03.10.2019 Views

buletin rasisme

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

13 BULETIN ORANGE MVP<br />

M. Dian Hikmawan, dosen Ilmu Pemerintahan<br />

FISIP Untirta, menganggap bahwa<br />

<strong>rasisme</strong> hadir dari rasa chauvinistic terhadap<br />

suatu etnisitas ataupun identitas. Menurut beliau,<br />

masyarakat Indonesia masih multi ekstrem dalam<br />

menghadapi keberagaman, yang mana seharusnya<br />

ada diskursus untuk memahami keberagaman<br />

tersebut. Peran negara dalam hal ini adalah negara<br />

harus melakukan pendekatan-pendekatan yang<br />

berbeda dan tidak bisa disamakan. Pedekatan ini<br />

dapat dilakukan melalui kerangka kebijakan publik<br />

yang asimetris, artinya pemerintah tidak bisa<br />

menyamaratakan kebijakan publik di tiap daerah<br />

karena kebutuhannya yang berbeda. Pemerintah<br />

pula harus ekstra lebih memerhatikan apa kebutuhan<br />

di setiap etnisitas yang bebeda - beda tersebut.<br />

Menanggapi kasus <strong>rasisme</strong> terhadap<br />

Papua yang terjadi saat ini, Dian Hikmawan<br />

atau yang sering disapa Bung Dian<br />

menyampaikan bahwa ada kesalahan dalam<br />

menghadapi Papua, dimana Papua selalu<br />

dipandang dalam kaca mata represif.<br />

“Ketika ada masalah di Papua pendekatan yang<br />

dilakukan bukan pendekatan deliberatif atau komunikasi<br />

dan lain-lain, melainkan pendekatan<br />

yang lebih militeristik. Negara memandang masalah<br />

di Papua sebagai sesuatu yang harus diselesaikan<br />

melalui aparatur represif yang diturunkan<br />

oleh negara. Akibatnya, permasalahan di Papua<br />

tidak akan pernah selesai jika pendekatan represif<br />

masih dilanggengkan. Sebab, Papua membutuhkan<br />

ruang publik dan demokrasinya sendiri”<br />

Kasus <strong>rasisme</strong> yang kini terjadi di Papua<br />

merupakan satu dari banyak tuntutan yang<br />

disuarakan. Bahkan ini merupakan akumulatif<br />

dari kejadian-kejadian yang sebelumnya pernah<br />

terjadi. Dari kacamata lain tidak hanya soal<br />

keadilan, refendum, ruang publik demokrasi dan<br />

lain sebagainya. Namun ada ketidaktepatan dalam<br />

mengeluarkan kebijakan oleh pemerintah.<br />

Ini menjadi poin yang sangat penting, mengingat<br />

kebijakan pemerintah masih berputar<br />

dibidang infrastruktur yang memang untuk saat<br />

ini kurang dibutuhkan oleh masyarakat papua.<br />

Ada skala prioritas yang mestinya pemerintah<br />

kaji ulang melalui kebijakannya. Bidang pendidikan,<br />

pangan, pelayanan publik, kesehatan<br />

dirasa paling vital yang harus didahulukan.<br />

Sebagai seorang akedmisi, Bung Dian<br />

menyebutkan bahwasanya mereka akan fokus<br />

pada bagaimana pemerintah mengelola kasus<br />

ini dalam kacamata HAM. Ia pun menyinggung<br />

langkah pemerintah menggunakan pendekatan<br />

represif yang terbilang belum efektif dijadikan sebuah<br />

solusi. Hal inilah yang juga akan menjadi sorotan<br />

dunia internasional dan para aktivis HAM.<br />

“Saya kira harapan saya diskursus tentang keindonesiaan<br />

atau keragaman Indonesia itu memang<br />

harus lebih banyak dipublikasikan di<br />

media sosial, pemerintah harus bisa menyusun<br />

atau mempunyai diskursus publik tentang Indonesia.<br />

Indonesia itu bukan hanya satu definisi,<br />

artinya saat berbicara tentang Indonesia, dia<br />

berbicara tentang banyak definisi. Nah, harapan<br />

saya adalah diskurus itu dibuka di ruang publik<br />

sehingga masyarakat sadar bahwa ternyata<br />

mereka hidup dalam keberagaman dan tidak<br />

hanya ada satu etnisitas tertentu,” tutup Bung<br />

Dian, sekaligus menyampaikan harapan untuk<br />

Indonesia agar isu <strong>rasisme</strong> tidak terulang.<br />

Indah/Anwar

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!