03.10.2019 Views

buletin rasisme

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

09 BULETIN ORANGE LENTERA<br />

Bukan semata-mata persoalan bendera, namun<br />

adanya stigma yang buruk dari masyarakat terhadap<br />

masyarakat Papua, yang merupakan alasan<br />

dibalik pengepungan.<br />

“Adanya tuduhan terhadap mahasiswa Papua<br />

yang merusak bendera itukan diangkat dari stigma<br />

seakan-akan mahasiswa Papua itu tidak suka<br />

denga simbol-simbol bendera, termasuk bendera<br />

merah putih. Ketika ada info ada bendera rusak<br />

maka dituduhkan kepada mahasiswa Papua, jadi<br />

saya pikir masalah utamanya disitu,” jelas Sahura,<br />

aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.<br />

Raden Elang Yayan, selaku Ketua Lembaga<br />

Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten Masyarakat<br />

Papua menganggap Indonesia ini telah<br />

berlaku rasis, dianggap sebaik kolonialisme penjajah<br />

baru, karena jelas di Papua diambil sumber<br />

daya alamnya dengan eksploitasi, tambang dan<br />

diambil hasil buminya. Menurutnya, pemerintah<br />

ini seharusnya melakukan pendekatan sosial<br />

budaya bukan dengan pendekatan secara militer.<br />

Kebiasaan Indonedia ini ialah pendekatan yang<br />

salah dengan menggunakan senjata. Akhirnya<br />

masyarakat Papua bergejolak ingin memerdekaan<br />

diri. Setiap warga negara berhak menentukan<br />

nasibnya sendiri, bukan dianggap separatis.<br />

Melihat adanya perilaku yang kurang<br />

baik, Armandho Rumpaidus sebagai anak Papua<br />

mahasiswa cendrawasih mengungkapkan<br />

bahwa ia mewajarkan sikap Ormas yang marah<br />

karena bendera merah putih jatuh. Namun,<br />

baginya disayangkan juga bahwa Ormas tidak<br />

mencari tahu kembali kejadian sesungguhnya<br />

“Pandangan saya mengenai Ormas mereka saat<br />

itu marah karena info bendera merah putih yang<br />

jatuh ke dalam selokan sih itu wajar dan itu hak<br />

mereka. Namun ada baiknya mereka mengecek<br />

kebenarannya, terbukti bukan mahasiswa Papua<br />

yg membuang bendera ke selokan, serta untuk<br />

aparat harusnya mereka menjadi pengayom<br />

bukan justru memperkeruh suasana dengan<br />

melakukan intimidasi dan persekusi,” ungkapnya.<br />

Permasalahan sebenarnya tidak hanya<br />

sampai di situ, pengepungan asrama selama beberapa<br />

waktu oleh beberapa pihak rupanya tetap<br />

berlanjut. Berbagai macam makian yang bersifat<br />

<strong>rasisme</strong> ditujukan kepada mahasiswa di dalam<br />

asrama oleh orang-orang yang berada di luar.<br />

Mereka beberapa kali melempar batu ke arah mahasiswa<br />

yang berada di dalam asrama sehingga<br />

merusak fasilitas asrama. Parahnya lagi, aparat justru<br />

ikut menyerang dengan tembakan gas air mata.<br />

Mahasiswa yang berasal dari Biak, Papua<br />

tersebut menambahkan, “respon ini akibat dari<br />

Rasisme, siapa yang tidak marah kalau diteriaki<br />

“Monyet”oleh ormas dan juga aparat Negara, disertai<br />

yel-yel “usir-usir Papua” dan aparat negara<br />

terkesan melakukan pembiaran. Amarah orang<br />

Papuapun meledak menunjukkan ketidakpercayaan<br />

mereka kepada Pemerintah RI,” imbuhnya.<br />

Apakah peristiwa tersebut menunjukkan<br />

nasionalisme Indonesia sangat kokoh di tanah Papua?<br />

“Seperti yang terlihat, bendera Bintang Kejora<br />

berkibar dengan bebas di Jayapura, Yahukimo<br />

& Fakfak, dan manokwari. Hal ini<br />

menunjukkan bahwa Nasionalisme mayoritas<br />

Orang Papua sebenarnya selama ini dipaksa<br />

menjadi Nasionalisme NKRI harga mati namun<br />

gagal,” menurut Armandho Rumpaidus<br />

Menurut Raden Elang Yayan yang biasa<br />

disapa Yayan, kejadian tersebut memicu kericuhan<br />

dan demo besar di papua, ialah bentuk kemarahan<br />

yang rasional mengapa mereka melakukan unjuk<br />

rasa dan pembakaran besar-besaran, karena itu<br />

bentuk ekspresi dan solidaritas dari oknum aparat<br />

pemerintah dan ormas yang melakukan rasis dengan<br />

meneriakan kata monyet. Mereka merasa<br />

dibedakan namun merasa tidak adil karena sumber<br />

daya alamnya diambil dengan cara eksploitasi<br />

dengan menghabisi lahan dan lingkungan, tetapi

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!