You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
DEGRADASI MALACHITE GREEN OXALATE<br />
DAN ANALISISNYA MENGGUNAKAN<br />
SPEKTROFOTOMETER UV-VIS DAN HPLC<br />
PROPOSAL TESIS<br />
Oleh :<br />
ZULFADLI, S.Si<br />
0921207003<br />
DIBIMBING OLEH<br />
Prof. Dr. Hj. Safni, M.Eng<br />
Prof. Dr. H. Hamzar Suyani, MSc<br />
PROGRAM PASCASARJANA<br />
UNIVERSITAS ANDALAS<br />
2011
1.1. Latar Belakang<br />
I. PENDAHULUAN<br />
Malachite green digunakan sebagai biosida pada industri<br />
aquakultur secara luas. Malachite green sangat efektif melawan infeksi<br />
pro<strong>to</strong>zoa dan jamur penting (Hoffman dan Meyer, 1974; Alderman, 1985;<br />
Schnick, 1988). Pada dasarnya, ia bekerja sebagai suatu ek<strong>to</strong>parasitisida:<br />
juga telah digunakan untuk mengontrol kulit cacing dan insang cacing. Di<br />
sisi lain, juga digunakan sebagai zat pewarna makanan, aditif makanan,<br />
desinfektan medis dan anthelminthic serta pewarna dalam sutra, wol, rami,<br />
kulit, katun, industri kertas dan akrilik (Culp dan Beland, 1996). Namun,<br />
malachite green sekarang telah menjadi senyawa yang sangat kontroversial<br />
karena risiko kepada konsumen ikan (Alderman dan Clif<strong>to</strong>n-Hadley, 1993).<br />
Termasuk efek pada sistem kekebalan tubuh, sistem reproduksi, geno<strong>to</strong>ksik<br />
dan sifat karsinogenik (Fernandes et al, 1991.; Rao, 1995; Gouranchat,<br />
2000).<br />
Malachite green secara tradisional digunakan untuk mengobati<br />
infeksi jamur pada telur ikan. Leucomalachite, dihasilkan melalui<br />
transformasi malachite green, dapat bertahan dalam jaringan ikan untuk<br />
waktu yang lama (Canadian Food Inspection Agency, Animal Products<br />
Direc<strong>to</strong>rate, Fish, Seafood and Production 2005).<br />
Malachite green tidak boleh ada dalam ikan untuk konsumsi<br />
manusia. Sebuah penilaian resiko Kesehatan Kanada pada tahun 1992<br />
2
menentukan bahwa potensi sifat karsinogenik malachite green yang<br />
ditimbulkan tidak cocok untuk digunakan pada makanan ikan. Akibatnya,<br />
Kesehatan Kanada tidak akan menetapkan tingkat <strong>to</strong>leransi untuk<br />
malachite green atau leucomalachite green. Ikan dan produk ikan yang<br />
mengandung makanan yang dicampur pada tingkat apapun berada di bawah<br />
Undang-Undang Makanan dan Obat (Culp, S.J. 2004).<br />
Badan Inspeksi Makanan Kanada (CFIA) menambahkan pengujian<br />
malachite green atau leucomalachite green untuk program makanan laut<br />
tahun 2003/2004. CFIA bertanggung jawab memoni<strong>to</strong>r untuk memastikan<br />
ikan dan produk ikan memenuhi persyaratan UU Inspeksi Ikan dan UU<br />
Makanan dan Obat. Pada tahun 2005, malachite green dan leucomalachite<br />
green terdeteksi dalam ikan salmon dan forel (trout) di Kanada dan ternak<br />
ikan impor. Namun, hasil sampling sebagian besar negatif, menunjukkan<br />
bahwa kehadiran malachite green tampaknya tidak akan tersebar luas (Culp,<br />
S.J. 2004).<br />
Direk<strong>to</strong>rat Kesehatan Obat Hewan Kanada menyetujui penjualan,<br />
dan memastikan bahwa semua obat yang dijual di Kanada untuk digunakan<br />
pada hewan adalah aman, dan bahwa penggunaan yang tepat tidak<br />
mengakibatkan tingkat residu berbahaya dalam makanan manusia. Hanya<br />
ada tiga fungisida / desinfektan disetujui untuk digunakan makanan ikan di<br />
Kanada: formaldehid, konsentrasi garam yang tinggi dan hidrogen peroksida<br />
( GESAMP 1997).<br />
Ada efek kesehatan yang tidak diketahui atau diharapkan manusia<br />
dari mengkonsumsi produk ikan pada tingkat rendah yang terdeteksi oleh<br />
3
CFIA dalam ternak salmon dan trout. Kesehatan Kanada telah<br />
mengklasifikasikan kontaminasi malachite green pada ikan sebagai bahaya<br />
Kesehatan Kelas II yang berarti konsekuensi probabilitas merugikan<br />
kesehatan dianggap kecil (Rao, K.V.K. 1995)..<br />
Penelitian telah menunjukkan bahwa malachite green bisa menjadi<br />
racun bagi sel-sel manusia dan menyebabkan pembentukan tumor hati pada<br />
hewan pengerat. Karena potensi efek membahayakan bagi kesehatan<br />
manusia, Administrasi US Food and Drug menominasikan malachite green<br />
sebagai bahan kimia prioritas untuk pengujian <strong>to</strong>ksisitas dan carcinogenicity<br />
pada tahun 1993. Hasil dari studi hewan pengerat ditemukan kelainan<br />
<strong>to</strong>ksisitas hati, anemia dan tiroid. Hasil signifikan bagi kesehatan manusia<br />
belum diketahui sampai saat ini. Tingkat (Level) yang dilaporkan pada<br />
musim gugur Kanada jauh di bawah ambang batas Eropa ( Srivastava, S.,<br />
Sinha, R. & Roy, D. 2004).<br />
Malachite green murah, efektif dan tersedia bagi yang lain, non-<br />
budidaya, dan terus digunakan di banyak bagian dunia karena kurangnya<br />
alternatif yang berwenang ( Srivastava, S., Sinha, R. & Roy, D. 2004).<br />
Suatu alternatif dalam menjawab permasalahan tersebut adalah<br />
dengan proses oksidasi lanjut (AOPs; Advanced Oxidation Process).<br />
Fo<strong>to</strong>lisis merupakan bagian dari proses ini (Yulian<strong>to</strong>, 2005). Fo<strong>to</strong>lisis<br />
merupakan suatu proses yang dibantu dengan adanya cahaya dan material<br />
katalis. Dengan pencahayaan ultraviolet kebanyakan polutan organik dapat<br />
dioksidasi menjadi CO2 dan H2O (Kuo, 2001). Sonolisis merupakan salah<br />
satu me<strong>to</strong>da yang digunakan untuk mendegradasi senyawa organik dalam<br />
4
media air dengan menggunakan getaran (gelombang ultrasonik). Untuk<br />
mempercepat reaksi, pada proses sonolisis biasanya digunakan katalis<br />
(Weng, 2006).<br />
High Performance Liquid Chroma<strong>to</strong>graphy (HPLC) digunakan<br />
untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis malachite green<br />
menggunakan HPLC sebelumnya telah dilakukan seperti penentuan<br />
Enhanced Transformation of Malachite Green by Laccase of Ganoderma<br />
lucidum in Presence of Natural Phenolic Coumpounds (K. Murugesan<br />
2009).<br />
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan dilakukan penelitian<br />
untuk membandingkan kemampuan me<strong>to</strong>de fo<strong>to</strong>lisis dan sonolisis dalam<br />
mendegradasi malachite green dengan adanya bantuan katalis TiO2 dan<br />
selanjutnya dilakukan pengukuran menggunakan spektrofo<strong>to</strong>meter UV-Vis.<br />
Terhadap sisa degradasi diukur menggunakan HPLC.<br />
1.2. Perumusan Masalah<br />
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah mengetahui<br />
seberapa besarkah senyawa malachite green dapat terdegradasi dengan<br />
menggunakan me<strong>to</strong>da fo<strong>to</strong>lisis dan sonolisis. Selanjutnya dibandingkan<br />
kemampuan kedua me<strong>to</strong>da tersebut dalam mendegradasi senyawa malachite<br />
green dengan penambahan katalis TiO2.<br />
5
1.3. Tujuan Penelitian<br />
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk<br />
membandingan keefektifan me<strong>to</strong>da fo<strong>to</strong>lisis dan sonolisis dalam<br />
mendegradasi senyawa malachite green serta untuk mempelajari hasil<br />
pengukuran malachite green menggunakan HPLC.<br />
1.4. Manfaat penelitian<br />
Penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai salah satu dasar<br />
rujukan dalam mengatasi limbah zat warna malachite green yang terdapat di<br />
lingkungan. Disamping itu juga dapat mengurangi resiko atau efek samping<br />
dari pemakaian malachite green ini bagi manusia.<br />
6
2.1. Malachite Green<br />
2.1.a. Malachite Green Oxalate<br />
II. TINJAUAN PUSTAKA<br />
Malachite green (MG) (C23H26N2O) dapat mengalami reduksi<br />
enzimatik (in vivo) menjadi Leucomalachite green (LMG) dan sebaliknya<br />
LMG dapat menjadi MG melalui reaksi oksidasi (Plakas, Said, Stehly and<br />
Roybal 1995)<br />
Gambar 1. Malachite green dan metabolit leucomalachite green<br />
7
Malachite green oxalate (hijau malasit) dengan rumus kimia C52H54N4O12<br />
dan struktur :<br />
Gambar 2. Struktur Malachite green oxalate<br />
Malachite green secara luas digunakan sebagai biosida pada industri<br />
aquakultur. Sangat efektif melawan infeksi pro<strong>to</strong>zoa dan jamur (Hoffman<br />
dan Meyer, 1974; Alderman, 1985; Schnick, 1988). Pada dasarnya, ia<br />
bekerja sebagai suatu ek<strong>to</strong>parasitisida. Di sisi lain, juga digunakan sebagai<br />
zat pewarna makanan, aditif makanan, desinfektan medis dan anthelminthic<br />
serta pewarna dalam sutra, wol, rami, kulit, katun, industri kertas dan akrilik<br />
(Culp dan Beland, 1996).<br />
Namun, malachite green sekarang telah menjadi senyawa yang<br />
sangat kontroversial karena risiko kepada konsumen ikan (Alderman dan<br />
Clif<strong>to</strong>n-Hadley, 1993). Termasuk efek pada sistem kekebalan tubuh, sistem<br />
reproduksi, geno<strong>to</strong>ksik dan sifat karsinogenik (Fernandes et al, 1991.; Rao,<br />
1995; Gouranchat, 2000) termasuk pengaruh pada sistem kekebalan tubuh<br />
(immune), sistem reproduksi dan sifat geno<strong>to</strong>ksik dan karsinogen (Fernandes<br />
et al., 1991; Rao, 1995; Gouranchat, 2000). Meskipun penggunaan pewarna<br />
8
ini telah dilarang di beberapa negara dan tidak disetujui oleh US Food and<br />
Drug Administration (Chang et al., 2001), masih banyak digunakan di<br />
beberapa bagian dunia karena ketersediaan yang rendah, ketersediaan dan<br />
efikasi (Schnick, 1988). US Food and Drug Administration telah<br />
dinominasikan malachite green sebagai prioritas kimia untuk pengujian<br />
karsinogenisitas (Culp dan Beland, 1996). Ada kekhawatiran tentang nasib<br />
malachite green dan direduksi bentuknya, leucomalachite green di air dan<br />
ekosistem darat sejak terjadi sebagai kontaminan (Burch<strong>more</strong> dan<br />
Wilkinson, 1993; Nelson dan Hites, 1980) dan potensi bahaya kesehatan<br />
manusia.<br />
2.1.b.Fungsi Malachite Green<br />
sebagai :<br />
1. Parasitisida<br />
Malachite green merupakan zat warna organik yang berfungsi<br />
Malachite green banyak digunakan sebagai <strong>to</strong>pikal fungisida (Hussein et<br />
al., 1999 ; Qureshi et al., 1998) dan ek<strong>to</strong>parasitisida dalam budidaya<br />
ikan di seluruh dunia sejak tahun 1936 (Foster dan Woodbury, 1936). Di<br />
aquakultur Afrika, telah digunakan melawan infeksi oleh bakteri,<br />
pro<strong>to</strong>zoa, ces<strong>to</strong>da, trema<strong>to</strong>da, nema<strong>to</strong>da, krustasea, dll (Hecht dan<br />
Endemann, 1998).<br />
2. Fungisida<br />
Malachite green sebagian besar telah digunakan untuk mencegah<br />
perkembangan jamur oomycete pada ikan dan telur ikan, baik sebagai<br />
9
terapi pasca-infeksi dan profilaksis (Alderman, 1985, 2002; Gerundo et<br />
al, 1991). Malachite green digunakan untuk mencegah pertumbuhan<br />
Haliphthoros pada lobster karang (Diggles, 2001) dan Ful-2 pada salmon<br />
(Huang et al., 1996).<br />
3. Antipro<strong>to</strong>zoa<br />
Malachite green digunakan secara efektif untuk mengontrol pro<strong>to</strong>zoa<br />
(Rintamaki-Kinnunen dan Val<strong>to</strong>nen, 1997), misalnya, Paranophrgs pada<br />
kepiting Milten (Yunjiang, 1997); Ichthyophthirius pada Ictarulus<br />
punctatus (Leteux dan Meyer, 1972; Schachte, 1974; Moore, 1998;<br />
Tieman dan Goodwin, 2001) dan ikan hias (Rodriguez dan Fernandez,<br />
2001); Trichodina pada belut (Madsen et al, 2000.), Epinephalus<br />
(Susanti et al., 1996) dan Turbot (Diggles, 2000); Trichodinella<br />
epizootica pada filamen insang ikan mas (Abdel-Meguid, 1995);<br />
dinoflagellata ek<strong>to</strong>parasit pada ikan hias (Steinhagen et al., 1999) dan<br />
Tetrahymena pada guppy (Rie dkk., 1999).<br />
4. Pada penyakit lain<br />
Malachite green juga telah berhasil digunakan melawan infeksi cacing<br />
usus, seperti Dactylogyrus vasta<strong>to</strong>r pada Cyprinus carpio (Molnar,<br />
1995) dan melawan Cichliodogyriasis (Flores et al., 1995).<br />
Dermocystidium koi di kulit ikan mas (Wildgoose, 1995), penyakit ginjal<br />
proliferatif (PKD) pada rainbow trout (Clif<strong>to</strong>n-Hadley dan<br />
Alderman,1987; Alderman, 1992; Gouvello et al,. 1999) dan salmon<br />
atlantik (Quigley dan Mc Ardle,1998) dan nekrosis dermal ulseratif pada<br />
10
ikan salmon (Murphy, 1973) juga efektif dikendalikan<br />
oleh malachite green.<br />
2.1.c. Efek Toksikologi Malachite Green Pada Ikan<br />
Beberapa peneliti memeperkirakan nilai LC50 dari kebanyakan<br />
pewarna komersial di interval waktu yang berbeda pada ikan (Clarke dan<br />
Anliker, 1980). Beberapa studi telah menunjukkan pewarna ini menjadi<br />
sangat beracun untuk ikan air tawar, bersifat akut dan kronis (Steffens et<br />
al, 1961;. Werth dan Boiteaux, 1967; Meyer dan Jorgensen, 1983; Klein et<br />
al,. 1991; Hormazabal et al, 1992;. Alderman dan Clif<strong>to</strong>n-Hadley, 1993).<br />
Karsinogenesis, mutagenesis, kromosom patah tulang, tera<strong>to</strong>genitas dan<br />
mengurangi kesuburan juga telah dilaporkan pada rainbow trout berikut<br />
perlakuan dengan malachite green (Amlacher,1961; Lieder, 1961; Steffens<br />
et al, 1961;. Nelson,1974; Bills et al, 1977;. Schnick dan Meyer, 1978;<br />
Meyer dan Jorgensen, 1983).<br />
2.1.d. Malachite Green Residu<br />
Residu Malachite green terdapat dalam jaringan ikan, tersimpan<br />
dalam serum, hati, ginjal, o<strong>to</strong>t, kulit dan viscera (Edelhauser and Klein,<br />
1986; Clif<strong>to</strong>n-Hadley and Alderman, 1987; Kelin and Edelhauser, 1988;<br />
Alderman and Clif<strong>to</strong>n-Hadley, 1993; Fink and Auch, 1993; Turnipseed et<br />
al., 1995; Machova et al., 1996; Rushing and Hansen, 1997; Alborali et<br />
al., 1997; Nowak and De Guingand, 1997; Doerge et al., 1998).<br />
11
2..2.e. Efek Toksikologikal Malachite Green Pada Mamalia dan Binatang<br />
Malachite green persisten di lingkungan dan <strong>to</strong>ksik akut pada perairan dan<br />
binatang. MG menyebabkan bahaya kesehatan umum dan juga masalah<br />
potensial lingkungan. Desciens dan Bablet (1994) menemukan perubahan<br />
renal pada kelinci akibat dosis oral MG. MG menurunkan pengambilan<br />
makanan, pertumbuhan dan laju fertilitas ; menyebabkan kerusakan pada<br />
hati, spleen, ginjal dan jantung. Malachite green mutagenik pada tikus dan<br />
mencit dan menyebabkan pertumbuhan abnormal yang signifikan pada<br />
kelinci putih New Zealand (Oryc<strong>to</strong>lagus cuniculus) (Meyer and Jorgensen,<br />
1983). Malachite green si<strong>to</strong><strong>to</strong>ksik yang sangat tinggi pada sel mamalia<br />
(Fessard et al.,1999) dan karsinogenik pada hati, thyroid dan organ lain<br />
binatang percobaan (Sundarrajan et al., 2000). Tumor pada usus, susu dan<br />
ovarium pada tikus bila terpapar malachite green.<br />
12
Tabel 1. Nilai LC50 Malachite Green Untuk Berbagai Jenis Ikan<br />
2.2. Advanced Oxidation Processes (AOPs)<br />
Advanced Oxidation Processes (AOPs) atau Proses oksidasi lanjut<br />
didefenisikan sebagai proses treatment pada temperatur dan tekanan<br />
mendekati ambien yang mana didasarkan pada turunan dari radikal hidroksil<br />
yang diawali destruksi oksidatif dari senyawa organik. Radikal hidroksil<br />
adalah sangat kuat, oksidan kimia non-selektif yang bereaksi secara khas,<br />
dengan jutaan sampai miliaran waktu lebih cepat dari ozon dan hidrogen<br />
13
peroksida yang dihasilkan dalam mengurangi biaya treatment dan ukuran<br />
sistem (Alfons, 2003).<br />
Proses oksidasi lanjut digunakan untuk men-treatment air limbah<br />
yang didasarkan pada: ozon, hidrogen peroksida, ozon ditambah hidrogen<br />
peroksida, reaksi fen<strong>to</strong>n, fo<strong>to</strong>oksidasi, fo<strong>to</strong>katalis, Electron beam<br />
Irradiation dan sonolisis (Alfons, 2003).<br />
Teknik oksidasi kimia sangat berguna dalam degradasi oksidatif atau<br />
transformasi berbagai polutan pada treatment air minum, air limbah maupun<br />
tanah yang terkontaminasi. Me<strong>to</strong>da oksidasi kimia secara khusus dapat<br />
diaplikasikan untuk treatment zat organik berbahaya dengan konsentrasi<br />
rendah, untuk treatment air limbah yang mengandung zat yang resisten<br />
terhadap me<strong>to</strong>da biodegradasi serta sebagai tahap post-treatment mengikuti<br />
treatment biologi untuk menghilangkan <strong>to</strong>ksisitas akuatik (Kumar, 2006).<br />
2.2.1. Fo<strong>to</strong>lisis<br />
Fo<strong>to</strong>lisis merupakan suatu proses degradasi yang dibantu oleh<br />
adanya cahaya. Ketika material fo<strong>to</strong>lisis disinari cahaya, material tersebut<br />
menyerap energi fo<strong>to</strong>n dan menyebabkan berbagai reaksi kimia. Dalam<br />
media air, kebanyakan senyawa-senyawa organik seperti sianida dan nitrit<br />
yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun.<br />
Proses fo<strong>to</strong>lisis yang menggunakan katalis dikenal dengan fo<strong>to</strong>katalisis.<br />
Beberapa oksida dan sulfida logam yang bersifat semikonduk<strong>to</strong>r seperti<br />
TiO2, ZnO, SrTiO3, CdS dan ZnS dapat digunakan sebagai katalis pada<br />
proses fo<strong>to</strong>lisis (Prashant, 2003).<br />
14
2.2.2. Sonolisis<br />
Me<strong>to</strong>da sonolisis menggunakan gelombang ultrasonik yang<br />
beroperasi pada frekuensi antara 20 dan 100 kHz. Efek dari sonolisis pada<br />
larutan air adalah memecah air menjadi radikal H dan OH, dimana radikal-<br />
radikal tersebut dapat merusak senyawa organik dalam larutan. Rusaknya<br />
senyawa organik tersebut akan menghasilkan senyawa-senyawa organik<br />
intermediet dan jika sonolisis terus berlangsung pada akhirnya akan terjadi<br />
mineralisasi senyawa tersebut menjadi CO2, H2O, O2, dan HNO3.<br />
Efek dari ultrasonik menghasilkan fenomena yang dikenal sebagai<br />
kativasi akustik. Proses kavitasi tersebut terdiri dari pembentukkan,<br />
pertumbuhan dan mengembang mengempisnya gelembung pada larutan.<br />
Kavitasi tersebut memberikan efek fisik dan kimia tertentu yang berperan<br />
dalam proses degradasi senyawa. Efek fisik yang ditimbulkan oleh proses<br />
kavitasi adalah meningkatnya reaktifitas katalis melalui perluasan<br />
permukaan, sedangkan efek kimia yang terjadi adalah meningkatnya<br />
kecepatan reaksi pembentukkan spesies aktif yang berperan dalam degradasi<br />
senyawa.<br />
Pemberian ultrasonik pada sistim larutan menginisiasi proses<br />
kavitasi. Jika dalam air terdapat spesi organik, diharapkan akan terjadi<br />
degradasi, dan pada akhirnya termineralisasi sempurna. Kondisi ekstrim<br />
yang dihasilkan kavitasi akustik menginisiasi destruksi kontaminan organik<br />
melalui tiga jalur yang berbeda: oksidasi oleh radikal hidroksil, oksidasi air<br />
superkritis, dan pirolisis. Mekanisme pirolisis lebih dominan untuk<br />
15
kontaminan berkonsentrasi tinggi, sedangkan serangan radikal hidroksil<br />
lebih dominan untuk kontaminan dengan konsentrasi rendah. Mekanisme<br />
destruksi yang utama adalah oksidasi radikal hidroksil (Cropek and Kemme,<br />
1998).<br />
Tujuan penggunaan ultrasonik berkekuatan tinggi ini adalah untuk<br />
membuat perubahan fisik yang permanen. Pembersihan dengan<br />
menggunakan ultrasonik lebih bagus digunakan pada material yang keras<br />
seperti gelas, logam, dan plastik. Dimana zat tersebut akan memvibrasi<br />
getaran dari pada mengabsorpsinya. Aplikasi dari me<strong>to</strong>da ini adalah untuk<br />
mengubah polutan organik dari air limbah, penentuan logam dalam air<br />
limbah dan sampel biologi.<br />
2001):.<br />
Reaksi homolisis air yang terjadi dalam proses sonolisis (Peller,<br />
H2O H • + • OH<br />
H • + O2 HO2 • •OH + ½ O2<br />
2 • OH H2O2<br />
2 HO2 • H2O2 + O2<br />
Air diubah menjadi radikal H dan radikal OH sebagai radikal bebas<br />
utama yang berperan dalam reaksi degradasi dan kecepatan pembentukkan<br />
OH tersebut dipengaruhi oleh efisiensi sonolisis. Radikal ini mampu<br />
menguraikan limbah organik karena potensial oksidasinya yang tinggi.<br />
Radikal OH yang dihasilkan tersebut juga dapat bergabung satu sama lain<br />
membentuk H2O2. Untuk meningkatkan efisiensi degradasi sonolisis<br />
16
ditambahkan katalis yang dapat meningkatkan produksi radikal OH<br />
sehingga mempercepat proses degradasi senyawa organik (Peller, 2001).<br />
2.3. Titanium dioksida (TiO2)<br />
Titanium dioksida (TiO2) dikenal sebagai semikonduk<strong>to</strong>r tipe-n yang<br />
memiliki celah energi relatif besar dengan sifat super hidrofilik ketika<br />
terkena cahaya. TiO2 merupakan senyawa dioksida berwarna putih yang<br />
tahan karat dan tidak beracun. TiO2 sering digunakan sebagai katalis untuk<br />
dekomposisi senyawa-senyawa organik <strong>to</strong>ksik seperti pestisida, zat warna<br />
dan lain-lain. TiO2 biasanya terdapat dalam bentuk powder atau lapisan<br />
film tipis, bersifat amfoter dan sulit larut dalam air. Massa molekul relatif<br />
79,90 g/mol dimana kadar Ti 59,95% dan kadar O 40,05%. Titik leleh dari<br />
TiO2 adalah 1870ºC. TiO2 merupakan salah satu katalis yang paling stabil,<br />
paling sering digunakan dibandingkan dengan katalis lainnya. TiO2<br />
menunjukkan kestabilan yang tinggi secara kimia dan relatif tidak mahal<br />
(Fujishima, 2000).<br />
TiO2 memiliki tiga macam struktur kristal yaitu anatase, rutile dan<br />
brookite. Anatase dikenal sebagai kristal yang paling reaktif terhadap<br />
cahaya. Anatase memiliki aktivitas fo<strong>to</strong>katalitik terbaik, eksitasi elektron ke<br />
pita konduksi dapat dengan mudah terjadi apabila kristal ini dikenai cahaya<br />
dengan energi yang lebih besar dari pada celah energinya. Gambar 3<br />
menunjukkan struktur kristal rutile, anatase dan brookite.<br />
17
Kristal rutile<br />
Kristal anatase<br />
Kristal brookite<br />
Gambar 3. Struktur Kristal TiO2 (http://ruby.colorado.edu/)<br />
TiO2 merupakan katalis yang paling cocok digunakan untuk<br />
degradasi senyawa organik, karena TiO2 paling aktif dan praktis untuk<br />
diaplikasikan dalam penanganan masalah lingkungan seperti pengolahan<br />
limbah cair, pengendalian limbah berbahaya, purifikasi udara dan desinfeksi<br />
air (Kameyama, 2002). TiO2 sebagai fo<strong>to</strong>katalis dipelajari secara ekstensif<br />
untuk degradasi polutan lingkungan. TiO2 biasanya dalam bentuk bubuk<br />
atau lapisan film tipis. Reaksi fo<strong>to</strong>katalitik terjadi pada permukaan, oleh<br />
karena itu sifat permukaan TiO2 menjadi fak<strong>to</strong>r penting yang menentukan<br />
kinetika dan mekanisme reaksi fo<strong>to</strong>katalitik.<br />
Proses fo<strong>to</strong>degradasi senyawa organik dengan bantuan fo<strong>to</strong>katalis<br />
semikonduk<strong>to</strong>r akan menghasilkan produk-produk mineralisasi. Karbon<br />
dalam senyawa organik berubah menjadi CO2, nitrogen menjadi ion nitrat<br />
dan ion ammonium serta belerang menjadi ion sulfat (Vautler, 2001).<br />
Mekanisme Fo<strong>to</strong>katalisis Semikonduk<strong>to</strong>r<br />
Secara umum mekanisme reaksi fo<strong>to</strong>katalitik dideskripsikan sebagai<br />
berikut : ketika suatu semikonduk<strong>to</strong>r yaitu katalis tersuspensi dalam suatu<br />
18
larutan disinari oleh sinar dengan energi yang melebihi atau sama dengan<br />
band gap dari semikonduk<strong>to</strong>r tersebut, maka pada permukaan katalis<br />
tersebut akan terbentuk pasangan elektron (e - dan h + ). Dalam hal ini<br />
semikonduk<strong>to</strong>r yang digunakan adalah TiO2 dimana mempunyai band gap<br />
(energi celah) sebesar 3,2 eV, sehingga cahaya yang digunakan harus<br />
mendekati UV dengan panjang gelombang lebih kecil dari 410 nm. Pada<br />
pasangan elektron yang terbentuk dipermukaan katalis, muatan positif h +<br />
akan berpindah menuju area anoda dari katalis yang berkemampuan untuk<br />
mengoksidasi HO - membentuk HO• radikal, kemudian polutan dalam<br />
limbah cair akan didegradasi oleh OH• radikal tersebut membentuk zat yang<br />
tidak berbahaya seperti CO2 dan asam mineral, sedangkan elektron akan<br />
berpindah menuju area ka<strong>to</strong>da dari katalis dan melakukan setengah reaksi<br />
reduksi terhadap oksigen dalam limbah cair membentuk H2O, apabila<br />
kondisi air limbah tidak mengandung oksigen yang memadai karena<br />
keberadaan nitrogen dan air limbah mengandung banyak ion logam h + vb,<br />
maka dalam hal ini elektron diharapkan dapat mereduksi ion logam tersebut,<br />
dengan catatan bahwa proses reduksi akan terjadi jika potensial reduksi dari<br />
logam lebih besar dari level terendah dari energi celah (Yulian<strong>to</strong>, 2005).<br />
Adapun persamaan reaksi dari reaksi oksidasi yang terjadi adalah<br />
sebagai berikut (Gunlazuardi, 2002):<br />
TiO2 + hv h + vb + e - cb<br />
h + vb + H2O(ads) HO•(ads) + H +<br />
e - cb + O2(ads) •O2 -<br />
19
Dengan mekanisme reaksi seperti Gambar 4.<br />
Gambar 4. Mekanisme Reaksi Fo<strong>to</strong>katalitik<br />
Beberapa penelitian dengan menggunakan fo<strong>to</strong>katalitik<br />
membuktikan bahwa proses tersebut dapat digunakan untuk memecah atau<br />
menghancurkan tipe polutan organik, selain itu juga dapat digunakan untuk<br />
proses pemurnian air, penghancuran bakteri, virus dan pengambilan logam<br />
dari aliran limbah.<br />
2.4. Spektrofo<strong>to</strong>meter UV-Vis<br />
Spektrofo<strong>to</strong>meter merupakan suatu alat analisis yang didasarkan<br />
pada pengukuran serapan sinar monokromatis suatu jalur larutan dengan<br />
menggunakan monokroma<strong>to</strong>r sistem prisma atau kisi difraksi dan detek<strong>to</strong>r<br />
fo<strong>to</strong>sel. Spektrofo<strong>to</strong>meter terdiri dari spektrometer dan fo<strong>to</strong>meter.<br />
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang<br />
tertentu dan fo<strong>to</strong>meter adalah alat pengukur intensitas cahaya yang<br />
ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi, spektrofo<strong>to</strong>meter digunakan untuk<br />
20
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,<br />
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi gelombang (Khopkar, 1990).<br />
Radiasi elektromagnetik UV-Vis tersebut mempunyai panjang<br />
gelombang berkisar 200 - 800 nm. Sinar UV mulai dari 200 - 400 nm dan<br />
sinar tampak 400 - 800 nm. Absorpsi radiasi akan menyebabkan terjadinya<br />
eksitasi elektron. A<strong>to</strong>m atau molekul akan mengadsorbsi pada daerah<br />
panjang gelombang yang energinya sesuai dengan beda energi antara<br />
keadaan dasar dan keadaan tereksitasi dari a<strong>to</strong>m atau molekul. Panjang<br />
gelombang yang diabsorbsi spesifik untuk masing-masing senyawa.<br />
Untuk pengukuran secara kuantitatif, me<strong>to</strong>da spektrofo<strong>to</strong>metri UV-<br />
Vis digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan, dimana absorbsi sinar<br />
oleh larutan merupakan fungsi kosentrasi. Pada kondisi optimum, dapat<br />
dibuat hubungan linier secara langsung antara absorbsi larutan dan<br />
konsentrasi larutan tersebut. Persamaan yang menggambarkan hubungan<br />
linier tersebut dikenal dengan hukum Lambert-Beer, yaitu : A = ε.b.c,<br />
dimana A merupakan absorban, ε sebagai serapan spesifik (cm -1 M -1 ), b<br />
menunjukkan lajur larutan (cm) dan c menyatakan konsentrasi (M).<br />
Suatu spektrofo<strong>to</strong>meter tersusun dari sumber spektrum sinar yang<br />
kontiniu, monokroma<strong>to</strong>r, sel pengadsorbsi untuk larutan sampel atau blanko<br />
dan suatu alat untuk mengukur perbedaan adsorpsi antara sampel dan blanko<br />
ataupun pembanding.<br />
Sumber cahaya yang biasa digunakan untuk sinar tampak adalah<br />
lampu wolfram dan untuk daerah UV adalah lampu hidrogen dan lampu<br />
deuterium. Monokroma<strong>to</strong>r digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang<br />
21
monokromatis biasanya berupa prisma ataupun grating. Untuk<br />
mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini<br />
dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap maka prisma gratingnya<br />
yang dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan.<br />
Sel absorbsi, pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet<br />
corex dapat digunakan, tetapi pengukuran di daerah UV kita harus<br />
menggunakan sel kuarsa gelas tidak tembus cahaya di daerah ini.<br />
Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm. Detek<strong>to</strong>r, peranan detek<strong>to</strong>r penerima<br />
adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang<br />
gelombang. Detek<strong>to</strong>r ini terdiri dari tabung gelas hampa yang berisi anoda,<br />
ka<strong>to</strong>da, dan jendela kuarsa. Ka<strong>to</strong>da ini terbuat dari logam alkali atau alkali<br />
alkoksida atau dari logam lain yang dilapisi dengan alkali, karena logam<br />
alkali atau alkoksidanya mudah melepaskan elektron. Jendela kuarsa<br />
digunakan untuk melewatkan cahaya dari sumber radiasi. Detek<strong>to</strong>r yang<br />
sering digunakan adalah sebuah pho<strong>to</strong>multiplier tube atau pho<strong>to</strong>diodaarray<br />
(Underwood, 1988).<br />
2.5. High Performance Liquid Chroma<strong>to</strong>graphy (HPLC)<br />
High Performance Liquid Chroma<strong>to</strong>graphy (HPLC) berasal dari<br />
kroma<strong>to</strong>grafi kolom klasik. Pemisahan dengan HPLC mempunyai beberapa<br />
keuntungan dibandingkan dengan me<strong>to</strong>da konvensional seperti waktu<br />
analisis yang cepat, biaya rendah dan kemungkinan untuk menganalisis<br />
sampel yang tidak stabil (Ishii, 1988). HPLC dapat digunakan untuk<br />
sebagian besar senyawa yang tidak menguap dan senyawa berbobot molekul<br />
22
tinggi. Selain itu HPLC dapat dipakai untuk senyawa organik, yang<br />
sebagian besar tidak menguap. HPLC biasanya dilakukan pada suhu kamar.<br />
Senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah (Gritter,<br />
1991).<br />
Me<strong>to</strong>da HPLC dapat digunakan dalam berbagai lapangan seperti<br />
farmasi, biokimia, industri makanan, industri kimia, kimia forensik,<br />
labora<strong>to</strong>rium klinik, labora<strong>to</strong>rium klinik dan polutan (Skoog, 1985)<br />
Dalam me<strong>to</strong>da HPLC ada tiga variabel yang akan menentukan baik<br />
tidaknya pemisahan senyawa yaitu fasa diam, fasa gerak dan detek<strong>to</strong>r. Fasa<br />
diam berupa senyawa polar dimana permukaannya tidak terikat seperti silika<br />
dan alumina. Fasa diam yang bersifat nonpolar, permukaan dari silika<br />
terikat dengan senyawa organik.<br />
Fasa diam merupakan reaksi antara klorosilana dengan gugus<br />
hidroksil dari silika dimana permukaan silika banyak mengandung gugus<br />
hidroksil sekitar 27 × 10 27 gugus hidroksil/m 2 . Fasa diam non polar yang<br />
paling umum digunakan adalah C8 (oktilsilana) dan C18 (oktadesilana).<br />
Sebaliknya fasa gerak yang digunakan mempunyai kepolaran yang lebih<br />
tinggi. Dalam hal ini dapat digukan pelarut metanol, ase<strong>to</strong>nitril dan air yang<br />
dicampurkan pada perbandingan tertentu.<br />
Fasa gerak yang digunakan dalam me<strong>to</strong>da HPLC harus mempunyai<br />
syarat-syarat tertentu yakni mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi,<br />
mudah didapatkan, titik didih 20 - 50 °C di atas temperatur kolom,<br />
kekentalan rendah, kurang reaktif, sesuai dengan detek<strong>to</strong>r yang digunakan<br />
dan tidak mudah terbakar (Skoog, 1985).<br />
23
Pemisahan pada HPLC terjadi secara dinamis, oleh sebab itu<br />
diperlukan sistem deteksi yang dapat bekerja secara langsung dan<br />
menghasilkan rekaman yang spontan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi<br />
pada kolom HPLC. Detek<strong>to</strong>r harus mempunyai sensitifitas yang baik pada<br />
konsentrasi rendah dari analit dan volume yang kecil untuk menghindari<br />
pelebaran pita.<br />
Detek<strong>to</strong>r absorbsi UV-Vis adalah detek<strong>to</strong>r yang paling banyak<br />
digunakan dalam me<strong>to</strong>da HPLC karena sebagian besar senyawa organik<br />
mengabsorbsi sinar dalam daerah UV dari spektrum elektromagnetik (Poole,<br />
1994). Pada panjang gelombang ini pelarut sangat sedikit atau sama sekali<br />
tidak menyerap sinar, sedangkan analit menyerap dengan kuat. Disamping<br />
detek<strong>to</strong>r UV-Vis detek<strong>to</strong>r lain yang digunakan yaitu detek<strong>to</strong>r flouresence,<br />
elektrokimia, indeks refraksi, konduktiviti, spektromasa dan FT-IR (Skoog,<br />
1985).<br />
24
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian<br />
III. METODA PENELITIAN<br />
Penelitian ini dilakukan di labora<strong>to</strong>rium Kimia Analitik Terapan, Jurusan<br />
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas<br />
Padang pada bulan November 2011 - Februari 2012.<br />
3.2. Alat dan Bahan<br />
3.2.1. Alat<br />
3.2.2. Bahan<br />
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Spektrofo<strong>to</strong>meter UV/VIS<br />
(UV-1700 pharmaspec UV-Vis Spectropho<strong>to</strong>meter, Shimadzu), Ultrasonik<br />
VC-1 dengan frekuensi 47 kHz dan daya 60 watt (As One Comp. Japan),<br />
HPLC (Shimadzu), Lampu UV (Germicidal CE G 13 Base 8FC11004, λ =<br />
365 nm), kotak iradiasi, neraca analitik, magnetic stirrer, pemanas (hot<br />
plate), pH meter, mikro sentrifus dengan kecepatan 13000 rpm,<br />
termometer, aluminium foil dan peralatan gelas lainnya.<br />
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Malachite green<br />
oxalate (C52H54N4O12) > 99% ( Merk Chemical Production ), TiO2<br />
anatase ( Ishihara Sangyo, Ltd. Japan ), asam asetat (CH3COOH) p.a,<br />
amonium asetat (CH3COONH4), amonium hidroksida (NH4OH) 25 % ,<br />
ammonium klorida (NH4Cl), Natrium Asetat (CH3COONa), air<br />
25
kroma<strong>to</strong>grafi cair kinerja tinggi (HPLC grade), ase<strong>to</strong>nitril, etanol p.a dan<br />
akuades.<br />
3.3. Prosedur Kerja<br />
3.3.1. Pengukuran Spektrum Serapan Malachite Green Oxalate<br />
Sebanyak 0,1000 gram Malachite green oxalate dilarutkan dalam 100 mL<br />
akuades untuk mendapatkan larutan induk Malachite green oxalate 1000<br />
mg/L. Kemudian larutan induk Malachite green oxalate diencerkan<br />
menjadi 5 variasi konsentrasi yaitu 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/L. Kelima variasi<br />
konsentrasi larutan tersebut masing-masing diukur spektrum serapannya<br />
dengan spektrofo<strong>to</strong>meter UV-Vis pada λ 300 – 700 nm. Kemudian diambil<br />
data absorban pada panjang gelombang yang memberikan serapan<br />
maksimum.<br />
3.3.2. Degradasi Senyawa Malachite Green Oxalate Secara Fo<strong>to</strong>lisis Dengan<br />
Penambahan TiO2 - Anatase<br />
a. Penentuan pH Optimum Fo<strong>to</strong>lisis<br />
Larutan Malachite green oxalate dengan konsentrasi 6 mg/L sebanyak 25<br />
mL dipindahkan ke dalam 5 buah erlenmeyer dan pH larutan diatur menjadi<br />
3,0 ; 5,0 ; 7,0 ; 9,0 dan 11,0 dengan penambahan buffer. Kemudian ke<br />
dalam masing-masing larutan ditambahkan 0,1000 gram TiO2 anatase dan<br />
diiradiasi dengan sinar UV selama 30 menit. Hasil fo<strong>to</strong>lisis disentrifus<br />
selama 15 menit untuk memisahkan TiO2 – anatase dari larutan. Kemudian<br />
26
diukur spektrum serapan masing-masing larutan dengan spektrofo<strong>to</strong>meter<br />
UV-Vis pada λ 300 – 700 nm.<br />
b. Penentuan Waktu Optimum Fo<strong>to</strong>lisis<br />
Larutan Malachite green oxalate dengan konsentrasi 6 mg/L sebanyak 25<br />
mL dipindahkan ke dalam 5 buah erlenmeyer dan pH larutan ….(pH<br />
optimum). Kemudian ke dalam masing-masing larutan ditambahkan 0,1000<br />
gram TiO2 anatase dan diiradiasi dengan sinar UV terhadap masing-<br />
masingnya dengan variasi waktu 15, 30, 45, 60 dan 75 menit. Hasil fo<strong>to</strong>lisis<br />
disentrifus selama 15 menit untuk memisahkan TiO2 – anatase dari larutan.<br />
Kemudian diukur spektrum serapan masing-masing larutan dengan<br />
spektrofo<strong>to</strong>meter UV-Vis pada λ 300 – 700 nm.<br />
3.3.3. Degradasi Senyawa Malachite Green Oxalate Secara Sonolisis Dengan<br />
Penambahan TiO2 - Anatase<br />
a. Penentuan pH Optimum Sonolisis<br />
Larutan Malachite green oxalate dengan konsentrasi 6 mg/L sebanyak 25<br />
mL dipindahkan ke dalam 5 buah erlenmeyer dan pH larutan diatur menjadi<br />
3,0 ; 5,0 ; 7,0 ; 9,0 dan 11,0 dengan penambahan buffer. Kemudian ke<br />
dalam masing-masing larutan ditambahkan 0,1000 gram TiO2 anatase dan<br />
ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya dilakukan sonolisis selama 60<br />
menit. Hasil sonolisis disentrifus selama 15 menit untuk memisahkan TiO2<br />
anatase dari larutan. Kemudian diukur spektrum serapan masing-masing<br />
larutan dengan spektrofo<strong>to</strong>meter UV-Vis pada λ 300 – 700 nm.<br />
27
. Penentuan Suhu Optimum Sonolisis<br />
Larutan Malachite green oxalate dengan konsentrasi 6 mg/L sebanyak 25<br />
mL dipindahkan ke dalam 5 buah erlenmeyer dan pH larutan…...(pH<br />
optimum). Kemudian ke dalam masing-masing larutan ditambahkan 0,1000<br />
gram TiO2 anatase dan ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya<br />
dilakukan sonolisis pada suhu 25±1 o C, 30±1 o C, 35±1 o C, 40±1 o C, 45±1<br />
o C selama 60 menit. Hasil sonolisis disentrifus selama 15 menit untuk<br />
memisahkan TiO2 anatase dari larutan. Kemudian diukur spektrum serapan<br />
masing-masing larutan dengan spektrofo<strong>to</strong>meter UV-Vis pada λ 300 – 700<br />
nm.<br />
c. Penentuan Persentase Degradasi Dengan Variasi Waktu Sonolisis<br />
Larutan Malachite green oxalate dengan konsentrasi 6 mg/L sebanyak 25<br />
mL dipindahkan ke dalam 5 buah erlenmeyer dan pH larutan…...(pH<br />
optimum). Kemudian ke dalam masing-masing larutan ditambahkan 0,1000<br />
gram TiO2 anatase dan ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya<br />
dilakukan sonolisis pada suhu optimum (dari prosedur 3.3.3.b) dengan<br />
variasi waktu 30, 60, 90, 120, dan 150 menit. Hasil sonolisis disentrifus<br />
selama 15 menit untuk memisahkan TiO2 anatase dari larutan. Kemudian<br />
diukur spektrum serapan masing-masing larutan dengan spektrofo<strong>to</strong>meter<br />
UV-Vis pada λ 300 – 700 nm.<br />
28