02.01.2013 Views

Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu Non Fem (Food ... - FORDA

Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu Non Fem (Food ... - FORDA

Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu Non Fem (Food ... - FORDA

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

2009. Sebelumnya, melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/<br />

Menhut-II/2007 tanggal 28 Agustus 2007 tentang <strong>Hasil</strong> <strong>Hutan</strong> <strong>Bukan</strong> <strong>Kayu</strong>,<br />

pemerintah telah menetapkan rincian jenis-jenis HHBK yang menjadi urusan<br />

Departemen Kehutanan. Namun, mengingat jumlah jenis dan komoditas<br />

HHBK yang terdaftar sangat banyak, maka pemerintah memandang<br />

perlu adanya pemilihan jenis prioritas yang diunggulkan agar usaha<br />

pengembangan HHBK dapat lebih fokus dan terarah menjadi komoditas<br />

yang mempunyai nilai ekonomi tinggi baik di tingkat nasional maupun<br />

lokal. Untuk itu pemerintah telah menetapkan kriteria dan indikator<br />

penentuan jenis HHBK unggulan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan<br />

Menteri Kehutanan nomor P.21/Menhut-II/2009 tanggal 19 Maret 2009.<br />

Bahkan, untuk saat ini, pemerintah telah menetapkan lima komoditas HHBK<br />

unggulan nasional yang diprioritaskan pengembangannya, yaitu lebah<br />

madu, sutera alam, gaharu, rotan, dan bambu.<br />

Pengembangan HHBK dinilai strategis, tidak hanya bagi kepentingan<br />

ekonomi, tetapi juga kelestarian hutan. Paham ini berakar dari banyaknya<br />

potensi HHBK yang mungkin dapat dimanfaatkan dari hutan, dimana<br />

beberapa diantaranya memiliki nilai pasar yang sangat kuat, sehingga<br />

mampu mendukung pembangunan sosial masyarakat melalui peningkatan<br />

pendapatan dan keuntungan masyarakat sekitar hutan yang selama ini<br />

terpinggirkan. Beberapa studi juga mengungkapkan adanya keterkaitan<br />

yang sangat erat antara kemiskinan dengan tingkat ketergantungan pada<br />

HHBK, dan, umumnya, hasil hutan memiliki arti yang jauh lebih penting bagi<br />

masyarakat berpendapatan rendah daripada mereka yang berpendapatan<br />

tinggi (Ticktin, 2004; Sunderland dan Harrison, 2004). Apabila benar<br />

demikian kondisinya, maka kontradiksi yang sering terjadi antara tujuan<br />

pembangunan dan konservasi dapat teratasi melalui pengembangan sektor<br />

HHBK. Optimisme tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa peningkatan<br />

nilai HHBK akan mendorong pengelolaan hutan yang lebih ramah<br />

lingkungan. Pertanyaannya adalah, apakah pemikiran yang mengaitkan<br />

antara peningkatan pemanfaatan HHBK dengan kelestarian pengelolaan<br />

hutan cukup berdasar? Dalam beberapa kasus, justru hal sebaliknya yang<br />

terjadi (Sunderland et al., 2004). Pemanfaatan HHBK yang selama ini<br />

masih bertumpu pada pemungutan dari hutan alam telah menyebabkan<br />

kelangkaan beberapa jenis HHBK, terutama yang bernilai ekonomi tinggi,<br />

karena dipanen secara berlebihan (Cunningham, 2000). Data produksi hasil<br />

hutan non kayu sepuluh tahun terahir (1998/1999 – 2007) juga menunjukkan<br />

penurunan jumlah produksi untuk sebagian besar produk HHBK yang<br />

tercatat (Baplan, 2008). Tumbuhan gaharu (Aquilaria sp., Gyrinops sp.)<br />

adalah salah satu contoh yang paling menonjol. Pemanenan yang berlebihan<br />

472<br />

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!