai temanku, Vitri, meminta Eri untuk meminta maaf. Eri tidak mau. Tapi<br />
akhirnya setelah beberapa waktu, Eri mau meminta maaf padaku.<br />
Aku pun menangkap satu hal dari pengalaman barusan. Apa iya anakanak<br />
tidak pernah diajari meminta maaf?<br />
Minggu, 10 Agustus 2014.<br />
Hari ini waktunya penanaman bibit dan pembagian semen. Ingat,<br />
aku pernah cerita tentang program ‘fisik’ yang diminta warga. Nah, setelah<br />
28 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
erdiskusi panjang, warga akhirnya menyepakati bahwa mahasiswa hanya<br />
perlu menyediakan semen. Selebihnya warga akan membantu kebutuhan kami<br />
dalam program pembuatan bak sampah. Kami pun membeli 50 sak semen untuk<br />
pelaksanaan program tersebut. Setelah masuk ke proses pembagian, program<br />
tersebut tiba-tiba macet. Pasalnya tiba-tiba banyak warga dan ketua RT yang<br />
kurang setuju dengan program tersebut. Mereka meminta kami untuk menganti<br />
program itu. Sebab pemerintah daerah ternyata sudah mencanangkan program<br />
serupa. Begitu pula dengan sistem yang kabarnya sudah dipersiapkan dengan<br />
baik.<br />
Jujur, kami semua jengkel pada waktu itu. Sebab perubahan keputusan<br />
itu terjadi secara mendadak. Meskipun hal ini terjadi juga karena kesalahan kami<br />
yang tidak melakukan sosialisasi kepada warga. Melainkan hanya berkoordinasi<br />
dengan ketua RT dan perangkat desa.<br />
Kondisi yang kurang baik ini tentunya mempengaruhi psikologis anakanak.<br />
Tiket pulang belum tersedia padahal sudah mendekati waktu penarikan.<br />
Laporan belum sempat terpikirkan. Pun program masih banyak yang belum<br />
terlaksana. Akhirnya timbullah sifat ingin mendahulukan program masingmasing.<br />
Selasa, 12 Agustus 2014.<br />
Berawal dari persiapan outbond dan green mapping yang pembagian<br />
kerjanya tidak sesuai dengan kemauan, konflik pun terjadi lagi. Persiapan<br />
pun belum matang meski sudah mendekati hari pelaksanaan. Lagi-lagi masih<br />
banyak program yang belum terlaksana. Di akhir pelaksanaan KKN ini semua<br />
pekerjaan serasa menumpuk.<br />
Rabu, 13 Agustus 2014.<br />
Hari ini kami menjalankan program lomba 17-an. Peserta yang mengikuti<br />
lombabervariasi. Mulai dari SD, SMP, hingga warga tiap RT. Lomba diadakan di<br />
alun-alun desa. Ramai sekali yang menonton. Semua warga sepertnya terhibur<br />
dengan lomba sederhana yang kami adakan ini. Ada lomba balap karung,<br />
menggiring bola dengan ketela, makan mie, minum susu dari botol, pukul air,<br />
dan memasukkan paku dalam botol.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
29
Minggu, 17 Agustus 2014.<br />
Pagi ini kami mengikuti upacara bendera dalam rangka Hari Ulang Tahun<br />
Republik Indonesia ke-69. Kami malu dan terharu sebab semua warga ikut<br />
berpartisipasi dalam upacara ini. Berbeda dengan orang Jawa yang kebanyakan<br />
menganggap upacara bendera saat 17 Agustus bukanlah kewajiban. Warga<br />
Kandar membuat kami yakin bahwa salah satu wujud nasionalisme mereka<br />
adalah dengan partisipasi dalam upacara ini. Salut!<br />
Hari ini akhirnya, kami mendapat kepastian pulang. Dengan bantuan<br />
dari pemerintah daerah, kami menyepakati untuk pulang tanggal 22 Agustus.<br />
Pertimbangannya, ada dua teman kami yang memiliki tanggung jawab sebagai<br />
koordinator praktikum sehingga harus pulang lebih cepat. Pun beberapa teman<br />
lain juga memiliki jadwal kuliah lebih awal.<br />
Senin, 18 Agustus 2014.<br />
Semakin dekat menuju kepulangan, kami pun meng ikuti acara perpisahan<br />
yang diadakan setiap sekolah. Pertama adalah perpisahan di SD INPRES.<br />
Malam itu semua anak ikut datang. Rasanya sangat sedih dan terbalut dalam<br />
suasana haru. Anak-anak serta guru-guru menangis. Kami semua pun tak ayal<br />
ikut menangis.<br />
Selasa, 19 Agustus 2014.<br />
Hari ini perpisahan dengan siswa SMP. Tapi, di hari yang sama ada berita<br />
duka yang kami terima. Hari itu ada dua orang yang meninggal dunia. Meski<br />
jenazah belum sampai tapi suasana duka sudah menyelimuti desa. Waktu itu<br />
kami sempat bimbang apakah acara perpisahan SMP tetap harus dilaksanakan<br />
ketika desa sedang berduka.<br />
Di satu sisi, anak-anak SMP sudah menyiapkan segala keperluan untuk<br />
perpisahan. Mereka sudah ke kebun untuk mencari bahan lalu menyiapkan<br />
makanan. Mereka juga sudah berlatih bernyanyi dan menari untuk persembahan.<br />
Tapi di sisi lain kami juga merasa tidak enak kepada keluarga yang berduka<br />
apabila perpisahan tetap dilakukan. Pihak sekolah sempat hampir membatalkan<br />
acara perpisahan. Tapi karena melihat perjuangan anak-anak, akhirnya<br />
perpisahan tetap dilaksanakan. Seperti di SD INPRES, suasana sedih dan haru<br />
juga menyelimuti acara ini.<br />
30 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Rabu, 20 Agustus 2014<br />
Setelah SD INPRES dan SMP, hari ini ada perpisahan dengan SD<br />
Kristen. Awalnya semua merasa gembira ketika bertemu dan bersenda gurau.<br />
Tapi setelah acara dimulai kami semua mulai menangis. Pun ketika berjabat<br />
tangan. Saat anak-anak menampilkan nyanyian dan tarian pun suasananya tak<br />
sebahagia di awal acara.<br />
Pesan kakak, “Dari mana dan di mana pun sekolah kalian kelak, kalian<br />
harus selalu rajin belajar dan raih cita-cita yang tinggi. Kakak-kakak akan selalu<br />
ingat dan sayang dengan kalian semua”.<br />
Jumat, 22 Agustus 2014.<br />
Hari ini dua pemakaman dilakukan. Padahal sudah ditentukan pada malam<br />
harinya akan diadakan perpisahan bersama warga desa. Banyak perdebatan<br />
sebelum memutuskan hal ini. Beberapa warga meminta acara dibatalkan karena<br />
ditakutkan bisa menyakiti hati keluarga yang berduka. Tapi ada pula warga yang<br />
meminta agar perpisahan tetap diadakan karena hari ini hari terakhir kami di Desa<br />
Kandar. AKhirnya, pihak perangkat desa memutuskan untuk tetap mengadakan<br />
perpisahan karena tanpa sengaja kami sudah mengundang pihak kecamtan<br />
untuk hadir dalam acara ini. Aku pun membuat kesepakatan dengan warga<br />
maupun perangkat desa dan kecamatan agar meniadakan acara badendang,<br />
menari sampai pagi, untuk menghormati keluarga yang berduka. Semua orang<br />
pun sepakat.<br />
Malam itu warga berduyun-duyun datang ke alun-alun desa untuk<br />
menonton. Mereka juga ikut menye marakkan acara dengan menyiapkan<br />
berbagai makanan. Setelah beberapa saat, acara perpisahan formal pun selesai<br />
dilakukan. Namun ternyata acara tak berhenti sampai disitu. Pada kenyataannya<br />
kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat berubah. Kami semua diharuskan<br />
badendang sampai pagi. Dan warga yang sebelumnya berduka pun ikut merayakan<br />
perpisahan. Kami semua terharu dengan keterlibatan warga. Walau<br />
sedang berduka mereka tetap menyempatkan diri hadir dalam acara ini. Kami<br />
pun merasa sangat berterimakasih telah diterima dan menjadi bagian dari Desa<br />
Kandar. Rasanya waktu satu bulan dan satu minggu bukanlah waktu yang<br />
panjang, malah sangat singkat.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
31
Setelah menyelesaikan semua rangkaian acara, pukul empat pagi kami<br />
meninggalkan desa dan menuju Saumlaki sebelum meneruskan perjalanan<br />
kembali ke Yogyakarta.<br />
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sesampainya di Yogyakarta,<br />
rasanya Bertha dan teman-teman ingin kembali ke Kandar untuk bertemu<br />
dengan keluarga. Tapi apa daya, Bertha dan teman-temannya hanya bisa<br />
berharap agar suatu hari bisa kembali ke sana. Kalau Kandar itu dekat,<br />
mereka mungkin tidak akan pernah melaksanakan KKN di sana. Tapi<br />
karena Kandar jauh, mereka memiliki usaha dan perjuangan untuk<br />
mencapai salah satu titik terluar di Indonesia itu. Segala perjuangan,<br />
pengalaman, pelajaran, serta keberuntungan yang telah mereka alami tak<br />
ternilai harganya. [Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin]<br />
Seperti teh manis yang selalu menemani roti di pagi hari<br />
Seperti pantai yang selalu terlihat di sudut desa<br />
Seperti keramahan setiap orang layaknya angin sejuk di siang yang terik<br />
Seperti jutaan bintang terang yang menerangi gelap malam<br />
Tak akan terganti.<br />
32 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Budaya yang Terus Dipelihara<br />
Selama ini, Kandar sering kali menjadi wilayah barter bagi<br />
daerah sekitarnya. Maksudnya, posisinya yang srategis membuat<br />
masyarakat desa lain tak jarang datang membawa berbagai macam<br />
barang untuk ditukarkan dengan beras Kandar ketika persediaan mereka<br />
habis. Umumnya, barang-barang yang mereka bawa berupa makanan<br />
seperti ikan dan patatas–ubi rambat.<br />
Meski sistem ini mulai tergantikan dengan alat tukar seperti uang,<br />
dalam beberapa kesempatan mekanisme ini masih dijalankan. Pasalnya,<br />
secara turun temurun masyarakat Kandar sudah biasa menyimpan<br />
bahan makanan yang mereka peroleh. Kebiasaan ini pun didukung oleh<br />
keadaan geografisnya yang berbatu karang sehingga sulit untuk berkebun<br />
atau menangkap ikan. Oleh karenanya mereka akan menyimpan bahan<br />
makanan yang didapat sebagai cadangan makanan ketika krisis.<br />
Tak hanya itu, ada pula mekanisme sasi yang ditujukan untuk<br />
melindungi hasil-hasil bumi Kandar agar tidak diambil secara sembarangan.<br />
Dalam pelaksanaannya, sistem ini mengalami sinkretisme<br />
dengan ajaran gereja. Misalnya, hasil panen pertama biasanya akan<br />
dipersembahkan bagi gereja. Maka, pada umumnya hasil tanah yang<br />
terkena sasi akan ditutup aksesnya dari masyarakat selama kurang lebih<br />
tiga bulan. Maksudnya, hasil tanah ini tidak boleh diambil sebelum masa<br />
sasi berakhir. Jika melanggar, masyarakat akan mendapat denda sebagai<br />
konsekuensi. Tingginya tingkat religiusitas masyarakat pun berdampak<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
33
Warga menarikan tarian tradisional saat perayaan hari kemerdekaan.<br />
pada munculnya anggapan bahwa tulah akan datang pada mereka<br />
pelanggar sasi yang telah ditetapkan gereja.<br />
Selain ketaatan pada gereja, di desa Kandar penghormatan terhadap<br />
seorang bapa raja pun masih berlangsung hingga saat ini. Meskipun telah<br />
memiliki sistem pemerintahan desa yang cenderung modern, keberadaan<br />
bapa raja tetap lebih tinggi dari perangkat desa. Para bapa raja ini biasanya<br />
berasal dari keluarga atau marga yang dianggap sebagai marga raja.<br />
Masrikat. Konon, marga ini menjadi keluarga pertama yang menjejakkan<br />
kaki di tanah Kandar.<br />
Praktiknya, marga Masrikat memiliki otoritas yang cukup kuat<br />
dalam menentukan arah kebijakan bagi masyarakat desa. Seorang<br />
kepala desa misalnya, posisinya bisa dikatakan belum legal bila belum<br />
disetujui keluarga raja meski telah dipilih oleh masyarakat. Pun demikian<br />
34 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
dalam konteks calon legislatif. Para calon dari Desa Kandar tak akan<br />
bisa dan boleh masuk ke jajaran DPRD tanpa seijin keluarga raja.<br />
Oleh karenanya, demokrasi yang berjalan di Kandar tak bisa dikatakan<br />
sepenuhnya demokratis. Sebab nyatanya praktik monarki juga masih ada<br />
di dalamnya.<br />
Pun demikian, sifat kekeluargaan masyarakat Desa Kandar ternyata<br />
masih sangat kental. Terlihat dari cara gotong royong yang mereka<br />
terapkan dalam rangka pembangunan fasilitas desa. Biasanya, terlebih<br />
dahulu masyarakat akan berkumpul di gereja untuk beribadah dan<br />
menyerahkan pekerjaan mereka terhadap Yang Maha Kuasa sebelum<br />
membangun sesuatu. Contohnya saja, ketika pembangunan pastori<br />
atau rumah pendeta masyarakat dari masing-masing sektor–wilayah<br />
peribadatan–saling bekerja sama dalam prosesnya. Tiap sektor sudah<br />
Warga sedang bergotong-royong membangun Pastori.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
35
mendapat bagian masing-masing untuk dikerjakan. Kala itu, kami pun<br />
ikut ambil bagian sesuai dengan sektor tempat kami tinggal.<br />
Menilik cerita di atas, terlihat bahwa gereja memiliki pengaruh yang<br />
cukup besar dalam kelangsungan hidup masyarakat. Di Kandar, ada tiga<br />
gereja yang berdiri yakni Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen<br />
Protestan Indonesia (GKPI), dan Gereja Bethany Indonesia (GBI). Serta<br />
satu kelompok yang sampai saat ini belum mendirikan gerejanya yakni<br />
Advent. Tapi dari keempat kelompok tersebut GPM memiliki otoritas<br />
dan jumlah jemaat paling besar jika dibandingkan dengan yang lain.<br />
[Barzilay Evans Masela]<br />
36 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Sio Kandar Negeriku<br />
Sio Kandar Negeri<br />
Yang Melindung Aku<br />
Dari Masa Kecil Mudaku<br />
Tegal Itu Ku Kenangkan Engkau<br />
O Sio Kandar Negeriku<br />
Meski Aku Jauh<br />
Jauh Dari Sisimu<br />
Ku Ingat Siang Malam<br />
Jalan Dan Lorongmu<br />
Tegal Itu Hai Teman<br />
Baik Ingat Dan Kenang<br />
Akan Janji Di Peta<br />
Meski Jauh Di Seberang<br />
Sio Negeri Kandar<br />
Jadi Kenang-Kenangan<br />
Di Susah Dan Gelisah<br />
Ku Ingat Siang Malam<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
37
K o l i<br />
Koli adalah nama sebuah pohon. Pohon Koli bentuknya mirip<br />
dengan pohon kelapa namun pada umumnya pohon Koli<br />
tumbuh lebih tinggi daripada pohon kelapa. Pohon Koli sangat<br />
banyak dijumpai di Indonesia bagian timur khususnya di Maluku. Pulau<br />
Selaru di Provinsi Maluku memiliki tanah berbatu karang dan suhu<br />
udara yang panas, mendukung tumbuh suburnya pohon ini. Kandar<br />
sebagai salah satu desa diujung selatan Maluku tempatku menjalani KKN<br />
tumbuh subur pohon tersebut. Namun bagiku Koli tidak hanya sekedar<br />
pohon. Koli lebih dari hanya sekedar pohon.<br />
Koli adalah barang serbaguna dalam keterbatasan<br />
Koli adalah barang serbaguna dalam keterbatasan. Ya, keterbatasan<br />
dalam segala hal. Keterbatasan sentuhan tangan dari pemerintah akan<br />
pembangunan infrastruktur maupun manusianya. Kandar memang desa<br />
yang sangat terpencil di pulau Selaru yang amat kecil. Bahkan di beberapa<br />
versi peta Indonesia tidak menyebutkan kalau pulau ini ada. Sehingga<br />
daerah tersebut pernah mendapat julukan “The Forgotten Island”. Sangat<br />
terpencilnya daerah tersebut menyebabkan tidak semua barang pabrikan<br />
dipasarkan di daerah ini sehingga Koli berperan banyak hal dalam<br />
kehidupan manusia yang tinggal disana. Mulai dari peralatan rumah<br />
tangga, perkakas kebun, hingga atap rumah yang mereka tinggali semua<br />
memanfaatkan setiap bagian dari pohon Koli.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
39
Koli adalah persaudaraan<br />
Ketika sebagian manusia dilain tempat sibuk dengan pekerjaan<br />
dibelakang meja kantor, warga kandar sibuk dengan peralatan kebun<br />
menyadap getah Koli yang kemudian diolah menjadi minuman beralkohol<br />
bernama Sopi. Ketika sebagian manusia hingar bingar dalam<br />
kerlip lampu dan dentuman musik yang keras sambil sesekali mereguk<br />
minuman impor, warga Kandar sibuk menikmati Sopi dari hasil kebun<br />
mereka sambil duduk melingkar bercerita diiringi musik lokal yang<br />
syahdu. Ketika sebagian manusia sibuk membuat fatwa haram akan<br />
minuman beralkohol, warga kandar sibuk minum Sopi sambil tertawa<br />
terpingkal- pingkal.<br />
Suasana matahari terbenam yang diambil dalam perjalanan dari Adaut ke Kandar<br />
40 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Bagi sebagian orang mungkin minum minuman berakohol dinilai<br />
sebagai hal yang buruk. Namun masyarakat Kandar memandangnya<br />
dengan cara berbeda. Dengan minum Sopi mereka menjadi semakin<br />
akrab dengan duduk bersama dan bercerita. Pengalaman getir pahitnya<br />
hidup semua tertuang dalam sebuah lingkaran dengan Sopi sebagai pusat<br />
perhatiannya, riuhnya deburan ombak dan semilir angin laut merekatkan<br />
lingkaran tersebut menjadi semakin hangat. Di lingkaran itu pula semua<br />
kata terungkap tanpa rasa segan. Mulai dari rasa meratap hingga rasa<br />
syukur. Bila Sopi telah menguasai lingkaran, tak jarang sebuah lagu<br />
tercipta dengan spontan saja sekadar membuat suasana gembira tercipta.<br />
Lalu mereka tertawa karena entah apa saja.<br />
Sopi hadir dalam setiap kegiatan masyarakat Kandar. Dari duduk<br />
santai di siang maupun malam hari, adat tikam tanah, syukuran hasil<br />
panen hingga acara melayat. Sopi senantiasa menjadi menu wajibnya.<br />
Bagi masyarakat Kandar, Sopi merupakan adat. Saat anggota sebuah<br />
keluarga menolak ajakan minum Sopi dari saudaranya, ia wajib membayar<br />
penolakan itu dengan kain tenun. Ketika seorang laki- laki dalam satu<br />
marga pergi melayat Sopi pun wajib dibawa sebagai perlambang cinta<br />
kasih pada yang telah tiada.<br />
Koli adalah saksi bisu<br />
Koli adalah saksi bisu peperangan baku panah antar desa dalam<br />
memperebutkan batas tanah. Hukum pertanahan yang dikeluarkan<br />
pemerintah belum menjangkau daerah ini sehingga masih terjadi<br />
perselisihan antar warga dalam memperebutkan batas tanah.<br />
Aku masih ingat betul kejadian malam itu. Meskipun kepalaku<br />
pening, mungkin karena Sopi. Namun aku masih mendengar kisah<br />
baku panah dari Bapa Lerebulan dengan jelas. Bapa Lerebulan adalah<br />
panglima perang baku panah ketika konflik tanah perbatasan terjadi.<br />
Bapa Lerebulan juga termasuk dalam salah satu nama yang turut diskusi<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
41
perdamaian diantara pohon Koli. Bapa Lerebulan bercerita padaku<br />
bagaimana perang berkecamuk bak seorang kakek yang sedang menina<br />
bobokan cucunya karena waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 01.00<br />
pagi dan kami masih terjaga dengan sedikit Sopi di botol.<br />
Baku panah yang terjadi antara desa Kandar dengan desa tetangga<br />
untuk memperebutkan batas tanah menelan beberapa korban jiwa<br />
yang tidak diketahui jumlahnya karena masing masing desa saling<br />
merahasiakannya. Hanya Koli yang mengetahui berapa korban jiwa yang<br />
melayang karena peperangan tersebut berkecamuk diantara pohon Koli<br />
yang hanya diam membisu melihat anarkinya manusia menghilangkan<br />
nyawa berebut harta. Hanya Koli juga yang menjadi saksi bisu indahnya<br />
perdamaian karena diskusi perdamaian terjadi diantara pohon Koli yang<br />
tersenyum bahagia.<br />
Koli adalah saksi bisu kerasnya pendidikan di desa Kandar<br />
Koli adalah saksi bisu kerasnya dunia pendidikan di desa Kandar,<br />
seorang guru berdiri di depan kelas mengajar siswanya dengan membawa<br />
pentungan di tangan bukanlah hal asing di Kandar. Seorang guru tidak<br />
canggung untuk membentak atau bahkan memukul siswanya. Menjadi<br />
Guru di Kandar memang sangat susah. Siswa susah memahami pelajaran<br />
dan susah diatur juga. Betapa sulitnya anak- anak memahami pelajaran<br />
bahkan ada anak kelas 5 SD yang belum bisa membaca dengan lancar.<br />
Betapa sulitnya mereka untuk diatur karena mereka bisa pulang sekolah<br />
kapan pun mereka mau. Ada beberapa murid yang memang pandai dan<br />
mampu naik kelas, namun ada juga yang terpaksa dinaikkan kelas agar ia<br />
tidak minder dan tetap mau belajar atau tidak putus sekolah.<br />
Seperti ilmu padi, semakin merunduk semakin berisi. Seperti ilmu<br />
sagu, semakin keras semakin putih isinya. Masyarakat Kandar memercayai<br />
ilmu sagu. Bagi mereka kekerasan adalah wujud kasih sayang mereka<br />
pada anak-anak mereka. Ketika orang tua berlaku keras terhadap anaknya<br />
42 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
maka hal tersebut merupakan kasih sayang orang tua kepada anaknya.<br />
Ketika guru bertindak keras kepada anak didiknya maka hal tersebut<br />
demi kebaikan anak didik mereka. Dari balik jendela rumah maupun<br />
sekolah, Koli menjadi saksi bisu melihat kerasnya orang tua dan guru<br />
dalam mendidik anak- anak mereka.<br />
Koli adalah keindahan di balik kilau matahari jingga kala senja<br />
Ketika senja datang, matahari tampak malu-malu bersembunyi di<br />
balik pohon Koli yang perlahan memudarkankan warna jingga. Seolah ia<br />
ingin memberikan bingkisan yang indah dikala senja tiba setelah seharian<br />
menghajar Kandar dengan sengatan panasnya. Ketika menatapnya selalu<br />
menghantarkan lamunanku entah kemana. Selalu membuat pertanyaan<br />
di benakku entah apa. Lalu semua itu hanya akan segera sirna setelah gelap<br />
datang menjemput. Waktu terasa berjalan begitu cepat dan membuat<br />
segalanya tak berujung. Oleh karena itu, ku bingkaikan sebagian tentang<br />
kandar dalam Koli. [Yosep Jati Anugrah Pangestu]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
43
44 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Panah Ala Kadar<br />
Suatu sore, Bapak Asin K. Lolouan menceritakan peperangan yang<br />
pernah terjadi antara warga Kandar dan Lingat. Dua dari tujuh<br />
desa di Pulau Selaru yang saling bersebelahan. Kala itu, batas tanah<br />
lah yang menjadi permasalahan. Memang, sebagian besar kepemilikannya<br />
tanah di kepulauan Maluku hanya dibatasi nama keluarga. Tak pernah ada<br />
surat resmi mengenai luas tanah atau pun pembagian yang jelas. Problem<br />
inilah yang akhirnya sering memicu konflik.<br />
Salah satu warga menunjukkan busur panah<br />
yang dipakai saat perang<br />
Waktu itu sekitar tahun 1980-<br />
an. Warga Lingat menggunakan<br />
lahan yang konon menjadi bagian<br />
tanah Kandar. Warga Kandar pun<br />
menilai ada pelanggaran batas<br />
wilayah oleh warga Lingat. Setelah<br />
itu barulah terjadi perang antara<br />
warga Kandar dan Lingat. Bapak<br />
Asin menceritakan, terdapat satu<br />
korban dari warga Kandar dan<br />
belasan orang meninggal dari<br />
pihak Lingat.<br />
Peralatan yang digunakan<br />
untuk perang pada masa itu<br />
diantaranya busur dan panah.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
45
Anak panah dan busur panah ala Kandar<br />
Busur tersebut memiliki panjang sekitar 2m. Terbuat dari kayu semacam<br />
rotan yang lentur dan kuat ditambah tali busur. Sedang panah terbuat<br />
dari kayu dengan panjang sekitar 1,5m dengan besi runcing di ujungnya.<br />
Mata panah dibentuk sedemikian rupa dengan tujuan melukai bahkan<br />
mematikan orang yang tertancap. Sekali tancap, orang itu kemungkinan<br />
besar akan meninggal. Begitu pula ketika panah itu dicabut. Kemungkinan<br />
besar orang tersebut juga akan meninggal.<br />
[Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin]<br />
46 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Banalitas Modernitas di Tapal Batas<br />
Sebuah Tinjauan Arsitektural di Desa Kandar<br />
“Semua yang padat menguap ke angkasa”<br />
–Heinrich Karl Marx<br />
Ketika berada di jenjang Sekolah Dasar, sering sekali para guru<br />
mengajarkan murid-muridnya mata pelajaran tentang wawasan<br />
ke bangsaan. Beberapa topik yang cukup menarik adalah<br />
kebudayaan, adat tradisioal, dan jati diri bangsa. Mulai dari peninggalan<br />
candi Hindu-Budha, tempat ibadah, rumah adat, upacara adat, tarian<br />
adat, lagu daerah, hingga sikap gotong-royong yang dianggap mewakili<br />
nilai-nilai asli bangsa Indonesia. Pelajaran-pelajaran itu pada akhirnya<br />
dirangkum dan mengerucut pada sebuah kesimpulan: Setiap negara<br />
memiliki jati dirinya sendiri. Jati diri yang membuatnya berbeda dengan<br />
negara lainnya.<br />
Menurut beberapa ilmuwan sosial, mata pelajaran tentang wawasan<br />
kebangsaan tersebut memang dianggap mengandung nilai-nilai politis<br />
karya orde baru. Tapi terlepas dari pandangan tersebut, kesimpulan akhir<br />
yang dipaparkan boleh lah mendapat apresiasi tinggi. Terutama dimasa<br />
sekarang ini. Di zaman yang dikatakan era modern oleh beberapa orang.<br />
Mengapa? Sebab di era kini bisa dibilang Indonesia mulai kehilangan<br />
jati dirinya. Tidak ada hal yang membedakan Indonesia dengan negara<br />
lainnya. Terlebih dalam konteks kultural. Apa buktinya?<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
47
Tampak sisi salah satu rumah yang telah memakai batako sebagai bahan baku<br />
Salah satu ciri khas kebudayaan negara rupanya bisa ditinjau dari segi<br />
arsitekturnya. Termasuk Indonesia. R.P. Soejono, arkeolog dari Universitas<br />
Indonesia, mengungkapkan bahwa konstruksi bangunan tradi sional<br />
Indonesia terpengaruh gaya-gaya arsitektur dari Austronesia–se butan<br />
untuk daerah Asia Tenggara, beberapa daratan cina, Taiwan, Pasifik dan<br />
daerah Madagaskar. Gaya arsitektur yang dicirikan dengan fondasi besar,<br />
tiang yang dinaikkan dan pemanjangan bumbung atap.<br />
Seperti terlihat dirumah-rumah adat suku Toraja, Nias Selatan, Batak<br />
Karo, Batak Toba, Minangkabau, Mentawai, Jawa, Bali Aga, hingga<br />
Dagada. Hampir seluruhnya memiliki ciri khas arsitektur Austronesia.<br />
Tiang-tiang pilar kokoh. Fondasi rumah yang besar dan kuat. Tak ketinggalan<br />
atap rumah yang besar dan dengan panjang melebihi sopi-sopi.<br />
48 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Pembangunan rumah adat ini tentu tak boleh asal dan sembarangan.<br />
Sebab ditinjau secara kultural, rumah-rumah adat Indonesia sering kali<br />
dibangun untuk menunjukan kelompok atau status sosialnya. Ada pula<br />
yang dibangun sebagai perwujudan fisik nenek moyang dan tempat<br />
penyimpanan pusaka keramat dari generasi ke generasi. Contohnya saja<br />
rumah adat Suku Sumba. Atapnya yang begitu tinggi–mirip dengan atap<br />
Joglo Jawa–konon menjadi perlambangan puncak-puncak keramat Suku<br />
Sumba. Juga tempat mereka menyimpan pusaka, perkakas, sekaligus<br />
menjadi lumbung padi. Saking keramatnya, sampai-sampai banyak<br />
masyarakat Suku Sumba yang lebih memilih tinggal dan tidur di luar<br />
rumah.<br />
Tak hanya itu, keistimewaan utama dari beberapa arsitektur rumah<br />
adat di Indonesia adalah kedekatannya dengan alam. Lihat saja rumah<br />
adat di Nias Selatan yang tahan gempa dan bisa beradaptasi dengan cuaca<br />
sehari-hari. Bahan bangunannya pun semua berasal dari alam. Mulai dari<br />
tiang, atap, hingga dinding. Batang pepohonan, alang-alang, bambu,<br />
daun palem, dan serat tanaman bisa menjadi bahan bangunan. Bahkan,<br />
beberapa rumah hanya diletakan begitu saja di atas fondasinya. Tujuannya,<br />
agar ketika bencana alam terjadi rumah tersebut dapat dipindah sesuai<br />
kebutuhan.<br />
Walau memiliki pertautan estetis yang mirip, Gunawan Tjahyono,<br />
arsitek dari Universitas Indonesia mendapati bahwa rumah adat<br />
Indonesia memiliki beberapa perbedaan pada segi teknik bangun dan<br />
rancangannya. Teknik konstruksi hingga citra bangunannya tidak selalu<br />
mirip. Semua sangat tergantung dari nilai budaya tradisional yang dianut<br />
di daerah masing-masing.<br />
Yah, itulah arsitektur asli Indonesia. Konstruksi bangunan ini masih<br />
bertahan hingga sekitar abad ke-9 M. Setelahnya, berangsur-angsur dunia<br />
arsitektur Indonesia mengalami pergolakan. Mulai abad ke-9 hingga ke-<br />
15, arsitektur Indonesia dikawinkan dengan rancang bangun Hindu-<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
49
Sepeda yang terparkir menjadi salah satu<br />
alat transportasi utama yang digunakan<br />
di desa ini<br />
Budha–semisal candi dan bangunan dari<br />
bahan batu-batuan. Tak berhenti di situ,<br />
pembaharuan kembali terjadi tatkatla<br />
agama Islam mulai masuk. Sekitar abad<br />
ke-12 hingga ke-16, arsitektur gaya Islam<br />
mulai merambah berbagai bagian di<br />
Indonesia. Sedang pada abad ke-16 hingga<br />
ke-20, gaya-gaya bangunan kolonial<br />
ala Eropa klasik yang dikenal dengan<br />
arsitektur Gaya Hindia mulai menjamah<br />
Indonesia lewat penjajahan Belanda.<br />
Lambat laun arsitektur asli Indonesia<br />
semakin muram dan tidak jelas.<br />
Konstrusi bangunan bukan lagi diwakilkan<br />
oleh rumah-rumah adat khas suku-suku<br />
asli Indonesia. Tapi digantikan<br />
oleh unsur-unsur adat dan budaya dari<br />
luar daerah. Ironis memang. Lantaran<br />
Indonesia tampaknya mulai kehilangan<br />
identitasnya. Budayanya mulai lapuk den<br />
lekang digilas zaman.<br />
Pergolakan arsitektur Indonesia sepertinya belum lah usai. Kemelut<br />
tersebut ternyata belum menuai klimaks. Puncaknya, setelah keran<br />
globlalisasi dan investasi asing dibuka oleh Soeharto pada tahun 1967,<br />
arsitektur Indonesia diperkosa habis oleh arsitektur modernis yang<br />
fungsional. Desain bangun yang sama sekali tidak memperhatikan citra<br />
kebudayaan vernakular, keadaan iklim, maupun daerah disekitarnya.<br />
Berwujud kotak, monoton, dan memuja efisiensi dan efektivitas. Inilah<br />
arsitektur Indonesia kini. Sebuah rancang bangun yang menamakan<br />
dirinya dengan sebutan modern sebagai hasil modernitas. Nihil.<br />
50 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Lebih parah, kemelut tersebut layakanya cakrawala berujung semu.<br />
Lihatlah gedung-gedung besar, pencakar langit, hotel, perumahan,<br />
restoran, bandara, serta pemukiman penduduk kota hingga pelosok<br />
negeri. Hampir semua berbentuk sama. Berwujud persegi dengan pernakpernik<br />
yang hampir mirip satu dengan lainnya. Sepintas lalu, tak ada hal<br />
yang membedakan arsitektur Indonesia dengan negara lain. Pun kini<br />
hampir tak ada beda rumah di satu daerah dengan daerah lainnya. Padahal<br />
tiap daerah memiliki keunikan dan kekhasannya sendiri. Inilah Banalitas.<br />
Pendangkalan akibat modernitas yang diintrodusir dan direproduksi<br />
terus menerus.<br />
Salah satu contoh nyata dari kondisi ini ada di Desa Kandar, Pulau<br />
Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Sebuah desa yang<br />
dapat dikategorikan sebagai remote area karena minimnya akses. Satu<br />
dari tujuh desa di sebuah pulau kecil yang menjadi bagian terluar dari<br />
Indonesia. Penjaga garis selatan negeri yang hanya memerlukan dua jam<br />
perjalanan menggunakan speedboat untuk sampai batas teritorial negara<br />
Australia.<br />
Tampak depan sebuah rumah tradisional desa Kandar<br />
yang masih memakai kayu dan atap rumbia<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
51
Salah satu ruas jalan di desa Kandar. Menampilkan bentuk rumah yang lebih modern dengan<br />
tambah batako dan beratap asbes<br />
Membayangkan posisinya, sepintas akan tergambar sebuah desa<br />
dengan keadaan alam yang bersih, kuatnya hukum adat, konsumsi<br />
makanan dan minuman tradisional, tak ketinggalan pula rumah-rumah<br />
adatnya. Ya, untuk beberapa hal seperti alam dan adat memang benar<br />
demikian. Sayangnya, kini arsitektur rumah penduduk di Desa Kandar<br />
tak lagi seperti nenek moyangnya.<br />
Dilihat dari bentuk dasar dan konstruksi, rumah-rumah di desa<br />
ini sudah tak ada bedanya dengan perumahan di daerah lain. Berbentuk<br />
persegi. Pun dibangun di atas fondasi yang berbentuk persegi. Tata letak<br />
ruangannya juga persis dengan perumahan pada umumnya. Hampir tak<br />
ada kesan atau citra bahwa rumah itu bertempat di salah satu daerah<br />
terluar Provinsi Maluku.<br />
52 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Sebenarnya, jika diamati lebih mendalam masih terlihat konstruksi<br />
bangun yang disinyalir menjadi ciri khas rumah adat masyarakat MTB.<br />
Pulau Selaru pada khususnya. Terlihat dari bagian atap beberapa rumah<br />
yang masih setia menggunakan daun rumbia. Berdasarkan pengamatan<br />
dan perbincangan dengan beberapa warga, sekitar 15 tahun yang lalu<br />
mayoritas masyarakat masih menggunakan anyaman daun rumbia sebagai<br />
salah satu bahan membangun rumah. Tapi semenjak awal 2000-an, warga<br />
mulai mengganti atap mereka dengan bahan asbes.<br />
Berbagai alasan dan argumentasi pun muncul terkait penrubahan<br />
tersebut. Pertama, warga memilih asbes karena bahan ini dianggap lebih<br />
tahan lama. Bahkan beberapa orang menyatakan bahwa atap mereka–<br />
yang berbahan asbes–sudah bertahan selama 13 tahun dan belum sekalipun<br />
diganti sejak 2001. Kedua, biaya yang harus dikeluarkan antara atap<br />
berbahan rumbia dan asbes ternyata tidak berbeda jauh. Sehingga warga<br />
Rumah berbahan baku kayu dan rumbia<br />
yang mulai sulit ditemukan di desa kandar<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
53
tak perlu mengeluarkan terlalu banyak uang untuk pemeliharaan rumah<br />
mereka. Motif-motif berbasis efisiensi dan efektivitas inilah yang rata-rata<br />
menjadi pertimbangan warga dalam membangun rumahnya.<br />
Meski positif, di sisi lain perubahan tersebut tak selalu lebih baik.<br />
Sebab atap berbahan asbes cenderung menyimpan panas dan membuat<br />
ruangan lebih gerah dan pengap. Terlebih desa ini berada di daerah<br />
pantai yang cenderung lebih panas. Kenyamanan rumah yang seharusnya<br />
menjadi pertimbangan utama pun akhirnya harus dikorbankan. Efisiensi<br />
dan efektivitas yang berbau ekonomis ini berimbas pada hilangnya esensi<br />
sebuah rumah.<br />
Sedangkan atap dari daun rumbia memiliki kelebihan mampu<br />
menyeimbangkan suhu di dalam rumah. Di siang hari yang terik, suhu<br />
di dalam rumah cenderung lebih sejuk. Tidak sepengap dan sepanas atap<br />
berbahan asbes. Sedang pada malam hari panas yang tersimpan oleh daun<br />
rumbia akan menghangatkan rumah dan membuat suhu terasa nyaman<br />
untuk beristirahat. Terlebih lagi, rumbia merupakan tanaman yang lahir<br />
dan besar di daerah MTB. Pelestarian dan pemanfaatan tanaman ini<br />
bisa dilihat sebagai lambang kearifan lokal serta wujud nyata kedekatan<br />
manusia dengan alamnya. Bukan semata-mata eksploitasi alam oleh<br />
manusia.<br />
Tapi di sisi lain, kelebihan ini juga memiliki kelemahan jika dibandingkan<br />
dengan atap berbahan asbes. Sebab biaya perawatan atap<br />
berbahan rumbia cenderung lebih besar dari asbes. Setidaknya tiap tiga<br />
tahun sekali atap dari anyaman rumbia ini harus dirawat, diperbaiki,<br />
bahkan dalam beberapa kasus diganti. Biaya jasa pembuatan dan<br />
pemasangan atap ini pun cenderung lebih mahal. Pun ketika angin<br />
kencang atap anyaman ini memiliki resiko bergeser, terkelupas atau lepas.<br />
Dampaknya ketika hujan turun tak jarang terjadi kebocoran di dalam<br />
rumah.<br />
54 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Pada akhirnya, inilah wajah nyata dari modernitas. Merangsek<br />
sampai ke daerah terkecil sebuah negara. Ekspresi yang tampak gagah<br />
namun sebenarnya muram. Meluluhkan setiap batas dan menghilangkan<br />
berbagai ciri khas. Alhasil, bentuk arsitektural bangunan berbagai daerah<br />
di Indonesia hampir tak ada bedanya. Semua serupa. Bahkan di seluruh<br />
dunia semuanya sama dan seragam. Semua didisiplinkan. Inilah salah satu<br />
bukti dari apa yang didengungkan Karl Marx dan Engels dalam Manifesto<br />
Komunis-nya. Pembunuhan yang Selalu Gagal jika mengutip Hikmat<br />
Budiman. Ketika semua batas geografis, etnisitas, kelas, nasionalitas,<br />
agama, bahkan ideologi–hal yang padat–luntur dan hilang karena<br />
penyembahan dan pengillahian terhadap modernitas. Semua yang padat<br />
menguap ke angkasa! [Hartmantyo Pradigto Utomo]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
55
56 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Berada Di Tengah Kandar<br />
Bukan Berubah Tetapi Beradaptasi<br />
Hasrat, keinginan, dan ambisi untuk mendedikasikan diri<br />
kepada masyarakat menjadi kekuatan untuk berangkat<br />
menuju Desa Kandar. Sebuah desa yang terletak di Kecamatan<br />
Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Berbagai macam bentuk<br />
usaha dan perencanaan telah dilaksanakan. Demi hasrat, keinginan,<br />
dan ambisi untuk berangkat menuju Desa Kandar. Berbagai macam<br />
rintangan ataupun halangan dapat dilewati dengan cukup baik sehingga<br />
mendapatkan kepastian untuk mengabdi bagi masyarakat. Perencanaan<br />
untuk kegiatan selama mengabdi mulai disusun kembali serinci mungkin.<br />
Merasa perencanaan cukup matang, keberangkatan menuju Desa Kandar<br />
dilakukan dengan penuh percaya diri. Namun, pada saat benar-benar<br />
mengabdi semua perencanaan itu seakaan tidak berguna. Semua harus<br />
disusun kembali. Berbagai macam perdebatan dan argumentasi terjadi.<br />
Dalam hal ini rupanya ada satu hal yang terlupakan oleh tim. Itulah<br />
kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.<br />
Perencanaan untuk perubahan tidak seutuhnya ditentukan oleh<br />
individu atau sekelompok manusia. Seperti orang pertama yang hendak<br />
mendaki gunung tertinggi, pendaki akan memiliki semua persiapan dan<br />
rencana. Apakah selalu rencana itu yang akan membawanya ke puncak<br />
gunung? Pada kenyataannya tantangan, cobaan dan kesulitan tidak<br />
hentinya menerpa meski rencana telah dibuat. Hingga akhirnya pendaki<br />
harus mengubah seluruh rencananya jika ingin sampai di puncak. Rencana<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
57
Keceriaan anak-anak di desa Kandar ketika<br />
perayaan Hari Kemerdekaan<br />
pun diubah dan ia berhasil menaklukkan puncak. Semua dilakukannya<br />
dengan beradaptasi dengan gunung dan sekitarnya. Adaptasi menjadi<br />
jalan untuk menuju keberhasilan dan kebahagiaan.<br />
Seperti si pendaki, hal serupa juga dilakukan tim ketika mengabdi<br />
pada masyarakat di Desa Kandar. Tim Pengabdian Masyarakat Desa<br />
Kandar memilih untuk melupakan perencanaan yang ada dan beradaptasi<br />
untuk menuju keberhasilan. Setiap kegiatan ataupun acara yang akan<br />
dilaksanakan oleh tim pemberdayaan diawali melalui adaptasi dengan<br />
masyarakat juga lingkungan. Karena semakin berusaha untuk mengubah<br />
keadaan sesuai perencanaan, keberhasilan dan kebahagiaan bisa jadi<br />
semakin jauh dan tidak terlihat.<br />
Bukan ketidakberhasilan perencanaan yang kami takutkan. Tapi<br />
bisakah kami memfasilitasi dan mengarahkan harapan serta kebutuhan<br />
58 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
masyarakat desa? Pada titik ini kami hanya berusaha memikirkan apa<br />
yang harus dilakukan dan bisa diberikan untuk masyarakat. Terpikir<br />
bahwa hidup di saat ini adalah inti kehidupan. Jika bisa menerima inti<br />
kehidupan, masa depan pastinya bisa diterima dengan kesabaran dan<br />
keberanian. Hal itulah yang selalu terpikir dalam setiap detik, menit, jam,<br />
ataupun hari dalam pengabdian di Desa Kandar.<br />
Seiring berjalannya waktu, tak terasa telah dihasilkan papan<br />
informasi, tangga nelayan, rumah baca, acara perayaan Hari Kemerdekaan,<br />
berbagai penyuluhan kesehatan serta kegiatan pengajaran baik formal<br />
maupun informal. Tapi bukan hal itu yang membuat Tim KKN-PPM<br />
Desa Kandar berhasil atau sukses. Pengabdian masyarakat sukses ketika<br />
masing-masing anggota mampu memberikan cinta kasih, pengetahuan,<br />
dan kekayaan kepada setiap elemen masyarakat. Pun dengan mengajarkan<br />
kepada anak dan remaja mengenai kebaikan dan keburukan.<br />
Setiap anggota tim berusaha menunjukkan nikmatnya hidup damai<br />
tanpa permusuhan. Bahwa jangan sampai permusuhan antara beberapa<br />
pihak terwarisi kepada generasi penerus. Sebab bila hal itu terjadi,<br />
akibatnya hanya akan menghasilkan ketakutan bagi generasi penerus.<br />
Ketakutan merupakan akar dari kedukaan yang tidak akan menyelesaikan<br />
apapun. Kini ataupun di masa depan. Meski memang, hal tersebut sulit<br />
untuk dilakukan atau dibayangkan kesuksesannya.<br />
Kelemahan banyak terlihat di sana sini dalam proses pengabdian<br />
di Desa Kandar. Baik dari masing-masing anggota maupun keseluruhan<br />
tim. Tapi, seseorang yang tidak membiarkan kelemahan mengalahkannya,<br />
meyakini kebenaran di dalam hatinya, memiliki harapan untuk<br />
mengubah keadaan. Begitu pula dengan kerja keras menanamkan nilai<br />
kebenaran kepada setiap elemen masyarakat. Usaha tersebut pasti bisa<br />
mengubah keadaan. Sebab meski Tuhan memberi manusia kelemahan,<br />
keberhasilannya ditentukan oleh orang itu sendiri.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
59
Akhirnya, tibalah waktu penjemputan tim pengabdian di Desa<br />
Kandar. Perayaan perpisahan yang meriah diadakan hingga pagi menjelang.<br />
Berdansa dan pesta bersama masyarakat memaksa tim bersuka<br />
cita. Meski ditengah kesedihan akan berpisah dengan masyarakat Desa<br />
Kandar. Teman yang mengajarkan berbagai macam hal dalam menjalani<br />
kehidupan. Mengajarkan penerimaan hidup yang apa adanya dalam<br />
menuju kedamaian.<br />
Setelah 38 hari mengabdi, inilah yang kami dapatkan. Pelajaran yang<br />
kami petik dari masyarakat di Desa Kandar. Ketika manusia terlena dalam<br />
menggapai keinginannya tanpa memikirkan harapan orang lain, itulah<br />
akar sebuah konflik. Oleh karenanya manusia harus berusaha menerima<br />
hidup meski dengan berbagai cobaan dan rintangan. Pun manusia harus<br />
belajar menerima kebahagiaan dengan apa adanya. Menerima setiap<br />
manusia sebagai saudara, termasuk kelebihan dan kekurangannya. Serta<br />
mampu berbagi demi mencapai harapan bersama.<br />
[Wardhana Handythio Sudihanto]<br />
60 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Secercah Sinar di Pendidikan<br />
K<br />
“ aka, mari beta antar. Kalau mau beli es di Bapa Mas Tua pung<br />
rumah,” kata seorang anak kepada saya.<br />
Saat itu, cuaca di Kandar memang cukup panas. Dan teman yang<br />
tinggal serumah dengan saya, Robi, meminta saya untuk membeli soda.<br />
Sempat terpikir, bagaimana cara mendapatkan sekaleng soda dingin di<br />
wilayah yang termasuk dalam remote area seperti ini?<br />
Tapi sekelompok anak lalu mendatangi saya dan menawarkan<br />
bantuan. Salah seorang dari mereka, Atyat, begitu bersemangat dan<br />
menarik lengan saya. Hanya untuk menunjukkan tempat membeli soda.<br />
Jasa pengawalan yang ditawarkan anak-anak ini tentunya tidak gratis.<br />
Saya pun harus membelikan es Kiko sebagai imbalan bagi masing-masing<br />
anak. Momen ini menjadi awal perkenalan saya dengan anak-anak Desa<br />
Kandar. Suatu perkenalan yang lucu dan sangat melekat dalam memori.<br />
Pertama kali melihat anak-anak ini saya sempat berpikir, bagaimana<br />
mungkin mereka tahan dengan didikan begitu keras yang diterapkan<br />
masyarakat desa ini? Sebab ketika dihukum dengan kekerasan, mereka<br />
biasanya hanya pasrah tanpa tahu dan mempertanyakan hukuman<br />
tersebut. Mengapa saya harus dihukum dengan begitu keras? Tak bisakah<br />
hukuman itu hanya berbentuk omongan tanpa melayangkan tangan?<br />
Pertanyaan-pertanyaan yang belum tentu pernah terpikirkan oleh mereka.<br />
Sebagai seorang anak, mereka tentunya ingin dan butuh seseorang yang<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
61
Siswa-siswa kelas 5 SD Kristen<br />
mampu dijadikan teman berdialog bukan? Sesosok teman yang mungkin<br />
sulit mereka dapatkan.<br />
Perlakuan keras yang dialami anak-anak tak ayal membuat kami<br />
kesulitan dalam pelaksanaan program pendidikan. Pasalnya, menghadapi<br />
anak-anak seusia SD ini seperti tak bisa tanpa kekerasan. Lantaran mereka<br />
sudah terbiasa diperlakukan demikian baik oleh orang tua maupun guru.<br />
Meski kami telah berjanji untuk tidak mengayunkan tangan dalam<br />
menjalankan program, karakter yang terbentuk oleh perilaku keras ini<br />
ternyata menyulitkan jika hanya diingatkan melalui perkataan.<br />
Kami bahkan sempat kewalahan mengondisikan kelas karena anakanak<br />
yang sulit diatur sebab mereka kami posisikan sebagai teman. Tapi<br />
sepanjang perjalanan kami tetap berusaha sabar dalam menghadapi anakanak<br />
tersebut. Sebab kami hadir bukan hanya untuk tampil sebagai guru.<br />
62 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Tapi juga sahabat, bahkan keluarga bagi mereka. Kami pun memutuskan<br />
melakukan pendekatan personal terhadap beberapa anak yang dianggap<br />
sulit diatur. Metode ini berhasil. Kami bahkan mendapatkan tempat<br />
tersendiri di hati mereka. Karena ternyata selama ini belum ada orang<br />
dewasa yang menjadi begitu dekat dengan anak-anak di desa ini.<br />
Di samping karakter, metode pembelajaran yang kami tawarkan juga<br />
terhambat oleh materi. Penyebabnya, materi yang tersedia sebagai bahan<br />
ajar tidak sesuai dengan keadaan anak-anak di Desa Kandar. Contohnya<br />
saja, buku-buku pegangan guru di kelas satu SD sudah mewajibkan<br />
kemampuan berhitung dan membaca bagi anak. Pada kenyataannya,<br />
anak-anak kelas 1 SD mayoritas belum bisa berhitung maupun membaca.<br />
Bahkan ada pula siswa yang belum bisa membaca dan berhitung meski<br />
sudah menginjak kelas 4 SD.<br />
Buku-buku teks mata pelajaran yang ada di Baileo, perpustakaan desa<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
63
Melihat kenyataan itu, kehadiran pendidikan formal di sini<br />
tentunya patut dipertanyakan. Realitas tersebut juga memperlihatkan<br />
bahwa keberadaan PAUD di daerah Kandar belum dimanfaatkan dengan<br />
baik keberadaannya. Pun fasilitas ini sepertinya juga belum mendapat<br />
perhatian yang cukup. Padahal, kehadiran PAUD sangat dibutuhkan<br />
guna mempersiapkan anak memasuki jenjang yang lebih tinggi. Sekolah<br />
Dasar.<br />
Akan tetapi, kendala-kendala tersebut serasa terlupakan jika<br />
kami sudah berkumpul dengan anak-anak ini. Meski dihimpit oleh<br />
berbagai persoalan dalam implementasi akademis, terlihat harapan dan<br />
keinginan untuk mendapat pendidikan yang layak di mata mereka.<br />
Saya pun mendapat banyak pelajaran dari anak-anak ini. Saya belajar<br />
untuk menghadapi segala hal dengan senyum dan kegembiraan. Meski<br />
terkadang hanya tersedia sedikit ruang untuk merangkul kebahagiaan.<br />
Saya pun belajar mengasihi dan menerima orang lain dengan tulus dari<br />
anak-anak ini.<br />
Memang berat rasanya harus mengucapkan perpisahan dengan<br />
para sahabat kecil saya di Kandar. Mereka selalu datang ke rumah saya<br />
bermukim. Terkadang hanya untuk mengajak bermain. Keadaan terasa<br />
begitu sepi ketika saya harus kembali berhadapan dengan tembok kamar<br />
kos yang hanya menawarkan kesendirian. Pun ruang-ruang perkuliahan<br />
yang kembali menarik saya untuk berkutat dengan dunia akademik.<br />
Tak ada lagi teriakan-teriakan lugu, “Kaka...kaka!!” dari mereka.<br />
Atau sekadar permohonan, “Kaka, beli beta es dolo”.<br />
Rasa haru sangat terasa ketika anak-anak ini menelepon pada suatu<br />
waktu. Saya ingat kala itu Atyat bertanya, “Kaka, kapan kembali ke Kandar?<br />
Oktober ka? Kaka bale jua... Beta janji beta seng akan bakalai lai”.<br />
Waktu itu saya bahkan tak tahu harus menjawab apa. Namun,<br />
begitulah seharusnya. Saya hanya berharap agar kehadiran kami di Kandar<br />
64 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
tak hanya untuk kepentingan pragmatis akademik belaka. Tapi menjadi<br />
inspirasi bagi anak-anak untuk terus tumbuh. Berkembang. Terlebih, saya<br />
sebagai anak daerah berharap agar apa yang telah dilakukan bisa membuat<br />
saya menjadi bagian dari kampung ini. Meski memang tak banyak yang<br />
mampu saya lakukan.<br />
Hanya berusaha memberikan secercah harapan. Bagi adik-adik saya<br />
agar terus maju. Meraih pendidikan setinggi-tingginya. Dan kembali<br />
untuk membangun negeri kami. [Barzilay Evans Masela]<br />
“Untuk Atyat, Bebetik, Ammo, Michael, Monces, Eka, Brandy dan semua<br />
anak-anak Kandar yang lain.”<br />
Terima Kasih.....................<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
65
66 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Istimewa<br />
Kapan kau terakhir kali memuji seseorang? Kapan terakhir kali orang<br />
memujimu?<br />
***<br />
Ingatkah, ketika kecil orang-orang di sekitarmu selalu memujimu.<br />
Membenarkan segala tingkah lakumu. Menuruti segala apa maumu.<br />
Memperlakukanmu bagai raja dan ratu. Mereka akan menahan<br />
pinggangmu agar kau bisa berdiri tegak. Menuntunmu hingga kau bisa<br />
berjalan dengan gagah. Mengangkatmu kala terjatuh. Menyuapimu<br />
kala lapar. Menenangkanmu kala menangis. Mendendangkan lagu<br />
kala kau mengantuk. Dan mengalah kala kau merajuk. Mereka tak<br />
segan melakukan apapun hanya untuk melihatmu tersenyum, tertawa.<br />
Mereka bilang senyummu sudah cukup untuk membuat mereka bahagia.<br />
Melupakan segala masalah. Menguapkan segala amarah. Semua karena<br />
kehadiranmu. Kamu. Aku. Kami. Kita. Dia. Mereka.<br />
***<br />
Ada pepatah menyebutkan, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.<br />
Jadi perilaku anak mencerminkan didikan orang tuanya. Apabila si anak<br />
tumbuh menjadi anak baik, penurut, tak neko-neko, didikan orang tua<br />
akan dianggap berhasil. Tapi jika sang bocah tumbuh jadi pembuat onar,<br />
berandal, tak tahu aturan, semua karena ketidakmampuan orang tua<br />
mengasuh anak.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
67
Anak-anak desa Kandar ketika bermain bersama di sore hari selepas sekolah<br />
Tak mau disalahkan, orang tua akan membela diri dengan menyalahkan<br />
sang anak. “Anak tak tahu diuntung, sudah disekolahkan masih<br />
saja bodoh.” “Kau terlalu banyak bergaul dengan A, si anak berandal itu.<br />
Makanya kau sekarang jadi membantah pada orang tua.” “Anak tak berguna!<br />
Apa lagi yang kau bisa selain membuat orang tuamu marah?”<br />
Lalu orang tua akan berdalih bahwa mereka telah berusaha sebisa<br />
mereka untuk mengajari anak-anaknya. Tapi dasar si anak yang bengal,<br />
mau berapa kali dimarahi mereka tak akan pernah berubah. Ya, setidaknya<br />
kejadian-kejadian seperti ini sering muncul dalam sinetron-sinetron<br />
Indonesia ketika orang tua sedang memarahi sang anak. Tak percaya?<br />
Tonton saja sinema-sinema yang sudah mengantre tayang mulai pukul<br />
17.00-22.00 WIB di stasiun televisi berkelas nasional itu.<br />
Selama bertugas di Desa Kandar tim pernah memberi instruksi<br />
pada siswa SMP untuk membuat beberapa karangan. Sedangkan siswa<br />
68 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
SD pernah diminta membuat pantun atau puisi ketika belajar bersama di<br />
Baileo – Perpustakaan desa. Nantinya dalam buku ini akan ditampilkan<br />
beberapa dari sekian banyak karya yang terkumpul termasuk gambar hasil<br />
green mapping oleh siswa SD.<br />
Dalam proses pembacaan karya tersebut ada beberapa ironi yang<br />
kami rasakan, meski tak banyak memang. Contohnya, ada beberapa<br />
tulisan yang setelah dibaca ternyata sama persis satu dengan lainnya.<br />
Karya itu ditulis dengan kalimat yang sama, titik koma tak berbeda,<br />
pun format penulisannya serupa. Pembedanya hanyalah tulisan tangan<br />
yang jelas berbeda. Tak hanya itu, ada juga beberapa karya yang ditulis<br />
lebih dari satu orang. Jadi sepertinya beberapa paragraf awal ditulis si A<br />
sedang sisanya ditulis oleh B. Meski tak semua, keadaan ini jujur cukup<br />
memprihatinkan. Mengetahui itu, kami memang tidak marah, apalagi<br />
mengatai anak tersebut bodoh atau memukuli mereka. Tidak, kami tidak<br />
melakukan itu. Hanya saja, tetap ada rasa kecewa dan sedih melihat hal<br />
ini.<br />
Setelah dicermati, sepertinya ada beberapa hal yang menjadi faktor.<br />
Asumsi pertama, anak-anak itu merasa terbebani dengan tugas yang<br />
kami berikan. Kedua, mereka tidak terlalu menganggap serius kami<br />
sebagai–anggap saja–tenaga pengajar dadakan. Berikutnya, kapabilitas<br />
kami sebagai pengajar waktu itu tidak mumpuni. Keempat, mereka tidak<br />
terbiasa mengarang dan mengalami kesulitan dalam mengerjakan. Nah,<br />
keempat poin di atas dianggap sangat mungkin memengaruhi kinerja<br />
para siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.<br />
Pernah dan masih menjadi siswa, saya sangat mengerti perasaanperasaan<br />
seperti itu. Perasaan sebal, malas dan terbebani, pun berkurangnya<br />
jam bermain karena tugas. Setidaknya pemikiran-pemikiran seperti ini<br />
pernah melintas ketika berperan sebagai seorang siswa. Tapi, di usia ini<br />
keuntungan mulai terasa dari beberapa tugas yang diberikan guru semasa<br />
sekolah dulu. Paling tidak, tuntutan tugas yang banyak berhubungan<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
69
Salah satu siswa kelas 3 sedang mencatat penjelasan yang diberikan oleh Tim<br />
dengan tulis-menulis membuat pelajaran Bahasa Indonesia berguna<br />
meski sebelumnya terasa sangat membosankan. Setidaknya kini saya<br />
mengerti penggunaan kata ‘di-‘ yang sering kali salah tempat. Begitu pula<br />
dengan sebagian besar kata kerja berawalan K, T, S, dan P penulisannya<br />
akan meluruh jika berimbuhan ‘me-‘, dsb. Lantas karena tugas-tugas<br />
mengarang yang membosankan saya jadi mengerti apa itu latar, alur, tokoh<br />
dan penokohan, dll. Paling tidak ada dasar. Dasar yang pada waktunya<br />
memang harus dikembangkan.<br />
Dari beberapa kali pengalaman masuk kelas, saya mendapati<br />
bahwa sepertinya siswa tidak terbiasa mengembangkan imajinasinya.<br />
Pun mereka tak terbiasa berbicara di depan kelas sehingga cenderung<br />
malu dan rendah diri. Sekali lagi ini tidak terjadi pada seluruh siswa,<br />
hanya saja mayoritas siswa yang ditemui menunjukkan kecenderungan<br />
70 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
demikian. Pada level kelas lima misalkan, para siswa terlihat kesulitan<br />
ketika diminta menceritakan hobi. Kala itu kami tidak mengharapkan<br />
karangan panjang, hanya satu atau dua paragraf saja cukup. Tapi ternyata<br />
proses penulisan ini memakan waktu lebih dari setengah jam pelajaran.<br />
Padahal jika dipikir lagi, apa sih sulitnya menceritakan hobi? Bukankah<br />
hobi identik dengan kegemaran? Ketertarikan pada suatu kegiatan<br />
yang sering kali dilakukan kala senggang atau malah sengaja dilakukan.<br />
Sekadar bersih-bersih rumah pun bisa diidentifikasi sebagai hobi ketika<br />
memang dilakukan dengan senang hati. Sebab senyatanya memang ada<br />
orang yang hobi membersihkan rumah. Gantinya, orang-orang itu akan<br />
merasa puas dan mendapat kebahagiaan tertentu yang tak terjelaskan<br />
ketika pekerjaannya selesai. Sayangnya, tema sesederhana ini pun sulit<br />
untuk mereka ungkapkan dalam tulisan.<br />
Berawal dari hal-hal kecil semacam hobi, sesungguhnya imajinasi<br />
bisa dikembangkan ke manapun kita suka. Jangan salah, mereka yang<br />
suka berimajinasi bukanlah orang kurang kerjaan. Sebaliknya, imajinasi<br />
memiliki kekuatan luar biasa. Tak percaya? Senyatanya hampir semua<br />
benda yang kita gunakan saai ini berawal dari imanijasi lo. Bayangkan<br />
saya, telepon berawal dari kejenuhan masyarakat atas media komunikasi<br />
yang tak efektif dan efisien. Surat membutuhkan waktu lama dalam proses<br />
pengiriman. Merpati pos pun tidak lagi efektif penggunaannya. Bagaimana<br />
jika merpati itu tersesat di tengah perjalanannya menyampaikan pesan?<br />
Pesan tersebut tak akan pernah sampai dan respon yang ditunggu tak akan<br />
pernah datang. Kejenuhan ini lantas membuat manusia berimajinasi, dan<br />
berusaha sebisa mungkin untuk mewujudkan impiannya. Hasilnya, kini<br />
kita mengenal teknologi telepon. Bahkan saat ini juga ada smartphone,<br />
telepon yang terkadang malah lebih pintar daripada pemiliknya. Begitu<br />
pula yang terjadi pada lampu, baju, kendaraan bermotor, lemari pendingin,<br />
televisi, komputer, dan banyak hal lainnya. Apa yang kini kita anggap<br />
sebagai kewajaran ternyata berasal dari sebuah keinginan atau imajinasi<br />
yang mungkin dianggap gila.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
71
Salah satu siswa sedang menuliskan jawaban sebuah pertanyaan di depan kelas<br />
Kembali pada bahasan sebelumnya, dalam proses mengarang<br />
selama lebih dari setengah jam itu terlihat adanya keraguan dari para<br />
siswa untuk menuliskan sesuatu. Siswa seperti merasa takut mendapat<br />
tugas demikian. Mereka seakan takut membuat kesalahan. Entah apa<br />
yang pernah mereka alami, kami juga tak pernah tahu. Tapi mereka<br />
terlihat kesulitan mengeluarkan apa yang ada di dalam kepalanya melalui<br />
tulisan. Sejujurnya kami juga kurang mengerti apakah ini dipengaruhi<br />
oleh ketakutan mereka pada orang asing atau wajah kami memang<br />
menyeramkan kala itu. Yang jelas muncul keragu-raguan, kebingungan,<br />
juga ketakutan dari diri mereka. Alhasil ada beberapa siswa yang pada<br />
akhirnya tidak mengerjakan. Asumsi saya, waktu itu mereka merasakan<br />
72 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
takut entah karena apa, lalu rasa takut itu menghambat mereka untuk<br />
berpikir dan mempersulit proses penulisannya. Meski ada juga siswa yang<br />
sekadar malas berpikir atau mengetes kesabaran kami.<br />
Waktu yang sedikit membuat kami meninggalkan sejenak siswa yang<br />
sepertinya tak ingin menuliskan apapun. Kami melanjutkannya ke acara<br />
membaca cerita di depan kelas. Lihatlah, mereka terkesan takut dan malumalu<br />
untuk angkat tangan. Ketika membacakan tulisannya, ada kesan<br />
tidak percaya diri dari beberapa siswa. Mereka berkali-kali melihat kami<br />
dan bertanya apakah memang harus membacakan karangannya. Sebagian<br />
dari mereka berhasil mengatasi tekanan dan bersedia membacakan<br />
karyanya di depan kelas. Beberapa yang memang memiliki tenaga dan<br />
kepercayaan diri lebih bahkan membacakan karyanya dengan lantang.<br />
Tapi ada juga yang masih malu-malu dan membaca dengan suara sangat<br />
kecil sampai-sampai kami kesulitan mendengar padahal berada persis di<br />
sebelah mereka. Terlepas dari itu semua, ada kelegaan dan kebahagiaan<br />
yang terpancar dari wajah mereka seusai membaca serta mendapat tepuk<br />
tangan dari teman sebayanya. Ada yang tertawa penuh kebanggaan, tapi<br />
ada juga yang tersenyum malu-malu sambil menundukkan kepalanya.<br />
Ternyata maju ke depan kelas dan membacakan karya tak seseram<br />
kelihatannya. Setelah berhasil melewati awal yang terasa menakutkan<br />
itu, anak-anak ini mulai mudah diajak berkomunikasi dan lebih berani<br />
menunjukkan kemampuan di depan teman-temannya.<br />
Bagi mereka yang sudah memiliki kepercayaan diri tentunya tak<br />
jadi masalah jika harus melakukan suatu hal di muka umum. Tapi bagi<br />
mereka yang kurang percaya diri, menghadapi orang banyak bisa jadi<br />
momok yang sangat menakutkan. Hasilnya, akan sulit bagi mereka<br />
untuk mengembangkan dan membuktikan diri. Oleh karenanya ada<br />
kunci yang harus ditemukan untuk membuka dan mengembangkan<br />
potensi diri mereka. Sebab semua hal pasti memiliki kunci atau formula<br />
masing-masing agar bekerja maksimal. Di sinilah sekadar senyum atau<br />
pujian diperlukan. Tak perlu dipuji setinggi langit, pujian sederhana yang<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
73
sesuai dengan kerja keras mereka saja sudah cukup. Sebagai murid, saya<br />
juga pernah merasa marah dan kecewa ketika hasil kerja saya hanya dinilai<br />
jelek tanpa mempertimbangkan kerja keras yang dilakukan. Rasanya<br />
sebal ketika orang tua atau guru memarahi saya karena satu hal dan tidak<br />
menanyakan alasan saya melakukan hal A atau B. Paling tidak, dari apa<br />
yang saya rasakan saya beranggapan bahwa apa sih salahnya melihat niat<br />
atau usaha seseorang daripada langsung mencerca habis-habisan.<br />
Apakah begitu sulit mengatakan, “Bagus kamu sudah mau<br />
mengerjakannya, hasil karya ini tidak buruk tapi bukankah akan lebih<br />
menarik jika bagian A diubah sedikit menjadi B?” pernyataan seperti ini<br />
saya rasa sudah cukup melegakan. Tidak perlu gunakan kata-kata kasar<br />
seperti bodoh atau tak berguna. Kami pun tak perlu dipukul atau ditendang<br />
agar bisa mengerti. Setidaknya hargailah usaha kami, dengarkanlah alasan<br />
kami, dan kami akan lebih menghargaimu serta menuruti saranmu.<br />
Kami tak perlu pujian muluk-muluk. Kami hanya ingin diakui, usaha<br />
kami juga keberadaan kami. Sejatinya kalimat-kalimat positif itu akan<br />
lebih membantu dalam usaha pengembangan diri kami. Membuat kami<br />
lebih bersemangat mengeksplorasi hal baru, memperbaiki kesalahan dan<br />
memaksimalkan potensi. Kami pun akan berusaha sekuat tenaga agar<br />
tak mengecewakanmu. Kami berjanji. Sebab yang kami butuhkan hanya<br />
pengakuan. Dengan adanya pengakuan kami bisa percaya bahwa kami<br />
benar-benar ada. Bahwa keberadaan kami bukanlah sesuatu yang sia-sia.<br />
Setidaknya kami juga sama berartinya dengan orang-orang lain di sekitar<br />
kami.<br />
Hasilnya setelah proses pendekatan yang memakan waktu tak<br />
sebentar, kami mulai bisa dekat dengan anak-anak tersebut. Beberapa dari<br />
mereka pun tak pernah bosan mengitari kami dan sepertinya tak berniat<br />
lepas dari kami. Pada tahap ini, kami jadi lebih lancar berkomunikasi<br />
dengan mereka. Kami pun saling menceritakan pengalaman masingmasing,<br />
bermain dan bercanda bersama, dsb. Tak hanya di hubungan<br />
sehari-hari, hubungan kami di kelas pun berkembang makin baik. Para<br />
74 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
siswa tak lagi merasa malu dan lebih mudah mengungkapkan apa isi<br />
kepalanya. Mereka mulai mau menceritakan pengalaman-pengalamannya,<br />
menuliskan keinginan-keinginannya, dan mengembangkan imajinasinya.<br />
Akhirnya, inilah beberapa hasil dari perjalanan pemikiran yang kami<br />
lakukan bersama. Lihatlah betapa hebat kemampuan mereka. Lihatlah<br />
betapa indah dan tulus karya mereka. Sebab tak ada anak yang tak<br />
berguna. Sebab semua anak itu istimewa.<br />
***<br />
Kapan kau terakhir kali memuji seseorang? Kapan terakhir kali<br />
orang memujimu? Siapa yang tahu apa yang bisa diubah oleh sebuah<br />
pujian dan pengakuan? [Dian Puspita]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
75
76 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Karya Anak Sekolah<br />
SD (Pantun)<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
77
78 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
79
80 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Karya Anak Sekolah<br />
SD (Poster)<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
81
82 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
83
84 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
85
86 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
87
88 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Karya Anak Sekolah<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
89
90 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
91
92 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Hari Bersamamu<br />
Kutapakkan kaki ini<br />
Langkah pasti menyambut hari<br />
Kulihat di ujung sana<br />
Di bibir pantai nan elok<br />
Penuh batu karang yang terhempas ombak lautan<br />
Tergambar jelas di bola mataku<br />
Saat pagi buta menyapa jiwa<br />
Sosok penuh doa dan harap<br />
Berlari melawan derasnya arus<br />
Dan di genggaman tangannya<br />
Kulihat sebuah nikmat Tuhan<br />
Penyambung kehidupan<br />
Nyanyian burung<br />
Hembusan angin<br />
Deburan ombak<br />
Goyahkan dedaunan<br />
Iringi langkahku<br />
Lalui kekosongan jiwa<br />
Hadapi rintangan kehidupan<br />
Wujudkan mimpi dan harapan<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
93
Saat senja tiba<br />
Menyambut senyum sang bulan<br />
Aku terperangah menatap langit<br />
Mataku tak berkedip<br />
Nafasku terasa sulit<br />
Sungguh, aku tak dapat berkelit<br />
Tak jemu mataku memandang<br />
Jutaan kilau bintang di langit<br />
Hiasi malam-malamku disana<br />
Di desaku...<br />
Kandar<br />
[Vitriyani Tri Purwaningsih]<br />
94 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Izinkan Aku, Tuhan<br />
Menadahkan tangan<br />
Memohon pada Tuhan<br />
Tunjukkan... Bisikkan... Berikan... Yakinkan... Mantapkan<br />
Pilihan-Mu untukku, Tuhan<br />
Yang terbaik dan bisa kupertanggung jawabkan<br />
Untuk sebuah pengabdian<br />
Ijinkan aku, Tuhan<br />
Mewujudkan impian dan harapan<br />
Pengabdian di bawah awan<br />
Yang tak pernah menjadi sorotan<br />
Bahkan tak dipedulikan<br />
Restui aku, Tuhan<br />
Merasakan apa yang seharusnya ku rasakan<br />
Menelan apa yang seharusnya ku telan<br />
Melakukan apa yang seharusnya ku lakukan<br />
Berjalan di atas garis kesulitan<br />
Cobaan kehidupan<br />
[Vitriyani Tri Purwaningsih]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
95
96 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Kekuatan Mimpi<br />
Perjalanan ini, akhirnya terjadi<br />
Awalnya hanya mimpi<br />
Kita berjuang dan berkorban<br />
Demi sebuah kata “pengabdian”<br />
Bakti kami untuk pelosok negri<br />
Bakti kami untuk Indonesia<br />
Bukan segudang uang<br />
Apalagi layang-layang terbang<br />
Melainkan cinta yang tulus<br />
Dan juga sayang kami<br />
Yang kan mematahkan segala rintangan yang menghadang<br />
Yang juga kan menguatkan kami tuk tetap datang<br />
Di Desa 1001 Pesona di Langit,<br />
Kandar...<br />
[Vitriyani Tri Purwaningsih]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
97
98 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Segala Tentangmu<br />
Aku pasti akan meninggalkan semua ini<br />
Ragaku akan jauh terpisah<br />
Jauh dan sangat jauh...<br />
Dipisahkan oleh luasnya lautan, besarnya dunia<br />
Tubuhku memang tak di sana lagi<br />
Tapi hatiku tak bisa mengingkarinya<br />
Ingatanku takkan luput<br />
Cintaku takkan pudar<br />
Banggaku takkan pupus<br />
Dan pandanganku takkan berpaling<br />
Dari keindahanmu, keelokanmu<br />
Keramahanmu, ketulusanmu<br />
Dan kasih sayangmu<br />
Segala yang terbaik tentangmu<br />
Akan tetap hidup di relung hatiku<br />
Kaulah desaku... Kandar<br />
[Vitriyani Tri Purwaningsih]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
99
100 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Elegi Teras Negeri<br />
Lewat lorong-lorong sunyi ini,<br />
aku terpaku pada desir angin<br />
yang tak menghembuskan apa-apa<br />
Terpampang nyata perbatasan negara<br />
Melempar tanya, apakah ini Indonesia?<br />
Ingatan ini membawaku berjalan-jalan,<br />
menyusuri setiap butir debu perbatasan<br />
Selalu ada orang yang melambaikan tangan<br />
kepada siapa saja yang melintas<br />
Berharap pelita datang membawa perubahan<br />
Selalu tampak warna-warni kain tenun,<br />
disetiap arah pandangan ditujukan<br />
Merajut budaya kedaerahan,<br />
menceritakan keindahan dan kekayaan<br />
Namun tetap tak cukup merubah keadaan<br />
Diantara rapuhnya bangunan kelas,<br />
jangan bicarakan keadaan dunia,<br />
jangan bicarakan masa depan bangsa<br />
Lagu Indonesia Raya pun belum tentu bisa<br />
Apalagi ditanya ibukota negara<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
101
Ah.. tubuhku mulai basah<br />
Bermandi peluh pasrah<br />
Kemudian aku berlari pada sudut teras negeri<br />
Berjahitkan merah putih di kepala<br />
Berkatalah dengan bangga wahai Bumi Lusila<br />
Akulah bangsa Indonesia<br />
[Rizky Nabila Febriandani]<br />
102 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Ketika Jam Dinding Tak Menempel di Dinding<br />
Awan hitam menggantung tebal dilangit gelap. Menambah pekat<br />
yang masih menyelimuti desa. Mata terkerjap melawan rasa<br />
kantuk dan dinginnya udara tiap pagi. Tapi angin musim timur<br />
yang tiada henti merangsek kencang membuat Kandar seolah masih lelap<br />
dalam tidurnya. Bahkan matahari di ufuk timur pun tak cukup berani<br />
mengusik desa.<br />
Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk merefleksi diri sejenak<br />
ditemani heningnya desa. Hari demi hari masa transisi kami lewati dengan<br />
adaptasi. Dengan kue buatan sendiri dan teh hangat manis lah tenaga<br />
kami diisi tiap pagi. Sebelum melangkahkan kaki ke pusat pendidikan<br />
desa yang berjajar dalam satu komplek. SMPN 4 Selaru, SD Inpres, SD<br />
Kristen, dan PAUD.<br />
Menuju sekolah, sering kami dapati anak-anak di desa melakukan<br />
aktivitas pagi dengan santai. Beberapa duduk-duduk santai di depan<br />
rumah. Lainnya bahkan masih bermain. Terkadang kami pun ikut<br />
memanggil dan mengajak mereka pergi ke sekolah. Anak-anak ini<br />
tidak sadar bahwa jam sudah bergulir dan menunjukkan waktu masuk<br />
sekolah. Alasannya sederhana. Karena jam dinding tak lagi menempel di<br />
dinding.<br />
[Rizky Nabila Febriandani]<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
103
Selamat Jalan Bapak Christoper Colombus Lodarmase.<br />
Semoga Bapak tenang duduk di sebelah kanan Allah Bapa.<br />
Terimakasih untuk bimbingan dan kebaikan Bapak kepada kami.<br />
Bapak akan selalu ada di hati dan benak kami.<br />
Doa kami menyertaimu.<br />
104 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
105
Profil Personal Tim<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
107
Adhi Rakhmat atau biasa dipanggil Adhi (baca : Adi). Lahir di<br />
Jakarta, kemudian menjalani masa pubertasnya di Medan. Setelah<br />
lulus SMA, tertantang untuk kembali ke tanah kelahiran dan<br />
alhamdulillah diterima di S1 Teknik Industri UGM. Waktu KKN<br />
sok-sok-an milih yang jauh, untungnya ada yang mau nerima.<br />
Padahal sampai sana langsung minta pulang.<br />
Salah satu personel macho(?) MLK03.<br />
108 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Barzilay Evans Masela, aku anak mama...<br />
kurang percaya diri, suka PHP, tulus.. Udah<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
109
Dian Puspita Lodarmase a.k.a Dian. Manusia biasa<br />
yang tak pernah luput dari dosa. Mahasiswa asal Kota Malang<br />
yang sedang berusaha mengejar gelar sarjana. Masih belum<br />
dan gak akan bisa move on dari Desa Kandar.<br />
110 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Erik Tyson (baca : Tison) Sidauruk Lodarmase. Batak-Maluku<br />
Tulen. Seorang anak laki-laki yang terlahir di keluarga hebat 22<br />
tahun yang lalu. Seorang dengan beban hidup dan tanggungan yang<br />
bakal berat. Calon Geofisikawan dari UGM ini adalah penikmat<br />
ikan teri dan masakan padang. Kandar, terlebih Bapa<br />
Kis Lodarmase telah mengajarkan arti hidup sederhana<br />
namun bahagia. Pengalaman di Desa Kandar dijadikannya<br />
suatu cerminan hidup di kala jenuh dan<br />
hendak bersungut-sungut.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
111
Evan Rinaldi Winarto, seorang mahasiswa Teknik Industri<br />
UGM asal Solo dengan wajah ala2 korea. Merupakan satusatunya<br />
anggota KKN dengan kadar ke”cina”an paling tinggi.<br />
Saat buku ini ditulis, pria ganteng ini masih<br />
dalam keadaan single.<br />
112 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Gina Anggia Putri, dari kecil sering dipanggil Gina. Mahasiswi<br />
Kehutanan UGM Jurusan Konservasi yang doyan makan dan<br />
traveling. Setelah KKN di Maluku Tenggara Barat banyak sekali<br />
pengalaman berharga yang didapatkan, terutama pengalaman<br />
tentang kesederhanaan dan kekeluargaan yang erat.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
113
Kakak Bombat alias Nyong Tio alias Hartmantyo Pradigto<br />
Utomo (Lerebulan). Salah satu anak kesayangan papa Hermos<br />
dan Feros Lerebulan. Seorang mahasiswa strata satu<br />
di jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada,<br />
Jogjakarta angkatan 2011.<br />
Seorang mahasiswa yang berat badannya (masih) 3 digit.<br />
Selebihnya hanya mahasiswa biasa aja.<br />
114 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Julian Francilia Lilihata. Calon sarjana ilmu politik<br />
jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada.<br />
Lahir di Pulau Seram, Maluku Tengah.<br />
Memutuskan untuk KKN ke Kandar sebuah desa<br />
yang terletak 2 jam dari kampung halaman leluhur ibunya<br />
adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah ia buat.<br />
Anak-anak desa Kandar ialah satu<br />
dari sedikit hal yang ia rindukan setiap harinya.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
115
Margareth Bertha Chrisnadia Lelyemin atau yang sering dipanggil<br />
Bertha atau Eta, memiliki wajah Timur tapi setelah bicara<br />
ketahuan kalau berasal dari Jawa. Bapak asli Saumlaki<br />
dan Ibu dari Yogyakarta. Setelah kembali dari Kandar memiliki 2<br />
marga, yaitu Lelyemin dan Lololuan. Seorang mahasiswi Sosiologi<br />
UGM Yogyakarta, yang doyan tidur, makan, dan ngopi.<br />
116 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Monika Dwi Kartika Sembiring a.k.a Nona Moni. Anak dari<br />
pulau di bagian ujung barat yang beruntung bisa menapaki daratan<br />
timur Indonesia. Saking beruntungnya hingga namanya menjadi<br />
judul salah satu lagu yang sering dinyanyikan pemuda Maluku<br />
dan sekitarnya. Sangat senang melihat anak anak Kandar bermain<br />
sambil berteriak : “kaka Moni, kaka Moni, main deng kita dolo!”<br />
Saingan terberatnya papa Octavianus Oratmangun, rebutan kamar<br />
mandi setiap pagi. Mahasiswi Manajemen dan Kebijakan Publik<br />
UGM yang senang mengamati. Sedang belajar untuk menjadi<br />
manusia normal yang ekspresif.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
117
Nona Shita a.k.a Naraini Nur Kimashita anak Papa Asin<br />
Lololuan deng Nona Bertha. Mahasiswa jurusan Matematika<br />
Universitas Gadjah Mada. Suka berenang<br />
dan berharap cepat lulus, aamiin...<br />
118 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Pandi Paulus Simanjuntak sebagai mahasiswa Farmasi<br />
(Fakultas Ramai MAhaSIswi -karena emang lebih banyak<br />
perempuan dari lelaki-) UGM. asli Batak Toba dari Sumatera<br />
Utara, setelah di Kandar punya marga baru jadi “Simanjuntak”<br />
sama “Lololuan”. Senang mancing tapi bukan penyabar, senang<br />
olahraga tapi kurang stamina, senang musik tapi kurang paham<br />
nada, ga ada yang cocok ya SUKAK SUKAK LAH!<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
119
Lahir di Cilacap 29 April 1994, Rajito Ahmad Syah atau yang<br />
lebih akrab dipanggil Ito ini merupakan seorang mahasiswa<br />
jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik UGM Yogyakarta.<br />
Memiliki hobi traveling membuat dirinya ingin menjelajah dan<br />
menapaki tempat-tempat baru di sekitarnya. Desa Kandar,<br />
Kecamatan Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat<br />
sementara ini masih menjadi daerah terjauh<br />
yang pernah disinggahinya.<br />
120 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Rizky Nabila Febriandani akrab disapa Bella. Jogja tulen yang<br />
bahagia mendapat marga Ngilamele dari Mama Min dan Bapa<br />
Obe sepulang dari Kandar. Mahasiswa Sosiologi Universitas<br />
Gadjah Mada ‘11 dengan segudang khayalan. Penikmat kopi<br />
tanpa gula. “Kapan kita pulang Kandar?” :)<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
121
Nama saya Robi Halirat. Saya bertempat tinggal di rumah Bapa<br />
Halirat, RT 02 Desa Kandar/Lusila Kecamatan Selaru, Kabupaten<br />
MTB. Saya senang memancing, dan teman memancing saya (yang<br />
paling setia, dan tentunya sabar, untuk selalu menemani saya<br />
memancing) adalah Bapak Kades, Bapak Jhon. Saya juga senang<br />
bermain sepak bola; terima kasih untuk kawan-kawan di Kandar<br />
yang selalu mengajak saya bermain sepak bola, saya merindukan<br />
kalian. Terakhir, saya punya adik-adik tersayang: Ache, Eka,<br />
Isye, Brandy, Maikel dan Nonjel, semoga kalian selalu ingat dan<br />
berusaha untuk cita-cita kalian. Semangat!<br />
122 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Vitriyani Tri P. Aku bukanlah seorang wanita biasa. Bahkan<br />
bukan pula wanita yang istimewa. Bertanggung jawab, disiplin,<br />
loyal, rame, galak, mudah sayang dan juga nangis. Hal yang<br />
menarik bagiku adalah berpetualang dan bertemu orang baru.<br />
Aku memiliki dan menyayangi banyak keluarga yang ada di<br />
sekelilingku. Keluarga Bapak Iswanto, Bapak Joko Sutono,<br />
Bapak Sumarjono, Bapak Lodarmas, Bapak Saiselar, Bapak RT.<br />
01, Bapak Oratmangun, dan semua keluarga KKN MLK03-2014.<br />
Terima kasih atas segala dukungan yang diberikan untukku. ^_^<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
123
Wandhana Handythio S. Aku adalah anak desa<br />
yang mencoba mencari setitik sinar matahari ditengah polusi<br />
pekat negara maritim. Terpikir dalam pikiran untuk<br />
menjadi seorang mafia dimana bisa melakukan pergerakan<br />
underground dan menjadi manusia bebas dalam melakukan<br />
apapun. Pada kenyataannya aku adalah seorang mahasiswa<br />
yang juga bebas layaknya mafia mampu berlaku bebas seenak<br />
pikiranku. Maka daripada itu aku hanya ingin menjadi<br />
ayah dari semua anak perusahaan di berbagai bidang.<br />
124 KKN-PPM UGM AS2014-MLK03
Yosep Jati A P aka nyong jati luthurmas. Mahasiswa Fakultas<br />
Ekonomika dan Bisnis yang berhasil mendarat dengan selamat<br />
di Desa Kandar. Diasuh oleh Mama Lere dan Bapa Nita dengan<br />
amat sangat baik. Berhasil pulang dalam keadaan utuh dengan<br />
membawa sopi beserta pelajaran berharganya.<br />
KKN-PPM UGM AS2014-MLK03<br />
125